jurnal 1 reading

25
Katarak Diabetik Patogenesis, Epidemiologi, dan Tatalaksana Oleh : Andreas Pollreisz and Ursula Schmidt-Erfurth Katarak pada pasien diabetik adalah penyebab utama kebutaan di Negara maju dan berkembang. Patogenesis berkembangnya diabetik katarak masih belum dipahami betul, data penelitian sebelumnya menunjukkan peranan polyol dalam mencetuskan penyakit ini. Dalam penelitian berbasiskan populasi menunjukkan hubungan yang jelas antara diabetes dan terbentuknya katarak dan menjadi faktor resiko terjadinya katarak. Pasien diabetes memiliki resiko tinggi terhadap komplikasi setelah operasi phacoemulsifikasi dibandingkan pasien non diabetik. Aldose-reductase inhibitor dan anti oksidan telah terbukti bermanfaat dalam mencegah dan mengobati penglihatan dalam penelitian eksperimen secara invitro dan invivo. Tulisan ini menjelaskan gambaran pathogenesis katarak diabetik, studi klinis mengenai hubungan antara diabetes dan katarak dan tatalaksana katarak pada pasien diabetes. 1. Introduksi Di seluruh dunia terdapat 285 juta orang dengan diabetes mellitus dan diperkirakan akan naik menjadi 439 juta orang pada tahun 2030 menurut International Diabetes Federation. Komplikasi tersering dari diabetes tipe I dan II adalah retinopati diabetik, peringkat lima penyebab utama kebutaan di Amerika Serikat. 95 % diabetes tipe I dan 60% diabetes tipe II dengan lama penyakit rata-rata lebih dari 20 tahun adalah tanda-tanda munculnya retinopati diabetik. Pada kasus- kasus retinopati diabetik poliferatif berat hanya dijumpai pada pasien diabetes tipe I. Kontrol ketat hipoglikemi, lemak dalam darah dan tekanan darah telah menunjukkan manfaat untuk mencegah memberatnya penyakit ini. Katarak diketahui menjadi penyebab utama gangguan penglihatan pada

Upload: anisa-mulida-safitri

Post on 13-Apr-2016

9 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

mata

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal 1 Reading

Katarak Diabetik Patogenesis, Epidemiologi, dan TatalaksanaOleh : Andreas Pollreisz and Ursula Schmidt-Erfurth

Katarak pada pasien diabetik adalah penyebab utama kebutaan di Negara maju dan berkembang. Patogenesis berkembangnya diabetik katarak masih belum dipahami betul, data penelitian sebelumnya menunjukkan peranan polyol dalam mencetuskan penyakit ini. Dalam penelitian berbasiskan populasi menunjukkan hubungan yang jelas antara diabetes dan terbentuknya katarak dan menjadi faktor resiko terjadinya katarak. Pasien diabetes memiliki resiko tinggi terhadap komplikasi setelah operasi phacoemulsifikasi dibandingkan pasien non diabetik. Aldose-reductase inhibitor dan anti oksidan telah terbukti bermanfaat dalam mencegah dan mengobati penglihatan dalam penelitian eksperimen secara invitro dan invivo. Tulisan ini menjelaskan gambaran pathogenesis katarak diabetik, studi klinis mengenai hubungan antara diabetes dan katarak dan tatalaksana katarak pada pasien diabetes.

1. Introduksi

Di seluruh dunia terdapat 285 juta orang dengan diabetes mellitus dan diperkirakan akan naik menjadi 439 juta orang pada tahun 2030 menurut International Diabetes Federation.

Komplikasi tersering dari diabetes tipe I dan II adalah retinopati diabetik, peringkat lima penyebab utama kebutaan di Amerika Serikat. 95 % diabetes tipe I dan 60% diabetes tipe II dengan lama penyakit rata-rata lebih dari 20 tahun adalah tanda-tanda munculnya retinopati diabetik. Pada kasus-kasus retinopati diabetik poliferatif berat hanya dijumpai pada pasien diabetes tipe I. Kontrol ketat hipoglikemi, lemak dalam darah dan tekanan darah telah menunjukkan manfaat untuk mencegah memberatnya penyakit ini.

Katarak diketahui menjadi penyebab utama gangguan penglihatan pada pasien diabetik. Insidensi meningkat pada pasien dengan diabetes mellitus. Hubungan

antara diabetes dan katarak telah dibuktikan secara epidemiologi. Saat jumlah diabetes tipe I dan II meningkat, insidensi katarak diabetik juga meningkat. Meskipun operasi katarak merupakan prosedur operasi mata yang umum di seluruh dunia, hal ini merupakan terapi yang efektif. Mekanisme mencegah terjadinya katarak pada pasien diabetik masih meninggalkan masalah. Meskipun pasien diabetes mellitus memiliki tingkat komplikasi yang tinggi terhadap tindakan operasi katarak. Baik diabetes maupun katarak, merupakan masalah yang besar yang berhubungan dengan ekonomi dan kesehatan terutama di Negara berkembang. Dimana terapi diabetes tidak adekuat dan tidak ada akses untuk operasi katarak.

2. Patogenesis Katarak Diabetik

Enzim aldose-reductace menghancurkan sisa-sisa mukosa menjadi sorbitol melalui jalur polyol, (sebuah proses yang mengakibatkan berkembangnya katarak diabeti). Pada penelitian sebelumnya fokus

Page 2: Jurnal 1 Reading

pada peranan utama jalur enzim aldose-reductase sebagai faktor penyebab terbentuknya katarak diabetik.

Telah ditunjukkan bahwa akumulasi intra selular dari sorbitol menyebabkan perubahan osmotik yang menghasilkan degenerasi jaringan lensa hidrofik dan membentuk katarak diabetik. Pada lensa , sorbitol diproduksi lebih cepat daripada dikonversi menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehidrogenase. Seperti diketahui karakter polar sorbitol mencegah sel-sel intraselular berpindah secara difusi. Peningkatan akumulasi sorbitol menciptakan efek hiperosmotik yang mengakibatkan cairan masuk dan meningkatkan tekanan osmotik. Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa akumulasi intra seluler dari polyol menyebabkan jaringan lensa kolaps dan mencair, yang menyebabkan kekeruhan lensa. Hasil ini mengarah ke “hipotesis osmotic” dari pembentukan katarak diabetik, menjelaskan bahwa peningkatan intraselular dari cairan dikarenakan akumulasi polyol yang dimediasi enzim aldose reductase menghasilkan lensa yang bengkak dan berhubungan dengan perubahan kompleks biokimia yang menyebabkan terbentuknya katarak.

Lebih lanjut penelitian menunjukkan bahwa tekanan osmotik pada lensa yang disebabkan oleh akumulasi sorbitol menginduksi apoptosis sel epithelial lensa, yang menyebabkan katarak. Transgenik hiperglikemi tikus mengekspresikan gen AR dan Fospolypase D (PLD) secara berlebihan menjadikan proses pembentukan katarak diabetik lebih mudah dibandingkan tikus dengan diabetes yang mengekspresikan gen Fospolypase D (PLD) saja (enzim dengan fungsi utama dalam

osmoregulasi lensa). Temuan ini menunjukkan bahwa penurunan fungsi osmoregulasi bisa membuat lensa rentan bahkan dengan peningkatan tekanan osmotik yang di mediasi AR lebih potensial menyebabkan pembentukan katarak yang lebih progresif.

Peranan tekanan osmotik memiliki peranan penting dalam pembentukan katarak pada pasien diabetes melitus tipe 1 dengan usia muda yang di sebabkan karena pembengkakan jaringan kortikal lensa. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa AR berhubungan dengan terjadinya katrak diabetik pada orang dewasa. Jumlah AR didalam sel darah merah pasien <60 tahun dengan durasi diabetes yang singkat lebih menunjukkan hasil yang positif dalam hubungannya dengan kejadian katarak subkapsular posterior. Hubungan negatif di tunjukkan pada pasien diabetes antara jumlah AR pada eritrosit dan tingkat kekeruhan sel epitel lensa, diketahui menurun pada pasien diabetik dibandingkan pada pasien nondiabetik berdasarkan peranan AR pada proses patomekanisme.

Jalur poliol digambarkan sebagai mediator utama tekanan oksidatif pada lensa yang diakibatkan oleh diabetes. Tekanan osmotik disebabkan oleh akumulasi sorbitol yang di induksi oleh tekanan pada reticulum endoplasma (RE) (pusat utama sintesis protein) yang mengakibatkan pembentukan radikal bebas. Tekanan RE bisa juga menghasilkan kadar glukosa yang naik turun yang diakibatkan dari respon rantai protein yang menghasilkan jenis oksigen reaktif yang menyebabkan tekanan oksidatif merusak jaringan lensa. Pada beberapa jurnal sebelumnya digambarkan kerusakan akibat tekanan oksidatif pada jaringan lensa oleh radikal bebas yang didapat pada pasien diabetik. Bagaimanapun, tidak ada bukti bahwa radikal bebas menyebabkan

Page 3: Jurnal 1 Reading

pembentukan katarak, namun mempercepat dan dan memperburuk proses katarak. H2O2 meningkat didalam aquos humor pasien diabetik dan menghasilkan radikal hidroksin (OH-) setelah dimasukkannya lensa melalui proses yang dikenal sebagai reaksi Fenton. Radikal bebas nitrit oksida (NO), merupakan faktor lain yang meningkat pada lensa dan aquoas humor pasien diabetik, bisa meningkatkan pembentukan peroksi nitrat, yang dapat menyebabkan kerusakan sel dikarenakan proses oksidasi. Peningkatan kadar glukosa pada aquos humor bisa mengakibatkan proses glikasi protein lensa, suatu proses yang menghasilkan super oksida O2- dan pembentukan akhir dari proses glikasi. Interaksi dari AGE dengan reseptor permukaan sel seperti reseptor AGE pada epitel lensa menghasilkan O2- dan H2O2.

Peningkatan kadar radikal bebas pada lensa pasien diabetik menimbulkan penurunan kapasitas anti oksidan, meningkatkan kerentanan terjadinya tekanan oksidatif. Kehilangan anti oksidan diperburuk oleh proses glikasi dan inaktifasi enzim anti oksidan lensa seperti superoksida dismutase.

Copper-zink superokside dismutase 1 (SOD1) merupakan isoenzim antioksidan paling dominan di lensa, berperan penting dalam merubah radikal superoksida (O2-) menjadi hydrogen peroksida (H2O2) dan oksigen. Pentingnya SOD1 dalam fungsi proteksi mencegah proses katarak pada diabetes mellitus telah dibuktikan dalam penelitian pada hewan baik secara in vitro dan in vivo.

Kesimpulannya, beberapa publikasi mendukung hipotesis mekanisme yang menginisiasi pembentukan katarak diabetik adalah pembentukan polyol dari glukosa

oleh enzim AR, yang menghasilkan peningkatan tekanan osmotik pada jaringan lensa yang mengakibatkan lensa bengkak dan ruptur.

3. Studi klinis Investigasi Insidensi Katarak Diabetik

Beberapa studi klinis telah menunjukkan bahwa proses katarak lebih sering terjadi dan pada usia awal diabetes dibandingkan dengan pasien non-diabetes. Data dari Framingham dan studi mata lainnya mengindikasikan tiga sampai empat kali lipat peningkatan prevalensi katarak pada pasien dengan diabetes di bawah usia 65, dan prevalensi dua kali lipat lebih tinggi pada pasien di atas 65 tahun.

Risiko meningkat pada pasien dengan durasi diabetes yang lebih lama dan dengan kontrol metabolik yang buruk. Sebuah katarak jenis khusus yang dikenal sebagai katarak “snowflake”, terlihat terutama pada pasien usia muda dengan diabetes tipe 1 dan cenderung meningkat. Katarak mungkin reversibel pada penderita diabetes usia muda dengan peningkatan kontrol metabolik. Kebanyakan jenis katarak terlihat pada penderita diabetes terkait usia terutama usia tua, yang cenderung terjadi sebelumnya dan berlangsung lebih cepat daripada pada pasien non diabetes.

Wisconsin Epidemiologi Studi Diabetes Retinopati meneliti kejadian ekstraksi katarak pada penderita diabetes. Selanjutnya, faktor tambahan terkait dengan risiko yang lebih tinggi dari operasi katarak ditentukan. Kumulatif operasi katarak dalam 10 tahu terakhir adalah 8,3% pada pasien yang

Page 4: Jurnal 1 Reading

menderita diabetes tipe 1 dan 24,9% pada mereka dengan diabetes tipe 2. Prediktor operasi katarak termasuk usia, tingkat keparahan diabetes retinopati dan proteinuria pada penderita diabetes tipe 1 sedangkan usia dan penggunaan insulin dikaitkan dengan peningkatan risiko pada diabetes tipe 2.

Pemeriksaan kohort lanjutan dari Beaver Dam Eye Study, yang terdiri dari 3684 peserta >= 43 tahun, dilakukan evaluasi awal setelah 5 tahun menunjukkan hubungan antara diabetes mellitus dan pembentukan katarak. Dalam studi tersebut, kejadian dan perkembangan dari katarak korteks dan posterior subkapsular dikaitkan dengan diabetes. Selain itu, peningkatan kadar hemoglobin terglikasi yang terbukti berhubungan dengan peningkatan risiko katarak nuklear dan kortikal.

Dalam analisis lebih lanjut dari penelitian Beaver Dam Eye, prevalensi perkembangan katarak dipelajari dari populasi 4926 orang dewasa. Pada pasien diabetes lebih mungkin terjadi proses kekeruhan lensa kortikal dan menunjukkan tingkat lebih tinggi dari operasi katarak sebelumnya dari pada pasien non diabetes. Analisis data membuktikan bahwa durasi diabetes yang lebih lama dikaitkan dengan peningkatan frekuensi katarak kortikal serta peningkatan frekuensi operasi katarak.

Tujuan dari penelitian berbasis populasi cross-sectional Blue Mountain Eye Study adalah untuk menguji hubungan antara katarak nuklear, korteks, dan posterior subkapsular pada 3654

peserta antara tahun 1992-1994 . Penelitian ini mendukung temuan sebelumnya dari efek bahaya dari diabetes pada lensa. Katarak posterior subkapsular terbukti secara statistik signifikan terkait dengan diabetes. Namun, berbeda dengan Beaver Dam Eye Study, katarak nuklear tidak signifikan secara statistik.

Sebuah studi kohort berbasis populasi dari 2335 orang tua dari 49 tahun yang dilakukan di wilayah Blue Mountains Australia menyelidiki hubungan antara diabetes dan kejadian 5 tahun katarak. Hasil studi yang dilakukan oleh kelompok yang sama peneliti dari Blue Mountains Eye Study menunjukkan resiko dua kali lipat lebih tinggi kejadian katarak kortikal dalam rentang waktu 5 tahun pada subjek dengan kadar gula darah puasa yang terganggu. Asosiasi statistik yang signifikan ditunjukkan antara insiden katarak posterior subkapsular dan jumlah pasien diabetes baru yang terdiagnosis.

The Visual Impairment Project mengevaluasi faktor risiko untuk terjadinya katarak di Australia. Penelitian ini menunjukkan bahwa diabetes mellitus merupakan faktor risiko independen untuk katarak posterior subkapsular dalam jangka waktu 5 tahun.

Tujuan dari studi Barbados Eye adalah untuk mengevaluasi hubungan antara diabetes dan kekeruhan lensa pada 4314 peserta berkulit hitam. Para penulis menemukan bahwa sejarah diabetes (prevalensi 18%) berhubungan dengan semua perubahan lensa, terutama di usia muda.

4. Operasi Katarak pada Pasien Diabetes

Page 5: Jurnal 1 Reading

Phacomulsification adalah teknik operasi yang lebih disukai pada sebagian besar jenis katarak. Teknik ini dikembangkan oleh Kelman pada tahun 1967 dan tidak diterima secara luas sampai 1996. Tingkat peradangan dan astigmatisma yang minimal paska operasi, rehabilitasi visual yang lebih cepat dan, dengan lensa lipat (folded lens) modern, insiden lebih rendah dari kapsulotomi dibandingkan dengan operasi ekstrakapsular terdahulu. Telah ada tren baru dalam penekanan lebih awal terhadap ekstraksi katarak pada penderita diabetes. Operasi katarak disarankan sebelum kekeruhan lensa menghalangi pemeriksaan fundus.

Hasil keseluruhan paska operasi katarak baik, pasien dengan diabetes mungkin memiliki penglihatan yang jelek hasil dari pada pasien non- diabetes. Operasi dapat menyebabkan percepatan terjadinya proses retinopati, menginduksi rubeosis atau menyebabkan perubahan makula, seperti makula edema atau edema makula sistoid. Hasil buruk paska operasi dapat terjadi pada mata yang dioperasi dengan kondisi retinopati proliferatif aktif dan / atau edema macula yang sudah ada sebelumnya.

Pada penderita diabetes dengan atau tanpa bukti adanya retinopati diabetes, sawar (barrier)/batas darah-aquos dapat terganggu dan mengakibatkan peningkatan risiko peradangan pasca operasi dan edema macula yang mengancam penglihatan, proses yang diperburuk oleh operasi katarak. Faktor yang mempengaruhi jumlah peradangan pasca operasi dan

kejadian klinis edema makula sistoid angiografi adalah durasi operasi, ukuran luka dan kapsul posterior yang pecah atau berkurangnya vitreous. Hal ini menunjukkan bahwa operasi fakoemulsifikasi mempengaruhi sawar (barrier)/batas lebih parah pada pasien diabetes dengan retinopati diabetik proliferatif dibandingkan pada pasien dengan retinopati diabetes nonproliferatif atau pasien nondiabetes. Sebuah analisis pada penerima Medicare (n = 139.759) dari tahun 1997 sampai 2001 mengungkapkan bahwa tingkat diagnosis edema makula sistoid setelah operasi katarak secara statistik signifikan lebih tinggi pada pasien diabetes daripada pasien non diabetes.

Beberapa studi klinis mempelajari peran fakoemulsifikasi operasi katarak pada terjadinya retinopati diabetes. Satu tahun setelah operasi katarak, tingkat perkembangan retinopati diabetes berkisar antara 21% dan 32%. Borrillo et al. melaporkan tingkat perkembangan 25% setelah periode follow up 6 bulan paska operasi. Sebuah tinjauan retrospektif 150 mata dari 119 pasien diabetes yang menjalani operasi fakoemulsifikasi menunjukkan terjadinya retinopati diabetes pada 25% kasus dalam periode follow up 6-10 bulan paska operasi.

Sebuah studi prospektif mengevaluasi onset atau memburuknya edema makula pada 6 bulan paska operasi katarak pada pasien dengan retinopati diabetes nonproliferatif ringan atau sedang melaporkan kejadian 29% (30 dari 104 mata) edema makula

Page 6: Jurnal 1 Reading

berdasarkan data angiografi. Krepler et al. mempelajari 42 pasien yang menjalani operasi katarak dan melaporkan perkembangan retinopati diabetes dari 12% pada pasien yang dioperasi berbanding 10,8% pada mata yang tidak dioperasi dalam rentang waktu follow up 12 bulan. Dalam jangka waktu yang sama (12 bulan) , Squirrell et al. menunjukkan bahwa 50 pasien dengan diabetes tipe 2 yang menjalani operasi fakoemulsifikasi unilateral, 20% dari mata yang dioperasi dan 16% dari mata yang tidak dioperasi terjadi proses retinopati diabetes. Liao dan Ku dalam studi retrospektif menunjukkan bahwa dari 19 mata sebelum dioperasi pada retinopati diabetik nonproliferatif ringan sampai sedang, 11 mata (57,9%) menunjukkan perkembangan retinopati diabetes 1 tahun setelah operasi, sementara 12 mata (63,2%) terjadi retinopati diabetes 3 tahun paska operasi. Tingkat kemajuan yang signifikan secara statistik ketika dibandingkan dengan mata tanpa retinopati pra operasi.Sebuah studi prospektif baru-baru ini diterbitkan dari 50 mata pasien diabetes yang dievaluasi dari dengan dan tanpa retinopati setelah operasi katarak dengan tomografi koherensi optik. Penulis melaporkan kejadian 22% untuk edema makula setelah operasi katarak (11 dari 50 mata) sementara edema makula tidak terjadi pada mata tanpa retinopati. Ketika hanya mata dengan retinopati diabetik yang dievaluasi (n = 26), kejadian untuk edema makula paska operasi dan kelainan sistoid meningkat menjadi 42% (11 dari 26 mata). Sedikit perubahan dari nilai-nilai dasar di tengah ketebalan titik yang diamati

pada mata tanpa retinopati. Mata dengan retinopati diabetes nonproliferatif moderat atau retinopati diabetik proliferatif terjadi peningkatan dari baseline 145 um(micrometer) dan 131 um masing-masing pada 1 bulan dan 3 bulan. Perbedaan penebalan retina antara 2 kelompok (pada 1 dan 3 bulan) signifikan secara statistik dan di antara pasien dengan retinopati berbanding terbalik dengan perbaikan ketajaman visual.

5. Pengobatan Anti katarak

5.1. Inhibitor aldosa-reduktase. Inhibitor reduktase aldose

(ARI) terdiri berbagai senyawa struktural berbeda seperti ekstrak tanaman, jaringan hewan atau molekul kecil yang spesifik. Pada tikus diabetes, flavonids tanaman, seperti quercitrin atau isoflavon genistein, telah menunda pembentukan katarak diabetes. Contoh produk alami yang diketahui mengandung “aktivitas penghambatan AR”/AR inhibitory activity” diekstrak dari tanaman asli seperti Ocimum sanctum, Withania somnifera, Curcuma longa, dan Azadirachta indica atau Diabecon herbal India. Tingkat poliol dalam lensa tikus telah dikurangi dengan suntikan intrinsik ARI mengandung ekstraksi dari ginjal manusia dan lensa sapi. Obat anti-inflamasi nonsteroid, seperti sulindac, aspirin atau naproxen telah dilaporkan dapat menunda proses katarak pada tikus diabetes melalui “aktivitas penghambatan AR”/AR inhibitory activity” yang melemah.

Beberapa penelitian eksperimental mendukung peran

Page 7: Jurnal 1 Reading

ARI dalam mencegah dan menunda pembentukan katarak diabetes. Dalam model tikus diabetes, hewan diberikan AR inhibitor Renirestat. Pada penelitian dilaporkan pengurangan akumulasi sorbitol pada lensa dibandingkan pada tikus diabetes yang tidak diobati. Selanjutnya, dalam tikus diabetes yang diberikan Ranirestat, tidak ada tanda-tanda kerusakan lensa seperti degenerasi, pembengkakan, atau gangguan dari serat lensa selama periode pengobatan.

Dalam sebuah penelitian serupa, tikus diabetes diobati dengan ARI yang berbeda, Fidarestat. Pengobatan Fidarestat mencegah proses katarak pada hewan diabetes. Pada anjing yang diberikan ARI Kinostat topikal telah terbukti untuk mencegah terjadinya katarak.

Jenis ARI lain dengan efek yang menguntungkan dalam mencegah katarak diabetes seperti Alrestatin, Imrestat, Ponalrestat, Epalrestat, Zenarestat, Minalrestat, atau Lidorestat.

Studi ini memberikan alasan untuk masa depan yang potensial untuk penggunaan ARI dalam pencegahan atau pengobatan katarak diabetes.

5.2. Perawatan antioksidan pada Katarak Diabetes.

Kerusakan oksidatif terjadi secara tidak langsung sebagai akibat dari akumulasi poliol selama pembentukan katarak diabetes, penggunaan agen antioksidan mungkin bermanfaat.

Sejumlah antioksidan yang berbeda telah dilaporkan menunda proses pembentukan katarak pada

hewan diabetes. Ini termasuk asam alpha lipoik antioksidan, yang telah terbukti efektif menunda perkembangan katarak pada tikus dengan diabetes.

Yoshida et al. menunjukkan bahwa kombinasi dengan vitamin E, yang larut dalam lemak dan vitamin antioksidan, dan insulin, sinergis mencegah perkembangan katarak pada hewan.

Piruvat, antioksidan endogen, baru-baru ini mendapat perhatian untuk efek menghambat pembentukan katarak diabetes dengan mengurangi pembentukan sorbitol dan peroksidasi lipid di lensa. Sebuah studi yang dilakukan oleh Varma et al. menunjukkan bahwa kejadian katarak pada tikus diabetes lebih rendah pada kelompok yang diobati dengan piruvat daripada kelompok kontrol. Selain itu, tingkat keparahan kekeruhan pada tikus yang diobati dengan piruvat lebih kecil dibandingkan hewan kontrol. Efek menguntungkan dari piruvat dalam pencegahan katarak terutama dikaitkan dengan kemampuan efektif yang dapat menghasilkan spesies oksigen reaktif oleh peningkatan kadar gula pada hewan diabetes.

Namun, pengamatan klinis pada manusia menunjukkan bahwa efek vitamin antioksidan pada pengembangan katarak kecil dan mungkin tidak terbukti relevan secara klinis.

5.3. Agen farmakologis untuk Pengobatan makula

Edema Setelah Operasi Katarak. Proinflamasi prostaglandin telah terbukti terlibat dalam mekanisme yang menyebabkan

Page 8: Jurnal 1 Reading

kebocoran cairan dari kapiler perifoveal ke dalam ruang ekstraselular dari wilayah makula. Karena kemampuan obat topikal NSAID untuk memblokir enzim siklooksigenase (bertanggung jawab untuk produksi prostaglandin), penelitian menyarankan bahwa NSAID juga dapat mengurangi kejadian, durasi dan keparahan edema makula sisstoid dengan menghambat pelepasan dan pemecahan barrier darah dan retina.

Nepafenac, NSAID topikal yang diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan nyeri segmen anterior dan peradangan setelah operasi katarak, telah digunakan baru-baru ini dalam uji klinis untuk menguji manfaatnya dalam mengurangi kejadian edema makula setelah

operasi katarak. Bahan aktif yang membantu obat cepat menembus kornea untuk membentuk metabolit aktif, amfenac, oleh hidrolase intraokular khususnya di retina, epitel silia tubuh dan koroid.

Sebuah penelitian retrospektif membandingkan insiden edema makula setelah fakoemulsifikasi antara 240 pasien yang diobati selama 4 minggu dengan prednisolon topikal dan 210 pasien yang diobati dengan kombinasi prednisolon dan nepafenac untuk waktu yang sama. Para penulis menyimpulkan bahwa pasien yang diobati dengan prednisolon topikal sendiri memiliki insiden statistik signifikan edema makula yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang diobati dengan tambahan nepafenac.

References

[1] R. Klein and B. E. K. Klein, “Diabetic eye disease,” The Lancet,vol. 350, no. 9072, pp. 197–204, 1997.

[2] P.-J. Guillausseau, P.Massin, M.-A. Charles, et al., “Glycaemic control and development of retinopathy in type 2 diabetes mellitus: a longitudinal study,” DiabeticMedicine, vol. 15, no.2, pp. 151–155, 1998.

[3] R. Turner, “Intensive blood-glucose control with sulphonylureas or insulin compared with conventional treatment and risk of complications in patients with type 2 diabetes (UKPDS 33),” The Lancet, vol. 352, no. 9131, pp. 837–853, 1998.

[4] I. M. Stratton, E. M. Kohner, S. J. Aldington, et al., “UKPDS 50: risk factors for incidence and progression of retinopathy in type II diabetes over 6 years from diagnosis,” Diabetologia, vol. 44, no. 2, pp. 156–163, 2001.

[5] J. J. Harding, M. Egerton, R. van Heyningen, and R. S. Harding, “Diabetes, glaucoma, sex, and cataract: analysis of combined data fromtwo case control studies,” British Journal of Ophthalmology, vol. 77, no. 1, pp. 2–6, 1993.

[6] H. A. Kahn, H. M. Leibowitz, J. P. Ganley, et al., “The Framingham eye study. II. Association of ophthalmic pathology with single variables previouslymeasured in the Framingham heart study,” American Journal of Epidemiology, vol. 106, no.1, pp. 33–41, 1977.

[7] P. E. Stanga, S. R. Boyd, and A. M. P. Hamilton, “Ocular manifestations of diabetes mellitus,” Current Opinion in Ophthalmology, vol. 10, no. 6, pp. 483–489, 1999.

[8] G. Tabin, M. Chen, and L. Espandar, “Cataract surgery for the developing world,” Current Opinion in

Page 9: Jurnal 1 Reading

Ophthalmology, vol.19, no. 1, pp. 55–59, 2008.

[9] J. H. Kinoshita, “Mechanisms initiating cataract formation. Proctor lecture,” Investigative Ophthalmology, vol. 13, no.10, pp. 713–724, 1974.

[10] J. H. Kinoshita, S. Fukushi, P. Kador, and L. O. Merola, “Aldose reductase in diabetic complications of the eye,” Metabolism, vol. 28, no. 4, pp. 462–469, 1979.

[11] J. H. Kinoshita, “Cataracts in galactosemia. The Jonas S. Friedenwald memorial lecture,” Investigative Ophthalmology, vol. 4, no. 5, pp. 786–799, 1965.

[12] P. F. Kador and J. H. Kinoshita, “Diabetic and galactosaemic cataracts,” Ciba Foundation Symposium, vol. 106, pp. 110–131, 1984.

[13] S. K. Srivastava, K. V. Ramana, and A. Bhatnagar, “Role of aldose reductase and oxidative damage in diabetes and the consequent potential for therapeutic options,” Endocrine Reviews, vol. 26, no. 3, pp. 380–392, 2005.

[14] Y. Takamura, Y. Sugimoto, E. Kubo, Y. Takahashi, and Y. Akagi, “Immunohistochemical study of apoptosis of lens epithelial cells in human and diabetic rat cataracts,” Japanese Journal of Ophthalmology, vol. 45, no. 6, pp. 559–563, 2001.

[15] W.-C. Li, J. R. Kuszak, K. Dunn, et al., “Lens epithelial cell apoptosis appears to be a common cellular basis for noncongenital cataract development in humans and animals,”Journal of Cell Biology, vol. 130, no. 1, pp. 169–181, 1995.

[16] P. Huang, Z. Jiang, S. Teng, et al., “Synergism between phospholipase D2 and sorbitol accumulation in diabetic cataract formation through modulation

of Na,K-ATPase activity and osmotic stress,” Experimental Eye Research, vol 83, no. 4, pp. 939–948, 2006.

[17] M. E. Wilson Jr., A. V. Levin, R. H. Trivedi, et al., “Cataract associated with type-1 diabetes mellitus in the pediatric population,” Journal of AAPOS, vol. 11, no. 2, pp. 162–165, 2007.

[18] M. B. Datiles III and P. F. Kador, “Type I diabetic cataract,”Archives of Ophthalmology, vol. 117, no. 2, pp. 284–285, 1999.

[19] N. Oishi, S. Morikubo, Y. Takamura, et al., “Correlation between adult diabetic cataracts and red blood cell aldose reductase levels,” Investigative Ophthalmology and Visual Science, vol. 47, no. 5, pp. 2061–2064, 2006.

[20] Y. Kumamoto, Y. Takamura, E. Kubo, S. Tsuzuki, and Y. Akagi, “Epithelial cell density in cataractous lenses of patients with diabetes: association with erythrocyte aldose reductase,” Experimental Eye Research, vol. 85, no. 3, pp. 393–399, 2007.

[21] S. S. M. Chung, E. C. M. Ho, K. S. L. Lam, and S. K. Chung, “Contribution of polyol pathway to diabetesinduced oxidative stress,” Journal of the American Society of Nephrology, vol. 14, no. 3, pp. S233–S236, 2003.

[22] M. L. Mulhern, C. J. Madson, A. Danford, K. Ikesugi, P. F. Kador, and T. Shinohara, “The unfolded protein response in lens epithelial cells fromgalactosemic rat lenses,” Investigative Ophthalmology and Visual Science, vol. 47, no. 9, pp. 3951– 3959, 2006.

[23] A. J. Bron, J. Sparrow, N. A. P. Brown, J. J. Harding, and R. Blakytny, “The lens in diabetes,” Eye, vol. 7, no. 2, pp. 260–275, 1993.

[24] K. O¨ rnek, F. Karel, and Z. Bu¨yu¨kbingo¨l, “May nitric oxide

Page 10: Jurnal 1 Reading

molecule have a role in the pathogenesis of human cataract? ”Experimental Eye Research, vol. 76, no. 1, pp. 23–27, 2003.

[25] S.-H. Chiou, C.-J. Chang, C.-K. Chou,W.-M. Hsu, J.-H. Liu, and C.-H. Chiang, “Increased nitric oxide levels in aqueous humor of diabetic patients with neovascular glaucoma,”Diabetes Care, vol. 22, no. 5, pp. 861–862, 1999.

[26] A. W. Stitt, “The Maillard reaction in eye diseases,” Annalsof the New York Academy of Sciences, vol. 1043, pp. 582–597,2005.

[27] S.-B. Hong, K.-W. Lee, J. T. Handa, and C.-K. Joo, “Effect of advanced glycation end products on lens epithelial cells in vitro,” Biochemical and Biophysical Research Communications, vol. 275, no. 1, pp. 53–59, 2000.

[28] T. Ookawara, N. Kawamura, Y. Kitagawa, and N. Taniguchi, “Site-specific and random fragmentation of Cu,Znsuperoxide dismutase by glycation reaction. Implication of reactive oxygen species,” Journal of Biological Chemistry, vol. 267, no. 26, pp. 18505–18510, 1992.

[29] A. Behndig, K. Karlsson, B. O. Johansson, T. Br¨annstr¨om, and S. L. Marklund, “Superoxide dismutase isoenzymes in the normal and diseased human cornea,” Investigative Ophthalmology and Visual Science, vol. 42, no. 10, pp. 2293–2296, 2001.

[30] J. M. McCord and I. Fridovich, “Superoxide dismutase. An enzymic function for erythrocuprein (hemocuprein),”Journal of Biological Chemistry, vol. 244, no. 22, pp. 6049–6055, 1969.

[31] A. Behndig, K. Karlsson, A. G. Reaume, M.-L. Sentman, and S. L. Marklund, “In vitro photochemical

cataract in mice lacking copper-zinc superoxide dismutase,” Free Radical Biology and Medicine, vol. 31, no. 6, pp. 738–744, 2001.

[32] E. M. Olofsson, S. L. Marklund, K. Karlsson, T. Br¨annstr¨om, and A. Behndig, “In vitro glucose-induced cataract in copper-zinc superoxide dismutase null mice,” Experimental Eye Research, vol. 81, no. 6, pp. 639–646, 2005.

[33] E. M. Olofsson, S. L. Marklund, and A. Behndig, “Enhanced diabetes-induced cataract in copper-zinc superoxide dismutase-null mice,” Investigative Ophthalmology & Visual Science, vol. 50, no. 6, pp. 2913–2918, 2009. 6 Journal of Ophthalmology

[34] B. E. K. Klein, R. Klein, and S. E. Moss, “Prevalence of cataracts in a population-based study of persons with diabetes mellitus,” Ophthalmology, vol. 92, no. 9, pp. 1191–1196, 1985.

[35] N. V. Nielsen and T. Vinding, “The prevalence of cataract in insulin-dependent and non-insulin-dependent-diabetes mellitus,” Act Ophthalmologica, vol. 62, no. 4, pp. 595–602, 1984.

[36] W. E. Benson, “Cataract surgery and diabetic retinopathy,” Current Opinion in Ophthalmology, vol. 3, no. 3, pp. 396–400, 1992.

[37] F. Ederer, R. Hiller, and H. R. Taylor, “Senile lens changes and diabetes in two population studies,” American Journal of Ophthalmology, vol. 91, no. 3, pp. 381–395, 1981.

[38] B. E. K. Klein, R. Klein, and S. E.Moss, “Incidence of cataract surgery in the Wisconsin epidemiologic study of diabetic retinopathy,” American Journal of Ophthalmology, vol. 119, no. 3, pp. 295–300, 1995.

[39] B. E. K. Klein, R. Klein, and K. E. Lee, “Diabetes, cardiovascular disease,

Page 11: Jurnal 1 Reading

selected cardiovascular disease risk factors, and the 5-year incidence of age-related cataract and progression of lens opacities: the Beaver Dam Eye Study,” American Journal of Ophthalmology, vol. 126, no. 6, pp. 782–790, 1998.

[40] B. E. Klein, R. Klein, Q. Wang, and S. E. Moss, “Older-onset diabetes and lens opacities. The Beaver Dam Eye Study,”Ophthalmic Epidemiology, vol. 2, no. 1, pp. 49–55, 1995.

[41] N. Rowe, P. Mitchell, R. G. Cumming, and J. J. Wans, “Diabetes, fasting blood glucose and age-related cataract: the BlueMountains Eye Study,” Ophthalmic Epidemiology, vol. 7, no. 2, pp. 103–114, 2000.

[42] S. Saxena, P. Mitchell, and E. Rochtchina, “Five-year incidence of cataract in older persons with diabetes and prediabetes, ”Ophthalmic Epidemiology, vol. 11, no. 4, pp. 271– 277, 2004.

[43] B.N.Mukesh, A. Le, P.N.Dimitrov, S. Ahmed, H. R. Taylor, and C. A. McCarty, “Development of cataract and associated risk factors: the Visual Impairment Project,” Archives of Ophthalmology, vol. 124, no. 1, pp. 79–85, 2006.

[44] M. C. Leske, S.-Y.Wu, A. Hennis, et al., “Diabetes, hypertension, and central obesity as cataract risk factors in a black population: the Barbados Eye Study,” Ophthalmology, vol. 106, no. 1, pp. 35–41, 1999.

[45] J. L. Goldstein, “How a jolt and a bolt in a dentist’s chair revolutionized cataract surgery,” NatureMedicine, vol. 10, no. 10, pp. 1032–1033, 2004.

[46] S. A. Sadiq, A. Chatterjee, and S. A. Vernon, “Progression of diabetic retinopathy and rubeotic glaucoma following cataract surgery,” Eye, vol. 9, no. 6, pp. 728–738, 1995.

[47] P. G. Tranos, S. S. Wickremasinghe, N. T. Stangos, F. Topouzis, ITsinopoulos, and C. E. Pavesio, “Macular edema,” Survey of Ophthalmology, vol. 49, no. 5, pp. 470–490, 2004.

[48] P. G. Hykin, R. M. C. Gregson, J. D. Stevens, and P. A. M. Hamilton, “Extracapsular cataract extraction in proliferative diabetic retinopathy,” Ophthalmology, vol. 100, no. 3, pp. 394–399, 1993.

[49] E. Y. Chew, W. E. Benson, N. A. Remaley, et al., “Results after lens extraction in patients with diabetic retinopathy: early treatment diabetic retinopathy study report number 25,” Archives of Ophthalmology, vol. 117, no. 12, pp. 1600–1606, 1999.

[50] T. Oshika, S. Kato, and H. Funatsu, “Quantitative assessment of aqueous flare intensity in diabetes,” Graefe’s Archive for Clinical and Experimental Ophthalmology, vol. 227, no. 6, pp. 518–520, 1989.

[51] T. Oshika, K. Yoshimura, and N. Miyata, “Postsurgical inflammation after phacoemulsification and extracapsular extraction with soft or conventional intraocular lens implantation,” Journal of Cataract and Refractive Surgery, vol. 18, no. 4, pp. 356–361, 1992.

[52] M. V. Pande, D. J. Spalton, M. G. Kerr-Muir, and J. Marshall, “Postoperative inflammatory response to phacoemulsification and extracapsular cataract surgery: aqueous flare and cells,” Journal of Cataract and Refractive Surgery, vol. 22, supplement 1, pp. 770–774, 1996.

[53] Y. Liu, L. Luo, M. He, and X. Liu, “Disorders of the blood-aqueous barrier after phacoemulsification in diabetic patients,” Eye, vol. 18, no. 9, pp. 900–904, 2004.

Page 12: Jurnal 1 Reading

[54] J. K. Schmier, M. T. Halpern, D. W. Covert, and G. P. Matthews “Evaluation of costs for cystoids macular edema among patients after cataract surgery,” Retina, vol. 27, no 5, pp. 621–628, 2007.

[55] A. Zaczek, G. Olivestedt, and C. Zetterstr¨om, “Visual outcome after phacoemulsification and IOL implantation in diabetic patients,” British Journal of Ophthalmology, vol. 83, no. 9, pp. 1036–1041, 1999.

[56] R. A. Mittra, J. L. Borrillo, S. Dev, W. F. Mieler, and S. B. Koenig, “Retinopathy progression and visual outcomes after phacoemulsification in patients with diabetes mellitus,” Archives of Ophthalmology, vol. 118, no. 7, pp. 912–917, 2000.

[57] S. Kato, Y. Fukada, S. Hori, Y. Tanaka, and T. Oshika, “Influence of phacoemulsification and intraocular lens implantation on the course of diabetic retinopathy,” Journal of Cataract and Refractive Surgery, vol. 25, no. 6, pp. 788–793, 1999.

[58] T. Hong, P. Mitchell, T. de Loryn, E. Rochtchina, S. Cugati, and J. J. Wang, “Development and progression of diabetic retinopathy 12 months after phacoemulsification cataract surgery,” Ophthalmology, vol. 116, no. 8, pp. 1510–1514, 2009.

[59] J. L. Borrillo, R. A. Mittra, S. Dev, et al., “Retinopathy progression and visual outcomes afte phacoemulsification in patients with diabetes mellitus,” Transactions of the American Ophthalmological Society, vol. 97, pp. 435–449, 1999.

[60] H. Funatsu, H. Yamashita, H. Noma, E. Shimizu, T.Mimura, and S. Hori, “Prediction of macular edema exacerbation after phacoemulsification in patients with nonproliferative diabetic retinopathy,” Journal of

Cataract and Refractiv Surgery, vol. 28, no. 8, pp. 1355–1363, 2002.

[61] K. Krepler, R. Biowski, S. Schrey, K. Jandrasits, and A. Wedrich, “Cataract surgery in patients with diabetic retinopathy: visual outcome, progression of diabetic retinopathy, and incidence of diabetic macular oedema,” Graefe’s Archive for Clinical and Experimenta Ophthalmology, vol. 240, no. 9, pp. 735–738, 2002.

[62] D. Squirrell, R. Bhola, J. Bush, S. Winder, and J. F. Talbot, “A prospective, case controlled study of the natural history of diabetic retinopathy and maculopathy after uncomplicated phacoemulsification cataract surgery in patients with type 2 diabetes,” British Journal of Ophthalmology, vol. 86, no. 5, pp. 565–571, 2002.

[63] S.-B. Liao andW.-C. Ku, “Progression of diabetic retinopathy after phacoemulsification in diabetic patients: a three-year analysis,” Chang Gung Medical Journal, vol. 26, no. 11, pp. 829–834, 2003.

[64] S. J. Kim, R. Equi, and N. M. Bressler, “Analysis of macular edema after cataract surgery in patients with diabetes using optical coherence tomography,” Ophthalmology, vol. 114, no. 5, pp. 881–889, 2007. Journal of Ophthalmology 7

[65] S. D. Varma, A. Mizuno, and J. H. Kinoshita, “Diabetic cataracts and flavonoids,” Science, vol. 195, no. 4274, pp. 205–206, 1977.

[66] P. M. Leuenberger, “Diabetic cataract and flavonoids (first results),” Klinische Monatsblatter fur Augenheilkunde, vol 172, no. 4, pp. 460–462, 1978.

[67] R. Huang, F. Shi, T. Lei, Y. Song, C. L. Hughes, and G. Liu, “Effect of the

Page 13: Jurnal 1 Reading

isoflavone genistein against galactose-induced cataracts in rats,” Experimental Biology and Medicine, vol. 232, no. 1, pp. 118–125, 2007.

[68] S. D. Varma, S. S. Shocket, and R. D. Richards, “Implications of aldose reductase in cataracts in human diabetes,” Investigative Ophthalmology and Visual Science, vol. 18, no. 3, pp. 237–241, 1979.

[69] M. S.Moghaddam, P. A. Kumar, G. B. Reddy, and V. S. Ghole, “Effect of Diabecon on sugar-induced lens opacity in organ culture: mechanism of action,” Journal of Ethnopharmacology, vol. 97, no. 2, pp. 397–403, 2005.

[70] N. Halder, S. Joshi, and S. K. Gupta, “Lens aldose reductase inhibiting potential of some indigenous plants,” Journal of Ethnopharmacology, vol. 86, no. 1, pp. 113–116, 2003.

[71] P. F. Kador, G. Sun, V. K. Rait, L. Rodriguez, Y. Ma, and K. Sugiyama, “Intrinsic inhibition of aldose reductase,” Journal of Ocular Pharmacology and Therapeutics, vol. 17, no. 4, pp. 373–381, 2001.

[72] M. Jacobson, Y. R. Sharma, E. Cotlier, and J. DenHollander, “Diabetic complications in lens and nerve and their prevention by sulindac or sorbinil: two novel aldose reductase inhibitors,” Investigative Ophthalmology and Visual Science, vol. 24, no. 10, pp. 1426–1429, 1983.

[73] Y. R. Sharma, R. B. Vajpayee, R. Bhatnagar, et al., “Topical sulindac therapy in diabetic senile cataracts: cataract—IV,” Indian Journal of Ophthalmology, vol. 37, no. 3, pp. 127–133, 1989.

[74] S.K. Gupta and S. Joshi, “Relationship between aldose reductase inhibiting activity and anti-cataract action of various non-steroidal anti-

inflammatory drugs,” Developments in Ophthalmology, vol. 21, pp. 151–156, 1991.

[75] E. Cotlier, “Aspirin effect on cataract formation in patients with rheumatoid arthritis alone or combined to diabetes,” International Ophthalmology, vol. 3, no. 3, pp. 17 177, 1981.

[76] S. K. Gupta and S. Joshi, “Naproxen: an aldose reductase inhibitor and potential anti-cataract agent,” Developments I Ophthalmology, vol. 21, pp. 170–178, 1991.

[77] T. Matsumoto, Y. Ono, A. Kuromiya, K. Toyosawa, Y. Ueda, and V. Bril, “Long-term treatment with ranirestat (AS-3201), a potent aldose reductase inhibitor, suppresses diabetic neuropathy and cataract formation in rats,” Journal of Pharmacological Sciences, vol. 107, no. 3, pp. 340–348, 2008.

[78] V. R. Drel, P. Pacher, T. K. Ali, et al., “Aldose reductase inhibitor fidarestat counteracts diabetes-associated cataract formation, retinal oxidative-nitrosative stress, glial activation, and apoptosis,” International Journal of Molecular Medicine, vol. 21, no. 6, pp. 667–676, 2008.

[79] P. F.Kador,D.Betts,M.Wyman, K. Blessing, and J.Randazzo, “Effects of topical administration of an aldose reductase inhibitor on cataract formation in dogs fed a diet high in galactose,” American Journal of Veterinary Research, vol. 67 no. 10, pp. 1783–1787, 2006.

[80] L. T. Chylack Jr., H. F. Henriques III, H. M. Cheng, andW. H. Tung, “Efficacy of alrestatin, an aldose reductase inhibitor, in human diabetic and nondiabetic lenses, ”Ophthalmology, vol. 86, no. 9, pp. 1579–1585, 1979.

Page 14: Jurnal 1 Reading

[81] B. W. Griffin, L. G. McNatt, M. L. Chandler, and B. M. York, “Effects of two new aldose reductase inhibitors, AL-1567 and AL-1576, in diabetic rats,” Metabolism, vol. 36, no. 5, pp. 486–490, 1987.

[82] D. Stribling, D. J. Mirrlees, H. E. Harrison, and D. C. N. Earl, “Properties of ICI 128,436, a novel aldose reductase inhibitor, and its effects on diabetic complications in the rat,” Metabolism, vol. 34, no. 4, pp. 336–344, 1985.

[83] K. Kato, K. Nakayama, M. Mizota, I. Miwa, and J. Okuda, “Properties of novel aldose reductase inhibitors, M16209 and M16287, in comparison with known inhibitors, ONO-2235 and sorbinil,” Chemical and Pharmaceutical Bulletin, vol. 39, no. 6, pp. 1540–1545, 1991.

[84] S. Ao, Y. Shingu, C. Kikuchi, et al., “Characterization of a novel aldose reductase inhibitor, FR74366, and its effects on diabetic cataract and neuropathy in the rat,” Metabolism, vol. 40, no. 1, pp. 77–87, 1991.

[85] W. G. Robison Jr., N. M. Laver, J. Jacot, et al., “Diabetic-like retinopathy ameliorated with the aldose reductase inhibitor WAY-121,509,” Investigative Ophthalmology and Visual Science, vol. 37, no. 6, pp. 1149–1156, 1996.

[86] M. C. van Zandt, M. L. Jones, D. E. Gunn, et al., “Discovery of 3-[(4,5,7-trifluorobenzothiazol yl)methyl]indole-N-acetic acid (lidorestat) and congeners as highly potent and selective inhibitors of aldose reductase for treatment of chronic diabetic complications,” Journal of Medicinal Chemistry, vol. 48, no. 9, pp. 3141–3152, 2005.

[87] M. Kojima, L. Sun, I. Hata, Y. Sakamoto, H. Sasaki, and K. Sasaki, “Efficacy of α-lipoic acid against

diabetic cataract in rat,” Japanese Journal of Ophthalmology, vol. 51, no. 1, pp. 10–13, 2007.

[88] M. Yoshida, H. Kimura, K. Kyuki, and M. Ito, “Combined effect of vitamin E and insulin on cataracts of diabetic rats fed a high cholesterol diet,” Biological and Pharmaceutical Bulletin, vol. 27, no. 3, pp. 338–344, 2004.

[89] W. Zhao, P. S. Devamanoharan, M. Henein, A. H. Ali, and S. D. Varma, “Diabetes-induced biochemical changes in rat lens: attenuation of cataractogenesis by pyruvate,” Diabetes, Obesity and Metabolism, vol. 2, no. 3, pp. 165–174, 2000.

[90] S. D. Varma, K. R. Hegde, and S. Kovtun, “Attenuation and delay of diabetic cataracts by antioxidants: effectiveness of pyruvate after onset of cataract,” Ophthalmologica, vol. 219, no. 5, pp. 309–315, 2005.

[91] K. R. Hegde and S. D. Varma, “Morphogenetic and apoptotic changes in diabetic cataract: prevention by pyruvate,” Molecular and Cellular Biochemistry, vol. 262, no. 1-2, pp. 233–237, 2004.

[92] C. H. Meyer and W. Sekundo, “Nutritional supplementation to prevent cataract formation,” Developments in Ophthalmology, vol. 38, pp. 103–119, 2005.

[93] K. Miyake and N. Ibaraki “Prostaglandins and cystoi macular edema,” Survey of Ophthalmology, vol. 47, no. 4, pp. S203–S218, 2002. [94] A. J. Flach, “The incidence, pathogenesis and treatment of cystoid macular edema following cataract surgery,” Transactions of the American Ophthalmological Society, vol. 96, pp. 557–634, 1998.

[95] K. Miyake, K. Masuda, S. Shirato, et al., “Comparison of diclofenac and fluorometholone in preventing

Page 15: Jurnal 1 Reading

cystoids macular edema after small incision cataract surgery: a multicentered prospective trial,” Japanese Journal of Ophthalmology, vol. 44, no. 1, pp. 58–67, 2000.

[96] T. P. O’Brien, “Emerging guidelines for use of NSAID therapy to optimize cataract surgery patient care,” Current Medical Research and Opinion, vol. 21, no. 7, pp. 1131–1137, 2005. 8 Journal of Ophthalmology

[97] L. Rossetti, J. Chaudhuri, and K. Dickersin, “Medical prophylaxis and treatment of cystoid macular edema after cataract surgery: the results of a meta-analysis,” Ophthalmology, vol. 105, no. 3, pp. 397–405, 1998.

[98] J. S. Heier, T. M. Topping, W. Baumann, M. S. Dirks, and S. Chern, “Ketorolac versus prednisolone versus combination therapy in the treatment of acute pseudophakic cystoids macular edema,” Ophthalmology, vol. 107, no. 11, pp. 2034–2038, 2000.

[99] A. J. Flach, C. J. Lavelle, K. W. Olander, J. A. Retzlaff, and L. W. Sorenson, “The effect of ketorolac tromethamine solution 0.5% in reducing postoperative inflammation after cataract extraction and intraocular lens implantation,” Ophthalmology, vol. 95, no. 9, pp. 1279–1284, 1988.

[100] T.-L. Ke, G. Graff, J. M. Spellman, and J. M. Yanni, “Nepafenac, a unique nonsteroidal prodrug with potential utility in the treatment of trauma-induced ocular inflammation: II. In vitro bioactivation and permeation of externalocular barriers,” Inflammation, vol. 24, no. 4, pp. 371–384, 2000.

[101] E. J.Wolf, A. Braunstein, C. Shih, and R. E. Braunstein, “Incidence of visually significant pseudophakic

macular edema after uneventful phacoemulsification in patients treated with nepafenac,” Journal of Cataract and Refractive Surgery, vol. 33, no. 9, pp. 1546–1549, 2007.