jbptunpaspp gdl rizkimulya 2609 2 babii
TRANSCRIPT
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pelaksanaan Audit Pemasaran
2.1.1.1 Pengertian Audit Pemasaran
Pengertian Audit Pemasaran menurut IBK. Bayangkara (2008:115) adalah
sebagai berikut:
“Audit pemasaran adalah pengujian yang koprehensif, sitematis,
independen, dan dilakukan secara periodik terhadap lingkungan
pemasaran, tujuan, strategi, dan aktivitas perusahaan atau unit bisnis,
untuk menentukan peluang dan area permasalahan yang terjadi, serta
merekomendasikan rencana tindakan untuk meningkatkan kinerja
pemasaran perusahaan”.
Audit Pemasaran menurut Amin Widjaja Tunggal (2000:79) adalah
sebagai berikut:
“Audit pemasaran adalah suatu peninjauan dan penilaian yang menyeluruh
atas operasi pemasaran untuk membantu mengungkapkan masalah yang
dihadapi manajemen pemasaran, seperti turunnya penjualan, moral
penjualan yang kurang baik, dan lain-lain”.
Audit Pemasaran menurut Kartajaya (2002:122) adalah sebagai berikut :
“Audit pemasaran adalah pemeriksaan terhadap suatu perusahaan atau unit
bisnis secara komprehensif, sistematis, independent, dan berkala”.
Audit pemasaran menurut Phillip Kotler (2000:44) adalah sebagai berikut:
“Audit pemasaran merupakan tinjauan ulang dan penilaian terhadap faktor
eksternal dan internal yang mempengaruhi kinerja suatu perusahaan dalam
11
periode yang telah ditentukan. Karakteristik dari audit pemasaran dapat
diklarifikasikan sebagai berikut:
Komprehensif. Audit pemasaran mencakup semua masalah utama pemasaran yang
dihadapi oleh perusahaan atau organisasi, bukan hanya audit
fungsional saja, karena audit fungsional dapat menyesatkan.
Sebagai contoh, kenaikan tingkat penjualan jika tidak dilihat dari
segi komprehensif, dapat memunculkan kesimpulan bahwa
departemen marketing dalam perusahaan tersebut telah melakukan
tugasnya dengan baik. Dan hal ini dapat menyesatkan, jika dilihat
secara menyeluruh bukan hanya dari sisi tingkat penjualannya saja.
Karena dapat terjadi tingkat penjualan yang demikian dikarenakan
produk para pesaing yang tidak ada di pasaran.
Sistematis.
Proses audit dilakukan dalam suatu urutan tertentu, dimulai dengan
melakukan audit lingkungan eksternal, kemudian lingkungan
internal marketing dan aktivitas- aktivitas khusus marketing.
Setelah itu menyususn dan mengimplementasikan rencana jangka pendek dan panjang yang dirancang untuk memperbaiki kelemahan
yang berhasil diidentifikasi.
Independen.
Audit pemasaran dilakukan oleh orang dalam atau pihak luar yang
telah cukup independen dari departemen pemasaran untuk
mendapatkan kepercayaan dan objektivitas.
Periodik. Audit pemasaran harus dilakukan secara periodik, bukan hanya
ketika ada krisis. Audit menjanjikan manfaat baik bagi organisasi
yang tampaknya berhasil maupun bagi organisasi yang sedang
dalam masalah”.
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa audit pemasaran
adalah suatu penilaian atau pemeriksaan menyeluruh terhadap fungsi pemasaran
untuk membantu mengungkapkan masalah yang dihadapi manajemen pemasaran
dan selanjutnya dilakukan perbaikan. Audit pemasaran lebih menekankan pada
evaluasi terhadap bagaimana efektivitas organisasi pemasaran dalam
meningkatkan kinerjanya. Audit pemasaran bukan suatu proses pengendalian
12
yang digunakan hanya selama terjadi krisis, akan tetapi dalam bisnis yang
mengalami hambatan mungkin digunakan untuk mengisolasi permasalahan dan
mencarikan solusinya.
2.1.1.2 Tujuan dan Manfaat Audit Pemasaran
Audit merupakan kegiatan yang berorientasi pada tujuan. Tujuan audit
adalah mendapatkan informasi faktual dan signifikan berupa data dari hasil
analisa, penilaian, rekomendasi auditor yang dapat digunakan oleh auditee atau
manajemen untuk berbagai keperluan misalnya untuk dasar pengambilan
keputusan, pengendalian manajemen, perbaikan dan perubahan dalam berbagai
aspek dalam upaya mengamankan kebijakan dan mencapai tujuan organisasi
secara keseluruhan.
Audit pemasaran secara umum bertujuan menghasilkan perbaikan atas
pengelolaan aktivitas pencapaian hasil dari objek yang di periksa dengan cara
memberikan saran-saran tentang upaya-upaya yang dapat di tempuh guna
pendayagunaan sumber-sumber ekonomis, efisien dan efektif. Titik batas
perhatian audit terutama diarahkan pada kegiatan-kegiatan yang dapat di perbaiki
di masa yang akan datang dan menghindari kemungkinan terjadinya kekurangan
atau kelemahan dimasa yang akan datang. Sedangkan tujuan utama dari audit
pemasaran menurut IBK. Bayangkara (2008:116) adalah sebagai berikut:
“Tujuan utama dari audit pemasaran adalah untuk mengidentifikasi
ancaman-ancaman pemasaran yang dihadapi perusahaan dan
merencanakan perbaikan yang diperlukan untuk mengeliminasi ancaman
tersebut”.
13
Manfaat yang diperoleh dari audit pemasaran ialah hasil audit dapat memberikan
gambaran yang objektif tentang kinerja pemasaran perusahaan dan berbagai
kekurangan yang terjadi dalam pengelolaan upaya pemasaran yang masih
memerlukan perbaikan. Rekomendasi yang diberikan auditor dapat menjadi
alternatif solusi atas kekurangan yang terjadi sehingga perbaikan-perbaikan yang
diperlukan segera dapat dilakukan. Manfaat dari audit pemasaran menurut Amin
W. Tunggal (2003:37) adalah :
1. Dapat menganalisis mengenai lingkungan eksternal dan situasi internal
2. Dapat menilai kinerja masa lalu dan aktivitas-aktivitas sekarang
3. Dapat mengidentivikasi peluang dan ancaman masa yang akan datang
2.1.1.3 Tipe Audit Pemasaran
Ada dua tipe audit pemasaran, yaitu audit fungsional (vertikal) dan audit
menyeluruh (horizontal). Audit fungsional merupakan audit yang dilakukan
terhadap beberapa aktivitas dari departemen pemasaran (seperti fungsi penjualan,
fungsi penentuan harga, fungsi periklanan, dan lain-lain) dan membuat analisis
terhadap bagian-bagian yang diaudit tersebut. Sedangkan audit menyeluruh
melihat semua elemen dalam fungsi pemasaran perusahaan secara keseluruhan.
Untuk mendapatkan hasil audit yang memadai, audit harus dilaksanakan
secara sistematis, meliputi lingkungan makro pemasaran dan mikro organisasi,
tujuan dan strategi pemasaran, sistem pemasaran dan aktivitas pemasran khusus.
Selain itu, audit juga harus dilakukan secara periodik agar permasalahan-
14
permaslahan pemasaran yang muncul dapat diantisipasi lebih awal sehingga
potensi permasalahan yang bisa berakibat buruk bagi kinerja perusahaan dapat
diatasi.
Audit pemasaran bisa dilakukan secara internal maupun eksternal, dimana
keduanya mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Audit yang
dilakukan oleh pihak internal bisanya tidak memerlukan waktu yang lama karena
pelaksana audit telah memiliki gambaran tentang objek yang di auditnya, namun
hasilnya dianggap kurang objektif karena pelaksanaan audit internal dilakukan
oleh orang dalam perusahaan dan itu dianggap kurang independen.
IBK. Bhayangkara (2008:117) mengemukakan audit internal sebagai
berikut :
“Audit yang dilaksanakan oleh pihak internal biasanya kurang independen
sehingga hasil auditnya kadang-kadang dianggap kurang objektif. Tetapi
dibalik kelemahan tersebut, audit yang dilakukan oleh pihak internal lebih
murah dari segi biaya. Penyebabnya antara lain waktu audit yang
cenderung lebih singkat karena pelaksana audit sudah memiliki gambaran
yang lengkap terhadap objek auditnya dan komunikasi dengan berbagai
pihak yang terlibat dalam audit dapat berjalan dengan lebih lancar”.
Menurut Amin Widjaja Tunggal (2003) audit internal adalah sebagai
berikut :
“Audit internal berkaitan dengan variable yang dapat dikendalikan yang
bertujuan untuk menilai sumber daya organisasi bagaimana mereka
berhubungan dengan lingkungan dan berhadapan dengan sumber daya dari
pesaing”.
Menurut Dan M. Guy, C. Wayne dan Alan J. dalam bukunya Auditing
yang dialih bahasakan oleh Paul A. Rajoe dan Ichsan Setiyo Budi (2003:408)
adalah sebagai berikut :
15
“Suatu fungsi penilai independen yang dibentuk dalam organisasi untuk
memeriksa dan mengevaluasi kegiatannya sebagai jasa bagi organisasi.”
Sedangkan audit yang dilakukan oleh pihak eksternal diaanggap
independen karena dilakukan oleh pihak luar yang tidak memiliki kepentingan
lain selain tugas audit tersebut. Akan tetapi audit eksternal memiliki kendala
dalam waktu, dikarenakan auditor harus melakukan pendekatan terlebih dahulu
dengan berbagai pihak yang bersangkutan dan itu membutuhkan waktu yang
cukup lama sehingga perusahaan harus mengeluarkan biaya yang lebih besar.
IBK. Bhayangkara (2008:117) mengemukakan audit internal sebagai
berikut :
“Audit yang dilaksanakan oleh pihak eksternal dari segi objektivitas dan
independen cukup mendapatkan pengakuan dari berbagai komponen
pengguna hasil audit, karena auditor tidak memiliki kepentingan lain dari
tugas audit dalam menjalankan tugasnya dan cenderung sulit dipengaruhi
oleh berbagai bagian yang terlibat dalam pelaksanaan audit. Akan tetapi
audit oleh kelompok ini cenderung membutuhkan biaya yang cukup
besar”.
Menurut Amin Widjaja Tunggal (2003) audit eksternal adalah sebagai
berikut :
“Audit eksternal berhubungan dengan variabel yang tidak dapat
dikendalikan, dimulai dengan suatu pengujian informasi atas ekonomi
umum dan kemudian berpindah pada pandangan atas kesehatan dan
pertumbuhan dari pasar yang dilayani oleh perusahaan”.
Karena audit harus dilakukan secara independen maka audit sebaiknya
dilakukan oleh pihak eksternal yang memiliki objektivitas dan independensi yang
diperlukan, pengalaman luas dalam berbagai industri, serta perhatian dan waktu
yang penuh untuk melakukan audit.
16
2.1.1.4 Ruang Lingkup Audit Pemasaran
Ruang lingkup audit pemasaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang
terpenting diantaranya adalah sifat dari usaha, konsep produk, konsep pemasaran,
siklus perencanaan dan riset pemasaran.
Sejauh ini, wajar apabila organisasi melakuakan suatu audit dari setiap
siklus perencanaanya. Apabila perusahaan secara normal beroprasi dalam suatu
siklus tahuan, maka baik sekali memonitor indikator kunci seperti penjualan,
harga, pangsa pasar dan sebagainya dengan dasar bulanan.
Menurut Boker yang dialih bahasakan oleh Amin W. Tunggal (2003:42)
mengusulkan bahwa :
“penyelidikan yang rinci dalam audit pemasaran meliputi kebijakan
penetapan harga, dapat dengan baik diterima untuk beberapa bentuk
putaran agar semua area tercakup dalam siklus perencanaan.”
Menurut IBK. Bhayangkara (2008:117-118) audit pemasaran mencakup
enam wilayah utama dalam pemasaran sebagai berikut:
1. Audit Lingkungan Pemasaran
Audit terhadap lingnkungan pemasaran mencakup penilaian terhadap
pelanggan, pesaing, dan berbagai faktor lain yang memiliki pengaruh
terhadap perusahaan. Audit ini meliputi aspek lingkungan makro
seperti ekonomi, teknologi, sosial, dan politik.
2. Audit Strategi Pemasaran
Audit ini bertujuan untuk menentukan bahwa perusahaan telah
menetapkan strategi yang selaras dengan tujuannya, sesuai dengan
lingkungan yang dihadapi. Sering terjadi bahwa tujuan dan strategi
perusahaan tidak secara jelas dinyatakan dan kemudian auditor harus
menentukan pernyataan tujuan untuk kepentingan pengevaluasiannya.
3. Audit Organisasi Pemasaran
Audit ini menilai kemampuan organisasi pemasaran dalam mencapai
tujuan perusahaan. Audit ini menentukan kemampuan tim pemasaran
17
untuk secara efektif berinteraksi dengan bagian-bagian seperti litbang,
keuangan, pembelian, dan sebagainya.
4. Audit Sistem Pemasaran
Audit ini menganalisis prosedur yang digunakan perusahaan untuk
memperoleh informasi perencanaan dan pengendalian operasi
pemasaran. Hal ini berhubungan dengan penilaian apakah perusahaan
telah memiliki metode yang memadai atau tidak, untuk digunakan
mengerjakan tugas-tugas rutin di bidang pemasaran.
5. Audit Produktivitas Pemasaran
Audit ini menganalisis produktivitas dan profitabiltas produk,
kelompok pelanggan, atau unit analisis yang lain dalam pemasaran.
Analisis biaya pemasaran adalah salah satu metode untuk menganalisis
profitabilitas dan produktivitas pemasaran.
6. Audit Fungsi Pemasaran
Audit ini merupakan audit vertikal atau analisis secara mendalam
terhadap setiap elemen bauran pemasaran seperti produk, harga,
distribusi, tenaga penjual, periklanan, promosi, dan lain-lain”.
2.1.1.5 Tahap-Tahap Audit Pemasaran
Pada dasarnya Audit Pemasaran menurut Amin W. Tunggal (2003:15)
melalui beberapa tahap yaitu :
1. Tahap usulan dan pengenalan
2. Tahap survey pendahuluan
3. Tahap penelaahaan yang lebih rinci
4. Tahap pengujian detail
5. Tahap mengembangkan dan menelaah temuan audit
6. Tahap pelaporan
7. Tahap tidak lanjut
Dari tahap-tahap tersebut di atas lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut :
1. Tahap Usulan dan Pengenalan
Dalam tahap ini pertemuan awal auditor dengan pihak departemen
pemasaran sangat membantu hubungan baik antara mereka selama fase
audit. Selama itu, pemeriksaan mengenali tujuan organisasi pemasaran
secara keseluruhan, agar dapat menilai tiap aktivitas, unit atau fungsi
dalam organisasi pemasaran. Berdasarkan hal tersebut auditor harus
18
memperoleh suatu pemahaman mengenai tujuan unit organisasi yang
diaudit.
Selain itu, auditor harus mendapatkan dan menelaah informasi
yang lain, seperti latar belakang perusahaan, struktur organisasi, aktivitas
pemasaran yang dilaksanakan, jenis produk yang dipasarkan, tipe
pengendalian yang diimplementasikan, struktur organisasi dan posisi unit
organisasi pemasaran secara keseluruhan.
2. Tahap Survey Pendahuluan
Survei pendauhuluan dilakukan pada pemulaan audit. Selama fase
ini, auditor melakukan penilaian pendahuluan atas aktivitas pemasaran
yang akan diuji, memperoleh informasi tentang dta keuangan dan statistic,
rencana dan anggaran yang berhubungan dengan unit yang akan diperiksa,
juga mengadakan pembicaraan pendahuluan dengan pimpinan unit yang
akan diperiksa untuk menentukan jadwal dilaksanakannya pemeriksaan.
Pada fase ini juga, pertanyaan yang relevan dapat diajukan kepada bagian
pemasaran.
Durasi dari fase ini luas pekerjaan yang dilaksanakan akan
bervariasi dari audit ke audit. Tujuan utama pada tahap ini adalah untuk
memperoleh pandangan umum atas tujuan dan sasaran audit. Tujuannya
yaitu untuk melihat apakah efektivitas fungsi pemasaran dari tujuan
organisasi tercapai, serta melihat apakah ekonomisasi pada aktivitas
perusahaa telah dilakukan. Sasaran auditnya meliputi pemeriksaan
terhadap biaya-biaya yang meliputi biaya perawatan mesin, biaya
pembelian, biaya perbaikan dan biaya penggantian mesin baru.
3. Tahap penelaahan yang Lebih Rinci
Selama fase penelaahan, pengujian terbatas dilakukan untuk
menilai keabsahan pandangan-pandangan yang diperoleh pada tahap
sebelumnya. Setelah tujuan audit ditetapkan, auditor segera merumuskan
program audit, termasuk menyiapkan kuisioner untuk mendapatkan
data/informasi. Program audit yang dilakukan meliputi memeriksa catatan
atas biaya-biaya serta memeriksa dokumen-dokumen penjualan ats produk
yang telah dipasarkan. Pekerjaan yang dilakukan pada tahap ini akan
mungkin memberikan pengertian yang lebih lengkap mengenai tipe
keterampilan staf pemasaran itu sendiri dan keahlian yang dibutuhkan
untuk melaksanakan audit secara lengkap. Puncak dari fase ini adalah
merumuskan dan mendisain suatu program kerja yang rinci dari aktivitas
pemasaran.
4. Tahap Pengujian Detail
Selama tahap ini, kemutahiran, kelengkapan dan akurasi data akan
ditentukan. Tujuan secara keseluruhan adalah untuk mengidentifikasikan
area yang akan menjamin perhatian divisi pemasaran. Pengujian audit
yang detail dapat diarahkan terhadap apakah sasaran dan tujuan audit
pemasran akan tercapai.
19
Data yang memungkinkan evaluasi demikian dapat diperoleh dari
sumber yang berbeda baik dari departemen pemasaran maupun bagian
keuangan dan melalui berbagagai tekhnik. Tekhnik tersebut dapat
tertmasuk pengujian statistic, melekukan survey personal dan mengirim
kuisioner kepada departemen pemasaran serta melaksanakan analisis
perbandingan, menilai dan menganalisis informasi keuangan dan
sebagainya.
5. Tahap Mengembangkan dan Menelaah temuan audit
Dalam menilai kerja operasional, hal utama yang diperlukan adalah
mendefinisi standar operasional. Auditor harus mempunyai pengetahuan
dan pengalaman yang cukup mengenai aktivitas pemasaran yang
memadai.
Standar yang digunakan dalam pemeriksaan pemasaran dapat
diperoleh dari organisasi itu sendiri maupun industry dimana organisasi
tersebit beroperasi. Standar tersebut mencakup daftar tujuan, sasaran,
referensi anggaran, dokumen penjualan, surat jalan, kebijakan dan
prosedur. Dalam menetapkan temuan audit, diperlukan analisis yang
cermat terhadap kondisi dan keadaan yang diidentifikasi. Salah satu tehnik
yang dapat digunakan untuk menyakinkan bahwah terdapat kondisi yang
perlu dilaporkan dan signifikan adalah menelaah secara kritikal semua
bukti yang mendukung unsure temuan audit.
Apabila seluruh temuan telah dinilai, auditor harus mendiskusikan
temuan dengan pihak departemen pemasaran. Hal ini memberikan peluang
yang lebih jauh bagi auditor untuk menguji temuannya sebelum menyusun
laporan akhir.
6. Tahap Pelaporan
Pelaporan merupakan tahap berikutnya dan mungkin merupakan
tahap yang paling kritikal dari pemeriksaan pemasaran. Keberhasialan
suatuu pemeriksaan pemasaran sangat tergantung pada mutu laporan yang
dihasilkan. Laporan pemeriksaan pemasaran merupakan alat formal untuk
member tahu manajemen puncak tentang temuan auditor yang signifikan
serta rekomendasinya.
Pelaporan harus secara jelas menyatakan tujuan, ruang lingkup,
pendekatan umum dan prosedur yang digunakan. Semua fakta dan
informasi lain yang relevan terhadap temuan audit harus dimasukan pada
laporan naratif, bagan, table, atau grafik. Temuan yang lengkap akan
terdiri dari komentar dan bila mungkin tindakan korektif yang diambil
oleh perusahaan.
7. Tahap Tindak Lanjut
Tujuan dari tahap tindak lanjut adalahuntuk memastikan bahwa
rekomendasi yang dimasukan dalam laporan audit benar-benar telah
dilaksanakan. Apabila departemen pemasaran tidak melakukan tindakan
korektif yang dimaksud, carilah penjelasan mengapa demikian. Suatu
20
penelaahan tindak lanjut lebih disukai sekitar 6 bulan setelah penerbitan
laporan audit, memberikan suatu peluang bagi auditor untuk memperoleh
umpan balik atas efektivitas pemasaran yang dilakukan perusahaan dan
setip kesulitan yang dialami dalam implementasi rekomendasi audit.
Tahap-tahap di atas merupakan tahap dari audit pemasaran. Agar
audit pemasaran dapat berjalan dengan baik, maka tahap tersebut bias
digunkan. Dari tahap-tahap audit pemasaran tersebut sudah jelas bahwa
manajer pemasaran mempunyai peran penting dalam kegiatan audit
pemasarn tersebut. Karena, data/informasi yang dibutuhkan auditor bias
diperoleh dari manajer pemasaran itu sendiri. Dari tahapan audit
pemasaran tersebut, diharapkan adanya suatu perbaikan pemasaran yang
signifikan.
Tahap-tahap audit pemasaran menurut IBK. Bhayangkara (2008:118)
adalah sebagai berikut :
“Pada dasarnya pelaksanaan audit pemasaran bisa mengikuti tahapan audit
secara umum, yaitu :
1. Audit Pendahuluan
2. Review dan pengujian atas pengendalian manajemen perusahaan
3. Audit Lanjutan
4. Pelaporan”.
2.1.2 Efektivitas Penjualan
2.1.2.1 Pengertian Efektivitas
Masalah efektivitas merupakan hal yang sangat penting dalam
melaksanakan aktivitas perusahaan. Agar efektivitas itu dapat diukur, maka tujuan
dari kegiatan tersebut ditetapkan dengan jelas, karena tanpa adanya tujuan, kita
tidak dapat menilai tercapai atau tidaknya efektivitas tersebut.
Pengertian efektivitas menurut Anthony-Dearden-Bedford yang
dialihbahasakan oleh Agus Maulana (2001:14) adalah sebagai berikut :
“Efektivitas diartikan sebagai kemampuan suatu unit untuk mencapai
tujuan yang diinginkan”.
21
Sedangkan menurut Hans Kartikahadi yang dikutip oleh Sukrisno Agoes
(2004:182) efektivitas yaitu :
“Efektivitas diartikan sebagai perbandingan masukan-keluaran dalam
berbagai kegiatan, samapai dengan pencapaian tujuan yang ditetapkan,
baik ditinjau dari kuantitas (volume) dan hasil kerja, kualitas kerja ataupun
batas waktu yang ditargetkan”.
Dari pernyataan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa apabila tujuan
yang telah direncanakan oleh perusahaan terlaksana dengan baik, maka kegiatan
perusahaan dapat dikatakan efektif. Sebaliknya, apabila tujuan perusahaan yang
telah direncanakan tidak terlaksana dengan baik, maka dapat dikatakan kegiatan
perusahaan tersebut tidak efektif.
2.1.2.2 Pengertian Penjualan
Penjualan adalah tindak lanjut dari pemasaran dan merupakan kegiatan
yang sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan. Melalui aktivitas
penjualan ini perusahaan berhubungan dengan pihak lain, dimana terjadi transaksi
penyerahan barang/jasa dan perolehan kas yang senilai dengan barang/jasa
tersebut.
Menurut Kotler (2009:59) definisi penjualan adalah sebagai berikut:
“The selling concept holds that consumers…, if left alone, won’t buy
enough of the organizations products. The organization must, therefore,
undertake an aggressive selling and promotion effort.”
Dengan kata lain, penjualan merupakan sebuah konsep dimana jika
konsumen dibiarkan dalam keadaan sendirian, biasanya enggan atau menahan diri
22
untuk melakukan pembelian dan harus dibujuk untuk membeli. Oleh karena itu,
perusahaan harus mempunyai alat penjualan dan promosi yang efektif untuk
merangsang pembeli.
Dari definisi tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa penjualan
adalah suatu pengalihan atau pemindahan hak pemilikan atas barang atau jasa dari
penjual kepada pihak pembeli yang disertai dengan penyerahan imbalan dari
pihak penerima barang atau jasa sebagai timbal balik atas penyerahan tersebut,
dan penjualan harus didahului oleh kegiatan promosi atau pemasaran.
2.1.2.3 Jenis-jenis Penjualan
Menurut La Midjan dan Azhar Susanto (2001:170-171) mengungkapkan
bahwa sebagai transaksi penjualan dapat dibagi menjadi beberapa jenis transaksi,
yaitu :
“Jenis-jenis transaksi penjualan yaitu :
1. Penjualan secara tunai.
2. Penjualan secara kredit.
3. Penjualan secara tender.
4. Penjualan ekspor.
5. Penjualan konsinyasi.
6. Penjualan melalui grosir”.
Jenis-jenis penjualan di atas dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Penjualan secara tunai
Penjualan tunai yaitu penjualan yang bersifat cash and carry pada
umumnya terjadi secara kontan. Dapat pula terjadi pembayaran selama
satu bulan juga dianggap kontan.
2. Penjualan secara kredit
Penjualan kredit yaitu penjualan dengan tenggang waktu rata-rata diatas
satu bulan.
3. Penjualan secara tender
Penjualan tender yaitu penjualan yang dilaksanakan melalui prosedur
tender untuk memenuhi permintaan pihak pembeli yang membuka tender
23
tersebut. Untuk memenangkan tender selain harus memenuhi berbagai
prosedur yaitu pemenuhan dokumen tender berupa jaminan dan lain-lain,
juga harus dapat bersaing dengan pihak lainnya.
4. Penjualan ekspor
Penjualan ekspor yaitu penjualan yang dilaksanakan dengan pihak pembeli
luar negri yang mengimpor barang tersebut.
5. Penjualan konsinyasi
Penjualan konsinyasi yaitu penjualan barang secara “titipan” kepada
pembeli yang juga sebagai penjual. Apabila barang itu laku, maka akan
kembali ke penjual.
6. Penjualan melalui grosir
Penjualan grosir yaitu penjualan yang tidak langsung kepada pembeli,
tetapi melalui pedagang atau importir dengan pedagang/toko eceran.
2.1.2.4 Prosedur Penjualan
Dalam pelaksanaan organisasi penjualan tidak terlepas dari adanya
prosedur penjualan. Pengertian prosedur penjualan menurut Cecil Gillespe
(2001:8) adalah sebagai berikut :
“sales procedure is :
1. Sales order, shipping, order and billing
2. Sales distribution
3. Account Receivable
4. Cash receivable and credit control”.
Dari pendapat di atas dapat di uraikan prosedur penjualan pada perusahaan
sebagai berikut :
1. Sales order, shipping, order and billing
Prosedur ini biasanya ditangani oleh bagian penjualan. Bagian ini
menerima pesanan dan bagian salesman. Order pembelian dan pelanggan
atau melalui phone, kemudian pesanan dicatat dalam formulir. Formulir-
formulir yang digunakan dalam prosedur penjualan antara lain :
a. Surat perintah pemesanan barang.
b. Faktur penjualan (sales invoice).
c. Bon penjualan kontan (cash sales slip).
d. Kwitansi pembayaran barang.
24
2. Sales distribution
Distribusi adalah prosedur pengambilan perincian (dalam jumlah rupiah
atau kwitansi barang) dari salah satu dokumen (faktur penjualan) dan
mengumpulkan untuk keperluan laporan. Langkah-langkah dalam
distribusi antara lain :
a. Membuat jurnal yang nantinya akan dipindah bukukan ke dalam buku
besar.
b. Membuat laporan yang menunjukan klasifikasi masing-masing.
c. Membuat kertas kerja, rekening dan formulir lainnya untuk
mengumpulkan transaksi.
Untuk membuat distribusi perlu ditentukan klasifikasi yang diinginkan,
yaitu :
a. Klasifikasi barang
b. Klasifikasi penjualan
c. Klasifikasi langganan
d. Klasifikasi metode penjualan
e. Jenis penjualan
f. Klasifikasi golongan konsumen dan saluran distribusi
Laporan yang dihasilkan dari prosedur distribusi antara lain :
a. Laporan bulanan penjualan dan harga pokok masing-masing kelompok
yaitu :
Menurut kelompok barang
Menurut jenis penjualan b. Laporan harian, mingguan atau bulanan tergantung keperluan menurut:
Jenis barang
Penjualan
Langganan
3. Account Receivable
Kegiatan dari fungsi piutang melibatkan beberapa bagian dari perusahaan
sejak timbulnya piutang sampai diterimanya pembayaran. Adapun bagian-
bagian yang terlibat adalah :
a. Bagian penjualan yang memegang fungsi penjualan dan merupakan
awal timbulnya piutang.
b. Seksi administrasi piutang mencatat timbulnya dan hapusnya piutang.
c. Bagian akkuntasi umum yang mencatat transaksi piutang dalam proses
akuntansi.
d. Bagian keuangan yang melibatkan bagian penagihan maupun
penerimaan uangnya.
4. Cash Receivable and Credit Control
a. Petugas yang mencatat atas timbulnya piutang maupun hapusnya
piutang harus terpisah dari petugas buku besar maupun penagihan.
b. Secara periodik diadakan internal cek anatara total bbuku besar
pembantu dengan buku besar piutang.
25
c. Diadakan konfirmasi atas saldo piutangn secara periodik.
d. Catatan atas piutang berfungsi control atau kondisi dan diatas
maksimum kredit melalui daftar umur piutang.
e. Setiap hasil penagihan oleh petugas inkaso hasilnya harus
dipertanggungjawabkan hari itu juga.
2.1.2.4 Organisasi Penjualan
Pengertian organisasi menurut G.R Terry dalam bukunya “Priciples of
management” yang dikutip oleh La Midjan dan Azhar Susanto (2000:51)
menguraikan pengertian organisasi sebagai berikut :
“Organisasi berarti pengelompokan serta pengetahuan berbagai macam
aktivitas yang dianggap perlu untuk mencapai tujuan”.
Organisasi berbagai fungsi akuntasi antara perusahaan yang satu dengan
yang lain tidak ada keseragaman. Organisasi harus menampung dan menangani
aktivitas perusahaan dengan didukung oleh job description (uraian tugas) yang
baik, begitu pula dengan organisasi penjualan.
Luas atau sempitnya aktivitas penjualan, tujuan pimpinan perusahaan
(pusat atau cabang) akan menentukan organisasi dari fungsi penjualan. Untuk
perusahaan besar dan memiliki cabang-cabang atau perwakilan di kota-kota lain,
maka fungsi penjualan dapat didelegasikan kepada cabang-cabang atau
perwakilan-perwakilan dengan mendelegasikan wewenang yang jelas batas-
batasnya.
26
2.1.2.6 Tujuan Penjualan
Dalam suatu perusahaan, kegiatan penjualan merupakan kegiatan yang
paling penting karena dengan adanya kegiatan penjualan tersebut terbentuklah
laba yang dapat menjamin kontinuitas perusahaan. Tujuan penjualan pada
umumnya adalah untuk mencapai laba optimal dengan modal yang minimal.
Menurut Basu Swastha (2001:80), biasanya perusahaan memiliki tiga
tujuan umum dalam penjualannya, yaitu:
1. Mencapai Volume Penjualan
Perusahaan perlu menetapkan target penjualan yang akan dicapai
untuk periode waktu, biasanya dalam satu tahun. Target penjualan ini
sangat penting untuk kegiatan perencanaan keuangan dan manajer
promosi penjualan, karena dengan menetapkan target penjualan, maka
volume penjualan akan tercapai.
2. Mendapatkan Laba Tertentu
Pada saat mendirikan suatu perusahaan, setiap individu dalam
perusahaan tentu mempunyai tujuan masing-masing, dan tujuan
tersebut harus diarahkan menuju tercapainya tujuan perusahaan secara
keseluruhan yaitu untuk memperoleh laba yang optimal. Pengakuan,
pengukuran, dan pelaporan (penyajian) laba perusahaan sangat
penting, hal ini membantu manajem untuk mengetahui seberapa
berhasilkah kegiatan penjualan yang telah dilaksanakan.
3. Menunjang Pertumbuhan Perusahaan
Penjualan yang efektif sangat membantu dalam meningkatkan volume
penjualan, sehingga laba yang diharapkan oleh perusahaan dapat
tercapai. Dengan adanya laba, maka secara tidak langsung dapat
menunjang pertumbuhan perusahaan, sehingga perusahaan dapat
mengembangkan usahanya.
27
2.1.2.7 Pengertian Efektivitas Penjualan
Sebelumnya telah diuraikan mengenai pengertian efektivitas dan
penjualan. Secara umum dapat dikatakan bahwa efektivitas mengacu pada
pencapaian suatu tujuan, jadi sebenarnya efektivitas berhubungan dengan hasil
operasi dan tujuan suatu kegiatan organisasi. Demikian juga dengan aktivitas
penjualan, suatu penjualan dapat dikatakan efektif jika terjadi perkembangan
penjualan yang dapat dilihat dari volume penjualan terus-menerus meningkat dan
anggaran penjualan yang dapat segera direalisasikan.
Menurut Anthony Dearden dan Bedford yang telah dialihbahasakan oleh
Agus Maulana (2002:203) bahwa:
“Efektivitas penjualan adalah kemampuan penjualan barang suatu unit
yang diproduksi perusahaan untuk dijual dan barang yang dibeli untuk
dijual kembali demi mencapai tujuan yang diinginkan”.
Sedangkan pengertian efektivitas penjualan menurut Akmal (2006:37)
adalah sebagai berikut:
“Efektivitas penjualan adalah pembandingan realisasi penjualan dengan
target penjualan”.
Jadi pengertian efektivitas penjualan adalah realisasi penjualan yang dapat
mencapai sasaran penjualan yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu:
1. Mencapai target penjualan.
2. Mendapatkan laba tertentu.
3. Menujang pertumbuhan perusahaan.
28
Efektivitas penjualan pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian
tujuan dan target kebijakan (hasil guna). Kegiatan penjualan dapat dikatakan
efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan.
Efektivitas penjualan dapat dicapai jika dalam pelaksanaan aktivitas dan program
dapat berjalan dengan optimal. Dengan demikian efektivitas penjualan merupakan
usaha perusahaan dalam mendistribusikan barang dan jasa secara optimal untuk
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
2.1.3 Pengaruh Pelaksanaan Audit Pemasaran terhadap Efektivitas
Penjualan
Peranan audit pemasaran dalam hubungannya untuk mencapai efektivitas
perusahaan meliputi seluruh aspek dan kegiatan yang bersangkutan dengan
pemasaran dan penjualan. Hal ini dapat dilihat dari tujuan audit manajemen
aktivitas pemasaran dan penjualan seperti yang dikemukakan oleh Nugroho
Widjayanto (1985:228), yaitu:
“Pemeriksaan atas pemasaran dan penjualan bertujuan untuk:
1. Menilai kegiatan pemasaran dan penjualan.
2. Mendeteksi adanya kelemahan dalam kegiatan pemasaran dan
penjualan serta mencari upaya penanggulangannya.
3. Mencari alternatif dalam usaha meningkatkan efektivitas pemasaran
dan penjualan.
4. Mengembangkan rekomendasi bagi penanggulangan kelemahan dan
peningkatan prestasi.”
Audit Pemasaran menurut Amin Widjaja Tunggal (2000:79) adalah
sebagai berikut:
“Audit pemasaran adalah suatu peninjauan dan penilaian yang menyeluruh
atas operasi pemasaran untuk membantu mengungkapkan masalah yang
29
dihadapi manajemen pemasaran, seperti turunnya penjualan, moral
penjualan yang kurang baik, dan lain-lain”.
Adanya pengaruh pelaksanaan audit pemasaran terhadap efektivitas
penjualan juga dikemukakan Sukrisno Agoes (2004:175) dalam pengertian
peranan audit sebagai berikut :
”Pendekatan audit yang biasa dilakukan dalam suatu manajemen audit
adalah menilai efisiensi, efektivitas dan keekonomisan dari masing-masing
fungsi yang terdapat dalam perusahaan. Misalnya fungsi penjualan dan
pemasaran, fungsi produksi, fungsi pergudangan dan distribusi, fungsi
sumber daya manusia, fungsi akuntansi dan fungsi keuangan”.
Iryadi (2004), mengatakan bahwa:
“pemeriksaan intern khususnya pemeriksaan pemasaran pada kegiatan
penjualan bertujuan untuk menilai ketaatan pada kebijakaan atau prosedur
penjualan yang ditetapkan oleh perusahaan, mengevaluasi tingkat efisiensi
dan efektivitas dalam mengelola kegiatan penjualan, untuk mengetahui
hambatan-hambatan dan kelemahan-kelemahan yang ditemui pada
kegiatan penjualan serta untuk mengetahui hasil dan dampak dari
pemeriksaan pemasaran dan memberikan masukan serta saran guna
meningkatkan efektivitas penjualan”.
Efektivitas operasi penjualan adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan
cara meningkatkan kuantitas atau volume penjualan dengan melihat kemampuan
perusahaan dalam meyalurkan barang-barang, kebijaksanaan dan strategi yang
ditetapkan oleh perusahaan agar penjualannya efektif. Penjualan efektif dapat
tercapai dengan melakukan berbagai kegiatan pemasaran seperti penilaian
kebutuhan, riset pemasaran, pengembangan produk, penetapan harga dan saluran
distribusi. Jika pemasaran berhasil mengidentifikasikan kebutuhan konsumen,
mengembangkan produk yang tepat dan menetapkan harga yang wajar,
mendistribusikannya serta mempromosikannya secara efektif, akan dapat
meningkatkan penjualan.
30
2.2 Kerangka Pemikiran
Setiap perusahaan memiliki tujuan tertentu berupa pencapaian laba (profit)
yang optimal. Seluruh kegiatan yang dilaksanakan perusahaan dan setiap
kebijakan yang dibuat tentunya mengarah kepada usaha-usaha untuk mencapai
laba yang optimal tersebut, salah satunya melalui fungsi pemasaran. Pemasaran
merupakan kegiatan yang sangat penting dalam menentukan keberlangsungan
suatu perusahaan. Pemasaran yang berhasil dapat menjadi pendorong kuat
tercapainya tujuan perusahaan. Sebaliknya, pemasaran yang lumpuh sedikit demi
sedikit akan mengikis sumber daya organisasi bahkan melenyapkannya. Kondisi
tersebut tidak hanya berlaku untuk situasi persaingan bebas tanpa ada monopoli,
karena dalam situasi monopoli sendiri diperlukan pula upaya pemasaran dan
penjualan yang efisien dan efektif.
Dengan berkembangnya suatu perusahaan diikuti dengan kompleksnya
aktivitas yang dijalankan, hal ini menuntut pelaksanaan aktivitas yang efisien dan
efektif untuk mendukung pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, sedangkan
untuk mengetahui perbandingan sampai sejauh mana tujuan yang ditetapkan
tersebut tercapai dibandingkan dengan kondisi yang ada, perlu dilakukan audit.
Dalam hal ini diperlukan adanya audit pemasaran untuk mengontrol
aktivitas pemasaran, adapun pengertian audit pemasaran seperti yang
diungkapkan IBK. Bayangkara (2008:115) sebagai berikut:
“Audit pemasaran adalah pengujian yang koprehensif, sitematis,
independen, dan dilakukan secara periodik terhadap lingkungan
pemasaran, tujuan, strategi, dan aktivitas perusahaan atau unit bisnis,
untuk menentukan peluang dan area permasalahan yang terjadi, serta
merekomendasikan rencana tindakan untuk meningkatkan kinerja
pemasaran perusahaan”.
31
Audit Pemasaran menurut Amin Widjaja Tunggal (2000:79) adalah
sebagai berikut:
“Audit pemasaran adalah suatu peninjauan dan penilaian yang menyeluruh
atas operasi pemasaran untuk membantu mengungkapkan masalah yang
dihadapi manajemen pemasaran, seperti turunnya penjualan, moral
penjualan yang kurang baik, dan lain-lain”.
Pada dasarnya Audit Pemasaran menurut Amin W. Tunggal (2003:15)
melalui beberapa tahap yaitu :
1. Tahap usulan dan pengenalan
2. Tahap survey pendahuluan
3. Tahap penelaahaan yang lebih rinci
4. Tahap pengujian detail
5. Tahap mengembangkan dan menelaah temuan audit
6. Tahap pelaporan
7. Tahap tidak lanjut
Aktivitas penjualan yang efektif adalah hal yang utama dalam
mendapatkan pendapatan yang optimal. Hal ini disebabkan karena penjualan
terpusat pada sebagian besar aktivitsa perusahaan. Aktivitas penjualan harus
direncanakan dan dikendalikan secara efektif, karena pada aktivitas ini banyak
sekali menyerap beban, misalnya pemasaran, administrasi, periklanan, komisi dan
lain-lain.
Dalam pencapaian tujuan perusahaan yaitu menghasilkan laba serta
mempertahankan kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan, maka
keberhasilan penjualan sangatlah penting. Mengingat penjualan merupakan
sumber pendapatan yang utama dari seluruh aktivitas perusahaan sehingga
transaksi-transaksi yang mempengaruhi perkiraan penjualan harus dapat
dikendalikan dengan baik.
32
Menurut Anthony-Dearden-Bedford yang dialihbahasakan oleh Agus
Maulana (2001:14) adalah sebagai berikut:
“Efektivitas penjualan diartikan sebagai kemampuan suatu unit usaha
untuk mencapai tujuan yang diinginkan.”
Sedangkan pengertian efektivitas penjualan menurut Akmal (2006:37)
adalah sebagai berikut:
“Efektivitas penjualan adalah pembandingan realisasi penjualan dengan
target penjualan”.
Menurut Basu Swastha (2001:80), biasanya perusahaan memiliki tiga
tujuan umum dalam penjualannya, yaitu:
1. Mencapai Volume Penjualan
2. Mendapatkan Laba Tertentu
3. Menunjang Pertumbuhan Perusahaan
Peranan audit pemasaran dalam hubungannya untuk mencapai efektivitas
perusahaan meliputi seluruh aspek dan kegiatan yang bersangkutan dengan
pemasaran dan penjualan. Hal ini dapat dilihat dari tujuan audit manajemen
aktivitas pemasaran dan penjualan seperti yang dikemukakan oleh Nugroho
Widjayanto (1985:228), yaitu:
“Pemeriksaan atas pemasaran dan penjualan bertujuan untuk:
1. Menilai kegiatan pemasaran dan penjualan.
2. Mendeteksi adanya kelemahan dalam kegiatan pemasaran dan
penjualan serta mencari upaya penanggulangannya.
3. Mencari alternatif dalam usaha meningkatkan efektivitas pemasaran
dan penjualan.
4. Mengembangkan rekomendasi bagi penanggulangan kelemahan dan
peningkatan prestasi.”
Dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Jeje Siti Fajriyah (2006)
dengan judul “Pengaruh pelaksanaan Pemeriksaan Operasional terhadap
33
Efektivitas Penjualan” terdapat pengaruh yang signifikan anatara pelaksanaan
pemeriksaan operasional terhadap efektivitas penjualan.
Defri Sianturi (2009) dengan judul “Pengaruh Audit Manajemen terhadap
Efektivitas Penjualan (Studi kasus pada PT. KAI (Persero), PDAM,PT. PLN)”
terdapat pengaruh yang signifikan antara audit manajemen terhadap efektivitas
penjualan.
Iryadi (2004), mengatakan bahwa pemeriksaan intern khususnya
pemeriksaan pemasaran pada kegiatan penjualan bertujuan untuk menilai ketaatan
pada kebijakaan atau prosedur penjualan yang ditetapkan oleh perusahaan,
mengevaluasi tingkat efisiensi dan efektivitas dalam mengelola kegiatan
penjualan, untuk mengetahui hambatan-hambatan dan kelemahan-kelemahan yang
ditemui pada kegiatan penjualan serta untuk mengetahui hasil dan dampak dari
pemeriksaan pemasaran dan memberikan masukan serta saran guna meningkatkan
efektivitas penjualan.
Berdasarkan penelitian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan menggunakan pengukuran yang berbeda. Penulis juga
mengambil objek yang berbeda, yaitu salah satu perusahaan BUMN yang
bergerak di bidang sarana angkutan dan pariwisata, dalam hal ini PT Kereta Api
Indonesia (Persero).
34
Uraian singkat mengenai kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran
Pelaksanaan Audit Pemasaran
Tahap-tahap Audit Pemasaran
1. Usulan dan Pengenalan
2. Survey Pendahuluan
3. Penelaahan yang Lebih Rinci
4. Pengujian Detail
5. Mengembangkan dan menelaah
temuan audit
6. Pelaporan
7. Tindak Lanjut
Amin W. Tunggal (2003:15)
Efektivitas Penjualan
Perusahaan memiliki tiga
tujuan umum dalam
penjualannya.
1. Mencapai Volume
Penjualan
2. Mendapatkan Laba
Tertentu
3. Menunjang Pertumbuhan
Perusahaan
Basu Swastha (2001:80)
35
2.3 Hipotesis
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah audit pemasaran
pada PT Kereta Api Indonesia (Persero) sudah dilaksanakan secara memadai dan
apakah pelaksanaan penjualannya sudah mencapai target yang ditentukan.
Selanjutnya akan dilihat bagaimana pengaruh pelaksanaan audit pemasaran
terhadap efektivitas penjualan. Jika pelaksanaan audit pemasaran sudah dilakukan
secara memadai, maka penjualan perusahaan akan efektif.
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka penulis mencoba untuk
menetapkan hipotesis yang akan diteliti dan diuji kebenarannya, sebagai berikut
“Terdapat pengaruh antara Pelaksanaan Audit Pemasaran terhadap Efektivitas
Penjualan.”