1. jurnal lely.pdf
TRANSCRIPT
Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis
Vol. 1 No. 1 Tahun 2012
Lely Kumalawati 1
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OPINI GOING CONCERN:
STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR
YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
Lely Kumalawati, SE, MSA., Ak
Program Studi Akuntansi
Politeknik Kediri
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris faktor-faktor yang
mempengaruhi opini going concern. Faktor-faktor tersebut meliputi opinion shopping,
kualitas audit, financial distress, opini audit dan pertumbuhan perusahaan.
Pemilihan sampel ditentukan dengan menggunakan purposive sampling method
dan diperoleh sebanyak 71 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI). Teknik analisis data penelitian menggunakan regresi logistik.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa financial distress dan opini audit
berpengaruh terhadap opini going concern. Hal ini menunjukkan bahwa auditor
cenderung mengeluarkan opini going concern ketika kemungkinan kebangkrutan
perusahaan semakin tinggi, dan auditor tidak dengan mudah memberikan unqualified
opinion pada periode yang akan datang berdasarkan pertimbangan opini going concern
pada periode sebelumnya. Penelitian ini tidak menemukan bukti adanya pengaruh
opinion shopping, kualitas audit dan pertumbuhan perusahaan terhadap opini going
concern. Hal ini menunjukkan bahwa pergantian auditor diprediksi akan memberikan
opini yang lebih baik daripada auditor sebelumnya, sehingga independensi profesi
auditor sangat diragukan. Auditor juga tidak bisa menjamin auditee untuk tidak
menerima opini going concern meskipun ada peningkatan rasio penjualan.
Kata kunci: opini going concern, opinion shopping, kualitas audit, financial distress, opini
audit, pertumbuhan perusahaan.
Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis
Vol. 1 No. 1 Tahun 2012
Lely Kumalawati 2
FACTORS AFFECTED TO GOING CONCERN OPINION:
EMPIRICAL STUDY AT MANUFACTURING COMPANIES
LISTED IN INDONESIAN STOCK EXCHANGE.
Lely Kumalawati, SE., MSA., Ak
(Politeknik Kediri)
Abstract
The aim of this research is to find evidence about factors affected to going
concern opinion. Those factors are opinion shopping, audit quality, financial distress,
audit opinion, and firm growth.
Sampling method using purposive sampling, and find 71 manufacturing
companies listed in Indonesian Stock Exchange as sample companies. The data analysis
of this research used logistic regression.
The hypothesis testing find that financial distress and audit opinion affected to
going concern opinion. This result show that auditor inclined to give going concern
opinion when the probability of firm bankruptcy getting higher, and auditor is not easily
give unqualified opinion for the next period base on consideration of going concern
opinion in the previously period. This research didn’t find the influence of opinion
shopping, audit quality, and firm growth to going concern opinion. This result shows
that auditor switching is estimated to give better opinion than previously auditor, so
auditor’s independencies are very doubted. Auditor can’t guarantee the auditee not to
receive going concern opinion although the sales ratio is increase.
Keywords : going concern opinion, opinion shopping, audit quality, financial distress,
audit opinion, firm growth.
Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis
Vol. 1 No. 1 Tahun 2012
Lely Kumalawati 3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Laporan keuangan perusahaan
disusun atas dasar asumsi going concern
(kelangsungan usaha). Going concern
dimaksudkan bahwa perusahaan akan
melanjutkan usahanya dimasa depan dan
tidak berkeinginan melikuidasi atau
mengurangi secara material skala
usahanya. Going concern suatu perusahaan
biasanya dihubungkan dengan
kemampuan manajemen dalam mengelola
perusahaan agar tetap bertahan hidup
dalam ketidakpastian kondisi ekonomi.
Mutchler (1985) menyatakan bahwa
perusahaan skala kecil akan lebih berisiko
menerima opini going concern
dibandingkan dengan perusahaan besar.
Auditor memiliki tanggung jawab dalam
mengungkapkan masalah going concern.
Tanggung jawab auditor ini diatur dalam
Pernyataan Standar Auditing (PSA) No. 30
yang menyatakan bahwa auditor
bertanggung jawab untuk mengevaluasi
apakah terdapat kesangsian terhadap
kemampuan perusahaan dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya
dalam kurun waktu tidak lebih dari satu
tahun sejak tanggal laporan keuangan
diaudit. Masalah going concern juga
tercantum dalam Statement on Auditing
Standards (SAS) No. 59 The Auditor’s
Consideration of an Entity’s Ability to
Continue as Going Concern.
Studi Mutchler (1984, 1985, 1986)
yang dilakukan dengan wawacara dan
kuesioner, menggambarkan bahwa
keputusan going concern mempunyai dua
proses tingkatan. Tingkatan pertama
adalah pengenalan auditor bahwa sebuah
entitas memiliki masalah potensial dengan
ketidakpastian going concern. Tingkatan
kedua adalah menentukan apakah sebuah
entitas dengan masalah going concern harus
mengeluarkan laporan going concern.
Auditor yang mengeluarkan laporan audit
going concern (tingkatan kedua Mutchler),
maka auditor tersebut harus memutuskan
apakah laporan unqualified modified atau
disclaimer yang paling sesuai. LaSalle et al.
(1996) menambahkan tingkatan ketiga yang
secara potensial penting untuk keputusan
going concern mensyaratkan bahwa auditor
membuat additional professional judgment.
Studi Carcello dan Neal (2000)
memperkuat bukti bahwa terdapat
hubungan positif antara opini tahun
sebelumnya dengan pemberian opini going
concern pada tahun berjalan. Apabila pada
tahun sebelumnya suatu perusahaan telah
menerima opini going concern, maka akan
semakin besar kemungkinan perusahaan
tersebut untuk menerima opini yang sama
pada tahun selanjutnya (tahun berjalan).
Studi mengenai opini going concern
juga dianalisis di seputar tema opinion
shopping dan auditor switching (pergantian
auditor). Hubungan antara pergantian
auditor dan isu opini untuk tahun
berikutnya telah mendapat banyak
perhatian. Chow dan Rice (1982)
mengungkapkan sebuah koefisien positif
signifikan untuk variabel opini diestimasi
dalam keputusan berganti auditor. Studi
Chow dan Rice (1982) menunjukkan bahwa
opini going concern yang diterima
perusahaan mendorong perusahaan untuk
melakukan pergantian auditor. DeAngelo
(1982), Haskins dan Williams (1990),
Schwartz dan Menon (1985) dan Smith
(1986) juga meneliti masalah pergantian
auditor dalam kaitannya dengan opini
audit, tetapi tidak menemukan sebuah
hubungan signifikan antara pergantian
auditor dan opini audit. Smith (1986)
menyatakan bahwa tidak ada konsensus
yang muncul mengenai tingkatan asosiasi
antara pergantian dan pengeluaran opini
qualified. Chow dan Rice (1982)
memperkuat bukti bahwa perusahaan yang
berganti setelah mendapat opini qualified
tidak cenderung menerima clean opinion
pada tahun setelah berganti auditor
lainnya. Chow dan Rice (1982)
Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis
Vol. 1 No. 1 Tahun 2012
Lely Kumalawati 4
menggunakan kasus-kasus yang sama
diungkapkan oleh Smith (1986) dengan
membandingkan pendapat pra dan pasca
pergantian, mencari konflik antara auditor
sebelum dan sesudahnya. Studi Chow dan
Rice (1982) menemukan bukti bahwa
dalam sebuah sampel sebanyak 139
perusahaan yang berganti auditor setelah
sebuah laporan qualified, hanya lima kasus
yang mengemukakan kemungkinan opinion
shopping.
Lennox (2000) menyatakan bahwa
perusahaan yang melakukan auditor
switching akan menurunkan kemungkinan
mendapatkan opini audit yang tidak
diinginkan, daripada perusahaan yang
tidak melakukan auditor switching.
Perusahaan yang berhasil dalam opinion
shopping melakukan pergantian auditor
dengan harapan mendapat unqualified
opinion dari auditor baru. Teoh (1992)
mengungkapkan bahwa opinion shopping
menyebabkan dampak negatif karena
tujuan pelaporan dalam opinion shopping
dimaksudkan untuk meningkatkan
(memanipulasi) hasil operasi atau kondisi
keuangan perusahaan. Chen dan Church
(1992) melakukan penelitian tentang
pengaruh pemeringkatan obligasi yang
gagal bayar (default) dengan opini going
concern. Hasil penelitiannya memberikan
bukti empiris bahwa adanya suatu asosiasi
yang kuat antara pemeringkatan obligasi
yang gagal bayar dengan opini going
concern oleh perusahaan penerbit obligasi
tersebut. McKeown et al. (1991)
menemukan bukti bahwa auditor hampir
tidak pernah memberikan opini going
concern pada perusahaan yang tidak
mengalami kesulitan keuangan. Krishnan
dan Krishnan (1996) menyatakan bahwa
auditor lebih cenderung untuk
mengeluarkan opini going concern ketika
kemungkinan kebangkrutan berada diatas
28 persen dengan menggunakan model
prediksi Zmijewski. Studi Carcello dan Neal
(2000) dengan menggunakan model
prediksi Zscore Altman menunjukkan
bahwa semakin buruk kondisi keuangan
perusahaan maka semakin besar
probabilitas perusahaan menerima opini
going concern.
Opini auditor merupakan sumber
informasi bagi pihak eksternal perusahaan
sebagai pedoman untuk pengambilan
keputusan. Auditor yang berkualitas dapat
menjamin bahwa laporan (informasi) yang
dihasilkannya reliable. Penelitian mengenai
kualitas auditor banyak dikaitkan dengan
ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP) dan
reputasi KAP. Craswell et al. (1995)
mengungkapkan reputasi auditor kurang
bernilai ketika dalam suatu industri juga
terdapat auditor spesialis. Auditor yang
memiliki spesialisasi industri tertentu
(industry specialization) memiliki
pemahaman dan pengetahuan yang lebih
baik mengenai kondisi lingkungan industri
tersebut.
Kebutuhan akan industry
specialization mendorong auditor untuk
menspesialisasikan diri dan mulai
mengelompokkan klien berdasarkan
bidang industri. Industri yang memiliki
teknologi akuntansi khusus mendorong
auditor spesialis memberikan jaminan
kualitas audit yang lebih tinggi
dibandingkan auditor yang tidak spesialis.
Craswell et al. (1995) menunjukkan bahwa
spesialisasi auditor pada bidang tertentu
merupakan dimensi lain dari kualitas
audit. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa fee auditor spesialis lebih tinggi
dibandingkan auditor non spesialis. Hogan
dan Jeter (1999) menyatakan bahwa
spesialisasi industri membuat auditor
mampu menawarkan kualitas audit yang
lebih tinggi dibandingkan yang tidak
spesialis. Penelitian Hogan dan Jeter (1999)
melihat trend spesialisasi industri mulai
tahun 1976 sampai dengan 1993 serta
faktor-faktor industri yang mempengaruhi
adanya spesialisasi pada kantor akuntan,
seperti adanya peningkatan pangsa pasar
pada kantor-kantor akuntan yang memiliki
spesialisasi, faktor lain yaitu adanya
Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis
Vol. 1 No. 1 Tahun 2012
Lely Kumalawati 5
peningkatan kompetisi diantara kantor
akuntan. Hasil penelitian Hogan dan Jeter
(1999) menunjukkan bahwa tingkat
konsentrasi auditor meningkat selama
perioda amatan. Hogan dan Jeter (1999)
juga menemukan bahwa tingkat
konsentrasi auditor lebih tinggi pada
perusahaan-perusahaan yang teregulasi,
serta memiliki pertumbuhan yang cepat
tetapi tingkat konsentrasi ini rendah pada
industri-industri yang rentan terhadap
risiko litigasi. Temuan lain dari studi
Hogan dan Jeter (1999) adalah bahwa
tingkat konsentrasi meningkat sepanjang
waktu pada industri non regulasi, dengan
demikian peningkatan tingkat konsentrasi
auditor juga terjadi pada industri-industri
yang non regulasi.
Penelitian tentang kualitas audit
telah digambarkan dengan menggunakan
literatur agency dan contracting. Semakin
tinggi kos agensi (kos konflik) maka
semakin besar tuntutan terhadap kualitas
audit yang lebih tinggi, baik oleh manajer
maupun pemegang saham (Watts dan
Zimmerman, 1986). Literatur contracting
theory menyebutkan bahwa akuntansi
berperan penting dalam pembuatan
kontrak dan melakukan monitoring. Fungsi
auditor dalam kontrak dan monitoring
adalah sebagai pihak yang memberikan
kepastian terhadap integritas laporan
keuangan dalam bentuk angka-angka
akuntansi yang dihasilkan oleh auditee yang
kemudian angka-angka tersebut digunakan
sebagai dasar pembuatan kontrak antara
agen dan prinsipal (DeFond, 1992; Francis
dan Wilson, 1988; Palmrose, 1984).
Barbadillo et al. (2004) meneliti
pengaruh kualitas audit terhadap
keputusan going concern. Studinya
menggunakan reputasi auditor sebagai
proksi kualitas audit. Proksi lain dari
kualitas audit adalah industry specialization.
Bruynseels et al. (2006) melakukan
penelitian mengenai hubungan industri
spesialis dengan opini going concern.
Penelitian Barbadillo et al. (2004) dan
Bruynseels et al. (2006) tidak menemukan
bukti yang mendukung bahwa auditor
spesialis lebih sering memberikan opini
going concern kepada perusahaan yang
akan bangkrut. McKeown et al. (1991)
menyatakan bahwa auditor mungkin saja
gagal memberikan pendapat tentang
adanya indikasi kebangkrutan kepada
suatu perusahaan yang ternyata
mengalami kebangkrutan dalam beberapa
tahun mendatang. Hal ini disebabkan
karena perusahaan tersebut sedang berada
dalam posisi ambang batas antara
kebangkrutan dengan kelangsungan
usahanya.
Lenard et al. (2000) menyatakan
bahwa audit report (laporan audit) dengan
modifikasi mengenai going concern
mengindikasikan bahwa dalam penilaian
auditor terdapat risiko perusahaan tidak
dapat bertahan dalam bisnis. Auditor harus
mempertimbangkan hasil dari operasi,
kondisi ekonomi yang mempengaruhi
perusahaan, kemampuan pembayaran
hutang, dan kebutuhan likuiditas di masa
yang akan datang. Barnes dan Huan (1993)
mengungkapkan bahwa permasalahan
going concern diberikan oleh auditor yang
dimasukkan di dalam opini auditnya pada
saat opini tersebut dibuat. Studi McKeown
et al. (1991) mempelajari opini audit dari
perusahaan yang akan segera bangkrut.
Hasil penelitian McKeown et al. (1991)
menunjukkan bahwa perusahaan yang
segera akan bangkrut ternyata menerima
opini tanpa modifikasi dan perusahaan
tersebut lebih sedikit kemungkinannya
mempunyai indikasi-indikasi akan adanya
bahaya keuangan, serta memiliki periode
waktu yang pendek antara akhir tahun
fiskal dengan tanggal laporan audit.
Menurut Altman dan McGough (1974)
masalah going concern terbagi dua, yaitu
masalah keuangan yang meliputi
kekurangan (defisiensi) likuiditas,
defisiensi ekuitas, penunggakan utang,
kesulitan memperoleh dana, serta masalah
operasi yang meliputi kerugian operasi
Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis
Vol. 1 No. 1 Tahun 2012
Lely Kumalawati 6
yang terus-menerus, prospek pendapatan
yang meragukan, kemampuan operasi
terancam, dan pengendalian yang lemah
atas operasi.
Weston dan Copeland (1992)
melakukan penelitian tentang
pertumbuhan perusahaan dalam kaitannya
dengan keputusan going concern.
Pertumbuhan perusahaan oleh Weston dan
Copeland (1992) diproksikan dengan rasio
pertumbuhan penjualan. Penjualan
merupakan kegiatan operasi utama auditee.
Rasio pertumbuhan perusahaan mengukur
seberapa besar perusahaan
mempertahankan posisi ekonominya, baik
dalam industrinya maupun dalam kegiatan
ekonomi secara keseluruhan. Auditee yang
mempunyai rasio pertumbuhan penjualan
positif mengindikasikan bahwa auditee
tersebut dapat mempertahankan posisi
ekonominya dan lebih dapat
mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Penelitian ini menguji opini going concern
terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhinya dengan mengacu pada
studi-studi sebelumnya oleh Chow dan
Rice (1982), Altman (1982) Mutchler (1984,
1985, 1986), McKeown et al. (1991), Chen
dan Church (1992), LaSalle et al. (1996),
Geiger et al. (2000), Carcello dan Neal
(2000), serta Lenox (2002).
Chow dan Rice (1982) menyatakan
bahwa meskipun perusahaan sering
mengganti auditor setelah menerima opini
going concern, masih belum jelas apakah ini
mencerminkan praktik opinion shopping.
Hasil studi Chow dan Rice (1982) selaras
dengan studi Lennox (2002). Hasil-hasil
penelitian tersebut mengindikasikan bahwa
masih besar adanya kemungkinan bahwa
opinion shopping justru terjadi pada
perusahaan yang mempertahankan auditor
lama. Hasil studi McKeown et al. (1991)
selaras dengan temuan Altman (1982),
Chen dan Chruch (1992), Mutchler (1997),
dan Geiger et al. (2000) bahwa sebagian
besar perusahaan sampel yang diteliti yaitu
perusahaan yang mengalami financial
distress dengan menggunakan model
prediksi kebangkrutan adalah perusahaan-
perusahaan yang mendapatkan opini going
concern. Temuan lain studi Chen dan
Chruch (1992) menyatakan bahwa model
prediksi kebangkrutan yang digunakan
lebih akurat dibandingkan dengan opini
yang diberikan auditor. Hasil-hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa
sebagian auditor telah gagal melakukan
tanggungjawab profesionalnya.
Carcello dan Neal (2000)
menemukan bukti bahwa opini going
concern yang diterima pada tahun
sebelumnya mempengaruhi keputusan
auditor untuk menerbitkan kembali opini
going concern tersebut. Hasil temuan ini
memberikan bukti empiris bahwa auditor
dalam menerbitkan opini going concern
akan mempertimbangkan opini going
concern yang telah diterima auditee pada
tahun sebelumnya. LaSalle et al. (1996)
menyatakan bahwa hampir tidak ada
panduan yang jelas atau hasil penelitian
yang dapat dijadikan acuan pemilihan tipe
going concern report yang harus dipilih.
1.2. Motivasi Penelitian
Motivasi penelitian ini adalah
auditor mempunyai tanggung jawab dalam
mengungkapkan masalah going concern
sesuai dengan PSA No. 30 dan SAS No. 59.
Pemberian status going concern bukanlah
suatu tugas yang mudah. Auditor harus
mempunyai pertimbangan yang akurat
sebelum melaksanakan tanggung
jawabnya, mengingat informasi tersebut
akan digunakan oleh berbagai pihak, dan
tidak ada pedoman yang pasti dan
terstruktur mengenai masalah pemberian
opini going concern, sehingga penelitian ini
penting untuk dilakukan. Auditor harus
pandai menganalisis berbagai aspek dan
faktor-faktor yang mempengaruhi opini
going concern.
Penelitian ini menerapkan model
peneliti sebelumnya karena masih terbatas
studi mengenai opini going concern yang
dipublikasikan di Indonesia. Studi
Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis
Vol. 1 No. 1 Tahun 2012
Lely Kumalawati 7
mengenai opini going concern masih
diperlukan hingga saat ini karena going
concern perusahaan merupakan
permasalahan yang kompleks dan terus
ada, sehingga diperlukan faktor-faktor
yang pasti sebagai tolak ukur bagi auditor
dalam menentukan status going concern
perusahaan pada audit repotnya.
Kekonsistenan faktor-faktor tersebut harus
diuji agar dalam keadaan ekonomi yang
fluktuatif, status going concern tetap dapat
diprediksi. Fokus utama dalam penelitian
ini adalah menguji faktor-faktor yang
mempengaruhi opini going concern
diataranya opinion shopping, kualitas audit,
financial distress, opini audit dan
pertumbuhan perusahaan.
1.3. Perumusan Masalah
Opini audit merupakan informasi
penting yang harus disampaikan auditor
ketika mengaudit laporan keuangan
perusahaan. Auditor memiliki tanggung
jawab atas opini audit dan mengevaluasi
status going concern suatu perusahaan
dengan menitikberatkan pada kesesuaian
antara laporan keuangan auditee dan
standar akuntansi yang berlaku umum.
Pemberian opini going concern
mengharuskan auditor menambahkan
paragraf penjelas dalam audit report,
meskipun tidak mempengaruhi pendapat
unqualified opinion yang dinyatakan oleh
auditor. Berdasarkan uraian tersebut diatas
permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini adalah apakah opinion
shopping, kualitas audit, financial distress,
opini audit dan pertumbuhan perusahaan
berpengaruh terhadap opini going concern?
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
menyediakan bukti empiris tentang
pengaruh opinion shopping, kualitas audit,
financial distress, opini audit, dan
pertumbuhan perusahaan terhadap opini
going concern. Opini going concern
merupakan asumsi dalam pelaporan
keuangan suatu entitas dimana entitas
tersebut mengalami kondisi yang
berlawanan dengan asumsi kelangsungan
usaha. Laporan audit dengan modifikasi
mengenai going concern merupakan suatu
indikasi bahwa dalam penilaian auditor
terdapat risiko auditee tidak dapat bertahan
dalam bisnis. Kegagalan auditor dalam
memodifikasi opini terhadap perusahaan
yang mengalami kebangkrutan adalah
suatu kasus dimana suatu perusahaan yang
mengalami kebangkrutan tidak menerima
opini dengan pengecualian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Opini Going Concern
Opini audit merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari laporan audit.
Laporan audit merupakan bagian terakhir
dari keseluruhan proses audit. Opini audit
diberikan oleh auditor setelah melalui
beberapa tahap proses audit sehingga
auditor dapat memberikan kesimpulan atas
atas laporan keuangan auditee. Opini audit
merupakan kesimpulan yang diberikan
auditor atas rangkaian tugas audit dengan
menitikberatkan pada kesesuaian antara
laporan keuangan dengan standar
akuntansi yang berterima umum.
Pernyataan Standar Auditing (PSA) No. 29
paragraf 10 menyebutkan opini audit
terbagi menjadi 5 yaitu:
1. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian
(Unqualified Opinion)
Unqualified opinion merupakan laporan
auditor yang menyatakan bahwa
laporan keuangan menyajikan secara
wajar, dalam semua hal material, posisi
keuangan, hasil usaha, dan arus kas
sebuah usaha tertentu sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum.
2. Pendapat Tanpa Pengecualian dengan
Bahasa Penjelas (Unqualified Opinion
with Explanatory Language)
Unqualified opinion with explanatory
language diberikan jika keadaan
tertentu mengharuskan auditor
menambahkan paragraf penjelasan
Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis
Vol. 1 No. 1 Tahun 2012
Lely Kumalawati 8
(atau bahasa penjelasan lain) dalam
laporan audit, meskipun tidak
mempengaruhi unqualified opinion yang
dinyatakan oleh auditor.
3. Pendapat Wajar dengan Pengecualian
(Qualified Opinion)
Kondisi tertentu mungkin memerlukan
unqualified opinion yang menyatakan
bahwa laporan keuangan menyajikan
secara wajar, dalam semua hal yang
material, posisi keuangan, hasil usaha,
dan arus kas sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum, kecuali
untuk dampak hal yang berkaitan
dengan yang dikecualikan.
4. Pendapat Tidak Wajar (Adverse
Opinion)
Adverse opinion menyatakan bahwa
laporan keuangan tidak menyajikan
secara wajar posisi keuangan, hasil
usaha, dan arus kas sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Opini ini dinyatakan bila menurut
pertimbangan auditor, laporan
keuangan secara keseluruhan tidak
disajikan secara wajar sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum.
5. Pernyataan Tidak Memberikan
Pendapat (Disclaimer of Opinion)
Disclaimer opinion dimaksudkan bahwa
auditor tidak memberikan pendapat
atas laporan keuangan. Pernyataan
tidak memberikan pendapat biasanya
diberikan jika auditor – karena adanya
pembatasan ruang lingkup – tidak
dapat melaksanakan audit yang cukup
untuk memungkinkannya memberikan
pendapat atas laporan keuangan.
Going concern dipakai sebagai
asumsi dalam pelaporan keuangan
sepanjang tidak terbukti adanya informasi
yang menunjukkan hal berlawanan
(contrary information). Informasi yang secara
signifikan dianggap berlawanan dengan
asumsi going concern adalah berhubungan
dengan ketidakmampuan satuan usaha
dalam memenuhi kewajiban pada saat
jatuh tempo tanpa melakukan penjualan
sebagian besar aktiva kepada pihak luar
melalui bisnis biasa, restrukturisasi utang,
perbaikan operasi yang dipaksakan dari
luar dan kegiatan serupa yang lain (PSA
No. 30). Dodd et al. (1984) memberikan
saran bahwa penelitian yang menyelidiki
informasi going concern harus
menggunakan suatu metode yang
mengkontrol penerbitan informasi pada
saat itu, seperti informasi laporan
keuangan.
Penelitian mengenai opini going
concern diantaranya Mutchler (1985)
menggunakan enam rasio keuangan untuk
memprediksi opini going concern oleh
auditee. Keenam rasio tersebut adalah: 1)
cash flow(working capital from operations)/total
liabilities (CFTL); 2) current assets/current
liabilities (CACL); 3) net worth/total liabilities
(NWTL); 4) total long-term liabilities/total
assets (LTDTA); 5) total liabilities/total assets
(TLTA); 6) net income before tax/net sales
(NIBTS). LTDTA, NWTL dan TLTA
berpengaruh signifikan terhadap opini
going concern. Petronela (2004) meneliti
tentang pemberian opini going concern
dengan menggunakan rasio keuangan
profitabilitas dan leverage. Hasil
penelitiannya memperkuat penelitian
sebelumnya, yaitu variabel profitabilitas
berpengaruh signifikan sedangkan leverage
tidak signifikan. Penelitian tersebut
membuktikan bahwa auditor sebelum
mengeluarkan opini audit perlu
mempertimbangkan profitabilitas
perusahaan yang diaudit, sedangkan
kemampuan perusahaan untuk membayar
hutang tidak terlalu diperhatikan oleh
auditor dalam memberikan opini audit.
2.2. Opinion Shopping
Pembuat kebijakan dalam beberapa
tahun belakang megekspresikan
kekhawatiran atas opinion shopping. Geiger
et al. (2000) menemukan bukti terjadinya
peningkatan pergantian auditor yang
mengeluarkan opini going concern pada
perusahaan yang mengalami financial
disstress (kesulitan keuangan). Kondisi
Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis
Vol. 1 No. 1 Tahun 2012
Lely Kumalawati 9
tersebut memungkinkan manajemen untuk
berpindah ke auditor lain apabila
perusahaannya terancam menerima opini
going concern. Fenomena seperti ini disebut
opinion shopping. Studi Krishnan (1994)
mengemukakan bahwa pergantian auditor
dipicu oleh perlakuan konservatif daripada
oleh pengeluaran opini qualified. Tingkat
pergantian tampaknya lebih tinggi saat
pendapat qualified didasarkan pada sebuah
aplikasi konservatif. Perlakuan konservatif
dari pengganti dibandingkan dengan non
pengganti menunjukkan bahwa klien
kemungkinan mungkin mencoba untuk
mencari opini yang lebih baik.
Teoh (1992) mengungkapkan
bahwa perusahaan biasanya melakukan
auditor switching untuk menghindari opini
going concern dalam dua cara. Pertama, jika
auditor bekerja pada perusahaan tertentu
maka perusahaan dapat mengancam
melakukan auditor switching. Kedua,
meskipun auditor tersebut independen,
perusahaan akan memberhentikan akuntan
publik (auditor) yang cenderung
memberikan opini going concern, atau
sebaliknya akan menunjuk auditor yang
tidak cenderung memberikan opini going
concern. Penelitian Chow dan Rice (1982)
menemukan bukti bahwa pergantian
auditor didorong oleh diterimanya qualified
opinion dari auditor. Studi pergantian
auditor yang didasari motivasi opinion
shopping juga dilakukan oleh Sarhan et al.
(1991), dan Krishnan, (1994) yang
menunjukkan bahwa opini yang diberikan
auditor merupakan salah satu faktor
pendorong auditor switching. Perusahaan
yang tidak menerima unqualified opinion
kemungkinan akan mempengaruhi
pandangan para pengguna informasi
laporan keuangan atas reputasi klien yang
kurang baik. Pergantian auditor karena
motivasi opinion shopping juga akan
mempengaruhi kualitas audit.
2.3. Kualitas Audit
Kualitas audit merupakan hal
penting yang menjadi perhatian auditor
dalam suatu pekerjaan audit. Kualitas audit
yang baik akan tercapai jika auditor
menjalankan langkah audit dengan benar.
Investor akan lebih cenderung pada data
akuntansi yang dihasilkan dari kualitas
audit yang tinggi. DeAngelo (1981)
mendefinisikan kualitas audit sebagai
probabilitas bahwa auditor akan
menemukan dan melaporkan pelanggaran
pada sistem akuntansi klien. Deis dan
Giroux (1992) menjelaskan bahwa
probabilitas untuk menemukan
pelanggaran tergantung pada kemampuan
teknis auditor dan probabilitas melaporkan
pelanggaran tergantung pada
independensi auditor.
Kasus manipulasi akuntansi yang
terjadi di Amerika Serikat menunjukkan
bahwa telah terjadi reduced audit quality
(penurunan kualitas audit) sehingga
memicu terbitnya Peraturan BAPEPAM
nomor Kep-20/PM/2002 per tanggal 12
November 2002 serta SK Menteri Keuangan
nomor 423/KMK-06/2002. Pada lampiran
Keputusan Ketua BAPEPAM nomor Kep-
20/PM/2002 terdapat Peraturan nomor
VIII.A.2 yang berisikan tentang
independensi akuntan yang memberikan
jasa audit di pasar modal. Peraturan
tersebut diantaranya membatasi hubungan
auditee dan auditor selama jangka waktu
tertentu, yaitu emiten harus mengganti
kantor akuntan tiap 5 tahun dan tiap 3
tahun untuk auditor, selain itu pemberian
jasa non audit tertentu, seperti menjadi
konsultan pajak, konsultan manajemen
disamping pemberian jasa audit pada
seorang klien tidak diperkenankan karena
dapat mengganggu independensi auditor.
Peraturan tersebut kemudian
disempurnakan dalam Peraturan Menteri
Keuangan No. 17/PMK.01/2008, di mana
pemberian jasa audit umum atas laporan
keuangan dari suatu entitas dilakukan oleh
KAP paling lama untuk 6 (enam) tahun
buku berturut-turut dan oleh seorang
Akuntan Publik paling lama untuk 3 (tiga)
tahun buku berturut-turut.
Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis
Vol. 1 No. 1 Tahun 2012
Lely Kumalawati 10
Deis dan Giroux (1992) melakukan
penelitian tentang empat hal dianggap
mempunyai hubungan dengan kualitas
audit yaitu: 1) lama waktu auditor telah
melakukan pemeriksaan terhadap suatu
perusahaan (tenure), semakin lama seorang
auditor telah melakukan audit pada klien
yang sama maka kualitas audit yang
dihasilkan akan semakin rendah; 2) jumlah
klien, semakin banyak jumlah klien maka
kualitas audit akan semakin baik karena
auditor dengan jumlah klien yang banyak
akan berusaha menjaga reputasinya; 3)
kesehatan keuangan klien, semakin sehat
kondisi keuangan klien maka akan ada
kecenderungan klien tersebut untuk
menekan auditor agar tidak mengikuti
standar; dan 4) review oleh pihak ketiga,
kualitas audit akan meningkat jika auditor
tersebut mengetahui bahwa hasil
pekerjaannya akan di review oleh pihak
ketiga. Meier dan Fuglister (1992)
mengungkapkan bahwa kualitas audit
menurut konsep kos kualitas tradisional
yang terdiri dari 3 (tiga) kategori aktivitas
yang perlu dianalisis. Kategori itu adalah
persiapan, penilaian dan aktivitas
kegagalan.
Mutchler et al. (1997)
mengungkapkan bahwa auditor skala besar
dapat menyediakan kualitas audit yang
lebih baik dibanding auditor skala kecil,
termasuk dalam mengungkapkan masalah
going concern. Kemampuan auditor untuk
merencanakan dan melakukan sebuah
audit berkualitas telah digambarkan
sebagai sebuah fungsi dari penilaian audit
(Pincus, 1990; Hogarth, 1991) dan kinerja
program audit (McDaniel, 1990; Kelley dan
Margheim, 1990).
2.4. Financial Distress
Financial distress (kesulitan
keuangan) perusahaan terjadi sebelum
kebangkrutan. Studi yang berkaitan
dengan kondisi financial distress pada
umumnya menggunakan rasio keuangan
perusahaan. Perluasan penelitian yang
berkaitan dengan prediksi financial distress
suatu perusahaan telah dilakukan dengan
memasukkan variabel-variabel penjelas
lain yaitu kondisi ekonomi, opini yang
diberikan auditor pada laporan keuangan
kliennya dan perbedaan industri. Studi
yang menggunakan rasio keuangan untuk
memprediksi kondisi financial distress suatu
perusahaan dilakukan oleh Zmijewski
(1984) Lau (1987), Plat dan Plat (1990),
Poston et al. (1994), Doumpos dan
Zopounidis (1999). Studi Plat dan Plat
(1990) tentang financial distress dan
kebangkrutan perusahaan dilakukan
dengan menggunakan sampel pada
beberapa industri. Perbedaan industri
dikontrol dengan menggunakan industry
normalizing ratios. Plat dan Plat (1990)
menguji stabilitas dan kelengkapan model
kebangkrutan berdasarkan industry-relative
ratio yang dibandingkan dengan rasio yang
tidak disesuaikan berdasarkan jenis
industrinya. Hasil penelitian Plat dan Plat
(1990) memberikan bukti bahwa industry
relative ratio memiliki tingkat klasifikasi
yang lebih tinggi dibandingkan dengan
rasio keuangan yang tidak disesuaikan
berdasarkan jenis industrinya. Mutchler
(1985) meninjau opini audit untuk
perusahaan yang bermasalah. Perusahaan
yang bermasalah didefinisikan sebagai
perusahaan yang memiliki sedikitnya satu
di antara ciri-ciri dalam penelitian Mutchler
(1984) sebelumnya. Ciri-ciri tersebut
adalah: 1) arus kas negatif; 2) pendapatan
operasi negatif; 3) modal kerja negatif; 4)
kerugian pada tahun berjalan, atau defisit
saldo laba tahun berjalan. Informasi
tersebut secara umum digunakan untuk
melihat perbedaan antara going concern
opinion dengan non going concern opinion
pada perusahaan yang bermasalah. Chen
dan Church (1992) juga menyatakan bahwa
perusahan yang bermasalah setidaknya
memenuhi salah satu dari kriteria berikut:
1) ekuitas yang negatif; 2) arus kas yang
negatif; 3) laba operasi yang negatif; 4)
modal kerja yang negatif; 5) laba bersih
yang negatif; atau 6) laba ditahan yang
Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis
Vol. 1 No. 1 Tahun 2012
Lely Kumalawati 11
negatif. Hasil penelitian Chen dan Church
(1992) memberikan bukti empiris bahwa
rasio-rasio keuangan merupakan indikator
yang penting untuk memprediksi opini
going concern.
Mutchler et al. (1997) melakukan
analisis univariat dan menemukan bukti
empiris bahwa auditor big six (sekarang big
four) lebih cenderung menerbitkan opini
going concern pada perusahaan yang
mengalami financial distress dibandingkan
auditor non big six. Palmrose (1988)
menunjukkan bahwa auditor yang berasal
dari kantor akuntan non big eight lebih
sering berhadapan dengan risiko litigasi
dibandingkan auditor yang berasal dari
kantor akuntan big eight. Lennox (1999)
juga menyatakan bahwa auditor dari
kantor akuntan big eight lebih akurat
dibandingkan auditor dari kantor akuntan
non big eight. Realitas yang tampak akhir-
akhir ini menunjukkan bahwa ternyata
kasus-kasus manipulasi akuntansi justru
melibatkan kantor-kantor akuntan besar.
2.5. Opini Audit
Krisis keuangan yang melanda
beberapa negara di Asia termasuk
Indonesia pada tahun 1997, membawa
dampak buruk bagi kelangsungan hidup
entitas bisnis. Lingkungan risiko yang
merupakan dampak dari memburuknya
kondisi ekonomi mengakibatkan makin
meningkatnya opini qualified going concern
dan disclaimer untuk penugasan tahun 1998.
Studi LaSalle et al. (1996) dengan
menggunakan regresi logistik
menunjukkan bahwa perusahaan-
perusahaan yang menerima disclaimer lebih
cenderung memiliki bad news items, sangat
sedikit good news items, dan kontrol internal
yang lebih lemah daripada perusahaan-
perusahaan yang menerima unqualified
modified report.
Mutchler (1985) menguji pengaruh
ketersediaan informasi publik terhadap
prediksi opini going concern, yaitu tipe opini
audit yang telah diterima perusahaan.
Hasilnya menunjukkan bahwa model
discriminant analysis yang memasukkan tipe
opini audit tahun sebelumnya mempunyai
akurasi prediksi keseluruhan yang paling
tinggi sebesar 89,9 persen dibanding model
yang lain. Juniarti (2000) menyatakan
bahwa berapa hal yang memicu masalah
going concern ketika terjadi krisis keuangan
pada tahun 1997 adalah perusahaan-
perusahaan memiliki rasio hutang
terhadap modal yang tinggi, saldo hutang
jangka pendek dalam jumlah besar yang
segera jatuh tempo, mengalami penurunan
modal (capital deficiency) yang signifikan,
kerugian keuangan (financial losses) yang
disebabkan karena kerugian nilai tukar,
menanggung beban-beban keuangan,
kerugian operasional dan tidak adanya
action plans yang jelas dari pihak
manajemen.
2.6. Pertumbuhan Perusahaan
Pertumbuhan perusahaan
merupakan suatu harapan yang diinginkan
oleh pihak internal dan eksternal
perusahaan. Pertumbuhan perusahaan
dapat memberikan aspek positif bagi
perusahaan. Perusahaan yang bertumbuh
bagi investor merupakan suatu prospek
yang menguntungkan karena investasi
yang ditanamkan diharapkan akan
memberikan return yang tinggi. Kebijakan
perusahaan pada perusahaan yang
bertumbuh merupakan implementasi teori
contracting dan hal ini merupakan berita
baik bagi para investor sehingga mereka
akan merespon berita tersebut secara
positif pada harga saham. Perusahaan yang
tidak tumbuh mempunyai kebijakan
akuntansi dan pendanaan yang bertolak
belakang dengan perusahaan yang
tumbuh. Myers (1977) menyatakan bahwa
perusahaan dengan tingkat pertumbuhan
yang tinggi lebih cenderung untuk
memperkecil tingkat utang.
Pertumbuhan perusahaan juga
dapat dilihat dari growth opportunities
(kesempatan bertumbuh) yang diukur dari
market to book value of equity. Weston dan
Bringham (2005) menyatakan bahwa rasio
Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis
Vol. 1 No. 1 Tahun 2012
Lely Kumalawati 12
nilai pasar (market value ratios) adalah
serangkaian rasio yang mengkaitkan harga
saham perusahaan dengan labanya dan
dengan nilai bukunya per saham. Rasio
tersebut memberi indikasi kepada
manajemen mengenai apa pendapat
investor tentang prestasi perusahaan di
masa lalu dan prospeknya untuk masa
mendatang. Weston dan Copeland (1995)
juga menyatakan rasio market to book value
of equity mengukur nilai yang diberikan
pasar keuangan kepada manajemen dan
organisasi perusahaan sebagai perusahaan
yang terus tumbuh. Perusahaan dengan
rasio pertumbuhan yang positif berarti
perusahaan tersebut dapat
mempertahankan posisi ekonominya dan
lebih mampu untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Rasio
pertumbuhan yang semakin tinggi
mengindikasikan semakin kecil perusahaan
tersebut memperoleh opini going concern.
Perusahaan dengan rasio yang negatif
mengindikasikan kecenderungan yang
lebih besar ke arah kebangkrutan dan akan
semakin besar pula kemungkinan seorang
auditor memberikan opini going concern.
Chen dan Cruch (1996) mengungkapkan
bahwa auditee yang menerima opini going
concern akan mengalami return negatif di
sekitar publikasi laporan audit.
2.7. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Variabel
Dependen
Variabel
Independen
1
2
3
4
5
6
OPINION
SHOPPING
KUALITAS
AUDIT
FINANCIAL
DISTRESS
OPINI
AUDIT
PERTUMBUHAN
PERUSAHAAN
DEBT
DEFAULT
OPINI
GOING CONCERN
Keterangan:
1 = menurut Lennox (2002).
2 = menurut Mutchler et al. (1997).
3 = menurut Altman dan Mc Gough (1974),
Koh dan Killough (1990), Koh (1991).
4 = menurut Mutchler (1985).
5 = menurut Haskins dan Williams (1990),
DeFond (1992), Weston dan Copeland
(1992), Woo dan Koh (2001).
6 = menurut Chen dan Church (1992).
= area penelitian.
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual
Penelitian
Pada gambar 2.1. daerah yang
ditandai dengan garis putus-putus
merupakan faktor-faktor yang diuji dalam
penelitian ini. Opinion shopping, kualitas
audit, financial distress, opini audit dan
pertumbuhan perusahaan merupakan
variabel independen yang mempengaruhi
opini going concern. Daerah di luar garis
putus-putus (debt default) merupakan
variabel independen yang mempengaruhi
opini going concern (Chen dan Chruch,
1992) tetapi tidak diteliti dalam penelitian
ini. Debt default atau kegagalan membayar
hutang didefinisikan sebagai kelalaian atau
kegagalan perusahaan untuk membayar
hutang pokok atau bunganya pada saat
jatuh tempo (Chen dan Church, 1992). Debt
default tidak diteliti karena variabel ini
memiliki kesamaan dengan financial distress
yaitu proksi yang digunakan untuk
Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis
Vol. 1 No. 1 Tahun 2012
Lely Kumalawati 13
mengukur kedua variabel tersebut adalah
sama yaitu menggunakan prediksi
kebangkrutan.
2.8. Perumusan Hipotesis
2.8.1. Opinion Shopping dan Opini Going
Concern
Opini qualified cenderung kurang
disukai oleh klien. Klien berusaha
menghindari memperoleh opini qualified.
Penelitian sebelumnya yang berhasil
membuktikan bahwa qualified opinion
merupakan salah satu determinan pemicu
perpindahan auditor yang dilakukan Chow
dan Rice (1982), Craswell (1988), dan Dye
(1991). Bryan et al. (2005) mengungkapkan
bahwa manajer dapat menunda atau
menghindari opini going concern dengan
memberikan laporan keuangan yang yang
baik untuk meyakinkan auditor atau
dengan melakukan auditor switching
dengan harapan bahwa auditor baru tidak
memberikan opini going concern. Lennox
(2000) menggunakan model pelaporan
audit untuk memprediksi opini audit dan
menguji dampaknya pada pergantian
auditor. Hasil studi Lennox (2000)
menunjukkan bahwa perusahan-
perusahaan di Inggris melakukan praktik
opinion shopping. Studi-studi tersebut
mendasari perumusan hipotesis pertama
dalam penelitian ini yaitu:
H1 : opinion shopping berpengaruh
terhadap opini going concern.
2.8.2. Kualitas Audit dan Opini Going
Concern
Craswell et al. (1995) menyatakan
bahwa klien biasanya mempersepsikan
auditor yang berasal dari KAP besar dan
memiliki afiliasi dengan KAP internasional
memiliki kualitas yang lebih tinggi karena
auditor tersebut memiliki karakteristik
yang dapat dikaitkan dengan kualitas,
seperti pelatihan, pengakuan internasional,
serta adanya peer review. John (1991)
menunjukkan bahwa kualitas auditor
meningkat sejalan dengan besarnya KAP
tersebut. DeAngelo (1981) mengungkapkan
bahwa peningkatan kualitas audit akan
mempertinggi skala KAP dan juga akan
berpengaruh pada klien dalam memilih
KAP. Sharma dan Sidhu (2001)
menggolongkan reputasi KAP ke dalam
skala big six firms dan non big six firms
untuk melihat tingkat independensi serta
kecenderungan sebuah KAP terhadap
besarnya biaya audit yang diterimanya.
Vanstraelen (2002) menguji hubungan
antara insentif ekonomi auditor dan tujuan
menerbitkan opini going concern dalam
suatu batasan ligitimasi lingkungan bisnis
di Belgia. Hasil studi Vanstraelen (2002)
menunjukkan bahwa menyarankan bahwa
para auditor dari Belgia secara signifikan
lebih suka untuk menerbitkan opini going
concern kepada klien yang mau membayar
biaya audit yang tinggi. Mutchler et al.
(1997) menyatakan semakin besar skala
auditor akan semakin besar kemungkinan
auditor untuk menerbitkan opini going
concern. Studi-studi tersebut mendasari
perumusan hipotesis kedua dalam
penelitian ini yaitu:
H2 : kualitas audit berpengaruh
terhadap opini going concern.
2.8.3. Financial Distress dan Opini Going
Concern
Carcello dan Neal (2000)
menyatakan bahwa semakin buruk kondisi
keuangan perusahaan maka semakin besar
probabilitas perusahaan menerima opini
going concern. Altman dan McGough (1974)
menemukan bukti bahwa tingkat prediksi
kebangkrutan dengan menggunakan suatu
model prediksi mencapai tingkat
keakuratan 82%, sedangkan dengan
menggunakan opini audit, tingkat
keakuratan hanya mencapai 46%. Schwartz
dan Menon (1985) juga mengungkapkan
perusahaan yang berpotensi bangkrut lebih
cenderung melakukan pergantian auditor
dibandingkan perusahaan yang sehat
karena di dalam lingkungan perusahaan
berpotensi bangkrut terdapat pengaruh
yang besar terhadap putusnya hubungan
kerja antara manajemen dan auditor,
seperti adanya permasalahan metoda
Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis
Vol. 1 No. 1 Tahun 2012
Lely Kumalawati 14
akuntansi, ketidakpuasan terhadap
pendapat auditor, atau ketidakpuasan
terhadap kinerja auditor. Studi Lenard et al.
(2000) memberikan gambaran pengujian
dari fuzzy clustering dan model hybrid yang
akan mendukung keputusan auditor pada
saat menyelesaikan evaluasi tentang going
concern. Lenard et al. (2000)
mengungkapkan suatu ramalan di mana
suatu perusahaan akan bangkrut atau tidak
termasuk dalam salah satu komponen atas
keputusan going concern. Perusahaan yang
dinyatakan dalam kategori bangkrut akan
membantu kepastian dalam opini auditor
yang berkaitan dengan going concern suatu
entitas bisnis. Studi-studi tersebut
mendasari perumusan hipotesis ketiga
dalam penelitian ini yaitu:
H3 : financial distress berpengaruh
terhadap opini going concern.
2.8.4. Opini Audit dan Opini Going
Concern
Menurut Mutchler (1986) opini
audit yang tepat jika perusahaan klien
menerima atau tidak menerima opini going
concern dalam tahun berjalan, dan diwaktu
berikutnya maka akan mengalami atau
tidak mengalami kebangkrutan. Ketiadaan
opini going concern pada perusahaan yang
mengalami kebangkrutan menunjukkan
bahwa auditor merasa yakin terhadap
upaya perusahaan klien untuk
memperbaiki perputaran dan kinerja
perusahaannya di masa yang akan datang
dengan menerapkan rencana-rencana
seperti restrukturisasi utang, rencana
rekonstruksi (Mutchler, 1986; Barnes dan
Huan, 1993), auditor enggan untuk
mengeluarkan opini going concern karena
self fulfilling prophecy (Mutchler, 1984;
Taffler dan Tseung, 1984), auditor khawatir
dengan memberikan opini going concern
akan kehilangan kliennya, yang berarti
pula auditor akan kehilangan
pendapatannya (Kida, 1980; Barnes dan
Huan, 1993). Mutchler (1984) menyatakan
bahwa perusahaan yang menerima opini
going concern pada tahun sebelumnya lebih
cenderung untuk menerima opini yang
sama pada tahun berjalan. Studi-studi
tersebut mendasari perumusan hipotesis
keempat dalam penelitian ini yaitu:
H4 : opini audit berpengaruh terhadap
opini going concern.
2.8.5. Pertumbuhan Perusahaan dan Opini
Going Concern
Pertumbuhan aset perusahaan
menunjukan pertumbuhan kekuatan
perusahaan dalam industri. Pertumbuhan
perusahaan mengindikasikan kemampuan
perusahaan dalam mempertahankan
kelangsungan usahanya. Perusahaan
dengan negative growth mengindikasikan
kecenderungan yang lebih besar ke arah
kebangkrutan. Weston dan Copeland
(1992) menyatakan bahwa rasio
pertumbuhan penjualan digunakan untuk
mengukur kemampuan auditee dalam
pertumbuhan tingkat penjualan. Auditee
yang mempunyai rasio pertumbuhan
penjualan positif mengindikasikan bahwa
auditee tersebut dapat mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Auditee dengan
rasio pertumbuhan penjualan yang tinggi
mengindikasikan semakin kecil
kemungkinan auditor menerbitkan opini
going concern.
Pada perusahaan yang tingkat
pertumbuhan perusahaannya baik, akan
terjadi ekspansi dalam organisasi bisnis
tersebut. Perusahaan kemungkinan
melakukan pergantian auditor dengan
tujuan auditor yang baru diharapkan
mampu mengakomodasi ekspansi dalam
perusahaan tersebut, sehingga auditor
tersebut tidak mengeluarkan opini going
concern. Pertumbuhan perusahaan juga
merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap opini going concern
(Haskins dan Williams, 1990). Studi-studi
tersebut mendasari perumusan hipotesis
kelima dalam penelitian ini yaitu:
H5 : pertumbuhan perusahaan
berpengaruh terhadap opini going
concern.
Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis
Vol. 1 No. 1 Tahun 2012
Lely Kumalawati 15
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan
pendekatan positivist. Jenis penelitian ini
adalah penelitian pengujian hipotesis
(hypothesis testing). Penelitian pengujian
hipotesis umumnya merupakan penelitian
yang menjelaskan fenomena dalam bentuk
hubungan antar variabel (Indriantoro dan
Supomo, 2002:89). Penelitian ini menguji
pengaruh opinion shopping, kualitas audit,
financial distress, opini audit, dan
pertumbuhan perusahaan terhadap opini
going concern.
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini
adalah perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Periode data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tahun 2004-2007.
Periode ini dipilih karena tahun 2004-2007
merupakan periode kondisi ekonomi
normal beberapa tahun setelah terjadinya
krisis ekonomi. Periode ini juga menarik
untuk diteliti, dalam kaitannya dengan
praktik opinion shopping di Indonesia
karena merupakan periode setelah
dikeluarkannya Peraturan BAPEPAM
nomor Kep-20/PM/2002 per tanggal 12
November 2002 serta SK Menteri Keuangan
nomor 423/KMK-06/2002 yang berisi
pembatasan hubungan auditee dan auditor
selama jangka waktu tertentu untuk
auditor dalam membuktikan tingkat
kepatuhan auditee dan independensi
auditor.
Pemilihan sampel penelitian
didasarkan pada metode penyampelan
bersasaran (purposive sampling method)
dengan tujuan untuk mendapatkan sampel
yang representatif sesuai dengan kriteria
yang telah ditentukan. Elemen populasi
yang dipilih sebagai sampel dibatasi pada
elemen-elemen yang dapat memberikan
informasi berdasarkan pertimbangan.
Kriteria yang digunakan untuk pemilihan
sampel adalah:
1. Sampel yang digunakan dalam
penelitian adalah perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI
berturut-turut mulai tahun 2004 sampai
2007.
2. Sampel adalah emiten yang memiliki
tahun buku per 31 Desember.
3. Mengalami laba bersih setelah pajak
yang negatif sekurangnya satu periode
laporan keuangan selama periode
pengamatan (tahun 2004-2007).
4. Data laporan keuangan lengkap.
5. Perusahaan yang dijadikan sampel
selama periode penelitian tidak
melakukan delisting dari BEI.
Hasil seleksi dari sampel penelitian
ditunjukkan pada Tabel 3.1. berikut ini:
Tabel 3.1. Jumlah Sampel Berdasarkan
Kriteria Seleksi Sampel
No. Kriteria Jumlah
1. Perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI berturut-turut tahun
2004-2007
145
2. Tahun buku selain 31 Desember (0)
3. Tidak mengalami laba bersih setelah
pajak yang negatif sekurangnya satu
periode laporan keuangan selama
periode pengamatan (tahun 2004-
2007)
(69)
4. Data laporan keuangan tidak
lengkap
(0)
5. Perusahaan melakukan delisting dari
BEI
(5)
Jumlah Akhir Sampel Penelitian 71
Data dalam penelitian ini
menggunakan data sekunder yang
diperoleh dari laporan keuangan auditan
perusahaan manufaktur yang terdaftar di
BEI pada tahun 2004-2007 yang telah
dipublikasikan. Data pendukung diambil
dari Indonesian Capital Market Directory
(ICMD) tahun 2004 dan 2007. Data-data
tersebut tersedia di database Pojok BEI
Universitas Brawijaya.
3.3. Model Penelitian
Penelitian dengan topik opini going
concern terus dilakukan. Perkembangan
Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis
Vol. 1 No. 1 Tahun 2012
Lely Kumalawati 16
baru mengenai topik ini adalah adanya
fenomena opinion shopping (auditor
switching). Lennox (2000) menggunakan
model pelaporan audit untuk memprediksi
opini yang tidak diteliti dan menguji
dampaknya pada pergantian auditor. Hasil
dari metode ini berkesimpulan bahwa
perusahan-perusahaan di Inggris
melakukan praktik opinion shopping.
Mutchler et al. (1997) menemukan bukti
bahwa auditor yang tergabung dalam skala
besar (big six) cenderung menerbitkan opini
going concern pada perusahaan yang
mengalami financial distress dibandingkan
auditor skala kecil (non big six), dan auditor
skala besar dapat mengungkapkan masalah
going concern. Hal ini membuktikan bahwa
auditor skala besar memiliki kualitas audit
yang tinggi.
Hasil penelitian Carcello dan Neal
(2000), dan Rahmadhany (2004)
menunjukkan bahwa opini going concern
yang diterima pada tahun sebelumnya
mempengaruhi keputusan auditor untuk
menerbitkan kembali opini going concern
tersebut pada tahun berjalan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa auditor belum merasa
yakin akan kelangsungan hidup
perusahaan di masa yang akan datang
sehingga auditor cenderung menerbitkan
kembali opini going concern dengan tujuan
memberikan motivasi kepada perusahaan
untuk mempertahankan kelangsungannya
yang lebih baik.
Opini going concern kemungkinan
besar tidak akan diberikan kepada
perusahaan yang mengalami pertumbuhan
perusahaan yang terus meningkat dari
tahun ke tahun (Haskins dan Williams,
1990). Pertumbuhan perusahaan dapat
dilihat dari kenaikan penjualan yang akan
memberi peluang kepada auditee untuk
memperoleh peningkatan laba. Kenaikan
penjualan perusahaan menunjukkan
pertumbuhan kekuatan perusahaan dalam
operasinya. Perusahaan yang mempunyai
sales growth positif mempunyai
kecenderungan untuk dapat
mempertahankan kelangsungan usahanya,
sehingga semakin kecil kemungkinan
auditor untuk menerbitkan opini going
concern. Berdasarkan penelitian-penelitian
sebelumnya model penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Variabel
Dependen
Variabel
Independen
OPINION
SHOPPING
KUALITAS
AUDIT
FINANCIAL
DISTRESS
OPINI
GOING CONCERN
PERTUMBUHAN
PERUSAHAAN
OPINI
AUDIT
Gambar 3.1. Model Penelitian
3.4. Definisi Konseptual dan Operasional
Variabel
Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah opini going concern
yang diukur dengan menggunakan
variabel dummy. Dimana kategori 1 untuk
auditee yang menerima opini going concern
dan kategori 0 untuk auditee yang
menerima opini non going concern. Variabel
independen terdiri opinion shopping,
kualitas audit, financial distress, opini audit
dan pertumbuhan perusahaan. Definisi
operasional variabel-variabel penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Opini Going Concern
Opini going concern merupakan opini
audit modifikasi yang dalam
pertimbangan auditor terdapat
ketidakmampuan atau ketidakpastian
signifikan atas kelangsungan hidup
perusahaan dalam menjalankan
operasinya (SPAP, 2001). Opini going
concern diberi kode 1, sedangkan opini
non going concern diberi kode 0.
2. Opinion Shopping
Opinion shopping merupakan suatu
kondisi dimana perusahaan melakukan
Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis
Vol. 1 No. 1 Tahun 2012
Lely Kumalawati 17
pergantian auditor apabila perusahaan
klien terancam menerima opini going
concern (Geiger et al., 2000) dan untuk
memperoleh opini yang lebih baik
pada tahun berikutnya (Lennox, 2000).
Pengukuran opinion shopping dalam
penelitian ini menggunakan metode
yang diterapkan oleh Lennox (2000,
2002) dengan menggunakan model
pergantian auditor adalah sebagai
berikut:
AS = θ0 + θ
1(GC
1 - GC0) + θ
2Z93 +
θ3RS + θ
4ALAG + e
Keterangan:
AS = auditor switching.
(GC1 - GC
0) = variabel opinion shopping
yang menangkap
dampak perbedaan
pelaporan karena
keputusan pergantian
auditor.
Z93 = prediksi kebangkrutan
menggunakan Revised
Altman Model (1993).
RS = return saham dihitung
berdasarkan penelitian
Lennox (2002).
ALAG = jumlah hari antara akhir
periode akuntansi
sampai dikeluarkannya
laporan audit.
Dimana return saham dihitung
berdasarkan penelitian Lennox (2002)
sebagai berikut:
1-it1-ititit SP/SPDPSSPRS
Keterangan:
RS = return saham perusahaan i
pada tahun t.
SPit = harga saham perusahaan i
pada tahun t.
DPSit = dividend per share
perusahaan i pada tahun t.
SPit-1 = harga saham perusahaan i
pada tahun t-1.
3. Kualitas Audit
Kualitas audit merupakan kepercayaan
pemakai jasa auditor bahwa auditor
memiliki kekuatan monitoring yang
secara umum tidak dapat diamati.
Kualitas auditor biasanya diproksikan
dengan menggunakan reputasi auditor.
DeAngelo (1981) menyatakan bahwa
auditor skala besar memiliki insentif
yang lebih untuk menghindari kritikan
kerusakan reputasi dibandingkan pada
auditor skala kecil. Auditor skala besar
juga lebih cenderung untuk
mengungkapkan masalah-masalah
yang ada karena auditor tersebut lebih
kuat menghadapi risiko proses
pengadilan. Pernyataan tersebut
menggambarkan bahwa auditor skala
besar memiliki insentif lebih dalam
mendeteksi dan melaporkan masalah
going concern perusahaan kliennya.
Mutchler (1986) menggunakan proksi
skala KAP untuk variabel reputasi KAP
untuk melihat kecenderungan opini
audit yang diberikan kepada
perusahaan yang bermasalah. Reputasi
KAP sebagai proksi kualitas audit
dalam penelitian Sharma dan Sidhu
(2001) digolongkan ke dalam skala big
six firms dan non big six firms. Kualitas
audit dalam penelitian ini diproksikan
dengan menggunakan skala auditor.
Pengukuran skala auditor didasarkan
pada studi Mutchler et al. (1997).
Variabel ini diukur dengan variabel
dummy, 1 untuk auditor yang
tergabung dalam skala besar (big four)
dan 0 untuk auditor yang bukan (non
big four).
4. Financial Distress
Financial distress merupakan suatu
kondisi di mana perusahaan
mengalami kesulitan keuangan dan
dikhawatirkan mengalami
kebangkrutan sehingga perusahaan
tidak mampu untuk melunasi
kewajibannya. Financial distress
diprediksi dengan menggunakan rasio-
rasio berdasarkan penelitian
sebelumnya (Altman dan McGough,
(1974); Koh dan Killough, (1990)).
Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis
Vol. 1 No. 1 Tahun 2012
Lely Kumalawati 18
Peneliti sebelumnya memberikan suatu
kesimpulan bahwa model prediksi
kebangkrutan menggunakan rasio-
rasio keuangan lebih akurat
dibandingkan pendapat auditor dalam
mengelompokkan perusahaan
bangkrut dan tidak bangkrut. Financial
distress dalam penelitian ini
menggunakan Revised Altman Model
(1993). Revised Altman Model (1993)
merupakan model yang dikembangkan
sebelumnya mengalami revisi yang
tujuannya adalah agar model
prediksinya tidak hanya digunakan
pada perusahaan manufaktur tetapi
juga dapat digunakan untuk
perusahaan selain manufaktur. Model
Revisi Altman adalah sebagai berikut:
Z’ = 0,717 Z1 + 0,874 Z2 + 3,107 Z3 +
0,420 Z4 + 0,998 Z5
Keterangan:
Z’ = z-score revised Altman Model.
Z1 = working capital/total asset.
Z2 = retained earnings/total asset.
Z3 = earnings before interest and
taxes/total asset.
Z4 = book value of equity/book value of
debt.
Z5 = sales/total asset.
5. Opini Audit
Opini audit merupakan opini yang
diterima oleh auditee atas laporan
keuangan auditan pada tahun
sebelumnya. Penelitian yang dilakukan
oleh Carcello dan Neal (2000)
menemukan bukti empiris bahwa ada
hubungan positif signifikan antara
opini going concern yang diterima tahun
sebelumnya dengan opini going concern
tahun berjalan. Opini audit dalam
penelitian ini menggunakan variabel
dummy yaitu opini going concern (GCO)
diberi kode 1, sedangkan opini non
going concern (NGCO) diberi kode 0.
6. Pertumbuhan Perusahaan
Pertumbuhan perusahaan merupakan
perubahan ukuran perusahaan klien
(Woo dan Koh, 2001). Pertumbuhan
perusahaan dalam penelitian ini
menggambarkan tingkat pertumbuhan
perusahaan. Perusahaan yang
bertumbuh menggambarkan suatu
prospek yang menguntungkan bagi
investor karena investasi yang
ditanamkan diharapkan akan
memberikan return yang tinggi.
Variabel pertumbuhan perusahaan
dalam penelitian ini prediksi dengan
menggunakan rasio pertumbuhan
penjualan yaitu mengukur
kemampuan auditee dalam
pertumbuhan tingkat penjualan seperti
yang digunakan Haskins dan Williams
(1990), DeFond (1992), Weston dan
Copeland (1992), Woo dan Koh (2001),
sebagai berikut:
SALGR
Keterangan:
SALGR = rasio
pertumbuhan
penjualan.
Penjualan Bersiht = penjualan bersih
pada tahun t.
Penjualan Bersiht-1 = penjualan bersih
pada tahun t-1.
3.5. Model Analisis Data
Penelitian ini menggunakan regresi
logistik (logistic regression). Gujarati (2003)
menyatakan bahwa regresi logistik
mengabaikan heteroscedasitiy, artinya
variabel dependen tidak memerlukan
homoscedacity untuk masing-masing
variabel independennnya. Model regresi
logistik yang digunakan untuk menguji
hipotesis sebagai berikut:
SALGRβPRIOPβ
Z93βADTRβASβαGC-1
GC Ln
54
321
Keterangan:
GC-1
GC Ln = opini going concern yang
diproksikan dengan
variabel dummy [kategori 1
untuk auditee dengan opini
going concern (GCO), dan
kategori 0 untuk auditee
-1t
-1tt
Bersih Penjualan
Bersih Penjualan-Bersih Penjualan
Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis
Vol. 1 No. 1 Tahun 2012
Lely Kumalawati 19
dengan opini non going
concern (NGCO)].
α = konstanta.
β1 – β5 = koefisien regresi.
AS opinion shopping yang
diproksikan dengan
menggunakan auditor
swiching.
ADTR = kualitas auditor yang
diproksikan dengan
variabel dummy [kategori 1
untuk auditor yang
tergabung dalam big four,
dan kategori 0 untuk
auditor yang tidak
tergabung dalam big four].
Z93 = financial distress yang
diukur dengan
menggunakan Revised
Altman Model (1993).
PRIOP = opini audit yang diterima
pada tahun sebelumnya
yang diproksikan dengan
variabel dummy [kategori 1
untuk opini going concern
(GCO), dan kategori 0
untuk opini non going
concern (NGCO)].
SALGR = rasio pertumbuhan
penjualan auditee.
= kesalahan residual.
3.6. Statistik Deskriptif
Teknik analisis deskriptif
digunakan untuk mengungkap gambaran
data secara deskriptif yaitu dengan cara
menginterpretasikan hasil pengolahan data
nominal empirik dan deskripsi data seperti
mean, median, dan standar deviasi untuk
mengetahui keadaan data berdasarkan
hasil penelitian. Hasil analisis deskriptif
berguna untuk mendukung interpretasi
terhadap hasil analisis dengan teknik
lainnya.
3.7. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas digunakan
untuk mengetahui apakah dalam model
regresi terdapat hubungan linier yang
sempurna atau mendekati sempurna di
antara beberapa atau semua variabel yang
menjelaskan dari model regresi. Jika
variabel-variabel yang menjelaskan
berkorelasi satu sama lain maka sangat
sulit untuk memisahkan pengaruhnya
masing-masing dan untuk mendapatkan
penaksiran yang baik bagi koefisien-
koefisien regresi.
Penelitian ini menggunakan nilai
pearson correlation untuk mendeteksi ada
atau tidaknya korelasi antar variabel atau
multikolinearitas. Nilai koefisien korelasi
(r) > 0,8 berarti terjadi multikolinearitas,
sebaliknya jika (r) < 0,8 maka tidak terjadi
multikolinearitas.
3.8. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan
dengan analisis multivariat menggunakan
regresi logistik, yang variabel bebasnya
merupakan kombinasi antara metric dan
non metric. Teknik analisis ini tidak
memerlukan lagi uji normalitas data pada
variabel bebasnya. Regresi logistik
umumnya dipakai jika asumsi multivariat
distribusi normal tidak dipenuhi (Ghozali,
2005). Kuncoro (2004) juga menyatakan
bahwa regresi logistik tidak memiliki
asumsi normalitas atas variabel bebas yang
digunakan dalam model. Artinya, variabel
penjelas tidak harus memiliki distribusi
normal, linear, maupun memiliki varian
yang sama dalam setiap grup.
Tahapan pengujian regresi logistik
adalah sebagai berikut:
3.8.1. Menguji Kelayakan Model Regresi
Pengujian kelayakan model regresi
dinilai dengan menggunakan Hosmer and
Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Nilai
statistik Hosmer and Lemeshow Goodness of fit
lebih besar daripada 0,01 maka hipotesis
nol tidak dapat ditolak dan berarti model
mampu memprediksi nilai observasinya
atau dapat dikatakan model dapat diterima
karena sesuai dengan data observasinya
(Ghozali, 2005).
3.8.2. Menguji Keseluruhan Model
(Overall Model Fit)
Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis
Vol. 1 No. 1 Tahun 2012
Lely Kumalawati 20
Pengujian keseluruhan model
dilakukan dengan membandingkan nilai
antara -2 Log Likelihood (-2LL) pada awal
(block number = 0) dengan nilai -2 Log
Likelihood (-2LL) pada akhir (block number =
1). Adanya pengurangan nilai antara -2LL
awal (initial -2LL function) dengan nilai -2LL
pada langkah berikutnya (-2LL akhir)
menunjukkan bahwa model yang
dihipotesiskan fit dengan data. Log
Likelihood pada regresi logistik mirip
dengan pengertian "Sum of Square Error"
pada model regresi, sehingga penurunan
Log Likelihood menunjukkan model regresi
semakin baik (Ghozali, 2005).
3.8.3. Menguji Koefisien Determinasi (R2)
Pengujian koefesien determinasi
pada model regresi logistik ditunjukkan
oleh nilai Nagelkerke R Square. Nagelkerke R
Square merupakan modifikasi dari keofisien
Cox dan Snell untuk memastikan bahwa
nilainya bervariasi dari 0 (nol) sampai 1
(satu). Hal ini dilakukan dengan cara
membagi nilai Cox dan Snell’s R Square
dengan nilai maksimumnya. Nilai
Nagelkerke R Square dapat diinterpretasikan
seperti nilai R Square pada regresi berganda
(Ghozali, 2005).
3.8.4. Matrik Klasifikasi
Matrik klasifikasi 2 x 2 menghitung
nilai estimasi yang benar (correct) dan salah
(incorrect). Pada kolom merupakan dua
nilai prediksi dari variabel dependen yaitu
opini going concern (1) dan opini non going
concern (0), sedangkan pada baris
menunjukkan nilai observasi
sesungguhnya dari nilai variabel dependen
opini going concern (1) dan opini non going
concern (0). Pada model yang sempurna,
maka semua kasus akan berdada pada
diagonal dengan tingkat ketepatan
peramalan 100%. Jika model logistik
mempunyai homoskedastisitas, maka
prosentase yang benar akan sama untuk
kedua baris (Ghozali, 2005).
3.8.5. Estimasi Parameter dan
Interpretasinya
Estimasi maksimum likelihood
parameter dari model dapat dilihat melalui
koefisien regresi (Ghozali, 2005). Koefisien
regresi dari tiap variabel yang diuji
menunjukkan bentuk hubungan antar
variabel. Pengujian hipotesis dilakukan
dengan cara membandingkan antara nilai
probabilitas (sig) dengan tingkat signifikasi
(α).
BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Analisis
4.1.1. Hasil Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif merupakan
metode numerik dan grafis untuk
mengenali pola sejumlah data, kemudian
merangkum informasi yang terdapat dalam
data dan menyajikan informasi tersebut
dalam bentuk yang diinginkan. Jenis data
dalam penelitian ini terbagi menjadi dua
kategori, yaitu data berbentuk nominal
(opini going concern, kualitas audit, dan
opini audit) dan data berbentuk rasio
(opinion shopping, financial distress, dan
pertumbuhan perusahaan). Data dalam
statistik deskriptif meliputi rata-rata (mean),
maksimum, minimum, standar deviasi, dan
sebagainya. Hasil statistik deskriptif
terhadap variabel penelitian yang memiliki
kategori data rasio dengan menggunakan
metode pooled data diperoleh sebanyak 284
data observasi.
Hasil analisis statistik deskriptif
untuk variabel opinion shopping yang
diukur dengan model pergantian auditor
menunjukkan nilai minimum sebesar -
1,781; nilai maksimum sebesar 0,552
dengan rata-rata dan standar deviasi
masing-masing sebesar -0,278 dan 0,368.
Financial distress yang diukur dengan
prediksi kebangkrutan menujukkan nilai
statistik deskriptif untuk variabel ini
dengan nilai minimum sebesar -4,299; nilai
maksimum sebesar 6,805 dengan rata-rata
dan standar deviasi masing-masing sebesar
0,943 dan 1,639. Hasil analisis statistik
Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis
Vol. 1 No. 1 Tahun 2012
Lely Kumalawati 21
deskriptif untuk variabel pertumbuhan
perusahaan yang diukur dengan rasio
pertumbuhan penjualan menunjukkan nilai
minimum sebesar -0,906; nilai maksimum
sebesar 8,518 dengan rata-rata dan standar
deviasi masing-masing sebesar 0,184 dan
0,665. Hasil analisis statistik deskriptif
untuk ketiga variabel tersebut
menunjukkan kirasan nilai minimum dan
maksimun memiliki jarak yang cukup
besar, dan nilai deviasi standar lebih besar
dari nilai rata-rata yang berarti data yang
digunakan dalam penelitian ini heterogen.
4.1.2. Profil Perusahaan Sampel
Hasil analisis profil perusahaan
yang dijadikan sampel berdasarkan
kategori opini going concern, kualitas audit,
dan opini audit, dari 284 data observasi
diperoleh sebanyak 179 observasi atau 63%
dari total observasi yang mendapatkan
opini non going concern (NGCO), dan
sebanyak 37 observasi atau 37% dari total
observasi yang mendapatkan opini going
concern (GCO). 175 observasi atau 61,6%
dari total observasi menggunakan jasa KAP
non big four, dan sebanyak 109 observasi
atau 38,4% dari total observasi
menggunakan jasa KAP big four, dan 181
observasi atau 63,7% dari total observasi
menerima opini non going concern pada
tahun sebelumnya, dan sebanyak 103
observasi atau 36,3% menerima opini going
concern pada tahun sebelumnya.
4.1.3. Hasil Uji Multikolinearitas
Model regresi logistik ideal adalah
model regresi yang bebas dari adanya
korelasi yang kuat antara variabel
bebasnya (multikolinieritas). Pengujian
multikolinearitas dilakukan dengan
menggunakan matrik korelasi antar
variabel bebas untuk melihat besarnya
korelasi antar variabel independen yang
ditunjukkan oleh nilai pearson correlation.
Nilai koefisien korelasi (r) > 0,8 maka
terjadi multikolinearitas, sebaliknya jika (r)
< 0,8 maka tidak terjadi multikolinearitas.
Hasil perhitungan korelasi antar
variabel bebas menunjukkan bahwa tidak
ada korelasi antar variabel bebas atau
dapat dikatakan tidak terjadi
multikolinearitas. Hal tersebut ditunjukkan
oleh nilai koefisien korelasi (r) antar
variabel bebas yang lebih kecil dari 0,8.
4.1.4. Hasil Uji Hipotesis
Pengujian terhadap hipotesis
bertujuan untuk membuktikan pengaruh
opinion shopping, kualitas audit, financial
distress, opini audit dan pertumbuhan
perusahaan terhadap opini going concern.
Variabel dependen pada penelitian ini
berbentuk nominal, maka pengujian
terhadap hipotesis dilakukan
menggunakan uji regresi logistik dengan
level (α) = 1%. Tahapan pengujian dengan
menggunakan uji regresi logistik dijelaskan
sebagai berikut:
4.1.4.1. Hasil Uji Kelayakan Model
Regresi
Hasil pengujian kelayakan model
regresi dinilai dengan menggunakan
Hosmer and Lemeshow Test yang
menunjukkan nilai Chi-square sebesar 9,131
dengan signifikansi (nilai p) sebesar 0,331.
Berdasarkan hasil tersebut, karena nilai
signifikansi lebih besar dari 0,01 maka
model regresi disimpulkan mampu
memprediksi nilai observasinya dan layak
untuk digunakan dalam analisis
selanjutnya.
4.1.4.2. Hasil Uji Keseluruhan Model
(Overall Model Fit)
Hasil pengujian keseluruhan model
menunjukkan bahwa nilai -2LL awal (block
Number = 0) adalah sebesar 374,212 dan
nilai -2LL akhir (block number = 1) sebesar
217,951. Setelah dimasukkan kelima
variabel independen nilai -2LL akhir
mengalami penurunan menjadi sebesar
217,951. Penurunan likelihood (-2LL) ini
menunjukkan model regresi yang lebih
baik atau dengan kata lain model yang
dihipotesiskan telah memiliki kesesuaian
dengan data.
4.1.4.3. Hasil Uji Koefisien Determinasi
(R2)
Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis
Vol. 1 No. 1 Tahun 2012
Lely Kumalawati 22
Hasil pengujian koefisien
determinasi menunjukkan nilai Nagelkerke
R Square sebesar 0,578 yang berarti
variabilitas variabel dependen yang dapat
dijelaskan oleh variabel independen adalah
sebesar 57,8%. Sisanya sebesar 42,2%
dijelaskan oleh variabel-variabel lain di
luar model penelitian.
4.1.4.4. Hasil Perhitungan Matrik
Klasifikasi
Matrik klasifikasi menunjukkan
kekuatan prediksi dari model regresi untuk
memprediksi opini going concern oleh
perusahaan. Hasil perhitungan matrik
klasifikasi antar variabel bebas
menunjukkan kekuatan prediksi dari
model regresi untuk perusahaan yang
menerima opini non going concern adalah
sebesar 88,3%. Hal ini berarti model regresi
yang digunakan memprediksi sebanyak
158 observasi (88,3%) yang diprediksi akan
menerima opini non going concern dari total
179 observasi yang menerima opini non
going concern. Kekuatan prediksi model
perusahaan yang menerima opini going
concern adalah sebesar 79% yang berarti
model regresi yang digunakan
memprediksi terdapat sebanyak 83
observasi (79%) yang menerima opini going
concern dari total 105 observasi yang
menerima opini going concern.
4.1.4.5. Model Regresi Logistik yang
Terbentuk
Hasil uji regresi logistik disajikan
pada tabel 4.1. berikut ini:
Tabel 4.1. Hasil Uji Regresi Logistik
SALGRβPRIOPβ
Z93βADTRβASβαGC-1
GC Ln
54
321
Variabel Koefisien
Regresi
Standard
Error
Nilai
Wald Nilai-p
Constant -1,393 0,327 18,150 0,000
Opinion
Shopping 0,206 0,437 0,221 0,638
Kualitas
Audit -0,083 0,366 0,051 0,821
Financial
Distress -0,485 0,127 14,630 0,000*
Opini 3,199 0,354 81,634 0,000*
Audit
Pertumbuhan
Perusahaan -0,311 0,384 0,656 0,418
* signifikan secara statistik pada level (α) = 1%.
Berdasarkan Tabel 4.1. hasil
pengujian terhadap koefisien regresi
menghasilkan model sebagai berikut:
199,3
1,393
0,311SALGR
-PRIOP0,485Z93
-0,083ADTR -0,206AS-GC-1
GC Ln
Berdasarkan model regresi yang
terbentuk di atas, hasil pengujian terhadap
hipotesis dapat dijelaskan sebagai berikut.
Hipotesis pengaruh opinion
shopping terhadap opini going concern
menunjukkan bahwa variabel opinion
shopping memiliki koefisien regresi positif
sebesar 0,206 dan standard error sebesar
0,437; dengan nilai wald sebesar 0,221 dan
probabilitas (p) sebesar 0,638. Nilai tersebut
secara statistik tidak signifikan pada α =
1%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
opinion shopping tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap opini going concern.
Hipotesis pengaruh kualitas audit
terhadap opini going concern menunjukkan
bahwa variabel kualitas audit memiliki
koefisien regresi negatif sebesar -0,083 dan
standard error sebesar 0,366; dengan nilai
wald sebesar 0,051 dan probabilitas (p)
sebesar 0,821. Nilai tersebut secara statistik
tidak signifikan pada α = 1%. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa kualitas audit tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap
opini going concern.
Hipotesis pengaruh financial
distress terhadap opini going concern
menunjukkan bahwa variabel financial
distress memiliki koefisien regresi negatif
sebesar -0,485 dan standard error sebesar
0,127; dengan nilai wald sebesar 14,630 dan
probabilitas (p) sebesar 0,000. Nilai tersebut
secara statistik signifikan pada α = 1%.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa
financial distress berpengaruh secara
signifikan terhadap opini going concern.
Hipotesis pengaruh opini audit
terhadap opini going concern menunjukkan
Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis
Vol. 1 No. 1 Tahun 2012
Lely Kumalawati 23
bahwa variabel opini audit memiliki
koefisien regresi positif sebesar 3,199 dan
standard error sebesar 0,354 dengan nilai
wald sebesar 81,634 dan probababilitas (p)
sebesar 0,000. Nilai tersebut secara statistik
signifikan pada α = 1%. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa opini audit
berpengaruh secara signifikan terhadap
opini going concern.
Hipotesis pengaruh pertumbuhan
perusahaan terhadap opini going concern
menunjukkan bahwa variabel
pertumbuhan perusahaan memiliki
koefisien regresi negatif sebesar -0,311 dan
standard error sebesar 0,384; dengan nilai
wald sebesar 0,656 dan probabilitas (p)
sebesar 0,418. Nilai tersebut secara statistik
tidak signifikan pada α = 1%. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa pertumbuhan
perusahaan tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap opini going concern.
4.2. Pembahasan Hasil Penelitian
4.2.1. Pengaruh Opinion Shopping
terhadap Opini Going Concern
Berdasarkan hasil pengujian
pengaruh opinion shopping terhadap opini
going concern, penelitian ini gagal
menemukan adanya pengaruh signifikan
variabel opinion shopping terhadap opini
going concern. Hasil ini secara umum tidak
mendukung hasil penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Craswell (1988), Dye
(1991), Lennox (2000), dan Bryan et al.
(2005), akan tetapi mendukung hasil
penelitian Chow dan Rice (1982), dan Teoh
(1992).
Hasil pengujian yang gagal
menemukan adanya pengaruh signifikan
dari variabel oponion shopping menunjukkan
adanya perbedaan fakta opini going concern
pada pasar modal Indonesia dengan pasar
modal di luar negeri, khususnya apabila
dihubungkan dengan kecenderungan
tindakan opinion shopping oleh perusahaan.
Kondisi di Indonesia lebih sesuai dengan
praktik opinion shopping seperti yang
dikemukakan Teoh (1992) yaitu argumen
ancaman pergantian auditor, dan auditor
akhirnya mengeluarkan opini non going
concern. Fakta pada hasil penelitian ini
sejalan dengan pendapat dari Chow dan
Rice (1982) yang menyatakan walaupun
perusahaan sering mengganti auditor
setelah menerima opini going concern, akan
tetapi tindakan tersebut masih belum jelas
apakah merupakan cerminan praktik
opinion shopping atau tidak. Adanya
kemungkinan bahwa opinion shopping
justru terjadi pada perusahaan yang
mempertahankan auditor lama. Bukti
empiris ini juga menunjukkan indikasi
auditor di indonesia kurang independen.
4.2.2. Pengaruh Kualitas Audit terhadap
Opini Going Concern
Berdasarkan hasil pengujian
pengaruh kualitas audit terhadap opini
going concern, penelitian ini gagal
menemukan adanya pengaruh signifikan
variabel kualitas audit terhadap opini going
concern. Hasil ini tidak mendukung hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Mutchler et al. (1997) menemukan bukti
empiris bahwa auditor skala besar (big four)
lebih cenderung mengeluarkan opini going
concern pada perusahaan yang mengalami
kesulitan keuangan dibandingkan auditor
berskala kecil (non big four). Penelitian ini
mendukung studi yang dilakukan oleh
Geiger et al. (2000), Barbadillo et al. (2004)
dan Bruynseels et al. (2006) yaitu kualitas
audit tidak berpengaruh terhadap opini
going concern. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa perusahaan yang menggunakan jasa
dari KAP big four maupun non big four tidak
cenderung memberikan opini going concern
kepada perusahaan yang akan bangkrut.
Hal tersebut kemungkinan disebabkan
kegagalan auditor dalam memprediksi
indikasi kebangkrutan di masa yang akan
datang, dan perusahaan kemungkinan juga
berada dalam posisi ambang batas antara
kebangkrutan dengan kelangsungan
usahanya.
Hasil penelitian ini juga sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis
Vol. 1 No. 1 Tahun 2012
Lely Kumalawati 24
Barnes dan Huan (1993) yang tidak
menemukan bukti empiris bahwa kualitas
audit berpengaruh terhadap opini going
concern meskipun proksi yang digunakan
berbeda. Barnes dan Huan (1993)
menggunakan proksi reputasi auditor yang
menunjukkan bahwa ketika seorang
auditor memiliki reputasi yang baik maka
auditor tersebut akan berusaha
mempertahankan reputasinya, dan
menghindarkan diri dari hal-hal yang
dapat merusak reputasinya.
Penelitian Altman dan McGough
(1974) mengemukakan bahwa model
prediksi kebangkrutan yang digunakan
lebih akurat dibandingkan dengan opini
yang diberikan auditor. Konsisten dengan
argumentasi tersebut, hasil penelitian ini
juga menunjukkan bahwa profesi auditor
telah gagal melakukan tanggung jawab
profesionalnya dalam memberikan opini
audit pada laporan keuangan perusahaan.
4.2.3. Pengaruh Financial Distress
terhadap Opini Going Concern
Berdasarkan hasil pengujian
pengaruh financial distress terhadap opini
going concern, penelitian ini berhasil
menemukan adanya pengaruh signifikan
variabel financial distress terhadap opini
going concern. Hasil ini mendukung studi
Altman dan McGough (1974) yang
menemukan bukti bahwa tingkat prediksi
kebangkrutan dengan menggunakan suatu
model prediksi memiliki kemampuan
prediksi yang lebih baik apabila
dibandingkan dengan penggunaan opini
audit.
Kondisi keuangan perusahaan
menggambarkan tingkat kesehatan
perusahaan sesungguhnya. Auditor hampir
tidak pernah memberikan opini going
concern pada perusahaan yang tidak
mengalami kesulitan keuangan (McKeown
et al. 1991). Hasil pengujian yang
menghasilkan adanya arah pengaruh
positif signifikan dari variabel financial
distress menunjukkan bahwa auditor lebih
cenderung untuk mengeluarkan opini going
concern ketika kemungkinan kebangkrutan
perusahaan semakin tinggi, yang
ditunjukkan oleh semakin buruk kondisi
keuangan perusahaan. Konsisten dengan
hasil pengujian terhadap variabel kualitas
audit, fakta pada penelitian ini
menunjukkan bahwa model prediksi
kebangkrutan ternyata lebih akurat dalam
memprediksi tingkat kesulitan keuangan
perusahaan apabila dibandingkan dengan
opini yang diberikan auditor, seperti yang
dikemukakan oleh Altman dan McGough
(1974).
4.2.4. Pengaruh Opini Audit terhadap
Opini Going Concern
Berdasarkan hasil pengujian
pengaruh opini audit terhadap opini going
concern, penelitian ini berhasil menemukan
adanya pengaruh signifikan variabel opini
audit terhadap opini going concern. Hasil ini
mendukung hasil penelitian Mutchler
(1984), dan Carcello dan Neal (2000).
Mutchler (1984) menemukan bahwa
perusahaan yang menerima opini going
concern pada tahun sebelumnya lebih
cenderung untuk menerima opini yang
sama pada tahun berjalan, sedangkan
Carcello dan Neal (2000) menemukan bukti
bahwa opini going concern yang diterima
pada tahun sebelumnya mempengaruhi
keputusan auditor untuk menerbitkan
kembali opini going concern tersebut. Hasil
temuan ini memberikan bukti empiris
bahwa auditor dalam menerbitkan opini
going concern akan mempertimbangkan
opini going concern yang telah diterima oleh
auditee pada tahun sebelumnya.
Mutchler (1984) juga memberikan
pendapat bahwa pada umumnya auditor
melakukan dengan cara melibatkan banyak
pertimbangan. Pertimbangan auditor
tersebut meliputi banyak aspek
permasalahan yang terjadi, dan terkadang
diperlukan informasi yang berasal dari
hasil audit tahun sebelumnya.
Pertimbangan atas informasi audit
sebelumnya termasuk bagian dalam dalam
prosedur analitis. Auditor akan
Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis
Vol. 1 No. 1 Tahun 2012
Lely Kumalawati 25
membandingkan data klien yang diaudit
dengan data yang sama pada periode
sebelumnya dalam mengevaluasi laporan
keuangan klien.
Auditor dalam mengeluarkan opini
audit suatu perusahaan perlu memberikan
pernyataan mengenai kemampuan
perusahaan dalam mempertahankan
kelangsungan hidup usahanya, terlebih
lagi ada keraguan mengenai kelangsungan
hidup suatu perusahaan maka auditor
perlu mengungkapkannya dalam laporan
opini audit. Hasil pengujian yang berhasil
menemukan arah pengaruh positif
signifikan menunjukkan bahwa auditor
tidak akan dengan mudah menghilangkan
opini going concern pada periode
sebelumnya, sampai perusahaan
mengalami perbaikan dalam kondisi
keuangannya yang bisa dijadikan
pertimbangan positif akan kelangsungan
hidup perusahaan.
4.2.5. Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan
terhadap Opini Going Concern
Berdasarkan hasil pengujian
pengaruh pertumbuhan perusahaan
terhadap opini going concern, penelitian ini
gagal menemukan adanya pengaruh
signifikan variabel pertumbuhan
perusahaan terhadap opini going concern.
Hasil ini mendukung penelitian Haskins
dan Williams (1990), tetapi tidak
mendukung studi Weston dan Copeland
(1992) yang menemukan bahwa rasio
pertumbuhan penjualan bisa digunakan
untuk mengukur kemampuan auditee
dalam mempertahankan kelangsungan
hidup perusahaan.
Pengujian yang gagal menemukan
adanya pengaruh signifikan dari variabel
pertumbuhan perusahaan menunjukkan
bahwa pada perusahaan manufaktur di
Indonesia pertumbuhan penjualan
perusahaan tidak selalu diikuti dengan
kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba yang positif. Hal
tersebut bisa disebabkan karena
pertumbuhan penjualan tidak mampu
diiringi oleh kemampuan perusahaan
dalam melakukan efisiensi terhadap
pengeluaran biaya operasional sehingga
rasio kenaikan biaya lebih tinggi daripada
rasio kenaikan laba perusahaan. Hal
tersebut menyebabkan model prediksi
tidak mampu menganalisis adanya
hubungan langsung antara tingkat
pertumbuhan perusahaan dengan opini
going concern oleh auditor.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Penelitian ini menguji faktor-faktor
yang mempengaruhi opini going concern.
Faktor-faktor tersebut meliputi opinion
shopping, kualitas audit, financial distress,
opini audit, dan pertumbuhan perusahaan.
Analisis ini dilakukan untuk memberikan
bukti empiris faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap opini going concern.
Kesimpulan yang dapat dibuat
berdasarkan pengujian hipotesis adalah
sebagai berikut. Pertama, faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap opini going
concern adalah financial distress dan opini
audit. Hasil pengujian terhadap variabel
financial distress dan opini audit
menunjukkan bahwa auditor lebih
cenderung mengeluarkan opini going
concern ketika kemungkinan kebangkrutan
perusahaan semakin tinggi, dan auditor
tidak dengan mudah menghilangkan opini
going concern untuk periode yang akan
datang dengan pertimbangan opini going
concern pada periode sebelumnya, sampai
perusahaan mengalami perbaikan dalam
kondisi keuangannya yang bisa dijadikan
pertimbangan positif akan kelangsungan
hidup perusahaan. Kedua, faktor-faktor
yang tidak berpengaruh terhadap opini
going concern adalah opinion shopping,
kualitas audit, dan pertumbuhan
perusahaan. Hasil pengujian terhadap
ketiga variabel tersebut menunjukkan
bahwa adanya pergantian auditor
Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis
Vol. 1 No. 1 Tahun 2012
Lely Kumalawati 26
mengindikasikan penerimaan qualified
opinion dari auditor baru, sehingga profesi
auditor dapat dikatakan gagal melakukan
tanggungjawab profesionalnya dalam
memberikan opini pada laporan keuangan
perusahaan, dan adanya tingkat
pertumbuhan penjualan tidak menjamin
perusahaan menerima opini non going
concern oleh auditor.
Penelitian ini berhasil menemukan
adanya pengaruh signifikan variabel
financial distress dan opini audit terhadap
opini going concern. Temuan yang berhasil
membuktikan pengaruh positif signifikan
variabel financial distress konsisten dengan
penelitian Altman dan McGough (1974),
dan McKeown et al. (1991). Hasil pengujian
ini menunjukkan bahwa model prediksi
kebangkrutan lebih akurat dalam
memprediksi tingkat kesulitan keuangan
perusahaan apabila dibandingkan dengan
opini yang diberikan auditor. Temuan yang
berhasil membuktikan pengaruh positif
signifikan variabel opini audit terhadap
opini going concern kosisten dengan
penelitian Mutchler (1984), dan Carcello
dan Neal (2000). Hasil temuan ini
memberikan bukti empiris bahwa auditor
dalam menerbitkan opini going concern
akan mempertimbangkan opini going
concern yang diterima auditee pada tahun
sebelumnya.
Penelitian ini gagal menemukan
adanya pengaruh signifikan variabel
opinion shopping, kualitas audit, dan
pertumbuhan perusahaan terhadap opini
going concern. Temuan yang tidak
menemukan adanya pengaruh signifikan
variabel oponion shopping terhadap opini
going concern konsisten dengan penelitian
yang dilakukan oleh Chow dan Rice (1982),
Sarhan et al. (1991), Teoh (1992), dan
Krishnan (1994). Hasil pengujian ini
menunjukkan bahwa perusahaan yang
menerima opini going concern akan
menunjuk auditor yang tidak cenderung
memberikan opini going concern. Temuan
yang tidak menemukan adanya pengaruh
signifikan variabel kualitas audit terhadap
opini going concern konsisten dengan
penelitian Barnes dan Huan (1993), Geiger
et al. (2000), Barbadillo et al. (2004) dan
Bruynseels et al. (2006). Hasil pengujian ini
menunjukkan bahwa auditor yang
tergabung dalam KAP big four maupun non
big four belum tentu dapat dapat
menyediakan kualitas audit yang baik
terutama dalam mengungkapkan masalah
going concern. Temuan yang tidak
menemukan adanya pengaruh signifikan
variabel pertumbuhan perusahaan
terhadap opini going concern konsisten
dengan penelitian Haskins dan Williams
(1990). Hasil pengujian ini menunjukkan
bahwa auditor dalam memberikan opini
going concern tidak hanya memperhatikan
pertumbuhan perusahaan, karena adanya
tingkat pertumbuhan penjualan tidak
menjamin kelangsungan hidup
perusahaan.
5.2. Implikasi Penelitian Selanjutnya
Penelitian selanjutnya dapat
dikembangkan dengan menggunakan lebih
dari satu proksi pertumbuhan perusahaan,
seperti menggunakan pertumbuhan aktiva
atau nilai pasar saham. Pertumbuhan
aktiva atau nilai pasar saham pada
beberapa kasus dapat digunakan untuk
mengukur daya saing perusahaan,
sehingga hasil penelitian dapat
memberikan hasil yang berbeda dengan
proksi pertumbuhan penjualan.
Penelitian selanjutnya juga bisa
dikembangkan pada industri non
manufaktur dengan menambahkan rasio-
rasio fundamental pada variabel
independen sehingga model regresi yang
dibentuk memiliki kemampuan prediksi
yang lebih baik. Rasio-rasio fundamental
pada industri non manufaktur memiliki
karakteristik yang berbeda dengan industri
manufaktur, sehingga penelitian
selanjutnya untuk industri non manufaktur
akan memberikan gambaran yang jelas
pada sektor industri yang berbeda.
5.3. Keterbatasan Penelitian
Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis
Vol. 1 No. 1 Tahun 2012
Lely Kumalawati 27
Terdapat beberapa keterbatasan
dalam penelitian ini. Pertama,
menggunakan pertumbuhan penjualan
sebagai proksi dari pertumbuhan
perusahaan. Pada beberapa kasus,
pertumbuhan penjualan masih kurang
mampu digunakan untuk mengukur daya
saing perusahaan dalam industri dimana
perusahaan tersebut bergerak.
Pertumbuhan penjualan pada penelitian ini
dapat memberikan gambaran bahwa
perusahaan yang bertumbuh tidak selalu
menghasilkan laba yang positif, sehingga
kelangsungan hidup perusahaan belum
tentu dapat diprediksi dengan peningkatan
penjualan. Kedua, menggunakan kualitas
audit yang diproksikan dengan skala
auditor. Peneliti tidak mempertimbangkan
proksi kualitas audit yang mencerminkan
proses audit seperti upaya audit (audit
effort) dan produk audit, seperti kualitas
laporan keuangan auditan.
5.4. Saran
Keterbatasan yang terdapat pada
penelitian ini dapat memberi arah bagi
pengembangan penelitian selanjutnya.
Saran yang dapat diberikan bagi penelitian
yang akan datang adalah sebagai berikut.
Pertama, berkaitan dengan proksi kualitas
audit, penelitian selanjutnya dapat
menggunakan auditor industry specialization
diukur dengan persentase jumlah
perusahaan yang diaudit oleh sebuah KAP
(auditor) dalam satu industri. Auditor
industry specialization dapat digunakan
untuk membangun reputasi auditor. Proksi
lain dari kualitas audit yang dapat
digunakan bagi penelitian selanjutnya
adalah menggunakan akrual diskresioner,
dimana semakin tinggi nilai akrual
diskresioner menunjukkan kualitas audit
yang lebih rendah. Kedua, memasukkan
variabel tambahan seperti rotasi auditor
dan rasio keuangan yang lain sehingga
hasil penelitian akan lebih bisa
memprediksi penerbitan opini going concern
dengan lebih tepat. Ketiga, jumlah tahun
pengamatan lebih diperpanjang sehingga
dapat melihat kecenderungan trend
penerbitan opini going concern oleh auditor
dalam jangka panjang dengan tetap
memperhatikan pembedaan antara periode
krisis moneter dengan periode kondisi
ekonomi normal.
DAFTAR PUSTAKA
Altman, Edward I. 1968. Financial Ratios,
Discriminant Analysis and the
Prediction of Corporate
Bankruptcy. The Journal of Finance.
September. Vol. XXIII, No. 4, p.
589-609.
_________. 1982. Accounting Implications
of Failure Predictions Models.
Journal of Accounting, Auditing and
Finance. Summer. p. 4-19.
_________, dan McGough, T. 1974.
Evaluation of a Company as a
Going Concern. Journal of
Accountancy. December. p. 50-57.
Barbadillo, R., Emiliano, Nivez Gomez-
Aguilar, Cristina De Fuentes-
Barbera dan Maria Antonia Garcia-
Benau, 2004. Audit Quality and the
Going-Concern Decision making
Process. European Accounting
Review. Vol. 13, No. 4, p. 597-620.
Barnes, Paul dan H. D. Huan. 1993. The
Auditors Going Concern Decision:
Some UK Evidence Concerning
Independence and Competence.
Journal of Business, Finance &
Accounting. Januari. Vol. 20, No. 2,
p. 213-228.
Bruynseels, Liesbeth, W. Robert Knechels
dan Marleen Willekens. 2006. Do
Industry Specialist and Business
Risk Auditors Enhance Audit
Reporting Accuracy. Working Paper.
www.google.com. Diakses tanggal
4 Maret 2009.
Carcello, J.V., dan T.L. Neal. 2000. Audit
Committee Composition and
Auditor Reporting. The Accounting
Review . Vol. 75, No. 4, p. 453-467.
Chen, K.C., dan B.K. Church. 1992. Default
on Debt Obligations and the
Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis
Vol. 1 No. 1 Tahun 2012
Lely Kumalawati 28
Issuance of Going-Concern Report.
Auditing: Journal Practice and Theory.
Fall. p 30-49.
Chow, C.W., dan S.J. Rice. 1982. Qualified
Audit Opinions and Auditor
Switching. The Accounting Review.
April. Vol. 57, p. 326-335.
Craswell, A.T., J.R. Francis, dan S.L. Taylor.
1995. Auditor Brand Name
Reputations and Industry
Specializations. Journal of
Accounting and Economics.
December. Vol. 20, p. 297-322.
DeAngelo, L.E. 1982. Mandated Successful
Efforts and Auditor Choice. Journal
of Accounting and Economics.
December. Vol. 4, p. 171-203.
_________. 1981. Auditor Independence,
“Low Balling” and Disclosure
Regulation. Journal of Accounting
and Economics. August. Vol. 3, p.
113-127.
DeFond, M. 1992. The Association between
Changes in Client Firm Agency
Costs and Auditor Switching.
Auditing: A Journal of Practice and
Theory. Vol. 11, p. 16-31.
Deis, D.R. dan G.A. Giroux. 1992.
Determinants of Audit Quality in
the Public Sector. The Accounting
Review. July. Vol. 67, No. 3, p. 462-
479.
Dodd, P., N. Dopuch, R. Holthausen, dan
R. Leftwich. 1984. Qualified Audit
Opinions and Stock Prices:
Information Content,
Announcement Dates, and
Concurrent Disclosures. Journals of
Accounting and Economics. April. p.
431-454.
Doumpos, M., dan C. Zopounidis. 1999. A
Multicriteria Discrimination
Method for the Prediction of
Financial Distress: The Case of
Greece. Multinational Finance
Journal. Vol. 3, No. 2, p. 71-101.
Dye, R. 1991. Informationally Motivated
Auditor Replacement. Journal of
Accounting and Economics. Vol. 14,
p. 347-374.
Francis, J., dan E. Wilson. 1988. Auditor
changes: A Joint Test of Theories
Relating to Agency Costs and
Auditor Differentiation. The
Accounting Review. Vol. 63, p. 663-
682
Geiger, Marshall A., K. Raghunandan, dan
D.V. Rama. 2000. Going Concern
Audit Report Recipients Before and
After SAS No. 59. Journal National
Public Accounting (NPA). October.
Vol. 43, Iss. 8, p. 24-25.
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Program SPSS.
Edisi 3. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro. Semarang.
Gujarati, D. 2003. Basic Econometric. Mc-
Grawhill. New York.
Haskins, M.E., dan D.D. Williams. 1990. A
Contingent Model of Intra Big
Eight Auditor Changes. Auditing: A
Journal of Practice and Theory. Fall.
Vol. 9, p. 55-74.
Hogan, C.E., dan D.C. Jeter. 1999. Industry
Specialization by Auditors.
Auditing: A Journal of Practice and
Theory. Spring. Vol. 18, p. 1-17.
Hogarth, R.M. 1991. A Perspective on
Cognitive Research in Accounting.
The Accounting Review. Spring. p.
277-290.
Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen
Akuntan Publik. 2001. Standar
Profesional Akuntan Publik, 1 Januari
2001. Salemba Empat. Jakarta.
Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo.
2002. Metodologi Penelitian Bisnis
Untuk Akuntansi dan Manajemen.
Edisi Pertama. BPFE Yogyakarta.
Juniarti. 2000. Profesi Akuntan Merespon
Dampak Memburuknya Kondisi
Ekonomi. Jurnal Akuntansi dan
Keuangan. Nopember. Vol. 2, No. 2,
p. 151-161.
Kida, T. 1980. An Investigation into
Auditors’ Continuity and Related
Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis
Vol. 1 No. 1 Tahun 2012
Lely Kumalawati 29
Qualification Judgements. Journal of
accounting Research. Autumn. p.
506-523.
Koh, H., dan Killough, L. 1990. The Use of
Multiple Discriminant Analysis in
the Assesment of the Going-
concern Status of an Audit Client.
Journal of Business, Finance and
Accounting. Spring. p. 179-192.
Krishnan, J. 1994. Auditor Switching and
Conservatism. The Accounting
Review. Vol. 69, p 200-215.
_________, dan Krishnan. 1996. The Role of
Economic Trade-Offs in the Audit
Opinion Decision: An Empirical
Analysis. Journal of Accounting,
Auditing, and Finance. Fall. Vol. 11,
p. 565-586.
Kuncoro, Mudrajad. 2004. Metode
Kuantitatif. Edisi Kedua.
UPP.AMP.YKPN. Yogyakarta.
LaSalle, Randal E., dan Anandarajan,
Asokan. 1996. Auditor View on The
Type of Audit Report Issued to
Entities with Going Concern
Uncertainties. Accounting Horizons.
Juni. Vol. 10, p. 51-72.
Lau, A.H. 1987. A Five State Financial
Distress Prediction Model. Journal
of Accounting Research. Vol. 25, p.
127-138.
Lenard, Mary Jane, Pervaiz Alam, dan
David Booth. 2000. An Analysis of
Fuzzy Clustering and a Hybrid
Model for Auditor’s Going
Concern Assessment. Journal
Decision Sciences (DSI). Fall. Vol. 31,
Iss. 4, p. 861.
Lennox, C. 1999. The Accuracy and
Incremental Information Content of
Audit Reports in Predicting
Bankruptcy. Journal of Business,
Finance and Accounting. Vol. 26, p.
757-778.
_________. 2000. Do Companies
Successfully Engage in Opinion
Shopping? Evidence from the UK.
Journal of Accounting and Economics.
Vol. 29, p. 321-337.
_________. 2002. Going-concern Opinions
in Failing Companies: Auditor
Dependence and Opinion
Shopping. Working Paper.
www.ssrn.com. Diakses tanggal 4
Maret 2009.
McKeown, J., Mutchler, J., dan Hopwood
W. 1991. Towards an Explanation
of Auditor Failure to Modify the
Audit Opinions of Bankrupt
Companies. Auditing: A Journal
Practice & Theory. Supplement. Vol
10, p. 1-13.
Meier, H.H., dan J. Fuglister. 1992. How to
Improve Audit Quality:
Perceptions of Auditors and
Clients. The Ohio CPA Journal. Juni,
p. 21-24.
Myers, S.C. 1977. Determinants of
Corporate Borrowing. Journal of
Financial Economics. No. 5, p. 147-
175.
Mutchler, J.F. 1984. Auditor’s Perception of
the Going Concern Opinion
Decision. Auditing: A Journal of
Practice and Theory. Spring 1984,
Vol. 3, No. 2, p. 17-30.
_________. 1985. A Multivariate Analysis of
the Auditor’s Going Concern
Opinion Decision. Journal of
Accounting Research. Autumn. Vol.
23. No 2. p. 668-682.
_________. 1986. Empirical Regarding the
Auditor’s Going Concern Opinion
Decision. Auditing: A Journal of
Practice and Theory. Fall. Vol. 6, No.
1, p. 148-163
_________, Hopwood, W., dan McKeown, J.
1997. The Influence of Contrary
Information and Mitigating factors
on Audit Opinion Decisions on
Bankrupt Companies. Journal of
Accounting Research. Autumn. p.
295-310.
Palmrose, Z.V. 1984. The Demand for
Differentiated Audit Services in an
Jurnal Akuntansi dan Ekonomi Bisnis
Vol. 1 No. 1 Tahun 2012
Lely Kumalawati 30
Agency Cost Setting: an Empirical
Examination. Fifth auditing research
symposium, Illinois.
_________. 1988. An Analysis of Auditor
Litigation and Audit Service
Quality. The Accounting Review.
January. Vol. 63, p. 55-73.
Platt, H., dan M.B. Platt. 1990.
Development of a Class of Stable
Predictive Variables: The Case of
Bankruptcy. Journal of Business
Finance and Accounting. Vol. 17, p.
31-51.
Pincus, K.V. 1990. Auditor Individual
Differences and Fairness of
Presentation Judgements. Auditing: A
Journal of Practice and Theory. Fall.
p.150-166.
Poston, K.M., W.K. Harmon, dan J.D.
Gramlich. 1994. A Test of Financial
Ratios as Predictors of Turnaround
versus Failure among Financially
Distressed Firm. Journal of Applied
Business Research. Vol. 10, p. 41-56.
Ramadhany, Alexander. 2004. Analisis
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Penerimaan Opini Going Concern
Pada Perusahaan Manufaktur yang
Mengalami Financial Distress Di
Bursa Efek Jakarta. Jurnal Maksi.
Vol. 4, Agustus.
Republik Indonesia. 2002. Keputusan
Menteri Keuangan No.
423/KMK.06/2002 tentang Jasa
Akuntan Publik. Jakarta.
Sarhan, M.H., Gary B. Frank, dan Steven A.
Fisher. 1991. Switching
Independent Auditors: An
Empirical Investigation. Akron
Business and Economic Review.
Summer. Vol. 22, No. 2, p. 173-183.
Statement on Auditing Standards (SAS)
No. 59. The Auditor’s Consideration
of an Entity’s Ability to Continue as
Going Concern. www.google.com.
Diakses tanggal 4 Maret 2009.
Schwartz, K.B., dan K. Menon. 1991.
Auditor Credibility and Initial
Public Offerings. The Accounting
Review. April. Vol. 66, p. 313-332.
Smith, D.B. 1986. Auditor “Subject to”
Opinions, Disclaimers, and Auditor
Changes. Auditing: A Journal of
Practice and Theory. Fall. Vol. 6, p.
95-108.
Teoh, S. 1992. Auditor Independence,
Dismissal Threats, and the Market
Reaction to Auditor Switches.
Journal of Accounting Research. Vol.
30, p 1-23.
Vanstraelen, A. 2002. Auditor Economic
Incentives and Going Concern
Opinions in a Limited Litigious
Continental European Business
Environment: Empirical Evidence
from Belgium. Accounting and
Business Research. Vol. 32, No. 3, p.
171-186.
Watts, Ross L., dan Jerold L. Zimmerman.
1986. Positive Accounting Theory.
Prentice Hall, New Jersey.
Weston, J. Fred, dan Thomas E. Copeland.
1992. Financial Theory and Corporate
Policy. 3rd ed. Addison-Wesley
Publishing Company.
_________, dan Eugene F. Bringham. 2005.
Dasar-dasar Manajemen Keuangan.
Edisi Kesembilan, Jilid 1. Erlangga.
Jakarta.
_________, dan Thomas E. Copeland. 1995.
Manajemen Keuangan. Edisi
Kesembilan, Edisi Revisi Jilid 1.
Binarupa Aksara. Jakarta.
Woo, E-Sah, dan Hian Chye Koh. 2001.
Factors Associated with Auditor
Changes: a Singapore Study.
Accounting and Business Research.
Vol. 31, No. 2, p. 133-134.
Zmijewski, Mark E. 1984. Methodological
Issues Related to the Estimation of
Financial Distress Prediction
Models. Journal of Accounting
Research. Supplement. Vol. 22, p. 59