1. jurnal lely.pdf

30
Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis Vol. 1 No. 1 Tahun 2012 Lely Kumalawati 1 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OPINI GOING CONCERN: STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA Lely Kumalawati, SE, MSA., Ak Program Studi Akuntansi Politeknik Kediri Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris faktor-faktor yang mempengaruhi opini going concern. Faktor-faktor tersebut meliputi opinion shopping, kualitas audit, financial distress, opini audit dan pertumbuhan perusahaan. Pemilihan sampel ditentukan dengan menggunakan purposive sampling method dan diperoleh sebanyak 71 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Teknik analisis data penelitian menggunakan regresi logistik. Hasil pengujian menunjukkan bahwa financial distress dan opini audit berpengaruh terhadap opini going concern. Hal ini menunjukkan bahwa auditor cenderung mengeluarkan opini going concern ketika kemungkinan kebangkrutan perusahaan semakin tinggi, dan auditor tidak dengan mudah memberikan unqualified opinion pada periode yang akan datang berdasarkan pertimbangan opini going concern pada periode sebelumnya. Penelitian ini tidak menemukan bukti adanya pengaruh opinion shopping, kualitas audit dan pertumbuhan perusahaan terhadap opini going concern. Hal ini menunjukkan bahwa pergantian auditor diprediksi akan memberikan opini yang lebih baik daripada auditor sebelumnya, sehingga independensi profesi auditor sangat diragukan. Auditor juga tidak bisa menjamin auditee untuk tidak menerima opini going concern meskipun ada peningkatan rasio penjualan. Kata kunci: opini going concern, opinion shopping, kualitas audit, financial distress, opini audit, pertumbuhan perusahaan.

Upload: dendi-fransisco

Post on 02-Jan-2016

195 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1. jurnal lely.pdf

Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis

Vol. 1 No. 1 Tahun 2012

Lely Kumalawati 1

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OPINI GOING CONCERN:

STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR

YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

Lely Kumalawati, SE, MSA., Ak

Program Studi Akuntansi

Politeknik Kediri

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris faktor-faktor yang

mempengaruhi opini going concern. Faktor-faktor tersebut meliputi opinion shopping,

kualitas audit, financial distress, opini audit dan pertumbuhan perusahaan.

Pemilihan sampel ditentukan dengan menggunakan purposive sampling method

dan diperoleh sebanyak 71 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI). Teknik analisis data penelitian menggunakan regresi logistik.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa financial distress dan opini audit

berpengaruh terhadap opini going concern. Hal ini menunjukkan bahwa auditor

cenderung mengeluarkan opini going concern ketika kemungkinan kebangkrutan

perusahaan semakin tinggi, dan auditor tidak dengan mudah memberikan unqualified

opinion pada periode yang akan datang berdasarkan pertimbangan opini going concern

pada periode sebelumnya. Penelitian ini tidak menemukan bukti adanya pengaruh

opinion shopping, kualitas audit dan pertumbuhan perusahaan terhadap opini going

concern. Hal ini menunjukkan bahwa pergantian auditor diprediksi akan memberikan

opini yang lebih baik daripada auditor sebelumnya, sehingga independensi profesi

auditor sangat diragukan. Auditor juga tidak bisa menjamin auditee untuk tidak

menerima opini going concern meskipun ada peningkatan rasio penjualan.

Kata kunci: opini going concern, opinion shopping, kualitas audit, financial distress, opini

audit, pertumbuhan perusahaan.

Page 2: 1. jurnal lely.pdf

Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis

Vol. 1 No. 1 Tahun 2012

Lely Kumalawati 2

FACTORS AFFECTED TO GOING CONCERN OPINION:

EMPIRICAL STUDY AT MANUFACTURING COMPANIES

LISTED IN INDONESIAN STOCK EXCHANGE.

Lely Kumalawati, SE., MSA., Ak

(Politeknik Kediri)

Abstract

The aim of this research is to find evidence about factors affected to going

concern opinion. Those factors are opinion shopping, audit quality, financial distress,

audit opinion, and firm growth.

Sampling method using purposive sampling, and find 71 manufacturing

companies listed in Indonesian Stock Exchange as sample companies. The data analysis

of this research used logistic regression.

The hypothesis testing find that financial distress and audit opinion affected to

going concern opinion. This result show that auditor inclined to give going concern

opinion when the probability of firm bankruptcy getting higher, and auditor is not easily

give unqualified opinion for the next period base on consideration of going concern

opinion in the previously period. This research didn’t find the influence of opinion

shopping, audit quality, and firm growth to going concern opinion. This result shows

that auditor switching is estimated to give better opinion than previously auditor, so

auditor’s independencies are very doubted. Auditor can’t guarantee the auditee not to

receive going concern opinion although the sales ratio is increase.

Keywords : going concern opinion, opinion shopping, audit quality, financial distress,

audit opinion, firm growth.

Page 3: 1. jurnal lely.pdf

Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis

Vol. 1 No. 1 Tahun 2012

Lely Kumalawati 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Laporan keuangan perusahaan

disusun atas dasar asumsi going concern

(kelangsungan usaha). Going concern

dimaksudkan bahwa perusahaan akan

melanjutkan usahanya dimasa depan dan

tidak berkeinginan melikuidasi atau

mengurangi secara material skala

usahanya. Going concern suatu perusahaan

biasanya dihubungkan dengan

kemampuan manajemen dalam mengelola

perusahaan agar tetap bertahan hidup

dalam ketidakpastian kondisi ekonomi.

Mutchler (1985) menyatakan bahwa

perusahaan skala kecil akan lebih berisiko

menerima opini going concern

dibandingkan dengan perusahaan besar.

Auditor memiliki tanggung jawab dalam

mengungkapkan masalah going concern.

Tanggung jawab auditor ini diatur dalam

Pernyataan Standar Auditing (PSA) No. 30

yang menyatakan bahwa auditor

bertanggung jawab untuk mengevaluasi

apakah terdapat kesangsian terhadap

kemampuan perusahaan dalam

mempertahankan kelangsungan hidupnya

dalam kurun waktu tidak lebih dari satu

tahun sejak tanggal laporan keuangan

diaudit. Masalah going concern juga

tercantum dalam Statement on Auditing

Standards (SAS) No. 59 The Auditor’s

Consideration of an Entity’s Ability to

Continue as Going Concern.

Studi Mutchler (1984, 1985, 1986)

yang dilakukan dengan wawacara dan

kuesioner, menggambarkan bahwa

keputusan going concern mempunyai dua

proses tingkatan. Tingkatan pertama

adalah pengenalan auditor bahwa sebuah

entitas memiliki masalah potensial dengan

ketidakpastian going concern. Tingkatan

kedua adalah menentukan apakah sebuah

entitas dengan masalah going concern harus

mengeluarkan laporan going concern.

Auditor yang mengeluarkan laporan audit

going concern (tingkatan kedua Mutchler),

maka auditor tersebut harus memutuskan

apakah laporan unqualified modified atau

disclaimer yang paling sesuai. LaSalle et al.

(1996) menambahkan tingkatan ketiga yang

secara potensial penting untuk keputusan

going concern mensyaratkan bahwa auditor

membuat additional professional judgment.

Studi Carcello dan Neal (2000)

memperkuat bukti bahwa terdapat

hubungan positif antara opini tahun

sebelumnya dengan pemberian opini going

concern pada tahun berjalan. Apabila pada

tahun sebelumnya suatu perusahaan telah

menerima opini going concern, maka akan

semakin besar kemungkinan perusahaan

tersebut untuk menerima opini yang sama

pada tahun selanjutnya (tahun berjalan).

Studi mengenai opini going concern

juga dianalisis di seputar tema opinion

shopping dan auditor switching (pergantian

auditor). Hubungan antara pergantian

auditor dan isu opini untuk tahun

berikutnya telah mendapat banyak

perhatian. Chow dan Rice (1982)

mengungkapkan sebuah koefisien positif

signifikan untuk variabel opini diestimasi

dalam keputusan berganti auditor. Studi

Chow dan Rice (1982) menunjukkan bahwa

opini going concern yang diterima

perusahaan mendorong perusahaan untuk

melakukan pergantian auditor. DeAngelo

(1982), Haskins dan Williams (1990),

Schwartz dan Menon (1985) dan Smith

(1986) juga meneliti masalah pergantian

auditor dalam kaitannya dengan opini

audit, tetapi tidak menemukan sebuah

hubungan signifikan antara pergantian

auditor dan opini audit. Smith (1986)

menyatakan bahwa tidak ada konsensus

yang muncul mengenai tingkatan asosiasi

antara pergantian dan pengeluaran opini

qualified. Chow dan Rice (1982)

memperkuat bukti bahwa perusahaan yang

berganti setelah mendapat opini qualified

tidak cenderung menerima clean opinion

pada tahun setelah berganti auditor

lainnya. Chow dan Rice (1982)

Page 4: 1. jurnal lely.pdf

Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis

Vol. 1 No. 1 Tahun 2012

Lely Kumalawati 4

menggunakan kasus-kasus yang sama

diungkapkan oleh Smith (1986) dengan

membandingkan pendapat pra dan pasca

pergantian, mencari konflik antara auditor

sebelum dan sesudahnya. Studi Chow dan

Rice (1982) menemukan bukti bahwa

dalam sebuah sampel sebanyak 139

perusahaan yang berganti auditor setelah

sebuah laporan qualified, hanya lima kasus

yang mengemukakan kemungkinan opinion

shopping.

Lennox (2000) menyatakan bahwa

perusahaan yang melakukan auditor

switching akan menurunkan kemungkinan

mendapatkan opini audit yang tidak

diinginkan, daripada perusahaan yang

tidak melakukan auditor switching.

Perusahaan yang berhasil dalam opinion

shopping melakukan pergantian auditor

dengan harapan mendapat unqualified

opinion dari auditor baru. Teoh (1992)

mengungkapkan bahwa opinion shopping

menyebabkan dampak negatif karena

tujuan pelaporan dalam opinion shopping

dimaksudkan untuk meningkatkan

(memanipulasi) hasil operasi atau kondisi

keuangan perusahaan. Chen dan Church

(1992) melakukan penelitian tentang

pengaruh pemeringkatan obligasi yang

gagal bayar (default) dengan opini going

concern. Hasil penelitiannya memberikan

bukti empiris bahwa adanya suatu asosiasi

yang kuat antara pemeringkatan obligasi

yang gagal bayar dengan opini going

concern oleh perusahaan penerbit obligasi

tersebut. McKeown et al. (1991)

menemukan bukti bahwa auditor hampir

tidak pernah memberikan opini going

concern pada perusahaan yang tidak

mengalami kesulitan keuangan. Krishnan

dan Krishnan (1996) menyatakan bahwa

auditor lebih cenderung untuk

mengeluarkan opini going concern ketika

kemungkinan kebangkrutan berada diatas

28 persen dengan menggunakan model

prediksi Zmijewski. Studi Carcello dan Neal

(2000) dengan menggunakan model

prediksi Zscore Altman menunjukkan

bahwa semakin buruk kondisi keuangan

perusahaan maka semakin besar

probabilitas perusahaan menerima opini

going concern.

Opini auditor merupakan sumber

informasi bagi pihak eksternal perusahaan

sebagai pedoman untuk pengambilan

keputusan. Auditor yang berkualitas dapat

menjamin bahwa laporan (informasi) yang

dihasilkannya reliable. Penelitian mengenai

kualitas auditor banyak dikaitkan dengan

ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP) dan

reputasi KAP. Craswell et al. (1995)

mengungkapkan reputasi auditor kurang

bernilai ketika dalam suatu industri juga

terdapat auditor spesialis. Auditor yang

memiliki spesialisasi industri tertentu

(industry specialization) memiliki

pemahaman dan pengetahuan yang lebih

baik mengenai kondisi lingkungan industri

tersebut.

Kebutuhan akan industry

specialization mendorong auditor untuk

menspesialisasikan diri dan mulai

mengelompokkan klien berdasarkan

bidang industri. Industri yang memiliki

teknologi akuntansi khusus mendorong

auditor spesialis memberikan jaminan

kualitas audit yang lebih tinggi

dibandingkan auditor yang tidak spesialis.

Craswell et al. (1995) menunjukkan bahwa

spesialisasi auditor pada bidang tertentu

merupakan dimensi lain dari kualitas

audit. Hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa fee auditor spesialis lebih tinggi

dibandingkan auditor non spesialis. Hogan

dan Jeter (1999) menyatakan bahwa

spesialisasi industri membuat auditor

mampu menawarkan kualitas audit yang

lebih tinggi dibandingkan yang tidak

spesialis. Penelitian Hogan dan Jeter (1999)

melihat trend spesialisasi industri mulai

tahun 1976 sampai dengan 1993 serta

faktor-faktor industri yang mempengaruhi

adanya spesialisasi pada kantor akuntan,

seperti adanya peningkatan pangsa pasar

pada kantor-kantor akuntan yang memiliki

spesialisasi, faktor lain yaitu adanya

Page 5: 1. jurnal lely.pdf

Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis

Vol. 1 No. 1 Tahun 2012

Lely Kumalawati 5

peningkatan kompetisi diantara kantor

akuntan. Hasil penelitian Hogan dan Jeter

(1999) menunjukkan bahwa tingkat

konsentrasi auditor meningkat selama

perioda amatan. Hogan dan Jeter (1999)

juga menemukan bahwa tingkat

konsentrasi auditor lebih tinggi pada

perusahaan-perusahaan yang teregulasi,

serta memiliki pertumbuhan yang cepat

tetapi tingkat konsentrasi ini rendah pada

industri-industri yang rentan terhadap

risiko litigasi. Temuan lain dari studi

Hogan dan Jeter (1999) adalah bahwa

tingkat konsentrasi meningkat sepanjang

waktu pada industri non regulasi, dengan

demikian peningkatan tingkat konsentrasi

auditor juga terjadi pada industri-industri

yang non regulasi.

Penelitian tentang kualitas audit

telah digambarkan dengan menggunakan

literatur agency dan contracting. Semakin

tinggi kos agensi (kos konflik) maka

semakin besar tuntutan terhadap kualitas

audit yang lebih tinggi, baik oleh manajer

maupun pemegang saham (Watts dan

Zimmerman, 1986). Literatur contracting

theory menyebutkan bahwa akuntansi

berperan penting dalam pembuatan

kontrak dan melakukan monitoring. Fungsi

auditor dalam kontrak dan monitoring

adalah sebagai pihak yang memberikan

kepastian terhadap integritas laporan

keuangan dalam bentuk angka-angka

akuntansi yang dihasilkan oleh auditee yang

kemudian angka-angka tersebut digunakan

sebagai dasar pembuatan kontrak antara

agen dan prinsipal (DeFond, 1992; Francis

dan Wilson, 1988; Palmrose, 1984).

Barbadillo et al. (2004) meneliti

pengaruh kualitas audit terhadap

keputusan going concern. Studinya

menggunakan reputasi auditor sebagai

proksi kualitas audit. Proksi lain dari

kualitas audit adalah industry specialization.

Bruynseels et al. (2006) melakukan

penelitian mengenai hubungan industri

spesialis dengan opini going concern.

Penelitian Barbadillo et al. (2004) dan

Bruynseels et al. (2006) tidak menemukan

bukti yang mendukung bahwa auditor

spesialis lebih sering memberikan opini

going concern kepada perusahaan yang

akan bangkrut. McKeown et al. (1991)

menyatakan bahwa auditor mungkin saja

gagal memberikan pendapat tentang

adanya indikasi kebangkrutan kepada

suatu perusahaan yang ternyata

mengalami kebangkrutan dalam beberapa

tahun mendatang. Hal ini disebabkan

karena perusahaan tersebut sedang berada

dalam posisi ambang batas antara

kebangkrutan dengan kelangsungan

usahanya.

Lenard et al. (2000) menyatakan

bahwa audit report (laporan audit) dengan

modifikasi mengenai going concern

mengindikasikan bahwa dalam penilaian

auditor terdapat risiko perusahaan tidak

dapat bertahan dalam bisnis. Auditor harus

mempertimbangkan hasil dari operasi,

kondisi ekonomi yang mempengaruhi

perusahaan, kemampuan pembayaran

hutang, dan kebutuhan likuiditas di masa

yang akan datang. Barnes dan Huan (1993)

mengungkapkan bahwa permasalahan

going concern diberikan oleh auditor yang

dimasukkan di dalam opini auditnya pada

saat opini tersebut dibuat. Studi McKeown

et al. (1991) mempelajari opini audit dari

perusahaan yang akan segera bangkrut.

Hasil penelitian McKeown et al. (1991)

menunjukkan bahwa perusahaan yang

segera akan bangkrut ternyata menerima

opini tanpa modifikasi dan perusahaan

tersebut lebih sedikit kemungkinannya

mempunyai indikasi-indikasi akan adanya

bahaya keuangan, serta memiliki periode

waktu yang pendek antara akhir tahun

fiskal dengan tanggal laporan audit.

Menurut Altman dan McGough (1974)

masalah going concern terbagi dua, yaitu

masalah keuangan yang meliputi

kekurangan (defisiensi) likuiditas,

defisiensi ekuitas, penunggakan utang,

kesulitan memperoleh dana, serta masalah

operasi yang meliputi kerugian operasi

Page 6: 1. jurnal lely.pdf

Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis

Vol. 1 No. 1 Tahun 2012

Lely Kumalawati 6

yang terus-menerus, prospek pendapatan

yang meragukan, kemampuan operasi

terancam, dan pengendalian yang lemah

atas operasi.

Weston dan Copeland (1992)

melakukan penelitian tentang

pertumbuhan perusahaan dalam kaitannya

dengan keputusan going concern.

Pertumbuhan perusahaan oleh Weston dan

Copeland (1992) diproksikan dengan rasio

pertumbuhan penjualan. Penjualan

merupakan kegiatan operasi utama auditee.

Rasio pertumbuhan perusahaan mengukur

seberapa besar perusahaan

mempertahankan posisi ekonominya, baik

dalam industrinya maupun dalam kegiatan

ekonomi secara keseluruhan. Auditee yang

mempunyai rasio pertumbuhan penjualan

positif mengindikasikan bahwa auditee

tersebut dapat mempertahankan posisi

ekonominya dan lebih dapat

mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Penelitian ini menguji opini going concern

terhadap faktor-faktor yang

mempengaruhinya dengan mengacu pada

studi-studi sebelumnya oleh Chow dan

Rice (1982), Altman (1982) Mutchler (1984,

1985, 1986), McKeown et al. (1991), Chen

dan Church (1992), LaSalle et al. (1996),

Geiger et al. (2000), Carcello dan Neal

(2000), serta Lenox (2002).

Chow dan Rice (1982) menyatakan

bahwa meskipun perusahaan sering

mengganti auditor setelah menerima opini

going concern, masih belum jelas apakah ini

mencerminkan praktik opinion shopping.

Hasil studi Chow dan Rice (1982) selaras

dengan studi Lennox (2002). Hasil-hasil

penelitian tersebut mengindikasikan bahwa

masih besar adanya kemungkinan bahwa

opinion shopping justru terjadi pada

perusahaan yang mempertahankan auditor

lama. Hasil studi McKeown et al. (1991)

selaras dengan temuan Altman (1982),

Chen dan Chruch (1992), Mutchler (1997),

dan Geiger et al. (2000) bahwa sebagian

besar perusahaan sampel yang diteliti yaitu

perusahaan yang mengalami financial

distress dengan menggunakan model

prediksi kebangkrutan adalah perusahaan-

perusahaan yang mendapatkan opini going

concern. Temuan lain studi Chen dan

Chruch (1992) menyatakan bahwa model

prediksi kebangkrutan yang digunakan

lebih akurat dibandingkan dengan opini

yang diberikan auditor. Hasil-hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa

sebagian auditor telah gagal melakukan

tanggungjawab profesionalnya.

Carcello dan Neal (2000)

menemukan bukti bahwa opini going

concern yang diterima pada tahun

sebelumnya mempengaruhi keputusan

auditor untuk menerbitkan kembali opini

going concern tersebut. Hasil temuan ini

memberikan bukti empiris bahwa auditor

dalam menerbitkan opini going concern

akan mempertimbangkan opini going

concern yang telah diterima auditee pada

tahun sebelumnya. LaSalle et al. (1996)

menyatakan bahwa hampir tidak ada

panduan yang jelas atau hasil penelitian

yang dapat dijadikan acuan pemilihan tipe

going concern report yang harus dipilih.

1.2. Motivasi Penelitian

Motivasi penelitian ini adalah

auditor mempunyai tanggung jawab dalam

mengungkapkan masalah going concern

sesuai dengan PSA No. 30 dan SAS No. 59.

Pemberian status going concern bukanlah

suatu tugas yang mudah. Auditor harus

mempunyai pertimbangan yang akurat

sebelum melaksanakan tanggung

jawabnya, mengingat informasi tersebut

akan digunakan oleh berbagai pihak, dan

tidak ada pedoman yang pasti dan

terstruktur mengenai masalah pemberian

opini going concern, sehingga penelitian ini

penting untuk dilakukan. Auditor harus

pandai menganalisis berbagai aspek dan

faktor-faktor yang mempengaruhi opini

going concern.

Penelitian ini menerapkan model

peneliti sebelumnya karena masih terbatas

studi mengenai opini going concern yang

dipublikasikan di Indonesia. Studi

Page 7: 1. jurnal lely.pdf

Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis

Vol. 1 No. 1 Tahun 2012

Lely Kumalawati 7

mengenai opini going concern masih

diperlukan hingga saat ini karena going

concern perusahaan merupakan

permasalahan yang kompleks dan terus

ada, sehingga diperlukan faktor-faktor

yang pasti sebagai tolak ukur bagi auditor

dalam menentukan status going concern

perusahaan pada audit repotnya.

Kekonsistenan faktor-faktor tersebut harus

diuji agar dalam keadaan ekonomi yang

fluktuatif, status going concern tetap dapat

diprediksi. Fokus utama dalam penelitian

ini adalah menguji faktor-faktor yang

mempengaruhi opini going concern

diataranya opinion shopping, kualitas audit,

financial distress, opini audit dan

pertumbuhan perusahaan.

1.3. Perumusan Masalah

Opini audit merupakan informasi

penting yang harus disampaikan auditor

ketika mengaudit laporan keuangan

perusahaan. Auditor memiliki tanggung

jawab atas opini audit dan mengevaluasi

status going concern suatu perusahaan

dengan menitikberatkan pada kesesuaian

antara laporan keuangan auditee dan

standar akuntansi yang berlaku umum.

Pemberian opini going concern

mengharuskan auditor menambahkan

paragraf penjelas dalam audit report,

meskipun tidak mempengaruhi pendapat

unqualified opinion yang dinyatakan oleh

auditor. Berdasarkan uraian tersebut diatas

permasalahan yang dibahas dalam

penelitian ini adalah apakah opinion

shopping, kualitas audit, financial distress,

opini audit dan pertumbuhan perusahaan

berpengaruh terhadap opini going concern?

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk

menyediakan bukti empiris tentang

pengaruh opinion shopping, kualitas audit,

financial distress, opini audit, dan

pertumbuhan perusahaan terhadap opini

going concern. Opini going concern

merupakan asumsi dalam pelaporan

keuangan suatu entitas dimana entitas

tersebut mengalami kondisi yang

berlawanan dengan asumsi kelangsungan

usaha. Laporan audit dengan modifikasi

mengenai going concern merupakan suatu

indikasi bahwa dalam penilaian auditor

terdapat risiko auditee tidak dapat bertahan

dalam bisnis. Kegagalan auditor dalam

memodifikasi opini terhadap perusahaan

yang mengalami kebangkrutan adalah

suatu kasus dimana suatu perusahaan yang

mengalami kebangkrutan tidak menerima

opini dengan pengecualian.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Opini Going Concern

Opini audit merupakan bagian

yang tidak terpisahkan dari laporan audit.

Laporan audit merupakan bagian terakhir

dari keseluruhan proses audit. Opini audit

diberikan oleh auditor setelah melalui

beberapa tahap proses audit sehingga

auditor dapat memberikan kesimpulan atas

atas laporan keuangan auditee. Opini audit

merupakan kesimpulan yang diberikan

auditor atas rangkaian tugas audit dengan

menitikberatkan pada kesesuaian antara

laporan keuangan dengan standar

akuntansi yang berterima umum.

Pernyataan Standar Auditing (PSA) No. 29

paragraf 10 menyebutkan opini audit

terbagi menjadi 5 yaitu:

1. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian

(Unqualified Opinion)

Unqualified opinion merupakan laporan

auditor yang menyatakan bahwa

laporan keuangan menyajikan secara

wajar, dalam semua hal material, posisi

keuangan, hasil usaha, dan arus kas

sebuah usaha tertentu sesuai dengan

prinsip akuntansi yang berlaku umum.

2. Pendapat Tanpa Pengecualian dengan

Bahasa Penjelas (Unqualified Opinion

with Explanatory Language)

Unqualified opinion with explanatory

language diberikan jika keadaan

tertentu mengharuskan auditor

menambahkan paragraf penjelasan

Page 8: 1. jurnal lely.pdf

Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis

Vol. 1 No. 1 Tahun 2012

Lely Kumalawati 8

(atau bahasa penjelasan lain) dalam

laporan audit, meskipun tidak

mempengaruhi unqualified opinion yang

dinyatakan oleh auditor.

3. Pendapat Wajar dengan Pengecualian

(Qualified Opinion)

Kondisi tertentu mungkin memerlukan

unqualified opinion yang menyatakan

bahwa laporan keuangan menyajikan

secara wajar, dalam semua hal yang

material, posisi keuangan, hasil usaha,

dan arus kas sesuai dengan prinsip

akuntansi yang berlaku umum, kecuali

untuk dampak hal yang berkaitan

dengan yang dikecualikan.

4. Pendapat Tidak Wajar (Adverse

Opinion)

Adverse opinion menyatakan bahwa

laporan keuangan tidak menyajikan

secara wajar posisi keuangan, hasil

usaha, dan arus kas sesuai dengan

prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Opini ini dinyatakan bila menurut

pertimbangan auditor, laporan

keuangan secara keseluruhan tidak

disajikan secara wajar sesuai dengan

prinsip akuntansi yang berlaku umum.

5. Pernyataan Tidak Memberikan

Pendapat (Disclaimer of Opinion)

Disclaimer opinion dimaksudkan bahwa

auditor tidak memberikan pendapat

atas laporan keuangan. Pernyataan

tidak memberikan pendapat biasanya

diberikan jika auditor – karena adanya

pembatasan ruang lingkup – tidak

dapat melaksanakan audit yang cukup

untuk memungkinkannya memberikan

pendapat atas laporan keuangan.

Going concern dipakai sebagai

asumsi dalam pelaporan keuangan

sepanjang tidak terbukti adanya informasi

yang menunjukkan hal berlawanan

(contrary information). Informasi yang secara

signifikan dianggap berlawanan dengan

asumsi going concern adalah berhubungan

dengan ketidakmampuan satuan usaha

dalam memenuhi kewajiban pada saat

jatuh tempo tanpa melakukan penjualan

sebagian besar aktiva kepada pihak luar

melalui bisnis biasa, restrukturisasi utang,

perbaikan operasi yang dipaksakan dari

luar dan kegiatan serupa yang lain (PSA

No. 30). Dodd et al. (1984) memberikan

saran bahwa penelitian yang menyelidiki

informasi going concern harus

menggunakan suatu metode yang

mengkontrol penerbitan informasi pada

saat itu, seperti informasi laporan

keuangan.

Penelitian mengenai opini going

concern diantaranya Mutchler (1985)

menggunakan enam rasio keuangan untuk

memprediksi opini going concern oleh

auditee. Keenam rasio tersebut adalah: 1)

cash flow(working capital from operations)/total

liabilities (CFTL); 2) current assets/current

liabilities (CACL); 3) net worth/total liabilities

(NWTL); 4) total long-term liabilities/total

assets (LTDTA); 5) total liabilities/total assets

(TLTA); 6) net income before tax/net sales

(NIBTS). LTDTA, NWTL dan TLTA

berpengaruh signifikan terhadap opini

going concern. Petronela (2004) meneliti

tentang pemberian opini going concern

dengan menggunakan rasio keuangan

profitabilitas dan leverage. Hasil

penelitiannya memperkuat penelitian

sebelumnya, yaitu variabel profitabilitas

berpengaruh signifikan sedangkan leverage

tidak signifikan. Penelitian tersebut

membuktikan bahwa auditor sebelum

mengeluarkan opini audit perlu

mempertimbangkan profitabilitas

perusahaan yang diaudit, sedangkan

kemampuan perusahaan untuk membayar

hutang tidak terlalu diperhatikan oleh

auditor dalam memberikan opini audit.

2.2. Opinion Shopping

Pembuat kebijakan dalam beberapa

tahun belakang megekspresikan

kekhawatiran atas opinion shopping. Geiger

et al. (2000) menemukan bukti terjadinya

peningkatan pergantian auditor yang

mengeluarkan opini going concern pada

perusahaan yang mengalami financial

disstress (kesulitan keuangan). Kondisi

Page 9: 1. jurnal lely.pdf

Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis

Vol. 1 No. 1 Tahun 2012

Lely Kumalawati 9

tersebut memungkinkan manajemen untuk

berpindah ke auditor lain apabila

perusahaannya terancam menerima opini

going concern. Fenomena seperti ini disebut

opinion shopping. Studi Krishnan (1994)

mengemukakan bahwa pergantian auditor

dipicu oleh perlakuan konservatif daripada

oleh pengeluaran opini qualified. Tingkat

pergantian tampaknya lebih tinggi saat

pendapat qualified didasarkan pada sebuah

aplikasi konservatif. Perlakuan konservatif

dari pengganti dibandingkan dengan non

pengganti menunjukkan bahwa klien

kemungkinan mungkin mencoba untuk

mencari opini yang lebih baik.

Teoh (1992) mengungkapkan

bahwa perusahaan biasanya melakukan

auditor switching untuk menghindari opini

going concern dalam dua cara. Pertama, jika

auditor bekerja pada perusahaan tertentu

maka perusahaan dapat mengancam

melakukan auditor switching. Kedua,

meskipun auditor tersebut independen,

perusahaan akan memberhentikan akuntan

publik (auditor) yang cenderung

memberikan opini going concern, atau

sebaliknya akan menunjuk auditor yang

tidak cenderung memberikan opini going

concern. Penelitian Chow dan Rice (1982)

menemukan bukti bahwa pergantian

auditor didorong oleh diterimanya qualified

opinion dari auditor. Studi pergantian

auditor yang didasari motivasi opinion

shopping juga dilakukan oleh Sarhan et al.

(1991), dan Krishnan, (1994) yang

menunjukkan bahwa opini yang diberikan

auditor merupakan salah satu faktor

pendorong auditor switching. Perusahaan

yang tidak menerima unqualified opinion

kemungkinan akan mempengaruhi

pandangan para pengguna informasi

laporan keuangan atas reputasi klien yang

kurang baik. Pergantian auditor karena

motivasi opinion shopping juga akan

mempengaruhi kualitas audit.

2.3. Kualitas Audit

Kualitas audit merupakan hal

penting yang menjadi perhatian auditor

dalam suatu pekerjaan audit. Kualitas audit

yang baik akan tercapai jika auditor

menjalankan langkah audit dengan benar.

Investor akan lebih cenderung pada data

akuntansi yang dihasilkan dari kualitas

audit yang tinggi. DeAngelo (1981)

mendefinisikan kualitas audit sebagai

probabilitas bahwa auditor akan

menemukan dan melaporkan pelanggaran

pada sistem akuntansi klien. Deis dan

Giroux (1992) menjelaskan bahwa

probabilitas untuk menemukan

pelanggaran tergantung pada kemampuan

teknis auditor dan probabilitas melaporkan

pelanggaran tergantung pada

independensi auditor.

Kasus manipulasi akuntansi yang

terjadi di Amerika Serikat menunjukkan

bahwa telah terjadi reduced audit quality

(penurunan kualitas audit) sehingga

memicu terbitnya Peraturan BAPEPAM

nomor Kep-20/PM/2002 per tanggal 12

November 2002 serta SK Menteri Keuangan

nomor 423/KMK-06/2002. Pada lampiran

Keputusan Ketua BAPEPAM nomor Kep-

20/PM/2002 terdapat Peraturan nomor

VIII.A.2 yang berisikan tentang

independensi akuntan yang memberikan

jasa audit di pasar modal. Peraturan

tersebut diantaranya membatasi hubungan

auditee dan auditor selama jangka waktu

tertentu, yaitu emiten harus mengganti

kantor akuntan tiap 5 tahun dan tiap 3

tahun untuk auditor, selain itu pemberian

jasa non audit tertentu, seperti menjadi

konsultan pajak, konsultan manajemen

disamping pemberian jasa audit pada

seorang klien tidak diperkenankan karena

dapat mengganggu independensi auditor.

Peraturan tersebut kemudian

disempurnakan dalam Peraturan Menteri

Keuangan No. 17/PMK.01/2008, di mana

pemberian jasa audit umum atas laporan

keuangan dari suatu entitas dilakukan oleh

KAP paling lama untuk 6 (enam) tahun

buku berturut-turut dan oleh seorang

Akuntan Publik paling lama untuk 3 (tiga)

tahun buku berturut-turut.

Page 10: 1. jurnal lely.pdf

Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis

Vol. 1 No. 1 Tahun 2012

Lely Kumalawati 10

Deis dan Giroux (1992) melakukan

penelitian tentang empat hal dianggap

mempunyai hubungan dengan kualitas

audit yaitu: 1) lama waktu auditor telah

melakukan pemeriksaan terhadap suatu

perusahaan (tenure), semakin lama seorang

auditor telah melakukan audit pada klien

yang sama maka kualitas audit yang

dihasilkan akan semakin rendah; 2) jumlah

klien, semakin banyak jumlah klien maka

kualitas audit akan semakin baik karena

auditor dengan jumlah klien yang banyak

akan berusaha menjaga reputasinya; 3)

kesehatan keuangan klien, semakin sehat

kondisi keuangan klien maka akan ada

kecenderungan klien tersebut untuk

menekan auditor agar tidak mengikuti

standar; dan 4) review oleh pihak ketiga,

kualitas audit akan meningkat jika auditor

tersebut mengetahui bahwa hasil

pekerjaannya akan di review oleh pihak

ketiga. Meier dan Fuglister (1992)

mengungkapkan bahwa kualitas audit

menurut konsep kos kualitas tradisional

yang terdiri dari 3 (tiga) kategori aktivitas

yang perlu dianalisis. Kategori itu adalah

persiapan, penilaian dan aktivitas

kegagalan.

Mutchler et al. (1997)

mengungkapkan bahwa auditor skala besar

dapat menyediakan kualitas audit yang

lebih baik dibanding auditor skala kecil,

termasuk dalam mengungkapkan masalah

going concern. Kemampuan auditor untuk

merencanakan dan melakukan sebuah

audit berkualitas telah digambarkan

sebagai sebuah fungsi dari penilaian audit

(Pincus, 1990; Hogarth, 1991) dan kinerja

program audit (McDaniel, 1990; Kelley dan

Margheim, 1990).

2.4. Financial Distress

Financial distress (kesulitan

keuangan) perusahaan terjadi sebelum

kebangkrutan. Studi yang berkaitan

dengan kondisi financial distress pada

umumnya menggunakan rasio keuangan

perusahaan. Perluasan penelitian yang

berkaitan dengan prediksi financial distress

suatu perusahaan telah dilakukan dengan

memasukkan variabel-variabel penjelas

lain yaitu kondisi ekonomi, opini yang

diberikan auditor pada laporan keuangan

kliennya dan perbedaan industri. Studi

yang menggunakan rasio keuangan untuk

memprediksi kondisi financial distress suatu

perusahaan dilakukan oleh Zmijewski

(1984) Lau (1987), Plat dan Plat (1990),

Poston et al. (1994), Doumpos dan

Zopounidis (1999). Studi Plat dan Plat

(1990) tentang financial distress dan

kebangkrutan perusahaan dilakukan

dengan menggunakan sampel pada

beberapa industri. Perbedaan industri

dikontrol dengan menggunakan industry

normalizing ratios. Plat dan Plat (1990)

menguji stabilitas dan kelengkapan model

kebangkrutan berdasarkan industry-relative

ratio yang dibandingkan dengan rasio yang

tidak disesuaikan berdasarkan jenis

industrinya. Hasil penelitian Plat dan Plat

(1990) memberikan bukti bahwa industry

relative ratio memiliki tingkat klasifikasi

yang lebih tinggi dibandingkan dengan

rasio keuangan yang tidak disesuaikan

berdasarkan jenis industrinya. Mutchler

(1985) meninjau opini audit untuk

perusahaan yang bermasalah. Perusahaan

yang bermasalah didefinisikan sebagai

perusahaan yang memiliki sedikitnya satu

di antara ciri-ciri dalam penelitian Mutchler

(1984) sebelumnya. Ciri-ciri tersebut

adalah: 1) arus kas negatif; 2) pendapatan

operasi negatif; 3) modal kerja negatif; 4)

kerugian pada tahun berjalan, atau defisit

saldo laba tahun berjalan. Informasi

tersebut secara umum digunakan untuk

melihat perbedaan antara going concern

opinion dengan non going concern opinion

pada perusahaan yang bermasalah. Chen

dan Church (1992) juga menyatakan bahwa

perusahan yang bermasalah setidaknya

memenuhi salah satu dari kriteria berikut:

1) ekuitas yang negatif; 2) arus kas yang

negatif; 3) laba operasi yang negatif; 4)

modal kerja yang negatif; 5) laba bersih

yang negatif; atau 6) laba ditahan yang

Page 11: 1. jurnal lely.pdf

Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis

Vol. 1 No. 1 Tahun 2012

Lely Kumalawati 11

negatif. Hasil penelitian Chen dan Church

(1992) memberikan bukti empiris bahwa

rasio-rasio keuangan merupakan indikator

yang penting untuk memprediksi opini

going concern.

Mutchler et al. (1997) melakukan

analisis univariat dan menemukan bukti

empiris bahwa auditor big six (sekarang big

four) lebih cenderung menerbitkan opini

going concern pada perusahaan yang

mengalami financial distress dibandingkan

auditor non big six. Palmrose (1988)

menunjukkan bahwa auditor yang berasal

dari kantor akuntan non big eight lebih

sering berhadapan dengan risiko litigasi

dibandingkan auditor yang berasal dari

kantor akuntan big eight. Lennox (1999)

juga menyatakan bahwa auditor dari

kantor akuntan big eight lebih akurat

dibandingkan auditor dari kantor akuntan

non big eight. Realitas yang tampak akhir-

akhir ini menunjukkan bahwa ternyata

kasus-kasus manipulasi akuntansi justru

melibatkan kantor-kantor akuntan besar.

2.5. Opini Audit

Krisis keuangan yang melanda

beberapa negara di Asia termasuk

Indonesia pada tahun 1997, membawa

dampak buruk bagi kelangsungan hidup

entitas bisnis. Lingkungan risiko yang

merupakan dampak dari memburuknya

kondisi ekonomi mengakibatkan makin

meningkatnya opini qualified going concern

dan disclaimer untuk penugasan tahun 1998.

Studi LaSalle et al. (1996) dengan

menggunakan regresi logistik

menunjukkan bahwa perusahaan-

perusahaan yang menerima disclaimer lebih

cenderung memiliki bad news items, sangat

sedikit good news items, dan kontrol internal

yang lebih lemah daripada perusahaan-

perusahaan yang menerima unqualified

modified report.

Mutchler (1985) menguji pengaruh

ketersediaan informasi publik terhadap

prediksi opini going concern, yaitu tipe opini

audit yang telah diterima perusahaan.

Hasilnya menunjukkan bahwa model

discriminant analysis yang memasukkan tipe

opini audit tahun sebelumnya mempunyai

akurasi prediksi keseluruhan yang paling

tinggi sebesar 89,9 persen dibanding model

yang lain. Juniarti (2000) menyatakan

bahwa berapa hal yang memicu masalah

going concern ketika terjadi krisis keuangan

pada tahun 1997 adalah perusahaan-

perusahaan memiliki rasio hutang

terhadap modal yang tinggi, saldo hutang

jangka pendek dalam jumlah besar yang

segera jatuh tempo, mengalami penurunan

modal (capital deficiency) yang signifikan,

kerugian keuangan (financial losses) yang

disebabkan karena kerugian nilai tukar,

menanggung beban-beban keuangan,

kerugian operasional dan tidak adanya

action plans yang jelas dari pihak

manajemen.

2.6. Pertumbuhan Perusahaan

Pertumbuhan perusahaan

merupakan suatu harapan yang diinginkan

oleh pihak internal dan eksternal

perusahaan. Pertumbuhan perusahaan

dapat memberikan aspek positif bagi

perusahaan. Perusahaan yang bertumbuh

bagi investor merupakan suatu prospek

yang menguntungkan karena investasi

yang ditanamkan diharapkan akan

memberikan return yang tinggi. Kebijakan

perusahaan pada perusahaan yang

bertumbuh merupakan implementasi teori

contracting dan hal ini merupakan berita

baik bagi para investor sehingga mereka

akan merespon berita tersebut secara

positif pada harga saham. Perusahaan yang

tidak tumbuh mempunyai kebijakan

akuntansi dan pendanaan yang bertolak

belakang dengan perusahaan yang

tumbuh. Myers (1977) menyatakan bahwa

perusahaan dengan tingkat pertumbuhan

yang tinggi lebih cenderung untuk

memperkecil tingkat utang.

Pertumbuhan perusahaan juga

dapat dilihat dari growth opportunities

(kesempatan bertumbuh) yang diukur dari

market to book value of equity. Weston dan

Bringham (2005) menyatakan bahwa rasio

Page 12: 1. jurnal lely.pdf

Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis

Vol. 1 No. 1 Tahun 2012

Lely Kumalawati 12

nilai pasar (market value ratios) adalah

serangkaian rasio yang mengkaitkan harga

saham perusahaan dengan labanya dan

dengan nilai bukunya per saham. Rasio

tersebut memberi indikasi kepada

manajemen mengenai apa pendapat

investor tentang prestasi perusahaan di

masa lalu dan prospeknya untuk masa

mendatang. Weston dan Copeland (1995)

juga menyatakan rasio market to book value

of equity mengukur nilai yang diberikan

pasar keuangan kepada manajemen dan

organisasi perusahaan sebagai perusahaan

yang terus tumbuh. Perusahaan dengan

rasio pertumbuhan yang positif berarti

perusahaan tersebut dapat

mempertahankan posisi ekonominya dan

lebih mampu untuk mempertahankan

kelangsungan hidupnya. Rasio

pertumbuhan yang semakin tinggi

mengindikasikan semakin kecil perusahaan

tersebut memperoleh opini going concern.

Perusahaan dengan rasio yang negatif

mengindikasikan kecenderungan yang

lebih besar ke arah kebangkrutan dan akan

semakin besar pula kemungkinan seorang

auditor memberikan opini going concern.

Chen dan Cruch (1996) mengungkapkan

bahwa auditee yang menerima opini going

concern akan mengalami return negatif di

sekitar publikasi laporan audit.

2.7. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual penelitian ini

adalah sebagai berikut:

Variabel

Dependen

Variabel

Independen

1

2

3

4

5

6

OPINION

SHOPPING

KUALITAS

AUDIT

FINANCIAL

DISTRESS

OPINI

AUDIT

PERTUMBUHAN

PERUSAHAAN

DEBT

DEFAULT

OPINI

GOING CONCERN

Keterangan:

1 = menurut Lennox (2002).

2 = menurut Mutchler et al. (1997).

3 = menurut Altman dan Mc Gough (1974),

Koh dan Killough (1990), Koh (1991).

4 = menurut Mutchler (1985).

5 = menurut Haskins dan Williams (1990),

DeFond (1992), Weston dan Copeland

(1992), Woo dan Koh (2001).

6 = menurut Chen dan Church (1992).

= area penelitian.

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual

Penelitian

Pada gambar 2.1. daerah yang

ditandai dengan garis putus-putus

merupakan faktor-faktor yang diuji dalam

penelitian ini. Opinion shopping, kualitas

audit, financial distress, opini audit dan

pertumbuhan perusahaan merupakan

variabel independen yang mempengaruhi

opini going concern. Daerah di luar garis

putus-putus (debt default) merupakan

variabel independen yang mempengaruhi

opini going concern (Chen dan Chruch,

1992) tetapi tidak diteliti dalam penelitian

ini. Debt default atau kegagalan membayar

hutang didefinisikan sebagai kelalaian atau

kegagalan perusahaan untuk membayar

hutang pokok atau bunganya pada saat

jatuh tempo (Chen dan Church, 1992). Debt

default tidak diteliti karena variabel ini

memiliki kesamaan dengan financial distress

yaitu proksi yang digunakan untuk

Page 13: 1. jurnal lely.pdf

Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis

Vol. 1 No. 1 Tahun 2012

Lely Kumalawati 13

mengukur kedua variabel tersebut adalah

sama yaitu menggunakan prediksi

kebangkrutan.

2.8. Perumusan Hipotesis

2.8.1. Opinion Shopping dan Opini Going

Concern

Opini qualified cenderung kurang

disukai oleh klien. Klien berusaha

menghindari memperoleh opini qualified.

Penelitian sebelumnya yang berhasil

membuktikan bahwa qualified opinion

merupakan salah satu determinan pemicu

perpindahan auditor yang dilakukan Chow

dan Rice (1982), Craswell (1988), dan Dye

(1991). Bryan et al. (2005) mengungkapkan

bahwa manajer dapat menunda atau

menghindari opini going concern dengan

memberikan laporan keuangan yang yang

baik untuk meyakinkan auditor atau

dengan melakukan auditor switching

dengan harapan bahwa auditor baru tidak

memberikan opini going concern. Lennox

(2000) menggunakan model pelaporan

audit untuk memprediksi opini audit dan

menguji dampaknya pada pergantian

auditor. Hasil studi Lennox (2000)

menunjukkan bahwa perusahan-

perusahaan di Inggris melakukan praktik

opinion shopping. Studi-studi tersebut

mendasari perumusan hipotesis pertama

dalam penelitian ini yaitu:

H1 : opinion shopping berpengaruh

terhadap opini going concern.

2.8.2. Kualitas Audit dan Opini Going

Concern

Craswell et al. (1995) menyatakan

bahwa klien biasanya mempersepsikan

auditor yang berasal dari KAP besar dan

memiliki afiliasi dengan KAP internasional

memiliki kualitas yang lebih tinggi karena

auditor tersebut memiliki karakteristik

yang dapat dikaitkan dengan kualitas,

seperti pelatihan, pengakuan internasional,

serta adanya peer review. John (1991)

menunjukkan bahwa kualitas auditor

meningkat sejalan dengan besarnya KAP

tersebut. DeAngelo (1981) mengungkapkan

bahwa peningkatan kualitas audit akan

mempertinggi skala KAP dan juga akan

berpengaruh pada klien dalam memilih

KAP. Sharma dan Sidhu (2001)

menggolongkan reputasi KAP ke dalam

skala big six firms dan non big six firms

untuk melihat tingkat independensi serta

kecenderungan sebuah KAP terhadap

besarnya biaya audit yang diterimanya.

Vanstraelen (2002) menguji hubungan

antara insentif ekonomi auditor dan tujuan

menerbitkan opini going concern dalam

suatu batasan ligitimasi lingkungan bisnis

di Belgia. Hasil studi Vanstraelen (2002)

menunjukkan bahwa menyarankan bahwa

para auditor dari Belgia secara signifikan

lebih suka untuk menerbitkan opini going

concern kepada klien yang mau membayar

biaya audit yang tinggi. Mutchler et al.

(1997) menyatakan semakin besar skala

auditor akan semakin besar kemungkinan

auditor untuk menerbitkan opini going

concern. Studi-studi tersebut mendasari

perumusan hipotesis kedua dalam

penelitian ini yaitu:

H2 : kualitas audit berpengaruh

terhadap opini going concern.

2.8.3. Financial Distress dan Opini Going

Concern

Carcello dan Neal (2000)

menyatakan bahwa semakin buruk kondisi

keuangan perusahaan maka semakin besar

probabilitas perusahaan menerima opini

going concern. Altman dan McGough (1974)

menemukan bukti bahwa tingkat prediksi

kebangkrutan dengan menggunakan suatu

model prediksi mencapai tingkat

keakuratan 82%, sedangkan dengan

menggunakan opini audit, tingkat

keakuratan hanya mencapai 46%. Schwartz

dan Menon (1985) juga mengungkapkan

perusahaan yang berpotensi bangkrut lebih

cenderung melakukan pergantian auditor

dibandingkan perusahaan yang sehat

karena di dalam lingkungan perusahaan

berpotensi bangkrut terdapat pengaruh

yang besar terhadap putusnya hubungan

kerja antara manajemen dan auditor,

seperti adanya permasalahan metoda

Page 14: 1. jurnal lely.pdf

Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis

Vol. 1 No. 1 Tahun 2012

Lely Kumalawati 14

akuntansi, ketidakpuasan terhadap

pendapat auditor, atau ketidakpuasan

terhadap kinerja auditor. Studi Lenard et al.

(2000) memberikan gambaran pengujian

dari fuzzy clustering dan model hybrid yang

akan mendukung keputusan auditor pada

saat menyelesaikan evaluasi tentang going

concern. Lenard et al. (2000)

mengungkapkan suatu ramalan di mana

suatu perusahaan akan bangkrut atau tidak

termasuk dalam salah satu komponen atas

keputusan going concern. Perusahaan yang

dinyatakan dalam kategori bangkrut akan

membantu kepastian dalam opini auditor

yang berkaitan dengan going concern suatu

entitas bisnis. Studi-studi tersebut

mendasari perumusan hipotesis ketiga

dalam penelitian ini yaitu:

H3 : financial distress berpengaruh

terhadap opini going concern.

2.8.4. Opini Audit dan Opini Going

Concern

Menurut Mutchler (1986) opini

audit yang tepat jika perusahaan klien

menerima atau tidak menerima opini going

concern dalam tahun berjalan, dan diwaktu

berikutnya maka akan mengalami atau

tidak mengalami kebangkrutan. Ketiadaan

opini going concern pada perusahaan yang

mengalami kebangkrutan menunjukkan

bahwa auditor merasa yakin terhadap

upaya perusahaan klien untuk

memperbaiki perputaran dan kinerja

perusahaannya di masa yang akan datang

dengan menerapkan rencana-rencana

seperti restrukturisasi utang, rencana

rekonstruksi (Mutchler, 1986; Barnes dan

Huan, 1993), auditor enggan untuk

mengeluarkan opini going concern karena

self fulfilling prophecy (Mutchler, 1984;

Taffler dan Tseung, 1984), auditor khawatir

dengan memberikan opini going concern

akan kehilangan kliennya, yang berarti

pula auditor akan kehilangan

pendapatannya (Kida, 1980; Barnes dan

Huan, 1993). Mutchler (1984) menyatakan

bahwa perusahaan yang menerima opini

going concern pada tahun sebelumnya lebih

cenderung untuk menerima opini yang

sama pada tahun berjalan. Studi-studi

tersebut mendasari perumusan hipotesis

keempat dalam penelitian ini yaitu:

H4 : opini audit berpengaruh terhadap

opini going concern.

2.8.5. Pertumbuhan Perusahaan dan Opini

Going Concern

Pertumbuhan aset perusahaan

menunjukan pertumbuhan kekuatan

perusahaan dalam industri. Pertumbuhan

perusahaan mengindikasikan kemampuan

perusahaan dalam mempertahankan

kelangsungan usahanya. Perusahaan

dengan negative growth mengindikasikan

kecenderungan yang lebih besar ke arah

kebangkrutan. Weston dan Copeland

(1992) menyatakan bahwa rasio

pertumbuhan penjualan digunakan untuk

mengukur kemampuan auditee dalam

pertumbuhan tingkat penjualan. Auditee

yang mempunyai rasio pertumbuhan

penjualan positif mengindikasikan bahwa

auditee tersebut dapat mempertahankan

kelangsungan hidupnya. Auditee dengan

rasio pertumbuhan penjualan yang tinggi

mengindikasikan semakin kecil

kemungkinan auditor menerbitkan opini

going concern.

Pada perusahaan yang tingkat

pertumbuhan perusahaannya baik, akan

terjadi ekspansi dalam organisasi bisnis

tersebut. Perusahaan kemungkinan

melakukan pergantian auditor dengan

tujuan auditor yang baru diharapkan

mampu mengakomodasi ekspansi dalam

perusahaan tersebut, sehingga auditor

tersebut tidak mengeluarkan opini going

concern. Pertumbuhan perusahaan juga

merupakan salah satu faktor yang

berpengaruh terhadap opini going concern

(Haskins dan Williams, 1990). Studi-studi

tersebut mendasari perumusan hipotesis

kelima dalam penelitian ini yaitu:

H5 : pertumbuhan perusahaan

berpengaruh terhadap opini going

concern.

Page 15: 1. jurnal lely.pdf

Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis

Vol. 1 No. 1 Tahun 2012

Lely Kumalawati 15

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan

pendekatan positivist. Jenis penelitian ini

adalah penelitian pengujian hipotesis

(hypothesis testing). Penelitian pengujian

hipotesis umumnya merupakan penelitian

yang menjelaskan fenomena dalam bentuk

hubungan antar variabel (Indriantoro dan

Supomo, 2002:89). Penelitian ini menguji

pengaruh opinion shopping, kualitas audit,

financial distress, opini audit, dan

pertumbuhan perusahaan terhadap opini

going concern.

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini

adalah perusahaan manufaktur yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Periode data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah tahun 2004-2007.

Periode ini dipilih karena tahun 2004-2007

merupakan periode kondisi ekonomi

normal beberapa tahun setelah terjadinya

krisis ekonomi. Periode ini juga menarik

untuk diteliti, dalam kaitannya dengan

praktik opinion shopping di Indonesia

karena merupakan periode setelah

dikeluarkannya Peraturan BAPEPAM

nomor Kep-20/PM/2002 per tanggal 12

November 2002 serta SK Menteri Keuangan

nomor 423/KMK-06/2002 yang berisi

pembatasan hubungan auditee dan auditor

selama jangka waktu tertentu untuk

auditor dalam membuktikan tingkat

kepatuhan auditee dan independensi

auditor.

Pemilihan sampel penelitian

didasarkan pada metode penyampelan

bersasaran (purposive sampling method)

dengan tujuan untuk mendapatkan sampel

yang representatif sesuai dengan kriteria

yang telah ditentukan. Elemen populasi

yang dipilih sebagai sampel dibatasi pada

elemen-elemen yang dapat memberikan

informasi berdasarkan pertimbangan.

Kriteria yang digunakan untuk pemilihan

sampel adalah:

1. Sampel yang digunakan dalam

penelitian adalah perusahaan

manufaktur yang terdaftar di BEI

berturut-turut mulai tahun 2004 sampai

2007.

2. Sampel adalah emiten yang memiliki

tahun buku per 31 Desember.

3. Mengalami laba bersih setelah pajak

yang negatif sekurangnya satu periode

laporan keuangan selama periode

pengamatan (tahun 2004-2007).

4. Data laporan keuangan lengkap.

5. Perusahaan yang dijadikan sampel

selama periode penelitian tidak

melakukan delisting dari BEI.

Hasil seleksi dari sampel penelitian

ditunjukkan pada Tabel 3.1. berikut ini:

Tabel 3.1. Jumlah Sampel Berdasarkan

Kriteria Seleksi Sampel

No. Kriteria Jumlah

1. Perusahaan manufaktur yang

terdaftar di BEI berturut-turut tahun

2004-2007

145

2. Tahun buku selain 31 Desember (0)

3. Tidak mengalami laba bersih setelah

pajak yang negatif sekurangnya satu

periode laporan keuangan selama

periode pengamatan (tahun 2004-

2007)

(69)

4. Data laporan keuangan tidak

lengkap

(0)

5. Perusahaan melakukan delisting dari

BEI

(5)

Jumlah Akhir Sampel Penelitian 71

Data dalam penelitian ini

menggunakan data sekunder yang

diperoleh dari laporan keuangan auditan

perusahaan manufaktur yang terdaftar di

BEI pada tahun 2004-2007 yang telah

dipublikasikan. Data pendukung diambil

dari Indonesian Capital Market Directory

(ICMD) tahun 2004 dan 2007. Data-data

tersebut tersedia di database Pojok BEI

Universitas Brawijaya.

3.3. Model Penelitian

Penelitian dengan topik opini going

concern terus dilakukan. Perkembangan

Page 16: 1. jurnal lely.pdf

Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis

Vol. 1 No. 1 Tahun 2012

Lely Kumalawati 16

baru mengenai topik ini adalah adanya

fenomena opinion shopping (auditor

switching). Lennox (2000) menggunakan

model pelaporan audit untuk memprediksi

opini yang tidak diteliti dan menguji

dampaknya pada pergantian auditor. Hasil

dari metode ini berkesimpulan bahwa

perusahan-perusahaan di Inggris

melakukan praktik opinion shopping.

Mutchler et al. (1997) menemukan bukti

bahwa auditor yang tergabung dalam skala

besar (big six) cenderung menerbitkan opini

going concern pada perusahaan yang

mengalami financial distress dibandingkan

auditor skala kecil (non big six), dan auditor

skala besar dapat mengungkapkan masalah

going concern. Hal ini membuktikan bahwa

auditor skala besar memiliki kualitas audit

yang tinggi.

Hasil penelitian Carcello dan Neal

(2000), dan Rahmadhany (2004)

menunjukkan bahwa opini going concern

yang diterima pada tahun sebelumnya

mempengaruhi keputusan auditor untuk

menerbitkan kembali opini going concern

tersebut pada tahun berjalan. Hal tersebut

menunjukkan bahwa auditor belum merasa

yakin akan kelangsungan hidup

perusahaan di masa yang akan datang

sehingga auditor cenderung menerbitkan

kembali opini going concern dengan tujuan

memberikan motivasi kepada perusahaan

untuk mempertahankan kelangsungannya

yang lebih baik.

Opini going concern kemungkinan

besar tidak akan diberikan kepada

perusahaan yang mengalami pertumbuhan

perusahaan yang terus meningkat dari

tahun ke tahun (Haskins dan Williams,

1990). Pertumbuhan perusahaan dapat

dilihat dari kenaikan penjualan yang akan

memberi peluang kepada auditee untuk

memperoleh peningkatan laba. Kenaikan

penjualan perusahaan menunjukkan

pertumbuhan kekuatan perusahaan dalam

operasinya. Perusahaan yang mempunyai

sales growth positif mempunyai

kecenderungan untuk dapat

mempertahankan kelangsungan usahanya,

sehingga semakin kecil kemungkinan

auditor untuk menerbitkan opini going

concern. Berdasarkan penelitian-penelitian

sebelumnya model penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Variabel

Dependen

Variabel

Independen

OPINION

SHOPPING

KUALITAS

AUDIT

FINANCIAL

DISTRESS

OPINI

GOING CONCERN

PERTUMBUHAN

PERUSAHAAN

OPINI

AUDIT

Gambar 3.1. Model Penelitian

3.4. Definisi Konseptual dan Operasional

Variabel

Variabel dependen dalam

penelitian ini adalah opini going concern

yang diukur dengan menggunakan

variabel dummy. Dimana kategori 1 untuk

auditee yang menerima opini going concern

dan kategori 0 untuk auditee yang

menerima opini non going concern. Variabel

independen terdiri opinion shopping,

kualitas audit, financial distress, opini audit

dan pertumbuhan perusahaan. Definisi

operasional variabel-variabel penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Opini Going Concern

Opini going concern merupakan opini

audit modifikasi yang dalam

pertimbangan auditor terdapat

ketidakmampuan atau ketidakpastian

signifikan atas kelangsungan hidup

perusahaan dalam menjalankan

operasinya (SPAP, 2001). Opini going

concern diberi kode 1, sedangkan opini

non going concern diberi kode 0.

2. Opinion Shopping

Opinion shopping merupakan suatu

kondisi dimana perusahaan melakukan

Page 17: 1. jurnal lely.pdf

Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis

Vol. 1 No. 1 Tahun 2012

Lely Kumalawati 17

pergantian auditor apabila perusahaan

klien terancam menerima opini going

concern (Geiger et al., 2000) dan untuk

memperoleh opini yang lebih baik

pada tahun berikutnya (Lennox, 2000).

Pengukuran opinion shopping dalam

penelitian ini menggunakan metode

yang diterapkan oleh Lennox (2000,

2002) dengan menggunakan model

pergantian auditor adalah sebagai

berikut:

AS = θ0 + θ

1(GC

1 - GC0) + θ

2Z93 +

θ3RS + θ

4ALAG + e

Keterangan:

AS = auditor switching.

(GC1 - GC

0) = variabel opinion shopping

yang menangkap

dampak perbedaan

pelaporan karena

keputusan pergantian

auditor.

Z93 = prediksi kebangkrutan

menggunakan Revised

Altman Model (1993).

RS = return saham dihitung

berdasarkan penelitian

Lennox (2002).

ALAG = jumlah hari antara akhir

periode akuntansi

sampai dikeluarkannya

laporan audit.

Dimana return saham dihitung

berdasarkan penelitian Lennox (2002)

sebagai berikut:

1-it1-ititit SP/SPDPSSPRS

Keterangan:

RS = return saham perusahaan i

pada tahun t.

SPit = harga saham perusahaan i

pada tahun t.

DPSit = dividend per share

perusahaan i pada tahun t.

SPit-1 = harga saham perusahaan i

pada tahun t-1.

3. Kualitas Audit

Kualitas audit merupakan kepercayaan

pemakai jasa auditor bahwa auditor

memiliki kekuatan monitoring yang

secara umum tidak dapat diamati.

Kualitas auditor biasanya diproksikan

dengan menggunakan reputasi auditor.

DeAngelo (1981) menyatakan bahwa

auditor skala besar memiliki insentif

yang lebih untuk menghindari kritikan

kerusakan reputasi dibandingkan pada

auditor skala kecil. Auditor skala besar

juga lebih cenderung untuk

mengungkapkan masalah-masalah

yang ada karena auditor tersebut lebih

kuat menghadapi risiko proses

pengadilan. Pernyataan tersebut

menggambarkan bahwa auditor skala

besar memiliki insentif lebih dalam

mendeteksi dan melaporkan masalah

going concern perusahaan kliennya.

Mutchler (1986) menggunakan proksi

skala KAP untuk variabel reputasi KAP

untuk melihat kecenderungan opini

audit yang diberikan kepada

perusahaan yang bermasalah. Reputasi

KAP sebagai proksi kualitas audit

dalam penelitian Sharma dan Sidhu

(2001) digolongkan ke dalam skala big

six firms dan non big six firms. Kualitas

audit dalam penelitian ini diproksikan

dengan menggunakan skala auditor.

Pengukuran skala auditor didasarkan

pada studi Mutchler et al. (1997).

Variabel ini diukur dengan variabel

dummy, 1 untuk auditor yang

tergabung dalam skala besar (big four)

dan 0 untuk auditor yang bukan (non

big four).

4. Financial Distress

Financial distress merupakan suatu

kondisi di mana perusahaan

mengalami kesulitan keuangan dan

dikhawatirkan mengalami

kebangkrutan sehingga perusahaan

tidak mampu untuk melunasi

kewajibannya. Financial distress

diprediksi dengan menggunakan rasio-

rasio berdasarkan penelitian

sebelumnya (Altman dan McGough,

(1974); Koh dan Killough, (1990)).

Page 18: 1. jurnal lely.pdf

Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis

Vol. 1 No. 1 Tahun 2012

Lely Kumalawati 18

Peneliti sebelumnya memberikan suatu

kesimpulan bahwa model prediksi

kebangkrutan menggunakan rasio-

rasio keuangan lebih akurat

dibandingkan pendapat auditor dalam

mengelompokkan perusahaan

bangkrut dan tidak bangkrut. Financial

distress dalam penelitian ini

menggunakan Revised Altman Model

(1993). Revised Altman Model (1993)

merupakan model yang dikembangkan

sebelumnya mengalami revisi yang

tujuannya adalah agar model

prediksinya tidak hanya digunakan

pada perusahaan manufaktur tetapi

juga dapat digunakan untuk

perusahaan selain manufaktur. Model

Revisi Altman adalah sebagai berikut:

Z’ = 0,717 Z1 + 0,874 Z2 + 3,107 Z3 +

0,420 Z4 + 0,998 Z5

Keterangan:

Z’ = z-score revised Altman Model.

Z1 = working capital/total asset.

Z2 = retained earnings/total asset.

Z3 = earnings before interest and

taxes/total asset.

Z4 = book value of equity/book value of

debt.

Z5 = sales/total asset.

5. Opini Audit

Opini audit merupakan opini yang

diterima oleh auditee atas laporan

keuangan auditan pada tahun

sebelumnya. Penelitian yang dilakukan

oleh Carcello dan Neal (2000)

menemukan bukti empiris bahwa ada

hubungan positif signifikan antara

opini going concern yang diterima tahun

sebelumnya dengan opini going concern

tahun berjalan. Opini audit dalam

penelitian ini menggunakan variabel

dummy yaitu opini going concern (GCO)

diberi kode 1, sedangkan opini non

going concern (NGCO) diberi kode 0.

6. Pertumbuhan Perusahaan

Pertumbuhan perusahaan merupakan

perubahan ukuran perusahaan klien

(Woo dan Koh, 2001). Pertumbuhan

perusahaan dalam penelitian ini

menggambarkan tingkat pertumbuhan

perusahaan. Perusahaan yang

bertumbuh menggambarkan suatu

prospek yang menguntungkan bagi

investor karena investasi yang

ditanamkan diharapkan akan

memberikan return yang tinggi.

Variabel pertumbuhan perusahaan

dalam penelitian ini prediksi dengan

menggunakan rasio pertumbuhan

penjualan yaitu mengukur

kemampuan auditee dalam

pertumbuhan tingkat penjualan seperti

yang digunakan Haskins dan Williams

(1990), DeFond (1992), Weston dan

Copeland (1992), Woo dan Koh (2001),

sebagai berikut:

SALGR

Keterangan:

SALGR = rasio

pertumbuhan

penjualan.

Penjualan Bersiht = penjualan bersih

pada tahun t.

Penjualan Bersiht-1 = penjualan bersih

pada tahun t-1.

3.5. Model Analisis Data

Penelitian ini menggunakan regresi

logistik (logistic regression). Gujarati (2003)

menyatakan bahwa regresi logistik

mengabaikan heteroscedasitiy, artinya

variabel dependen tidak memerlukan

homoscedacity untuk masing-masing

variabel independennnya. Model regresi

logistik yang digunakan untuk menguji

hipotesis sebagai berikut:

SALGRβPRIOPβ

Z93βADTRβASβαGC-1

GC Ln

54

321

Keterangan:

GC-1

GC Ln = opini going concern yang

diproksikan dengan

variabel dummy [kategori 1

untuk auditee dengan opini

going concern (GCO), dan

kategori 0 untuk auditee

-1t

-1tt

Bersih Penjualan

Bersih Penjualan-Bersih Penjualan

Page 19: 1. jurnal lely.pdf

Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis

Vol. 1 No. 1 Tahun 2012

Lely Kumalawati 19

dengan opini non going

concern (NGCO)].

α = konstanta.

β1 – β5 = koefisien regresi.

AS opinion shopping yang

diproksikan dengan

menggunakan auditor

swiching.

ADTR = kualitas auditor yang

diproksikan dengan

variabel dummy [kategori 1

untuk auditor yang

tergabung dalam big four,

dan kategori 0 untuk

auditor yang tidak

tergabung dalam big four].

Z93 = financial distress yang

diukur dengan

menggunakan Revised

Altman Model (1993).

PRIOP = opini audit yang diterima

pada tahun sebelumnya

yang diproksikan dengan

variabel dummy [kategori 1

untuk opini going concern

(GCO), dan kategori 0

untuk opini non going

concern (NGCO)].

SALGR = rasio pertumbuhan

penjualan auditee.

= kesalahan residual.

3.6. Statistik Deskriptif

Teknik analisis deskriptif

digunakan untuk mengungkap gambaran

data secara deskriptif yaitu dengan cara

menginterpretasikan hasil pengolahan data

nominal empirik dan deskripsi data seperti

mean, median, dan standar deviasi untuk

mengetahui keadaan data berdasarkan

hasil penelitian. Hasil analisis deskriptif

berguna untuk mendukung interpretasi

terhadap hasil analisis dengan teknik

lainnya.

3.7. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas digunakan

untuk mengetahui apakah dalam model

regresi terdapat hubungan linier yang

sempurna atau mendekati sempurna di

antara beberapa atau semua variabel yang

menjelaskan dari model regresi. Jika

variabel-variabel yang menjelaskan

berkorelasi satu sama lain maka sangat

sulit untuk memisahkan pengaruhnya

masing-masing dan untuk mendapatkan

penaksiran yang baik bagi koefisien-

koefisien regresi.

Penelitian ini menggunakan nilai

pearson correlation untuk mendeteksi ada

atau tidaknya korelasi antar variabel atau

multikolinearitas. Nilai koefisien korelasi

(r) > 0,8 berarti terjadi multikolinearitas,

sebaliknya jika (r) < 0,8 maka tidak terjadi

multikolinearitas.

3.8. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan

dengan analisis multivariat menggunakan

regresi logistik, yang variabel bebasnya

merupakan kombinasi antara metric dan

non metric. Teknik analisis ini tidak

memerlukan lagi uji normalitas data pada

variabel bebasnya. Regresi logistik

umumnya dipakai jika asumsi multivariat

distribusi normal tidak dipenuhi (Ghozali,

2005). Kuncoro (2004) juga menyatakan

bahwa regresi logistik tidak memiliki

asumsi normalitas atas variabel bebas yang

digunakan dalam model. Artinya, variabel

penjelas tidak harus memiliki distribusi

normal, linear, maupun memiliki varian

yang sama dalam setiap grup.

Tahapan pengujian regresi logistik

adalah sebagai berikut:

3.8.1. Menguji Kelayakan Model Regresi

Pengujian kelayakan model regresi

dinilai dengan menggunakan Hosmer and

Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Nilai

statistik Hosmer and Lemeshow Goodness of fit

lebih besar daripada 0,01 maka hipotesis

nol tidak dapat ditolak dan berarti model

mampu memprediksi nilai observasinya

atau dapat dikatakan model dapat diterima

karena sesuai dengan data observasinya

(Ghozali, 2005).

3.8.2. Menguji Keseluruhan Model

(Overall Model Fit)

Page 20: 1. jurnal lely.pdf

Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis

Vol. 1 No. 1 Tahun 2012

Lely Kumalawati 20

Pengujian keseluruhan model

dilakukan dengan membandingkan nilai

antara -2 Log Likelihood (-2LL) pada awal

(block number = 0) dengan nilai -2 Log

Likelihood (-2LL) pada akhir (block number =

1). Adanya pengurangan nilai antara -2LL

awal (initial -2LL function) dengan nilai -2LL

pada langkah berikutnya (-2LL akhir)

menunjukkan bahwa model yang

dihipotesiskan fit dengan data. Log

Likelihood pada regresi logistik mirip

dengan pengertian "Sum of Square Error"

pada model regresi, sehingga penurunan

Log Likelihood menunjukkan model regresi

semakin baik (Ghozali, 2005).

3.8.3. Menguji Koefisien Determinasi (R2)

Pengujian koefesien determinasi

pada model regresi logistik ditunjukkan

oleh nilai Nagelkerke R Square. Nagelkerke R

Square merupakan modifikasi dari keofisien

Cox dan Snell untuk memastikan bahwa

nilainya bervariasi dari 0 (nol) sampai 1

(satu). Hal ini dilakukan dengan cara

membagi nilai Cox dan Snell’s R Square

dengan nilai maksimumnya. Nilai

Nagelkerke R Square dapat diinterpretasikan

seperti nilai R Square pada regresi berganda

(Ghozali, 2005).

3.8.4. Matrik Klasifikasi

Matrik klasifikasi 2 x 2 menghitung

nilai estimasi yang benar (correct) dan salah

(incorrect). Pada kolom merupakan dua

nilai prediksi dari variabel dependen yaitu

opini going concern (1) dan opini non going

concern (0), sedangkan pada baris

menunjukkan nilai observasi

sesungguhnya dari nilai variabel dependen

opini going concern (1) dan opini non going

concern (0). Pada model yang sempurna,

maka semua kasus akan berdada pada

diagonal dengan tingkat ketepatan

peramalan 100%. Jika model logistik

mempunyai homoskedastisitas, maka

prosentase yang benar akan sama untuk

kedua baris (Ghozali, 2005).

3.8.5. Estimasi Parameter dan

Interpretasinya

Estimasi maksimum likelihood

parameter dari model dapat dilihat melalui

koefisien regresi (Ghozali, 2005). Koefisien

regresi dari tiap variabel yang diuji

menunjukkan bentuk hubungan antar

variabel. Pengujian hipotesis dilakukan

dengan cara membandingkan antara nilai

probabilitas (sig) dengan tingkat signifikasi

(α).

BAB IV

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Analisis

4.1.1. Hasil Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif merupakan

metode numerik dan grafis untuk

mengenali pola sejumlah data, kemudian

merangkum informasi yang terdapat dalam

data dan menyajikan informasi tersebut

dalam bentuk yang diinginkan. Jenis data

dalam penelitian ini terbagi menjadi dua

kategori, yaitu data berbentuk nominal

(opini going concern, kualitas audit, dan

opini audit) dan data berbentuk rasio

(opinion shopping, financial distress, dan

pertumbuhan perusahaan). Data dalam

statistik deskriptif meliputi rata-rata (mean),

maksimum, minimum, standar deviasi, dan

sebagainya. Hasil statistik deskriptif

terhadap variabel penelitian yang memiliki

kategori data rasio dengan menggunakan

metode pooled data diperoleh sebanyak 284

data observasi.

Hasil analisis statistik deskriptif

untuk variabel opinion shopping yang

diukur dengan model pergantian auditor

menunjukkan nilai minimum sebesar -

1,781; nilai maksimum sebesar 0,552

dengan rata-rata dan standar deviasi

masing-masing sebesar -0,278 dan 0,368.

Financial distress yang diukur dengan

prediksi kebangkrutan menujukkan nilai

statistik deskriptif untuk variabel ini

dengan nilai minimum sebesar -4,299; nilai

maksimum sebesar 6,805 dengan rata-rata

dan standar deviasi masing-masing sebesar

0,943 dan 1,639. Hasil analisis statistik

Page 21: 1. jurnal lely.pdf

Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis

Vol. 1 No. 1 Tahun 2012

Lely Kumalawati 21

deskriptif untuk variabel pertumbuhan

perusahaan yang diukur dengan rasio

pertumbuhan penjualan menunjukkan nilai

minimum sebesar -0,906; nilai maksimum

sebesar 8,518 dengan rata-rata dan standar

deviasi masing-masing sebesar 0,184 dan

0,665. Hasil analisis statistik deskriptif

untuk ketiga variabel tersebut

menunjukkan kirasan nilai minimum dan

maksimun memiliki jarak yang cukup

besar, dan nilai deviasi standar lebih besar

dari nilai rata-rata yang berarti data yang

digunakan dalam penelitian ini heterogen.

4.1.2. Profil Perusahaan Sampel

Hasil analisis profil perusahaan

yang dijadikan sampel berdasarkan

kategori opini going concern, kualitas audit,

dan opini audit, dari 284 data observasi

diperoleh sebanyak 179 observasi atau 63%

dari total observasi yang mendapatkan

opini non going concern (NGCO), dan

sebanyak 37 observasi atau 37% dari total

observasi yang mendapatkan opini going

concern (GCO). 175 observasi atau 61,6%

dari total observasi menggunakan jasa KAP

non big four, dan sebanyak 109 observasi

atau 38,4% dari total observasi

menggunakan jasa KAP big four, dan 181

observasi atau 63,7% dari total observasi

menerima opini non going concern pada

tahun sebelumnya, dan sebanyak 103

observasi atau 36,3% menerima opini going

concern pada tahun sebelumnya.

4.1.3. Hasil Uji Multikolinearitas

Model regresi logistik ideal adalah

model regresi yang bebas dari adanya

korelasi yang kuat antara variabel

bebasnya (multikolinieritas). Pengujian

multikolinearitas dilakukan dengan

menggunakan matrik korelasi antar

variabel bebas untuk melihat besarnya

korelasi antar variabel independen yang

ditunjukkan oleh nilai pearson correlation.

Nilai koefisien korelasi (r) > 0,8 maka

terjadi multikolinearitas, sebaliknya jika (r)

< 0,8 maka tidak terjadi multikolinearitas.

Hasil perhitungan korelasi antar

variabel bebas menunjukkan bahwa tidak

ada korelasi antar variabel bebas atau

dapat dikatakan tidak terjadi

multikolinearitas. Hal tersebut ditunjukkan

oleh nilai koefisien korelasi (r) antar

variabel bebas yang lebih kecil dari 0,8.

4.1.4. Hasil Uji Hipotesis

Pengujian terhadap hipotesis

bertujuan untuk membuktikan pengaruh

opinion shopping, kualitas audit, financial

distress, opini audit dan pertumbuhan

perusahaan terhadap opini going concern.

Variabel dependen pada penelitian ini

berbentuk nominal, maka pengujian

terhadap hipotesis dilakukan

menggunakan uji regresi logistik dengan

level (α) = 1%. Tahapan pengujian dengan

menggunakan uji regresi logistik dijelaskan

sebagai berikut:

4.1.4.1. Hasil Uji Kelayakan Model

Regresi

Hasil pengujian kelayakan model

regresi dinilai dengan menggunakan

Hosmer and Lemeshow Test yang

menunjukkan nilai Chi-square sebesar 9,131

dengan signifikansi (nilai p) sebesar 0,331.

Berdasarkan hasil tersebut, karena nilai

signifikansi lebih besar dari 0,01 maka

model regresi disimpulkan mampu

memprediksi nilai observasinya dan layak

untuk digunakan dalam analisis

selanjutnya.

4.1.4.2. Hasil Uji Keseluruhan Model

(Overall Model Fit)

Hasil pengujian keseluruhan model

menunjukkan bahwa nilai -2LL awal (block

Number = 0) adalah sebesar 374,212 dan

nilai -2LL akhir (block number = 1) sebesar

217,951. Setelah dimasukkan kelima

variabel independen nilai -2LL akhir

mengalami penurunan menjadi sebesar

217,951. Penurunan likelihood (-2LL) ini

menunjukkan model regresi yang lebih

baik atau dengan kata lain model yang

dihipotesiskan telah memiliki kesesuaian

dengan data.

4.1.4.3. Hasil Uji Koefisien Determinasi

(R2)

Page 22: 1. jurnal lely.pdf

Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis

Vol. 1 No. 1 Tahun 2012

Lely Kumalawati 22

Hasil pengujian koefisien

determinasi menunjukkan nilai Nagelkerke

R Square sebesar 0,578 yang berarti

variabilitas variabel dependen yang dapat

dijelaskan oleh variabel independen adalah

sebesar 57,8%. Sisanya sebesar 42,2%

dijelaskan oleh variabel-variabel lain di

luar model penelitian.

4.1.4.4. Hasil Perhitungan Matrik

Klasifikasi

Matrik klasifikasi menunjukkan

kekuatan prediksi dari model regresi untuk

memprediksi opini going concern oleh

perusahaan. Hasil perhitungan matrik

klasifikasi antar variabel bebas

menunjukkan kekuatan prediksi dari

model regresi untuk perusahaan yang

menerima opini non going concern adalah

sebesar 88,3%. Hal ini berarti model regresi

yang digunakan memprediksi sebanyak

158 observasi (88,3%) yang diprediksi akan

menerima opini non going concern dari total

179 observasi yang menerima opini non

going concern. Kekuatan prediksi model

perusahaan yang menerima opini going

concern adalah sebesar 79% yang berarti

model regresi yang digunakan

memprediksi terdapat sebanyak 83

observasi (79%) yang menerima opini going

concern dari total 105 observasi yang

menerima opini going concern.

4.1.4.5. Model Regresi Logistik yang

Terbentuk

Hasil uji regresi logistik disajikan

pada tabel 4.1. berikut ini:

Tabel 4.1. Hasil Uji Regresi Logistik

SALGRβPRIOPβ

Z93βADTRβASβαGC-1

GC Ln

54

321

Variabel Koefisien

Regresi

Standard

Error

Nilai

Wald Nilai-p

Constant -1,393 0,327 18,150 0,000

Opinion

Shopping 0,206 0,437 0,221 0,638

Kualitas

Audit -0,083 0,366 0,051 0,821

Financial

Distress -0,485 0,127 14,630 0,000*

Opini 3,199 0,354 81,634 0,000*

Audit

Pertumbuhan

Perusahaan -0,311 0,384 0,656 0,418

* signifikan secara statistik pada level (α) = 1%.

Berdasarkan Tabel 4.1. hasil

pengujian terhadap koefisien regresi

menghasilkan model sebagai berikut:

199,3

1,393

0,311SALGR

-PRIOP0,485Z93

-0,083ADTR -0,206AS-GC-1

GC Ln

Berdasarkan model regresi yang

terbentuk di atas, hasil pengujian terhadap

hipotesis dapat dijelaskan sebagai berikut.

Hipotesis pengaruh opinion

shopping terhadap opini going concern

menunjukkan bahwa variabel opinion

shopping memiliki koefisien regresi positif

sebesar 0,206 dan standard error sebesar

0,437; dengan nilai wald sebesar 0,221 dan

probabilitas (p) sebesar 0,638. Nilai tersebut

secara statistik tidak signifikan pada α =

1%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa

opinion shopping tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap opini going concern.

Hipotesis pengaruh kualitas audit

terhadap opini going concern menunjukkan

bahwa variabel kualitas audit memiliki

koefisien regresi negatif sebesar -0,083 dan

standard error sebesar 0,366; dengan nilai

wald sebesar 0,051 dan probabilitas (p)

sebesar 0,821. Nilai tersebut secara statistik

tidak signifikan pada α = 1%. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa kualitas audit tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap

opini going concern.

Hipotesis pengaruh financial

distress terhadap opini going concern

menunjukkan bahwa variabel financial

distress memiliki koefisien regresi negatif

sebesar -0,485 dan standard error sebesar

0,127; dengan nilai wald sebesar 14,630 dan

probabilitas (p) sebesar 0,000. Nilai tersebut

secara statistik signifikan pada α = 1%.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa

financial distress berpengaruh secara

signifikan terhadap opini going concern.

Hipotesis pengaruh opini audit

terhadap opini going concern menunjukkan

Page 23: 1. jurnal lely.pdf

Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis

Vol. 1 No. 1 Tahun 2012

Lely Kumalawati 23

bahwa variabel opini audit memiliki

koefisien regresi positif sebesar 3,199 dan

standard error sebesar 0,354 dengan nilai

wald sebesar 81,634 dan probababilitas (p)

sebesar 0,000. Nilai tersebut secara statistik

signifikan pada α = 1%. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa opini audit

berpengaruh secara signifikan terhadap

opini going concern.

Hipotesis pengaruh pertumbuhan

perusahaan terhadap opini going concern

menunjukkan bahwa variabel

pertumbuhan perusahaan memiliki

koefisien regresi negatif sebesar -0,311 dan

standard error sebesar 0,384; dengan nilai

wald sebesar 0,656 dan probabilitas (p)

sebesar 0,418. Nilai tersebut secara statistik

tidak signifikan pada α = 1%. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa pertumbuhan

perusahaan tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap opini going concern.

4.2. Pembahasan Hasil Penelitian

4.2.1. Pengaruh Opinion Shopping

terhadap Opini Going Concern

Berdasarkan hasil pengujian

pengaruh opinion shopping terhadap opini

going concern, penelitian ini gagal

menemukan adanya pengaruh signifikan

variabel opinion shopping terhadap opini

going concern. Hasil ini secara umum tidak

mendukung hasil penelitian sebelumnya

yang dilakukan oleh Craswell (1988), Dye

(1991), Lennox (2000), dan Bryan et al.

(2005), akan tetapi mendukung hasil

penelitian Chow dan Rice (1982), dan Teoh

(1992).

Hasil pengujian yang gagal

menemukan adanya pengaruh signifikan

dari variabel oponion shopping menunjukkan

adanya perbedaan fakta opini going concern

pada pasar modal Indonesia dengan pasar

modal di luar negeri, khususnya apabila

dihubungkan dengan kecenderungan

tindakan opinion shopping oleh perusahaan.

Kondisi di Indonesia lebih sesuai dengan

praktik opinion shopping seperti yang

dikemukakan Teoh (1992) yaitu argumen

ancaman pergantian auditor, dan auditor

akhirnya mengeluarkan opini non going

concern. Fakta pada hasil penelitian ini

sejalan dengan pendapat dari Chow dan

Rice (1982) yang menyatakan walaupun

perusahaan sering mengganti auditor

setelah menerima opini going concern, akan

tetapi tindakan tersebut masih belum jelas

apakah merupakan cerminan praktik

opinion shopping atau tidak. Adanya

kemungkinan bahwa opinion shopping

justru terjadi pada perusahaan yang

mempertahankan auditor lama. Bukti

empiris ini juga menunjukkan indikasi

auditor di indonesia kurang independen.

4.2.2. Pengaruh Kualitas Audit terhadap

Opini Going Concern

Berdasarkan hasil pengujian

pengaruh kualitas audit terhadap opini

going concern, penelitian ini gagal

menemukan adanya pengaruh signifikan

variabel kualitas audit terhadap opini going

concern. Hasil ini tidak mendukung hasil

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Mutchler et al. (1997) menemukan bukti

empiris bahwa auditor skala besar (big four)

lebih cenderung mengeluarkan opini going

concern pada perusahaan yang mengalami

kesulitan keuangan dibandingkan auditor

berskala kecil (non big four). Penelitian ini

mendukung studi yang dilakukan oleh

Geiger et al. (2000), Barbadillo et al. (2004)

dan Bruynseels et al. (2006) yaitu kualitas

audit tidak berpengaruh terhadap opini

going concern. Hasil tersebut menunjukkan

bahwa perusahaan yang menggunakan jasa

dari KAP big four maupun non big four tidak

cenderung memberikan opini going concern

kepada perusahaan yang akan bangkrut.

Hal tersebut kemungkinan disebabkan

kegagalan auditor dalam memprediksi

indikasi kebangkrutan di masa yang akan

datang, dan perusahaan kemungkinan juga

berada dalam posisi ambang batas antara

kebangkrutan dengan kelangsungan

usahanya.

Hasil penelitian ini juga sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh

Page 24: 1. jurnal lely.pdf

Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis

Vol. 1 No. 1 Tahun 2012

Lely Kumalawati 24

Barnes dan Huan (1993) yang tidak

menemukan bukti empiris bahwa kualitas

audit berpengaruh terhadap opini going

concern meskipun proksi yang digunakan

berbeda. Barnes dan Huan (1993)

menggunakan proksi reputasi auditor yang

menunjukkan bahwa ketika seorang

auditor memiliki reputasi yang baik maka

auditor tersebut akan berusaha

mempertahankan reputasinya, dan

menghindarkan diri dari hal-hal yang

dapat merusak reputasinya.

Penelitian Altman dan McGough

(1974) mengemukakan bahwa model

prediksi kebangkrutan yang digunakan

lebih akurat dibandingkan dengan opini

yang diberikan auditor. Konsisten dengan

argumentasi tersebut, hasil penelitian ini

juga menunjukkan bahwa profesi auditor

telah gagal melakukan tanggung jawab

profesionalnya dalam memberikan opini

audit pada laporan keuangan perusahaan.

4.2.3. Pengaruh Financial Distress

terhadap Opini Going Concern

Berdasarkan hasil pengujian

pengaruh financial distress terhadap opini

going concern, penelitian ini berhasil

menemukan adanya pengaruh signifikan

variabel financial distress terhadap opini

going concern. Hasil ini mendukung studi

Altman dan McGough (1974) yang

menemukan bukti bahwa tingkat prediksi

kebangkrutan dengan menggunakan suatu

model prediksi memiliki kemampuan

prediksi yang lebih baik apabila

dibandingkan dengan penggunaan opini

audit.

Kondisi keuangan perusahaan

menggambarkan tingkat kesehatan

perusahaan sesungguhnya. Auditor hampir

tidak pernah memberikan opini going

concern pada perusahaan yang tidak

mengalami kesulitan keuangan (McKeown

et al. 1991). Hasil pengujian yang

menghasilkan adanya arah pengaruh

positif signifikan dari variabel financial

distress menunjukkan bahwa auditor lebih

cenderung untuk mengeluarkan opini going

concern ketika kemungkinan kebangkrutan

perusahaan semakin tinggi, yang

ditunjukkan oleh semakin buruk kondisi

keuangan perusahaan. Konsisten dengan

hasil pengujian terhadap variabel kualitas

audit, fakta pada penelitian ini

menunjukkan bahwa model prediksi

kebangkrutan ternyata lebih akurat dalam

memprediksi tingkat kesulitan keuangan

perusahaan apabila dibandingkan dengan

opini yang diberikan auditor, seperti yang

dikemukakan oleh Altman dan McGough

(1974).

4.2.4. Pengaruh Opini Audit terhadap

Opini Going Concern

Berdasarkan hasil pengujian

pengaruh opini audit terhadap opini going

concern, penelitian ini berhasil menemukan

adanya pengaruh signifikan variabel opini

audit terhadap opini going concern. Hasil ini

mendukung hasil penelitian Mutchler

(1984), dan Carcello dan Neal (2000).

Mutchler (1984) menemukan bahwa

perusahaan yang menerima opini going

concern pada tahun sebelumnya lebih

cenderung untuk menerima opini yang

sama pada tahun berjalan, sedangkan

Carcello dan Neal (2000) menemukan bukti

bahwa opini going concern yang diterima

pada tahun sebelumnya mempengaruhi

keputusan auditor untuk menerbitkan

kembali opini going concern tersebut. Hasil

temuan ini memberikan bukti empiris

bahwa auditor dalam menerbitkan opini

going concern akan mempertimbangkan

opini going concern yang telah diterima oleh

auditee pada tahun sebelumnya.

Mutchler (1984) juga memberikan

pendapat bahwa pada umumnya auditor

melakukan dengan cara melibatkan banyak

pertimbangan. Pertimbangan auditor

tersebut meliputi banyak aspek

permasalahan yang terjadi, dan terkadang

diperlukan informasi yang berasal dari

hasil audit tahun sebelumnya.

Pertimbangan atas informasi audit

sebelumnya termasuk bagian dalam dalam

prosedur analitis. Auditor akan

Page 25: 1. jurnal lely.pdf

Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis

Vol. 1 No. 1 Tahun 2012

Lely Kumalawati 25

membandingkan data klien yang diaudit

dengan data yang sama pada periode

sebelumnya dalam mengevaluasi laporan

keuangan klien.

Auditor dalam mengeluarkan opini

audit suatu perusahaan perlu memberikan

pernyataan mengenai kemampuan

perusahaan dalam mempertahankan

kelangsungan hidup usahanya, terlebih

lagi ada keraguan mengenai kelangsungan

hidup suatu perusahaan maka auditor

perlu mengungkapkannya dalam laporan

opini audit. Hasil pengujian yang berhasil

menemukan arah pengaruh positif

signifikan menunjukkan bahwa auditor

tidak akan dengan mudah menghilangkan

opini going concern pada periode

sebelumnya, sampai perusahaan

mengalami perbaikan dalam kondisi

keuangannya yang bisa dijadikan

pertimbangan positif akan kelangsungan

hidup perusahaan.

4.2.5. Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan

terhadap Opini Going Concern

Berdasarkan hasil pengujian

pengaruh pertumbuhan perusahaan

terhadap opini going concern, penelitian ini

gagal menemukan adanya pengaruh

signifikan variabel pertumbuhan

perusahaan terhadap opini going concern.

Hasil ini mendukung penelitian Haskins

dan Williams (1990), tetapi tidak

mendukung studi Weston dan Copeland

(1992) yang menemukan bahwa rasio

pertumbuhan penjualan bisa digunakan

untuk mengukur kemampuan auditee

dalam mempertahankan kelangsungan

hidup perusahaan.

Pengujian yang gagal menemukan

adanya pengaruh signifikan dari variabel

pertumbuhan perusahaan menunjukkan

bahwa pada perusahaan manufaktur di

Indonesia pertumbuhan penjualan

perusahaan tidak selalu diikuti dengan

kemampuan perusahaan untuk

menghasilkan laba yang positif. Hal

tersebut bisa disebabkan karena

pertumbuhan penjualan tidak mampu

diiringi oleh kemampuan perusahaan

dalam melakukan efisiensi terhadap

pengeluaran biaya operasional sehingga

rasio kenaikan biaya lebih tinggi daripada

rasio kenaikan laba perusahaan. Hal

tersebut menyebabkan model prediksi

tidak mampu menganalisis adanya

hubungan langsung antara tingkat

pertumbuhan perusahaan dengan opini

going concern oleh auditor.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Penelitian ini menguji faktor-faktor

yang mempengaruhi opini going concern.

Faktor-faktor tersebut meliputi opinion

shopping, kualitas audit, financial distress,

opini audit, dan pertumbuhan perusahaan.

Analisis ini dilakukan untuk memberikan

bukti empiris faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap opini going concern.

Kesimpulan yang dapat dibuat

berdasarkan pengujian hipotesis adalah

sebagai berikut. Pertama, faktor-faktor

yang berpengaruh terhadap opini going

concern adalah financial distress dan opini

audit. Hasil pengujian terhadap variabel

financial distress dan opini audit

menunjukkan bahwa auditor lebih

cenderung mengeluarkan opini going

concern ketika kemungkinan kebangkrutan

perusahaan semakin tinggi, dan auditor

tidak dengan mudah menghilangkan opini

going concern untuk periode yang akan

datang dengan pertimbangan opini going

concern pada periode sebelumnya, sampai

perusahaan mengalami perbaikan dalam

kondisi keuangannya yang bisa dijadikan

pertimbangan positif akan kelangsungan

hidup perusahaan. Kedua, faktor-faktor

yang tidak berpengaruh terhadap opini

going concern adalah opinion shopping,

kualitas audit, dan pertumbuhan

perusahaan. Hasil pengujian terhadap

ketiga variabel tersebut menunjukkan

bahwa adanya pergantian auditor

Page 26: 1. jurnal lely.pdf

Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis

Vol. 1 No. 1 Tahun 2012

Lely Kumalawati 26

mengindikasikan penerimaan qualified

opinion dari auditor baru, sehingga profesi

auditor dapat dikatakan gagal melakukan

tanggungjawab profesionalnya dalam

memberikan opini pada laporan keuangan

perusahaan, dan adanya tingkat

pertumbuhan penjualan tidak menjamin

perusahaan menerima opini non going

concern oleh auditor.

Penelitian ini berhasil menemukan

adanya pengaruh signifikan variabel

financial distress dan opini audit terhadap

opini going concern. Temuan yang berhasil

membuktikan pengaruh positif signifikan

variabel financial distress konsisten dengan

penelitian Altman dan McGough (1974),

dan McKeown et al. (1991). Hasil pengujian

ini menunjukkan bahwa model prediksi

kebangkrutan lebih akurat dalam

memprediksi tingkat kesulitan keuangan

perusahaan apabila dibandingkan dengan

opini yang diberikan auditor. Temuan yang

berhasil membuktikan pengaruh positif

signifikan variabel opini audit terhadap

opini going concern kosisten dengan

penelitian Mutchler (1984), dan Carcello

dan Neal (2000). Hasil temuan ini

memberikan bukti empiris bahwa auditor

dalam menerbitkan opini going concern

akan mempertimbangkan opini going

concern yang diterima auditee pada tahun

sebelumnya.

Penelitian ini gagal menemukan

adanya pengaruh signifikan variabel

opinion shopping, kualitas audit, dan

pertumbuhan perusahaan terhadap opini

going concern. Temuan yang tidak

menemukan adanya pengaruh signifikan

variabel oponion shopping terhadap opini

going concern konsisten dengan penelitian

yang dilakukan oleh Chow dan Rice (1982),

Sarhan et al. (1991), Teoh (1992), dan

Krishnan (1994). Hasil pengujian ini

menunjukkan bahwa perusahaan yang

menerima opini going concern akan

menunjuk auditor yang tidak cenderung

memberikan opini going concern. Temuan

yang tidak menemukan adanya pengaruh

signifikan variabel kualitas audit terhadap

opini going concern konsisten dengan

penelitian Barnes dan Huan (1993), Geiger

et al. (2000), Barbadillo et al. (2004) dan

Bruynseels et al. (2006). Hasil pengujian ini

menunjukkan bahwa auditor yang

tergabung dalam KAP big four maupun non

big four belum tentu dapat dapat

menyediakan kualitas audit yang baik

terutama dalam mengungkapkan masalah

going concern. Temuan yang tidak

menemukan adanya pengaruh signifikan

variabel pertumbuhan perusahaan

terhadap opini going concern konsisten

dengan penelitian Haskins dan Williams

(1990). Hasil pengujian ini menunjukkan

bahwa auditor dalam memberikan opini

going concern tidak hanya memperhatikan

pertumbuhan perusahaan, karena adanya

tingkat pertumbuhan penjualan tidak

menjamin kelangsungan hidup

perusahaan.

5.2. Implikasi Penelitian Selanjutnya

Penelitian selanjutnya dapat

dikembangkan dengan menggunakan lebih

dari satu proksi pertumbuhan perusahaan,

seperti menggunakan pertumbuhan aktiva

atau nilai pasar saham. Pertumbuhan

aktiva atau nilai pasar saham pada

beberapa kasus dapat digunakan untuk

mengukur daya saing perusahaan,

sehingga hasil penelitian dapat

memberikan hasil yang berbeda dengan

proksi pertumbuhan penjualan.

Penelitian selanjutnya juga bisa

dikembangkan pada industri non

manufaktur dengan menambahkan rasio-

rasio fundamental pada variabel

independen sehingga model regresi yang

dibentuk memiliki kemampuan prediksi

yang lebih baik. Rasio-rasio fundamental

pada industri non manufaktur memiliki

karakteristik yang berbeda dengan industri

manufaktur, sehingga penelitian

selanjutnya untuk industri non manufaktur

akan memberikan gambaran yang jelas

pada sektor industri yang berbeda.

5.3. Keterbatasan Penelitian

Page 27: 1. jurnal lely.pdf

Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis

Vol. 1 No. 1 Tahun 2012

Lely Kumalawati 27

Terdapat beberapa keterbatasan

dalam penelitian ini. Pertama,

menggunakan pertumbuhan penjualan

sebagai proksi dari pertumbuhan

perusahaan. Pada beberapa kasus,

pertumbuhan penjualan masih kurang

mampu digunakan untuk mengukur daya

saing perusahaan dalam industri dimana

perusahaan tersebut bergerak.

Pertumbuhan penjualan pada penelitian ini

dapat memberikan gambaran bahwa

perusahaan yang bertumbuh tidak selalu

menghasilkan laba yang positif, sehingga

kelangsungan hidup perusahaan belum

tentu dapat diprediksi dengan peningkatan

penjualan. Kedua, menggunakan kualitas

audit yang diproksikan dengan skala

auditor. Peneliti tidak mempertimbangkan

proksi kualitas audit yang mencerminkan

proses audit seperti upaya audit (audit

effort) dan produk audit, seperti kualitas

laporan keuangan auditan.

5.4. Saran

Keterbatasan yang terdapat pada

penelitian ini dapat memberi arah bagi

pengembangan penelitian selanjutnya.

Saran yang dapat diberikan bagi penelitian

yang akan datang adalah sebagai berikut.

Pertama, berkaitan dengan proksi kualitas

audit, penelitian selanjutnya dapat

menggunakan auditor industry specialization

diukur dengan persentase jumlah

perusahaan yang diaudit oleh sebuah KAP

(auditor) dalam satu industri. Auditor

industry specialization dapat digunakan

untuk membangun reputasi auditor. Proksi

lain dari kualitas audit yang dapat

digunakan bagi penelitian selanjutnya

adalah menggunakan akrual diskresioner,

dimana semakin tinggi nilai akrual

diskresioner menunjukkan kualitas audit

yang lebih rendah. Kedua, memasukkan

variabel tambahan seperti rotasi auditor

dan rasio keuangan yang lain sehingga

hasil penelitian akan lebih bisa

memprediksi penerbitan opini going concern

dengan lebih tepat. Ketiga, jumlah tahun

pengamatan lebih diperpanjang sehingga

dapat melihat kecenderungan trend

penerbitan opini going concern oleh auditor

dalam jangka panjang dengan tetap

memperhatikan pembedaan antara periode

krisis moneter dengan periode kondisi

ekonomi normal.

DAFTAR PUSTAKA

Altman, Edward I. 1968. Financial Ratios,

Discriminant Analysis and the

Prediction of Corporate

Bankruptcy. The Journal of Finance.

September. Vol. XXIII, No. 4, p.

589-609.

_________. 1982. Accounting Implications

of Failure Predictions Models.

Journal of Accounting, Auditing and

Finance. Summer. p. 4-19.

_________, dan McGough, T. 1974.

Evaluation of a Company as a

Going Concern. Journal of

Accountancy. December. p. 50-57.

Barbadillo, R., Emiliano, Nivez Gomez-

Aguilar, Cristina De Fuentes-

Barbera dan Maria Antonia Garcia-

Benau, 2004. Audit Quality and the

Going-Concern Decision making

Process. European Accounting

Review. Vol. 13, No. 4, p. 597-620.

Barnes, Paul dan H. D. Huan. 1993. The

Auditors Going Concern Decision:

Some UK Evidence Concerning

Independence and Competence.

Journal of Business, Finance &

Accounting. Januari. Vol. 20, No. 2,

p. 213-228.

Bruynseels, Liesbeth, W. Robert Knechels

dan Marleen Willekens. 2006. Do

Industry Specialist and Business

Risk Auditors Enhance Audit

Reporting Accuracy. Working Paper.

www.google.com. Diakses tanggal

4 Maret 2009.

Carcello, J.V., dan T.L. Neal. 2000. Audit

Committee Composition and

Auditor Reporting. The Accounting

Review . Vol. 75, No. 4, p. 453-467.

Chen, K.C., dan B.K. Church. 1992. Default

on Debt Obligations and the

Page 28: 1. jurnal lely.pdf

Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis

Vol. 1 No. 1 Tahun 2012

Lely Kumalawati 28

Issuance of Going-Concern Report.

Auditing: Journal Practice and Theory.

Fall. p 30-49.

Chow, C.W., dan S.J. Rice. 1982. Qualified

Audit Opinions and Auditor

Switching. The Accounting Review.

April. Vol. 57, p. 326-335.

Craswell, A.T., J.R. Francis, dan S.L. Taylor.

1995. Auditor Brand Name

Reputations and Industry

Specializations. Journal of

Accounting and Economics.

December. Vol. 20, p. 297-322.

DeAngelo, L.E. 1982. Mandated Successful

Efforts and Auditor Choice. Journal

of Accounting and Economics.

December. Vol. 4, p. 171-203.

_________. 1981. Auditor Independence,

“Low Balling” and Disclosure

Regulation. Journal of Accounting

and Economics. August. Vol. 3, p.

113-127.

DeFond, M. 1992. The Association between

Changes in Client Firm Agency

Costs and Auditor Switching.

Auditing: A Journal of Practice and

Theory. Vol. 11, p. 16-31.

Deis, D.R. dan G.A. Giroux. 1992.

Determinants of Audit Quality in

the Public Sector. The Accounting

Review. July. Vol. 67, No. 3, p. 462-

479.

Dodd, P., N. Dopuch, R. Holthausen, dan

R. Leftwich. 1984. Qualified Audit

Opinions and Stock Prices:

Information Content,

Announcement Dates, and

Concurrent Disclosures. Journals of

Accounting and Economics. April. p.

431-454.

Doumpos, M., dan C. Zopounidis. 1999. A

Multicriteria Discrimination

Method for the Prediction of

Financial Distress: The Case of

Greece. Multinational Finance

Journal. Vol. 3, No. 2, p. 71-101.

Dye, R. 1991. Informationally Motivated

Auditor Replacement. Journal of

Accounting and Economics. Vol. 14,

p. 347-374.

Francis, J., dan E. Wilson. 1988. Auditor

changes: A Joint Test of Theories

Relating to Agency Costs and

Auditor Differentiation. The

Accounting Review. Vol. 63, p. 663-

682

Geiger, Marshall A., K. Raghunandan, dan

D.V. Rama. 2000. Going Concern

Audit Report Recipients Before and

After SAS No. 59. Journal National

Public Accounting (NPA). October.

Vol. 43, Iss. 8, p. 24-25.

Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis

Multivariate dengan Program SPSS.

Edisi 3. Badan Penerbit Universitas

Diponegoro. Semarang.

Gujarati, D. 2003. Basic Econometric. Mc-

Grawhill. New York.

Haskins, M.E., dan D.D. Williams. 1990. A

Contingent Model of Intra Big

Eight Auditor Changes. Auditing: A

Journal of Practice and Theory. Fall.

Vol. 9, p. 55-74.

Hogan, C.E., dan D.C. Jeter. 1999. Industry

Specialization by Auditors.

Auditing: A Journal of Practice and

Theory. Spring. Vol. 18, p. 1-17.

Hogarth, R.M. 1991. A Perspective on

Cognitive Research in Accounting.

The Accounting Review. Spring. p.

277-290.

Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen

Akuntan Publik. 2001. Standar

Profesional Akuntan Publik, 1 Januari

2001. Salemba Empat. Jakarta.

Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo.

2002. Metodologi Penelitian Bisnis

Untuk Akuntansi dan Manajemen.

Edisi Pertama. BPFE Yogyakarta.

Juniarti. 2000. Profesi Akuntan Merespon

Dampak Memburuknya Kondisi

Ekonomi. Jurnal Akuntansi dan

Keuangan. Nopember. Vol. 2, No. 2,

p. 151-161.

Kida, T. 1980. An Investigation into

Auditors’ Continuity and Related

Page 29: 1. jurnal lely.pdf

Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis

Vol. 1 No. 1 Tahun 2012

Lely Kumalawati 29

Qualification Judgements. Journal of

accounting Research. Autumn. p.

506-523.

Koh, H., dan Killough, L. 1990. The Use of

Multiple Discriminant Analysis in

the Assesment of the Going-

concern Status of an Audit Client.

Journal of Business, Finance and

Accounting. Spring. p. 179-192.

Krishnan, J. 1994. Auditor Switching and

Conservatism. The Accounting

Review. Vol. 69, p 200-215.

_________, dan Krishnan. 1996. The Role of

Economic Trade-Offs in the Audit

Opinion Decision: An Empirical

Analysis. Journal of Accounting,

Auditing, and Finance. Fall. Vol. 11,

p. 565-586.

Kuncoro, Mudrajad. 2004. Metode

Kuantitatif. Edisi Kedua.

UPP.AMP.YKPN. Yogyakarta.

LaSalle, Randal E., dan Anandarajan,

Asokan. 1996. Auditor View on The

Type of Audit Report Issued to

Entities with Going Concern

Uncertainties. Accounting Horizons.

Juni. Vol. 10, p. 51-72.

Lau, A.H. 1987. A Five State Financial

Distress Prediction Model. Journal

of Accounting Research. Vol. 25, p.

127-138.

Lenard, Mary Jane, Pervaiz Alam, dan

David Booth. 2000. An Analysis of

Fuzzy Clustering and a Hybrid

Model for Auditor’s Going

Concern Assessment. Journal

Decision Sciences (DSI). Fall. Vol. 31,

Iss. 4, p. 861.

Lennox, C. 1999. The Accuracy and

Incremental Information Content of

Audit Reports in Predicting

Bankruptcy. Journal of Business,

Finance and Accounting. Vol. 26, p.

757-778.

_________. 2000. Do Companies

Successfully Engage in Opinion

Shopping? Evidence from the UK.

Journal of Accounting and Economics.

Vol. 29, p. 321-337.

_________. 2002. Going-concern Opinions

in Failing Companies: Auditor

Dependence and Opinion

Shopping. Working Paper.

www.ssrn.com. Diakses tanggal 4

Maret 2009.

McKeown, J., Mutchler, J., dan Hopwood

W. 1991. Towards an Explanation

of Auditor Failure to Modify the

Audit Opinions of Bankrupt

Companies. Auditing: A Journal

Practice & Theory. Supplement. Vol

10, p. 1-13.

Meier, H.H., dan J. Fuglister. 1992. How to

Improve Audit Quality:

Perceptions of Auditors and

Clients. The Ohio CPA Journal. Juni,

p. 21-24.

Myers, S.C. 1977. Determinants of

Corporate Borrowing. Journal of

Financial Economics. No. 5, p. 147-

175.

Mutchler, J.F. 1984. Auditor’s Perception of

the Going Concern Opinion

Decision. Auditing: A Journal of

Practice and Theory. Spring 1984,

Vol. 3, No. 2, p. 17-30.

_________. 1985. A Multivariate Analysis of

the Auditor’s Going Concern

Opinion Decision. Journal of

Accounting Research. Autumn. Vol.

23. No 2. p. 668-682.

_________. 1986. Empirical Regarding the

Auditor’s Going Concern Opinion

Decision. Auditing: A Journal of

Practice and Theory. Fall. Vol. 6, No.

1, p. 148-163

_________, Hopwood, W., dan McKeown, J.

1997. The Influence of Contrary

Information and Mitigating factors

on Audit Opinion Decisions on

Bankrupt Companies. Journal of

Accounting Research. Autumn. p.

295-310.

Palmrose, Z.V. 1984. The Demand for

Differentiated Audit Services in an

Page 30: 1. jurnal lely.pdf

Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis

Vol. 1 No. 1 Tahun 2012

Lely Kumalawati 30

Agency Cost Setting: an Empirical

Examination. Fifth auditing research

symposium, Illinois.

_________. 1988. An Analysis of Auditor

Litigation and Audit Service

Quality. The Accounting Review.

January. Vol. 63, p. 55-73.

Platt, H., dan M.B. Platt. 1990.

Development of a Class of Stable

Predictive Variables: The Case of

Bankruptcy. Journal of Business

Finance and Accounting. Vol. 17, p.

31-51.

Pincus, K.V. 1990. Auditor Individual

Differences and Fairness of

Presentation Judgements. Auditing: A

Journal of Practice and Theory. Fall.

p.150-166.

Poston, K.M., W.K. Harmon, dan J.D.

Gramlich. 1994. A Test of Financial

Ratios as Predictors of Turnaround

versus Failure among Financially

Distressed Firm. Journal of Applied

Business Research. Vol. 10, p. 41-56.

Ramadhany, Alexander. 2004. Analisis

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Penerimaan Opini Going Concern

Pada Perusahaan Manufaktur yang

Mengalami Financial Distress Di

Bursa Efek Jakarta. Jurnal Maksi.

Vol. 4, Agustus.

Republik Indonesia. 2002. Keputusan

Menteri Keuangan No.

423/KMK.06/2002 tentang Jasa

Akuntan Publik. Jakarta.

Sarhan, M.H., Gary B. Frank, dan Steven A.

Fisher. 1991. Switching

Independent Auditors: An

Empirical Investigation. Akron

Business and Economic Review.

Summer. Vol. 22, No. 2, p. 173-183.

Statement on Auditing Standards (SAS)

No. 59. The Auditor’s Consideration

of an Entity’s Ability to Continue as

Going Concern. www.google.com.

Diakses tanggal 4 Maret 2009.

Schwartz, K.B., dan K. Menon. 1991.

Auditor Credibility and Initial

Public Offerings. The Accounting

Review. April. Vol. 66, p. 313-332.

Smith, D.B. 1986. Auditor “Subject to”

Opinions, Disclaimers, and Auditor

Changes. Auditing: A Journal of

Practice and Theory. Fall. Vol. 6, p.

95-108.

Teoh, S. 1992. Auditor Independence,

Dismissal Threats, and the Market

Reaction to Auditor Switches.

Journal of Accounting Research. Vol.

30, p 1-23.

Vanstraelen, A. 2002. Auditor Economic

Incentives and Going Concern

Opinions in a Limited Litigious

Continental European Business

Environment: Empirical Evidence

from Belgium. Accounting and

Business Research. Vol. 32, No. 3, p.

171-186.

Watts, Ross L., dan Jerold L. Zimmerman.

1986. Positive Accounting Theory.

Prentice Hall, New Jersey.

Weston, J. Fred, dan Thomas E. Copeland.

1992. Financial Theory and Corporate

Policy. 3rd ed. Addison-Wesley

Publishing Company.

_________, dan Eugene F. Bringham. 2005.

Dasar-dasar Manajemen Keuangan.

Edisi Kesembilan, Jilid 1. Erlangga.

Jakarta.

_________, dan Thomas E. Copeland. 1995.

Manajemen Keuangan. Edisi

Kesembilan, Edisi Revisi Jilid 1.

Binarupa Aksara. Jakarta.

Woo, E-Sah, dan Hian Chye Koh. 2001.

Factors Associated with Auditor

Changes: a Singapore Study.

Accounting and Business Research.

Vol. 31, No. 2, p. 133-134.

Zmijewski, Mark E. 1984. Methodological

Issues Related to the Estimation of

Financial Distress Prediction

Models. Journal of Accounting

Research. Supplement. Vol. 22, p. 59