jbptunpaspp gdl heriyanto 3116 1 artikell

38
I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Warna merupakan faktor yang cukup penting bagi banyak makanan, baik makanan yang tidak di proses maupun makanan yang telah diolah di banyak industri pangan. Sama halnya bau, rasa dan tekstur, warna memegang peranan yang sangat penting dalam penerimaannya oleh konsumen. Selain itu warna juga dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia yang terjadi di dalam makanan, seperti pencoklatan dan pengkaramelan (deMan, 1997) Pewarna tambahan didefinisikan sebagai zat warna atau bahan lain yang dibuat dengan cara sintetis atau kimiawi, hewan atau sumber lain yang diekstraksi, diisolasi, bila ditambahkan atau digunakan ke bahan makananb atau obat bisa menjadi bagian dari warna bahan tersebut (Tranggono dkk, 1990) Beberapa pewarna alami yang berasal dari tanaman dan hewan, diantaranya adalah klorofil, mioglobin dan hemoglobin, anthosianin, flavonoid, tannin, betalain, quinon dan xanthon, serta karotenoid (Cahyadi, 2006). Zat pewarna sintetis pada umumnya banyak digunakan oleh banyak industri pangan, karena memiliki banyak keunggulan diantaranya stabilitas warna dan variasi warnanya lebih baik dibandingkan dengan zat pewarna alami (Winarno, 1997). Pewarna sintetis yang diizinkan di Indonesia contohnya antara lain amaranth, eritrosin, biru berlian, ponceau 4R, hijau s, indigotin, sedangkan pewarna sintetis yang dilarang antaralain rhodamin B, guinea green B, magenta, methanil yellow (Cahyadi, 2006). Penggunaan pewarna makanan alami semakin lama semakin ditinggalkan produsen makanan. Hal ini disebabkan oleh karena kurang praktis dalam pemakaiannya terkait dengan 1

Upload: sukma-hayya

Post on 31-Dec-2015

34 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

artikel

TRANSCRIPT

Page 1: Jbptunpaspp Gdl Heriyanto 3116 1 Artikell

I PENDAHULUAN

Latar Belakang PenelitianWarna merupakan faktor yang

cukup penting bagi banyak makanan, baik makanan yang tidak di proses maupun makanan yang telah diolah di banyak industri pangan. Sama halnya bau, rasa dan tekstur, warna memegang peranan yang sangat penting dalam penerimaannya oleh konsumen. Selain itu warna juga dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia yang terjadi di dalam makanan, seperti pencoklatan dan pengkaramelan (deMan, 1997)

Pewarna tambahan didefinisikan sebagai zat warna atau bahan lain yang dibuat dengan cara sintetis atau kimiawi, hewan atau sumber lain yang diekstraksi, diisolasi, bila ditambahkan atau digunakan ke bahan makananb atau obat bisa menjadi bagian dari warna bahan tersebut (Tranggono dkk, 1990)

Beberapa pewarna alami yang berasal dari tanaman dan hewan, diantaranya adalah klorofil, mioglobin dan hemoglobin, anthosianin, flavonoid, tannin, betalain, quinon dan xanthon, serta karotenoid (Cahyadi, 2006).

Zat pewarna sintetis pada umumnya banyak digunakan oleh banyak industri pangan, karena memiliki banyak keunggulan diantaranya stabilitas warna dan variasi warnanya lebih baik dibandingkan dengan zat pewarna alami (Winarno, 1997).

Pewarna sintetis yang diizinkan di Indonesia contohnya antara lain amaranth, eritrosin, biru berlian, ponceau 4R, hijau s, indigotin, sedangkan pewarna sintetis yang dilarang antaralain rhodamin B, guinea

green B, magenta, methanil yellow (Cahyadi, 2006).

Penggunaan pewarna makanan alami semakin lama semakin ditinggalkan produsen makanan. Hal ini disebabkan oleh karena kurang praktis dalam pemakaiannya terkait dengan belum adanya pewarna alami yang dijual di pasaran sehingga produsen makanan harus membuat sendiri pewarna makanan yang dibutuhkan tersebut. Disamping itu kelemahan dari penggunaan pewarna alami adalah warna yang kurang stabil yang bisa disebabkan oleh perubahan pH, proses oksidasi, pengaruh cahaya dan pemanasan, sehingga intensitas warnanya sering berkurang selama proses pembuatan makanan. Pigmen dari alam mempunyai sifat fisika dan kimia yang berbeda-beda. Kebanyakan sensitif terhadap proses oksidasi, perobahan pH dan cahaya (Downham et al, 2000).

Zat pewarna alami diantaranya berasal dari tanaman, yang salah satunya adalah daun suji (Pleomele angustifolia). Beberapa kandungan kimia yang terdapat dalam daun suji diantaranya saponin dan flavonoid. Prangdimurti (2007) telah membuktikan bahwa suji memiliki efek antioksidan dan hipokolesterolemik melalui kandungan klorofil dan flavonoid daun suji. Daun suji juga memiliki beberapa keunggulan yaitu merupakan produk lokal yang mudah di budidayakan, mempunyai tekstur rasa yang halus sehingga dapat dicampurkan dengan konsentrasi yang tinggi pada produk makanan lain.

Klorofil atau pigmen utama tumbuhan banyak dimanfaatkan sebagai food suplement yang dimanfaatkan

1

Page 2: Jbptunpaspp Gdl Heriyanto 3116 1 Artikell

untuk membantu mengoptimalkan fungsi metabolik, sistem imunitas, detoksifikasi, meredakan radang (inflamatorik) dan menyeimbangkan sistem hormonal (Limantara, 2007, dalam Agustian, 2011).

Salah satu sifat kimia klorofil yang penting adalah ketidakstabilan yang ekstrim, seperti sensitif terhadap cahaya, panas, oksigen, dan degradasi kimia yang meliputi reaksi feofitinasi reaksi pembentukan klorofilid, dan reaksi oksidasi (Gross, 1991).

pH pada klorofil bersifat tidak stabil, untuk mengatasinya perlu digunakan jenis bahan penstabil klorofil yang cocok, sehingga pembentukan feofitin dapat diminimalkan,

Salah satu metode pengeringan yang digunakan untuk membuat bubuk instan adalah metode pengeringan busa (foam-mat drying). Foam-mat drying merupakan cara pengeringan bahan berbentuk cair yang sebelumnya dijadikan busa terlebih dahulu dengan menambahkan zat pembusa untuk bahan yang peka terhadap panas dan merupakan salah satu pengeringan yang digunakan terhadap senyawa yang menyebabkan lengket jika dikeringkan dengan cara lain (Andriastuti, 2003).

Pada metode foam-mat drying perlu ditambahkan bahan pembusa untuk mempercepat pengeringan, menurunkan kadar air, dan menghasilkan produk bubuk yang remah. Menurut Kumalaningsih dkk (2005), dengan adanya busa maka akan mempercepat proses penguapan air walaupun tanpa suhu yang terlalu tinggi, produk yang dikeringkan menggunakan busa pada suhu 50-80°C dapat menghasilkan kadar

air 2-3%. Bubuk hasil dari metode foam-mat drying mempunyai densitas atau kepadatan yang rendah (ringan) dan bersifat remah.

Bahan tambahan yang umum digunakan untuk membuat produk serbuk buah maupun bumbu dengan metode foam-mat drying adalah dextrin maupun CMC (Hartanti, S., 2002). Dalam proses foam-mat drying, dekstrin berguna sebagai agen pengikat yang dapat membantu pengeringan.Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang dapat diidentifikasi sehubungan dengan penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh konsentrasi Dekstrin terhadap karakteristik Serbuk pewarna hijau alami daun suji.2. Bagaimana pengaruh pH terhadap karakteristik serbuk pewarna hijau alami daun suji.3. Bagaimana pengaruh interaksi antara konsentrasi Dekstrin dan pH terhadap karakteristik serbuk pewarna hijau alami daun suji.Tujuan penelitianMaksud penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi dekstrin dan pH terhadap karakteristik serbuk pewarna hijau alami dari daun suji dengan metode foam-mat drying.Manfaat Penelitian Manfaat dari hasil penelitian ini yaitu untuk meningkatkan nilai ekonomis daun suji, serta meningkatkan daya simpan pewarna hijau alami daun suji, dan penganekaragaman (diversifikasi) dari daun suji sebagai pewarna hijau alami yang praktis digunakan.

2

Page 3: Jbptunpaspp Gdl Heriyanto 3116 1 Artikell

Kerangka PemikiranKlorofil mudah mengalami

kerusakan selama proses pengolahan sehingga akan mempengaruhi warna dan kapasitas antioksidan dari ekstrak yang diperoleh. Hal ini disebabkan karena lepasnya ion Mg2+ pada pusat struktur klorofil. Untuk itu diperlukan suatu alternatif dalam mempertahankan klorofil selama proses pengolahan, salah satunya yaitu menggunakan NaHCO3.

Degradasi klorofil pada jaringan sayuran dipengaruhi oleh pH. Pada media basa (pH 9), klorofil sangat stabil terhadap panas, sedangkan pada media asam (pH 3) tidak stabil. Penurunan satu nilai pH yang terjadi ketika pemanasan jaringan tanaman melalui pelepasan asam, hal ini mengakibatkan warna daun memudar setelah pemanasan. Penambahan garam klorida seperti sodium, magnesium, atau kalsium menurunkan feofitinisasi, karena terjadi pelapisan elektrostatik dari garam (Fennema, 1996).

Menurut Titihalawa (2008) menyatakan bahwa warna hijau pada daun singkong yang menggunakan kapur sirih cenderung lebih stabil bahkan sampai suhu 95oC, ini membuktikan bahwa kandungan kalsium yang dimiliki kapur sirih mampu mempertahankan klorofil agar tidak terbentuk feofitin.

Reaksi feofitinasi adalah reaksi pembentukan feofitin yang berwarna coklat, dimana ion mg2+ dari klorofil akan semakin banyak lepas dengan proses pemanasan serta pengaruh keasaman. Peristiwa ini terjadi karena protein yang menjadikan ikatan kompleks dengan molekul klorofil

mengalami denaturasi, sehingga sumbangan yang beasal dari ligan protein dalam mempertahankan mg2+

menjadi berkurang. Warna hijau dari sayuran dengan cepat berubah dari hijau terang menjadi hijau kecoklatan karena pemanasan dan penyimpanan. Diduga asam yang diproduksi dilepaskan dari jaringan tanaman selama pemanasan dan penyimpanan (Gross, 1991).

Foam-mat drying merupakan cara pengeringan bahan berbentuk cair yang sebelumnya dijadikan foam atau buih terlebih dahulu dengan menambahkan zat pembuih (albumin) dengan diaduk atau dikocok kemudian dituangkan di atas loyang atau wadah, kemudian dikeringkan sampai larutan kering. Proses selanjutnya adalah penepungan untuk menghancurkan lembaraan-lembaran kering hasil pengeringan, selanjutnya hasil penepungan di ayak agar seragam diameternya dan penampilanya menarik (Suryanto, 2000)

Menurut Mulyoharjo (1988), konsentrasi buih yang semakin banyak akan meningkatkan luas permukaan dan memberi struktur berpori pada bahan sehingga akan meningkatkan kecepatan pengeringan. Lebih lanjut Van Arsdel et al., dalam akbar (2009), menyatakan bahwa lapisan pada pengeringan busa lebih cepat kering dari pada lapisan tanpa busa pada kondisi yang sama. Konsentrasi busa yang semakin banyak akan meningkatkan luas permukaan dan memberi struktur berpori pada bahan, sehingga memungkinkan terjadinya pemanasan disemua bagian bahan sehingga proses penguapan air dari bahan lebih cepat.

3

Page 4: Jbptunpaspp Gdl Heriyanto 3116 1 Artikell

Pada metode foam-mat drying perlu ditambahkan bahan pembusa untuk mempercepat pengeringan, menurunkan kadar air, dan menghasilkan produk bubuk yang remah. Menurut Kumalaningsih dkk (2005), dengan adanya busa maka akan mempercepat proses penguapan air walaupun tanpa suhu yang terlalu tinggi, produk yang dikeringkan menggunakan busa pada suhu 50-80°C dapat menghasilkan kadar air 2-3%. Bubuk hasil dari metode foam-mat drying mempunyai densitas atau kepadatan yang rendah (ringan) dan bersifat remah.

Waktu dan suhu pengeringan dengan metode Foam-mat drying tergantung pada produk yang akan dikeringkan, tidak dapat ditentukan secara pasti. Sari buah jambu biji serbuk memerlukan ± 2 jam pada suhu 50-60oC, dan udara pengering mengandung 2% uap air dengan konsentrasi albumin 10%. Kondisi suhu pengeringan tinggi mungkin akan menimbulkan kerusakan pada produk (Kumalaningsih dkk,2005).

Menurut Iswari (2007) pengeringan sari wortel untuk dijadikan bubuk instant dengan metode foam-mat drying membutuhkan waktu jauh lebih pendek dibandingkan dengan metode tanpa foam. Pengeringan dengan metode foam-mat drying hanya membutuhkan waktu enam jam untuk mengeringkan sari wortel menjadi bubuk instant sedangkan tanpa foam membutuhkan waktu selama 96 jam. Hal ini disebabkan karena tanpa foam, dan pada suhu rendah (50 ºC) proses dehidrasi pada partikel-partikel sari wortel sulit terjadi.

Menurut Rostanti (2002) penambahan dekstrin 10%, albumin 5% dengan suhu pengeringan 60oC dan waktu 1 jam pada produk susu kedelai instan dengan menggunakan metode foam-mat drying menghasilkan produk terbaik secara organoleptik untuk warna, tekstur, rasa, dan aroma, dengan respon kimia diperoleh hasil kadar lemak 8,80%, kadar protein 53,68%, kadar air antara 1,3% - 4% dan kekentalam 0,495%.

Konsentrasi dekstrin 15% dan konsentrasi albumin 15% pada pembuatan bumbu rendang instan dengan metode foam-mat drying dihasilkan produk yang unggul dari segi warna dan aroma secara organoleptik serta memiliki kadar air 6,08%, kadar abu 1,06%, kadar serat 7,14% dan rendemen 36,35% yang sesuai dengan standar (Muliawati,2010).

Konsentrasi dekstrin berpengaruh pada penurunan kadar air pada proses pengeringan. Konsentrasi dekstrin mempengaruhi kekuatan foam,semakin tinggi konsentrasi dekstrin maka semakin kental foam yang terbentuk, sehingga kadar air yang dikandung dalam bahan menjadi lebih kecil. Konsentrasi air yang kecil cenderung lebih cepat menguap sehingga penurunan kadar airnya juga lebih cepat (Fadilah,2006).

Dextrin berguna sebagai senyawa pengikat yang dapat membantu pengeringan, karena dextrin berfungsi mengentalkan foam yang dapat mengikat kadar air dan sebagai bahan pengisi pada sebagian produk serbuk (Kumalaningsih dkk, 2005). Dextrin dan putih telur berperan penting dalam

4

Page 5: Jbptunpaspp Gdl Heriyanto 3116 1 Artikell

menetukan barhasil tidaknya serta menentukan kualitas produk serbuk yang dihasilkan.

Menurut Indah (2010) pada penelitian bumbu rendang serbuk dengan menggunakan metode Foam-mat drying bahwa penambahan dekstrin dengan variasi 10%, 15% dan 20% didapat hasil terbaik adalah dengan penambahan dekstrin 15%, karena dengan menambahkan dekstrin 15% mendapatkan hasil yang paling baik, dengan suhu pemanasan yang sama yaitu pada suhu 60oC dan waktu pemanasan selama 4 jam.Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang dapat diambil dari penelitian ini adalah diduga konsentrasi dekstrin, pH, serta interaksi dari konsentrasi dekstrin dan pH diduga berpengaruh terhadap karakteristik serbuk pewarna hijau alami daun suji yang akan dihasilkan dengan metode Foam-mat drying.Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian dilakukan mulai dari bulan Juli 2012 hingga selesai di Laboratorium Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan, Jl. Setiabudhi No. 193 Bandung.

II BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Bahan dan Alat PenelitianBahan-bahan yang Digunakan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun suji tua, aquadest, dekstrin, albumin, NaHCO3

(Soda kue) dan bahan-bahan lain yang digunakan untuk analisis kimia.

Alat-alat yang DigunakanAlat-alat yang digunakan untuk

penelitian ini adalah timbangan, pisau, kain saring, panci (halco), kompor (rinnai), talenan, pH meter (lutron pH-208), alat pengering tunnel dryer (arfe), drymill (yasaka), sendok, pengaduk loyang dan alat-alat lain yang digunakan untuk analisis.Metode Penelitian

Metode penelitian dalam proses pembuatan serbuk pewarna hijau alami, dilakukan dalam dua tahap meliputi pendahuluan dan penelitian utama.Penelitian Pendahuluan

Penelitian tahap pendahuluan menentukan perbandingan daun suji dengan air pada pembuatan sari suji, yaitu : 1:1, 2:1, pada penelitian pendahuluan ini dibuat serbuk dengan kondisi pH 8, konsentrasi dekstrin 15%, albumin 15%, dan sari suji 70%, kemudian dilakukan penilaian warna dengan menggunakan uji hedonik, kriteria penilaian ditentukan berdasarkan tingkat kesukaan panelis terhadap sampel-sampel yang disajikan kepada 15 orang panelis yang tidak terlatih. Penilaian dapat dilihat pada tabel berikut :

5

Page 6: Jbptunpaspp Gdl Heriyanto 3116 1 Artikell

Tabel 1. Kriteria Skala Hedonik

Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat tidak suka 1

Tidak suka 2

Agak tidak suka 3

Agak suka 4

Suka 5

Sangat suka 6

Amat sangat suka 7

Sumber : Soekarto, 1985

Penelitian UtamaPenelitian utama yang dilakukan

akan mempelajari mengenai pengaruh konsentrasi dekstrin dan pH terhadap karakteristik serbuk pewarna alami.Penelitian utama ini terdiri dari rancangan perlakuan, rancangan percobaan, rancangan analisis, dan rancangan responRancangan Perlakuan

Rancangan perlakuan pada penelitian ini terdiri dari dua faktor yaitu konsentrasi dekstrin (A) yang terdiri dari 3 taraf dan pH (B) yang terdiri dari 3 taraf.1. Faktor pertama : Konsentrasi dekstrin (A)

a1 = 10 %a2 = 15 %a3 = 20 %

2. Faktor kedua : pH (B)b1 = 6 b2 = 7,5b3 = 9

Rancangan PercobaanRancangan percobaan yang akan

digunakan pada penelitian ini menggunakan rancangan pola faktorial 3x3 dalam Rancangan Acak Kelompok dengan 3 kali ulangan. Rancangan percobaan ini pengaruh konsentrasi dekstrin dan konsentrasi pH terhadap karakteristik serbuk pewarna hijau alami dapat dilihat pada Tabel 3.1Tabel 2. Matriks Percobaan Faktorial 3 x

3 dengan RAK ( 3 kali ulangan )

Berdasarkan rancangan faktorial diatas dapat dibuat tabel angka acak dalam lay out Tabel 2

Tabel 3. Denah ( Lay out ) Pola Faktorial 3 x 3 dalam Rancangan Acak Kelompok

Kelompok Ulangan I

a

3b

2

a

1b

2

a

2b

2

a

1b

1

a

3b

1

a

3b

3

a

2b

3

a

1b

3

a

2b

1

6

Konsentrasi dekstrin (A)

pH (B)

Ulangan1 2 3

a1 (10%) b1 (6) a1b1 a1b1 a1b1

b2 (7,5) a1b2 a1b2 a1b2

b3 (9) a1b3 a1b3 a1b3

a2 (15%) b1 (6) a2b1 a2b1 a2b1

b2 (7,5) a2b2 a2b2 a2b2

b3 (9) a2b3 a2b3 a2b3

a3 (20%) b1 (6) a3b1 a3b1 a3b1

b2 (7,5) a3b2 a3b2 a3b2

b3 (9) a3b3 a3b3 a3b3

Page 7: Jbptunpaspp Gdl Heriyanto 3116 1 Artikell

Kelompok Ulangan II

a

3b

1

a

2b

2

a

1b

3

a

1b

2

a

3b

2

a

1b

1

a

2b

3

a

2b

1

a

3b

3

Kelompok Ulangan III

a

2b

2

a

1b

1

a

2b

1

a

3b

1

a

2b

3

a

1b

2

a

3b

3

a

3b

2

a

1b

3

Rancangan AnalisisRancangan analisis yang akan

digunakan pada penelitian ini adalah rancangan analisis dengan model matematika :

Yijk = µ + Kk + Ai + Bj + (AB)ij + εijk

Dimana :

Yijk = Nilai pengamatan dari kelompok ke-k, yang memperoleh taraf ke-i

dan faktor A (konsentrasi dekstrin) dan taraf ke-j dari faktor B (pH).

µ = Nilai tengah umum (rata-rata yang sebenarnya) dari nilai

pengamatan.

Kk = Pengaruh perlakuan dari kelompok ke-k.

Ai = Pengaruh perlakuan dari taraf ke-i faktor A (konsentrasi dekstrin).

Bj = Pengaruh perlakuan antara taraf ke-j faktor B (pH).

(AB)ij = Pengaruh interaksi antara taraf ke-i faktor A (konsentrasi dekstrin) dan

taraf ke-j faktor B (pH).

εijk = Pengaruh galat percobaan pada kelompok ke-k yang memperoleh taraf

ke-i faktor A (konsentrasi dekstrin) dan taraf ke-j faktor B (pH).

i = Taraf konsentrasi dekstrin (1,2,3).

j = Taraf pH (1,2,3).

k = Banyaknya ulangan (3 kali).

Berdasarkan rancangan tersebut diatas dapat dibuat analisis variansi (ANAVA), yang dapat dilihat pada Tabel 3

7

Page 8: Jbptunpaspp Gdl Heriyanto 3116 1 Artikell

Tabel 3. Analisis Variansi percobaan faktorial dengan RAK

Sumber : Gaspersz (1995)

Dalam sidik ragam digunakan nilai FHitung untuk menentukan tingkat pengaruh nyata dengan ketentuan sebagai berikut :

H0 diterima, jika Fhitung > Ftabel 5 %H0 ditolak, jika Fhitung ≤ Ftabel 5 %

Kesimpulan dari hipotesis di atas adalah hipotesa diterima jika terdapat pengaruh antara rata-rata dan masing-masing perlakuan. Sedangkan hipotesa ditolak jika tidak terdapat pengaruh antara rata-rata dari masing-masing perlakuan. (Gaspersz, 1995).Rancangan Respon

Rancangan respon dalam penelitian ini terdiri dari respon kimia, respon fisik, dan respon organoleptik.1) Respon Kimia

Respon kimia adalah menghitung Kadar air, menggunakan metode Gravimetri ( Sudarmadji, 2007), dan Kadar klorofil, menggunakan metode Spektrofotometri ( Wintermans dan de Mots, 1986)

2) Respon FisikRespon fisik yang dilakukan pada

pembuatan serbuk pewarna hijau alami adalah uji stabilitas warna sebelum dan setelah pengukusan dengan uji hedonik (soekarto, 1985)3) Respon Organoleptik

Respon organoleptik dilakukan terhadap serbuk pewarna hijau daun suji adalah warna serbuk. Uji organoleptik ini dilakukan dengan menggunakan metode hedonik, kriteria penilaian ditentukan berdasarkan tingkat kesukaan panelis terhadap sampel-sampel yang disajikan kepada 15 orang panelis yang tidak terlatih. Penilaian dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4. Kriteria Skala HedonikSkala Hedonik Skala Numerik

Sangat tidak suka 1Tidak suka 2Agak tidak suka 3Agak suka 4Suka 5Sangat suka 6Amat sangat suka 7

Sumber : Soekarto, 1985Deskripsi PercobaanProsedur pembuatan serbuk pewarna hijau alami secara umum adalah sebagai berikut :1. Sortasi

Sortasi dilakukan secara manual yang dimaksud untuk memilih daun suji yang tua masih segar dan utuh.

2. PenimbanganPenimbangan dilakukan untuk menghitung berapa banyak tiap daun yang akan di pakai.

3. Pencucian

8

Sumber Variasi

dB JK KT FHitung FTabel

5%Kelompok

r – 1 JKK KTK

Perlakuan t – 1Faktor A a – 1 JK (a) KT (a) KT (a)/KTGFaktor B b – 1 JK (b) KT (b) KT (b)/KTGinteraksi AB

(a-)(b-1)

JK (ab)

KT(ab) KT(ab)/KTG

Galat (r-1)(t-1)

JKG KTG

Total rab-1 JKT

Page 9: Jbptunpaspp Gdl Heriyanto 3116 1 Artikell

Pencucian daun dilakukan dengan air bersih yang mengalir dari kran yang berfungsi untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel pada kulit daun suji.

4. Penirisan Penirisan dilakukan untuk menghilangkan air yang masih menempel pada permukaan daun suji.

5. PencacahanPencacahan dilakukan untuk mempermudah proses penghancuran pada saat diblender.

6. PenghancuranSetelah dipotong, daun suji dimasukan ke dalam blender serta ditambahkan air. Penghancuran daun suji dilakukan selama 2-3 menit.

7. PenyaringanKemudian dilakukan penyaringan dengan tujuan untuk memisahkan ampas yang tersisa.

8. Pengocokan putih telurProses pengocokan ini dilakukan secara terpisah, dimana putih telur dilakukan pengocokan terlebih dahulu (selama 5-10 menit) sampai terbentuk buih kemudian bahan yang lain dicampurkan dalam kocokan putih telur tersebut dan dikocok lagi sampai homogen.

9. PencampuranSari suji ditambahkan dekstrin dan putih telur yang telah dibusakan lalu diaduk sampai merata

10. Pengeringan

Hasil dari pengocokan diletakkan dalam bentuk lapisan tipis pada loyang kemudian dilakukan pengeringan pada tunnel dryer pada suhu 30 oC.

11. PenggilinganSetelah dingin, kemudian dilakukan penghalusan dengan memasukan lapisan kering kedalam drymill selama 1-2 menit.

9

Page 10: Jbptunpaspp Gdl Heriyanto 3116 1 Artikell

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian Pendahuluan

10

Page 11: Jbptunpaspp Gdl Heriyanto 3116 1 Artikell

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian Utama

11

Page 12: Jbptunpaspp Gdl Heriyanto 3116 1 Artikell

III HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian PendahuluanPenelitian pendahuluan yang

dilakukan adalah menentukan perbandingan air dengan daun suji untuk memperoleh ekstrak daun suji yang akan digunakan pada pembuatan produk serbuk pewarna hijau alami. Perbandingan antara air dan daun suji yang dilakukan adalah 1:1 dan 2:1. Hasil analisis variansi menunjukan bahwa perbandingan air dengan daun suji berpengaruh terhadap warna serbuk.

Tabel 5. Pengaruh perbandingan air dan daun suji terhadap nilai kesukaan warna serbuk.

Perbandingan (air : daun suji)

Nilai kesukaan

1 : 1 5,75 b

2 : 1 4,31 a

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf berbeda menunjukan perbedaan yang nyata pada uji jarak berganda Duncan dengan taraf nyata 5%.

Dari Tabel 8 menujukan bahwa warna serbuk pada perbandingan air : daun suji 1:1 lebih disukai dari pada perbandingan 2:1. Warna serbuk yang di hasilkan pada perbandingan 1:1 terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan perbandingan 2:1. Hal ini disebabkan

volume pelarut yang digunakan lebih sedikit sehingga konsentrasi klorofil lebih besar atau lebih pekat, semakin banyak pelarut yang ditambahkan maka konsentrasi klorofil semakin kecil.

Warna serbuk pada perbandingan 1:1 lebih disukai karena warna yang dihasilkan lebih tua dan tingkat kemerataan hijaunya lebih merata sehingga warna hijau yang didapat menyerupai warna asli hijau daun suji, semakin besar volume pelarut air yang digunakan semakin terlihat pucat warna hijau pada serbuk daun suji disebabkan karena ekstrak daun suji tersebut lebih encer.

Klorofil a dan feofitin a larut dalam alkohol, eter, dan aseton. Dalam keadaan murni sedikit larut dalam petroleum eter, tidak larut dalam air. Klorofil b dan feofitin b larut dalam alcohol, eter, aseton dan bensen. Dalam keadaan murni hampit tidak larut dalam petroleum eter, tidak larut dalam air. Klorofilid dan feoforbid tidak larut dalam pelarut organic tetapi larut dalam air (Clydesdale dan Francis, 1976 dalam Oktaviani, 1987).1. Klorofil a dan pheophytina mempunyai sifat larut dalam alkohol, eter, benzene, dan aseton, tetapi dalam bentuk murni sedikit larut dalam petroleum eter serta tidak larut dalam air. 2. Klorofil b dan pheophytin b mempunyai sifat larut dalam alkohol, eter, benzena, dan aseton, tetapi dalam bentuk murni tidak larut dalam petroleum eter dan tidak larut dalam air.3. Chlorophyllide dan pheophorbide mempunyai sifat tidak larut dalam

12

Page 13: Jbptunpaspp Gdl Heriyanto 3116 1 Artikell

minyak, tidak mengandung rantai samping phytol dan larut dalam air

Data di atas kemudian dijadikan rujukan untuk digunakan dalam Penelitian Utama, yaitu menggunakan sari suji dengan perbandingan air dan daun suji (1:1).Penelitian Utama

Penelitian utama merupakan lanjutan dari penelitian pendahuluan. Penelitian utama bertujuan untuk mengkaji konsentrasi dekstrin a1 (10%), a2 (15%), a3 (20%) dan kondisi pH meliputi b1 (pH 6), b2 (pH 7,5), b3 (pH 9) terhadap karakteristik pewarna hijau serbuk dengan metode foam-mat drying. Rancangan respon yang dilakukan pada penelitian utama adalah respon kimia yaitu kadar air dan kadar klorofil, respon fisik yaitu uji stabilitas warna sebelum dan setelah pengukusan dengan uji hedonik, dan respon organoleptik yaitu warna serbuk dan warna setelah diaplikasikan pada adonan produk klepon dengan takaran yang sama. Respon Kimia1. Kadar Air

Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung dalam bahan pangan secara total dan biasanya dinyatakan dalam persen berat bahan tersebut (Priyanto, 1988).

Berdasarkan data hasil perhitungan ANAVA (lampiran 5) menunjukkan konsentrasi dekstrin dan kondisi pH berpengaruh terhadap kadar air pewarna hijau serbuk dengan metode foam-mat drying, tetapi interaksinya tidak berpengaruh.

Tabel 6. Pengaruh konsentrasi dekstrin terhadap kadar air (%) serbuk pewarna hijau alami dari daun suji.

Konsentrasi dekstrin

Kadar air (%)

a1(10%)a2(15%)a3(20%)

4,16 b3,85 a3,67 a

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf berbeda menunjukan perbedaan yang nyata pada uji jarak berganda Duncan dengan taraf nyata 5%.

Berdasarakan pada Tabel 9 terlihat dengan jelas pada konsentrasi dekstrin 10% (a1) kadar air semakin menurun dengan semakin tingginya konsentrasi dekstrin yang ditambahakan, terlihat penurunan pada perlakuan konsentrasi dekstrin 15% (a2) dan konsentrasi dekstrin 20% (a3).

Berdasarkan Tabel 9 diatas diketahui bahwa kadar air pada a2 (konsentrasi dekstrin 15%) dan a3 (konsentrasi dekstrin 20%) tidak menunjukan perbedaan yang nyata, dan lebih rendah dari pada kadar air pada a1 (konsentrasi dekstrin 10%).

Hal ini disebabkan karena kadar air semakin menurun dengan semakin tingginya konsentrasi dekstrin yang ditambahkan dikarenakan sifat dekstrin yang mampu mengikat air, dan adanya pembentukan hidrat (Kristal).

Menurut SNI 01-2970-2006 kadar air maximum pada pewarna serbuk yaitu 5%. Apabila dilihat dari data pada tabel 9 untuk pewarna serbuk dengan kadar air 4,16% - 3,67% maka sesuai dengan standar SNI. Semakin rendah kadar air maka semakin rendah tingkat kerusakan

13

Page 14: Jbptunpaspp Gdl Heriyanto 3116 1 Artikell

produk akibat kerusakan mikroorganisme dan semakin lama umur simpan produk (Winarno, 1992).

Dari Tabel 9 diatas diketahui bahwa pemakaian jumlah penambahan dekstrin semakin tinggi maka kadar air akan semakin kecil. Hal ini di sebabkan karena sifat dekstrin yang mampu mengikat air dalam komponen bahan berbentuk cair yang terikat dalam struktur molekul menyebabkan bahan semakin kental dan mengalami pembesaran konsistensi larutan menjadi tinggi. Peningkatan konsistensi ini disebabkan karena dekstrin merupakan senyawa hidrokoloid (bersifat hidrofilik yang dapat membentuk koloid) (Fennema, 1976 dalam Rostanti, 2002).Tabel 7. Pengaruh kondisi pH terhadap kadar air (%) serbuk pewarna hijau alami dari daun suji.

Kondisi pH Kadar airb1(6)b2(7,5)b3(9)

3,91 ab4,07 b3,70 a

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf berbeda menunjukan perbedaan yang nyata pada uji jarak berganda Duncan dengan taraf nyata 5%.

Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa kondisi pH 6 (b1) tidak berbeda dengan kondisi pH b2 (7,5) dan b3 (9). Kondisi pH b2 (7,5) tidak berbeda dengan pH 6 (b1), akan tetapi berbeda dengan kondisi pH 9 (b3). Kondisi pH b3 (9) tidak berbeda dengan pH b1 (6), akan tetapi berbeda dengan kondisi pH b2 (7,5).

Hal ini disebabkan karena pada kondisi pH 6 (b1) yang berarti asam,

klorofil mudah mengalami kerusakan dan cenderung tidak setabil terhadap panas, sedangkan pada kondisi pH 9 (b3) yang berarti basa, klorofil sangat stabil terhadap panas, tetapi pada Tabel 10 diatas terlihat pH yang paling sesuai adalah pH b2 (7,5). Hal ini ditandai dengan nilai b. Nilai b menunjukkan nilai kadar air yang paling besar. Dengan demikian, kadar air yang paling tinggi pada kondisi pH b2 (7,5), dimana nilai b pada kondisi pH b2 (7,5) adalah yang paling besar jika dibandingkan dengan kondisi pH 6 (b1) dan 9 (b3).

Besar nya kadar air serbuk pewarna alami dari daun suji dipengaruhi oleh pH, juga ditentukan oleh kadar air pada serbuk pewarna alami dari daun suji yang meningkat dengan suhu yang semakin meningkat. Suhu yang semakin tinggi akan mengakibatkan perbedaan waktu pengeringan sehingga air yang di uapkan tidak sama, bahan yang berasal dari bahan baku dan bahan tambahan menguap dan menjadi kering.

Tabel 10 menunjukkan bahwa pH asam dan pH basa mempengaruhi kadar air serbuk pewarna hijau dari daun suji, pada kondisi pH b3 (9) memiliki nilai kadar air yang paling rendah dari pada kondisi pH b1 (6) dan b2 (7,5). 2. Kadar Klorofil

Klorofil adalah nama untuk pigmen hijau yang terdapat pada semua mahluk hidup yang mampu melakukan fotosintesis. Pada tanaman dan alga, kecuali alga biru, klorofil ditemukan pada kloroplast sedangkan pada ganggang biru, hijau dan bakteri intraseluler. Klorofil pada tanaman selalu bergabung dengan karotenoid dan

14

Page 15: Jbptunpaspp Gdl Heriyanto 3116 1 Artikell

santofil, dan ditemukan di dalam

membran sel yang mengandung karbohidrat dan protein (Walford, 1980).

Klorofil adalah zat warna hijau daun yang terbentuk dari proses fotosintesa pada tumbuh-tumbuhan. Klorofil terletak di badan-badan plastid yang disebut kloroplas. Kloroplas memiliki bentuk yang teratur, di bawah mikroskop lensa lemah tampak sebagai lempengan berwarna hijau. Klorofil berikatan erat dengan lipid, protein dan lipoprotein. Molekul-molekul ini terikat dengan monolayer. Lipid terikat karena afinitas fitol, sedangkan protein terikat karena afinitas cincin planar porfirin yang hidrofobik (Clydesdale dan Francis, 1976).

Berdasarkan data hasil perhitungan ANAVA (lampiran 6) menunjukkan bahwa konsentrasi dekstrin, kondisi pH dan interaksinya berpengaruh terhadap karakteristik kadar klorofil pewarna hijau serbuk metode foam-mat drying.

Tabel 8. Pengaruh interaksi konsentrasi

dekstrin (A) dan kondisi pH (B) terhadap uji kadar Klorofil serbuk pewarna hijau alami dari daun suji.

Keterangan : Huruf besar dibaca vertikal, huruf kecil dibaca horizontal. Setiap huruf yang sama tidak menunjukan perbedaan nyata pada taraf 5%.

Dari Tabel 11 diatas diketahui bahwa kondisi pH 6(b1) tidak berbeda pada konsentrasi dekstri 10% (a1) dan 20% (a3), akan tetapi berbeda dengan konsentrasi dekstrin 15%(a2). Diketahui bahwa kondisi pH 7,5(b2) tidak menunjukan perbedaan pada konsentrasi dekstri 15% (a2), akan tetapi menunjukan perbedaan pada konsentrasi dekstrin 10%(a1) dan 20%(a3). Diketahui bahwa kondisi pH 6(b1) tidak berbeda pada berbagai tingkat konsentrasi dekstrin 10%(a1), 15%(a2) dan 20%(a3).

Hal ini disebabkan karena degradasi klorofil pada jaringan sayuran

15

Dekstrin (A)

pH (B)

b1 (6) b2 (7,5) b3 (9)

a1 (10%)10,60 A 13,47 B 11,22 A

Aa Bb A

a2 (15%)16,27 B 7,41 A 8,27 A

Bb Aa A

a3 (20%)13,02 A 11,85 B 11,63 A

Aa Aa A

Page 16: Jbptunpaspp Gdl Heriyanto 3116 1 Artikell

dipengaruhi oleh pH. Pada media basa (pH 9), klorofil stabil terhadap panas, sedangkan pada media asam (pH 3) tidak stabil. Penurunan satu nilai pH yang terjadi ketika pemanasan jaringan tanaman melalui pelepasan asam, hal ini mengakibatkan warna daun memudar setelah pemanasan. Penambahan garam klorida seperti sodium, magnesium, atau kalsium menurunkan feofitinisasi, karena terjadi pelapisan elektrostatik dari garam (Fennema, 1996).

Dari tabel diatas diketahui bahwa konsentrasi dekstrin 10(a1) tidak menunjukan perbedaan pada kondisi pH 6(b1) dan 9(b3), akan tetapi menunjukan perbedaan pada kondisi pH 7,5(b2). Dari tabel diatas diketahui bahwa konsentrasi dekstrin 15(a2) tidak menunjukan perbedaan pada kondisi pH 7,5%(b2), dan 9(b3) akan tetapi menunjukan perbedaan pada kondisi pH 6(b1). Dari tabel diatas diketahui bahwa konsentrasi dekstrin 20% (a3) tidak menunjukan perbedaan pada berbagai tingkat kondisi pH 6(b1), 7,5(b2) dan 9(b3).

Hal ini disebabkan karena Menurut sudjana (1985), konversi pati menjadi dekstrin melibatkan pemecahan dan penyusunan kembali serta kombinasi ikatan-ikatan molekul pati. Gugus fungsional pati ini mungkin berubah dan proses konversi ini melibatkan enzim, alkali, asam, oksidator atau panas.

Dari tabel diatas diketahui bahwa pada kondisi pH 7,5(b2), dan 9(b3) penggunaan konsentrasi dekstrin 15%(a2) kadar klorofil serbuk pewarna hijau alami dari daun suji akan mengalami kenaikan dan akan mengalami penurunan pada penggunaan konsentrasi dekstrin 20%. pada kondisi pH 6(b1),

penggunaan konsentrasi dekstrin 15%(a2) kadar klorofil serbuk pewarna hijau alami dari daun suji akan mengalami penurunan dan akan mengalami kenaikan pada penggunaan konsentrasi dekstrin 20%.

Hal ini disebabkan karena pH alami daun suji sebesar 6 merupakan kategori pH asam, pada kondisi tersebut klorofil a maupun b akan mengalami degradasi menjadi senyawa pheophytin (gambar 4), yaitu suatu senyawa yang berasal dari klorofil namun tidak memiliki atom Mg+ dan memiliki warna coklat kehijauan. Senyawa phephytin ini dapat diukur sebagai perubahan dari warna hijau (klorofil) menuju olive brown (coklat kehijauan) (Milenković, dkk, 2012). Hal ini yang kemudian dapat mempengaruhi kadar klorofil yang dihitung berdasarkan absorban yang terbaca pada spektrofometer, karenanya penurunan kadar klorofil seperti tidak terjadi pada percobaan ini

Dari tabel diatas diketahui bahwa penggunaan konsentrasi dekstrin 20%(a3) kadar klorofil serbuk pewarna hijau alami dari daun suji akan mengalami penurunan apabila kondisi pH semakin tinggi. Akan tetapi hal tersebut tidak terjadi pada konsentrasi dekstrin 10%(a1) dan 15%(a2).

Hal ini disebabkan karena, menurut Smith (1972), dekstrin sering digunakan sebagai pembentukan lapisan dan adible adhesive untuk mengganti gum arab sebai pelapis kacang dan permen. Dekstrin digunakan pula sebagai bahan pengisi dan pembawa aroma. Menurut Graham (1977), dekstrin juga dapat digunakan untuk meningkatkan tekstur bahan pangan.

16

Page 17: Jbptunpaspp Gdl Heriyanto 3116 1 Artikell

Dekstrin merupakan produk antara pada hidrolisis pati dan sintesa alami dalam tumbuh-tumbuhan, dekstrin juga merupakan hasil proses modifikasi pati melalui proses hidrolisis katalis asam, enzimatis maupun pemanasan (Gerard,1976).

Interaksi antara konsentrasi dekstrin dan kondisi pH menunjukan perbedaan yang signifikan terhadap kadar klorofil serbuk pewarna hijau alami dari daun suji.

Hal ini disebabkan karena, menurut Puji Rahayu (2005), bahwa daun tua selalu mengandung klorofil yang lebih besar daripada daun muda. Adanya perbedaan kandungan klorofil antara daun tua dan daun muda berkaitan denganumur daun tersebut. Rupp dan Traenkle (1955), menyatakan bahwa kandungan klorofil akan meningkat sejalan pertumbuhan dari daun muda menjadi daun tua, tanaman masih melakukan biosintetis klorofil. Namun peningkatan klorofil ini akan berhenti pada umur tertentu, karena selan jutnya penuaan daun akan menyebabkan terjadinya degradasi klorofil yang ditunjukan dengan perubahan warna dari hijaumenjadi kecoklatan.Respon Organoleptik

Evaluasi sensori atau organoleptik adalah ilmu pengetahuan yang menggunakan indera manusia untuk mengukur tekstur, penampakan, aroma dan flavor produk pangan. Penerimaan konsumen terhadap suatu produk diawali dengan penilaiannya terhadap penampakan, flavor dan tekstur. Oleh karena pada akhirnya yang dituju adalah penerimaan konsumen, maka uji organoleptik yang menggunakan panelis

(pencicip yang telah terlatih) dianggap yang paling peka dan karenanya sering digunakan dalam menilai mutu berbagai jenis makanan untuk mengukur daya simpannya atau dengan kata lain untuk menentukan tanggal kadaluarsa makanan. Pendekatan dengan penilaian organoleptik dianggap paling praktis lebih murah biayanya (Anonim, 2012)

Respon organoleptik dilakukan terhadap serbuk pewarna hijau daun suji adalah warna serbuk. Uji organoleptik terhadap warna ini menggunakan metode uji hedonik terhadap 15 orang panelis. 1. Warna Serbuk

Berdasarkan data hasil perhitungan ANAVA (lampiran 7) menunjukkan bahwa konsentrasi dekstrin, kondisi pH dan interaksinya berpengaruh terhadap warna serbuk pewarna hijau metode foam-mat drying.

17

Page 18: Jbptunpaspp Gdl Heriyanto 3116 1 Artikell

Tabel 9. Pengaruh interaksi konsentrasi dekstrin (A) dan kondisi pH (B) terhadap warna sebelum aplikasi serbuk pewarna hijau alami dari daun suji.

Dekstrin (A)

pH (B)

b1 (6) b2 (7,5) b3 (9)

a1 (10%)3,46 A 3,68 A

4,77

AB

A Aa B

a2 (15%)4,33 B 4,10 AB

4,77

B

A Aa B

a3 (20%)4,15 B 4,35 B

4,46

A

A Aa A

Keterangan : Huruf besar dibaca vertikal, huruf kecil dibaca horizontal. Setiap huruf yang sama tidak menunjukan perbedaan nyata pada taraf 5%.

Dari Tabel 9 dapat dilihat, hasil pengamatan warna serbuk pada masing-masing perlakuan memperoleh tanggapan yang berbeda dari panelis. Dimana warna serbuk yang paling disukai panelis adalah pada perlakuan a2 (dekstrin 15%) b3 (pH 9) dilihat dari nilai rata-rata tertinggi yaitu 4,77. Adapun dimungkinkan kesukaan panelis terhadap sampel tersebut adalah karena warna serbuk terlihat lebih tua dan tingkat kemerataan hijaunya lebih

merata dibandingkan pada perlakuan yang lainnya.

Dari tabel diatas diketahui bahwa kondisi pH 6(b1) tidak menunjukan perbedaan pada konsentrasi dekstrin 10%(a1), akan tetapi menunjukan perbedaan pada konsentrasi dekstrin 15%(a2), dan 20%(a3). Dari tabel diatas diketahui bahwa kondisi pH 7,5(b2) tidak menunjukan perbedaan pada konsentrasi dekstri 10%(a1), dan 15%(a2). akan tetapi menunjukan perbedaan pada konsentrasi dekstrin 15%(a2) dan 20%(a3). Dari tabel diatas diketahui bahwa kondisi pH 9(b3) tidak menunjukan perbedaan pada konsentrasi dekstrin 10%(a1), dan 20%(a3). akan tetapi menunjukan perbedaan pada konsentrasi dekstrin 10%(a1) dan 15%(a2).

Hal ini disebabkan karena klorofil dapat dengan mudah dihidrolisis untuk menghasilkan klorofilid dan fitol. Hidrolisis terjadi di bawah kondisi asam maupun basa. Biasanya klorofilid terbentuk secara enzimatik oleh klorofilase, suatu enzim yang sering ditemukan dalam jaringan tanaman hijau. Daun-daunan yang kaya klorofilase contohnya: gula bit atau Xanthium pennsylvanicum. Konversi sempurna menjadi turunan yang bebas fitol dapat diversifikasi dengan memeriksa ketidaklarutannya dalam petroleum eter ( Gross, 1991).

Dari tabel diatas diketahui bahwa konsentrasi dekstrin 10%(a1) dan 15%(a2) tidak menunjukan perbedaan pada kondisi pH 6(b1) dan 7,5(b2), akan tetapi menunjukan perbedaan pada kondisi pH 9(b3). Dari tabel diatas diketahui bahwa konsentrasi dekstrin

18

Page 19: Jbptunpaspp Gdl Heriyanto 3116 1 Artikell

20% (a3) tidak menunjukan perbedaan pada berbagai tingkat kondisi pH 6(b1), 7,5(b2) dan 9(b3).

Hal ini disebabkan karena bahan pengisi yang ditambahkan pada metode foam-mat drying bertujuan untuk memperbaiki karakteristik inulin bubuk yang bersifat sangat higroskopis (menyerap uap air dari sekitarnya), meningkatkan kelarutan, dan membentuk padatan terhadap bubuk yang dihasilkan. Menurut Koswara (2005), bahan pengisi dapat mengurangi sifat higroskopis bahan, membentuk padatan yang baik, dan memudahkan bahan larut dalam air.

Dari tabel diatas diketahui bahwa pada kondisi pH 6(b1), dan 9(b3) penggunaan konsentrasi dekstrin 15%(a2) warna sebelum aplikasi serbuk pewarna hijau alami dari daun suji akan mengalami kenaikan dan akan mengalami penurunan pada penggunaan konsentrasi dekstrin 20%. pada kondisi pH 7,5(b2), warna sebelum aplikasi serbuk pewarna hijau alami dari daun suji akan mengalami kenaikan pada setiap kenaikan konsentrasi dekstrin.

Hal ini disebabkan karena Lin et. al. (1970), menunjukkan bahwa asam tidak dilepaskan oleh jaringan tanaman, tetapi terbentuk selama penyimpanan dan pemanasan. Asam-asam yang terbentuk adalah asam asetat dan asam pirolidon karboksilat. Selama proses fermentasi ion magnesium dari klorofil dan klorofilid membentuk feofitin dan feoforbid.

Dari tabel diatas diketahui bahwa pada penggunaan konsentrasi dekstrin 10%(a1) dan 20%(a3) warna sebelum aplikasi serbuk pewarna hijau alami dari

daun suji akan mengalami kenaikan pada setiap kenaikan kondisi pH, akan tetapi tidak terjadi pada penggunaan konsentrasi dekstrin 15%(a2).

Hal ini disebabkan karena Menurut Kumalaningsih dkk (2005), dekstrin dihasilkan dengan proses hidrolisis zat tepung dari jagung atau kentang menggunakan proses pemanasan. Dalam proses foam-mat drying, dekstrin berguna sebagai agen pengikat yang dapat membantu pengeringan.

Interaksi antara konsentrasi dekstrin dan kondisi pH menunjukan perbedaan yang signifikan terhadap warna sebelum aplikasi serbuk pewarna hijau alami dari daun suji.

Gambar 3. Warna serbuk, warna setelah aplikasi dan warna setelah di kukus pewarna hijau dari daun suji uji organoleptik.Sifat fisik1. Warna Setelah Aplikasi

Berdasarkan data hasil perhitungan ANAVA (lampiran 8) menunjukkan bahwa konsentrasi dekstrin, kondisi pH dan interaksinya berpengaruh terhadap warna setelah aplikasi pewarna hijau serbuk metode foam-mat drying.

19

Page 20: Jbptunpaspp Gdl Heriyanto 3116 1 Artikell

Tabel 10. Pengaruh interaksi konsentrasi dekstrin (A) dan kondisi pH (B) terhadap warna setelah aplikasi serbuk pewarna hijau alami dari daun suji.

Dekstrin (A)

pH (B)

b1 (6) b2 (7,5) b3 (9)

a1 (10%)

3,88 A 3,95 A3,66

A

Aab Bb Aa

a2 (15%)

3,88 A 3,72 A5,46

B

Aa Aa Bb

a3 (20%)

3,97 A 4,46 A4,06

A

Aa Bb Aab

Keterangan : Huruf besar dibaca vertikal, huruf kecil dibaca horizontal. Setiap huruf yang sama tidak menunjukan perbedaan nyata pada taraf 5%.

Dari Tabel 13 diketahui bahwa dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin a1, a2 dan a3 pada kondisi pH yang tetap tidak terjadi perubahan warna yang signifikan pada b1 dan b2, tetapi pada b3 terjadi peningkatanwarna a1 terhadap a2 yang di ikuti penurunan kembali a2 terhadap a3.

Hal ini disebabkan karena Pemanasan merupakan proses fisika yang dapat mengakibatkan kerusakan klorofil. Klorofil terdapat dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein yang diduga menstabilkan molekul klorofil

dengan cara memberikan ligan tambahan. Pemanasan dapat mengakibatkan denaturasi protein sehingga klorofil menjai tidak terlindung lagi dan mudah diserang. Pemanasan juga memberi penagruh terhadap aktivitas enzim klorofilase dan enzim lipoksidase (Taylor, 1984).

Dari tabel diatas diketahui bahwa konsentrasi dekstrin 10%(a1) tidak menunjukan perbedaan yang signifikan terhadap warna setelah aplikasi serbuk pewarna hijau alami dari daun suji pada kondisi pH 6(b1) dan 9(b3), akan tetapi menunjukan perbedaan yang signifikan terhadap warna setelah aplikasi serbuk pewarna hijau alami dari daun suji pada kondisi pH 7,5(b2). Dari tabel diatas diketahui bahwa konsentrasi dekstrin 15% (a2) tidak menunjukan perbedaan yang signifikan terhadap warna setelah aplikasi serbuk pewarna hijau alami dari daun suji pada berbagai tingkat kondisi pH 6(b1), dan 7,5(b2). akan tetapi menunjukan perbedaan yang signifikan terhadap warna setelah aplikasi serbuk pewarna hijau alami dari daun suji pada kondisi pH 9(b3). Dari tabel diatas diketahui bahwa konsentrasi dekstrin 20%(a3) tidak menunjukan perbedaan yang signifikan terhadap warna setelah aplikasi serbuk pewarna hijau alami dari daun suji pada kondisi pH 6(b1) dan 9(b3), akan tetapi menunjukan perbedaan yang signifikan terhadap warna setelah aplikasi serbuk pewarna hijau alami dari daun suji pada kondisi pH 7,5(b2).

Hal ini disebabkan karena, menurut sudjana (1985), konversi pati menjadi dekstrin melibatkan pemecahan dan penyusunan kembali serta kombinasi

20

Page 21: Jbptunpaspp Gdl Heriyanto 3116 1 Artikell

ikatan-ikatan molekul pati. Gugus fungsional pati ini mungkin berubah dan proses konversi ini melibatkan enzim, alkali, asam, oksidator atau panas.

Dari tabel diatas diketahui bahwa pada kondisi pH 6(b1), penggunaan konsentrasi dekstrin 10%(a1), dan 15%(a2) warna setelah aplikasi serbuk pewarna hijau alami dari daun suji akan mempunyai nilai yang sama dan akan mengalami kenaikan pada penggunaan konsentrasi dekstrin 20%(a3), akan tetapi tidak terjadi pada kondisi pH 7,5(b2) dan 9(b3).

Dari tabel diatas diketahui bahwa pada penggunaan konsentrasi dekstrin 10%(a1) dan 20%(a3) warna setelah aplikasi serbuk pewarna hijau alami dari daun suji akan mengalami kenaikan pada kondisi pH 7,5(b2), dan akan mengalami penurunan dalam kondisi pH 9(b3), akan tetapi tidak terjadi pada penggunaan konsentrasi dekstrin 15%(a2).

Hal ini disebabkan karena, kekurangan homogenitas menghalangi tugas memastikan bobot molekul. Dengan menurunnya bobot molekul, warna yang ditimbulkan dengan iodine berubah dari biru ke merah ke tidak berwarna (Wilson dan Gisvold, 1972).

Interaksi antara konsentrasi dekstrin dan kondisi pH menunjukan perbedaan yang signifikan terhadap warna setelah aplikasi serbuk pewarna hijau alami dari daun suji.

Berdasarkan data hasil perhitungan anava Tabel 14 menunjukkan bahwa konsentrasi dekstrin, kondisi pH dan interaksinya berpengaruh terhadap warna setelah pengukusan pewarna hijau serbuk metode foam-mat drying.

2. Warna Setelah PengukusanBerdasarkan data hasil perhitungan

ANAVA (lampiran 9) menunjukkan bahwa konsentrasi dekstrin, kondisi pH dan interaksinya berpengaruh terhadap warna setelah pengukusan pewarna hijau serbuk metode foam-mat drying.Tabel 11. Pengaruh interaksi konsentrasi

dekstrin (A) dan kondisi pH (B) terhadap warna setelah pengukusan serbuk pewarna hijau alami dari daun suji.

Dekstrin (A)

pH (B)

b1 (6) b2 (7,5) b3 (9)

a1 (10%)

2,44 A 3,33 A 3,42 A

Aa b B

a2 (15%)

3,46 B 4,13 B 5,19 B

Aa b C

a3 (20%)

3,62 B 3,93 B 3,64 A

Aa b Ab

Keterangan : Huruf besar dibaca vertikal, huruf kecil dibaca horizontal. Setiap huruf yang sama tidak menunjukan perbedaan nyata pada taraf 5%.

Dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin a1, a2, dan a3 pada kondisi pH yang tetap terlihat pada bi dan b2 warna setelah dikukusterjadi peningkatanpada a1 terhadap a2 dan a3, sedangkan pada b3 terjadi peningkatan warna setelah di kukus pada a1 terhadap a2 yang kemudian terjadi penurunan pada a3.

Dari Tabel diatas diketahui bahwa kondisi pH 6(b1) dan 7,5 (b2) tidak

21

Page 22: Jbptunpaspp Gdl Heriyanto 3116 1 Artikell

menunjukan perbedaan yang signifikan terhadap warna setelah pengukusan serbuk pewarna hijau alami dari daun suji pada setiap penggunaan konsentrasi dekstrin 10%(a1), akan tetapi mengalami perbedaan yang signifikan terhadap warna setelah pengukusan serbuk pewarna hijau alami dari daun suji pada setiap penggunaan konsentrasi dekstrin 15%(a2), dan 20%(a3). Dari tabel diatas diketahui bahwa kondisi pH 9(b3) tidak menunjukan perbedaan yang signifikan terhadap warna setelah pengukusan serbuk pewarna hijau alami dari daun suji pada konsentrasi dekstrin 10%(a1), dan 20%(a3). akan tetapi menunjukan perbedaan yang signifikan terhadap warna setelah pengukusan serbuk pewarna hijau alami dari daun suji pada konsentrasi dekstrin 15%(a2).

Hal ini disebabkan karena pemanasan merupakan proses fisika yang dapat mengakibatkan kerusakan klorofil. Klorofil terdapat dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein yang diduga menstabilkan molekul klorofil dengan cara memberikan ligan tambahan. Pemanasan dapat mengakibatkan denaturasi protein sehingga klorofil menjadi tidak terlindung lagi dan mudah diserang. Pemansan juga memberi pengaruh terhadap aktivitas enzim klorofilase dan enzim lipoksidase (Taylor, 1984 dalam Oktaviani, 1987).

Dari tabel diatas diketahui bahwa konsentrasi dekstrin 10%(a1) tidak menunjukan perbedaan yang signifikan terhadap warna setelah pengukusan serbuk pewarna hijau alami dari daun suji pada kondisi pH 6(b1), akan tetapi menunjukan perbedaan yang signifikan

terhadap warna setelah pengukusan serbuk pewarna hijau alami dari daun suji pada kondisi pH 7,5(b2), dan 9(b3), Dari tabel diatas diketahui bahwa konsentrasi dekstrin 15% (a2) akan menunjukan perbedaan yang signifikan terhadap warna setelah pengukusan serbuk pewarna hijau alami dari daun suji pada setiap kondisi pH 6(b1), 7,5(b2), dan 9(b3). Dari tabel diatas diketahui bahwa konsentrasi dekstrin 20%(a3) tidak menunjukan perbedaan yang signifikan terhadap warna setelah pengukusan serbuk pewarna hijau alami dari daun suji pada kondisi pH 6(b1) dan 9(b3), akan tetapi menunjukan perbedaan yang signifikan terhadap warna setelah pengukusan serbuk pewarna hijau alami dari daun suji pada kondisi pH 7,5(b2).

Hal ini disebabkan karena dekstrin dapat dan mudah larut dalam air dingin dan sangat larut dalam air panas. Mereka sering dikombinasikan dengan maltosa atau gula yang lain (Wilson dan Gisvold, 1972).

Dari tabel diatas diketahui bahwa pada kondisi pH 6(b1) warna setelah pengukusan serbuk pewarna alami dari daun suji akan mengalami kenaikan pada setiap kenaikan konsentrasi dekstrin, akan tetapi hal tersebut tidak terjadi pada kondisi pH 7,5(b2) dan 9(b3).

Hal ini disebabkan karena pemanasan dapat mengakibatkan denaturasi protein sehingga klorofil menjadi tidak terlindung lagi dan mudah diserang. Pemansan juga memberi pengaruh terhadap aktivitas enzim klorofilase dan enzim lipoksidase (Taylor, 1984 dalam Oktaviani, 1987).

22

Page 23: Jbptunpaspp Gdl Heriyanto 3116 1 Artikell

Dari tabel diatas diketahui bahwa pada penggunaan konsentrasi dekstrin 10%(a1) dan 15%(a2) warna setelah pengukusan serbuk pewarna hijau alami dari daun suji akan mengalami kenaikan pada setiap kenaikan kondisi pH 6(b1), 7,5(b2), dan 9(b3) akan tetapi hal tersebut tidak terjadi pada penggunaan konsentrasi dekstrin 20%(a3).

Hal ini disebabkan karena dekstrin mudah larut dalam air, lebih cepat terdispersi, tidak kental serta lebih stabil daripada pati, sebagai bahan pembawa bahan pangan yang aktif seperti bahan flavor, pewarna, dan remah ang memerlukan sifat mudah larut ketika ditambahkan air. Dekstrin juga berfungsi sebagai bahan pengisi (filler) karena dapat meningkatkan berat produk dalam bentuk serbuk (suryanto, 2000).

Interaksi antara konsentrasi dekstrin dan kondisi pH menunjukan perbedaan yang signifikan terhadap warna setelah pengukusan serbuk pewarna hijau alami dari daun suji.

Gambar warna setelah aplikasi dan warna setelah di kukus pewarna hijau dari daun suji uji organoleptik pada Gambar 5 dibawah ini :

Gambar 4. Warna setelah aplikasi dan warna setelah di kukus pewarna hijau dari daun suji.

IV KESIMPULAN DAN SARAN

KesimpulanKesimpulan yang didapat dari

penelitian serbuk pewarna hiajau alami dari dau suji metode foam-mat drying adalah:1. Perbandingan antara air dan daun

suji yang terpilih pada penelitian pendahuluan adalah 1:1.

2. Konsentrasi dekstrin berpengaruh terhadap kadar air, kadar klorofil, warna serbuk, warna setelah aplikasi dan warna setelah pengukusan.

3. Kondisi pH berpengaruh terhadap kadar air, klorofil, warna serbuk, warna setelah aplikasi dan warna setelah pengukusan.

4. Interaksi antara konsentrasi dekstrin dan kondisi pH berpengaruh terhadap serbuk pewarna hijau dari daun suji dengan metode foam-mat drying terhadap respon kimia kadar air, kadar klorofil.

5. Hasil uji organoleptik pada penelitian utama menunjukan produk serbuk pewarna hijau dari daun suji dengan dengan metode foam-mat drying yang paling disukai panelis adalah perlakuan a2b3 (a2 konsentrasi dekstrin 15%, b3 kondisi pH), dengan kadar air 3,82%, kadar klorofil 8,27%.

SaranBerdasarkan hasil evaluasi

terhadap penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat disampaikan adalah :

23

Page 24: Jbptunpaspp Gdl Heriyanto 3116 1 Artikell

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan pelarut selain air.

2. Perlu dilakukan penelitian mengenai ketahanan atau kestabilan warna setelah di aplikasikan terhadap produk makanan.

3. Perlu dilakukan penelitian mengenai daya tahan simpan sehingga diperoleh batas waktu kadaluarsa pada produk serbuk pewarna hijau alami dari daun suji.

4. Perlu dilakukan uji organoleptik dengan menggunakan metode mutu hedonik untuk uji stabilitas warna.

24