jbptunpaspp gdl-ririswahyu-2288-1-babipr-

24
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu (inquiry) tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sebagai penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Dengan demikian pembelajaran IPA bukan hanya pembelajaran yang menitik beratkan pada konsep pengetahuan, akan tetapi lebih diutamakan pada proses penelitian dan penemuan sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat (Khristiyono, 2007:23) yang menyatakan pengetahuan yang hanya sekedar dihafalkan akan cepat hilang dari ingatan. Akan tetapi, dengan kompetensi yang diperoleh diharapkan akan menjadi keterampilan hidup yang dapat dimanfaatkan sepanjang masa. Selain itu tujuan pembelajaran yang dirumuskan dapat diarahkan

Upload: anhy-adu-he

Post on 04-Aug-2015

40 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jbptunpaspp gdl-ririswahyu-2288-1-babipr-

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu

(inquiry) tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sebagai

penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau

prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Dengan

demikian pembelajaran IPA bukan hanya pembelajaran yang menitik beratkan

pada konsep pengetahuan, akan tetapi lebih diutamakan pada proses penelitian

dan penemuan sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat (Khristiyono, 2007:23)

yang menyatakan pengetahuan yang hanya sekedar dihafalkan akan cepat hilang

dari ingatan. Akan tetapi, dengan kompetensi yang diperoleh diharapkan akan

menjadi keterampilan hidup yang dapat dimanfaatkan sepanjang masa. Selain itu

tujuan pembelajaran yang dirumuskan dapat diarahkan untuk kegiatan belajar

yang dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai maupun

moral yang ingin dicapai (Rustaman, et al, 2003: 219).

Untuk menunjang hal tersebut dibutuhkan keterampilan bagi guru dalam

menerapkan konsep-konsep dalam pembelajaran IPA. Tugas guru bukanlah

memberikan pengetahuan saja, melainkan menyiapkan situasi yang menggiring

anak untuk bertanya, mengamati, mengadakan eksperimen, serta menemukan

fakta dan konsep sendiri. Dalam kegiatan belajar mengajar khususnya mata

pelajaran IPA guru harus betul-betul dituntut keahlian, keterampilan, dan

Page 2: Jbptunpaspp gdl-ririswahyu-2288-1-babipr-

2

kreativitas dalam menggunakan metode pembelajaran agar peserta didik mampu

menyerap dengan cepat, dan akurat mengenai materi-materi yang dipelajari. Hal

ini dibutuhkan karena IPA merupakan mata rumpun disiplin ilmu yang

membutuhkan pembuktian, penemuan, dan penelitian yang tersistematis.

Kegiatan belajar mengajar IPA saat ini tidak lagi terpusat pada guru,

melainkan lebih ditekankan pada prinsip “student center” atau berpusat pada

siswa. Siswa secara langsung sangat berperan dalam pembelajaran, sehingga

siswa termotivasi dan terfasilitasi untuk menyusun atau membangun pengetahuan

mereka sendiri. Pendidikan sains menekankan pada pemberian pengalaman

langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu memahami alam

sekitar secara ilmiah. Oleh karena itu pendekatan yang diterapkan dalam

menyajikan pembelajaran sains adalah memadukan antara pengalaman proses dan

pemahaman produk sains dalam bentuk “ Hands on Activity” (Depdiknas,

2003:43).

“Hands on Activity” ini dapat terwujud melalui kegiatan praktikum.

Kegiatan praktikum sudah menjadi bagian yang integral dari kegiatan belajar

mengajar, khususnya biologi. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peranan

kegiatan laboratorium untuk mencapai tujuan pendidikan IPA. Kegiatan

praktikum sudah menjadi bagian yang integral dan merupakan komponen penting

dalam proses pembelajaran biologi di sekolah.

Woolnough & Allsop (dalam Rustaman, et al, 2003:160) mengemukakan

empat alasan pentingnya kegiatan praktikum dalam pembelajaran IPA khususnya

pembelajaran Biologi. Pertama, praktikum membangkitkan motivasi belajar IPA.

Page 3: Jbptunpaspp gdl-ririswahyu-2288-1-babipr-

3

Kedua, praktikum mengembangkan keterampilan dasar melakukan eksperimen.

Ketiga, praktikum menjadi wahana belajar pendekatan ilmiah. Keempat,

praktikum menunjang materi pelajaran.

Alasan kedua dan ketiga yaitu praktikum dapat mengembangkan

keterampilan dasar melakukan eksperimen dan praktikum menjadi wahana belajar

pendekatan ilmiah merupakan aspek penting yang mendasari perlunya pengkajian

mengenai kerja ilmiah dalam praktikum. Hal ini sesuai dengan pendapat

(Mulyani, 2011:24), yang menyatakan bahwa “praktikum dapat membantu siswa

membiasakan diri memecahkan masalah secara sistematis dan mengasah

kemampuan keterampilan siswa”. Dengan melakukan kegiatan kerja ilmiah dalam

praktikum siswa dapat mengembangkan pola berpikir ilmiah.

Kerja ilmiah merupakan salah satu kompetensi rumpunan sains yang

meliputi merumuskan masalah, kegiatan observasi, klasifikasi, mendesain

percobaan, menggunakan alat ukur/pengamatan, mengumpulkan data, menyusun

kesimpulan, dan mengkomunikasikan hasil/ide baik secara tertulis maupun lisan

(Aryulina, 2003:152). Kerja ilmiah tidak saja mencakup kegiatan melakukan

percobaan saja, namun juga proses berfikir dan bersikap secara ilmiah, yang dapat

dituangkan dalam proses praktikum dalam pembelajaran IPA khususnya mata

pelajaran Biologi.

Melalui praktikum siswa akan mendapatkan pengalaman langsung, dan

menemukan sendiri mengenai konsep dan teori yang ada khususnya pada mata

pelajaran Biologi. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Rustaman, et al, 2003: 37)

yang menyatakan “siswa memahami konsep-konsep biologi dan saling

Page 4: Jbptunpaspp gdl-ririswahyu-2288-1-babipr-

4

keterkaitannya serta mampu menggunakan metode ilmiah dengan dilandasi sikap

ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi sehingga lebih

menyadari kebesaran dan kekuasaan Penciptanya”.

Melalui kegiatan praktikum siswa memperoleh pengalaman

mengidentifikasi masalah nyata yang dirasakannya, merumuskan masalah tersebut

secara operasional, merancang cara terbaik untuk memecahkan masalahnya, dan

mengimplementasikannya dalam laboratorium serta menganalisis dan

mengevaluasi hasilnya (Rustaman, et al, 2003: 162). Konstribusi praktikum dalam

meningkatkan pemahaman terhadap materi pelajaran dapat terwujud apabila siswa

diberi pengalaman untuk mengindra fenomena alam dengan segenap indranya

(peraba, penglihat, pembau, pengecap dan pendengar). Apabila kegiatan

praktikum berformat discovery, fakta-fakta yang diamati menjadi landasan

pembentukan konsep atau prinsip dalam pikirannya (Rustaman, et al, 2003: 163).

Kegiatan laboratorium ini dilaksanakan karena pembelajaran Biologi tidak hanya

mementingkan produk melainkan juga proses.

Guru dalam melaksanakan suatu pembelajaran tidak hanya menggunakan

suatu metode saja akan tetapi menggunakan metode untuk merealisasikan suatu

pendekatan dalam mencapai tujuan. Metode yang tepat untuk mengajarkan suatu

pengetahuan atau materi pelajaran diperlukan agar diperoleh hasil yang

memuaskan. Seperti halnya dalam pendekatan kontekstual seorang guru

menggunakan metode praktikum. Kegiatan praktikum dapat menunjang

pembelajaran yang bermakna dan agar lebih bermakna lagi maka kegiatan

tersebut harus memperhatikan pengalaman siswa dalam kehidupan

Page 5: Jbptunpaspp gdl-ririswahyu-2288-1-babipr-

5

sehari-hari/kontekstual. Oleh karena itulah, kegiatan praktikum sangat cocok

dengan menggunakan pendekatan kontekstual.

Dalam konteks ini siswa perlu mengerti makna belajar beserta manfaatnya.

Siswa dapat menempatkan diri sebagai manusia yang memerlukan suatu bekal

untuk hidupnya. Siswa mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan

berupaya menggapainya dengan guru sebagai pengarah dan pembimbing, untuk

itu salah satu pembelajaran yang dapat dikembangkan adalah pembelajaran

kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) (Setyowati, 2006: 53).

Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang dianggap cocok

untuk diterapkan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan telah

digulirkan oleh pemerintah mulai tahun ajaran 2006/2007. Pembelajaran

kontekstual adalah pembelajaran yang berlangsung secara alamiah dalam bentuk

kegiatan siswa bekerja dan mengalami sendiri.

Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian yang

menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari

terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang

akan terjadi disekelilingnya (Rosyidah, 2005: 63).

Salah satu materi yang dapat diberikan dengan menggunakan model

pembelajaran kontekstual adalah jamur. Jamur merupakan kelompok organisme

eukariotik yang membentuk dunia jamur atau regnum fungi. Jamur pada

umumnya multiseluler (bersel banyak). Kita telah mengenal jamur dalam

kehidupan sehari-hari meskipun tidak sebaik tumbuhan lainnya. Hal itu

disebabkan karena jamur hanya tumbuh pada waktu dan kondisi tertentu yang

Page 6: Jbptunpaspp gdl-ririswahyu-2288-1-babipr-

6

mendukung (Aryulina, et al, 2007: 117). Sebagai contoh makanan yang sering

kita konsumsi yaitu diantaranya roti, tempe, dan oncom. Terdapat Jamur yang

hidup safrofit dikelompokkan ke dalam divisio jamur zygomycota: jamur tempe

(Rhizopus oryzae) dan jamur pada roti yang membusuk (Rhizopus stolonifer) serta

divisio jamur ascomycota contohnya pada jamur oncom (Neurospora crassa).

Rhizopus dan neurospora jamur ini pada umumnya digunakan untuk pembuatan

tempe dan oncom terdapatnya padatan kompak berwarna putih (tempe) dan

berwarna oranye (oncom) yang tumbuh subur secara menjari, warna putih pada

tempe dan warna oranye pada oncom disebabkan oleh adanya miselia jamur.

Jamur juga dapat mendatangkan kerugian sangat besar. Contoh kerugian yang

ditimbulkan oleh jamur ialah pembusukan makanan pada roti (Rhizopus

stolonifer), nasi, tomat dan lain-lain. Oleh karena itu jamur dapat menguraikan

kebutuhan manusia.

Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Biologi

2001, pendidikan Biologi menekankan pada pemberian pengalaman secara

langsung. Pada dasarnya, pelajaran Biologi berupaya untuk membekali siswa

dengan berbagai kemampuan tentang cara “mengetahui” dan cara

“mengerjakan” yang dapat membantu siswa untuk memahami alam sekitar

secara mendalam (Depdiknas, 2001:53). Guru di lapangan telah memberikan

materi jamur tidak hanya sebatas konsep-konsep saja melainkan jamur sudah

diberikan dengan kegiatan praktikum, dengan demikian siswa diberi pengalaman

secara langsung. Berdasarkan hasil temuan di sekolah yang di teliti, belum ada

yang menilai siswa untuk bekerja ilmiah dalam kegiatan praktikum dari materi

Page 7: Jbptunpaspp gdl-ririswahyu-2288-1-babipr-

7

jamur ini. Padahal selama persiapan, pelaksanaan sampai akhir praktikum, siswa

diberi pengalaman tentang kerja ilmiah yaitu dengan melakukan kerja ilmiah

seperti penelitian atau percobaan. Pengetahuan tentang kerja ilmiah ini penting

dimiliki oleh siswa sebagai bekal di tingkat pendidikan yang lebih tinggi maupun

dalam kehidupan bermasyarakat.

Dari uraian diatas terlihat bahwa begitu pentingnya penilaian kerja ilmiah

siswa pada saat praktikum. Dari latar belakang diatas, peneliti merasa tertarik

untuk melakukan penelitian tentang “Profil Kerja Ilmiah Siswa SMA Pada

Praktikum Materi Jamur Dengan Menggunakan Pendekatan Kontekstual”.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah “ Bagaimanakah

profil kerja Ilmiah siswa SMA pada praktikum materi Jamur dengan

menggunakan pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning)?”. Dari

rumusan masalah tersebut maka pertanyaan penelitian adalah Bagaimanakah

kemunculan profil kerja ilmiah siswa dalam hal mempersiapkan percobaan,

mengobservasi, melakukan kegiatan dan membuat laporan dalam praktikum

jamur.

C. Batasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah, ruang lingkup masalah yang diteliti akan

dibatasi pada hal-hal sebagai berikut:

1. Kerja ilmiah yang diukur dibatasi pada kegiatan-kegiatan yang terjadi pada

saat praktikum meliputi mempersiapkan percobaan, observasi, melakukan

Page 8: Jbptunpaspp gdl-ririswahyu-2288-1-babipr-

8

kegiatan untuk memperoleh gambaran jamur yang mikroskopik, dan

membuat laporan. Diukur ketika pelaksanaan praktikum yang disesuaikan

dengan LKS.

2. Materi jamur yang dibahas dalam penelitian ini dibatasi pada praktikum

jamur tempe, jamur oncom dan jamur pada roti yang telah membusuk.

3. Subyek yang diteliti adalah siswa kelas X SMA Pasundan 1 Cimahi.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi

mengenai profil kerja ilmiah siswa SMA pada praktikum materi Jamur dengan

menggunakan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching And Learning).

E. Manfaat penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat lebih meningkatkan motivasi guru

untuk mengoptimalkan kemampuan kerja ilmiah siswa pada kegiatan

praktikum sebagai salah satu metode pembelajaran. Selain itu dapat

memberikan masukan yang berarti bagi guru untuk mengembangkan dan

menerapkan penelitian alternatif asesmen kinerja sebagai salah satu alat

penilaian terhadap siswa.

2. Dengan dilakukan penilaian kerja ilmiah ini diharapkan akan memberikan

motivasi bagi siswa untuk lebih meningkatkan kinerjanya dalam praktikum

karena segala aktivitasnya dijadikan bahan penilaian.

Page 9: Jbptunpaspp gdl-ririswahyu-2288-1-babipr-

9

3. Umpan balik buat guru untuk memperbaiki kegiatan praktikum sehingga

dapat mengoptimalkan kerja ilmiah.

F. Kerangka Pemikiran

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan disiplin ilmu yang didalamnya

membutuhkan kekreativitasan dalam proses pengkajiannya. Dibutuhkan wawasan

dan pengetahuan, serta teknik-teknik tersendiri untuk menyampaikan kandungan

yang terdapat dalam disiplin ilmu IPA kepada para peserta didik. Salah satu

proses pembelajaran dalam IPA adalah dengan cara praktikum. Dalam hal ini

khususnya pada mata pelajaran Biologi. Praktikum pada mata pelajaran biologi

sangat diperlukan.

Kerja ilmiah merupakan salah satu kompetensi rumpunan sains yang

meliputi kegiatan observasi, klasifikasi, mendesain percobaan, menggunakan alat

ukur/pengamatan, mengumpulkan data, meyusun kesimpulan, dan

mengkomunikasikan hasil/ide baik secara tertulis maupun lisan. Kerja ilmiah

tidak saja mencakup kegiatan melakukan percobaan saja, namun juga proses

berfikir dan bersikap secara ilmiah, yang dapat dituangkan dalam proses

praktikum dalam pembelajaran IPA khususnya mata pelajaran Biologi.

Biologi merupakan bagian dari IPA yang membahas tentang fenomena

dan proses yang sedang terjadi pada mahluk hidup serta masalah-masalah nyata di

alam. Oleh sebab itu kegiatan praktikum tidak bisa ditinggalkan dalam kegiatan

belajar mengajar IPA. Menurut Harlen (Budiarti, 2001:56) dengan kegiatan

praktikum di laboratorium siswa akan memperoleh pengalaman lebih karena

Page 10: Jbptunpaspp gdl-ririswahyu-2288-1-babipr-

10

siswa lebih aktif dari pada hanya melihat pada hasil atau konsep. Selain itu pula,

melalui kegiatan praktikum, siswa sebenarnya diharapkan memiliki kesempatan

yang lebih besar untuk berinisiatif dan mengembangkan diri.

Melalui kegiatan praktikum siswa memperoleh pengalaman

mengidentifikasi masalah nyata yang dirasakannya, merumuskan masalah tersebut

secara operasional, merancang cara terbaik untuk memecahkan masalahnya, dan

mengimplementasikannya dalam laboratorium serta menganalisis dan

mengevaluasi hasilnya.

Kegiatan belajar mengajar melalui pendekataan kontekstual yaitu

mengkaitkan materi yang didapat dengan situasi dunia nyata siswa atau belajar

bermakna, akan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Siswa akan menjadi

tertarik dan termotivasi untuk belajar dan memahami materi pelajaran karena

berhubungan dengan kehidupan sehari-hari siswa dan melakukan langsung. Jika

motivasi siswa untuk belajar besar maka aktivitas belajar akan meningkat.

Aktivitas siswa merupakan kegiatan siswa yang dilakukan selama proses belajar

mengajar berlangsung, baik aktivitas yang bersifat fisik/jasmani maupun

mental/rohani aktivitas siswa yang besar dalam belajar akan berpengaruh terhadap

peningkatan hasil belajar siswa.

Pendekatan yang digunakan oleh para guru pada umumnya di lapangan,

merupakan pendekatan yang berpusat pada guru. Guru masih menyampaikan

materi pelajaran dengan pendekatan tradisional. Pada pembelajaran ini guru

berfungsi sebagai pusat atau sumber materi guru yang aktif dalam pembelajaran,

Page 11: Jbptunpaspp gdl-ririswahyu-2288-1-babipr-

11

sedangkan siswa hanya menerima materi. Hal ini merupakan salah satu penyebab

rendahnya kualitas pemahaman siswa (Zulkardi,2001; IMSTEP-JICA, 1999).

Akibatnya kemampuan penalaran (berpikir kritis), kompetensi strategis siswa

tidak berkembang serta pemahaman siswa tidak mendalam.

Informasi-informasi tersebut memperkuat pentingnya ketepatan

pendekatan pembelajaran yang digunakan agar para peserta didik dapat

mengembangkan potensi dirinya. Selain itu fakta-fakta di atas menunjukkan

bahwa pendekatan pembelajaran tradisional ternyata kurang mendukung untuk

mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan baik.

Pendekatan Kontekstual adalah filosofi belajar yang menekankan pada

pengembangan minat dan pengalaman siswa. Pendekatan ini bertujuan membantu

siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap situasi

dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan

yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota

masyarakat (Bandono, 2008: 53).

Kualitas pembelajaran dalam penelitian ini ditinjau dari dua segi: proses

dan hasil. Dari segi proses, pembelajaran dikatakan berkualitas apabila seluruhnya

atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) siswa terlibat secara aktif baik fisik,

mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran. Sedangkan dari segi hasil,

proses pembelajaran dikatakan berkualitas apabila ≥85% siswa mencapai

kompetensi minimal.

Landasan filosofi pendekatan kontekstual yaitu filosofi belajar yang

menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal tetapi

Page 12: Jbptunpaspp gdl-ririswahyu-2288-1-babipr-

12

mengkonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat

fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya (Masnur

2007:41). Tiap orang harus mengkontruksi pengetahuan sendiri. Pengetahuan

bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus

menerus. Dalam proses itu keaktifan seseorang yang ingin tahu amat berperan

dalam perkembangan pengetahuannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu

saja dari seseorang kepada yang lain, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh

masing-masing orang ( Paul, 2001:29 ).

Terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang

menggunakan pendekatan kontekstual yaitu :

1. Dalam pendekatan kontekstual pembelajaran merupakan proses pengaktifan

pengetahuan yang sudah ada (activiting knowledge).

2. Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan

menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge).

3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan

yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk diyakini dan dipahami.

4. Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge),

artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh harus dapat

diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku

siswa.

5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan

pengetahuan.

Page 13: Jbptunpaspp gdl-ririswahyu-2288-1-babipr-

13

Setiap bagian pendekatan kontekstual atau CTL yang berbeda ini akan

memberikan sumbangan dalam menolong siswa memahami kegiatan praktikum

dengan cepat khususnya pada praktikum jamur tempe, jamur oncom dan jamur

pada roti yang telah membusuk.

G. Asumsi

Biologi merupakan bagian dari IPA yang membahas tentang fenomena

dan proses yang sedang terjadi pada mahluk hidup serta masalah-masalah nyata di

alam. Oleh sebab itu kegiatan praktikum tidak bisa ditinggalkan dalam kegiatan

belajar mengajar IPA. Menurut Harlen (Budiarti, 2001:56) dengan kegiatan

praktikum dilaboratorium siswa akan memperoleh pengalaman lebih karena siswa

lebih aktif dari pada hanya melihat pada hasil atau konsep. Selain itu pula, melalui

kegiatan praktikum, siswa sebenarnya diharapkan memiliki kesempatan yang

lebih besar untuk berinisiatif dan mengembangkan diri (Sumarno, 2003:43).

Dalam proses praktikum didalamnya terdapat unsur aktivitas kerja ilmiah

yang merupakan salah satu kompetensi rumpunan sains yang meliputi kegiatan

observasi, klasifikasi, mendesain percobaan, menggunakan alat ukur/pengamatan,

mengumpulkan data, meyusun kesimpulan, dan mengkomunikasikan hasil/ide

baik secara tertulis maupun lisan. Kerja ilmiah tidak saja mencakup kegiatan

melakukan percobaan saja, namun juga proses berfikir dan bersikap secara ilmiah,

yang dapat dituangkan dalam proses praktikum dalam pembelajaran IPA

khususnya mata pelajaran Biologi.

Praktikum dalam pembelajaran biologi diharapkan akan membantu siswa

dalam mengetahui dan memahami konsep kehidupan terutama dalam konteks

Page 14: Jbptunpaspp gdl-ririswahyu-2288-1-babipr-

14

kehidupan sehari-hari. Sehingga praktikum melalui kerja ilmiah sangat berguna

untuk mengetahui fenomena kehidupan sehari-hari atau konstektual, yang

diharapkan peserta didik dapat memanfaatkan informasi yang didapatkan dari

hasil kerja ilmiah tersebut ke arah yang positif. Kerja ilmiah seperti ini sangat

cocok menggunakan proses pembelajaran konstektual atau CTL (Contextual

Teaching and Learning).

Johnson (2007: 67) menyatakan bahwa pendekatan pembelajaran

konstekstual atau CTL (Contextual Teaching and Learning) sebuah proses

pendidikan yang menolong para siswa melihat makna dalam materi akademik

dengan konteks dalam kehidupan seharian mereka, yaitu konteks keadaan pribadi,

sosial, dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini sistem tersebut meliputi

delapan komponen berikut:

1. membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna,

2. melakukan pekerjaan yang berarti,

3. melakukan pekerjaan yang diatur sendiri,

4. melakukan kerja sama,

5. berfikir kritis dan kreatif,

6. membantu individu untuk tumbuh dan berkembang,

7. mencapai standar yang tinggi,

8. menggunakan penilaian autentik.

Kegiatan praktikum dengan menggunakan Pendekatan kontekstual dapat

membuat pemahaman dalam pembelajaran dan hasil belajar yang diharapkan

dapat dicapai.

Page 15: Jbptunpaspp gdl-ririswahyu-2288-1-babipr-

15

H. Definisi Operasional

1. Profil kerja ilmiah pada penelitian ini adalah gambaran secara umum tentang

kemampuan kerja ilmiah siswa pada praktikum jamur dengan pendekatan

/pembelajaran kontekstual. Kerja ilmiah yang diukur meliputi mempersiapkan

percobaan, observasi, melakukan kegiatan untuk memperoleh gambaran

jamur yang mikroskopik, dan membuat laporan.

2. Kerja ilmiah tersebut dijaring dengan menggunakan lembar observasi selama

kegiatan praktikum berlangsung.

3. Kegiatan praktikum disini adalah suatu kegiatan praktikum dengan tujuan

memberi pengalaman kepada siswa yang dapat digunakan untuk

meningkatkan pemahaman siswa tentang materi pelajaran yang berhubungan

dengan kehidupan sehari-hari siswa yaitu jamur tempe, jamur oncom dan

jamur pada roti yang telah membusuk, dalam materi jamur (fungi).

4. Pendekatan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning)

merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi

yang diajarkan dengan situsi dunia nyata siswa dan mendorong siswa

membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan

masyarakat. Komponen pendekatan CTL yaitu diantaranya: konstruktivisme

(Constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat

belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection),

dan penilaian yang sebenarnya (authentic Assesment).