jbptunpaspp gdl cecepsaima 371 1 nengpdf 2
TRANSCRIPT
KEBIJAKAN LUAR NEGERI INDONESIA DALAM
MENYIKAPI KEBIJAKAN TRAVEL ADVISORY AUSTRALIA
DI BAWAH PEMERINTAHAN KEVIN RUDD
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh Ujian Sarjana Program Strata Satu Pada Jurusan Ilmu Hubungan Internasional
Oleh:Cecep Saiman
052030120
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG2009
LEMBAR PENGESAHAN
KEBIJAKAN LUAR NEGERI INDONESIA DALAM MENYIKAPI KEBIJAKAN TRAVEL ADVISORY AUSTRALIA
DI BAWAH PEMERINTAHAN KEVIN RUDD
Oleh:Cecep Saiman
052030120
Telah diujikan tanggal
…………………..
Menyetujui:Pembimbing.
Dra. Dewi Astuti M.Si.
Mengetahui:
Dekan Ketua JurusanFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Ilmu Hubungan Internasional
Drs. Aswan Haryadi, M.Si. Drs. Iwan Gunawan, M.Si. NIP 131 687 153 NIP 151 101 37
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah benar- benar hasil
pekerjaan penelitian saya sendiri. Adapun semua referensi/kutipan (baik kutipan
langsung maupun tidak langsung) dari hasil karya ilmiah orang lain tiap- tiap
satunya telah saya sebutkan sumbernya sesuai etika ilmiah. Apabila dikemudian
hari skripsi terbukti hasil meniru/plagiat dan terbukti mencantumkan kutipan
karya orang lain tanpa menyebutkan sumbernya, saya bersedia menerima sangsi
penangguhan gelar kesarjanaan dan menerima sangsi dari lembaga yang
berwenang.
Bandung,__________________
(Cecep Saiman) Nrp 052030120
Pertama kali saya menemukan masalah untuk menyelesaikan ini,
saya hanya bilang Astagfirullah……..
kedua kalinya,
saya bilang astagfirullah…….
Ketiga kalinya,
Hah……..
Keempat kalinya,
Anj………
Dan ketika semuanya beres,
Pada saat itu juga saya mengucap syukur
dengan tangan menengadah ke atas dengan mengucap
Alhamdulillah………..
Kreativitas Dan Kendali Bisa Berjalan Berdampingan.
--Donald J. Trump
ABSTRAK
Kebijakan Travel Advisory yang dikeluarkan oleh pemerintah Australia di bawah kepemimpinan Kevin rudd merupakan kebijakan dari upaya pemerintah Australia untuk melindungi warga negaranya dari ancaman kekerasan. Pemerintah Australia terus memantau negara-negara tersebut khususnya dalam bidang keamanan. Sebab, travel advisory ini merupakan upaya pemerintah untuk melindungi warga negaranya dari ancaman keamanan.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, mengeksplorasi dan mendeskripsikan Kebijakan Indonesia dalam menyikapi kebijakan travel advisoryAustralia di bawah Pemerintahan Kevin Rudd yang berdasarkan pada kesepakatan yang telah dicapai oleh kedua negara pada Traktat Lombok.
Sedangkan kegunaan penelitian ini, secara akademis diharapkan dapat menambah khasanah pengembangan ilmu Hubungan Internasional, Khususnya yang menyangkut Hubungan Internasional dan kerjasama internasional. Selanjutnya, secara praktis diharapkan dapat menambah perbendaharaan wawasan mengenai kebijakan suatu negara.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis yang bertujuan untuk menggambarkan kebijakan Pemerintah Indonesia, serta menganalisa implikasi dari kebijakan travel advisory yang dikeluarkan oleh Pemerintah Australia.
Hasil dari penelitian ini adalah : Pemerintah Indonesia dalam upayanya meyakinkan Australia agar mencabut kebijakan travel advisory. Selain itu, komitmen pemerintah untuk menjamin keamanan di Indonesia juga dapat menjadi modal untuk meyakinkan Pemerintah Australia agar mencabut kebijakan tersebut.
Kata kunci : Kebijakan Indonesia, Travel Advisory
ABSTRACT
Policies Travel Advisory Issued by the Australian government under the leadership of Kevin Rudd is the policy of the Australian government’s efforts to protect its citizens from the threat of violence. Australian Government continue to monitor these countries, especially in the field of securitity. Because of this travel advisory is a government effort to protect its citizens from security threats.
The purpose of this study was to find out, explore and describe the policy of Indonesia in addressing Australia’s travel advisory policy under Kevin Rudd Government is based on that agreement had been reached by both countries in Lombok Treaty.
While this research uses, is expected to increase the academic sphere of the science of International Relations, in particular regarding international relations and international cooperation. Furthemore, practically expected to add insight into the treasury of a state policy.
The method use in this research is descriptive analysis that aims to describe the policy of the Government of Indonesia, and analyze the policy implications of the travel advisory issued by the Australian Government.
The results of this research are: the Government of Indonesia in its efforts to convince Australia to revoke travel advisory policy. In addition, the government’s commitment to ensure security in Indonesia can also be a capital to convince the Australian Government to revoke the policy.
Keywords: Policy Indonesia, Travel Advisory
ABSTRAK
Kabijakan Travel Advisory anu dikaluarkeun ku Pamarentah Australia dina kapamimpinan Kevin Rudd mangrupakeun kabijaksanaan tina upaya Pamarentah Australia kanggo ngalindungan warga nagarana tina ancaman kakerasan. Pamarentah Australia terus nalingakeun nagara-nagara anu diutamakeunana dina bidang kaamanan. Sabab Travel Advisory ieu mangrupakeun usaha pamarentah kanggo ngalindungan warga nagarana tina ancaman kaamanan.
Aya oge tujuan panalitian ieu nyaeta kanggo milarian terang, ngabedahkeun, sareng ngajelaskeun kabijakan Indonesia dina mayunan kabijakan Travel Advisory Australia dina kapamimpinan Pamarentah Kevin Rudd anu ngadasarkeun tina kasangeman anu di jieun ku kadua nagara dina perjanjian lombok.
Kagunaan panalitian ieu, tina akademis diharepkeun tiasa nambah wawasan elmu hubungan internasional utamina nu ngajurus kana hubungan internasional jeung kerjasama internasional. Salajengna, dina praktekna diharepkeun tiasa nambah wawasan tina kabijakan ti hiji nagara.
Metode anu dianggo dina panalitian ieu nyaeta deskriptif analisis anu ditujukeun kanggo ngagambarkeun kabijaksanaan pamarentah Indonesia sareng naliti akibat tina kabijakan Travel Advisory anu dikaluarkeun ku Pamarentah Australia.
Hasil ti panalitian ieu nyaeta : Pamarentah Indonesia ngupayakeun Australia tiasa nyabut kabijakan Travel Advisory. Sajabana, janji pamarentah kanggo ngajamin kaamanan di Indonesia sareng ngajadikeun modal keur ngayakinkeun Pamarentah Australia Kanggo nyabut kabijakan Travel Advisoryna.
Kata Kunci : Kabijakan Indonesia, Travel Advisory
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas kemurahan dan kebesaran-Nya lah akhirnya penulisan skripsi yang berjudul :
KEBIJAKAN LUAR NEGERI INDONESIA DALAM
MENYIKAPI KEBIJAKAN TRAVEL ADVISORY AUSTRALIA
DI BAWAH PEMERINTAHAN KEVIN RUDD dapat diselesaikan
sesuai dengan waktu yang di tetapkan.
Penulis menyadari masih banyak kekutangan yang terdapat dalam penulisan
ini, maka dari itu tetap mengharapkan saran dan kritikan dari pihak- pihak yang
membacanya, bahkan bila perlu melakukan penelitian lanjutan dalam rangka
penyempurnaan skripsi ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-
pihak yang turut berjasa dalam penyelesaian skripsi ini, yang terhormat :
1. Bapak Prof. DR. HM Didi Turmudzi, M.Si, selaku Rektor Universitas
Pasundan Bandung.
2. Bapak Drs. Aswan Haryadi, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Pasundan Bandung.
3. Bapak Dr. Thomas Bustomi Selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan Bandung.
4. Bapak Drs. Budiana M.Si, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan Bandung.
5. Bapak Drs. Deden Ramdan, M.Si, selaku Pembantu Dekan III Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan Bandung.
6. Bapak Drs. Iwan Gunawan, M.Si, selaku ketua jurusan Hubungan
Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan
Bandung.
7. Bapak Drs. Ade Priangani, M.Si, selaku sekretaris jurusan Hubungan
Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan
Bandung.
8. Ibu Dra. Dewi Astuti, M.Si, selaku pembimbing dalam menyusun skripsi.
9. Abah sareng Ema kaucap syukur anu saageung- ageungna dina sagala
kaayaan ngalirkeun do'a kanggo putra- putrina.
10. Terima kasih Neng…..☻ yang selalu bawel klo aku lagi males buat
ngerjain semuanya.
11. mulai dari dencis….kotek….pajar……air….teh hera…..a iwan……teh
yanti……pasagi……a ojos……n si cantik…….trus si abang
kecil…….nuhuuun…
12. Sahabatku Johan Mashuri & Wanti yang selalu ada dalam duka maupun
susahhe…... Isma*ijot*cahya*iki*ndah*noir dan smua- muanya nuhun
nya……….
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Cecep Saiman
Tempat, Tanggal Lahir : Lembang, 06 Juni 1985
Alamat : Jl. Mama Adiwarta No. 07 Lembang
Nama Orang Tua : -Ayah : Saepudin
-Ibu : Sunarti
Alamat Orang Tua : Jl. Mama Adiwarta No. 07 Lembang
Jumlah Bersaudara : Anak Ke-4 dari 6 bersaudara
Riwayat Pendidikan : - SDN 1 Lembang
- SLTPN 2 Lembang
- SMU 8 Pasundan Bandung
- Universitas Pasundan Bandung
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A. Latar Belakang Penelitian .......................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................. 11
1. Pembatasan Masalah .............................................................. 12
2. Perumusan Masalah ............................................................... 12
C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian............................................. 12
1. Tujuan Penelitian ................................................................... 12
2. Kegunaan Penelitian............................................................... 13
D. Kerangka Teoritis Dan Hipotesis ............................................. 14
1. Kerangka Teoritis................................................................ 14
2. Kerangka Hipotesis ............................................................. 25
3. Operasionalisasi Variable dan Indikator ............................. 26
4. Skema Kerangka Teoritis.................................................... 28
E. Metode Dan Teknik Pengumpulan Data................................... 29
1. Tingkat Analisis .................................................................. 29
2. Metode Penelitian................................................................ 29
3. Teknik Pengumpulan Data.................................................. 30
F. Lokasi Dan Lama Penelitian..................................................... 30
1. Lokasi Penelitian................................................................. 30
2. Lama Penelitian................................................................... 31
G. Sistematika Penulisan............................................................... 33
BAB II KEBIJAKAN LUAR NEGERI PEMERINTAH
INDONESIA TERHADAP AUSTRALIA................................... 36
A. Kebijakan Politik Luar Negeri (PLN) Indonesia...................... 36
1. Dasar Hukum Politik Luar Negeri ...................................... 37
2. Arahan Kebijakan Politik Luar Negeri ............................... 39
3. Tujuan Politik Luar Negeri ................................................. 40
4. Sasaran Politik Luar Negeri ................................................ 41
5. Kebijakan Departemen Luar Negeri ................................... 44
6. Program Departemen Luar Negeri ...................................... 46
B. Landasan Kerjasama Lombik Treaty Indonesia - Australia ..... 50
C. Optimalisasi Diplomasi Kebijakan Indonesia .......................... 53
D. Peningkatan Kerja Sama Internasional Pemerintah Indonesia. 55
E. Kebijakan Politik Luar Negeri (PLN) Australia....................... 62
1. Kebijakan Luar Negeri Australia ........................................ 62
2. Australia di Asia Pasifik ..................................................... 63
3. Australia di Luar Kawasan.................................................. 63
4. Kebijakan dalam Bidang Keamanan................................... 65
BAB III PEMERINTAHAN AUSTRALIA di BAWAH
KEPEMIMPINAN KEVIN RUDD ............................................. 67
A. Pemerintahan Australia di Bawah Kepemimpinan
Kevin Rudd ............................................................................. 67
B. Kebijakan Travel Advisory di Bawah Kepemimpinan
Kevin Rudd ............................................................................. 70
C. Hubungan Indonesia-Australia Pada Pemerintahan
Kevin Rudd ............................................................................. 72
1. Kepentingan Nasional ......................................................... 72
2. Middle Power atau Mezano dan Asia ................................. 73
BAB IV SIKAP PEMERINTAH INDONESIA DALAM
MENYIKAPI KEBIJAKAN TRAVEL ADVISORY OLEH
PEMERINTAHAN AUSTRALIA ............................................... 80
A. Implementasi Kebijakan Luar Negeri Indonesia Dalam
Menyikapi Kebijakan Travel Advisory Australia ................... 80
B. Perkembangan Hubungan Indonesia-Australia Dalam Bidang
Keamanan................................................................................ 85
1. Pertemuan Antar Kepala Pemerintah .................................. 85
2. Australia-Indonesia Ministerial Forum............................... 87
3. Indonesia-Australia Defence Strategic Dialog.................... 87
C. Sikap Antara Kedua Negara Dalam Menyikapi Kemungkinan
Munculnya Berbagai Konflik.................................................. 91
1. Ancaman Terorisme............................................................ 92
2. Imigran Gelap...................................................................... 96
D. Analisis Strategis dan Kebijakan Pemerintah Indonesia........ 103
BAB V PENUTUP................................................................................... 107
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 110
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Operasional Variabel dan Indikator ........................................................... i
Tabel 2 Jadwal Penelitian ........................................................................................ i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Studi Hubungan Internasional merupakan studi yang sangat kompleks,
karena studi ini mencakup banyak aspek yang terlibat di dalamnya. Studi
Hubungan Internasional dapat diartikan sebagai studi yang mempelajari segala
bentuk transaksi lintas batas baik secara politik, ekonomi, dan sosial. Hubungan
Internasional juga mempelajari hubungan diplomatis-strategis antar-negara dan
memiliki fokus pada isu-isu perang dan perdamaian, konflik dan kerjasama.
Hubungan Internasional juga disebut merupakan suatu studi yang mempelajari
interaksi berbagai aktor berbeda yang berpartisipasi dalam politik internasional,
termasuk negara, organisasi intenasional, organisasi non pemerintah, kesatuan
subnasional seperti birokrasi dan pemerintah lokal, serta individu. Itu adalah suatu
studi tentang kebiasaan aktor-aktor yang berpartisipasi baik secara individual
maupun bersama-sama dalam proses politik internasional.
Interaksi tidak hanya dilakukan antar-negara (state actor) saja melainkan
ada juga aktor-aktor lain yang juga memiliki peranan dalam hubungan
internasional. Aktor lain selain negara inilah yang dinamakan sebagai aktor non-
negara (non-state actors), misalnya multinational corporations (MNCs),
organisasi internasional, kelompok-kelompok teroris, serta liberation movement
(gerakan pembebasan) yang semuanya merupakan bagian dari politik dunia. Dan
perilaku aktor-aktor tersebut mengarah pada adanya konflik, kompetisi, kerjasama
dan integrasi.
Kerjasama keamanan antara Indonesia dan Australia merupakan salah satu
bentuk interaksi yang menjadi kajian dalam Studi Hubungan Internasional.
Hubungan Indonesia-Australia berlangsung dengan baik, penuh pengertian dan
kerjasama sewaktu Australia dikuasai dan dipimpin oleh Partai Buruh pada tahun
1945-1949 dan tahun 1983-1996 dengan tokoh-tokohnya seperti Chifley dan
Keating. Semasa Chifley, dukungan Australia kepada perjuangan kemerdekaan
Indonersia begitu besar, sehingga Australia ditunjuk Indonesia duduk dalam
Komite Jasa-Jasa Baik (Good Offices Committee) PBB. Komite itu dibentuk
untuk mengakhiri penjajahan Belanda di Indonesia dan mengusahakan pengakuan
atas kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.1
Indonesia dan Australia merupakan negara yang bertetangga dekat dan
berada pada kawasan Asia-Pasifik. Kondisi ini membuat hubungan kedua negara
semakin intens baik dalam kerjasama maupun konflik. Isu yang paling
berkembang di antara kedua negara ialah isu keamanan. Berdasarkan keadaan
goegrafis, maka kedua negara sering kali bersitegang tentang masalah keamanan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka dibutuhkan kesepahaman kedua
negara untuk membahasnya yang dituangkan dalam bentuk kerjasama keamanan
Indonesia dan Australia pada awal 2006 sepakat untuk membangun kerangka
kerjasama keamanan bersama di wilayah kedua negara.
Gagasan itu muncul pasca peristiwa 1999, dimana hubungan Indonesia-
Australia mengalami peristiwa pasang surut. Hubungan Jakarta-Canberra
beberapa kali sempat terganggu karena kasus campur tangna Australia di Timor
Timur tahun 1999. Terakhir, Indonesia untuk sementara menarik duta besarnya di
1http://hadiclipping.blogspot.com/2006/06/indonesia -australia-baasyir.htm diakses pada
26 Juli 2009
canberra setelah pemerintah John Howard menerima 43 pencari suaka asal Papua
pada tahun 2006. Sebelumnya, Indonesia juga telah mencabut secara sepihak
perjanjian keamanan bersama setelah Australia ikut campur tangan dalam masalah
di Timor Timur (Putranto, 2006). Dalam kerangka kerjasama yang lebih bersifat
forum konsultasi pengamanan itu, Australia memfokuskan pola pengamanan pada
kedua belah pihak antara lain untuk mengatasi pencuria ikan di wilayah perairan
Indonesia-Australia.
Pasca sejumlah ketegangan yang mewarnai hubungan kedua negara,
penandatanganan kerangka kerjasama keamanan yang lebih dikenal dengan
Perjanjian Lombok (Lombok Treaty) pada 13 November 2006 antara Pemerintah
Indonesia dan Australia mencerminkan kematangan hubungan Indonesia-
Australia sebagai tetangga dekat.2 Hal ini juga akan menandai era baru dalam
hubungan kedua negara dimana berbagai permasalahan sensitif dan kompleks di
antara keduanya dapat dihadapi dengan suatu dasar yang lebih kuat dan tolak ukur
yang jelas dan kerjasama keamanan ini akan menjadi payung bagi berbagai bidang
kerjasama bilateral.
Pemilihan umum di australia pada 24 November 2007 lalu telah mengakhiri
masa kepemimpinan john Howard dari koalisi Partai Liberal dan Nasional. Hasil
pemilu telah menunjikan kemenangan mutlak Partai Buruh di bawah pimpinan
Kevin Rudd dengan perolehan 83 kursi dari 150 kursi parlemen yang
diperebutkan. Ironisnya, bagi Howard yang sering disebut oleh media masa dan
pengamat politik Australia sebagai deputi sheriff Amerika Serikat di Pasifik,
2
Perjanjian Lombok merupakan perjanjian Kerjasama Keamanan antara Indonesia-Australia yang dilakukan di Lombok, Nusa Tenggara Barat oleh Menlu RI Hassan Wirajuda dan Menlu Australia (saat itu) Alexander Downer.
kursinya di parlemen yang telah didudukinya selama 33 tahun lepas dengan
kekalahannya di daerah pemilihan Sydney.
Kini Australia memasuki babak baru dengan pemerintahan yang dipimpin
oleh partai buruh, khususnya dalam hal kebijakan-kebijakan terutama politik.
Selain itu, sebagai tradisi dan kebijakn umum Partai Buruh yang menganut
pendekatan geografis yaitu mengutamakan hubungan baik dengan negara-negara
tetangga khususnya dan Asia pada umumnya, kemenangan Rudd akan
mempengaruhi hubungan Indonesia-Australia.
Dalam era Kevin Rudd, kebijakan pertahanan Australia berdiri di atas tiga
pilat sebagaimana disampaikannya ketika mengunjungi barak AD Lavarack di
Townsville beberapa hari sebelum pemilu bersama menteri pertahanan bayangan
Joel Fitzgibbon, yaitu aliansi dengan Amerika Serikat, kenggotaan negeri itu di
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), dan pelibatan komprehensif di kawasan Asia
Timur dan Asia Pasifik yang lebih luas. Ketiga pilar tersebut akan mendukung
pendekatan terhadap kebijakan keamanan Australia. Dari pernyataan Rudd di
depan parlemen pada 8 Agustus 2007, mungkin akan terjadi perbedaan dengan
pemerintahan sebelumnya saat melaksanakan kebijakan politiknya. Rudd lebih
memilih aliansi dengan AS berada dalam visi strategis Australia bukan alliansi
yang bersifat kepatuhan bentuknya bisa berupa pembagian informasi intelijen,
akses terhadap teknologi maju dan perlengkapan, dipadukan dengan latihan
militer yang meningkakan kemampuan keamanan Nasional Australia.
Setelah setahun lebih pemerintah Partai Baru berjalan, Perdana Menteri
Australia Kevin Rudd menganggap Indonesia merupakan negara yang penting
bagi Australia dalam menghadapi tantangan bersama di tingkat regional dan
global serta signifikasi kerjasama bilateral bagi masa depan kedua bangsa. Rudd
menginginkan Indonesia semakin penting perannya sebagai mitra bagi Australia.
Kerjasama kedua negara juga akan ditingkatkan, termasuk ekonomi, kebudayaan
dan pendidikan. Peningkatan kerjasama kedua negara dimulai pada 2005, lewat
pernyataan bersama tentang kemitraan komprehensif Indonesia dan Australia.
Selain mengatur soal kerjasama ekonomi dan keamanan, kedua negara sepakat
memperkuat hubungan “people-to-people”, atau yang sering dikenal sebagai
“diplomasi total”.3
pemerintah Australia saat ini masih memberlakukan travel advisory kepada
sejumlah negara, termasuk Indonesia. Pencabutan travel advisory sangat
tergantung pada bagaimana negara itu melihat kondisi keamanan di daerah
tersebut. Sebab, travel advisory merupakan upaya pemerintah Australia untuk
melindungi warga negaranya dari ancaman kekerasan. Bahkan, pemerintah
Australia terus memantau negara-negara tersebut khususnya dalam bidang
keamanan. Sebab, travel advisory ini merupakan upaya pemerintah untuk
melindungi warga negaranya dari ancaman keamanan.
Dalam menerapkan kebijakan travel advisory, Pemerintah Australia selalu
memperbaharui isu-isu dan perkembangan yang terjadi di Indonesia seperti
masalah keamanan terutama terorisme. Pemerintah Australia memberikan
peringatan kepada warganya dalam melakukan perjalanan ke Indonesia terutama
Bali yang dianggap masih menjadi sasaran utama terorisme. Selain masalah
terorisme, Australia juga mengawasi tentang perkembangan Pemilihan Umum
2009 di Indonesia yang diwarnai dengan ancaman serangan teroris, demonstrasi
3http://nasional.vivanews.com/news/read/31917-australia_politik_ri_berjalan_dinamis
diakses pada 26 Juli 2009
dan kampenye partai politik sehingga berpotensi menimbulkan konflik dan
pertikaian. Berkaitan dengan pernyataan World Health Organization (WHO)
mengenai berkembangnya virus flu burung di Indonesia dan juga rabies di Bali,
Pemerintah Australia juga mengingatkan kembali warganya apabila ingin
berkunjung ke Indonesia.4
Terorisme merupakan ancaman keamanan bagi dunia. Australia
menganggap Indonesia masih merupakan negara yang menjadi salah satu sasaran
utama terorisme terutama Bali. Dalam peringatan kepada warganya, Australia
menyatakan bahwa Indonesia masih berada dalam kategori resiko sangat tinggi
akan serangan teroris. Terutama setelah Pemerintah Indonesia memperingatkan
bahwa target teroris kemungkinan besar orang asing. Serangan teroris di Bali dan
Jakarta mengindikasikan bahwa daerah tersebut merupakan prioritas utama
serangan teroris. Peristiwa bom Bali tahun 2002 dan 2005 serta bom kuningan di
depan Kedutaan Besar Australia pada tahun 2004 telah menelan banyak korban
jiwa. Pasca eksekusi mati ketiga terpidana bom Bali 2002 pada tanggal 9
November 2008 telah menimbulkan resiko akan adanya serangan balasan
terorisme.5
Perkembangan politik, proses dan demonstrasi merupakan hal yang sering
terjadi di Indonesia. Putusan pengadilan yang tidak memuaskan, seperti adanya
perbedaan antara keputusan dengan pelaksanaannya terutama mengenai kasus
korupsi dan pemilihan kepala daerah (pilkada) ataupun pemilihan umum (pemilu)
4
http://www.smartraveller.gov.au/zw-cgi/view/advice/Indonesia, diakses 29 September 2009
5http://www.smartraveller.gov.au/zw-cgi/view/advice/Indonesia, diakses 29 September
2009
dapat menjadi pemicu dan pendorong terjadinya aksi demonstrasi bahkan anarki.
Selain itu, gejolak keamanan di berbagai daerah juga menjadu pertimbangan
utama pemerintah Australia dalam kasus ini.
a. Aceh
Situasi keamanan diaceh mulai stabil setelah disepakati perjanjian
perdamaian antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka pada
Agustus 2005. Namun, pemerintah Australia menganggap bahwa situasi
keamanan di Aceh belum stabil sepenuhnya. Masih banyaknya terjadi kekerasan
di beberapa daerah di Aceh terutama tingkat kriminalitas semakin memperkuat
sikap Pemerintah Australia ini.
b. Sulawesi Tengah
Situasi keamanan di Sulawesi Tengah tidak menentu terutama di Palu, Poso
dan Tentena. Seringnya terjadi kasus pengeboman dan penembakan di daerah
tersebut telah membuat situasi keamanan semakin tidak kondusif. Bahkan
serangan yang sering terjadi terhadap bus antar kota dan antar provinsi di Poso
telah mengancam keselamatan warga sipil termasuk warga asing. Di daerah
tersebut yang menjadi sasaran bukan hanya fasilitas umum tetapi fasilitas ibadah
seperti gereja, mesjid dan lainnya sehingga berpotensi menimbulkan konflik antar
agama.
c. Kalimantan Timur
Di Kalimantan Timur, terutama di bagian utara terdapat ancaman akan
adanya bahaya penculikan untuk memperoleh tebusan yang dilakukan oleh
kelompok anti-pemerintah, penjahat dan teroris yang beroperasi di Filipina
Selatan.
d. Maluku
Provinsi Maluku (khususnya Ambon) merupakan daerah yang masih sering
terjadi tindak kekerasan dan serangan bom sehingga belum adanya jaminan
keamanan yang pasti.
e. Papua dan Papua Barat
Ketegangan politik yang terjadi di daerah ini terkait dengan kelompok anti-
pemerintah dan ketegangan antar-etnis dapat mengakibatkan kekerasan.
f. Nusa Tenggara Timur
Situasi keamanan di daerah dekat perbatasan dengan Timor Timur masih
belum stabil, dimana insiden keamanan terus terjadi dan memiliki potensi untuk
menimbulkan konflik lokal.
Kriminalitas merupakan hal yang sering terjadi ditandai dengan tindak
kejahatan dan pencurian yang semakin meningkat bahkan kekerasan juga
mungkin terjadi. Pencurian dengan menggunakan sepeda motor seperti
perampasan tas dari pejalan kaki, pencurian pada saat mobil berhenti di lampu lalu
lintas dan perampokan dengan cara menusuk ban kendaraan merupakan
kejahatan-kejahatan yang sering terjadi.
Selain itu, berbagai tindak kriminalitas lainnya yang diperingatkan oleh
Pemerintah Australia kepada warganya seperti penipuan terhadap kartu kredit dan
ATM, transportasi umum yang ramai rawan akan pencurian, kasus pencurian dan
perampokan yang dilakukan oleh sopir taksi juga menjadi perhatian dari
Pemerintah Australia.
Transportasi umum, termasuk bis, kereta api dan kapal feri merupakan
sarana transportasi yang menurut Pemerintah Australia kurang terpelihara dan
memiliki peralatan keselamatan yang terbatas. Kecelakaan kapal feri yang terjadi
beberapa tahun terakhir telah menimbulkan korban jiwa yang cukup banyak
terutama pada musim hujan yang meningkatkan resiko perjalanan laut.
Pemeruntah Australia juga mengingatkan warganya jika mau melakukan
perjalanan udara terkait seringnya kasus kecelakaan pesawat udara terjadi di
Indonesia terutama adanya larangan terbang maskapai Indonesia terbang di
wilayah Eropa sehungga menjadi perhatian Pemerintah Australia juga.
Indonesia merupakan negara yang berada pada kawasan tropis dan memiliki
posisi strategis yaitu berada pada posisi silang antara Benua Asia-Australia dan
Samudra Hindia-Pasifik. Berbagai daerah di Indonesia merupakan titik rawan
bencana, terutama bencana gempa bumi, tsunami, banjir, dan letusan gunung
merapi. Wilayah Indonesia dikepung oleh lempeng Eurasia, Lempeng Indo-
Australia, dan lempeng Pasifik. Sewaktu-waktu lempeng ini akan bergeser patah
menimbulkan gempa bumi. Selanjutnya jika terjadi tumbukan antar lempeng
tektonik dapat menghasilkan tsunami, seperti yang terjadi di Aceh dan Sumatra
Utara, catatan dari Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
(DVMBG) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukan bahwa ada
28 wilayah di Indonesia yang dinyatakan rawan gempa dan tsunami. Diantaranya
Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Tengah
dan Yogyakarta bagian selatan, Jawa Timur bagian selatan, Maluku Utara,
Maluku Selatan, Biak, Yapen dan Fak-fak di Papua serta Balik Papan di
Kalimantan Timur. Selain dikepung tiga lempeng pasifik dengan lempeng Indo-
Australia, lempeng Eurasia, Lempeng Amerika Utara dan lempeng Nazca yang
bertabrakan dengan lempeng Amerika Selatan. Ia membentang dari mulai pantai
barat Amerika Selatan, berlanjut ke pantai barat Amerika Utara, melingkar ke
Kanada, Semenanjung Kamsatschka, Jepang, Indonesia, Selandia Baru dan
kepulauan di Pasifik Selatan. Indonesia memiliki gunung berapi dengan jumlah
kurang lebih 240 buah, di mana hampir 70 di antaranya masih aktif. Zona
kegempaan dan gununga api aktif Sirkum Pasifik amat terkenal, karena setiap
gempa hebat atau tsunami dahsyat di kawasan itu, dipastikan menelan korban jiwa
manusia yang sangat banyak.6
Dalam situs resminya, Pemerintah Australia memberikan peringatan akan
perkembangan isu kesehatan kepada waganya yang akan berpergian ke Indonesia.
Pemerintah Australia menyarankan warganya agar memiliki asuransi kesehatan
yang lengkap dan memeriksakan kesehatannya sebelum berangkat ke Indonesia.
Rendahnya standar fasilitas kesehatan di Indonesia termasuk fasilitas darurat serta
kualitas pelayanan medis yang lebih mementingkan konfirmasi pembayaran
terlebih dahulu dibandingkan pelayanan kesehatan telah membuat buruk cittra
dunia medis Indonesia.7
Berkembangnya berbagai macam wabah penyakit di Indonesia juga menjadi
perhatian Pemerintah Australia. Penyakit-penyakit yang berkembang di Indonesia
diantaranya penyakit malaria, demam berdarah, kolera, hepatitis, campak,
penyakit tipus dan TBC di mana penyakit-penyakit ini bersifat menular baik
melalui air, parasit dan udara. Selain itu wabah penyakit chikungunya juga
berkembang terutama di daerah pedesaan pertanian. Penyakit lain (termasuk
6
http://pdat.co.id/hg/political_pdat/2006/06/19/pol,20060619-01,id.html, diakses 30 September 2009
7http://www.smartraveller.gov.au/zw-cgi/view/advice/Indonesia, diakses pada 30
September 2009
HIV/AIDS, polio dan penyakit anjing gila) adalah penyakit yang berbahaya
terutama penyakit rabies yang baru-baru ini menyerang anjing-anjing yang ada di
Bali.
Flu burung adalah penyakit yang perlu di perhatikan secara serius. Kasus flu
burung atau Avian Influenza (AI) telah menyebabkan banyak kasus kematian di
Indonesia. World Health Organization (WHO) telah menyatakan bahwa terjadi
kematian manusia akibat flu burung di Indonesia termasuk Bali. Pada bulan
September 2005, Pemerintah Australia memutuskan sebagai tindakan pencegahan
untuk mengirim pasokan obat anti virus oseltamivir (tamiflu) dan masker
pelindung wajah pada stafnya di Indonesia. Tamiflu yang akan digunakan
terutama untuk melindungi staf konsuler dan memberikan bantuan penting lainnya
dari wabah flu burung di antara manusia.8
Dengan alasan-alasan di atas, maka peneliti tertarik untuk lebih jauh
mengkaji permasalahan ini, dan selanjutnya membahasnya dalam sebuah
penelitian dengan judul :
“KEBIJAKAN LUAR NEGERI INDONESIA DALAM MENYIKAPI
KEBIJAKAN TRAVEL ADVISORY AUSTRALIA DI BAWAH
PEMERINTAHAN KEVIN RUUD”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian diatas dan untuk memudahkan dalam menganalisa
masalah, maka penulis mencoba mengidentifikasikan masalahnya dalam bentuk
pertanyaan sebagai berikut:
8http://www.smartraveller.gov.au/zw-cgi/view/advice/Indonesia, diakses pada 3 Oktober
2009
a. Bagaimana Kebijakan Luar Negeri Indonesia dalam menyikapi kebijakan
trevel advisory Australia?
b. Bagaimana perkembangan hubungan Indonesia-Australia terhadap tingkat
sensitifitas keamanan?
c. Bagaimana sikap antara kedua negara dalam menyikapi kemungkinan
munculnya berbagai konflik?
d. Bagaimana upaya Indonesia dalam menyikapi kebijakan Australia
terhadap masalah pemerintahan Kevin Rudd?
1. Pembatasan Masalah
Mengingat cukup luasnya permasalahan yang akan diteliti, maka penulis
membatasi masalah dengan menitikberatkan pada kebijakan luar negeri yang
sudah disepakati kedua belah pihak dalam kebijakan “trevel advisory” yang
diterapkan Australia di bawah pemerintahan Kevin Ridd tahun 2007-2009
terhadap Indonesia belum dicabut.
2. Perumusan Masalah
Mengacu kepada penjelasan dari identifikasi masalah dan pembatasan
masalah diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
“Bagaimana strategi dan kebijakan Pemerintah Indonesia dalam menyikapi
kebijakan travel advisory dari Australia di bawah pemerintahan Kevin Rudd”
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun maksud dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
a. Mengetahui bentuk kerjasama keamanan antara Indonesia dan Australia
pasca kemenangan Partai Buruh terkait dengan kebijakan travel advisory
dari Australia.
b. Menganalisis strategi dan kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah
Indonesia dalam upaya meyakinkan Pemerintah Australia agar mencabut
kebijakan travel advisory ke Indonesia sehingga kerjasama keamanan
kedua negara yang sudah disepakati dapat berjalan dengan baik.
c. Mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh aelama proses studi di Jurusan
Hubungan Internasional FISIP UNPAS
2. Kegunaan Penelitian
Penulisan penelitian ini sebagai hasil dari suatu penelitian yang diharapkan
dapat memberikan kegunaan dan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan
baik secara teoritis maupun praktis. Kegunaan penelitian ini adalah:
a. Ditujukan sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian Sarjana
Program Strata Satu Jurusan Ilmu Hubungan Internasional.
b. Untuk menambah pengetahuan serta wawasan penulis menyangkut
permasalahan yang sedang diteliti.
c. Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan sumbangan informasi
bagi perbendaharaan ilmu pengetahuan dan kepustakaan, terutama yang
berhubungan dengan konteks Hubungan Internasional.
d. Dengan hasil penelitian ini, maka diharapkan dapat memberikan manfaat
bagi para penstudi lain yang sekiranya ingin melakukan penelitian yang
berkenaan dengan permasalahan ekonomi internasional.
D. Kerangka Teoritis dan Hipotesis
1. Kerangka Teoritis
Untuk mempermudah proses penelitian ini diperlukan adanya landasan
berpijak untuk memperkuat analisa. Dan sebelum mengemukakan konsep-konsep
yang akan membahas pokok-pokok pikiran yang sesuai dengan tema penelitian
ilmiah ini, adalah suatu keharusan didalam suatu penelitian untuk menggunakan
pendekatan ilmiah kerangka pikiran konseptual dalam mengarahkan penelitian
yang dimaksud.
Kerangka berfikir ini bertujuan untuk membantu memahami dan
menganalisa permasalahan. Dan dengan ditopang oleh pendapat para pakar yang
berkompeten dalam penelitian ini. Oleh karena itu peneliti akan menggunakan
teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti sebagai
sarana dalam membentuk pengertian dan menjadikannya pedoman dalam objek
penelitian.
Perkembangan studi Hubungan Internasional mengalami kemajuan yang
pesat, terutama setelah masa perang dunia kedua, karena merupakan salah satu
disiplin ilmu yang cukup penting dalam kajian strategis ilmu pengetahuan. Studi
Hubungan Internasional secara luas adalah studi tentang segala macam aktifitas
politik (perjuangan banyaknya nilai-nilai untuk mencapai titik maksimal;
pengaruh dan kekuasaan) yang independen antar anggota masyarakat
internasional, yang dilakukan oleh pemerintah Negara maupun individu, sebagai
warga negaranya.
Hubungan yang terjadi dalam masyarakat merupakan bentuk perwujudan
dari berlangsungnya interaksi itu sendiri merupakan kunci dari semua kehidupan
sosial antar individu, dimana interaksi itu sendiri merupakan kunci dari semua
kehidupan sosial karena tanpa interaksi sosial, tidak mungkin ada kehidupan
bersama.
Setiap Negara pada hakekatnya memiliki tujuan dan sasaran tertentu, hal ini
terlihat pada hubungan yang mencakup seluruh bentuk interaksi antar Negara, satu
dengan lainnya. Secara konseptual K.J Holsti mengemukakan bahwa
”Hubungan Internasional adalah semua bentuk interaksi antara anggota
masyarakat bangsa-bangsa yang berbeda, baik dengan atau tanpa
pemerintah masing-masing Hubungan Internasional mencakup suatu analisa
terhadap politik internasional atau proses politik antar bangsa, menyangkut
segala hubungan itu”.
Dipertegas oleh Charles A. Mc Clelland, dalam bukunya berjudul ilmu
hubungan internasional: Teori dan Sistem, yakni:
Hubungan Internasional sebagai studi tentang interaksi antara jenis-jenis kesatuan sosial, ekonomi, budaya, dan interaksi lainnya di antara aktor-aktor negara dan aktor non-negara. Hubungan Internasional didefinisikan sebagai studi tentang interaksi antar beberapa aktor yang berpartisipasi dalam Politik Internasional dan penggunaan Politik Luar Negeri dalam pencapaian kepentingan suatu Negara.
Konsep kepentingan nasional sangat penting untuk menjelaskan dan
memahami perilaku internasional. Konsep kepentingan nasional merupakan dasar
untuk menjelaskan perilaku luar negeri suatu negara, kepentingan nasional juga
dapat dijelaskan sebagai tujuan fundamental dan faktor penentu akhir yang
mengarahkan para pembuat keputusan dari suatu negara dalam merumuskan
kebijakan luar negerinya. Kepentingan nasional bagi kedua negara dalam
penelitian ini adalah pelaksanaan kerjasama keamanan. Namun, dalam upaya
pencapaian kepentingan ini seringkali terjadi bentrok dengan kepentingan
nasional yang lain dari negara-negara tersebut sebagai contoh kepentingan
nasional Australia dalam menjamin keselamatan warga Australia dari ancaman
terorisme dalam berkunjung ke Indonesia. Dari sinilah maka Australia
mengeluarkan kebijakan luar negeri tervel advisory bagi warganya untuk
berkunjung ke Indonesia.
Kebijakan luar negeri terdiri dari dua kata yang masing-masing mempunyai
arti kata yang berbeda yaitu kebijakan dan luar negeri, kebijakan atau plan of
action menurut Howard H. Lentner dalam Foreign Policy Analysis: A
comparative and conceptual approach adalah: “A form of action wich involves
(1) selection of objectives, (2) mobilization of means for achieving those
objectives, and (3) implementation or the actual expenditure of efforts and
resources in pursuit of the selected objectives”9
Dalam proses pembuatan kebijakan melibatkan banyak pihak dan organisasi
yang berbeda, mesalnya organisasi masyarakat (ormas), organisasi politik, LSM,
kelompok pengusaha, serikat pekerja, elit politik dll, atau yang oleh David Easton
disebut penguasa yakni:
Orang-orang yang terlibatdalam masalah sehari-hari dalam suatu sistem politik, diakui oleh sebagian terbesar anggota sistem poltik, mempunyai tanggung jawab untuk masalah-masalah ini, dan mengambil tindakan-tindakan yang siterima secara mengikat dalam waktu yang panjang oleh sebagian besar anggita sistem politik selama mereka bertindak dalam batas-batas peran yang diharapkan10
9
Howard H. Lentner, Foreign Policy Analysis: A comparative and conceptual approach(ohio: Charles E. Merril publishing Company, 1974), hlm 3.
10 Budi winarto: teori dan poses kebijakan publik ( Yogyakarta: Mediapresindo, 2002)
hlm 18
Sementara luar negeri atau foreign masih menurut Lentner adalah “The
spesific definition of foregn depend on the viewpoint of any particular
country and refers to all that is outside of that country”11
Sehingga kebijakan luar negeri atau foreign policy menurut Joshua S.
Goldstein yaitu “the strategis used by government to guide their action in the
international arena”.12
International arena si sini adalah pusaran politik
internasional, dalam pusaran tersebut terdapat dua aktor besar yakni aktor negara
dan non-negara.
Dalam proses pembuatan sebuah kebijakan luar negeri suatu negara,
tanggung jawabnya dipegang oleh organisasi pemerintahan yang si dalamnya
terdapat eksekutif, legislatif, dan agen khusus terkait juga organisasi non-
pemerintah seperti partai politik, kelompok kepentingan,media dan opini publik.
Sebuah negara dalam melaksanakan kebijakan luar negeri harus ditunjang
oleh beberapa faktor yang keberadaanya dapat menjadi nilai tawar negara
bersangkutan si arena internasional, Macridis menulisbeberapa faktor tersebut
sbb:
a. The relatively permanent material element:1). Geography2). Natural Resources:
(a). Mineral(b). Food production(c). Energy and power
b. Less permanent material element:1). Industrial establishment2). Military establishment3). Changes in industrial and military capacity
c. The Human Element: Quantitative and qualitative:1). Quantitative – population2). Qualitative:
11
Lentner. Op. Cit. hal 4-512
Joshua S. Goldstein,-3rd ed, international relation, (Newyork: Longman, 1952), hlm 147
(a). Policy makers and leaders(b). The role of ideology
(c). The role of information.13
Setelah menyadari secara objektif akan faktor-faktor tersebut kemudian para
pembuat kebijakan membuat kebijakan dengan model yang sesuai, salah satu
model kebijakan yang sering digunakan adalah Model Rasional artinya para
pembuat kebijakan membuat kalkulasi atau biaya yang dikeluarkan dan
keuntungan yang akan didapat dari sebuah kebijakan, tentunya pilihan rasional
dan ekonomis adalah keuntungan yang tinggi dan biaya yang rendah.
Dalam hal kepada siapa kebijakan luar negeri itu ditujukan terdapat
perbedaan pendapat antara para akademisi HI, Sir Ernest Satow's misalnya
dalam guide to diplomatic practice sebuah buku yang untuk beberapa tahun telah
menjadi ketab suci bagi para diplomat inggris menulis “Is the application of
intelligence and tact to the conduct of official relation beetwen the
government of independent state”.14
Sementara Brian White mempunyai pandangan yang lebih luas, bahwa
kebijakan luar negeri tidak hanya ditujukan kepada aktor negara tapi juga aktor
bukan negara seperti yang dituliskan berikut “Area of government activity
which is concerned with relationship between the state and other actors,
particularly other state in the international system”15
13
Ibid, hlm 1-2, lih juga Sufri Yusuf, Hubungan Internasional dan Politik Luar Negeri “Sebuah analisis teoritis dan uraian tentang pelaksanaannya” (Jakarta: Pusaka Sinar Harapan, 1989), hlm. 113.
14Sir Ernest Satow, Guide to Diplomatic Practice, dalam Palmer & Perkins,
International Relation, (Calcuta: Scientific Book Agency, 1976), hlm. 8415
Brian White, Analyzing Foreign Policy: Problem and Approaches, dalam Understanding Foreign policy: The Foreign Policy System Approach, (London: Edward Elgar Published Limited, 1989), hlm. 1
Kebijakan luar negeri diaktualisasikan dengan proses diplomasi oleh para
diplomat sebagai eksekutor kebijakan luar negeri, tugas utama diplomat adalah:
“1). Representation, 2). Negotiation, 3). Reporting, 4). The protection of the
interests of its citizens in foreign lan”16
Implementasi kebijakan luar negeri berlangsung melalui diplomasi yang
dilakukan oleh para diplomat, kebijakan yang ditetapkan begara dalam waktu
tertentu terhadap isu tertentu, pada akhirnya harus dievaluasi sesuai dengan
mekanisme yang diatur konstitusi sebagai tolak ukur berhasil tidaknya sebuah
kebijakan luar negeri.
Kebijakan luar negeri lazimnya dilakukan oleh sebuah negara merdeka,
artinya sebuah wilayah yang diakui secara hukum internasional, dan juga oleh
begara lain sehingga mampu melakukan hubungan diplomasi dengan begara lain.
Dalam melaksanakan kebijakan luar negeri diperlukan perangkat hukum
yang dapat menjadi patung, agar sebuah kebijakan lebih terarah dan terpadu, bagi
pelaku hubungan luar negeri diantaranya pemerintah pusat, pemerintah daerah,
NGO, MNCs, dan individu. Di Indonesia pada era pasca orde baru pemerintah
telah mengeluarkan UU. No. 37 Yahun 2000 tentang Hubungan Luar Negeri dan
UU. No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
Pemerintah sesuai undang-undang menetapkan satu pintu kebijakan luar
negeri sebagai saluran resmi yaitu Departemen Luar Negeri. Kebijakan bukan
berarti sebagai upaya sentralisasi hubungan luar negeri tetapi posisi DEPLU
hanya menjadi jembatan yang menghubungkan domestik dan internasional, juga
mempertimbangkan semua hubungan luar negeri yang dilakukan oleh warga
16
Palmer & Perkins, op. cit. hlm. 85
negara, untuk memastikan semua kerjasama hubungan luar negeri yang dibangun
oleh aktor domestik dapat berjalan sesuai undang-undang.
Konsep ini diperlukan dalam penelitian karena merupakan komitmen dalam
menentukan keterlibatan suatu negara di dalam isu-isu internasional atau
lingkungan sekitarnya seperti Indonesia dan Australia. Adapun pengertian dari
politik luar negeri adalah seperangkat pedoman dalam mempertahankan,
mengamankan, dan memajukan kepentingan nasional sehingga dapat dipilih
tindakan tepat yang ditunjukan ke luar wilayah suatu negara. Kebijakan luar
negeri travel advisory ini ditujukan oleh Australia ke negara-negara yang
dianggap Australia memiliki potensi ancaman serangan terorisme termasuk
Indonesia. Bagi Indonesia, kebijakan Australia ini akan diterima oleh para
pembuat keputusan untuk dianalisis dan memberikan respon terhadap kebijakan
Australia tersebut.
Politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif selama ini tidak mengalami
perubahan yang mendasar sejak dicetuskannya di Yogyakarta pada 2 dan 16
September 1948 oleh Mohammad Hatta sebagai perdana menteri dihadapan
komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Bebas aktif ini mengacu pada UUD 45 alinea I dan alinea IV yakni Alinea I
menyatakan bahwa .… kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu
maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan dan peri keadilan. Selanjutnya pada alinea IV dinyatakan bahwa ….
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial …..Dari dua kutipan di atas, jelaslah bahwa politik luar
negeri RI mempunyai landasan atau dasar hukum yang sangat kuat, karena diatur
di dalam Pembukaan UUD 1945. Selain dalam pembukaan terdapat juga dalam
beberapa pasal contohnya pasal 11 ayat 1, 2,3; pasal 13 ayat 1,2,3 dan lain-lain.
Pasal 11
(1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang,
membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
(2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan
akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan
beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan
undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-
undang.
Pasal 13
(1) Presiden mengangkat duta dan konsul.
(2) Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat.
(3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Walaupun demikian Mochtar Kusumaatmaja merumuskan bebas aktif sebagai
berikut :
Bebas : dalam pengertian bahwa Indonesia tidak memihak pada kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa sebagaimana dicerminkan dalam Pancasila. Aktif : berarti bahwa di dalam menjalankan kebijaksanaan luar negerinya, Indonesia tidak bersifat pasif-
reaktif atas kejadiankejadian internasionalnya, melainkan bersifat aktif .17
17
http://id.wordpress.com/tag/arsip-blog/ diakses pada tanggal 8 September 2009
Dan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) No. IV/MPR/1999
tentang Garis Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang mengatur tantang arah
politik yang bebas aktif dan orientasi kepentingan nasional, solidaritas negara
berkembang mendukung kemerdekaan bangsa, menolak segala bentuk penjajahan,
kemandirian bangsa dan kerja sama internasional bagi kesejahteraan rakyat.
Dalam Hubungan Internasional kontenporer dengan berakhirnya perang
dingan, pandangan realis yang state centris srmakin tidak popular lagi, hal ini
ditandai dengan munculnya fenomena abu abu (Gray Phenomena) yang
menempatkan non state actors dan state actor secara seimbang dalam politik
internasional. Dengan alasan ini penelitian akan lebih menggunakan perspektif
pluralism, dalam proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan luar negeri sebagai
objek kajian dari penelitian ini.
Paradigma pluralis menempatkan negara bukan lagi sebagai aktor pertama
dan utama lagi dalam hubungan antar bangsa dan pengambilam keputusan luar
negeri tertunya, karena keterlibatan individu dan kelompok juga harus
diperhitungkan dalam era demokrasi ini.
Aktor-aktor hubungan internasional dalam sebuah sistem internasional akan
melakukan interaksi internasional. Lentner memfokuskan interaksi para aktor
hubungan internasional sebagai berikut:
Konflik; merupakan keadaan yang ditandai dengan kondisi zero sum game di mana jika satu pihak memperoleh kemenangan maka pihak yang lain akan mengalami kegagalan.
Kompetisi; keadaan di mana tidak terdapt zero sum game melainkan keuntungan yang diperoleh tidak seimbang.
Kerjasama; keadaan di mana negara-negara yang berinteraksi mengikuti kebijakan yang sama untuk mencapai kepentinagan
bersama.18
18
Lentner, Foreign Policy Analysis: A Comparative and Conceptual Approach, hlm 86-97
Interaksi dalam hal ini tindakan yang seragam dan perbedaan yang ada
terjalin seemikian rupa sehingga keputusan yang dihasilkan adalah keputusan
yang harus dijalankan bersama.
Bentuk-bentuk interaksi berdasarkan banyaknya pihak yang melakukan
hubungan, antara lain dibedakan menjadi hubungan bilateral, trilateral, regional,
dan multilateral/internasional. Adapun yang dimaksud dengan hubungan bilateral
adalah keadaan yang menggambarkan adanya hubungan saling mempengaruhi
atau terjadinya hubungan timbal balik antara dua pihak. Pola-pola yang terbentuk
dari poroses interaksi, dilihat dari kecenderungan sikap dan tujuan pihak-pihak
yang melakukan hubungan timbal balik tersebut.
Rangkaian pola hubungan aksi reaksi ini meliputi proses sebagai berikut:
1. Rangsangan atau kebijakan aktual dari negara yang memprakarsai.
2. Persepsi dari rangsangan tersebut oleh pembuat keputusan di negara penerima.
3. Respon atau aksi balik dari nrgara penerima.
4. Persepsi atau respon oleh pembuat keputusan dari negara pemrakarsa.
Kerjasama merupakan salah satu bentuk interaksi dalam hubungan
internasional yang paling sering dilakukan. Kerjasama dilakukan ketika ada dua
pihak atau lebih yang menghadapi suatu isu yang menjadi masalah bersama dan
pihak-pihak tersebut memiliki kepentingan tersendiri atau bersama berkaitan
dengan isu tersebut. Hal ini sejalan dengan definisi kerjasama yang dikemukakan
oleh Heywood yaitu “kegiatan yang dilakukan besama untuk mencapai
tujuan bersama melalui tindakan bersama” .19
19
A. Heywood Politics.2nd ed. hlm 4.
Kerjasama internasional adalah bentuk interaksi yang dilakukan antara
negara-negara ataupun melibatkan aktor non-negara yang menyadari kesaling
tergantungan yang mengelilingi mereka. Kerjasama internasional adalah alat bagi
aktor-aktor hubungan internasional yang fungsinya memfasilitasi dan melayani
berbagai macam kegiatan yang tak ada batasnya. Kerjasama ini meliputi bebagai
macam bidang seperti politik, keamanan, ekonomi, budaya dan sebagainya. Holsti
memberikan beberapa alasan mengapa negara-negara melakukan kerjasama
internasional yakni(Holsti, 1995:362):
Untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi, melalui kerjasama negara-negara dapat memotong ongkos produksi untuk memenuhhi kebutuhan mereka dan rakyatnya meskipun +negara-negara tersebut mengalami keterbatasan baik dalam segi sumber daya alam maupun manusia.
Untuk meningkatkan efisiensi, seperti pengurangan biaya dan ongkos. Karena adanya masalah-masalah yang mengancam keamanan
bersama. Untuk mengurangi atau menghilangkan image negatif yang selama ini
menjadi alasan bagi negara lain memandang negara tersebut.20
Dikarenakan faktor interdependensi maka negara akan selalu terkena
pengaruh oleh semua tindakan yang dilakukan oleh aktor-aktor hubungan
internasional lainnya dan kerjasama adalah salah satu bentuk respon terhadap
dinamika yang ditimbulkan oleh aktor-aktor hubungan internasional tersebut.
Interaksi melalui kionflik dan kerjasama dapat terjadi terntu disebabkan
dengan adanya sifat saling membutuhkan yang dialami oleh setiap aktor
internasional. Kondisi ini muncul akibat dari adanya kepentingan nasional suatu
negara sehingga dalam penerapan kebijakan luar negerinya terhadap negara lain
dapat terjadi interaksi internasinal.
20
K. j. Holsti. International Politics: A Framework For Analysis. Hlm 362.
Formulasi dari pola aksi-reaksi ini memberi kesan bahwa rangkaian aksi dan
reaksi selalu tertutup atau berbentuk simetris. Di dalam proses ini terdapat suatu
hubungan timbal balik (resiprokal).
Berdasarkan kerangka teoritis diatas, maka penulis memaparkan beberapa
asumsi, sebagai berikut:
1. Kerjasama keamanan antara Indonesia dan Australia ditengarai sebagai
tolak ukur awal kerjasama yang komprehensif di antara kedua belak pihak.
2. Indonesia-Australia merupakan dua negara besar yang secara geografis
berdekatan sehingga munculnya potensi akan terjadinya konflik cukup
besar.
3. Indonesia-Australia merupakan dua negara yang terlatak di kawasan Asia
Pasifik dimana keduanya sedang berusaha meningkatkan kekuatan dan
pengaruhnya di kawasan tersebut.
4. Peneliti juga tertarik bagaimana kerjasama keamanan Indonesia-Australia
dapat berjalan dengan sukses di tengah banyaknya permasalahan-
permasalahan yang ada di antara kedua negara seperti masalah perikanan,
travel advisory, para pencari suaka dan Sumber Daya Alam.
2. Kerangka Hipotesis
Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap
permasalahan yang telah dirumuskan.21
Berdasarkan kepada konsep yang telah
diuraikan diatas penulis menarik suatu hipotesis sebagai berikut:
“kebijakan Pemerintah Indonesia dalam menyikapi kebijakan travel
advisory dengan strategi optimalisasi diplomasi dan peningkatan kerjasama
21 Oman Heryaman (Ed.), Panduan Penyusunan Skripsi, (Bandung: Jurusan Ilmu
Hubungan Internasional FISIP UNPAS, 2008), hlm. 35.
internasional maka Pemerintahan Kevin Rudd melaksanakan kebijakan
pendekatan diplomatis”
3. Operasional Variabel dan Indikator
Dalam mempermudah pengoperasian Variabel maka dibentuk tabel
operasional Variabel dan indikator sebagai berikut:
Tabel 1.1
Operasional Variabel dan Indikator
Variabel dalam
Hipotesis
(Teoritik)
Indikator
(Empirik)
Verifikasi
(Analisis)
Variabel Bebas:
Strategi dan kebijakan
Pemerintah Indonesia
dalam menyikapi
kebijakan travel
advisory dengan strategi
dan kebijakan
pendekatan diplomatis
1. Adanya akses diplomasi
antara kedua negara
a. Adanya peningkatan
kualitas diplomasi
indonesia.
b. Memanfaatkan
sumberdaya dalam
mengkampanyekan
Indonesia damai dan
aman.
2. Adanya perbaikan
hubungan antara kedua
negara dengan Membuka
akses berbagai kerjasama
antara kedua negara.
1. Data fakta dan angka
tentang adanya akses
diplomasi antara
kedua negara
berdasarkan akses
internet dari
http://www.deplu.go.
id/?category_id=12&
news_id=934&main
_id=1
2. Data fakta dan angka
adanya perbaikan
hubungan antara
kedua negara dengan
Membuka akses
berbagai kerjasama
antara kedua negara
berdasarkan akses
internet dari
http://www.ialdf.org/
bi/kegiatanproyek.ht
ml
Variabel Terikat:
Pemerintahan Kevin
Rudd mencabut kbijakan
travel advisorynya
terhadap Pemerintah
Indonesia
3. Adanya pertimbangan
kebijakan travel advisory.
a. Upaya melakukan
diplomasi.
b. Menunjukan keseriusan
Pemerintah Indonesia
dalam Lombok Treaty
4. Adanya perbaikan
berbagai sistem dalam
negeri.
a. Peningkatan keamanan
sipil dan politik.
b. Adanya perbaikan
sumber daya yang dapat
mengundang
masyarakat Australia.
3. Data fakta dan angka
mengenai adanya
upaya pencabutan
kebijakan travel
advisory berdasarkan
akses internet dari
http://hasan.sayangin
anda.com/luar-
negeri/prospek-
hubungan-ri-
australia-20
4. Data fakta dan angka
adanya perbaikan
berbagai sistem
dalam negeri
berdasarkan akses
internet dari
http://www.smartrav
eller.gov.au/zw-
cgi/view/advice/indo
nesia
Sumber: olahan peneliti
4. Skema Kerangka Teoritis
Untuk mempermudah pemahaman kerangka teoritis yang telah dipaparkan
diatas, dirumuskan kedalam skema kerangka teoritis sebagai berikut:
Skema 1.1
Skema Kerangka Teoritis Kebijakan Luar Negeri Indonesia Dalam
Menyikapi Kebijakan Travel Advisory Australia Di Bawah Pemerintahan
Kevin Rudd
Kepentingan Nasional
Politik Luar Negeri
Indonesia Australia
Lombok Treaty
Travel
Advisory
Strategi dan Kebijakan
Pemerintah Indonesia
Sumber: olahan peneliti
E. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
1. Tingkat Analisis
Dalam menentukan tingkat analisis dalam studi Hubungan Internasional
terlebih dahulu ditetapkan unit analisa yaitu yang perilaku hendak kita
deskripsikan, jelaskan dan ramalkan (karena itu juga biasa disebut variabel
dependen) dan unit eksplanasi yaitu yang dampaknya terhadap unit analisa hendak
kita amati (bisa disebut variabel dependen).22
Berdasarkan penjelasan tersebut
unit analisa dari penelitian ini adalah ebijakan Australia di bawah pemerintahan
Kevin Rudd. Sedangkan unit eksplanasi penelitian ini adalah kebijakan Luar
Negeri Indonesia dalam menyikapi travel advisory Australia. Dari paparan diatas
maka analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa induksionis,
yaitu: unit eksplanasinya pada tingkat yang lebih tinggi.
2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitan ini adalah metode
penelitian deskriptif, yaitu suatu metode yang bertujuan untuk mendeskripsikan
atau menjelaskan peristiwa dan kejadian yang ada pada masa sekarang. Dengan
cara mengumpulkan, menyusun, menginterpretasikan data yang kemudian
diajuakan dengan menganalisa data tersebut serta suatu metode dalam meneliti
status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu metode dalam
meneliti atau suatu kelas peristiwa masa sekarang. Metoda ini memudahkan
penulis untuk menganalisa kebijakan Luar Negeri Indonesia dalam menyikapi
kebijakan travel advisory Australia di baeah pemerintahan Kevin Rudd.
22
Mochtar Mas`oed, Ilmu hubungan Internasional Disiplin dan Metode, (Jakarta: LP3ES, 1994), hlm. 39.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Studi kepustakaan/studi literatur (library research), yaitu teknik
pengumpulan data yang dilakukan melalui penelaahan data terhadap buku
teks, jurnal ilmiah, dokumen, majalah berita, surat kabar, laporan lembaga
pemerintah dan non pemerintah, maupun data-data yang terdapat dalam
website/internet, yang berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti.
b. Teknik wawancara (interview) yaitu teknik pengumpulan data dengan
mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara (pengumpul
data) kepada pelaku industri kreatif, dan hasil jawaban-jawaban dicatat
atau direkam dengan alat perekam.
F. Lokasi dan Lama Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi yang digunakan sebagai tempat pencarian data dalam penelitian ini
adalah:
Perpustakaan Ekonomi Universitas Pasundan, jalan Taman Sari No. 8
Bandung.
Perpustakaan FISIP Universitas Pasundan, jalan Lengkong Besar No. 68
Bandung.
Perpustakaan Universitas Parahyangan, Bandung.
2. Lama Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan dalam rentang waktu enam bulan terhitung
dari bulan Maret hingga September 2009. dengan rincian sebagai berikut:
TABEL 1.2JADWAL KEGIATAN PENELITIAN
TAHUN2009
Bulan Maret April Mei Juni Juli Agustus SeptemberNo. Kegiatan
Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 41 Tahap Persiapan
a. Konsultasi Judulb. Pengajuan Judulc. Pengajuan dan Revisi Proposald. Seminar Proposale. Perbaikan Seminar Proposal
2 Penelitian Lapangan3 Pengolahan Data4 Analisa Data
Kegiatan Akhir5a. Pelaporanb. Persiapan dan Draftc. Perbaikan Hasil Draftd. Persiapan dan Sidang Skripsi
G. SISTEMATIKA PENULLISAN
1. Bab I Pendahuluan
Dalam Bab I ini membahas:
A. Latar Belakang Masalah, yaitu penuturan aspek-aspek dan tema sentral
masalah yang diteliti, serta pertimbangan-pertimbangan pemilihan tema, kali
ini tema yang akan dibahas adalah “Kebijakan Luar Negeri Indonesia Dalam
Menyikapi Kebijakan Travel Advisory Australia Di Bawah Pemerintahan
Kevin Rudd” dan perlunya masalah itu diteliti serta gambaran yang
diharapkan dari penulisan.
B. Identifikasi masalah yang terdiri dari:
1. Pembatasan masalah, pembatasan ruang lingkup dari tema, yaitu
menetapkan batasan permasalahan dengan jelas. Pembatasan masalah
dalam penelitian ini adalah menitikberatkan pada bentuk kerjasama yang
sudah disepakati kedua belah pihak dalam kebijakan “trevel advisory”
yang diterapkan Australia di bawah pemerintahan Kevin Ridd terhadap
Indonesia.
2. Perumusan masalah, upaya untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan-
pertanyaan apa saja yang ingin peneliti cari jawabannya, yaitu
mengembangkan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang bersumber dari
masalah yang telah dipilih dalam pembatasan masalah.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Yaitu upaya mengungkapkan arah dan tujuan umum dari apa yang akan
dicapai atau diharapkan dari sebuah penelitian sehingga lanjutan dari identifikasi
masalah.
D. Kerangka Pemikiran
Kerangka penelitian merupakan sumber dan landasan untuk menganalisis
masalah yang hendak diteliti. Secara umum kerangka teoritis berisi teori-teori
yang mempunyai relevansi dengan masalah yang dibahas. Yang terdiri dari atas:
1. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap
permasalahan yang telah sirumuskan.
2. Skema Kerangka Teoritis
Untuk memudahkan pemahaman kerangka teoritis yang telah dijelaskan
sebelumnya, dirumuskam kedalam skema meramgka teoritis.
E. Metode Penelitian dan Teknik Pemgumpulan Data
Yaitu menerangkan metode dan teknik pengumpulan data yang dipakai
dalam penelitian.
F. Lokasi Penelitian serta Jadwal dan Kegiatan Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat-tempat dimana penulis mendapatkan data
melalui studi kepustakaan maupun wawancara, sedangkan lama penelitian adalah
waktu yang disediakan olen peneliti untuk melewati proses tahapah-tahapan
penelitian yang dilakukan.
G. Sistematika Penulisan
Yaitu memaparkan sistematika yang digunakan dalam melakukan penelitian.
2. Bab II Objek Penelitian Variabel Bebas
Bab II ini akan membahas uraian atau informasi umum mengenai tema yang
dijadikan variabel bebas yaitu konsep yang menjelaskan dan meramalkan masalah
tersebut. Pada penyusunan penelitian ini yang menjadi variabel bebasnya adalah
kebijakan Luar Negeri Indonesia dalam menyikapi travel advisory.
3. Bab III Objek Penelitian Variabel Terikat
Bab III ini akan membahas uraian atau informasi umum mengenai masalah
yang menjadi variabel terikat yaitu konsep yang hendak dijelaskan kejadiannya
dan terjadi akibat dari variabel lain. Pada penyusunan skripsi ini yang menjadi
variabel terikatnya adalah implikasinya dalam meyikapi kebijakan travel advisory
Australia dibawah pemerintahan Kevin Rudd.
4. Bab IV Verifikasi Data
Dalam bab ini akan membahas, menguraikan serta menjawab hiptesis dan
indikator-indikator penelitian yang dideskripsikan dalam data.
5. Bab V Kesimpulan
Dalam bab ini akan memaparkan beberapa kesimpulan atas hasil penelitian
yang dilakukan.
BAB II
KEBIJAKAN LUAR NEGERI PEMERINTAH INDONESIA
TERHADAP AUSTRALIA
A. Kebijakan Politik Luar Negeri (PLN) Indonesia
Kebijakan umum Indonesia menegaskan bahwa penyelenggaraan hubungan
luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri merupakan salah satu komponen
utama dalam memperjuangkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Penegasan itu mencerminkan kebutuhan pengembangan wawasan ke Indonesiaan,
baik dalam konteks kewilayahan maupun kebangsaan. Pada tingkat pelaksanaan,
efektifitas penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar
negeri memerlukan sinergi dan keterlibatan diantara seluruh stake holders yang
berwujud pada total diplomasi.
Interaksi yang diciptakan Indonesia dengan negara-negara tetangga dan
negara-negara sahabat harus bersifat kondusif agar tetap dapat memajukan sikap
saling pengertian dan menghormati diantara mesyarakat bangsa-bangsa. Dalam
kaitan ini, masyarakat dunia harus dapat menerima realitas kemajemukan dan
kompleksitas Indonesia sebagai daya tarik tersendiri.
Mencuatnya kembali kekuatan Eropa dalam peta politik internasional yang
mempengaruhi pola hubungan trans-atlantik serta menguatnya pengaruh China
dalam konstelasi global akan memberikan perspektif baru dalam hubungan
internasional menuju konsep multipolar. Kecenderungan kedepan itu tentu saja
membawa dorongan penting dalam upaya penanganan masalah keamanan
internasional disamping membuka alternatif pilihan lebih luas dalam kerjasama
antar-negara. Sementara itu, persoalan krusial di kawasan Timur Tengah dan
Semenanjung Korea, isu terorisme internasional dan perlombaan sejata masih
tetap terlihat sebagai tantangan berat dalam upaya memelihara perdamaian dan
keamanan internasional. Hak asasi manusia, liberalisasi perdagangan, tenaga
kerja, ketimpangan pembangunan berkelanjutan, serta masalah-masalah sosial dan
pembangunan merupakan isu negatif yang dinilai masih menonjol disebagian
besar negara berkembang.
Formulasi kebijakan dalam isu ini menegaskan kembali bahwa terorisme
tidak dapat dipisahkan dari isu radikalisme dan kemiskinan. Karena itu,
penanganan isu terorisme mesti menyentuh isu-isu kesejahteraan, penciptaan
kehidupan yang lebih baik dan penyelenggaraan dialog antar agama yang
konstruktif. Oleh karena itu, Indonesia berusaha memanfaatkan seluruh potensi
dan energi yang dimiliki untuk memajukan langkah-langkah penyelesaian
terhadap akar masalah tersebut seperti, ketimpangan pembangunan yang berakibat
pada eskalasi kemiskinan yang akut di banyak negara berkembang, masa depan
Palestina dan Irak, phobia masyarakat barat terhadap Islam, serta keseimbangan
kebijakan luar negeri Amerika Serikat di timur tengah.
1. Dasar Hukum Politik Luar Negeri
Dasar hukum rencana strategik politik Luar Negeri Republik Indonesia
tahun 2004-2009 adalah sebagai berikut:
Pembukaan dan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 dan
Perubahannya;
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
XI/MPR/1998 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih
Dan Bebas Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme;
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1982 tentang Pengesahan Konvensi
Wina Mengenai Hubungan Diplomatik dan Hubungan Konsuler Beserta
Protokol Opsionalnya Mengenai Hal Memperoleh Kewarganegaraan;
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme;
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri;
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional;
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional;
Keputusan Presiden Nomor 108 Tahun 2003 tentang Organisasi
Perwakilan RI Luar Negeri;
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009;
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Kementerian Negara
Repubilk Indonesia;
Peraturan Presiden nomor 20 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi Dan
Tugas Eselon 1 Kementerian Negara Republik Indonesia; Intruksi
Presiden Republik Indonesia nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP);
Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK.05/A/OT/IV/2004/02 Tahun
2004 tentang Perubahan Atas Lampiran Keputusan Menteri Luar Negeri
Nomor SK.03/A/OT/XII/2002/02 Tahun 2002 tentang Pedoman Umum
Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Enstansi Pemerintah (SAKIP)
Departemen Luar Negeri Dan Perwakilan RI Di Luar Negeri;
Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SK.06/A/OT/VI/2004/01 Tahun
2004 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Perwakilan Republik Indonesia di
Luar Negeri.23
2. Arahan Kebijakan Politik Luar Negeri
Berdasarkan hasil Rapat Keppri tahun 2004, paling tidak terdapat tiga arah
kebijakan luar negeri yang penting dijalankan saat ini yakni: (i) Meningkatkan
kualitas diplomasi Indonesia dalam rangka memperjuangkan kepentingan
nasional; (ii) Melanjutkan komitmen Indonesia terhadap pembentukan identitas
dan pemantapan integrasi regional, serta; (iii) Melanjutkan komitmen Indonesia
terhadap upaya-upaya pemantapan perdamaian dunia. Karena itu, dalam konteks
yang lebih luas, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
tahun 2004-2009 meletakannya ke dalam tiga program utama nasional kebijakan
luar negeri yang harus segera dilakukan yaitu:
Pemantapan Politik Luar Negeri dan Optimalasasi Diplomasi Indonesia
dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar
negeri. Tujuan pokok dari upaya tersebut adalah meningkatkan kapasitas
dan kinerja politik luar negeri dan diplomasi dalam memberikan kontribusi
bagi proses demokratisasi, stabilitas politik dan persatuan nasional.
Peningkatan kerjasama internasional yang bertujuan memanfaatkan secara
optimal berbagai peluang dalam diplomasi dan kerjasama internasional
terutama kerjasama ASEAN di samping negara-negara yang memilliki
23
http://www.deplu.go.id/?category_id=638&main_id=1, diakses 6 September 2009
kepentingan yang sejalan dengan Indonesia. Langkah mementingkan
kerjasama ASEAN dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri dan
pelaksanaan politik luar negeri merupakan aktualisasi dari pendekatan
ASEAN sebagai concentric circle utama politik luar negeri Indonesia.
Penegasan komitmen Perdamaian Dunia yang dilakukan dalam rangka
membangun dan mengembangkan semanngat multilateralisme dalam
memecahkan berbagai persoalan keamanan internasional. Langkah
diplomatik dan multilateralisme yang dilandasi dengan penghormatan
terhadap hukum internasional dipandang sebagai cara yang lebih dapat
diterima oleh subjek hukum internasional dalam mengatasi masalah
keamanan internasional. Komitmen terhadap perdamaian internasional
relevan dengan tujuan hidup bernegara dan berbangsa sebagaimana
dituangkan dalam alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. 24
3. Tujuan Politik Luar Negeri
Dalam rangka mewujudkan pencapaian pengelolaan kebijakn politik luar
negeri secara efisien dan efektif, maka misi tujuan Politik Luar Negeri RI
dijabarkan dalam beberapa tujuan strategik sebagai berikut:
Mewujudkan dukungan masyarakat internasional terhadap keutuhan dan
kedaulatan wilayah NKRI;
Meningkatkan penyelesaian masalah perbatasan wilayah Indonesia dengan
negara tetangga secara diplomatis;
24
http://www.deplu.go.id/?category_id=12&news_id=675&main_id=1, diakses 6 September 2009
Mengembangkan kerjasama ekonomi, perdagangan, investasi, alih
teknologi dan bantuan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Indonesia;
Meningkatkan fasilitas bagi perluasan kesempatan kerja di luar negeri;
Mewujudkan kepemimpinan Indonesia dalam proses integrasi ASEAN
Community dan penanganan kejahatan lintas negara di kawasan;
Memperkuat hubungan dan kerjasama Indonesia dengan negara-negara
kawasan Asia Pasifik;
Mewujudkan kemitraan strategis baru Asia Afrika;
Memantapkan dan memperluas hubungan dan kerjasama bilateral;
Memperkuat kerjasama di forum regional dan multilateral;
Meningkatkan dukungan dan kepercayaan masyarakat internasional
terhadap Indonesia yang demokratis, aman, damai, adil dan sejahtera;
Meningkatkan komitmen terhadap perdamaian dunia;
Meningkatkan pelayanan dan perlindungan warga negara Indonesia dan
badan hukum Indonesia di luar negeri;
Meningkatkan upaya diplomasi kemanusiaan dalam menangani bencana
alam, khususnya rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dan Sumatera Utara;
Meningkatkan koordinasi dan sinergi dalam penyelenggaraan hubungna
luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri.25
4. Sasaran Politik Luar Negeri
Sasaran strategik adalah penjabaran dari misi dan tujuan yang telah
ditetapkan dalam Rencana Strategik. Sasaran strategik ini secara khusus
25
Ibid, diakses pada 6 September 2009
merupakan gambaran keberhasilan yang dapat dicapai dalam periode 5 (lima)
tahun, namun dialokasikan dalam 5 (lima) tahun tersebut.
Secara umum Sasaran Strategik Politik Luar Negeri RI yang hendak dicapai
dapat diuraikan sebagai berikut:
Terciptanya dukungan solid dan konsisten masyarakat internasional
terhadap keutuhan dan kesatuan wilayah negara Republik Indonesia;
Meningkatnya penyelesaian masalah perbatasan dengan negara-negara
tetangga secara diplomatis;
Meningkatnya kerjasama eknomi Indonesia di tingkat bilateral, regional
dan internasional;
Meningkatnya kerjasama teknik dan alih teknologi di tingkat bilateral,
regional dan internasional;
Meningkatnya kerjasama ketenagakerjaan dengan negara pengguna
Tenaga Kerja Indonesia (TKI);
Menguatnya dukungan terhadap kepemimpinan Indonesia di ASEAN
Community;
Meningkatnya peran Indonesia dalam penanganan masalah kejahatan
lintas batas di kawasan;
Meningkatnya peran Indonesia di kawasan Asia Pasifik;
Terbentuknya kerjasama strategis antara negara-negara Asia dan Afrika;
Meningkatnya kerjasama politik dengan negara-negara sahabat;
Meningkatnya kerjasama sosial budaya;
Meningkatnya peran Indonesia dalam penguatan multilateralisme;
Meningkatnya peran Indonesia dalam forum regional dan multilateral;
Meningkatnya telaahan hukum dan perjanjian internasional yang
akomodatif terhadap kepentingan nasional;
Meningkatnya peran Indonesia dalam penanganan masalah kejahatan
internasional dalam forum multilateral;
Menurunnya pandangan negatif tentang Indonesia;
Meningkatnya peran informasi dan diplomasi publik dalam memajukan
citra Indonesia;
Meningkatnya prakrsa dan kontribusi Indonesia terhadap keamanan dan
perdamaian dunia;
Menurunnya masalah yang dihadapi WNI/BHI di luar negeri;
Menjamin keberhasilan koordinasi bantuan masyarakat internasional
dalam rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dan Sumatera Utara;
Meningkatnya kualitas kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia;
Meningkatnya kualitas diplomasi dan kebijakan politik luar negeri;
Meningkatnya kualitas keamanan diplomatik di Deplu dan Perwakilan RI;
Meningkatnya dukungan sarana dan prasarana bagi pelaksanaan politik
luar negeri;
Terwujudnya peran Departemen Luar Negeri sebagai koordinator dalam
penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negri;
Terwujudnya dukungan dan kepercayaan masyarakat luas terhadap
Departemen Luar Negeri dan Perwakilan RI di luar negeri;
Meningkatnya kualitas pelayan keprotokolan, fasilitas diplomatik dan
kekonsuleran26
5. Kebijakan Departemen Luar Negeri
Kebijakan pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan untuk dijadikan pedoman maupun pegangan guna menjaga kelancaran
dan keterpaduan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi yang telah
ditetapkan. Adapun kebijakan-kebijakan dalam mencapai tujuan dan sasaran itu
adalah sebagai berikut:
Memperkuat dukungan terhadap integritas wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI);
Meningkatkan kerjasama untuk menyelesaikan masalah perbatasan;
Menggalakkan promosi dan kerjasama perdagangan ekonomi dan investasi
Indonesia di forum bilateral, regional dan internasional;
Memperluas kerjasama teknik dan alih teknologi dengan negara-negara
maju dan lembaga internasional serta menjalin kerjasama teknik dengan
sesama negara berkembang;
Meningkatkan fasilitasi kerjasama ketenagakerjaan dengan negara
pengguna Tenaga Kerja Indonesia (TKI);
Mengukuhkan posisi Indonesia di ASEAN;
Mencegah ASEAN sebagai kawasan kejahatan lintas batas antar-negara
dan menjadi wilayah transit;
Melakukan pendekatan dan menjalin kerjasama ekstradisi dengan negara-
negara ASEAN;
26
Ibid, diakses pada 6 September 2009
Meningkatkan dan memperluas kerjasama Indonesia dengan negara-
negara kawasan Asia Pasifik;
Memperkokoh semangat kerjasama Asia-Afrika melalui KTT Asia Afrika
2005;
Mengoptimalkan kerjasama politik bagi kepentingan nasional;
Mengoptimalkan diplomasi sosial budaya dan diplomasi kemanusiaan;
Menggalang dukungan masyarakat internasional terhadap pentingnya
multilateralisme;
Meningkatkan fasilitasi dalam upaya harmonisasi hukum internasional
dengan hukum nasional;
Mengoptimalkan peran Indonesia dalam penanggulangan kejahatan
internasional;
Mendiseminasikan perkembangan dan dinamika positif Indonesia kepada
masyarakat internasional;
Melibatkan seluruh komponen bangsa dalam rangka pelaksanaan
diplomasi total;
Mengoptimalkan seluruh instrumen diplomasi Indonesia dalam
memelihara keamanan dan perdamaian dunia;
Mengoptimalkan pendekatan diplomasi dalam memberikan pelayanan dan
perlindungan terhadap WNI dan BHI di luar negeri;
Menjalin kemitraan dengan masyarakat internasional dalam penanganan
bencana alam;
Memanfatkan kelembagaan dan organisasi melalui restrukturisasi
Departemen Luar Negeri dan Perwakilan RI;
Mengoptimalkan upaya pengembangan sumber daya manusia;
Mengoptimalkan upaya diplomasi dalam pelaksanaan politik luar negeri
guna mencapai kepentingan nasional;
Mengoptimalkan upaya pengkajian dan pengembangan kebijakan politik
luar negeri;
Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana serta prasarana pengamanan
diplomatik di Deplu dan Perwakilan RI;
Meningkatkan kerjasama dan mengoptimalkan koordinasi dengan instansi
terkait dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan
politik luar negeri;
Melaksanakan diplomasi publik dalam mendiseminasikan kebijakan
politik luar negeri;
Melakukan pendekatan dan kerjasama dengan berbagai kalangan
masyarakat;
Mengoptimalkan pemberian pelayanan keprotokolan, fasilitas diplomatik
dan kekonsuleran sesuai dengan kaidah umum pelayanan publik27
6. Program Departemen Luar Negeri
Berdasarkan visi dan misi dalam RENSTRA Deplu 2004-2009 dan sebagai
penjabaran dari RKP 2006, Deplu melaksanakan program operasional sebagai
berikut:
a. Pemantapan Kapasitas Politik Luar Negeri dan Optimalisasi Diplimasi
Indonesia
27
Ibid, diakses 6 September 2009
Dalam upaya menjamin pencapaian hasil dari pelaksanaan program pokok
penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri
Republik Indonesia, maka dijabarkan program-program operasiaonal Departemen
Luar Negeri dalam kategori sebagai berikut:
Penguatan dukungan terhadap kedaulatan dan keutuhan NKRI;
Penyelesaian masalah perbatasan melalui diplomasi;
Penggalangan dukungan bagi pencalonan Indonesia di berbagai
organisasi/badan internasional;
Peningkatan citra Indonesia;
Penguatan diplomasi dan politik luar negeri;
Peningkatan pelayanan dan perlindungan WNI/BHI di luar negeri;
Penguatan diplomasi kemanusiaan;
Pemantapan organisasi Departemen Luar Negeri dan Perwakilan RI di luar
negeri;
Pemanfaatan perjanjian-perjanjian internasional dan hukum internasional
bagi kepentingan Indonesia;
Peningkatan kualitas sarana dan prasarana;
Peningkatan koordinasi antara Departemen Luar Negeri dan instansi
pemerintah pusat dan daerah dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri
dan pelaksanaan politik luar negeri;
Penguatan sistem informasi dan diplomasi publik;
Peningkatan dukungan publik dalam penyelenggaraan hubungan luar
negeri dan pelaksanaan politik luar negeri;
Peningkatan peran serta masyarakat dalam proses perumusan kebijakan
penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksaan politik luar negeri;
Peningkatan kualitas diplomasi publik Indonesia
Peningkatan kualitas perumusan kebijakan penyelenggaraan hubunga luar
negeri dan pelaksanaan politik luar negeri;
Pementapan keamanan diplomatik;
Peningkatan kualitas sumber daya manusia;
Peningkatan pelayanan keprotokolan, fasilitas diplomatik dan
kekonsuleran.
b. Peningkatan Kerjasama Internasional
Dalam upaya menjamin pencapaian hasil dari pelaksanaan program pokok
penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri
Republik Indonesia, maka dijabarkan program-program operasional Departemen
Luar Negeri dalam kategori ini sebagai berikut:
Peningkatan kerjasama perdagangan, ekonomi dan investasi;
Peningkatan kerjasama teknik dan alih teknologi;
Peningkatan fasilitasi kerjasama ketenagakerjaan;
Pengembangan kerjasama ASEAN;
Peningkatan kerjasama penanganan kejahatan lintas batas negera;
Peningkatan kerjasama ekstradisi negara-negara ASEAN;
Peningkatan hubungan dan kerjasama dengan negara-negara Asia Pasifik;
Peningkatan kerjasama strategis Indonesia dengan negera-negara Asia dan
Afrika;
Peningkatan kerjasama sosial budaya;
Pengamanan kepentingan Indonesia dan peningkatan kerjasama dalam
penanggulangan kejahatan internasional.
c. Penegasan terhadap Komitmen Perdamaian Internasional
Dalam upaya menjamin pencapaian hasil dari pelaksanaan program pokok
penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri
Republik Indonesia, maka dijabarkan progran-program operasional Departemen
Luar Negeri dalam kategori ini sebagai berikut:
Penguatan multilateralisme dan demokrasi PBB;
Pengembangan kerjasama regional dan multilateral dalam berbagai
bidang;
Peningkatan peran dan kontribusi Indonesia dalam memelihara keamanan
dan perdamaian dunia;
Pemantapan dan perluasan kerjasama politik;
Peningkatan peran dan kontribusi Indonesia dalam perumusan kebijakan
organisasi-organisasi internasional.28
28
Ibid, diakses 6 September 2009
B. Landasan Kerjasama Lombik Treaty Indonesia - Australia
Kerjasama Indonesia-Australia yang tertuang dalam “Lombok Treaty” secara
resmi memasuki tahap implementasi. Penandatanganan proses verbal pertukaran
nota diplomatik sudah dilakukan Menteri Luar Negeri Hasan Wirajuda dan
Menteri Luar Negeri Australia Stephen Smith, 7 Februari 2008 silam di Perth,
Australia. Lombok Treaty mengatur 21 kerjasama dalam 10 bidang, yaitu:
kerjasama bidang pertanian, penegakan hukum, anti-terorisme; kerjasama
intelijen, keamanan maritim, keselamatan dan keamanan penerbangan,
pencagahan perluasan (non-proliferensi) senjata pemusnah masal, kerjasama
tanggap darurat, organisasi multilateral, dan peningkatan saling pengertian dan
saling kontak antar-masyarakat dan antar-perseorangan. Kerjasama pertahanan
sebagaimana terungkap dari pembicaraan di tingkat kepala negara, tingkat menteri
maupun Panglima TNI dan Panglima ADF menghasilkan antara lain kesepakatan
untuk melakukan pendidikan latihan, saling kunjung antar-perwira, saling tukar
informasi intelijen untuk pemberantasan terorisme, membangun industri
pertahanan, sampai kerjasama penanggulangan bencana dan misi kemanusiaan.29
Meski disambut gembira oleh kedua pihak, Lombok Treaty patut dicermati
hati-hati oleh publik. Publik Australia melihat keberadaan perjanjian ini sebagai
sinyal komitmen Pemerintah Australia yang makin melemah untuk mendukung
penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia menilai Lombok Treaty juga
berpotensi menguarkan praktek impunitas dan semakin memperlambat aktor
keamanan untuk melakukan reformasi.
29
Newsletter, Lombok Treaty, Edisi III bulan 6, 2008
Lepas dari berbagai kritik atas perjanjian ini, Lombok Treaty memiliki arti
penting bagi kedua negara untuk mempertahankan keamanan nasionalnya. Bagi
Australia kerjasama keamanan ini dibutuhkan untuk mengatasi berbagai isu
keamanan kontenporer, khususnya terorisme, penyelundupan obat-obatan
terlarang, penyelundupan manusia, dan penangkapan ikan secara gelap, money
laundering, proliferensi senjata pemusnah masal yang mengancam kepentingan
nasionalnya.
Bagi Indonesia, kerangka kerjasama keamanan ini akan digunakan
menangkal bahaya terorisme, selain diperlukan untuk mengatasi ancaman
separatisme dari dalam. Untuk hal ini, Indonesia mengajukan dua syarat yang
harus dipenuhi dan tercantum eksplisit dalam perjanjian, yakni politik Australia
tidak mendukung gerakan separatisme di wilayah mana pun di Indonesia, dan
Australia tidak menjadi pangkalan bagi kelompok pro-kemerdekaan Papua.
Dibandingkan dengan perjanjian kerjasama pertahanan RI dengan negara
lain, Lombok Treaty nyaris tidak mendapat hambatan politik berarti. Tampaknya
pemerintah dan parlemen RI menyepakati Lombok Treaty sebagai jalan keluar
atas ketegangan-ketegangan yang selama ini mewarnai hubungan Indonesia-
Australia. Sebagai dua negara yang berbatasan secara langsung, Indonesia-
Australia memiliki sejarah hubungan luar negeri yang pasang surut. Beberapa isu-
isu sensitif bagi kedua pemerintah sangat mempengaruhi kebijakan luar negeri
Indonesia-Australia ini.
Intervensi dalam persoalan politik Timor Timur Pra dan pasca kemerdekaan,
dukungan terhadap gerakan politik di Papua, penangkapan terhadap nelayan
Indonesia, hingga kecaman terhadap ketitakmampuan mengatasi kasus bom bali
yang menelan korban warga Australia, adalah sejumlah contoh kasus yang
mewarnai ketegangan dan ketidakharmonisan hubungan Indonesia-Australia
selama ini.
Terkait dengan upaya pemajuan hubungan di tingkat masyarakat, Indonesia
dan Australia memiliki komitmen yang sama dan menyambut baik berbagai
kerjasama dan inisiatif penting yang dirancang untuk menumbuhkembangkan
saling pengertian dan mendorong pemajuan aspek people to peole links di bidang
pendidikan, kerjasama antar-parlemen, penyelenggaraan Interfaith Dialogue dan
Intercultural Dialogue, termasuk peran Australia-Indonesia Institute (AII) dan
prakarsa Australia untuk menyelenggarakan konferensi mengenai hubungan
bilateral pada tahun 2009. selain itu, kedua negara telah menandatangani Work
and Holiday Visa Memorandum of Understandimg pada akhir tahun 2008 yang
diharapkan dapat membuka kesempatan bagi mahasiswa untuk menimba
pengalaman bekerja di kedua negara.30
30
http://www.kbri-canberra.org.au/press/2008/PR_101008.htm, diakses 28 September 2009
C. Optimalisasi Diplomasi kebijakan Indonesia
Kebijakan politik dan hubungan luar negeri akan terus diarahkan untuk
melanjutkan dan menindaklanjuti kegiatan dalam rangka perluasan dan
peningkatan diplomasi Indonesia di tingkat bilateral, regional, dan multilateral
dalam bentuk kerja sama di segala bidang. Hal tersebut dilaksanakan guna
mencapai sasaran pembangunan di bidang hubungan luar negeri yakni
menguatnya dan meluasnya identitas nasional sebagai negara demokratis dalam
tatanan masyarakat internasional. Terkait dengan pencapaian sasaran tersebut,
tantangan terbesar adalah bagaimana Indonesia dapat memanfaatkan potensi
strategisnya secara maksimal dalam konstelasi politik regional dan global.
Indonesia juga akan terus meningkatkan dan mengembangkan diplomasi
ekonomi dalam upaya meningkatkan kerja sama perdagangan dan investasi
sebagai sumber pendanaan bagi pembangunan. Sebagai langkah ke depan,
Indonesia akan terus memanfaatkan peluang yang ada dalam keikutsertaan
Indonesia di berbagai fora internasional. Pemerintah berusaha untuk
meningkatkan peranan Indonesia dalam mendorong terciptanya tatanan dan kerja
sama ekonomi regional dan internasional yang lebih baik dalam mendukung
pembangunan nasional. Pemerintah juga akan menyusun rencana tindak untuk
mendukung upaya peningkatan kerja sama ekonomi dan perdagangan melalui
pelaksanaan three-track diplomacy, yaitu bilateral, regional, dan multilateral.
Fondasi penyelenggaraan dan pelaksanaan politik luar negeri yang bertumpu
pada kepentingan nasional telah dijabarkan dalam program Kabinet Indonesia
Bersatu (KIB) sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2004-2009. Jabaran tersebut
merekapitulasi kepentingan nasional ke dalam tiga program prioritas yang
difokuskan pada optimalisasi diplomasi Indonesia, peningkatan kerja sama
internasional, dan komitmen perdamaian dunia.
Departemen Luar Negeri merumuskan ketiga orientasi itu dalam formulasi
visi kementerian yang diharapkan dapat menjadi pedoman dalam penyelenggaraan
hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri. Harapan tersebut
tercermin dalam 08 – 7 visi ”Melalui diplomasi total, ikut mewujudkan Indonesia
yang bersatu lebih aman, adil, demokratis, dan sejahtera”. Berbagai langkah
kebijakan dan hasil yang telah dicapai dalam penyelenggaraan politik dan
hubungan luar negeri Indonesia mencerminkan peran Indonesia yang semakin
meningkat. Profil Indonesia yang terus membaik telah mencerminkan tekad
bersama untuk mengembangkan politik dan hubungan luar negeri yang
sepenuhnya berlandaskan pada kepentingan nasional.
Sejumlah langkah kebijakan utama yang telah dilaksanakan untuk
mewujudkan pemantapan politik luar negeri dan kerja sama internasional antara
lain adalah (1) pelaksanaan tindak lanjut agenda pembentukan ASEAN
Community, (2) peningkatan peran diplomasi dalam menyelesaikan masalah
perbatasan, (3) upaya penyelesaian berbagai permasalahan HAM, (4) pelaksanaan
inter-faith dialogue, (5) partisipasi aktif dalam upaya mewujudkan perdamaian
dunia, (6) upaya perlindungan dan pelayanan WNI/BHI, dan (7) peningkatan kerja
sama bilateral dan multilateral untuk mendukung kepentingan nasional, termasuk
menjalin kemitraan strategis dengan berbagai negara.
D. Peningkatan Kerja Sama Internasional Pemerintah Indonesia
Dinamika globalisasi telah membuka ruang bagi banyak aktor, baik negara
maupun nonnegara, untuk mengambil peran. Spektrum hubungan internasional
menjadi semakin terbuka, flat dan accessible. Kecenderungan itu diakui telah
membawa implikasi dalam berbagai bentuk pergeseran, perubahan,
persinggungan, dan adaptasi negara ataupun nonnegara terhadap resonansi
kepentingan masing-masing.
Indonesia menyadari sepenuhnya interdependensi dalam konteks
kecenderungan tersebut sebagai peluang dan tantangan. Sebagai peluang
(opportunity), Indonesia berupaya mengartikulasikan peran, posisi, dan
kepentingannya dengan mengedepankan pendekatan diplomasi total dalam
berbagai lini. Sebaliknya, sebagai tantangan (challenge), Indonesia bertekad
mempertahankan aktivitas hubungan luar negeri yang berlandaskan prinsip politik
luar negeri bebas aktif yang menjadi refleksi amanat UUD 1945.
Diplomasi total merepresentasikan sinergi seluruh komponen bangsa dan
pemangku kepentingan (stakeholder) di dalam negeri. Orientasi praksis kebijakan
itu adalah menempatkan substansi permasalahan secara integratif, terutama dalam
perspektif internasional-domestik. Cara pandang tersebut menciptakan korelasi 08
– 2 erat dan timbal balik antara dinamika hubungan internasional dan realitas
domestik Indonesia dalam skala yang lebih luas.
Penyelenggaraan hubungan dan politik luar negeri dari 2005 hingga
pertengahan 2008 ini telah dihadapkan pada berbagai perkembangan, tantangan,
dan permasalahan. Perkembangan yang menarik untuk dicermati dalam tiga tahun
terakhir adalah reposisi krusial sejumlah attitude dan orientasi negara-negara
besar yang telah mendominasi hubungan internasional dalam paruh awal dekade
2000-an. Salah satu kecenderungan positif pergeseran itu yang patut dicatat adalah
adaptasi sikap unilateralisme Amerika Serikat dan sekutu terdekatnya terhadap
kultur baru komunitas global yang menyodorkan alternatif penguatan soft power
dalam setiap conflict resolution.
Pada saat ini, para pelaku hubungan internasional menyadari bahwa
penggunaan hard power sebagai wujud unilateralisme ternyata tidak serta merta
menyelesaikan masalah. Sebaliknya, penggunaan soft power justru semakin
menguat dalam upaya menyelesaikan permasalahan dunia. Hal itu terbukti dengan
dilaksanakannya berbagai dialog antarumat beragama serta kerja sama di bidang
sosial dan budaya, sebagai salah satu perwujudan soft power yang dinilai dapat
meredakan ketegangan yang terjadi di berbagai belahan dunia dewasa ini.
Faktor lain yang turut mempengaruhi konstelasi dan equilibrium politik
global saat ini adalah munculnya kekuatan baru yang menjadi penyeimbang
pengaruh Amerika Serikat seperti Uni Eropa, India, China, dan Jepang. Kekuatan
politik dan ekonomi baru tersebut telah menciptakan antusiasme tinggi dalam
hubungan 08 – 3 antarnegara dengan segala rekapitulasi efek positifnya pada
dinamika regional dan internasional.
Gambaran yang menjanjikan itu ternyata tidak simetris dengan kondisi
perekonomian dunia yang secara beruntun dihantam oleh krisis energi, krisis
pangan, subprime mortgage di AS yang mengarah kepada kemunduran ekonomi
global. Reperkusi ekonomi dunia itu memaksa banyak negara, termasuk
Indonesia, untuk mengambil langkah-langkah penyesuaian kebijakan
pembangunan dan artikulasi kepentingan nasional masing-masing.
Terlepas dari kesulitan ekonomi dunia tersebut, publik Indonesia berharap
dapat membayangkan peran penting instrumen diplomasi dalam memberi
kontribusi terhadap perbaikan dan pertumbuhan ekonomi nasional. Persepsi
diplomasi konvensional kini telah diperbarui dengan orientasi pada akselerasi
pertumbuhan ekonomi nasional melalui fasilitasi investasi asing, perdagangan,
pariwisata, dan kerja sama teknik dan jasa-jasa ekonomi lainnya.
Fondasi penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar
negeri yang berorientasi kepada kepentingan nasional dibangun sebagai bagian
dari mobilisasi pemerintah untuk menggerakkan roda pembangunan dalam rangka
menyejahterakan rakyat. Oleh karena itu, implementasi kebijakan luar negeri
menjadi bagian vital dari rekonstruksi ekonomi yang hendak dibangun Indonesia
dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang mampu memberikan
kemakmuran dan kesejahteran pada masyarakat Indonesia. Kendati demikian,
Indonesia masih memiliki beberapa kendala dalam mengembangkan hubungan
dan kerja sama bilateral di bidang ekonomi, perdagangan, investasi, dan
pariwisata. Kesulitan untuk mengoptimalkan sektor itu di negara-negara kawasan
Amerika Tengah dan Selatan, misalnya, tercermin dari rendahnya daya saing
produk perdagangan Indonesia. Kurangnya promosi dan pertukaran informasi
menyebabkan potensi Indonesia dan tiap-tiap negara mitra kurang teridentifikasi
dengan baik.
Peningkatan kerja sama dalam penanggulangan bencana alam merupakan
salah satu prioritas penting Indonesia mengingat rentannya posisi Indonesia
terhadap bencana alam. Untuk itu, Indonesia terus mendorong upaya-upaya dalam
rangka memperkuat komitmen dan kerja sama di bidang tersebut melalui antara
lain pengajuan proposal ARF Statement on Disaster Management and Emergency
Response yang selanjutnya disahkan dalam Pertemuan Tingkat Menteri ARF ke-
13 di Kuala Lumpur pada tanggal 28 Juli 2006.
Indonesia akan terus memainkan peranan aktif dalam ARF seperti terlihat
intersesi 2006—2007 tatkala Indonesia menjadi Ketua Bersama Intersessional
Group on Confidence Building Measures and Preventive Diplomacy. Pada saat
itu, Indonesia menggagas dihidupkannya kembali forum ISM (Inter-Sessional
Meeting) on Disaster Relief yang sebelumnya inactive. Forum kembali
dilaksanakan pada The 7th ISM on Disaster Relief di Helsinki, Finlandia, 10—11
Oktober 2007 dan diketuai bersama oleh Indonesia dan Uni Eropa.
Indonesia juga berperan dalam kerja sama penanggulangan bencana lainnya
seperti pada ARF Desktop Exercise on Disaster Relief yang diketuai bersama oleh
Indonesia dan Australia yang dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 1—2 Mei
2008. Ini merupakan hal yang sangat penting mengingat Indonesia sangat rentan
terhadap bencana alam. Pedoman ini dilihat sebagai cara nyata untuk menangani
bencana alam.
Perkembangan ARF dari tahap Confidence Building Measures menuju
Confidence Building Measures dan Preventive Diplomacy sejak Pertemuan
Tingkat Menteri di Vientiane, Laos, bulan Juli 2005, merupakan suatu
perkembangan penting ARF. Perkembangan tersebut semakin memantapkan
peran ARF dalam pembangunan rasa saling percaya dan sekaligus pencegahan
konflik dan eskalasi konflik di kawasan. Upaya-upaya demikian hendaknya
dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip antara lain moving at a pace comfortable to
all, tailor-made, pemahaman sensitifitas suatu isu bagi negara negara peserta
tertentu, dan tetap menjaga peran ASEAN sebagai the primary driving force
dalam proses ARF.
Dalam forum ARF di Manila pada bulan Maret 2007 tersebut, Indonesia
juga berhasil memblokir proposal Amerika Serikat mengenai penghentian
penyebaran senjata nuklir karena proposal tersebut tidak meliputi upaya
perlucutan senjata. Proposal AS terkait dengan upaya untuk mencegah
pembangunan kapabilitas nuklir di negara-negara di luar lima negara yang telah
memiliki kemampuan nuklir yakni AS, Rusia, Prancis, Inggris dan China,
sedangkan “perlucutan” atau “disarmament” yang diusulkan oleh Indonesia
mempunyai arti bahwa kelima negara yang telah memiliki kemampuan nuklir
tersebut juga harus mengurangi persenjataan nuklir mereka.
Kontinuitas prakarsa aktif Indonesia telah membawa Indonesia untuk
mengetuai kegiatan ARF selama tahun intersesi 2007—2008, 08 – 12 seperti ARF
Roundtable Discussion on Stocktaking Maritime Security Issues (Bali, 24—25
Agustus 2007), ARF Desk Top Exercise Initial Planning Conference (Darwin,
Australia, 4—7 September 2007), The 6th ARF Intersessional Meeting on Counter-
Terrorism and Transnational Crimes (Semarang, 22—23 Februari 2008), dan
Workshop on Confidence Building Measures and Preventive Diplomacy in Asia
and Europe (Berlin, Maret 2008). Pada tahun intersesi 2008—2009 Indonesia
mengusulkan agar didirikan mekanisme baru di ARF, yaitu pembentukan ARF
Inter- Sessional Meeting on Maritime Security.
Dalam penanganan masalah perbatasan maritim dan darat antara Indonesia
dengan negara-negara tetangga, saat ini Indonesia dan Timor Leste sedang
mengupayakan penyelesaian garis perbatasan melalui mekanisme Joint Border
Committee, Technical Sub-Committee on Border Demarcation and Regulation.
Kedua pemimpin negara sepakat untuk membangun soft border regime dan good
border management dalam rangka memelihara suasana perlintasan perbatasan
damai, terutama pelintas batas tradisional dan keamanan sepanjang wilayah
perbatasan. Sementara itu, penanganan masalah perbatasan RI-PNG dilakukan
melalui mekanisme Joint Border Committee (JBC). Selain dengan kedua negara
tersebut, sepanjang tahun 2007 Pemerintah Indonesia secara intensif telah
melakukan border diplomacy dengan Filipina dan Malaysia.
Untuk melihat dan menilai keberhasilan yang dicapai di tingkat bilateral,
beberapa pencapaian dapat diteropong melalui hubungan dengan sejumlah negara.
Secara umum hubungan dan kerja sama bilateral Indonesia dengan negara-negara
di berbagai kawasan berlangsung dinamis dalam bidang dan tingkatan yang
beragam. Adapun sejumlah isu penting dalam interaksi Indonesia dan negara-
negara lain di kawasan Asia Timur dan Pasifik meliputi: delimitasi batas maritim;
perjanjian kerja sama pertahanan dan perjanjian ekstradisi RI-Singapura;
penanganan dan perlindungan TKI/WNI di luar negeri; keamanan di Filipina
selatan (Moro National Liberation Front/MNLF) dan Thailand selatan; Olimpiade
Beijing 2008, demokrasi di Myanmar; Dalai Lama/Tibet; Selat Taiwan;
Semenanjung Korea; perbatasan dengan Papua Nugini; hubungan dengan Timor-
Leste; dan kerja sama pertahanan/keamanan dengan Australia (Lombok Treaty);
ketersediaan energi; kelestarian lingkungan dan ketahanan pangan; illegal
logging, illegal fishing, dan pengakuan kepemilikan hak kekayaan seni dan
budaya oleh Malaysia.
Kerja sama Indonesia - Australia menunjukkan peningkatan sejak
penandatanganan Joint Declaration on Comprehensive Partnership oleh kedua
kepala pemerintahan pada tanggal 4 April 2005, yang menyatakan komitmen kerja
sama bilateral kedua negara dalam berbagai bidang. Prioritas dalam hubungan RI-
Australia adalah pencapaian stabilitas dalam hubungan bilateral berdasarkan
kesetaraan, penghormatan atas kedaulatan dan integritas wilayah. Penguatan
hubungan bilateral antara kedua negara tersebut semakin nyata sejak dilantiknya
Perdana Menteri Kevin Rudd dari Partai Buruh pada bulan Desember 2007. PM
Rudd telah dua kali berkunjung ke Indonesia, yakni pada Desember 2007 dan PM
Rudd menandatangani Protokol Kyoto di forum UNFCCC di Bali dan pada
tanggal 12—14 Juni 2008. Dalam kunjungan terakhir, kedua negara berkomitmen
untuk mengelola penanganan perubahan iklim secara 08 – 27 lebih baik melalui
penandatanganan Indonesia-Australia Forest Carbon Partnership, dan
mengembangkan suatu Roadmap for Access to International Carbon Markets.
Kedua kepala negara juga sepakat untuk meningkatkan kerja sama bidang
perdagangan dan pertahanan. Sektor kerja sama pertahanan secara khusus
diarahkan untuk mempererat kemitraan dalam menangani masalah terorisme yang
terkait militansi Angkatan Gerakan Aceh Merdeka (AGAM) dan kerja sama di
bidang penanggulangan bencana. Kedua negara juga mengintensifkan
pembicaraan masalah penangangan pencurian ikan (illegal fishing) di wilayah
perbatasan Australia dan Indonesia.
Secara umum, dasar-dasar hubungan Indonesia – Australia semakin kokoh,
terlebih dengan adanya instrumen legal Deklarasi Kemitraan Komprehensif dan
Lombok Treaty. Pertukaran Nota Ratifikasi Lombok Treaty telah dilakukan pada 7
Februari 2008 di Perth. Kemitraan tersebut diharapkan dapat menjadi pijakan bagi
penanganan ancaman nontradisional di kawasan, termasuk ancaman separatisme.
E. Kebijakan Politik Luar Negeri (PLN) Australia
1. Kebijakan Luar Negeri Australia
Secara umum Kebijakan Luar Negeri Australia ialah mempromosikan
keamanan dan kemakmuran jangka panjang Australia dalam konteks global.
Australia memiliki tiga pilar utama dalam penerapan politik luar negerinya yaitu
berpartisipasi dalam institusi-institusi global termasuk Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) dan World Trade Organization (WTO), mempertegas hubungan
aliansi Australia dengan Amerika Serikat (AS), dan peningkatan hubungan
diplomatik dan ekonomi di kawasan Asia Pasifik.
Sasaran utama dari Politik Luar Negeri Australia yaitu:
Menurunkan tungkat ancaman terorisme terhadap Australia, proliferensi
senjata pemusnah masal dan transnational Crime, termasuk perdagangan
narkoba, penyelundupan manusia, daan money laundering;
Berkontribusi secara komprehensif dan efektif dalam isu perubahan iklim
dan kemiskinan global;
Membangun akses pasar untuk membuka kesempatan ekspor bagi barang-
barang Australia dan mempromosikan alur investasi 2 jalur;
Menyediakan bagi masyarakat Australia pelayanan paspor dan konsuler
termasuk tindakan dalam keadaan darurat;
Memproyeksikan nilai positif Australia sebagai masyarakat yang toleran,
membuka, adil, dan egaliter serta mempromosikan Australia sebagai
partner internasional dalam bidang pendidikan, penelitian dan inovasi.31
2. Australia di Asia Pasifik
Australia memiliki hubungan yang kuat dengan negara-negara besar di Asia
Utara seperti China, Jepang dan Korea Selatan di mana negara-negara ini
memiliki potensi pasar yang besar. Hubungan dengan india juga semakin
menguat. Australia juga aktif dalam menjaga hubungan bilateralnya dengan
Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN lainnya di Asia tenggara.
Australia mendukung dengan penuh upaya integrasi kawasan dan memiliki
peran kunci dalam arsitek kawasan. Australia aktif sebagai anggota Asia Pasific
Economic Coorperation (APEC), East Asia Summit (EAS), ASEAN Regional
Forum (ARF), dan Pacific Islands Forum (PIF).
Australia bekerjasama dengan Selandia Baru dan negara-negara kepulauan
pasifik untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan, good governance dan
stabilitas kawasan di Pasifik Selatan, termasuk rencana jangka panjang Australia
yaitu Pacific Development Partnership. Australia juga tetap menjaga
komitmennya untuk mengkoordinir Regional Assistance Mission to The Solomon
Islands (RAMSI).32
3. Australia di Luar Kawasan
Mengenai kebijakannya di luar kawasan, Australia tetap menjaga hubungan
baiknya dengan AS dan Kanada dalam bidang ekonomi, keamanan, politik, sosial
31
http://www.dfat.gov.au/aib/foreign_trade_policy.html, diakses 24 September 200932
Ibid , diakses pada 25 September 2009
dan budaya. Sistem aliansi keamanan AS, termasuk ANZUS, penting sekali untuk
menjaga kedamaian dan stabilitas di kawasan Asia Pasifik. Australia berkontribusi
dalam perdamaian internasional, keamanan, dan pembangunan melalui pasukan
perdamaian Internasional di Afganistan dan Timor Timur.
Australia dan Eropa membangun kekuatan dan peningkatan hubungan dalam
bidang politik, budaya, perdagangan dan investasi, dan hubungan people to people
untuk kepentingan bersama. Australia berusaha membangun jembatan kemitraan
dengan Uni eropa (UE), terutama dalam menyelesaikan permasalahan perubahan
iklim, pembangunan, perdagangan internasional, keamanan, dan pembangunan
sistem internasional yang lebih baik.
Australia merupakan salah satu dari 50 anggota pertama PBB tahun 1945
dan telah ikut mengambil peranan penting di dalam organisasi. Oleh karena itu,
untuk lebih meningkatkan peranannya Australia bermaksud mengajukan diri
sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB tahun 2013-2014 sehingga dapat
berkontribusi secara aktif dalam melaksanakan tugas PBB, menciptakan
perdamaian dan kemakmuran global. Australia juga berkomitmen membantu PBB
dan organisasi-organisasi lainnya dalam usaha menghadapi tantangan global
seperti perubahan iklim, rusaknya ekosistem, konflik dan penegakan Hak Asasi
Manusia (HAM), penggunaan senjata pemusnah masal, terorisme dan kejahatan
transnasional.
Dengan menandatangani Protokol Kyoto tahun 2007 dan berkomitmen
memotong emisi gas rumah kaca hingga 60 persen tahun 2050, Australia telah
menegaskan tujuannya untuk berkontribusi dalam upaya membangun solusi yang
efektif dalam menghadapi tantangan yang paling besar bagi masyarakat
internasional.33
4. Kebijakan dalam Bidang Keamanan
Kerjasama regional dan internasional sangat efektif dalam melawan
terorisme. Australia menekankan kerjasama pada bidang penegakan hukum,
kerjasama intelijen, penanganan perbatasan, keamanan transportasi, kerangka
kerja berlandaskan hukum, mencegah akses keuangan teroris untuk
mengembangkan kemampuan dalam bidang kimia, biologi, radiologi dan material
nuklir. Australia juga aktif dalam melawan propaganda teroris.
Salah satu ancaman utama keamanan Australia adalah ancaman penggunaan
senjata pemusnah masal. Australia merespon ancaman ini dengan cara kerja sama
dengan institusi multilateral seperti International Atomic Energy Agency (IAEA)
untuk memastikan penggunaan energi nuklir secara damai bukan untuk program
senjata nuklir. Australia juga berpartisipasi aktif dalam kawasan Asia Pasifik
dalam mengawasi perdagangan internasional menyangkut ternologi dan material
sensistif yang menjadi bahan pembuatan senjata pemusnah masal (WMD) dan
misil balistik.
Australia memiliki komitmen yang kuat dalam upaya pengurangan senjata
nuklir dan memperkuat rezim pengurangan senjata secara multilateral. Australia
memiliki peranan yang aktif dan konstruktif dalam upaya pelucutan senjata
33
http://www.dfat.gov.au/aib/foreign_trade_policy.htm, diakses pada 25 September 2009
multilateral terutama senjata nuklir secara hubungan bulateral termasuk dengan
negara-negara yang memiliki gudang senjata nuklir.34
34
http://www.dfat.gov.au/aib/foreign_trade_policy.htm, diakses pada 25 September 2009
BAB III
PEMERINTAHAN AUSTRALIA di BAWAH KEPEMIMPINAN
KEVIN RUDD
A. Pemerintahan Australia di Bawah Kepemimpinan Kevin Rudd
Australia memiliki hubungan yang kuat dengan negara-negara besar seperti
Amerika Serikat dam di Asia Utara seperti China, Jepang dan Korea Selatan di
mana negara-negara ini memiliki potensi pasar yang besar. Hubungan dengan
india juga semakin menguat. Australia juga aktif dalam menjaga hubungan
bilateralnya dengan Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN lainnya di Asia
tenggara. Kunjungan kerja Perdana Menteri Australia Kevin Rudd ke Amerika
Serikat, Eropa, dan China dari 27 Maret hingga 13 April merupakan kunjungan
resmi sejak dilantik menjadi PM Australia pada 3 Desember 2007, setelah
mengalahkan John Howard dalam pemilu November tahun lalu. Kunjungan ini
juga menunjukkan secara cukup jelas arah politik luar negeri Australia di bawah
Rudd.
Kunjungan Rudd di atas mewakili tiga garis besar kebijakan luar negeri
Australia, yaitu tetap pentingnya kerja sama strategis Australia dengan AS,
pentingnya kerangka hubungan multilateral, dan pentingnya kerja sama Australia
dengan negara-negara Asia.
Seperti dinyatakan Rudd dalam kampanyenya tahun lalu, politik luar negeri
Australia di bawah pemerintannya akan tetap menjaga tradisi hubungan strategis
dan historis Australia dengan AS (selain dengan Eropa). Namun, berbeda dengan
kebijakan Howard, Rudd akan menarik pasukan Australia dari Irak, setelah
melakukan konsultasi mendalam dengan pihak AS. Presiden AS George W Bush
pada waktu itu menyatakan pengertiannya mengenai keputusan Rudd menarik
pasukan Australia dari Irak.
Penerimaan Bush cukup menarik dicermati mengingat Bush selama ini tidak
menyembunyikan kedekatannya secara politik maupun personal dengan John
Howard. Bush tampaknya menyadari bahwa era Howard di Australia telah lewat
dan di akhir masa jabatannya sebagai Presiden AS, suka atau tidak, harus
menerima Rudd sebagai PM Australia, salah satu sekutu paling dekat AS di Asia
Pasifik. Rudd secara hati-hati dan elegan menunjukkan kepada Bush bahwa ia
meneruskan tradisi pemimpin Australia yang senantiasa menempatkan AS selaku
sekutu utama. Namun, ia juga mengirim isyarat jelas kepada Bush maupun kepada
masyarakat Australia bahwa berbeda dengan Howard, ia bukan pendukung
membabi buta terhadap apa pun kebijakan luar negeri AS. Sebagaimana di
negara-negara Barat lainnya, Perang Irak semakin tidak populer di mata sebagian
besar warga Australia.
Dalam kunjungan Rudd ke AS, ia juga sekaligus menemui Sekretaris
Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki- moon dan menyatakan niat
Australia mencalonkan diri untuk menduduki salah satu kursi anggota tidak tetap
Dewan Keamanan PBB (UN Security Council) tahun 2013-2014. Pernyataan
Rudd tersebut menunjukkan komitmennya terhadap kebijakan multilateral dan
penghargaannya terhadap PBB. Rudd ingin membuat kontras dengan Howard
yang kerap kali tampak menyepelekan PBB (khususnya dalam kasus Perang Irak).
Pernyataan Rudd juga mengisyaratkan tekadnya menunjukkan Australia sebagai
kekuatan menengah (middle power) di dalam percaturan politik internasional.
Rudd secara lihai menggabungkan niatnya menjadi anggota tidak tetap
Dewan Keamanan dengan pembicaraan mengenai pemanasan global dan Protokol
Kyoto, yang telah Australia ratifikasi. Kesediaan Australia di bawah Rudd
meratifikasi Protokol Kyoto adalah salah satu langkah paling awal Rudd untuk
membedakan dirinya dari Howard. Selain kedua masalah tersebut, Rudd
mendiskusikan masalah krisis keuangan global dengan Ban Ki-moon. Pertemuan
Rudd dengan Ban Ki-moon membahas ketiga topik strategis itu mendukung tekad
Rudd untuk menempatkan kembali kerja sama multilateral sebagai kerangka
penting politik luar negeri Australia, yang agak tergerus di era Howard.
Pertemuan Rudd dengan Sekjen PBB setelah ia menemui Presiden AS
menunjukkan bahwa Australia tidak memosisikan secara kontradiktif tradisi
aliansi AS-Australia dengan kebijakan multilateral dan penghargaan Australia
terhadap PBB.
Setelah menemui Presiden AS dan Sekjen PBB, Rudd melakukan lawatan ke
Eropa mengunjungi Belgia, Romania, dan Inggris. Di Belgia, Rudd bertemu
dengan presiden dan para anggota senior Komisi Eropa. Sementara di Bucharest,
Romania, Rudd menghadiri KTT kepala pemerintahan negara-negara anggota
Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). KTT NATO itu, antara lain, akan
memutuskan cara-cara meningkatkan efektivitas strategi dan misi Pasukan
Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) di Afganistan, di mana Australia juga
menyumbangkan pasukan. Di Inggris, Rudd akan menemui PM Gordon Brown
dan sejumlah anggota senior kabinet Brown. Kunjungan ke Eropa secara
tradisional menjadi ritual bagi setiap PM Australia yang baru terpilih mengingat
kedekatan historis, politik, dan strategis Australia dengan Eropa.
Kunjungan ke China juga menjadi momentum keterkaitan Australia dengan
negara-negara besar di Asia. Sesaat setelah diumumkan memenangi pemilu tahun
lalu, Rudd mengisyaratkan tekadnya untuk meningkatkan fokus Australia
terhadap kerja sama dengan negara-negara di kawasan Asia Pasifik, khususnya
lewat tiga negara kunci, yakni Indonesia, China, dan India.35
B. Kebijakan Travel Advisory di Bawah Kepemimpinan Kevin Rudd
Pemerintahan Perdana Menteri Kevin Rudd sudah berjalan, namun Rudd
tidak berbeda dengan rezim John Howard yang digantikannya dalam memandang
masalah teroris di Indonesia. Bagi Pemerintahan Kevin Rudd, Indonesia tetaplah
sebuah negara "abnormal" dan tidak aman bagi para warga negaranya untuk
secara bebas dikunjungi, walaupun rekam jejak kesuksesan Indonesia dalam
menumpas jaringan terorisme mendapat pengakuan dunia.
Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT) tetap
mengelompokkan Indonesia ke dalam 15 negara di dunia yang patut diwaspadai
setiap warga negaranya sebelum memutuskan untuk berkunjung. Dimata DFAT,
kondisi Indonesia tak berbeda dengan Aljazair, Angola, Republik Demokrasi
Kongo, Timor Leste, Eritrea, Etiopia, Haiti, Liberia, Nigeria, Pakistan, Saudi
Arabia, Sri Lanka, Yaman, dan Zimbabwe. Peringkat status "travel advisory"
(saran perjalanan) yang diberlakukan DFAT kepada Indonesia ini tidak pernah
berubah sejak era Howard hingga kubu Partai Buruh berkuasa di Canberra, yakni
level empat atau hanya terpaut satu tingkat di bawah level lima (dilarang untuk
dikunjungi). Makna di balik peringatan perjalanan level empat itu adalah setiap
35http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/04/02/00363941 diakses pada 3 Oktober
2009
warga Australia yang berniat berkunjung ke berbagai daerah di Indonesia diminta
untuk "mempertimbangkan kembali" rencana mereka itu karena alasan keamanan
(ancaman terorisme).
Kementerian yang kini dipimpin Stephen Smith ini tetap berdalih bahwa
pihaknya terus menerima laporan-laporan yang mengindikasikan adanya rencana
serangan teroris terhadap sejumlah target, termasuk kepentingan-kepentingan
Barat dan tempat-tempat yang biasa dikunjungi orang asing.
Tampaknya kondisi psikologis pemerintah federal Australia di bawah PM
Rudd tetap tak berubah, yakni masih saja tunduk pada "ketakutan" yang ingin
diciptakan para radikalis dari serangkaian aksi terorisme mereka. Media Australia
pun umumnya selalu memelihara rasa takut publik negara itu dengan memberikan
ruang bagi isu-isu radikalisme dalam Islam.
Dalam masalah terorisme, tak ada yang bisa menyangkal fakta bahwa rakyat
Indonesia dan Australia sama-sama merupakan korban kekerasan para militan.
Berbagai komitmen kerja sama yang telah disepakati pemerintah kedua negara
dalam bentuk nota kesepahaman maupun perjanjian bilateral tidak bisa dengan
mulus dilaksanakan secara timbal balik karena kendala "travel advisory".
Bidang kerja sama di tingkat masyarakat, seperti program pertukaran siswa
dan guru, riset dan pendidikan, bisnis dan pariwisata adalah sektor paling
dirugikan oleh pemberlakuan "travel advisory". Pemberlakuan "travel advisory"
terhadap Indonesia ini dinilai banyak pihak di Australia sendiri sebagai
penghambat bagi program kerja sama antarlembaga pendidikan maupun hubungan
antar-masyarakat kedua negara.
C. Hubungan Indonesia-Australia Pada Pemerintahan Kevin Rudd
Mantan PM John Howard dan Menteri Luar Negeri Alexander Downer
mewariskan sebuah pasang surut hubungan Australia-Indonesia yang amat
bersejarah. Kemerdekaan Timor Timur berikut setumpuk antiklimaks residu
masalah yang terus saja hidup dan membuat hubungan kadang terasa kurang
nyaman. Kemajuan kerja sama di banyak bidang politik-pertahanan, ekonomi, dan
pendidikan seolah tenggelam di tengah pasang surut, episode-episode kasus
pemberian visa bagi warga Papua, soal Abu Bakar Ba’asyir, Schapelle Corby,
nelayan yang ditangkap, travel warning, dan sederet berita panas lainnya termasuk
kasus Balibo Five yang bagi kita sudah selesai. Sebuah harapan terbukanya
lembaran baru sekalipun disadari bahwa di sana-sini kita banyak perbedaan.
Perbedaan yang tidak harus memisahkan dan menjauhkan kesamaan pandangan,
kepentingan bersama, dan kenyataan geografis bahwa keduanya harus bertetangga
baik.
1. Kepentingan Nasional
Pasang surut persoalan yang timbul mengganggu hubungan Canberra-
Jakarta sesungguhnya terjadi ketika Pemerintah Australia tidak mampu mengelola
kepentingannya sendiri. Ketika para petinggi Pemerintah Australia tidak mampu
mengolah dan merumuskan kepentingan mayoritas masyarakat Australia menjadi
kepentingan nasional Australia. Australia telah kehilangan kompas moral di
bawah Pemerintah Howard. Ketika kepentingan segelintir minoritas masyarakat
Australia yang vokal, yang tidak mewakili suara mayoritas publik Australia ini
dikemas seolah menjadi kepentingan nasional Australia, maka ia akan menjadi
episode buruk bagi pemerintah baru. Suara vokal ini mudah bergeser dan bergerak
menjadi tekanan politik sekaligus komoditas untuk merebut dukungan di dalam
negeri berupa legitimasi dan justifikasi pemihakan sesaat. Oleh sebab itu, bisa
ditebak, Pemerintah Australia akan kehilangan obyektivitas merumuskan
kepentingan nasional yang sesungguhnya disuarakan oleh mayoritas
penduduknya. Akibatnya, kepentingan semu ini menjadi bom waktu, rusaknya
hubungan Pemerintah Australia dengan dunia luar.
2. Middle Power atau Mezano dan Asia
Indonesia tidak hanya vital secara geografis, tetapi juga penting sejauh
segala potensi yang dimilikinya mampu diserap dan dimanfaatkan secara
komplementer dan sinergis. Artinya, Australia harus bisa menempatkan RI
menjadi sentra kebijakan luar negerinya. Pilihan politik yang pernah dilakukan
PM Keating ini mungkin tetap relevan bagi Australia jika ingin menjadi regional
middle power. Orientasi kebijakan luar negeri Australia mendatang adalah
menjadi kekuatan menengah. Artinya, Australia ingin terlibat menjadi pemangku
kepentingan kekuatan menengah di kawasan terutama Asia.
Segi tiga hubungan dengan Indonesia, China, dan Jepang menjadi pendulum
yang menggerakkan pembuatan kebijakan luar negeri di kawasan, sementara ia
menarik pasukan dari Irak dan menandatangani Protokol Kyoto serta membangun
hubungan yang lebih independen dengan Amerika Serikat. Middle power atau
mezano yang dilontarkan Kevin Rudd, mengutip konsep Giovani Botero, ini
adalah meletakkan Australia menjadi mandiri, berdiri di kaki sendiri, tanpa
bergantung pada satu kekuatan besar (AS). Making Australia a force for good
sebagai kekuatan menengah yang efektif. Memperbarui diplomasi Australia
sebagai kekuatan menengah adalah prioritas yang akan dilakukan karena the act of
diplomacy is not to fight wars—it is to prevent wars. Demikian janji yang
diucapkan menteri luar negeri bayangan Australia Kevin Rudd, 28 September
2006.
Optimisme terbentuknya hubungan Australia-Indonesia yang membaik di
bawah Kevin Rudd mendatang ini—tidak seharusnya dipertaruhkan dan
dibelokkan hanya oleh episode buruk yang akan tetap bergulir—menjadi ilustrasi
politik yang tidak terkelola secara baik.
Australia adalah negara tetangga yang terletak di sebelah selatan Indonesia.
Dengan dipisahkan oleh Laut Hindia, Laut Timor dan Laut Arafuru, Australia
merupakan negara barat yang saling dekat dengan Indonesia karena mayoritas
penduduk Australia berasal dari Benua Eropa sejak Benua Australia mulai
menjadi koloni Inggris tahun 1770.
Australia memiliki salah satu perekonomian terkuat di dunia dengan
manajemen makro ekonomi yang solid dan upaya reformasi struktur yang
berkelanjutan sehingga dapat terus mempertahankan kinerja baik tersebut. Sejak
tahun 1990 dan selama 15 tahun berturut-turut, ekonomi riil Australia terus
tumbuh rata-rata sebesar 3,3% dengan tingkat inflasi yang rendah rata-rata sebesar
2,5% selama periode tersebut. Pada tahun 2006 GDP Australia adalah sekitar satu
trilyun dolar Australia.36
Dengan berpenduduk lebih dari 20 juta orang, salah satu kekuatan ekonomi
Australia terletak pada sektor usaha kecil yang terdiri dari 1,2 juta usaha kecil
dengan mempekerjakan sebanyak 3,3 juta penduduknya. Para usaha kecil tersebut
juga adalah kontributor utama dari ekspor barang dan jasa Australia, yakni
sebanyak 42% dari keseluruhan pelaku ekspor barang Australia.
36
http://www.deplu.go.id/?hotnews_id=2967, diakses pada 3 Oktober 2009
Bank dunia telah menilai bahwa diantara negara-negara Organization for
Economic Cooperation and Develop0ment (OECD), Australia adalah negara
kedua termudah bagi penduduknya untuk mendirikan usaha baru, yakni dua hari
untuk memulai usaha baru dibandingkan dengan rata-rata negara OECD selama
20 hari.
Dibidang pariwisata dan pelajar asing, Australia setiap tahun dikunjungi
oleh hampir enam juta wisatawan dan pelajar asing dengan masing-masing
menyumbangkan A$ 75 milyar dan A$ 10,1 milyar bagi perekonomian Australia.
Australia adalah negara berbahasa inggris ketiga yang paling populer bagi pelajar
asing untuk meneruskan studi. Pada tahun 2006, sekitar 383.818 pelajar asing dari
190 negara sedang menempuh studinya di Australia. Nilai perdagangan dua arah
Australia di bidang barang dan jasa adalah sebesar A$ 443,6 milyar untuk periode
2007-2007, yakni sebesar satu persen dari perdagangan dunia. Mitra dagang
utama Australia berturut-turut adalah Jepang, RRC, Amerika Serikat, Inggris dan
Singapura, dengan Indonesia menempati urutan ke-13.37
Saat ini dimaklumi bahwa Indonesia dan Australia masih memiliki
perbedaan yang signifikan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya serta perjalanan
sejarah yang relatif terpisah satu sama lain hingga awal Perang Dunia II.
Meskipun kedua negara adalah negara tetangga dan telah secara resmi berinteraksi
dan menjalin relasi selama lebih dari 58 tahun, kiranya perbedaan tersebut masih
saja menghantui dalam benak kedua masyarakat kita.
Salah satu upaya yang dapat semakin memperkuat hubungan bilateral
Indonesia dangan Australia adalah bagaimana masyarakat kedua bangsa dapat
37
http://www.dfat.gov.au/aib/overview.html, diakses pada 3 Oktober 2009
saling memahami dan mengerti akan pikiran dan kehidupan bangsa masing-
masing. Upaya untuk semakin mengikis perbedaan tersebut kiranya dapat
memanfaatkan tingkat hubungan antar-pemerintah yang semakin erat dengan
didasari oleh rasa saling berkepentingan, saling menghormati dan saling
menguntungkan dalam kesetaraan. Akan tetapi keinginan untuk saling mengetahui
dan saling memahami harus timbul dari setiap individu dari masing-masing
bangsa itu sendiri.
Berbagai upaya telah dijalankan oleh pemerintah kedua negara agar
masyarakat dapat saling mengenal, saling menghormati dan saling menghargai
budaya masing-masing seperti antara lain kegiatan pertukaran misi kebudayaan,
pertukaran pelajar, dan kunjungan jurnalis dan senior editors serta dialog antar-
tokoh masyarakat yang dilakukan secara reguler dan berkesinambungan. Akan
tetapi upaya tersebut masih saja belum mencapai tingkat sebagaimana diharapkan
yaitu mencapai tingkat kedewasaan dalam berhubungan antar-masyarakat. Perlu
diakui bahwa arah pandang sebagian masyarakat Indonesia belum sepenuhnya
melihat ke selatan dan memanfaatkan potensi penuh yang terkandung di Australia.
Kedepan kiranya potensi Australia yang dapat dimanfaatkan guna
meningkatkan hubungan bilateral kedua negara dalam konteks people to people
dapat ditempuh melalui bidang perdagangan, ketenagakerjaan, pariwisata, dan
pendidikan.38
Dibidang perdagangan, Indonesia berada pada urutan ke-13 sebagai negara
mitra dagang Australia dengan nilai keseluruhan A$8,8 milyar untuk tahun
2006-2007. Dengan berasaskan saling menguntungkan bagi kedua belah
38
http://www.deplu.go.id/?hotnews_id=2967, diakses pada 5 Oktober 2009
pihak, kiranya pelaku usaha Indonesia dan Australia masih memiliki
banyak ruang untuk dapat semakin tumbuh dan berkembang. Impor barang
utama Australia antara lain adalah kendaraan bermotor, minyak mentah,
elektronika, dan komputer. Bagi Indonesia, mengingat ongkos tenaga kerja
di Australia adalah sangat mahal, maka peluang bagi pengusaha Indonesia
untuk mengekspor berbagai produk seperti mebel, perabot rumah tangga,
produk kulit, kerajinan tangan, pakaian dan perhiasan wanita tetap terbuka.
Saat ini barang-barang tersebut pada umumnya dipasok oleh RRC dengan
harga yang sangat murah sehingga pengusaha Indonesia haruslah lebih
komprehensif.
Di bidang pariwisata, jumlah kedatangan wisatawan dari Indonesia
berjumlah sekitar 83 ribu orang dari keseluruhan 5,5 juta turis asing ke
Australia pada 2006. Di antara para wisatawan Indonesia tersebut, sekitar
76% adalah wisatawan yang tergolong repeat visitors. Pada tahun yang
sama pula jumlah wisatawan Australia ke Indonesia berjumlah sekitar 215
ribu orang. Angka saling kunjung tersebut tampak sangat kecil jumlahnya
jika dibandingkan dengan potensi penduduk Indonesia maupun dengan
kemampuan masyarakat Australia untuk berkunjung ke Indonesia. Seperti
diketahui bahwa salah satu kendala yang turut mempengaruhi arus
wisatawan kedua negara adalah adanya travel advisory dari Australia
untuk melakukan kunjungan ke Indonesia serta sulitnya persyaratan untuk
memperoleh visa kunjungan ke Australia.
Bidang ketenagakerjaan, ini merupakan bidang yang paling menjanjikan
bagi upaya peningkatan hubungan people to people. Perekonomian
Australia yang tergolong booming ini memerlukan berbagai semi-sklilled
workers untuk dapat menunjuang pertumbuhan tersebut, dan kelangkaan
ini dapat dipenuhi oleh tenaga kerja Indonesia. Bidang-bidang seperti
perawat, masinis, tukang las, buruh bangunan, tukang pipa, tukang listrik,
montir, serta tenaga semi –skilled lainnya kini termasuk langka dan
banyak dicari di Australia. Adapun hambatan utamanya bagi tenaga kerja
Indonesia adalah dari faktor bahasa dan tuntutan penyesuaian kualifikasi
keahlian yang tinggi untuk dapat bekerja di Australia. Hukum imigrasi
Australia dan faktor labor union Australia juga turut mempengaruhi proses
pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Australia.
Di bidang pendidikan, Australia memiliki salah satu infrastruktur
pendidikan terbaik dunia. Dengan berbasis bahasa inggris, pelajar dari
Indonesia sejak dahulu telah menempatkan Australia sebagai salah satu
alternatif pendidikan tinggi mereka di luar negeri. Meskipun demikian
dibandingkan dengan negara Asia lainnya, jumlah pelajar Indonesia masih
termasuk rendah dengan jumlah sekitar 16 ribu pada tahun 2006 dari
jumlah keseluruhan 383 ribu pada tahun itu. Sebagian besar dari jumlah
pelajar Indonesia tersebut bukan penerima beasiswa melainkan atas biaya
sendiri. Dalam kaitan ini, salah satu kendala bagi peningkatan jumlah
pelajar Indonesia adalah semakin tingginya biaya hidup di Australia dan
persaingan pendidikan untuk belajar di negara selain Australia, seperti
Singapura dan Malaysia.
Menghadapi berbagai kendala yang ada dalam upaya meningkatkan people
to peole relation tersebut, Pemerintah Indonesia haruslah berupaya bekerjasama
dengan Pemerintah Australia untuk mencari jalan keluar dan sekaligus membuka
peluang-peluang baru.
BAB IV
SIKAP PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENYIKAPI
KEBIJAKAN TRAVEL ADVISORY OLEH PEMERINTAHAN
AUSTRALIA
A. Implementasi Kebijakan Luar Negeri Indonesia Dalam Menyikapi
Kebijakan Travel Advisory Australia
Pemerintah Australia telah mengeluarkan kebijakan travel advisory ke
Indonesia sejak tahun 2001 atau lebih tepatnya sejak terjadinya serangan teroris di
Amerika Serikat (9/11/2001). Hal ini disebabkan persepsi Pemerintah Australia
saat itu yang melihat Indonesia sebagai salah satu sarang teroris karena sebagian
besar penduduk Indonesia sebagai salah satu sarang teroris karena sebagian besar
penduduk Indonesia merupakan muslim. Tentu saja ini berhubungan dengan
sentimen masyarakat internasional pada saat itu yang dikampanyekan oleh
Amerika Serikat bahwa masyarakat muslim identik dengan terorisme apalagi
ditambah dengan adanya serangkaian peledakan bom di Indonesia dalam kurun
waktu 2002-2005. di bawah pemerintahan Kevin Rudd saat ini pemberlakuan
Travel Advisorry Australia ke Indonesia belum ada perubahan bahkan masih
berada pada level empat atau hanya terpaut satu tingkat di bawah level lima
(dilarang untuk dikunjungi). Makna dibalik peringatan perjalanan level empat itu
adalah setiap warga Australia yang berbuat berkunjuang ke berbagai daerah di
Indonesia diminta untuk “mempertimbangkan kembali” rencana mereka itu
karena alasan keamanan seperti ancaman terorisme.39
Dalam menerapkan kebijakan travel advisory, Pemerintah Australia selalu
memperbaharui isu-isu dan perkembangan yang terjadi di Indonesia seperti
masalah keamanan terutama terorisme. Pemerintah Australia memberikan
peringatan kepada warganya dalam melakukan perjalanan ke Indonesia terutama
Bali yang dianggap masih menjadi sasaran utama terorisme. Selain masalah
terorisme, Australia juga mengawasi tentang perkembangan Pemilihan Umum
2009 di Indonesia yang diwarnai dengan ancaman serangan teroris, demonstrasi
dan kampenye partai politik sehingga berpotensi menimbulkan konflik dan
pertikaian. Berkaitan dengan pernyataan World Health Organization (WHO)
mengenai berkembangnya virus flu burung di Indonesia dan juga rabies di Bali,
Pemerintah Australia juga mengingatkan kembali warganya apabila ingin
berkunjung ke Indonesia.40
Bagi Indonesia tentu saja pemberlakuan kebijakan ini merugikan karena
akan mambuat jelek citra Indonesia di dunia internasional. Munculnya imej bahwa
Indonesia bukanlah negara yang aman untuk dikunjungi akan mempengaruhi
posisi Indonesia dan juga akan menyebabkan kerugian di berbagai aspek
hubungan kedua negara. Pemerintah Indonesia menilai travel advisory ke
Indonesia yang masih diberlakukan oleh Australia, menghambat upaya kedua
bangsa membangun dan memperkuat hubungan antar-masyarakat. Padahal
39
http://hariansib.com/2009/02/22/indonesia-ingin-australia-tinjau-%E2%80%9Ctravel-advisory%E2%80%9D/, diakses pada 9 Oktober 2009
40http://www.smartraveller.gov.au/zw-cgi/view/advice/Indonesia, diakses 9 Oktober
2009
Indonesia telah mampu memerangi terorisme sebagai sesuatu yang menghambat
hubungan di tingkat masyarakat (people to people) dibuktikan sejauh ini sudah
sekitar 400 orang yang terlibat dalam berbagai aksi terorisme ditangkap dan
dihukum.41
Dalam menerapkan strategi dan kebijakannya agar kebijakan travel advisory
ini dicabut, Pemerintah Indonesia haruslah memperhatikan berbagai aspek yang
mempengaruhi baik itu yang berasal dari domestik ataupun dari luar negeri.
Berdasarkan pendekatan sistem, penerapan kebijakan travel advisory pastinya
berhubungan dengan pelaksanaan berbagai kerjasama yang dilakukan antara
Indonesia dan Australia dalam bingkai Lombok Treaty sehingga Indonesia merasa
perlu untuk mensukseskan Lombok Treaty.
Pada analisis kali ini akan digunakan tingkat analisis pada level negara
karena dinilai akan lebih efektif di mana yang berwenang mengeluarkan kebijakan
travel advisory merupakan Pemerintah Federal Australia. Menurut kasubdit IV
Direktorat Asia Timur dan Pasifik, Departemen Luar Negeri RI, Masriati Lita
Saadina Pratama, ada beberapa aspek yang mempengaruhi Pemerintah Indonesia
dalam merumuskan kebijakannya, namun ada 5 aspek yang cukup dominan, yaitu
kebijakan travel advisory dari Australia, Partai Buruh, keamanan, Lombok Treaty,
dan pariwisata.
Dari aspek pariwisata, Indonesia memiliki kepentingan yang besar karena
masyarakat Australia merupakan salah satu turis mancanegara dengan jumlah
terbesar dan Australia juga telah menjadi tujuan pariwisata favorit masyarakat
Indonesia. Terdapat 5,6 juta wisatawan internasional yang berkunjung ke
41http://www.eramuslim.com/berita/nasional/menlu-ri-travel-advisory-australia-hambat-
hubungan-baik-dengan-indonesia.html, diakses pada 9 Oktober 2009
Australia selama tahun 2008. selama Desember 2008, jumlah wisatawan
internasional yang berkunjung ke Australia mencapai 611.500. Terhitung sejak
Desember 2007, jumlah pengunjung terbesar ke-14 yang berdatangan ke Australia
berasal dari Indonesia. Terdapat 12.000 pengunjung Indonesia di Australia selama
Desember 2008. Total jumlah warga Indonesia yang bepergian ke Australia
selama 2008 mencapai 94.300 atau terdapat kenaikan sebesar 6 persen apabila
dibandingkan pada tahun sebelumnya. Sementara jumlah wisatawan Australia
yang berkunjung ke Indonesia, terutama Bali, juga meningkat hingga mencapai
52,68 persen pada 2008. kunjungan wisatawan Australia ke Bali selama 2008
mencapai 313.313 orang atau terdapat kenaikan sebanyak 108.108 orang
dibandingkan pada 2007.42
Dalam usaha mencapai kepentingan nasionalnya berupa perbaikan citra
Indonesia dimata dunia internasional dan terlaksananya dengan baik Lombok
Treaty, maka Pemerintah Indonesia menerapkan strategi yaitu berupa pelaksanaan
total diplomacy sesuai dengan instrumen pelaksanaan kebijakan luar negeri
Indonesia yang lebih memilih jalur diplomasi. Prinsip total diplomacy yang
digunakan oleh Pemerintah Indonesia berupa pemanfaatan segala sektor
kerjasama dan hubungan kedua negara. Kebijakan ini merupakan bagian dari
pengimplementasikan tujuan jangka pendek (day to day) Pemerintah Indonesia
yaitu pencabutan kebijakan travel advisory tersebut sehingga tercapainya tujuan
jangka panjang berupa kesepahaman bersama antara penduduk Indonesia dan
Australia. Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia memanfaatkan segala forum
42
http://internasional.kompas.com/read/xml/2009/02/18/08502681/travel.advisory.dan.pariwisata.indonesia-australia, diakses pada 9 Oktober 2009
kerjasama yang sudah terjalin baik pada tataran kepala pemerintahan, menteri,
pengusaha, swasta bahkan masyarakat Indonesia yang melakukan hubungan
dengan masyarakat Australia.
Berbagai forum yang sudah dipaparkan diatas ditambah dengan adanya
interfaith diologue, dialog kepemudaan dan lainnya merupakan beberapa forum
yang sudah berjalan dimana inti dari forum tersebut ialah menghasilkan
kesepahaman antara Indonesia dan Australia yang bertujuan untuk meningkatkan
hubungan kedua negara terutama dalam upaya menyukseskan Lombok Treaty.
Meskipun berbagai forum tersebut ada yang dilaksanakan oleh pihak non-
pemerintah seperti para pengusaha, namun strategi total dipolomacy masih berada
dibawah koordinator Departemen Luar Negeri RI sebagai perwakilan dari
pemerintah. Pada prinsipnya agar kebijakan travel advisory dari Australia bisa
dicabut pemerintah akan menggunakan berbagai sumber daya yang ada dan segala
bentuk perjanjian dan kerjasama yang sudah ada juga akan ditingkatkan tanpa
memperhatikan travel advisory sehingga kebijakan tersebut akan tercabut secara
sendirinya.
B. Perkembangan Hubungan Indonesia-Australia Dalam Bidang
Keamanan
Dalam menjalin hubungan kedua negara, baik Indonesia maupun Australia
berkomitmen untuk terus meningkatkan hubungan kedua negara terutama dalam
tingkat people to people. Adapun cara-cara yang digunakan yaitu dengan
memanfaatkan forum-forum yang sudah ada baik pada tataran antar-pemerintah,
antar-parlemen, ataupun antar-swasta.
1. Pertemuan Antar Kepala Pemerintah
Pertemuan antara Presiden Yudhoyono dan PM Kevin Rudd merupakan
pertemuan-pertemuan tingkat tinggi kedua negara yang berguna untuk membahas
dan mempererat hubungan kedua negara. Sebelumnya kedua pemimpin
pemerintah ini telah beberapa kali bertemu sejak pengangkatan Rudd sebagai PM
Australia menggantikan Jonh Howard pada penghujung 2007.
Tidak berapa lama setelah pengankatannya, Rudd bertemu Yudhoyono di
Bali di sela-sela konfrensi PBB tentang perubahan iklim (UNFCCC) pada
Desember 2007. Pada pertengahan 2008, Rudd juga telah melajujan lawatan ke
Jakarta guna mendorong kerjasama kedua negara terutama setelah disepakatinya
Perjanjian Lombok, yang salah satunya menegaskan pengakuan Australia pada
kedaulatan Indonesia termasuk Papua dan yang terakhir pertemuan keduannya di
bali pada Desember 2008 di kegiatan Bali Democracy Forum.43
Diantara isu bilateral yang sering dibahas oleh kedua kepala pemerintahan
yaitu menyangkut kerjasama dibidang ekonomi, khususnya perdagangan dan
investasi. Hubungan perdagangan dan investasi dari tahun ke tahun berkembang
43http://www.presidensby.info/index.php/fokus/2009/04/01/4151.html, diakses pada 6
Oktober 2009
dengan pertumbuhan untuk perdagangan 14% rata-rata pertahunnya. Kedua
kepala pemerintahan juga membahas kerjasama di bidang mengatasi climate
change, dan secara kongkret kedua negara telah menandatangani Australia-
Indonesia forest Carbon Partnership yang merupakan contoh nyata kerja sama
kedua negara untuk mengatasi climate change, utamanya du bidang kehutanan.44
Dibidang pendidikan kerjasama terus ditingkatkan untuk memberi
kesempatan kepada pelajar dan mahasiswa kedua negara untuk saling belajar di
negara lain, sekaligus memperkuat people to people contact yang menjadi tujuan
dari kerjasama bilateral. Selain itu, pertemuan yang dilakukan juga membahas
masalah kerjasama dibidang kepariwisataan dimana wisatawan Australia yang
datang ke Indonesia tetap banyak jumlahnya, tahun lalu bahkan meningkat 35%.
Dibidang pertahanan dan keamanan, di bahas kerjasama menyangkut kerjasama
kepolisian kedua negara, kerjasama melawan terorisme, maupun kerjasama di
bidang militer, seperti pendidikan, latihan, saling kunjung antar perwira dan
sebagainya.
Dalam berbagai kesempatan pertemuan keduanya, Presiden Yodhoyono juga
selalu membahas mengenai kebijakan travel advisory Australia ke Indonesia.
Dalam pertemuan kedua kepala pemerintahan pada pertengahan 2008 yang lalu,
Presiden Yudhoyono menyampaikan bahwa keadaan Indonesia sudah baik,
normal dan pulih kembali dan wisatawan Australia yang datang ke Bali jumlahnya
sangat besar sehingga hubungan dan kesepahaman people to people contact akan
44
http://beritasore.com/2008/12/10/sby-ridd-lakukan-pertemuan-dwipihak/, diakses pada 11 Oktober 2009
lebih mudah dilaksanakan jika travel advisory dari Pemerintah Australia di
cabut.45
2. Australia-Indonesia Ministerial Forum
Australia-Indonesia Ministerial Forum (AIMF) merupakan forum tingkat
menteri yang dilakukan antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia.
AIMF sudah beberapa kali dilaksanakan dan yang terakhir merupakan pertemuan
ke-9 yang dilaksanakan di Canberra, Australia pada tahun 2008. Dalam pertemuan
terakhir ini dibahas mengenai teknis dari pelaksanaan kerjasama Lombok Treaty,
perumusan strategi baru dalam kerjasama pembangunan Australia-Indonesia
Partnership tahun 2008-2013, dan peluncuran Indonesia-Australia Forest Carbon
Partnership serta pembukaan akses untuk dunia pendidikan.
Forum ini juga membahas berbagai mecam tantangan baik regional maupun
global dimana kedua negara perlu bekerja sama. Adapun tantangan-tantangan tang
dimaksud seperti krisis keuangan global, transnational crime, perubahan iklim,
lingkungan, keamanan pangan, isu keamanan manusia dan keamanan energi
termasuk antisipasi dari bencana alam dan ekonomi.
Dalam upaya meningkatkan people to people contact, forum ini berusaha
meningkatkan kerjasama kedua negara ditandai dengan ditandatanganinya
memoranda of Understanding (MoU) kerjasama pendidikan dan pemberian visa
liburan dan kerja (AIMF Joint Ministerial Statement, 12 November 2008).
3. Indonesia-Australia Defence Strategic Dialog
Indonesia-Australia Defence Strategic Dialog (IADSD) merupakan forum
dialog antar-pemerintah yang membahas mengenai kerjasama pertahanan kedua
45http://www.setneg.go.id/index.php?option=content&task=view&id=2240&Itemid=26,
diakses pada 11 Oktober 2009
negara. Adapun IADSD sudah berjalan beberapa kali dan terakhir merupakan
IADSD IV di laksanakan di Jakarta pada tanggal 28-29 Juli 2008. Adapun topik
yang dibahas dalam dialog tersebut yaitu:
1. Strategic review
Delegasi Indonesia dan Australia saling bertukar pandangan tentang
perkembangan keamanan kawasan dan global. Dalam beberapa hal terdapat
kesamaan pandangan mengenai isu nuklir Korea, klaim tumpang tindih di Laut
Cina Selatan, isu Taiwan, Kebangkitan Cina, keamanan di Selat Malaka dan juga
tentang ancaman terorisme. Dalam dialog tersebut dijelaskan juga tentang
perkembangan kerjasama Indonesia-Australia, termasuk Lombok Treaty tahun
2006 yang merupakan payung untuk terjalinnya lebih lanjut kerjasama pertahanan
kedua negara.
a. Current Operations Brief
Delegasi Indonesia memaparkan tentang bagaimana PMPP (Pusat Misi
Pemeliharaan Perdamaian) sebagai pusat peace keeping Operation melaksanakan
tugasnya, antara lain tentang cara merekrut personil TNI untuk dikirim
melaksanakan misi pasukan perdamaian melalui mandat PBB. Delegasi Indonesia
juga menjelaskan tentang berbagai kegiatan penugasan TNI dalam menjaga
perdamaian di berbagai wilayah konflik di bawah bendera PBB. Sedangkan di
pihak Australia memaparkan tentang bidang operasi, baik di lingkup regional,
domestik maupun internasional. Pada bidang operasi yang dilaksanakan di dalam
negeri, Australia melaksanakan operasi Solonia di Pasifik Barat, dan operasi
Gatewawy di Asia Tenggara. Sementara operasi di bawah bendera PBB
dilaksanakan di Sudan, Timor Leste, Sinai, dan Israel, serta operasi-operasi yang
berkaitan dengan penanggulangan terorisme, restorasi, dan masalah-masalah
keamanan maritim.
b. Indonesia Defence University
Dalam dialog ini delegasi Indonesia menjelaskan tentang alasan-alasan akan
didirikannya IDU, waktu dan lokasi kampus, calon-calon siswa dan lembaga-
lembaga pendidikan di bawah IDU. Sedangkan untuk pembuatan kurikulum,
Dephan mengharapkan bantuan Australia dengan menempatkan perwira penasehat
kebijakan di Dephan pada saat berdirinya IDU. Delegasi Australia memaparkan
tentang sistem pendidikan militer dimulai dari kadet hingga CDSS (Centre for
Defence Security Studies)
c. Defence Industry
Dalam kesempatan ini pihak Australia menyampaikan tentang rencana
pertukaran kunjungan kerja antara pejabat Australia dan Indonesia untuk
meningkatkan produk industri pertahanan Indonesia. Selama beberapa tahun
Australia telah menghasilkan suatu dasar industri pertahanan yang kuat. Di pihak
Indonesia menyampaikan bahwa untuk pengadaan alutsista, Indonesia
mengutamakan produk dalam negeri belum memadai, maka Indonesia membeli
dari negara lain dengan catatan negara tersebut mau melaksanakan transfer
teknologi. Di bidang riset dan pengembangan, Indonesia bekerja sama dengan
institusi Research & Development dan beberapa universitas lainnya.
d. Kerjasama Keamanan Maritim
Delegasi Australia menyampaikan tentang seluk beluk Border Patrol
Command (BPC). Badan ini dikepalai oleh perwira AL bintang dua yang
bertanggung jawab mengenai kesiapan, pencegahan dan respon terhadap kegiatan-
kegiatan ilegal, penyelundupan termasuk penangkapan ikan oleh nelayan asing.
Dijelaskan pula tentang perangkat pendukung badan tersebut seperti kapal laut
dan pesawat. Pada tahun 2007, tim BPC mengunjungi counterpart-nya di
Indonesia, yaitu Badan Koordinasi Keamanan Laut (BAKORKAMLA).
e. Kerjasama Pertahanan
Delegasi Indonesia menyatakan bahwa perkembangan kerjasama pertahanan
kedua negara berjalan lancar, merkipun terdapat beberapa kegiatan yang masih
belum dilaksanakan. Disampaikan juga tentang prioritas kerjasama dimasa datang,
yang meliputi bidang intelijen, penanggulangan terorisme, keamanan maritim,
Humanitarian Assistance Disaster Relief dan PKO. Pihak Australia menekankan
pentingnya kerjasama yang lebih jauh dan mendalam di masa datang.
f. Perjanjian Kerjasama Pertahanan
Sebagai tindak lanjut dari Lombok Treaty, pihak Indonesia menyampaikan
draft Perjanjian Kerjasama Pertahanan kepada Australia. Dan saat ini pihak
Indonesia masih menunggu counter draft dari pihak Australia. Diharapkan
perjanjian dapat ditandatangani pada tahun 2009.
g. Perwira Australia sebagai Penasehat Kebijakan di Dephan
Pihak Australia menyampaikan bahwa Menteri Pertahanan RI telah
menyetujui mengenai penempatan seorang pejabat penasehat kebijakan di Dephan
yang diharapkan dapat membantu dalam pengembangan kurikulum IDU. Pihak
Indonesia dan Australia sepakat melakukan pembahasan lebih lanjut menyangkut
penempatannya.
C. Sikap Antara Kedua Negara Dalam Menyikapi Kemungkinan
Munculnya Berbagai Konflik
Saat ini, paling tidak terdapat dua isu yang memerlukan perhatian khusus
pemerintahan kedua negara, yaitu ancaman terorisme dan imigran gelap.
Ancaman terorisme sejauh ini telah berhasil dimanfaatkan untuk meningkatkan
kerjasama, antara lain dengan penandatanganan 'Memorandum of Understanding
on Counter Terrorism' yang antara lain meliputi kegiatan tukar-menukar informasi
intelijen, menghidupkan kembali kerjasama dan pengembangan kemampuan
antara agen penegak hukum. Bahkan pada bulan Februari 2004, Indonesia dan
Australia bersama-sama menyelenggarakan 'Ministerial Conference on Counter
Terrorism' yang dihadiri para menteri negara-negara kawasan. Salah satu hasil
konkret yang disepakati adalah pendirian 'Jakarta Center for Law Enforcement
Cooperation' (JCLEC) yang tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan
kemampuan operasional para petugas penegak hukum di kawasan guna
memerangi transnational crime, khususnya terorisme.
Keengganan Indonesia menjadi bagian 'Pacific Solution' dalam
menyelesaikan masalah migran gelap mendorong penyelenggaraan 'Bali Regional
Ministerial Conference on People Smuggling, Trafficking in Persons and Related
Trans-national Crime' tahun 2002 dan 2003 yang disponsori oleh Indonesia dan
Australia disusul dengan penyelenggaraan 'Regional Ministerial Conference on
Combating Money Laundering and Terrorist Financing' tahun 2002. Seperti
diketahui, Australia menggunakan Papua New Guinea dan Nauru untuk
menampung para pengungsi gelap yang akan menuju Australia dengan cara
memberlakukan 'exclusive immigration zones' terhadap beberapa pulau terluarnya
yaitu pulau Christmas, kepulauan Cocos, dan pulau Ashmore Reef (September
2001), sehingga para pencari suaka yang mendarat di pulau-pulau tersebut belum
dapat meng-klaim bahwa mereka telah berada di wilayah keimigrasian Australia.
Dengan cara demikian, pemerintah Australia merasa 'berhak' mengirimkan para
pencari suaka tersebut ke negara lain, dalam hal ini Papua New Guinea dan
Nauru. Perkembangan positif juga terlihat dengan kesepakatan kedua negara
untuk mencari berbagai upaya guna meningkatkan kerjasama di bidang
pertahanan dan keamanan. Tukar-menukar kunjungan para perwira tinggi kedua
negara berlangsung secara berkelanjutan, sementara sejumlah personil TNI
mengikuti berbagai program pendidikan di Australia untuk memperdalam
pengetahuan mereka.
1. Ancaman Terorisme
Terorisme merupakan ancaman keamanan bagi dunia. Australia
menganggap Indonesia masih merupakan negara yang menjadi salah satu sasaran
utama terorisme terutama Bali. Dalam peringatan kepada warganya, Australia
menyatakan bahwa Indonesia masih berada dalam kategori resiko sangat tinggi
akan serangan teroris. Terutama setelah Pemerintah Indonesia memperingatkan
bahwa target teroris kemungkinan besar orang asing. Serangan teroris di Bali dan
Jakarta mengindikasikan bahwa daerah tersebut merupakan prioritas utama
serangan teroris. Peristiwa bom Bali tahun 2002 dan 2005 serta bom kuningan di
depan Kedutaan Besar Australia pada tahun 2004 telah menelan banyak korban
jiwa. Pasca eksekusi mati ketiga terpidana bom Bali 2002 pada tanggal 9
November 2008 telah menimbulkan resiko akan adanya serangan balasan
terorisme.46
Secara geografis, Indonesia dan Australia adalah bertetangga, meski kedua
negara memiliki latar belakang budaya berbeda. Perbedaan itu jika hendak
ditonjolkan, bisa membuat renggang keduanya. Untungnya, Indonesia-Australia
sering harus menghadapi persoalan yang sama, bahkan menjadi korban dari suatu
persoalan sama.
Adanya isu tentang kelompok Islam garis keras, Jamaah Islamiyah (JI),
yang berencana melakukan pengeboman berkaitan dengan peringatan tahun
pertama awal serangan ke Afghanistan. Australia menerima peringatan yang
secara eksplisit menyebutkan, kelompok terorisme akan menjadikan Indonesia
sebagai target untuk menyerang Amerika Serikat dan sekutunya. Australia sebagai
deputy sheriff dalam perang global melawan terorisme menghadapi dilema ironis
yang harus membuktikan kemampuannya memerangi terorisme di dalam
negaranya sendiri, menyusul serangan dan teror terhadap entitas-entitas Indonesia.
Ekstremis dalam negeri yang menyatakan kebencian mereka kepada
Indonesia, menegaskan kembali sikap tidak tulus sebagian warga Australia dalam
menjalin hubungan bertetangga yang baik dengan kawasan. Ini menjadi masalah
prinsip bagi pemerintahan Australia yang terlibat aktif dalam perang global
melawan terorisme.
Pada Bom Bali I pada 2002 yang menewaskan 202 orang tewas, mayoritas
korban juga warga Australia dan Indonesia. Demikian juga, pada bom Bali II pada
2005 dan ledakan bom di depan Hotel JW Marriott, dekat Kedubes Australia di
46http://www.smartraveller.gov.au/zw-cgi/view/advice/Indonesia, diakses 13 Oktober
2009
kawasan Mega Kuningan, pada 5 Agustus 2003. Sedang pada ledakan di dua
hotel, JW Maariotts dan Ritz Carlton 17 Juli 2009, ada korban dari kedua negara.
Pascaledakan bom di dua hotel itu, aparat kepolisian dari kedua negara sibuk
mencari para teroris. Kepolisian Australia menangkap tiga pria sebagai terdakwa
rencana serangan bunuh diri dengan sasaran markas militer di kota Sidney.
Korban bom bunuh diri sebenarnya bukan ternodanya citra Islam sebagai
agama damai, tapi juga relasi Indonesia-Australia. Pascapengemboman Amrozi
cs, relasi kedua negara tidak semesra dulu. Relasi itu memburuk pasca-bom di
depan Hotel JW Marriott, dekat Kedubes Australia di kawasan Mega Kuningan,
Jakarta Selatan, 5 Agustus 2003. Beberapa survei menunjukkan negeri kita
Indonesia dianggap menakutkan dan kurang penting lagi bagi sebagian warga
Australia. Survei Ivan Cook dari Lowy Institute for International Policy, lembaga
kajian internasional di Sydney, menyebut Indonesia menempati posisi 12
dibandingkan Singapura, Malaysia, Timor Leste, Papua Nugini, Inggris dan
Jepang. Dengan skala 0 (dingin)-100 (hangat), Indonesia berada di bawah Israel
atau ”satu kelompok” dengan Irak, Iran, dan Korea Utara.
Sejak Forum Tingkat Menteri Australia-Indonesia (AIMF) ke-9 (11 dan 12
November 2008) di Canberra, sudah ada saling pengertian. Forum itu juga
melahirkan pembaharuan Nota Kesepahaman Indonesia-Australia dalam
kontraterorisme. MoU meliputi kerja sama pengawasan perbatasan, maritim dan
keamanan transportasi, penegakan hukum, pendampingan hukum, serta
penanganan ancaman teroris di bidang kimia, biologi, radiologi, hingga nuklir.
Tapi, delegasi Indonesia dengan terbuka menyatakan keberatan atas penerapan
“travel advisory” oleh Australia setiap ada bom teroris meledak.
Muncul pula harapan bahwa setelah beberapakali ledakan bom di Tanah Air
yang mengorbankan warga Australia, publik Australia menaruh pengertian bahkan
empati pada Indonesia. Presiden SBY mengungkapkan perang melawan terorisme
sebagai ”pertempuran untuk mengambil hati dan pikiran”. Gagasan itu amat patut
dan penting dielaborasi, karena perang melawan teroris tidak cukup dihadapi
dengan senjata. Pemprov Jatim misalnya, harus menjamin bahwa ke depan
kesejahteraan warganya kian terjamin. Angka kemiskinan dikurangi dan
ketimpangan sosial di kota-kota besar jangan dibiarkan menganga. Kerukunan
antarumat beragama atau antarwarga bangsa yang berbeda etnis harus terus
dipupuk dan ditingkatkan. Kecemburuan sosial diganti dengan keadilan
sosial.Tentu ini proses panjang yang tidak mudah.Tapi kalau banyak yang
berkehendak baik, gagagasan besar ini akan bisa jadi kenyataan. Pemerintah dan
rakyat Australia juga mengamini bahwa terorisme tak cukup dilawan dengan
pendekatan keamanan. Maka, pemerintah PM Kevin Ruudpun berjanji hendak
lebih menggunakan ”kekuatan lunak” pada bidang ekonomi, intelektual, dan
agama guna memerangi terorisme.
Paling tidak ada dua opsi dalam hubungan diplomatik Indonesia-Australia.
Jika dalam tempo yang wajar Pemerintah Australia tidak sanggup membawa
pelaku teror untuk diadili, pertama, sudah saatnya pemerintahan Presiden
Yudhoyono meninjau kembali berbagai kesepakatan kerja sama kedua negara
yang dicapai dalam kunjungan ke negara itu beberapa waktu silam. Recovery
ekonomi dan sosial lewat berbagai kerja sama itu penting, tetapi harkat dan
keamanan negara juga bukan untuk dipertaruhkan. Momentum ini memberi jalur
yang baik untuk menegakkan kembali kepala kita yang telah sekian lama
tertunduk malu karena ditimpa berbagai krisis yang akut, khususnya kepada
negara tetangga seperti Australia.
3. Imigran Gelap
Adanya berita tentang lolosnya 10 dari 11 imigran gelap (people smuggling)
asal Afghanistan dari rumah tahanan di Malang pada bulan Mei 2009 merupakan
salah satu peristiwa yang menandai rentetan persoalan migrasi yang dihadapi
Indonesia. Klimaks atas persoalan keamanan Indonesia terkait dengan masuknya
para imigran gelap yang memanfaatkan Indonesia sebagai tempat batu loncatan
(stepping stone) ke Australia. Untuk mencapai tujuannya, mereka memanfaatkan
berbagai jalur yang menghubungkan antara satu negara dengan negara lain hingga
sampai ke Australia. Indonesia sebagai negara tetangga terdekat bagi Australia
tidak dapat melepaskan diri dari persoalan tersebut. Bahkan sebaliknya,
keberadaan imigran gelap dari sudut pandang pengambil kebijakan negara
mengenai migrasi telah menjadi salah satu persoalan keamanan bagi Indonesia,
yang berpotensi menjadi “kerikil-kerikil tajam” terhadap hubungan Indonesia-
Australia.
Fenomena semacam itu bukanlah suatu hal yang baru. Indonesia menjadi
tempat batu loncatan bagi para imigran gelap tidak hanya dari Afghanistan, tetapi
juga dari negara-negara Timur Tengah dan Asia Selatan. Namun demikian,
tampaknya tidak pernah ada penyelesaian secara jelas. Persoalannya mencuat
sebentar lalu menghilang. Bahkan sampai sekarang masih terdapat beberapa
tempat yang melindungi keberadaan dan usaha imigran gelap di Indonesia.
a. Keamanan Wilayah Indonesia
Indonesia tidak hanya merupakan salah satu negara pengirim tenaga kerja
keluar negeri terbesar di Asia Tenggara, namun telah menjadi negara tujuan bagi
siapapun yang ingin masuk dan bekerja di negeri ini. Data IOM (International
Organization for Migration) menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir
terdapat sekitar 20.000 tenaga kerja asing setiap tahunnya bekerja di Indonesia,
namun disinyalir oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(Depnakertrans) masih ada sekitar 50.000 warga asing yang menyalahgunakan
visa kunjungan atau visa sementara untuk mencari pekerjaan.
Mengemukanya kesan bahwa orang dapat dengan mudah masuk dan
berusaha di Indonesia telah menjadi salah satu alasan kuat bagi para imigran gelap
untuk memanfaatkan Indonesia sebagai tempat batu loncatan dari tujuannya ke
Australia. Alasan utama lainnya adalah posisi strategis Indonesia sebagai negara
yang berbatasan langsung dengan Australia. Untuk dapat memasuki Australia,
rute yang paling memungkinkan (dari banyak kasus yang terjadi) adalah melalui
darat dan laut, dibandingkan lewat udara. Di samping itu, bentuk negara
kepulauan Indonesia menjadikan para imigran dapat masuk dari berbagai pintu
wilayah Indonesia. Dari kasus-kasus yang ada, para imigran yang tertangkap lebih
banyak masuk ke Indonesia melalui jalur darat yaitu dari Malaysia, lalu masuk ke
pulau Sumatera, ke Jawa dengan Jawa Barat bagian selatan (Serang) dan Jawa
Timur bagian selatan sebagai pintu keluarnya untuk menuju Pulau Christmas.
Jalur darat dan laut tersebut seringkali pula dikombinasikan dengan jalur udara,
mengingat banyak para imigran yang tertangkap di Bandara Pulau Batam, di
Provinsi Riau maupun di Surabaya. Namun, bukan berarti imigran yang masuk
melalui Indonesia bagian tengah tidak banyak. Hal itu dibuktikan dengan
banyaknya imigran gelap yang memanfaatkan rute melalui Makasar, Kupang dan
Mataram sebagai transit terakhir sebelum dibantu oleh nelayan Indonesia
menyeberang ke Australia bagian utara atau ke Pulau Pasir (Ashmore Reef).
Kasus-kasus imigran gelap hanyalah salah satu dari “kekusutan” Indonesia
menjaga keamanan teritorialnya. Namun, tekanan atas keamanan wilayah dapat
menjadi lebih buruk, disebabkan oleh kombinasi antara beberapa faktor yaitu (1)
lemahnya koordinasi, dan (2) minimnya kapasitas baik dari segi kemampuan
maupun kelengkapan kepolisian dan Angkatan Laut RI (tidak lagi memadai secara
jumlah dan teknologi). Sayangnya, meskipun hal itu telah diketahui oleh
pemerintah pusat dan DPR RI, tetapi anggaran untuk pertahanan dan keamanan
dari tahun ke tahun tidak juga membaik.
b. Agen Imigran Gelap di Indonesia
Masuknya imigran gelap ke Indonesia tidak dapat dilepaskan dari dua faktor
yang saling terkait. Pertama, peran pihak-pihak tertentu atau organisasi yang
berfungsi sebagai agen lintas negara (transnational organization crime – TOC).
Meskipun disinyalir organisasi mereka tidak sekompleks organisasi narkoba
maupun teroris, tetapi pihak aparat keamanan cenderung “kecolongan”. Data
Mabes Polisi Indonesia, sebagai contoh, menunjukkan bahwa kedatangan 20
orang imigran gelap asal Pakistan dan Afghanistan yang tertangkap dini hari di
perairan Teluk Banten pada awal bulan November 2008 dicurigai telah difasilitasi
oleh seorang warga Pakistan yang telah lama menetap di Indonesia dan bekerja
untuk penyelundupan dan perdagangan manusia.
Kedua, bila dilihat bagaimana nelayan membantu para imigran gelap
tersebut melintasi perbatasan Australia, tampaklah bahwa faktor kemiskinan dan
keyakinan para nelayan menjadi suatu titik lemah negeri ini. Iming-iming bayaran
yang berkisar minimal berkisar 30-40an juta per perahu (tergantung jarak
tempuhnya) menjadi daya tarik tersendiri bagi mereka. Demikian pula, ketika
nelayan menolong dan mengantar imigran gelap meskipun beresiko juga
disebabkan oleh rasa solidaritas sesama muslim. Keyakinan dan kemiskinan
tersebut dijadikan alat bagi para agen untuk memaksa para nelayan melintasi
wilayah perbatasan meskipun dengan resiko terhadap keselamatan mereka,
bahkan perahu mereka sering dibakar di tempat ketika tertangkap oleh polisi
Australia.
Beberapa kejadian di akhir tahun 2008 dan sepanjang tahun 2009
menunjukkan kecenderungan bahwa Indonesia kewalahan mengendalikan para
imigran gelap yang singgah ke Indonesia untuk menuju ke Australia, sedangkan
pada saat yang sama memperlihatkan lemahnya aparat keamanan, penegakan
hukum dan posisi Indonesia dalam kasus ini. Dalam hal ini pihak kepolisian di
Batam, Lampung, Malang, Surabaya dan NTT, sebagai contoh telah berusaha
keras untuk menangkap dan menggagalkan keberangkatan imigran gelap ke
Australia. Namun demikian, upaya untuk mengembalikan imigran gelap ke negara
asal mereka bukan suatu hal yang mudah, mengingat Indonesia masih belum
memiliki kesepakatan kerjasama dan mekanisme dengan beberapa negara asal
mereka.
Sebetulnya dari aspek instrumen peraturan internasional telah ada dukungan
dari IOM dan UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees)
sehingga Indonesia menerapkan standar prosedur internasional ketika menahan
imigran gelap, yang umumnya mengaku sebagai pengungsi. Namun hal itu sering
tidak berarti ketika jaringan sindikat tetap mampu membuat mereka meloloskan
diri dari rumah tahanan, meskipun banyak yang akhirnya bernasib naas seperti
mengalami kecelakaan dan tenggelam, sebagaimana yang terjadi di Selat Pukuafu
ketika imigran gelap menuju pulau Rote untuk menyeberang ke Australia dengan
bantuan nelayan Indonesia di akhir tahun 2008.
Kondisi-kondisi di atas memperlihatkan kekurangadilan jika tekanan hanya
ditujukan kepada para nelayan Indonesia yang menjadi sasaran perantara oleh
TOC. Salah satu sebabnya terkait dengan persoalan politik perbatasan yang
berkembang di antara Indonesia-Australia yang tidak kunjung ada titik temunya.
Perbedaan tentang batas wilayah, pengertian tentang nelayan tradisional, maupun
berbedanya kepentingan pulau-pulau di lokasi perbatasan menjadikan titik-titik
kelemahan lainnya bagi kedua negara tersebut dalam menjaga wilayah
perbatasannya, yang akhirnya dimanfaatkan oleh para agen penyelundup imigran
gelap dari Indonesia ke Australia.
c. Pengaruhnya pada Hubungan Indonesia-Australia
Migrasi pada dasarnya adalah sejarah penduduk Australia. Penduduk asli
mereka hanyalah suku Aborigin (meskipun konon sejarah awalnya juga
merupakan bagian dari migrasi). Kekuatan kebijakan keimigrasian juga
merupakan kelemahan Australia dari waktu ke waktu. Salah satu kekuatan yang
dimanfaatkan oleh para imigran gelap, yang mengaku sebagai pengungsi, adalah
ketika Australia memberikan ruang kepada para pengungsi dengan tidak hanya
memberi fasilitas penampungan namun juga kesempatan berusaha. Namun dalam
perkembangannya, intensitas arus imigran yang tinggi, khususnya akhir-akhir ini
imigran asal Afganistan, Iran, Irak dan Myanmar, akhirnya menjadi hal yang
sangat sensitif bagi Australia secara internal maupun eksternal.
Sebenarnya sejak tahun 2000 Australia telah mengembangkan sistem
pertahanan dan keamanan yang sangat memperhitungkan kehadiran para human
smuggler, karena persoalan lintas batas antara negara dapat saja merupakan salah
satu potensi ancaman bagi suatu negara. Kebijakan pertahanan-keamanan teritori
Australia yang difokuskan pada non-traditional security sebenarnya merupakan
upaya yang sejalan dengan kebijakan pertahanan-keamanan Indonesia. Namun
dengan pendekatan dan pemahaman yang berbeda akhirnya mengganggu
hubungan Indonesia-Australia, khususnya dalam hal imigran gelap.
Dalam hal ini persoalan utama adalah MoU antara Polri dengan Kepolisian
Federal Australia (Australian Federal Police/ AFP) yang cenderung merugikan
Indonesia. Indonesia menjadi terpaksa menampung para pengungsi yang hanya
singgah sebelum menuju Australia. Hal itu ternyata bukan sekedar masalah
penampungan, sebab jumlah mereka yang mencapai ribuan orang dapat
menimbulkan persoalan pengawasan. Demikian pula, terkait dengan lamanya
proses untuk mendapatkan negara yang bersedia menampung para imigran.
Disinyalir oleh pihak kepolisian bahwa mereka pada akhirnya akan menetap di
Indonesia. Sejauh ini hasil identifikasi Polri menyebutkan para pengungsi itu kini
tersebar di sejumlah wilayah: Jakarta dan sekitarnya (Jabotabek), Kupang, Bali,
Tanjung Balai Asahan, Mataram, Larantuka, dan Batam.
Beberapa upaya telah dilakukan, ketika Indonesia dengan Australia berusaha
mengangkat persoalan tersebut dengan persoalan-persoalan non-traditional
security lainnya dalam skala ASEAN di Bali, sehingga tercapai beberapa
kesepakatan antara negara-negara ASEAN dan Australia. Namun mengingat
besarnya kepentingan masing-masing negara dibandingkan kepentingan bersama,
sepertinya kesepakatan tidak berjalan. Perkembangan terakhir menunjukkan,
Indonesia dan Australia telah menyepakati bahwa masalah imigran gelap itu
dipandang sebagai permasalahan kawasan dan internasional, bukan hanya masalah
bilateral antara Australia dan Indonesia. Namun mekanisme pengembalian ke
negara asal ataupun ke negara tujuan belumlah jelas. Ketidakjelasan tersebut akan
membuat beban tersediri bagi Indonesia.
Pada akhirnya, tampaknya benar perkiraan IOM bahwa Indonesia masih
menyimpan sedikitnya 400 imigran gelap yang sebagian besar dari Irak, disusul
Iran, Afghanistan dan Pakistan, dan tidak akan mampu menyelesaikan
sendiri/sepihak. Namun demikian penanganannya akan terpulang pada niat baik
kedua negara (Indonesia dan Australia) serta negara-negara di kawasan ASEAN
selain negara asal imigran untuk menyelesaian masalah imigran gelap. Khusus
untuk Indonesia, harus ada upaya membersihkan jajaran aparat yang terkait
dengan lalu lintas manusia, di samping itu mesti ada peningkatan kemandirian dan
pendapatan nelayan Indonesia. Sedangkan dalam hal nota kesepahaman perlu ada
upaya meninjau kembali kerjasama yang seharusnya didasari saling menghormati
dan menjaga wilayah. Jika tidak, persoalan imigran gelap akan terus menjadi
“duri” dalam upaya menjaga keamanan wilayah Indonesia, maupun dalam
konteks hubungan antara Indonesia dan Australia.
D. Efektifitas Kebijakan RI Dalam Menanggapi Kebijakan Travel
Advisory Australia
Setiap entitas negara yang berdaulat memiliki kebijakan yang mengatur
hubungannya dengan dunia internasional., baik berupa negara maupun komunitas
intenasional lainnya. kebijakan tersebut merupakan bagian dari politik luar negeri
yang dijalankan negara dan merupakan pencerminan dari kepentingan
nasionalnya. indonesia sebagai sebuah negara berdaulat juga menjalankan politik
luar negeri yang senantiasa berkembang disesuaikan dengan kebutuhan. dalam
negeri dan perubahan situasi internasional.
Politik Luar Negeri Indonesia telah memasuki masa enam dekade sejalan
dengan usia negara Republik Indonesia. selama enam puluh tahun itu pula
perjalanan bangsa dan negara indonesia mengalami dinamika dalam menjalankan
politik domestik demi kesejahteraan rakyat, sekaligus mengukuhkan eksistensinya
di dunia internasional. pergantian kepemimpinan mulai dari presiden soekarno
hingga presiden susilo bambang yudhoyono menandakan telah berlangsungnya
proses demokrasi di Indonesia.
Dalam setiap periode pemerintahan juga terjadi pemaknaan yang bervariasi
terhadap prinsip-prinsip yang menjadi landasan dalam perumusan dan
pelaksanaan politik luar negeri indonesia. perbedaan interpretasi tersebut
diantaranya dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang terjadi di dalam negeri
maupun di luar negeri. sementara itu, terdapat prinsip atau landasan yang tetap
dipertahankan, namun mengalami persoalan dalam relevansi dan dilema karena
dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan perubahan situasi yang
demikian cepat.
Landasan konstitusional dalam pelaksanaan politik luar negeri indonesia
adalah undang-undang dasar (UUD) 1945. Hal ini berarti, pasal-pasal uud 1945
yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara memberikan garis-garis besar
dalam Kebijakan Luar Negeri Indonesia. dengan demikan, semakin jelas bahwa
politik luar negeri Indonesia merupakan salah satu upaya untuk mencapai
kepentingan nasional Indonesia, yang termuat dalam UUD 1945.
Sementara itu, pancasila sebagai dasar negara republik indonesia diposisikan
sebagai landasan idiil dalam politik luar negeri indonesia. Mohammad Hatta
menyebutnya sebagai salah satu faktor yang membentuk politik luar negeri
indonesia. Kelima sila yang termuat dalam pancasila, berisi pedoman dasar bagi
pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara yang ideal dan mencakup
seluruh sendi kehidupan manusia. Hatta lebih lanjut mengatakan, bahwa pancasila
merupakan salah satu faktor objektif yang berpengaruh atas politik liar negeri
indonesia. hal ini karena pancasila sebagai filsafah negara mengikat seluruh
bangsa indonesia, sehingga golongan atau partai politik manapun yang berkuasa
di indonesia tidak dapat menjalankan suatu politik negara yang menyimpang dari
pancasila.
Kemudian agar prinsip bebas aktif dapat dioperasionalisasikan dalam politik
luar negeri indonesia, maka setiap periode pemerintahan menetapkan landasan
operasional politik luar negeri indonesia yang senantiasa berubah sesuai dengan
kepentingan nasional.
Efektifitas kebijakan indonesia berdampak baik dengan adanya peningkatan
kerjasama diantara kedua negara yang dapat menguntungkan bagi kedua belah
pihak. Keseriusan upaya Ruud membina hubungan di tingkat tinggi antara kedua
negara ditandai, antara lain, dengan tujuh kali pertemuannya dengan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono sejak 2007, disusul enam kali pertemuan antara
Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda dan rekannya, Menlu Stephen Smith.
Menteri Perdagangan Mari Pangestu dan rekannya, Simon Crean, bahkan sudah
12 kali bertemu dalam 13 bulan terakhir.
Kedua pemerintah telah membentuk mekanisme dialog dan konsultasi guna
membicarakan baik hal-hal yang jadi perhatian bersama maupun yang tidak
disepakati. keefektifitasan kebijakan ini ditandai dengan adanya perhatian
bersama kedua negara dalam berbagai bidang, antara lain terkait persoalan lintas
batas, khususnya pendatang gelap, melakukan pertukaran dan pengembangan
profesi bagi pejabat pemerintah, tenaga ahli, akademisi, cendekiawan, auditor
pendidikan, staf pengajar dan administrasi, serta pelajar sebagai bagian dari upaya
memperkuat kerja sama pendidikan kedua negara.
Membanjirnya pendatang gelap di kawasan ini, termasuk kasus 391 manusia
perahu dari Rohingya, Myanmar, yang terdampar di pesisir Aceh akan menjadi
pembahasan serius dalam pertemuan Proses Bali, April. Proses Bali, merupakan
prakarsa Australia dan Indonesia tahun 2002, adalah badan di Asia-Pasifik untuk
melawan penyelundupan dan perdagangan orang. Kedua Menlu mengatakan,
sejauh ini mekanisme Proses Bali cukup efektif menyelesaikan persoalan itu.
Pertanda baik sudah terlihat untuk hal-hal yang tidak disepakati. Perbedaan
pandangan tentang kasus 43 warga Papua yang mencari suaka ke Australia tahun
2006 tidak mengganggu penyelesaian Perjanjian Lombok, yang kemudian empat
di antaranya memutuskan kembali, kedua pemerintah bekerja sama memfasilitasi
repatriasi itu.
Selain soal pendidikan, ekonomi, dan lingkungan, kedua negara juga bekerja
sama di bidang lain, termasuk pembentukan Australia-Indonesia Facility for
Disaster Reduction (AIFDR), Dialog Antar-Iman Regional, upaya melawan
terorisme, partisipasi Indonesia dalam International Commission on Nuclear and
Disarmament, pembentukan pusat-pusat kajian perdamaian, dan upaya
membangun tata pemerintahan yang baik di kawasan sebagai dukungan pada
Forum Demokrasi Bali.
BAB V
PENUTUP
Kebijakan travel advisory Australia ke Indonesia merupakan kebijakan yang
dikeluarkan Pemerintah Federal Australia sejak tahun 2001 dengan tujuan untuk
melindungi warga negaranya dari berbagai ancaman terutama serangan tetoris.
Travel advisory ini juga tidak dapat dilepaskan dari pandangan Pemerintah
Australia yang menganggap Indonesia sebagai salah satu sarang teroris di Asia
Tenggara karena sebagian besar rakyat Indonesia muslim serta sering terjadinya
rangkaian ledakan bom di Indonesia. Dalam peringatan kepada warganya,
Australia menyatakan bahwa Indonesia masih berada dalam kategori resiko sangat
tinggi akan serangan teroris. Dalam perkembangan politik, proses dan demonstrasi
merupakan hal yang sering terjadi di Indonesia. Putusan pengadilan yang tidak
memuaskan, seperti adanya perbedaan antara keputusan dengan pelaksanaannya
terutama mengenai kasus korupsi dan pemilihan kepala daerah (pilkada) ataupun
pemilihan umum (pemilu) dapat menjadi pemicu dan pendorong terjadinya aksi
demonstrasi bahkan anarki. Selain itu, situasi keamanan di berbagai daerah dalam
faktor kemiskinan yang sangat tinggi memicu adanya kejahatan dan masih
banyaknya terjadi kekerasan di beberapa daerah dengan tingkat kriminalitas
sehingga tingginya angka terorisme, kriminalitas dan rendahnya keamanan sipil
dan politik, kesehatan, transportasi maupun keadaan alam semakin memperkuat
sikap Pemerintah Australia untuk memberlakukan travel advisory terhadap
Indonesia.
Pada masa Pemerintahan Kevin Rudd hubungan antara Indonesia dan
Australia semakin meningkat ditandai dengan meningkatnya komunikasi kedua
negara yang tertuang ke dalam berbagai forum baik forum antar-pemerintah
ataupun forum swasta seperti para pengusaha, akademisi, dan masyarakat awam.
Lombok Treaty sebagai payung bagi berbagai kerjasama Indonesia-Australia
sangat penting untuk terus dilaksanakan. Upaya kedua negara untuk
menyukseskan perjanjian ini tertuang dalam bentuk plans of action yang
dirancang oleh kedua negara. Namun, kerjasama kedua negara dalam konteks
Lombok Treaty dalam tingkat hubungan masyarakat terganggu disebabkan adanya
kebijakan travel advisory dari Australia. Mahalnya biaya asuransi yang
menyebabkan mahalnya biaya kunjungan ke Indonesia telah membuat beberapa
program kedua negara tingkat masyarakat tidak berjalan dengan baik. Sebagai
contoh program pertukaran mahasiswa antar-kedua negara mengalami kendala
tersebut. Banyaknya para akademisi dan masyarakat Australia yang ingin
mempelajari Bahasa Indonesia dan juga kehidupan masyarakat Indonesia menjadi
korban kebijakan ini. Dan secara tidak langsung upaya kedua negara untuk
meningkatkan hubungan dan kesepahaman tingkat masyarakat (people-to-people)
menjadi tidak efektif.
Pada analisis negara (pembuat keputusan), upaya Pemerintah Indonesia
dalam meminta Pemerintah Australia mencabut kebijakan travel advisory
melibatkan seluruh aspek diplomasi Indonesia atau yang lebih dikenal dengan
total diplomacy. Pemerintah Indonesia memanfaatkan seluruh hubungan dan
kerjasama yang ada untuk membujuk pemerintah Australia.
Selain itu, Pemerintah Indonesia juga meningkatkan intensitas kerjasama
dan hubungan dengan Australia dalam upaya menunjukkan keseriusan Indonesia
terhadap komitmennya dalam Lombok Treaty. Jadi berdasarkan analisis peneliti,
Pemerintah Indonesia menggunakan strategi berupa meningkatkan kepercayaan
Australia terhadap Indonesia selain juga terus melaksanakan kampanye bahwa
Indonesia negara yang aman untuk dikunjungi.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Heryaman, Oman. 2008. Panduan Penyusunan Skripsi. Jurusan Ilmu Hubungan
Internasional FISIP UNPAS : Bandung.
Mas`oed, Mochtar. 1994. Ilmu hubungan Internasional Disiplin dan Metode.
LP3ES : Jakarta.
Lentner, H. H. 1974. Foreign Policy Analysis: A comparative and conceptual
approach. Colombus-Ohio: Bell and Howell Company.
Winarto, Budi. 2002. Teori Dan Poses Kebijakan Publik. Mediapresindo :
Yogyakarta.
Goldstein, Joshua, S. 1952. International Relation. Longman : Newyork.
Yusuf, Sufri. 1989. Hubungan Internasional dan Politik Luar Negeri “Sebuah
analisis teoritis dan uraian tentang pelaksanaannya”. Pusaka Sinar
Harapan : Jakarta.
Satow, Ernest. 1976. Guide to Diplomatic Practice, dalam Palmer & Perkins,
International Relation. Scientific Book Agency : Calcuta.
White, Brian. 1989. Analyzing Foreign Policy: Problem and Approaches, dalam
Understanding Foreign policy: The Foreign Policy System Approach.
Edward Elgar Published Limited : London.
Internet
Kerjasama keamanan antara Indonesia dan Australia dari
http://hadiclipping.blogspot.com/2006/06/indonesia -australia-baasyir.htm
diakses pada 26 Juli 2009
Hubungan Indonesia-Australia dalam pemerintahan Kevin Rudd dari
http://nasional.vivanews.com/news/read/31917-
australia_politik_ri_berjalan_dinamis diakses pada 26 Juli 2009
Dasar hukum rencana strategik politik Luar Negeri Republik Indonesia tahun
2004-2009 dari http://www.deplu.go.id/?category_id=638&main_id=1,
diakses 6 September 2009
Tiga program utama nasional kebijakan luar negeri dari
http://www.deplu.go.id/?category_id=12&news_id=675&main_id=1,
diakses 6 September 2009
Misi tujuan Politik Luar Negeri RI dari
http://www.deplu.go.id/?category_id=12&news_id=672&main_id=1,
diakses pada 6 September 2009
Sasaran Strategik Politik Luar Negeri RI
http://www.deplu.go.id/?category_id=12&news_id=672&main_id=1,
diakses pada 6 September 2009
Kebijakan-kebijakan dalam mencapai tujuan Departemen Luar Negeri dari
http://www.deplu.go.id/?category_id=12&news_id=934&main_id=1,
diakses 6 September 2009
Progran-program operasional Departemen Luar Negeri dari
http://www.deplu.go.id/?category_id=12&news_id=500&main_=1, diakses
6 September 2009
Sasaran utama dari Politik Luar Negeri Australia dari
http://www.dfat.gov.au/aib/foreign_trade_policy.html, diakses 24 September
2009
Penandatanganan Protokol Kyoto tahun 2007 oleah Australia dari
http://www.dfat.gov.au/aib/foreign_trade_policy.htm, diakses pada 25
September 2009