jbptunpaspp gdl redimaulan 2679 1 redimau 4

98
PENGARUH INVESTASI, TENAGA KERJA DAN TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT SKRIPSI Untuk memenuhi salah satu syarat sidang skripsi Guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan Bandung, Juli 2013 Mengetahui, Dosen Pembimbing (Hj. Lella N Irwan, SE., MSi.) Dekan Fakultas Ekonomi Ketua Program Studi (Dr. H. R. Abdul Maqin, SE., MP.) (Dr. H. Tete Saepudin, SE., MSi.)

Upload: janethangel

Post on 02-Feb-2016

228 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Gampang

TRANSCRIPT

Page 1: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

PENGARUH INVESTASI, TENAGA KERJA

DAN TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT

SKRIPSI

Untuk memenuhi salah satu syarat sidang skripsi

Guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan

Bandung, Juli 2013

Mengetahui,

Dosen Pembimbing

(Hj. Lella N Irwan, SE., MSi.)

Dekan Fakultas Ekonomi Ketua Program Studi

(Dr. H. R. Abdul Maqin, SE., MP.) (Dr. H. Tete Saepudin, SE., MSi.)

Page 2: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

ABSTRAKSI

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat secara keseluruhan terus

mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 hingga 2011, pertumbuhan ekonomi

sekitar 5,9 persen, pertumbuhan ekonomi tersebut di pengaruhi oleh banyak faktor

diantara dari sekian banyak faktor, faktor tersebut adalah jumlah investasi, jumlah

tenaga kerja dan tingkat pendidikan. Kontribusi investasi dalam pembentukan

tingkat pertumbuhan ekonomi sangat besar, selain itu investasi juga memberikan

peluang untuk dibukanya lapangan kerja yang baru, sehingga jumlah

pengangguran dapat berkurang. Selain itu pendidikan juga berperan dalam

pembentukan SDM yang akan dipakai dalam lapangan kerja yang tersedia.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh investasi, tenaga kerja

dan tingkat pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Model

analisis data yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar variabel

digunakan analisis data panel. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian

ini adalah metode analisis deskriptif kuantitatif melalui data sekunder dengan data

26 kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat serta data runtun waktu dari tahun

2007 sampai dengan tahun 2011.

Berdasarkan hasil estimasi, pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat

dipengaruhi positif secara signifikan oleh investasi dan tingkat pendidikan,

sedangkan tenaga kerja hanya berpengaruh positif. Semakin tinggi jumlah

investasi, tenaga kerja dan tingkat pendidikan yang terjadi di tingkat kabupaten

dan kota maka akan mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi di Provinsi

Jawa Barat.

Page 3: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Alhamdulillahi rabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT, dengan segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul “PENGARUH INVESTASI, TENAGA KERJA DAN

TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

JAWA BARAT”. Tidak lupa shalawat serta salam kepada Nabi akhir zaman

Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya.

Skripsi ini merupakan salah satu kegiatan yang harus dipenuhi oleh

mahasiswa yang telah memenuhi kurikulum akademis pada Jurusan Ekonomi

Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universita Pasundan, Bandung.

Skripsi ini adalah sebagai sebuah karya tulis ilmiah, penulis menyadari

bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi

penulisan, maupun dari segi pembahasan. Oleh Karena itu penulis mengharapkan

kritik dan saran yang sifatnya membangun agar pada penelitian selanjutnya dapat

lebih baik lagi. Besar harapan penulis mudah-mudahan skripsi ini dapat

bermanfaat bagi mereka yang membutuhkannya.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih yang tak

terhingga teruntuk kedua orang tuaku Bapa dan Mamah serta Teteh, atas do’a

Page 4: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

yang tak henti-hentinya, kasih sayang, kesabaran, dan pengorbanan yang tak

terhingga yang telah diberikan kepada penulis baik moril maupun materil.

Karya tulis ini tidak mungkin terselesaikan pula tanpa adanya arahan dari

Ibu Hj. Lella N Irwan, SE., MSi. selaku dosen pembimbing, dan dengan segala

kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

beliau yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya untuk penyusunan

skripsi ini.

Pada kesempatan ini pula, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Bapak Dikdik Kusdiana, SE., MT. selaku Dosen Wali.

2. Bapak Dr. H. R. Abdul Maqin, SE., MSi. selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Pasundan Bandung beserta jajarannya.

3. Bapak Dr. H. Tete Saepudin, SE., MSi. selaku Ketua Program Studi

Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan

Bandung.

4. Bapak Dr. Heri Hermawan, SE., MP. selaku Sekretaris Program Studi

Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan

Bandung.

5. Bapak H. Subarna Tirtakusumah, SE., MM. Sebagai Dosen Penguji pada

Sidang Akhir.

6. Bapak DRS. H. Anwar Jusuf, Dipl., RID. Terima kasih atas begitu

banyaknya saran dan masukan yang telah penulis dapatkan, juga kisah-

kisah hidup yang sangat menginspirasi.

Page 5: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

7. Bapak Tendi selaku Staff Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas

Ekonomi Universitas Pasundan Bandung.

8. Seluruh Dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi

Universitas Pasundan Bandung.

9. Seluruh Dosen dan Staff Tata Usaha di lingkungan Fakultas Ekonomi

Universitas Pasundan Bandung.

10. Seluruh teman-teman angkatan 2007 ekonomi pembangunan. Semoga tali

persaudaraan kita terikat kencang sampai akhir masa.

11. Keluarga besar Ekonomi Pembangunan angkatan 2004, 2005, 2006, 2008,

2009, 2010, 2011 dan 2012 serta keluarga besar HIMASPA Fakultas

Ekonomi Universitas Pasundan Bandung.

12. Bapak/Ibu Staff BPS Provinsi Jawa Barat.

13. Bapak/Ibu Staff BKPPMD Provinsi Jawa Barat.

14. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini baik secara langsung

maupun tidak langsung.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya

dan bagi pembaca pada umumnya, aamiin yaa robal’alamiin.

Wassaalamu’alaikum Wr.Wb

Bandung, Juni 2013

Penulis

Page 6: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN

MOTTO

ABSTRAKSI

KATA PENGANTAR ............................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................ iv

DAFTAR TABEL ................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... vii

BAB I : PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

1.2. Identifikasi Masalah .................................................................... 10

1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................ 11

1.4. Kegunaan Penelitian ................................................................... 11

BAB II : KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Kajian Pustaka ............................................................................ 12

2.1.1. Investasi........................................................................... 12

2.1.1.1. Definisi Investasi ............................................ 12

2.1.1.2. Jenis-jenis Investasi ........................................ 14

2.1.2. Tenaga Kerja ................................................................... 16

2.1.2.1. Definisi Tenaga Kerja ..................................... 16

2.1.2.2. Teori Ketenagakerjaan .................................... 18

2.1.3. Tingkat Pendidikan ......................................................... 19

2.1.3.1. Pengertian Modal Manusia ............................. 19

2.1.3.2. Pendidikan ...................................................... 21

2.1.4. Pertumbuhan Ekonomi .................................................... 22

2.1.4.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi ................. 22

2.1.4.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi.......................... 28

2.1.4.2.1. Teori Pertumbuhan Klasik ............. 29

2.1.4.2.2. Teori Pertumbuhan Harrod-Domar 31

2.1.4.2.3. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik ..... 33

2.1.5. Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi .............................. 35

2.1.6 Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi ...................... 36

2.1.7. Tingkat Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi............. 37

2.2. Tinjauan Penelitian Sebelumnya................................................. 38

2.2.1. Penelitian Deddy Rustiono, SE ....................................... 38

2.2.2. Penelitian Dwi Suryanto ................................................. 39

2.3. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis ............................................. 40

Page 7: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Halaman

BAB III : OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Objek Penelitian .......................................................................... 45

3.1.1. Provinsi Jawa Barat ......................................................... 45

3.1.2. Investasi di Jawa Barat .................................................... 46

3.1.3. Penyerapan Tenaga Kerja di Jawa Barat ......................... 48

3.1.4. Tingkat Pendidikan di Jawa Barat................................... 50

3.1.5. Laju Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Barat ..................... 58

3.2. Metode Penelitian ....................................................................... 60

3.2.1. Jenis dan Sumber Data .................................................... 61

3.2.2. Definisi Operasionalisasi Variabel .................................. 61

3.2.2.1. Pertumbuhan Ekonomi ................................... 62

3.2.2.2. Investasi .......................................................... 62

3.2.2.3. Tenaga Kerja ................................................... 63

3.2.2.4. Tingkat Pendidikan ......................................... 63

3.2.3. Model Penelitian ............................................................. 64

3.2.4. Metode Estimasi Data Panel ........................................... 65

3.2.5. Uji Metode Estimasi Data Panel ..................................... 66

3.2.6. Uji Statistik ..................................................................... 67

3.2.6.1. Uji Koefisien Determinasi ( ) ...................... 67

3.2.6.2. Uji Parsial (t-stat)............................................ 68

3.2.6.3. Uji Simultan (F-stat) ....................................... 69

3.2.6.4. Uji Autokolerasi ............................................. 70

3.2.7. Analisis Tipologi Klassen ............................................... 71

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Uji Estimasi Model ..................................................................... 73

4.2. Hasil Estimasi Model .................................................................. 74

4.3. Analisis Efek Individu Kabupaten dan Kota .............................. 75

4.4. Analisis Statistik ......................................................................... 77

4.4.1. Uji Koefisien Determinasi ( ) ....................................... 77

4.4.2. Uji Parsial (t-stat) ............................................................ 77

4.4.3. Uji Simultan (F-stat) ....................................................... 78

4.4.4. Uji Autokolerasi .............................................................. 79

4.5. Pola Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Barat .................. 80

4.6. Analisis Ekonomi ........................................................................ 80

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ................................................................................. 85

5.2. Saran ........................................................................................... 86

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. viii

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 8: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

DAFTAR TABEL

Halaman

1.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Enam Provinsi di Pulau Jawa

Tahun 2007-2011 (dalam persen) ............................................... 3

1.2. Peringkat Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten

dan Kota di Provinsi Jawa Barat Periode Tahun 2007-2011 ...... 5

1.3. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa

Barat Periode 2007-2011 ............................................................ 7

1.4. Jumlah Angkatan Kerja Menurut Jenis Kegiatan Utama

Seminggu yang Lalu di Jawa Barat Tahun 2007-2011 .............. 8

3.1. Realisasi Investasi di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat

Tahun 2007-2011 ........................................................................ 47

3.2. Jumlah Tenaga Kerja menurut Kabupaten/Kota di Provinsi

Jawa Barat Tahun 2007-2011 ..................................................... 49

3.3. Rata-rata Lama Sekolah Menurut Kabupaten/Kota di

Provinsi Jawa Barat Tahun 2007-2011 ....................................... 51

3.4. Angka Melek Huruf Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi

Jawa Barat Tahun 2007-2011 ..................................................... 53

3.5. Indeks Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah .......... 56

3.6. Indeks Pendidikan ....................................................................... 57

3.7. Laju Perumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota di

Provinsi Jawa Barat Tahun 2007-2011 ....................................... 59

3.8. Matrik Klasifikasi Pertumbuhan Ekonomi Menurut Tipologi

Klassen ........................................................................................ 72

4.1. Hasil Uji Chow ........................................................................... 73

4.2. Hasil Uji Hausman ...................................................................... 74

4.3. Nilai Intersep Setiap individu Kabupaten dan Kota di

Provinsi Jawa Barat..................................................................... 76

4.4. Uji Signifikansi t (α = 0,05) ........................................................ 78

4.5. Daerah Batas Autokolerasi ......................................................... 79

4.6. Klasifikasi Pertumbuhan Ekonomi Menurut Tipologi Klassen .. 80

Page 9: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1.1. Perkembangan Rata-rata Laju Pertumbuhan

Ekonomi Menurut Kabupaten dan Kota Provinsi

Jawa Barat Periode 2007-2011 ................................................... 4

1.2. Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Jawa Barat

Tahun 2009-2011 ........................................................................ 9

3.1. Daerah kritis dan penerimaan suatu hipotesis ............................. 68

Page 10: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Pada awal pembangunan ekonomi suatu negara, umumnya perencanaan

pembangunan ekonomi berorientasi pada masalah pertumbuhan, karena

penghalang utama bagi pembangunan negara sedang berkembang salah satunya

adalah terjadinya kekurangan modal. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah

perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi

mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke

periode berikutnya. Menurut Sukirni (2004) dalam analisis makro, tingkat

pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai oleh suatu negara diukur dari

perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara/daerah.

Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik menyatakan pertumbuhan

ekonomi (di daerah diukur dengan pertumbuhan PDRB) bergantung pada

perkembangan faktor-faktor produksi yaitu ; modal, tenaga kerja dan teknologi

(Sukirno, 1994:456).

Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan

nasional yang dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan

sumber daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi

dan kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju

masyarakat madani yang bebas kolusi, korupsi dan nepotisme. Penerapan

ekonomi daerah mulai tahun 2004 sampai sekarang pada dasarnya bertujuan untuk

Page 11: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

mengefisienkan segala kebijakan yang berkaitan tentang urusan daerah, dengan

harapan agar kebijakan yang diambil dapat lebih tepat sasaran dan mampu

menghasilkan manfaat yang lebih besar bagi masing-masing daerah, sehingga

mampu mengalami percepatan pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.

Diharapkan dengan penerapan otonomi daerah pertumbuhan ekonomi lebih baik

dari masa sebelumnya.

Pembangunan ekonomi kabupaten/kota yang berlangsung di Indonesia

berjalan terus menerus dalam upaya untuk memajukan daerahnya. Hal ini

berkaitan dengan adanya kewenangan yang diberikan kepada daerah semenjak

diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Pusat pertumbuhan ekonomi

merupakan salah satu alternatif untuk menggerakan dan memacu pembangunan

guna meningkatkan pendapatan masyarakat.

Provinsi Jawa Barat memiliki latar belakang perbedaan antar wilayah.

Perbedaan ini berupa perbedaan karakteristik alam, sosial, ekonomi, dan sumber

daya alam yang penyebarannya berbeda di setiap wilayah. Perbedaan tersebut

menjadi hambatan dalam pemerataan pembangunan ekonomi dikarenakan

terkonsentrasinya suatu kegiatan perekonomian yang berdampak meningkatnya

pertumbuhan ekonomi di beberapa wilayah yang memiliki sumber daya alam

yang melimpah. Kekayaan alam yang dimiliki seharusnya dapat menjadikan nilai

tambah dalam meningkatkan pembangunan ekonomi. Kelebihan yang dimiliki

tersebut diharapkan memberikan dampak menyebar (trickle down effect ).

Pembangunan di Provinsi Jawa Barat yang berlangsung sacara menyeluruh

dan berkesinanbungan telah meningkatkan perekonomian masyarakat. Pencapaian

Page 12: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

hasil-hasil pembangunan yang dirasakan masyarakat merupakan agregat

pembangunan dari 26 Kabupaten/Kota di Jawa Barat yang tidak terlepas dari

usaha keras bersama-sama antara pemerintah dan masyarakat. Namun di sisi lain

berbagai kendala dalam memaksimalkan potensi sumber daya manusia dan

sumber modal masih dihadapi oleh penentu kebijakan di tingkat provinsi maupun

di kabupaten/kota.

Dalam perbandingan dengan enam provinsi yang terdapat di Pulau Jawa,

laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat pada periode 2007-2011

cenderung berada di atas laju pertumbuhan nasional hanya pada tahun 2009 laju

pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat berada di bawah laju pertumbuhan

ekonomi nasional, hal itu dapat disebabkan dari dampak terjadinya krisis ekonomi

global yang terjadi pada tahun 2008. Berikut tabel perbandingan laju pertumbuhan

ekonomi enam provinsi yang berada di Pulau Jawa.

Tabel 1.1.

Laju Pertumbuhan Ekonomi Enam Provinsi

di Pulau Jawa Tahun 2007-2011 (dalam persen)

No Provinsi 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata

1 DKI Jakarta 6,44 6,23 5,02 6,5 6,71 6,18

2 Jawa Barat 6,48 6,21 4,19 6,2 6,48 5,912

3 Jawa Tengah 5,59 5,61 5,14 5,84 6,01 5,638

4 DI Yogyakarta 4,31 5,03 4,43 4,88 5,16 4,762

5 Jawa Timur 6,11 5,94 5,01 6,68 7,22 6,192

6 Banten 6,04 5,77 4,71 6,08 6,43 5,806

7 Nasional 5,67 5,74 4,77 6,13 6,32 5,726

Page 13: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Dalam diagram batang berikut ini menunjukan perkembangan rata-rata laju

pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Jawa Barat periode tahun 2007-

2011:

Gambar 1.1.

Perkembangan Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat Periode 2007-2011

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Laju pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat

yakni pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 secara umum mengalami

pertumbuhan positif. Pelaksanaan pembangunan ekonomi di semua kabupaten dan

5,10 5,79

5,06 6,52

5,89 5,32

8,39 6,24

6,08 5,60

5,94 8,33

5,27 4,52

3,60 4,60 4,69

5,07 4,66

5,01 4,22

5,17 5,48

4,28 3,97

5,36

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00

Kota BanjarKota Tasikmalaya

Kota CimahiKota DepokKota Bekasi

Kota CirebonKota Bandung

Kota SukabumiKota Bogor

Kab. Bandung BaratKab. Bekasi

Kab. KarawangKab.Purwakarta

Kab. SubangKab. IndramayuKab. Sumedang

Kab. MajalengkaKab. Cirebon

Kab. KuninganKab. Ciamis

Kab. TasikmalayaKab. Garut

Kab. BandungKab. Cianjur

Kab. SukabumiKab. Bogor

persen

Page 14: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

kota Provinsi Jawa Barat memberi efek peningkatan pertumbuhan ekonomi yang

signifikan, yaitu dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi masing-masing

kabupaten dan kota antara 3,60 persen sampai 8,39 persen. Adapun peringkat

daerah yang memiliki rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dari yang terbesar

sampai daerah dengan laju pertumbuhan ekonomi terkecil di jabarkan di tabel di

bawah ini:

Tabel 1.2.

Peringkat Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi

Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat Periode Tahun 2007-2011

Kabupaten/Kota Rata-

Rangking rata-

Kota Bandung 8,39 1

Kab. Karawang 8,33 2

Kota Depok 6,52 3

Kota Sukabumi 6,24 4

Kota Bogor 6,08 5

Kab. Bekasi 5,94 6

Kota Bekasi 5,89 7

Kota Tasikmalaya 5,79 8

Kab. Bandung Barat 5,6 9

Kab. Bandung 5,48 10

Kab. Bogor 5,36 11

Kota Cirebon 5,32 12

Kab. Purwakarta 5,27 13

Kab. Garut 5,17 14

Kota Banjar 5,1 15

Kab. Cirebon 5,07 16

Kota Cimahi 5,06 17

Kab.Ciamis 5,01 18

Kab. Majalengka 4,69 19

Kab. Kuningan 4,66 20

Kab. Sumedang 4,6 21

Kab. Subang 4,57 22

Kab. Cianjur 4,28 23

Kab. Tasikmalaya 4,22 24

Kab. Sukabumi 3,97 25

Page 15: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Kab. Indramayu 3,6 26 Sumber: BPS Jawa Barat

Pertumbuhan ekonomi daerah yang dicerminkan oleh laju laju pertumbuhan

ekonomi menunjukan bahwa kabupaten dan kota yang memiliki rata-rata laju

pertumbuhan ekonomi terbesar adalah Kota Bandung yaitu sebesar 8,39 persen,

dan yang terendah adalah Kab. Indramayu yaitu sebesar 3,6 persen.

Laju pertumbuhan ekonomi, sebagai tolok ukur pertumbuhan suatu

ekonomi regional juga tidak lepas dari peran adanya investasi. Dengan

dilaksanakannya desentralisasi fiskal maka pemerintah daerah diberikan

pelimpahan kewenangan untuk mengurus dan mengatur rumah tangga daerah.

Setiap daerah otonom memiliki keleluasaan untuk mengembangkan potensi dan

aset-aset yang dimiliki, terutama potensi sumber daya alam daerah yang dapat

dijadikan sebagai andalan dalam pengembangan ekonomi daerah secara umum.

Dalam pengembangan aset sumber daya alam di daerah, diperlukan adanya

anggaran atau dana dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam, agar

pengembangannya dapat berjalan sesuai dengan rencana pemanfaatan dan

pengelolaan sumber daya alam yang optimal.

Untuk mendorong pembangunan ekonomi tersebut, salah satu usaha yang

dapat dilakukan oleh pemerintah Provinsi Jawa Barat adalah dengan mendorong

para investor baik investor lokal maupun investor asing untuk melakukan

investasi di Provinsi Jawa Barat, dan diharapkan dapat memberikan peningkatan

pendapatan bagi daerah Jawa Barat. Perkembangan realisasi PMA dan PMDN di

Page 16: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Provinsi Jawa Barat selama periode 2007-2011 dapat dilihat pada tabel berikut

ini:

Tabel 1.3.

Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat

Periode 2007-2011

Tahun PMA (Juta RP) PMDN (Juta Rp)

2007 12.197.398 11.347.889

2008 25.526.575 4.075.170

2009 26.045.415 4.167.417

2010 27.942.072 18.660.542

2011 41.445.630 7.305.546

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Berdasarkan tabel di atas, penanaman modal asing maupun modal dalam

negeri mengalami fluktuasi. Penanaman modal asing mengalami kenaikan

pertahunnya dimulai pada tahun 2007 yakni sebesar 12.197.398 (juta Rp) dan

terbesar pada tahun 2011 sebesar 41.445.630 (juta Rp). Sedangkan penanaman

modal dalam negeri mengalami kenaikan dan penurunan tiap tahunnya, tahun

2008 adalah tahun paling kecil jumlah penanaman modal dalam negeri dalam

kurun waktu tahun 2007-2011 yakni sebesar 4.075.170 (juta Rp).

Salah satu indikator penting lainnya dalam pertumbuhan ekonomi adalah

sumber daya manusia yang ada di suatu wilayah. Penduduk bertambah dari waktu

ke waktu dapat menjadi pendorong maupun penghambat dalam pertumbuhan

ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah tenaga kerja dan

penambahan tersebut memungkinkan suatu daerah untuk menambah produksi.

Page 17: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Namun disisi lain, akibat buruk dari penambahan penduduk yang tidak diimbangi

oleh kesempatan kerja akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi tidak sejalan

dengan peningkatan kesejahteraan. Tabel 1.3 berikut menunjukan jumlah

angkatan kerja menurut kabupaten/kota di Jawa Barat :

Tabel 1.4.

Jumlah Angkatan Kerja Menurut Jenis Kegiatan Utama

Seminggu Yang Lalu di Jawa Barat Tahun 2007-2011

Jenis Kegiatan 2007 2008 2009 2010 2011

Bekerja 15.853.822 16.480.395 16.901.430 16.942.444 17.454.781

Peng.Terbka 2.386.214 2.263.584 2.079.830 1.951.391 1.901.843

Jumlah 18.240.036 18.743.979 18.981.260 18.893.835 19.356.624 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Dalam tabel 1.4 ditunjukan bahwa jumlah orang yang bekerja mengalami

kenaikan dari tahun ke tahun, tahun 2007 menunjukan jumlah orang yang bekerja

sebanyak 15.853.822 orang dan tertinggi di tahun 2011 sebanyak 17.454.781

orang. Sedangkan pengangguran terbuka berlaku sebaliknya mengalami

penurunan dari tahun ke tahun, di tahun 2007 jumlah pengangguran terbuka

mencapai 2.386.214 orang terus menurun sampai dengan tahun 2011 berjumlah

1.901.843 orang. Hal ini menunjukan ketersediaan lapangan pekerjaan baru tiap

tahunnya sehingga terjadi penyerapan tenaga kerja baru.

Indikator penting lainnya dalam pertumbuhan ekonomi adalah tingkat

pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu modal dasar manusia yang harus

dipenuhi, untuk mencapai pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Sektor

pendidikan memainkan peran utama untuk membentuk kemampuan sebuah

negara untuk menyerap teknologi modern dan mengembangkan kapasitas

Page 18: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

produksi serta pembangunan yang berkelanjutan (Todaro,2006). Penduduk yang

berpendidikan tamatan SMA (tamatan SMA dan Perguruan tinggi) diasumsikan

mempunyai keterampilan dan pengetahuan tinggi, sehingga dapat menyerap

teknologi modern dan meningkatkan kapasitas produksi.

Rata-rata lama sekolah penduduk Jawa Barat dapat ditunjukan dalam

gambar diagram berikut ini:

Gambar 1.2.

Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Jawa Barat Tahun 2009-2010

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Dari gambar di atas menunjukan bahwa rata-rata lama sekolah penduduk di

Provinsi Jawa Barat masih relatif rendah, di bawah asumsi penduduk bertamatan

minimal SMA yang memiliki keterampilan dan pengetahuan tinggi. Tahun 2009

rata-rata lama sekolah penduduk Jawa Barat berkisar 7,72 tahun atau setingkat

siswa kelas dua SMP, tahun 2010 rata-rata lama sekolah penduduk Jawa Barat

7,72

8,02

7,55

7,6

7,65

7,7

7,75

7,8

7,85

7,9

7,95

8

8,05

2009 2010

Rata-rata lama sekolah

Page 19: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

berkisar 8,02 tahun atau setingkat kelas tiga SMP. Dari data di atas dapat

disimpulkan bahwa penyerapan siswa di bawah tingkat SMA masih lemah. Hal ini

bisa disebabkan oleh banyak hal bisa berupa kemampuan ekonomi siswa yang

lemah, fasilitas pendidikan yang masih belum memadai, dan tidak meratanya

infrastruktur bidang pendidikan yang ada di wilayah Provinsi Jawa Barat.

Di lihat dari perkembangan indikator-indikator ekonomi tersebut selama

pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah, masih harus diteliti dampak

pertumbuhan investasi, tenaga kerja dan tingkat pendidikan dalam pengaruhnya

terhadap perkembangan kondisi perekonomian di daerah Jawa Barat yaitu,

pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi, sehingga proses pembangunan daerah

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai dan dirasakan oleh

seluruh rakyat Jawa Barat. Oleh karena itu, penelitian ini diberi judul “Pengaruh

Investasi, Tenaga Kerja dan Tingkat Pendidikan Terhadap Pertumbuhan

Ekonomi Jawa Barat”.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada Latar Belakang Masalah di atas, agar lebih terarahnya

pembahasan pada penelitian ini, maka ditetapkan identifikasi masalah, yaitu:

1. Bagaimana pengaruh Investasi, Tenaga Kerja dan Tingkat Pendidikan

terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat ?

2. Bagaimana pola pertumbuhan ekonomi serta klasifikasi pada masing-

masing daerah di Provinsi Jawa Barat menurut Tipologi Klassen ?

Page 20: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

1.3. Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan Identifikasi Masalah yang akan dibahas, maka tujuan

penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh Investasi, Tenaga Kerja dan Tingkat Pendidikan

terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat.

2. Mengetahui pola pertumbuhan ekonomi serta klasifikasi pada masing-

masing daerah di Provinsi Jawa Barat menurut Tipologi Klassen.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan menghasilkan informasi yang dapat dimanfaatkan

oleh pihak-pihak berkepentingan, diataranya:

1. Bagi kepentingan akademis, diharapkan dapat memberikan sumbangan yang

berharga terhadap perkembangan ilmu ekonomi pembangunan;

2. Secara praktis, diharapkan dapat membantu pihak terkait yang

berkepentingan dalam penelitian di atas;

3. Bagi penulis, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan tentang masalah

yang diteliti sehingga dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas

mengenai keselarasan antara fakta dan dasar teori yang digunakan di dalam

penelitian.

Page 21: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Kajian Pustaka

Dalam menganalisis pengaruh investasi, tenaga kerja dan tingkat pendidikan

terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat, penelitian ini mendasarkan pada

teori-teori yang relevan sehingga mendukung bagi tercapainya hasil penelitian

yang ilmiah.

2.1.1. Investasi

2.1.1.1. Definisi Investasi

Dalam perekonomian dikenal istilah investasi dan setiap pelaku usaha akan

mencari peluang-peluang untuk mendapatkan keuntungan, investasi merupakan

bagian dari suatu usaha.

Investasi merupakan faktor yang paling penting untuk mencapai target

pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara atau wilayah. Investasi itu

sendiri tidak lain dari sumber-sumber uang yang semula untuk tujuan konsumtif

diarahkan untuk tujuan produktif. Selain itu penanaman modal merupakan

langkah awal pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman modal

mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, mencerminkan marak

lesunya pembangunan.

Page 22: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Menurut Nurkse, pembentukan modal ialah bahwa masyarakat tidak

mempergunakan seluruh aktifitas produktifnya saat ini untuk kebutuhan dan

keinginan konsumsi, tapi menggunakan sebagian saja untuk pembuatan barang

modal, seperti: perkakas; alat-alat mesin; fasilitas angkutan; pabrik dan segala

macam bentuk modal nyata yang dapat dengan cepat meningkatkan manfaat

upaya produktif. Definisi diatas menyatakan pemupukan modal material dan

mengabaikan modal manusia (M.L. Jhingan, 1994: 419).

Investasi menurut Samuelson dan Nordhaus (1989: 173), perusahaan-

perusahaan mengadakan investasi agar memperoleh laba dan keuntungan. Karena

barang-barang modal berumur lebih dari sekedar satu tahun, maka keputusan

investasi tergantung pada:

a. Tingkat permintaan atas output yang dihasilkan oleh investor baru;

b. Tingkat suku bunga dan pajak yang mempengaruhi biaya investasi;

c. Harapan dan pemikiran kalangan usahawan atas situasi ekonomi di masa

depan.

Investasi juga merupakan wahana tempat dana disimpan dengan harapan-

harapan dapat memelihara/menaikan nilai dan atau memberikan hasil (return)

yang positif (Sentanoe Kertonegoro, 1995:3).

Sedangkan menurut E.A.Koetin (1995:3), investasi dilakukan karena adanya

dorongan mencari keuntungan, atau tidak mau dirugikan karena daya beli yang

semakin menurun apabila memegang uang tunai. Investasi diartikan sebagai

pengeluaran sumber dana yang ada sekarang dengan mengharapkan keutungan di

masa yang akan datang.

Page 23: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Dapat dikatakan investasi adalah usaha untuk meningkatkan modal sendiri

baik melalui investasi berwujud atau tak berwujud untuk memperoleh keuntungan

di masa yang akan datang.

Menurut Nopirin (1987:133), kedudukan investasi dalam pertumbuhan

ekonomi, yaitu kedudukan penanaman modal (investasi), dalam GDP merupakan

total dari produksi nasional dalam jangka panjang waktu tertentu, biasanya satu

tahun. Sedangkan total produksi sangat dipengaruhi oleh kemampuan suatu

negara dalam melaksanakan aktivitas penanaman modal (investasi).

Dalam konteks pembangunan terutama di negara-negara yang sedang

berkembang, investasi merupakan sasaran utama yang kontribusinya sangat

diandalkan dalam mengejar target pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat

terutama dalam mengembangkan tingkat pertumbuhan PDB. Disamping itu

kenaikan dalam investasi suatu negara tidak terlepas dari invetasi asing.

2.1.1.2. Jenis-jenis Investasi

Berdasarkan jenisnya investasi dibagi menjadi dua jenis, yaitu : Pertama

investasi pemerintah, adalah investasi yang dilakukan oleh pemerintah pusat

maupun pemerintah daerah. Pada umumnya investasi yang dilakukan oleh

pemerintah tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan; Kedua investasi

swasta, adalah investasi yang dilakukan oleh sektor swasta nasional yaitu

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ataupun investasi yang dilakukan oleh

swasta asing atau disebut Penanaman Modal Asing (PMA). Investasi yang

dilakukan swasta bertujuan untuk mencari keuntungan dan memperoleh

Page 24: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

pendapatan serta didorong oleh adanya pertambahan pendapatan. Jika pendapatan

bertambah konsumsi pun bertambah dan bertambah pula effective demand.

Investasi timbul diakibatkan oleh bertambahnya permintaan yang sumbernya

terletak pada penambahan pendapatan disebut induced investment.

Dana investasi menurut asalnya terdiri dari dua 2 macam, yaitu: PMA

(Penanaman Modal Asing), jenis investasi yang sumber modalnya berasal dari

luar negeri, sedangkan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) ialah jenis

investasi yang sumber modalnya berasal dari dalam negeri.

Penggolongan investasi berdasarkan pembentukan modal terdiri dari 2 jenis

investasi yaitu: investasi bruto, adalah investasi yang dilakukan oleh pemerintah

yang belum dikurangi depresiasi. Dan investasi neto adalah investasi bruto

dikurangi depresiasi (jumlah perkiraan sejauh mana barang modal telah digunakan

dalam periode yang bersangkutan).

Investasi berdasarkan timbulnya: (1) investasi otonomi berarti pembentukan

modal yang tidak dipengaruhi pendapatan nasional; (2) investasi terpengaruh

(induced investment) investasi yang dipengaruhi oleh pendapatan nasional.

Menurut Sadono Sukirno (2003:5) investasi secara luas bahwa dalam

perhitungan pendapatan nasional, pengertian investasi meliputi: (1) seluruh nilai

pembelian para pengusaha atas barang-barang dan modal dalam pembelanjaan

untuk mendirikan industri-industri; (2) pengeluaran masyarakat untuk mendirikan

rumah tempat tinggal dan (3) pertumbuhan dalam nilai stok barang perusahaan

berupa bahan mentah, barang yang belum selesai diproses dan barang jadi.

Page 25: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

2.1.2. Tenaga Kerja

2.1.2.1. Definisi Tenaga Kerja

Menurut Todaro (2000) pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan

kerja secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu

pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan

menambah tingkat produksi, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar

berarti ukuran pasar domestiknya lebih besar. Meski demikian hal tersebut masih

dipertanyakan apakah benar laju pertumbuhan penduduk yang cepat benar-benar

akan memberikan dampak positif atau negatif kepada pembangunan ekonominya.

Dalam model sederhana tentang pertumbuhan ekonomi, pada umumnya

pengertian tenaga kerja diartikan sebagai angkatan kerja yang bersifat homogen.

Menurut Lewis, angkatan kerja yang homogen dan tidak terampil dianggap bisa

bergerak dan beralih dari sektor tradisional ke sektor modern secara lancar dan

dalam jumlah terbatas. Dalam keadaan demikian panawaran tenaga kerja

mengandung elastisitas yang tinggi. Meningkatnnya permintaan atas tenaga kerja

(dari sektor tradisional) bersumber pada ekspansi kegiatan sektor modern. Dengan

demikian salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ekonomi adalah tenaga

kerja.

Setiap kegiatan produksi yang akan dilaksanakan pasti akan memerlukan

tenaga kerja. Tenaga kerja bukan saja berati buruh yang terdapat dalam

perekonomian. Arti tenaga kerja meliputi juga keahlian dan keterampilan yang

mereka miliki. Dari segi keahlian dan pendidikannya tenaga kerja dibedakan

kepada tiga golongan:

Page 26: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

1. Tenaga kerja kasar, yaitu tenaga kerja yang tidak berpendidikan atau

berpendidikan rendah dan tidak mempunyai keahlian dalam suatu bidang

pekerjaan;

2. Tenaga kerja terampil, yaitu tenaga kerja yang mempunyai keahlian dari

pendidikan atau pengalaman kerja;

3. Tenaga kerja terdidik, yaitu tenaga kerja yang mempunyai pendidikan

yang tinggi dan ahli dalam bidang-bidang tertentu.

Menurut Payaman J. Simanjuntak (1995:75) faktor produksi tenaga kerja

merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses

produksi, bukan hanya dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi kualitas dan

macam tenaga kerja. Spesialisasi dan pembagian kerja menimbulkan peningkatan

produktivitas. Keduanya membawa kearah ekonomi produksi skala besar yang

selanjutnya membantu perkembangan industri, pembagian kerja menghasilkan

pembagian kemampuan produksi para pekerja, setiap pekerja menjadi lebih

efisien daripada sebelumnya. Akhirnya produksi meningkatkan berbagai hal, jika

produksi naik, pada akhirnya laju pertumbuhan ekonomi juga akan naik.

Menurut BPS penduduk berumur 10 tahun ke atas terbagi sebagai Angkatan

Kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja dikatakan bekerja bila mereka

melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh

pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit 1 (satu) jam

secara kontinu selama seminggu yang lalu. Sedangkan penduduk yang tidak

bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan disebut menganggur (Budi Santosa,

2001).

Page 27: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Jumlah angkatan kerja yang bekerja merupakan gambaran kondisi dari

lapangan kerja yang tersedia. Semakin bertambah besar lapangan kerja yang

tersedia maka akan menyebabkan semakin meningkatkan total produksi di suatu

daerah.

2.1.2.2. Teori Ketenagakerjaan

Ada beberapa teori penting yang berkaitan dengan masalah ketenagakerjaan

diantaranya adalah teori Lewis (1959) yang mengemukakan bahwa kelebihan

pekerja merupakan kesempatan dan bukan merupakan suatu masalah. Kelebihan

pekerja satu sektor akan memberikan andil terhadap pertumbuhan output dan

penyediaan pekerja di sektor lain. Kemudian menurut teori Fei-Ranis (1961) yang

berkaitan dengan negara berkembang yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

kelebihan buruh; sumber daya alamnya belum dapat diolah; sebagian

penduduknya bergerak di sektor pertanian; banyak pengangguran; dan tingkat

pertumbuhan penduduk yang tinggi. Menurut Fei-Ranis ada tiga tahap dalam

kondisi kelebihan buruh. Pertama, dimana pengangguran semu dialihkan ke sektor

industri dengan upah institusional yang sama. Kedua, tahap dimana pekerjaan

pertanian menambah output tetapi memproduksi lebih dari upah institusional yang

mereka peroleh dialihkan pula ke sektor industri. Ketiga, dimana tahap ditandai

awal pertumbuhan swasembada pada saat buruh pertanian menghasilkan output

lebih daripada perolehan upah konstitusional.

Sedangkan menurut Mankiw (1992), membedakan tenaga kerja (labour)

menjadi dua yaitu tenaga kerja berpendidikan (educated) dan tidak berpendidikan

Page 28: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

(uneducated). Disini tenaga kerja berpendidikan (educated labour) diindikasikan

dengan proporsi angkatan kerja yang memiliki tingkat pendidikan lanjutan

(proportion of the labour force with secondary education).

Salah satu masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan kerja adalah

ketidakseimbangan antara permintaan tenaga kerja (demand for labour) dan

penawaran tenaga kerja (supply for labour), pada suatu tingkat upah

(Kusumosuwidho, 1981). Ketidakseimbangan tersebut dapat berupa lebih

banyaknya penawaran permintaan terhadap tenaga kerja (adanya excess of labour)

atau lebih banyaknya permintaan di banding penawaran tenaga kerja (adanya

excess demand for labour).

2.1.3. Tingkat Pendidikan

2.1.3.1. Pengertian Modal Manusia

Menurut Romer (1991), modal manusia merujuk pada stok pengetahuan dan

keterampilan berproduksi seseorang. Pendidikan adalah satu cara dimana individu

meningkatkan modal manusianya. Semakin tinggi pendidikan seseorang,

diharapkan stok modal manusianya semakin tinggi.

Efek limpahan ilmu pengetahuan adalah kondisi peningkatan produktivitas

dalam suatu konsentrasi spasial industri sebagai akibat adanya tranfer ilmu

pengetahuan dan teknologi dari perusahaan lain di sekitarnya. Efek ini dapat

terjadi dalam bentuk eksternalitas modal manusia, atau disebut juga sebagai

limpahan modal manusia.

Page 29: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Efek limpahan ilmu pengetahuan dapat terjadi dalam bentuk efek limpahan

modal manusia. Karena itu ilmu pengetahuan dapat melimpah, baik melalui

interaksi formal maupun non-formal antar pekerja akibat kedekatan secara

geografis. Keberadaan akumulasi ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seluruh

modal manusia dalam suatu area mengakibatkan efek eksternal terhadap

peningkatan produktivitas.

Menurut Dr. Nazili Shaleh Ahmad (1982:4), “Pendidikan itu merupakan

kegiatan proses belajar mengajar yang sistem pendidikannya senantiasa berbeda

dan berubah-ubah, dari masyarakat yang satu kepada masyarakat yang lain”.

Pendapat lain tentang pengertian pendidikan dikemukakan oleh John S.

Brubacher yang dikutip Sumitro (1998:17) menyatakan bahwa; “Pendidikan

adalah proses potensi-potensi, kemampuan-kemampuan, kapasitas-kapasitas

manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan, disempurnakan

dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, dengan alat (media) yang disusun

sedemikian rupa, dan digunakan oleh manusia untuk menolong orang lain atau

dirinya sendiri dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan”. Pengertian

pendidikan bila dikaitkan dengan penyiapan tenaga kerja menurut Umar

Tirtarahardja dan La Sulo (1994:37), “Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja

diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal

dasar untuk bekerja”. Sebagaimana dikemukakan oleh Soedarmayanti (2001:32)

bahwa melalui pendidikan, seseorang dipersiapkan untuk memiliki bekal agar siap

tahu, mengenal dan mengembangkan metode berpikir secara sistematik agar dapat

memecahkan masalah yang akan dihadapi dalam kehidupan dikemudian hari.

Page 30: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Menurut Azwani Kartoyo (1992,7) pada hakekatnya pendidikan merupakan

usaha dasar manusia untuk mengembangkan kepribadian dan meningkatkan

kemampuan di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Secara

ekonomi pendidikan merupakan suatu usaha investasi di dalam modal manusia.

Dikatakan demikian karena investasi adalah konsumsi yang ditandai waktunya

tapi tidak untuk masa lain akan tetapi untuk masa yang akan datang konsumsi

tersebut dapat dirasakan.

2.1.3.2. Pendidikan

Keberhasilan pembangunan dilihat dari indikator kinerja sektor pendidikan

adalah adanya kesempatan bagi masyarakat usia didik untuk mendapatkan

pendidikan yang layak secara kualitas dan kuantitas. Dari sisi kualitas, indikator

ini secara operasional dapat dilihat dari rasio masyarakat usia didik yang

mendapatkan pendidikan dan masyarakat usia didik yang tidak mendapatkan

pendidikan. Rasio ini secara teoritis berkorelasi positif dengan daya serap murid

terhadap meteri ajaran yang diberikan. Artinya, makin tinggi rasio guru terhadap

murid, makin baik daya serap murid terhadap materi yang diajarkan, sehingga

makin tinggi kualitas pendidikan yang didapat (BPS IPM Kabupaten Bandung

Barat Tahun 2008).

Page 31: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

2.1.4. Pertumbuhan Ekonomi

2.1.4.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan target yang ingin dicapai oleh

perekonomian dalam jangka panjang, dan semaksimal mungkin konsisten dengan

pertumbuhan ekonomi jangka pendek. Pertumbuhan ekonomi dapat menerangkan

dan sekaligus dapat mengukur prestasi perkembangan suatu perekonomian.

Dalam aktivitas ekonomi secara aktual, pertumbuhan ekonomi (economic growth)

berarti terjadinya perkembangan ekonomi secara fiskal yang terjadi di suatu

negara, seperti : (1) pertambahan jumlah dan produksi barang industri; (2)

perkembangan infrastruktur; dan (3) pertambahan produksi hasil dari kegiatan-

kegiatan ekonomi yang berlangsung dalam satu periode tertentu, misalnya satu

satu tahun (Dumairy, 2000: 144).

Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi mempunyai arti yang

sedikit berbeda, meskipun keduanya sering dianalogikan sama. Keduanya

menerangkan mengenai perkembangan ekonomi yang berlaku atau secara aktual

terjadi. Tetapi sebenarnya penggunaan kedua istilah tesebut dapat dilakukan

dalam konteks yang berbeda. Pertumbuhan digunakan sebagai suatu ungkapan

yang umum yang menggambarkan tingkat perkembangan suatu negara atau

daerah, yang diukur melalui pertumbuhan (% pertumbuhan output agregat,

seperti: PDB) dari pendapatan nasional riil. Nilai tersebut dapat dikonstankan

berdasarkan tahun dasar tertentu, terutama untuk melihat adanya faktor kenaikan

harga-harga atau inflasi (Sadono Sukirno, 1995:415).

Page 32: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Dari sejumlah literatur ekonomi, penggunaan istilah pertumbuhan ekonomi

dan pembangunan ekonomi sering dilakukan secara bersamaan. Istilah

pertumbuhan ekonomi digunakan untuk menyatakan perkembangan ekonomi di

negara-negara maju sedangkan pembangunan ekonomi digunakan untuk

menyatakan perkembangan ekonomi di negara berkembang. Berikut adalah

beberapa definisi mengenai pertumbuhan ekonomi menurut pendapat para ahli.

Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian

yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi oleh masyarakat bertambah,

sehingga kemakmuran masyarakat meningkat (Sadono Sukirno, 199: 79).

Pertumbuhan ekonomi dalam arti luas adalah proses peningkatan produksi

barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat, pertumbuhan menyangkut

perkembangan yang berdimensi tunggal dan diukur dengan meningkatnya hasil

produksi dan pendapatan. Dalam pertumbuhan ditelaah proses produksi yang

melibatkan sejumlah jenis produksi dengan menggunakan sejumlah sarana

produksi tertentu. Pertumbuhan ekonomi dalam arti terbatas yaitu peningkatan

produksi dan pendapatan, bisa saja berlangsung tanpa terwujudnya pembangunan

misalnya pada jaman penjajahan (Irawan dan M. Suparmoko, 1993: 79).

Pertumbuhan ekonomi adalah menelaah faktor-faktor tertentu dari

pertumbuhan output jangka menengah dan jangka panjang, faktor-faktor penentu

pertumbuhan adalah tenaga kerja penuh, teknologi tinggi, akumulasi modal yang

cepat, dan tabungan sebagai investasi yang tergantung pada besarnya pendapatan

masyarakat (Rudiger Dornbusch dan Stanley Fischer. 1996: 603).

Page 33: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Pertumbuhan ekonomi menurut Simon Kuznet (M.L. Jhingan, 1993:72)

adalah kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyaknya jenis

barang-barang ekonomi kepada penduduknya, kemampuan ini tumbuh sesuai

dengan kemajuan ekonomi, penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang

diperlukan. Definisi di atas memiliki tiga komponen pengertian: Pertama,

pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus

menerus persediaan barang. Kedua, teknologi maju merupakan faktor utama

dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan dalam

penyediaan aneka macam barang kepada penduduk. Ketiga, penggunaan teknologi

secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembangaan

dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat

manusia dapat dimanfaatkan secara tepat.

Sementara itu, menurut beberapa ahli ekonomi, pengertian pertumbuhan

ekonomi adalah kenaikan dalam nilai PDB tanpa memandang apakah kenaikan itu

lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk. Dalam

penggunaan yang lebih umum, istilah pertumbuhan ekonomi biasanya digunakan

untuk menyatakan kegiatan di negara maju (Sadono Sukirno, 2000:14).

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan

merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi. Karena

penduduk bertambah terus dan berarti kebutuhan ekonomi juga bertambah terus,

maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun. Hal ini hanya bisa didapat

lewat peningkatan output agregat (barang dan jasa) atau Produk Domestik Bruto

(PDB) setiap tahun (Tulus Tambunan, 2001:2).

Page 34: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Pengertian PDB adalah suatu indeks harga yang mengukur tingkat harga

dari sejumlah barang yang dihasilkan di dalam sebuah perekonomian yang dibeli

oleh rumah tangga, perusahaan, pemerintah, dan luar negeri (Muana Nanga,

2005:28).

PDB juga merupakan nilai barang dan jasa yang diproduksi dalam negara

dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh penduduk negara

tersebut dan penduduk/perusahaan negara lain (Sadono Sukirno, 2000:35).

Pegertian PDB menurut BPS, yaitu penjumlahan nilai tambah bruto (gross

value added) dari seluruh sektor perekonomian di dalam suatu daerah/wilayah

dalam periode tertentu, biasanya satu tahun. Yang dimaksud dengan nilai tambah

adalah selisih nilai produksi (output) dengan biaya antara (intermediate input).

Nilai tambah yang dihasilkan akan sama dengan balas jasa faktor produksi yang

ikut serta dalam proses produksi.

PDB dapat dihitung dengan dua cara, yaitu atas harga dasar berlaku

menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga

pada tahun yang bersangkutan, sedangkan PDB atas harga konstan

menggambarkan nilai tambah barang dan jasa tersebut berdasarkan harga pada

suatu tahun tertentu (tahun dasar) (BPS, 2001).

Lebih lanjut pertumbuhan ekonomi merupakan perubahan tingkat kegiatan

ekonomi yang berlaku dari tahun ke tahun. Oleh sebab itu, untuk mengetahui

tingkat pertumbuhan ekonomi harus diperbandingkan pendapatan nasional yang

merujuk pada PDB dari tahun ke tahun. Dalam membandingkannya, perlu

disadari bahwa perubahan nilai pendapatan nasional PDB dipengaruhi oleh faktor

Page 35: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

perubahan harga-harga. Rumusan perhitungan pertumbuhan ekonomi adalah:

(Sadono Sukirno 2002:19)

( )

Dimana:

Δ PDB = pertumbuhan ekonomi atas dasar perubahan PDB (%)

= nilai PDB tahun t

= nilai PDB tahun sebelumnya

Perlu diperhatikan, untuk menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi, data

PDB yang digunakan adalah data PDB atas dasar harga konstan. Dengan

menggunakan data atas harga konstan, maka pertumbuhan PDB semata-mata

hanya mencerminkan pertumbuhan output yang dihasilkan perekonomian pada

periode tertentu. Sebab dengan menggunakan data PDB atas dasar harga konstan

pengaruh perubahan harga terhadap nilai PDB (atas dasar harga berlaku), telah

dihilangkan.

Pengamatan terhadap perubahan beberapa variabel atau indikator ekonomi

makro seperti PDB, dipercaya bisa membantu investor dalam meramalkan apa

yang akan terjadi pada perubahan pasar modal (Eduardus Tendelilin, 2001:216).

Page 36: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

PDB sebagai indikator ekonomi dapat dimanfaatkan untuk memberikan

gambaran situasi ekonomi suatu wilayah, diantaranya:

1. PDB atas dasar harga berlaku nominal menunjukan kemampuan sumber daya

ekonomi yang dihasilkan oleh suatu wilayah. Nilai PDB yang besar

menunjukan sumber daya ekonomi yang besar;

2. PDB harga berlaku menunjukan pendapatan yang memungkinkan dapat

dinikmati oleh penduduk suatu wilayah;

3. PDB atas dasar harga konstan (riil) dapat digunakan untuk menunjukan laju

pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan maupun sektoral dari tahun ke

tahun;

4. Distribusi PDB atas dasar harga berlaku menurut sektor menunjukan struktur

perekonomian yang menggambarkan peranan sektor ekonomi dalam suatu

wilayah. Sektor-sektor ekonomi yang mempunyai peran yang besar

menunjukan basis perekonomian yang mendominasi wilayah tersebut;

5. PDB perkapita atas dasar harga konstan berguna untuk memenuhi

pertumbuhan nyata ekonomi perkapita.

Indikator yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi di suatu

daerah/provinsi adalah tingkat pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB). Ada beberapa alasan yang mendasari pemilihan pertumbuhan PDRB dan

bukan indikator lainnya seperti misalnya, pertumbuhan Produk Nasional Bruto

(PNB) sebagai indikator pertumbuhan. Alasan-alasan tersebut adalah:

1. PDRB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh aktivitas

produksi di dalam perekonomian dalam suatu daerah/provinsi. Hal ini

Page 37: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

berarti peningkatan PDRB juga mencerminkan peningkatan balas jasa

kepada faktor produksi yang digunakan dalam aktivitas produksi tersebut.

2. PDRB dihitung atas dasar konsep aliran (flow concept), artinya perhitungan

PDRB hanya mencakup nilai produk yang dihasilkan pada satu periode

tertentu. Perhitungan ini tidak mencakup nilai produk yang dihasilkan pada

periode sebelumnya. Pemanfaatan konsep aliran guna menghitung PDRB,

memungkinkan kita untuk membandingkan jumlah output yang dihasilkan

pada tahun ini dengan tahun sebelunnya.

3. Batas wilayah perhitungan PDRB adalah suatu provinsi. Hal ini

memungkinkan kita untuk mengukur sejauh mana kebijaksanaan-

kebijaksanaan ekonomi yang diterapkan pemerintah daerah mampu

mendorong aktivitas perekonomian domestik.

2.1.4.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi

Dalam bukunya The Theory of Economic Developtment, Schumpeter

menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak akan terjadi secara terus-menerus

tetapi mengalami keadaan dimana adakalanya berkembang dan pada seketika lain

mengalami kemunduran. Konjungtur tersebut disebabkan oleh kegiatan para

pengusaha (enterpreneur) melakukan inovasi dan pembaharuan dalam kegiatan

mereka menghasilkan barang dan jasa. Untuk mewujudkan inovasi yang seperti

ini investasi akan dilakukan, dan penambahan investasi akan meningkatkan

kegiatan ekonomi (Sadono Sukirno, 2000:449).

Page 38: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Berikut ini adalah teori-teori pertumbuhan yang dikemukakan oleh beberapa

pakar ekonomi:

1. Teori Pertumbuhan Klasik

2. Teori Pertumbuhan Harrod-Domar

3. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik

2.1.4.2.1. Teori Pertumbuhan Klasik

Teori ini muncul di masa revolusi industri (akhir abad ke-18) dan awal

permulaan abad ke-19 dimana sistem liberal mendominasi dalam perekonomian.

1. Adam Smith

2. David Ricardo

3. Thomas Robert Malthus

1. Adam Smith

Menurut Smith pertumbuhan bersifat kumulatif, artinya jika ada pasar yang

cukup dan akumulasi kapital, akan ada pembagian kerja dengan produktivitas

tenaga kerja menaik. Kenaikan ini menyebabkan pendapatan nasional naik untuk

kemudian memperbesar jumlah penduduk dan memperluas pasar. Perkembangan

berhenti oleh karena sumber alam terbatas jumlahnya, disamping berlakunya

hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang (The Law Of Diminishing

Return).

Adam Smith menolak campur tangan pemerintah dalam pengelolaan sistem

perekonomian. Pengelolaan sistem perekonomian hendaknya diserahkan

sepenuhnya kepada masyarakat (para pelaku ekonomi) dengan mekanisme

Page 39: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

pasarnya, dimana masyarakat (konsumen dan produsen) dapat menentukan harga

pasar berdasarkan hukum permintaan dan penawaran (hukum ekonomi pasar)

(Riyadi dan Deddy Supriady, 2004:51).

2. David Ricardo

Menurut Ricardo masyarakat ekonomi dibagi menjadi tiga golongan, yaitu

golongan kapitalis, dan golongan buruh, dan golongan tuan tanah. Sesuai dengan

penggolongan di atas maka pendapatan nasional dibagi menjadi tiga, yaitu: upah,

sewa dan keuntungan.

3. Thomas Robert Malthus

Menurutnya, kenaikan jumlah penduduk akan menimbulkan permintaan,

dan hal ini merupakan unsur penting yang perlu diperhatikan. Disamping itu, juga

harus diikuti dengan kemajuan faktor perkembangan lainnya. Untuk mendukung

perkembangan ekonomi dibutuhkan kenaikan kapital untuk investasi, dimana

kapital tersebut didapat dari tabungan. Tetapi investasi ini dihambat oleh

kurangnya permintaan efektif yang disebabkan oleh pertambahan penduduk yang

menekan upah.

Selain itu pendapat yang diterima ada yang ditabungkan karena tidak

dikonsumsi seluruhnya. Oleh karena itu, Malthus merasa pesimis terhadap

pertumbuhan ekonomi.

Page 40: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

2.1.4.2.2. Teori Pertumbuhan Harrod-Domar

Menurutnya setiap upaya untuk tinggal landas mengharuskan adanya

mobilisasi tabungan dan luar negeri dengan maksud untuk menciptakan investasi

yang cukup, untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Teori Harrod-Domar mengingatkan kita bahwa sebagai akibat investasi

yang dilakukan tersebut pada masa berikutnya kapasitas barang-barang modal

dalam perekonomian akan bertambah (Sadono Sukirno, 2000:450).

Menurut Harrod-Domar (Sadono Sukirno, 1985:286) pada hakekatnya

investasi berusaha untuk menunjukan syarat yang diperlukan agar terjadi

pertumbuhan yang mantap atau Steady Growth yang dapat didefinisikan sebagai

pertumbuhan yang akan selalu menciptakan penggunaan sepenuhnya alat-alat

modal yang akan selalu berlaku dalam perekonomian.

Inti dari pertumbuhan Harrod-Domar adalah suatu realisasi jangka pendek

antara peningkatan investasi (pembentukan kapital) dan pertumbuhan ekonomi.

Dua variabel fundamental dari model ini adalah pembentukan kapital (investasi)

dan ICOR (incremental capital output ratio). Jika Y=output, K=stok kapital, dan

I=investasi, maka ICOR adalah (ΔK/ΔY), penambahan kapital dibagi

pertumbuhan output, sama seperti (I/ΔY), sejak ΔK=I dalam definisi.

Model Harrod-Domar ini adalah suatu modifikasi yang didasari pada model

masing-masing dari Domar dan Harrod. Model Domar lebih memfokuskan pada

laju pertumbuhan investasi (ΔI/I). Di dalam modelnya, investasi (I) ditetapkan

harus tumbuh atas suatu persentase yang konstan, sejak marginal propensity to

Page 41: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

save, yakni rasio dari pertumbuhan tabungan (S) terhadap peningkatan pendapatan

(Y), dan ICOR keduanya konstan.

Teori Harrod-Domar memperlihatkan kedua fungsi dari pembentukan modal

dalam kegiatan ekonomi. Dalam teorinya pembentukan modal dipandang sebagai

pengeluaran yang akan menambah kesanggupan suatu perekonomian untuk

menghasilkan barang, maupun sebagai pengeluaran yang akan menambah

permintaan efektif seluruh masyarakat. Artinya apabila pada suatu masa tertentu

dilakukan sejumlah pembentukan modal, maka pada masa berikutnya

perekonomian tersebut mempunyai kesanggupan yang lebih besar untuk

menghasilkan barang-barang, disamping itu Harrod-Domaar menganggap pula

bahwa pertambahan dalam kesanggupan memproduksi itu tidak secara sendirinya

akan menciptakan pertambahan produksi dan kenaikan pendapatan nasional.

Dengan demikian, walaupun kapasitas memproduksi bertambah, pendapatan

nasional baru akan bertambah dan pertumbuhan ekonomi akan tercipta, apabila

pengeluaran masyarakat mengalami kenaikan kalau dibandingkan dengan masa

sebelumnya.

Dalam teorinya Harrod-Domar menggunakan beberapa pemisalan berikut:

1. Pada tahap permulaan perekonomian telah mencapai tingkat kesempatan

kerja penuh dan alat-alat modal yang tersedia dalam masyarakat

sepenuhnya dipergunakan;

2. Perekonomian terdiri dari dua sektor, yaitu sektor rumah tangga dan sektor

perusahaan, berarti pemerintahan dan perdagangan luar negeri tidak

termasuk;

Page 42: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

3. Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsionil dengan pendapatan

nasional, dan keadaan ini berarti bahwa fungsi tabungan dinilai dari titik

nol;

4. Kecondongan menabung batas besarnya tetap, dan begitu juga

perbandingan diantara modal degan jumlah produksi yang lazim disebut

rasio modal produksi (Capital Output Ratio) dan perbandingan diantara

pertambahan modal dengan jumlah pertambahan produksi yang lazim

disebut rasio pertambahan modal produksi (Incremental Capital Outout

Ratio).

Pokok penjelasan dari teori tersebut bahwa penanaman modal yang

dilakukan masyarakat dalam waktu tertentu digunakan untuk dua tujuan. Pertama

untuk mengganti alat-alat modal yang tidak dapat digunakan lagi. Kedua untuk

memperbesar jumlah alat-alat modal yang tersedia dalam masyarakat.

2.1.4.2.3. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik

Teori ini menyatakan perlunya teknologi dalam rangka mencapai

pertumbuhan ekonomi. Unsur ini diyakini akan berpengaruh terhadap

pertumbuhan ekonomi suatu negara. Menurut kaum neo-klasik, laju pertumbuhan

ekonomi ditentukan oleh pertambahan dalam penawaran faktor-faktor produksi

dan tingkat kemajuan teknologi. Pendapat ini sepenuhnya berpangkal pada

pemikiran aliran klasik yang menyatakan bahwa perekonomian akan tetap

mengalami tingkat kesempatan kerja penuh dan kapasitas alat-alat modal akan

tetap sepenuhnya digunakan dari masa ke masa.

Page 43: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Dalam teori ini, teknologi dianggap sebagai faktor eksogen yang tersedia

untuk dimanfaatkan oleh semua negara di dunia. Dalam perekonomian yang

terbuka, semua faktor produksi dapat berpindah secara leluasa dan teknologi dapat

dimanfaatkan oleh setiap negara, maka pertumbuhan ekonomi semua negara di

dunia akan konvergen, yang berarti kesenjangan akan berkurang (Kartasasmita,

1997:12).

Robert Solow dan Trevor Swan secara sendiri-sendiri mengembangkan

model pertumbuhan ekonomi yang sekarang dikenal dengan model pertumbuhan

Neo-Klasik. Asumsi yang melandasi model Neo-Klasik adalah:

1. Tenaga kerja tumbuh dengan laju pertumbuhan tertentu, misal P per

tahun;

2. Adanya fungsi produksi yang berlaku pada setiap periode;

3. Ada kecenderungan menabung oleh masyarakat yang dinyatakan sebagai

proporsi (S) tertentu dari Output (Q). Tabungan masyarakat (S=SQ) bila

Q naik S juga naik, S turun bila Q turun;

4. Semua tabungan masyarakat diinvestasikan, sehingga S=I=K. Dengan

demikian proses pertumbuhan dalam model Neo-Klasik memenuhi syarat

Waranted rate of Growth, adanya keseimbangan di pasar barang.

Proses pertumbuhan ekonomi akan tergantung dalam pertambahan penyedia

faktor produksi (penduduk, tenaga kerja dan akumulasi modal serta tingkat

kemajuan teknologi). Pandangan ini didasari oleh anggapan klasik, bahwa

perekonomian akan tetap mengalami tingkat pekerjaan penuh (full employment),

dan kapasitas peralatan modal akan tetap sepenuhnya digunakan sepanjang waktu.

Page 44: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

2.1.5. Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi

Investasi bagian dari pendapatan nasional akan mempengaruhi besar

kecilnya pendapatan nasional, dimana investasi yang dilakukan dengan cara

membuka sektor-sektor usaha baru yang mengakibatkan meningkatnya output dan

kesempatan kerja. Hubungan kenaikan investasi dengan peningkatan pendapatan

nasional oleh Keynes disebut multiplier. Hubungan tersebut dapat dilihat dari alur

berikut ini

Multiplier memperlihatkan hubungan antar investasi, konsumsi dan

pendapatan terhadap kecenderungan konsumsi. Ini berarti kalau investasi agregat

meningkat maka pendapatan akan naik sebesar (K) kali kenaikan investasi.

Dimisalkan model perekonomian yang dipakai adalah model perekonomian dua

sektor, maka penjelasannya sebagai berikut:

ΔY = Perubahan Pendapatan yang disebabkan adanya perubahan investasi

= multiplier effect

b = MPC ( Marginal Propensity to Consume =

)

ΔI = Perubahan Investasi

ΔY

b ΔI

Page 45: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

2.1.6. Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi

Todaro (2000) menyebutkan bahwa pertumbuhan penduduk dan

pertumbuhan tenaga kerja secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor

positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar

berarti akan menambah tingkat produksi, sedangkan pertumbuhan penduduk yang

lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih besar. Meski demikian hal

tersebut masih dipertanyakan apakah benar laju pertumbuhan penduduk yang

cepat benar-benar akan memberikan dampak positif atau negatif dari

pembangunan ekonominya. Selanjutnya dikatakan bahwa pengaruh positif atau

negatif dari pertumbuhan penduduk tergantung pada kemampuan sistem

perekonomian daerah tersebut dalam menyerap dan secara produktif

memanfaatkan pertambahan tenaga kerja tersebut.

Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi modal

dan tersedianya input dan faktor penunjang seperti kecakapan manajerial dan

administrasi. Dalam model sederhana tentang pertumbuhan ekonomi, pada

umumnya pengertian tenaga kerja diartikan sebagai angkatan kerja yang bersifat

homogen. Menurut Lewis (1945) dalam Todaro (2004) angkatan kerja yang

homogen dan tidak terampil dianggap bisa bergerak dan beralih dari sektor

tradisional ke sektor modern secara lancar dan dalam jumlah terbatas. Keadaan

demikian, penawaran tenaga kerja mengandung elastisitas yang tinggi.

Meningkatnya permintaan atas tenaga kerja (dari sektor tradisional) bersumber

pada ekspansi kegiatan sektor modern. Dengan demikian salah satu faktor yang

berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi adalah tenaga kerja.

Page 46: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

2.1.7. Tingkat Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi

Sadono sukirno (2004) menjelaskan bahwa pendidikan merupakan satu

investasi yang sangat berguna untuk pertumbuhan ekonomi. Di satu pihak untuk

memperoleh pendidikan diperlukan waktu dan uang. Pada masa selanjutnya

setelah pendidikan diperoleh, masyarakat dan individu akan memperoleh manfaat.

Individu yang memperoleh pendidikan tinggi cenderung memperoleh pendapatan

yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang tidak berpendidikan tinggi.

Semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi pula pendapatan yang diperoleh.

Peningkatan dalam pendidikan memberi beberapa manfaat dalam

mempercepat pertumbuhan ekonomi yaitu manajemen perusahaan-perusahaan

modern yang dikembangkan semakin efisien, penggunaan teknologi modern

dalam kegiatan ekonomi dapat lebih cepat berkembang, pendidikan yang lebih

tinggi meningkatkan daya pemikiran masyarakat.

Teori pertumbuhan baru menekankan pentingnya peranan pemerintah

terutama dalam meningkatkan pembangunan modal manusia (human capital)

dalam rangka mendorong dan meningkatkan produktifitas, dimana pertumbuhan

produktifitas tersebut pada gilirannya merupakan motor penggerak pertumbuhan.

Modal manusia dalam terminologi ekonomi digunakan untuk bidang pendidikan

dan berbagai kapasitas manusia lainnya, yang ketika bertambah dapat

meningkatkan produktivitas. Pendidikan memainkan kunci dalam kemajuan

perekonomian di suatu negara. Pendidikan merupakan alat untuk mengadopsi

teknologi modern, sehingga dapat meningkatkan kapasitas produksi dalam

perekonomian. Pendidikan juga dapat dilihat sebagai komponen vital dalam

Page 47: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

pertumbuhan dan pembangunan sebagai input bagi fungsi produksi agregat

(Todaro,2002).

Samuelson dan Nordhaus (2001) menyebutkan bahwa input tenaga kerja

terdiri dari kuantitas dan keterampilan tenaga kerja. Banyak ekonom percaya

bahwa kualitas input tenaga kerja yakni keterampilan, pengetahuan dan disiplin

tenaga kerja, merupakan elemen paling penting dalam pertumbuhan ekonomi.

Suatu negara yang mampu membeli berbagai peralatan canggih tapi tidak

mempekerjakan tenaga kerja terampil dan terlatih tidak akan dapat memanfaatkan

barang-barang modal tersebut secara efektif. Peningkatan melek huruf dan disiplin

serta kemampuan menggunakan komputer sangat meningkatkan produktivitas

tenaga kerja.

Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia

merupakan hubungan dua arah yang kuat. Di satu sisi pertumbuhan ekonomi

menyediakan sumber-sumber yang memungkinkan terjadinya perkembangan

secara berkelanjutan dalam pembangunan manusia. Sementara sisi lain

pengembangan dalam kualitas modal manusia merupakan kontributor penting

bagi pertumbuhan ekonomi.

2.2. Tinjauan Penelitian Sebelumnya

2.2.1. Penelitian Deddy Rustiono, SE

Deddy Rustiono, SE melakukan penelitian dengan judul “Analisis

Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, Dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap

Page 48: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Jawa Tengah”. Penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis pengaruh PMA, PMDN, jumlah angkatan kerja dan jumlah

pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di provinsi Jawa Tengah.

Penelitiannya dilakukan dengan data time series selama 12 tahun dari tahun 1985

sampai tahun 2006. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif untuk

menjelaskan keadaan dan temuan-temuan di lapangan. Selain analisis deskriptif

beberapa item yang dapat memperkuat analisis kualitatif dilakukan analisis

dengan menggunakan alat statistik yang sesuai.

Hasil dari penelitian ini yaitu : (1) pengaruh PMA, PMDN, angkatan kerja

dan pengeluaran pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa

Tengah menunjukan hubungan yang signifikan; (2) adanya krisis ekonomi tahun

1997 menyebabkan perbedaan yang nyata antara keadaan sebelum dan sesudah

terjadinya krisis ekonomi dan memberikan dampak yang negatif atau

menyebabkan penurunan kapasitas output.

2.2.2. Penelitian Dwi Suryanto

Dwi Suryanto melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh

Tenaga Kerja, Tingkat Pendidikan, dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Di Subosukawonosraten Tahun 2004-2008”. Penelitiannya

bertujuan untuk menganalisis pengaruh tenaga kerja, tingkat pendidikan dan

pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Subosukawonosraten

tahun 2004-2008. Penelitian ini menggunakan data time series selama 5 tahun dari

Page 49: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

tahun 2004-2008 dan data cross-section sebanyak 7 data mewakili kawasan

Subosukawonosraten yang menghasilkan 35 observasi. Penelitian ini

menggunakan salah satu asumsi FEM yaitu koefisien slope konstan tetapi

intersepnya bervariasi antar individu, sehingga bentuk modelnya fixed effect.

Model fixed effect harus memasukan variabel dummy, hai ini untuk menyatakan

perbedaan intersep.

Hasil penelitian ini adalah variabel tenaga kerja, tingkat pendidikan dan

pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi di kawasan Subosukawonosraten.

2.3. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

Pertumbuhan ekonomi merupakan target yang ingin dicapai oleh

perekonomian suatu negara/daerah dalam jangka panjang, dan semaksimal

mungkin konsisten dengan pertumbuhan ekonomi jangka pendek, tujuannya tidak

lain untuk mewujudkan masyarakat yang makmur dan sejahtera.

Pertumbuhan ekonomi berarti terjadinya perkembangan ekonomi yang

berkelanjutan di suatu negara, seperti pertambahan produksi hasil dari kegiatan

ekonomi yang berlangsung dalam satu periode tertentu. Laju pertumbuhan

ekonomi ditentukan faktor-faktor tertentu dari pertumbuhan output jangka

menengah dan jangka panjang, faktor-faktor penentu pertumbuhan adalah tenaga

kerja penuh, teknologi tinggi, akumulasi modal yang cepat, dan tabungan sebagai

Page 50: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

investasi yang tergantung pada besarnya pendapatan masyarakat (Rudiger

Dornbusch dan Stanley Fischer. 1996: 603).

Setiap upaya pembangunan ekonomi baik ditingkat nasional maupun

regional, mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang

kerja bagi masyarakat. Upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah dan

masyarakatnya harus mengambil inisiatif dalam pembangunan wilayahnya. Oleh

karena itu, pemerintah dengan partisipasi masyarakatnya harus mampu menaksir

potensi-potensi sumber daya yang diperlukan dalam merancang dan membangun

perekonomian khususnya di tingkat regional atau daerah.

Namun demikian potensi ekonomi yang dimiliki oleh setiap daerah pada

umumnya tidak merata dan tidak seragam, oleh karena itu pertumbuhannya pun

berbeda. Untuk dapat tumbuh secara cepat, suatu daerah perlu memilih satu

kawasan atau lebih pusat-pusat pertumbuhan regional yang memiliki potensi

paling kuat. Sebagai kawasan yang memiliki potensi lebih besar untuk tumbuh

dibandingkan daerah lainnya dalam suatu provinsi, berarti suatu pusat

pertumbuhan memiliki faktor-faktor kelebihan yang dapat mempengaruhi

pertumbuhannya.

Variabel terikat yang akan diteliti adalah pertumbuhan ekonomi dengan

indikator Laju Pertumbuhan Ekonomi untuk mengukur tingkat pertumbuhan

ekonomi di Provinsi Jawa Barat. Variabel-variabel bebas yang diambil adalah

investasi, jumlah tenaga kerja dan tingkat pendidikan masyarakat, yang

sebelumnya telah ditentukan serta dengan teori-teori yang ada.

Page 51: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Nilai investasi diambil dari penjumlah realisasi penanaman modal dalam

negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) di kabupaten/kota yang ada

di Provinsi Jawa Barat. Lalu, jumlah tenaga kerja yang nilainya diambil

menyesuaikan pada teori Smith (Subri, 2002) bahwa manusia merupakan salah

satu faktor produksi yang menentukan kemakmuran bangsa-bangsa. Alam (tanah)

tidak akan ada artinya jika tidak ada sumber daya manusia yang pandai

mengelolanya, sehingga bermanfaat bagi kehidupan. Serta variabel bebas lainya

adalah tingkat pendidikan masyarakat, seperti pendapat Romer (1991) modal

manusia merujuk pada stok pengetahuan dan keterampilan berproduksi seseorang.

Pendidikan adalah satu cara dimana individu meningkatkan modal manusianya.

Sedangkan pendidikan bila dikaitkan tenaga kerja menurut Umar Tirtarahardja

dan La Sulo (1994:3) pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja sebagai kegiatan

membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja.

Hubungan pertumbuhan ekonomi (terikat) dengan variabel-variabel

bebasnya, yaitu investasi, jumlah tenaga kerja dan tingkat pendidikan masyarakat,

adalah sebagai berikut:

Kenaikan investasi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Hal ini didukung oleh Samuelson (1995:108), kenaikan inveatasi

menyebabkan kenaikan pendapatan nasional, akibatnya akan timbul

peningkatan konsumsi yang pada gilirannya menyebabkan kenaikan

berikutnya pada pendapatan. Proses ini cenderung bersifat kumulatif

akibatnya kenaikan tertentu pada investasi menyebabkan kenaikan yang

berlipat pada pendapatan melalui kecenderungan untuk mengkonsumsi.

Page 52: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Oleh karena itu investasi merupakan faktor yang paling penting untuk

mencapai target pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara

atau wilayah.

Tenaga kerja terserap berpengaruh positif dan signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi. Hal ini didukung oleh Todaro (2000) menyebutkan

bahwa tenaga kerja terserap secara tradisional dianggap sebagai salah satu

faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Tenaga kerja terserap

berarti akan menambah tingkat produksi. Kemampuan tersebut

dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi modal dan tersedianya input

dan faktor penunjang seperti kecakapan manajerial dan administrasi.

Menurut Lewis (1945) dalam Todaro (2004) angkatan kerja yang

homogen dan tidak terampil dianggap bisa bergerak dan beralih dari sektor

tradisional ke sektor modern secara lancar dan dalam jumlah terbatas.

Meningkatnya permintaan atas tenaga kerja (dari sektor tradisional)

bersumber pada ekspansi kegiatan modern. Dengan demikian salah satu

faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi adalah tenaga

kerja.

Tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Peningkatan dalam pendidikan memberikan beberapa manfaat dalam

mempercepat pertumbuhan ekonomi. Pentingnya peranan pendidikan

dalam menciptakan modal manusia (human capital) dalam mendorong dan

meningkatkan produktifitas yang selanjutnya menjadi motor penggerak

pertumbuhan.

Page 53: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis hubungan antara

investasi, tenaga kerja dan tingkat pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi di

Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut: “Diduga terdapat hubungan yang

signifikan dan pengaruh yang positif dari investasi, tenaga kerja dan tingkat

pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat”.

Page 54: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

BAB III

OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Objek Penelitian

Objek yang dikaji dalam penelitian ini adalah Provinsi Jawa Barat yang

terdiri dari 26 kabupaten dan kota, masing-masing dari tahun 2007-2011. Ada

beberapa variabel atau faktor-faktor yang harus dikaji untuk lebih memperjelas

penelitian ini, hal tersebut akan diuraikan seperti di bawah ini.

3.1.1. Provinsi Jawa Barat

Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5°50’ - 7°50’ Lintang

Selatan dan 104°48’ - 108°48’ Bujur Timur, dengan batas-batas wilayahnya

sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa dan Provinsi DKI Jakarta, sebelah

timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah, sebelah selatan berbatasan

dengan Samudra Indonesia dan sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Banten.

Provinsi Jawa Barat memiliki luas wilayah 37.116,54 km² dengan kepadatan

penduduk 1.181 orang/km (BPS Jawa Barat 2011).

Secara administratif, Provinsi Jawa Barat terdiri atas 17 Kabupaten

( Kab. Bogor, Kab. Sukabumi, Kab. Cianjur, Kab. Bandung, Kab. Garut,

Kab. Tasikmalaya, Kab. Ciamis, Kab. Kuningan, Kab. Cirebon, Kab. Majalengka,

Page 55: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Kab. Sumedang, Kab. Indramayu, Kab. Subang, Kab. Purwakarta,

Kab. Karawang, Kab. Bekasi, Kab. Bandung Barat ) dan 9 Kota ( Bogor,

Sukabumi, Bandung, Cirebon, Bekasi, Depok, Cimahi, Tasikmalaya, Banjar ).

3.1.2. Investasi di Jawa Barat

Investasi adalah usaha untuk meningkatkan modal sendiri baik melalui

investasi berwujud atau tak berwujud untuk memperoleh keuntungan di masa

yang akan datang. Berdasarkan jenisnya investasi terbagi menjadi dua yaitu

investasi pemerintah yang dilakukan untuk menyediakan prasarana dan sarana,

tetapi tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan. Lalu ada investasi

swasta yang dilakukan oleh sektor swasta nasional dan sektor swasta luar negeri

yang bertujuan untuk mencari keuntungan. Dalam tabel 3.1 berikut ini

menunjukan realisasi investasi yang berasal dari investasi swasta yaitu

penjumlahan dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman

Modal Asing (PMA) berdasarkan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat periode

tahun 2007-2011:

Page 56: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Tabel 3.1.

Realisasi Investasi di

Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat Tahun 2007-2011

No

Kabupaten/

Kota 2007 2008 2009 2010 2011

Kabupaten

1 Bogor 1.378.573.235.650 1.745.878.980.827 4.347.831.681.596 2.791.253.129.336 4.113.606.919.002

2 Sukabumi 108.502.571.560 898.748.687.408 627.438.332.500 128.948.617.709 372.232.787.078

3 Cianjur 36.101.500.000 12.769.040.274 0 54.418.000 150.400.000.000

4 Bandung 333.436.598.404 774.634.367.862 299.998.888.870 1.019.064.394.148 544.196.570.929

5 Garut 0 0 0 27.209.000 200.000.000

6 Tasikmalaya 0 750.000.000 0 1.500.000.000 0

7 Ciamis 0 3.000.000.000 0 0 0

8 Kuningan 0 0 0 54.418.000 3.069.000.000

9 Cirebon 495.440.437.011 13.000.000.000 2.293.887.280.000 4.109.877.471.753 7.000.878.242.381

10 Majalengka 69.699.386.810 0 20.026.928.000 259.225.631.753 16.308.598.805

11 Sumedang 77.095.500.000 1.534.409.819.904 95.524.750.000 47.916.000.000 6.400.941.456

12 Indramayu 0 190.312.000.000 0 259.225.631.753 21.062.469.759

13 Subang 138.397.644.000 36.995.855.223 340.349.802.335 405.171.188.182 103.416.014.914

14 Purwakarta 467.986.978.000 333.556.450.000 7.035.800.596.397 2.385.161.331.241 1.267.366.180.661

15 Karawang 12.437.686.191.081 4.995.736.715.163 3.685.156.904.739 4.540.232.920.889 5.332.612.866.941

16 Bekasi 7.206.998.702.266 11.300.600.246.017 9.369.096.198.030 13.598.905.976.748 13.205.148.021.251

17 Bdg. Barat 0 0 16.500.000.000 1.636.935.466.229 544.887.808.600

Kota

18 Bogor 7.730.250.000 215.036.939.185 25.008.167.200 167.375.209.000 304.318.852.400

19 Sukabumi 0 0 0 5.626.920.000 0

20 Bandung 352.660.986.723 2.692.183.118.446 428.562.248.330 14.160.098.771.952 9.531.387.066.057

21 Cirebon 0 0 0 62.500.000.000 283.253.920.691

22 Bekasi 83.844.920.185 2.100.507.996.338 546.634.487.500 133.627.104.208 869.554.864.102

23 Depok 304.829.321.653 2.625.853.698.724 388.198.459.865 844.332.007.600 4.647.097.146.960

24 Cimahi 46.303.922.432 117.995.430.108 692.818.172.569 45.501.345.658 426.570.530.188

25 Tasikmalaya 0 9.776.001.514 0 0 0

26 Banjar 0 0 0 0 7.207.807.525

Jawa Barat 23.545.288.145.775 29.601.745.346.993 30.212.832.897.931 46.602.615.163.159 48.751.176.609.700

Sumber: BPS Jawa Barat

Page 57: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Dari Tabel 3.1 terlihat bahwa investasi di Provinsi Jawa Barat mengalami

peningkatan setiap tahunnya. Angka peningkatan jumlah investasi berturut-turut

dari tahun 2007 sampai 2011 yaitu Rp.23.545.288.145.775 –

Rp.29.601.745.346.514 – Rp.30.212.832.897.931 – Rp 46.602.615.163.159 –

Rp 48.751.176.609.700.

Dari Tabel 3.1 juga dideskripsikan bahwa daerah yang memiliki rata-rata

investasi terbesar selama kurun waktu tahun 2007 sampai 2011 adalah Kabupaten

Bekasi dengan rata-rata investasi sebesar Rp 10.936.149.828.862. Sedangkan

daerah yang memiliki rata-rata investasi paling kecil adalah Kabupaten Garut

sebesar Rp 45.441.800.

3.1.3. Penyerapan Tenaga Kerja di Jawa Barat

Tenaga kerja merupakan salah satu bagian penting dalam pertumbuhan

ekonomi. Tenaga kerja merupakan salah satu input dalam mendorong

produktivitas pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Tenaga kerja dalam penelitian

ini merupakan bagian dari angkatan kerja yang aktif bekerja. Data tentang tenaga

kerja di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat dapat ditunjukan pada tabel 3.2

berikut ini:

Page 58: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Tabel 3.2.

Jumlah Tenaga Kerja

menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2007-2011

No Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010 2011 Rata

rata

Kabupaten

1 Bogor 1.392.910 1.470.487 1.534.379 1.722.345 1.852.165 1.594.457,20

2 Sukabumi 897.200 900.258 896.379 858.133 925.205 895.435,00

3 Cianjur 860.828 847.542 865.097 833.036 863.044 853.909,40

4 Bandung 1.544.241 1.182.854 1.235.760 1.278.933 1.248.267 1.298.011,00

5 Garut 784.859 806.044 810.019 829.818 904.607 827.069,40

6 Tasikmalaya 808.334 763.367 799.912 756.064 677.453 761.026,00

7 Ciamis 783.173 757.136 727.984 723.004 648.480 727.955,40

8 Kuningan 454.770 465.539 468.620 417.310 425.718 446.391,40

9 Cirebon 783.498 811.856 804.514 747.544 828.506 795.183,60

10 Majalengka 576.147 516.818 565.427 537.671 489.817 537.176,00

11 Sumedang 507.674 494.095 470.557 483.406 457.222 482.590,80

12 Indramayu 700.973 661.242 710.363 678.476 702.670 690.744,80

13 Subang 647.108 649.879 636.612 618.117 623.501 635.043,40

14 Purwakarta 320.090 321.647 339.394 346.526 340.411 333.613,60

15 Karawang 732.948 795.700 815.854 808.590 880.087 806.635,80

16 Bekasi 774.633 854.404 911.715 1.143.817 1.074.899 951.893,60

17 Bandung Barat - 527.311 561.020 509.565 597.633 548.882,25

Kota

18 Bogor 308.277 377.388 385.488 346.727 391.221 361.820,20

19 Sukabumi 109.367 118.349 125.173 90.771 119.803 112.692,60

20 Bandung 915.047 952.752 998.227 948.124 1.012.946 965.419,20

21 Cirebon 113.531 127.531 131.133 113.750 120.967 121.382,40

22 Bekasi 768.520 901.041 911.122 892.876 990.630 892.837,80

23 Depok 570.303 657.050 653.171 714.891 728.675 664.818,00

24 Cimahi 207.748 219.634 233.255 213.970 225.801 220.081,60

25 Tasikmalaya 225.757 234.054 243.345 261.023 253.713 243.578,40

26 Banjar 64.886 66.417 66.910 67.957 71.340 67.502,00

Standar Deviasi 367,013 338.965 350.419 383.791 400.613

Sumber: BPS Jawa Barat

Dari Tabel 3.2 dapat dijelaskan bahwa jumlah tenaga kerja yang dapat

diserap di masing-masing Kabupaten/Kota mengalami fluktuasi pada beberapa

tahun tertentu. Pada tahun 2007 ke tahun 2008, Kabupaten/Kota di provinsi Jawa

Page 59: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Barat mengalami penurunan jumlah tenaga kerja (dapat dilihat dari standar deviasi

tahun 2007-2008, yaitu 367,013 – 338.965), tetapi pada tahun 2008 jumlah tenaga

kerja mengalami kenaikan yang terus berlanjut sampai tahun 2011 (dapat dilihat

dari standar deviasi tahun 2008 berturut-turut sampai tahun 2011 yaitu 338.965 -

350.965 – 383.791 – 400.613). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa

pertumbuhan tenaga kerja di masing-masing kabupaten dan kota cukup stabil.

Dari Tabel 3.2 juga dideskripsikan bahwa daerah yang memiliki jumlah

tenaga kerja tertinggi adalah Kabupaten Bogor dengan rata-rata jumlah tenaga

kerja sebanyak 1.594.457 orang, yang kedua adalah Kabupaten Bandung dengan

rata-rata jumlah tenaga kerja sebanyak 1.298.011 orang, dan yang ketiga adalah

Kota Bandung dengan rata-rata jumlah tenaga kerja sebanyak 965.419 orang,

sedangkan daerah yang memiliki jumlah tenaga kerja tersedikit adalah Kota

Banjar dengan rata-rata jumlah tenaga kerja sebanyak 67.502 orang.

3.1.4. Tingkat Pendidikan di Jawa Barat

Pendidikan merupakan investasi dalam modal manusia. Semakin tinggi

pendidikan yang dienyam seseorang maka kualitas modal manusianya akan

semakin baik. Tenaga kerja yang memiliki pendidikan yang tinggi cenderung

akan memiliki upah/penghasilan yang tinggi jika dibandingkan dengan tenaga

kerja yang berpendidikan rendah. Data mengenai tingkat pendidikan didapatkan

dari perhitungan dua komponen penyusun data tersebut yaitu Rata-rata Lama

Sekolah dan Angka Melek Huruf. Data tentang Rata-rata Lama Sekolah penduduk

Page 60: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

menurut kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat di tunjukan dalam tabel 3.3

berikut ini:

Tabel 3.3.

Rata-rata Lama Sekolah

menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2007-2011

No Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010 2011 Rata

rata

Kabupaten

1 Bogor 7,20 7,20 7,54 7,98 7,99 7,58

2 Sukabumi 6,39 6,39 6,54 6,88 6,90 6,62

3 Cianjur 6,40 6,42 6,63 6,82 6,85 6,62

4 Bandung 8,20 8,20 8,37 8,37 8,46 8,32

5 Garut 7,10 7,10 7,29 7,34 7,37 7,24

6 Tasikmalaya 6,80 6,80 6,98 6,99 7,33 6,98

7 Ciamis 6,90 6,90 7,09 7,19 7,47 7,11

8 Kuningan 6,80 6,80 6,87 6,95 7,22 6,93

9 Cirebon 6,42 6,42 6,87 6,85 6,87 6,69

10 Majalengka 6,70 6,70 6,83 6,84 7,17 6,85

11 Sumedang 7,65 7,65 7,91 7,93 7,94 7,82

12 Indramayu 5,50 5,50 5,64 5,73 5,95 5,66

13 Subang 6,60 6,60 6,91 6,92 6,94 6,79

14 Purwakarta 7,00 7,00 7,24 7,42 7,44 7,22

15 Karawang 6,68 6,68 6,83 6,95 7,02 6,83

16 Bekasi 8,10 8,10 8,21 8,33 8,60 8,27

17 Bandung Barat 8,00 8,00 8,04 8,07 8,11 8,04

Kota

18 Bogor 9,60 9,60 9,77 9,79 9,80 9,71

19 Sukabumi 9,00 9,00 9,21 9,32 9,35 9,18

20 Bandung 10,10 10,10 10,22 10,44 10,45 10,26

21 Cirebon 9,20 9,20 9,46 9,47 9,75 9,42

22 Bekasi 10,19 10,19 10,52 10,53 10,58 10,40

23 Depok 10,50 10,50 10,77 10,94 10,97 10,74

24 Cimahi 10,26 10,26 10,42 10,50 10,61 10,41

25 Tasikmalaya 8,40 8,40 8,59 8,83 8,85 8,61

26 Banjar 7,80 7,80 7,97 8,01 8,12 7,94

Standar Deviasi 1,43 1,43 1,43 1,43 1,40

Sumber: BPS Jawa Barat

Page 61: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Dari Tabel 3.3 dapat dijelaskan bahwa rata-rata lama sekolah penduduk

kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat mengalami fluktuasi dalam tahun tertentu.

Pada tahun 2007-2010 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tidak mengalami

peningkatan ataupun penurunan rata-rata lama sekolah (dapat dilihat dari standar

deviasi tahun 2007-2010 yang tetap di angka 1,43), tetapi pada tahun 2010-2011

rata–rata lama sekolah penduduk mengalami penurunan (dapat dilihat dari standar

deviasi tahun 2010-2011 dari 1,43 ke 1,40).

Pada Tabel 3.3 juga dideskripsikan bahwa daerah yang memiliki rata-rata

lama sekolah tertinggi adalah Kota Depok yaitu sebesar 10,74 tahun, yang kedua

adalah Kota Cimahi dengan jumlah rata-rata sebesar 10,41 tahun, dan yang ketiga

adalah Kota Bekasi dengan jumlah rata-rata sebesar 10,40 tahun. Sedangkan

daerah yang memiliki rata-rata lama sekolah terendah adalah Kabupaten

Indramayu dengan jumlah rata-rata sebesar 5,66 tahun.

Selain rata-rata lama sekolah masih ada komponen lain yang dipakai untuk

mengukur tingkat pendidikan, komponen itu adalah angka melek huruf. Berikut

adalah angka melek huruf menurut kabupaten kota di Jawa Barat:

Page 62: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Tabel 3.4.

Angka Melek Huruf

menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2007-2011

No Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010 2011 Rata

rata

Kabupaten

1 Bogor 93,95 93,95 94,29 95,02 95,09 94,46

2 Sukabumi 96,59 96,59 97,33 97,33 97,35 97,04

3 Cianjur 97,09 97,21 97,45 97,55 97,64 97,39

4 Bandung 98,37 98,59 98,72 98,72 98,75 98,63

5 Garut 98,89 98,89 98,93 98,94 98,96 98,92

6 Tasikmalaya 98,81 98,81 98,88 98,80 98,92 98,84

7 Ciamis 96,68 96,68 97,01 97,59 97,93 97,18

8 Kuningan 93,64 93,86 94,28 95,45 96,99 94,84

9 Cirebon 90,66 90,66 91,55 92,33 92,41 91,52

10 Majalengka 94,81 94,81 95,03 95,09 95,11 94,97

11 Sumedang 97,51 97,51 97,58 97,73 97,75 97,62

12 Indramayu 85,58 85,58 85,60 85,65 85,66 85,61

13 Subang 92,38 92,38 92,40 92,45 92,47 92,42

14 Purwakarta 95,59 95,59 95,65 95,71 96,07 95,72

15 Karawang 93,06 93,06 93,09 93,21 93,22 93,13

16 Bekasi 93,67 93,67 93,69 94,03 94,14 93,84

17 Bandung Barat 98,00 98,00 98,04 98,51 99,11 98,33

Kota

18 Bogor 98,70 98,70 98,75 98,77 98,79 98,74

19 Sukabumi 99,64 99,64 99,66 99,66 99,67 99,65

20 Bandung 99,58 99,64 99,60 99,67 99,70 99,64

21 Cirebon 97,00 97,00 97,02 97,05 97,06 97,03

22 Bekasi 98,46 98,46 98,49 98,51 98,56 98,50

23 Depok 98,90 98,90 98,93 98,94 98,96 98,93

24 Cimahi 99,63 99,63 99,64 99,65 99,74 99,66

25 Tasikmalaya 99,20 99,42 99,45 99,55 99,57 99,44

26 Banjar 96,43 96,65 97,16 97,26 97,30 96,96

Standar deviasi 3,33 3,34 3,27 3,19 3,19

Sumber: BPS Jawa Barat

Dari tabel 3.4 diatas dapat dijelaskan bahwa angka melek huruf di Provinsi

Jawa Barat mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Pada tahun 2007-2008 angka

Page 63: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

melek huruf di Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan (dapat dilihat dari

standar deviasi tahun 2007-2008, yaitu 3,33 menjadi 3,34), tetapi pada tahun

2008-2010 angka melek huruf yang dicapai mengalami penurunan setiap

tahunnya (dapat dilihat dari standar deviasi yang bergerak berturut-turut dari

tahun 2008-2010 yaitu 3,34-3,27-3,19), sedangkan untuk tahun 2010-2011 tingkat

angka melek huruf tidak mengalami perubahan (dapat dilihat dari standar deviasi

yang tetap di angka 3,19).

Pada tabel 3.4 juga dideskripsikan bahwa daerah yang memiliki rata-rata

angka melek huruf terbesar adalah Kota Cimahi dengan jumlah angka melek

huruf sebesar 99,66 persen, diikuti oleh Kota Sukabumi sebesar 99,65 persen dan

Kota Bandung menduduki peringkat tiga terbesar dengan rata-rata angka melek

husuf sebesar 99,64 persen. Sedangkan daerah yang memiliki jumlah angka melek

huruf terkecil adalah Kabupaten Indramayu dengan rata-rata angka melek huruf

sebesar 85,61 persen.

Pada proses perhitungannya, kedua komponen tersebut (Rata-rata lama

sekolah dan Angka Melek Huruf) digabung setelah masing-masing diberikan

bobot sesuai dengan standar yang telah ditetapkan UNDP pada perhitungan

komponen pendidikan dalam penyusunan IPM. Rata-rata lama sekolah diberi

bobot sepertiga dan angka melek huruf diberi bobot dua pertiga. Sebelum

perhitungan tersebut, harus dihitung indeks dari masing-masing komponen

pembentuk tersebut sebelum penggabungan kedua komponen tersebut untuk

mendapatkan indeks pendidikan. Formula yang digunakan adalah sebagai berikut:

Page 64: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

( ) ( ( ) ( ))

( ( ) ( ))

( ) = Komponen ke-i dari daerah j

( ) = Nilai minimum dari komponen ke-i

( ) = Nilai maksimum dari komponen ke-i

Berikut ini adalah hasil perhitungan indeks dari komponen pendidikan

tersebut ( Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah):

Page 65: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Tabel 3.5.

Indeks Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah

Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010 2011

AMH RLS AMH RLS AMH RLS AMH RLS AMH RLS

Kabupaten

Bogor 93,59 48,00 93,59 48,00 94,29 50,27 95,02 53,20 95,09 53,27

Sukabumi 96,59 42,60 96,59 42,60 97,33 43,60 97,33 45,87 97,35 46,00

Cianjur 97,09 42,67 97,21 42,80 97,45 44,20 97,55 45,47 97,64 45,67

Bandung 98,37 54,67 98,59 54,67 98,72 55,80 98,72 55,80 98,75 56,40

Garut 98,89 47,33 98,89 47,33 98,93 48,60 98,94 48,93 98,96 49,13

Tasikmalaya 98,81 45,33 98,81 45,33 98,88 46,53 98,80 46,60 98,92 48,87

Ciamis 96,68 46,00 96,68 46,00 97,01 47,27 97,59 47,93 97,93 49,80

Kuningan 93,64 45,33 93,86 45,33 94,28 45,80 95,45 46,33 96,99 48,13

Cirebon 90,66 42,80 90,66 42,80 91,55 45,80 92,33 45,67 92,41 45,80

Majalengka 94,81 44,67 94,81 44,67 95,03 45,53 95,09 45,60 95,11 47,80

Sumedang 97,51 51,00 97,51 51,00 97,58 52,73 97,73 52,87 97,75 52,93

Indramayu 85,58 36,67 85,58 36,67 85,60 37,60 85,65 38,20 85,66 39,67

Subang 92,38 44,00 92,38 44,00 92,40 46,07 92,45 46,13 92,47 46,27

Purwakarta 95,59 46,67 95,59 46,67 95,65 48,27 95,71 49,47 96,07 49,60

Karawang 93,06 44,53 93,06 44,53 93,09 45,53 93,21 46,33 93,22 46,80

Bekasi 93,67 54,00 93,67 54,00 93,69 54,73 94,03 55,53 94,14 57,33

Bandung Barat 98,00 53,33 98,00 53,33 98,04 53,60 98,51 53,80 99,11 54,07

Kota

Bogor 98,70 64,00 98,70 64,00 98,75 65,13 98,77 65,27 98,79 65,33

Sukabumi 99,64 60,00 99,64 60,00 99,66 61,40 99,66 62,13 99,67 62,33

Bandung 99,58 67,33 99,64 67,33 99,60 68,13 99,67 69,60 99,70 69,67

Cirebon 97,00 61,33 97,00 61,33 97,02 63,07 97,05 63,13 97,06 65,00

Bekasi 98,46 67,93 98,46 67,93 98,49 70,13 98,51 70,20 98,56 70,53

Depok 98,90 70,00 98,90 70,00 98,93 71,80 98,94 72,93 98,96 73,13

Cimahi 99,63 68,40 99,63 68,40 99,64 69,47 99,65 70,00 99,74 70,73

Tasikmalaya 99,20 56,00 99,42 56,00 99,45 57,27 99,55 58,87 99,57 59,00

Banjar 96,43 52,00 96,65 52,00 97,16 53,13 97,26 53,40 97,30 54,13

AMH : Angka Melek Huruf

RLM :Rata-rata Lama Sekolah

Data olahan

Berdasarkan data dari tabel 3.5 selanjutnya dilakukan perhitungan untuk

mendapatkan indeks pendidikan. Dalam perhitungannya kedua komponen tersebut

yaitu Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah akan digabung setelah

Page 66: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

masing masing diberikan bobot. Rata-rata Lama Sekolah diberi bobot sepertiga

dan angka melek huruf diberi bobot dua pertiga. Hasil dari perhitungan

penggabungan dua komponen pembentuk indeks pendidikan itu dapat dilihat

dalam tabel 3.6 berikut ini:

Tabel 3.6.

Indeks Pendidikan

Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010 2011 Rata

rata

Kab.Bogor 78,39 63,20 78,39 63,43 79,62 72,61

Kab.Sukabumi 78,59 60,60 78,59 60,84 79,42 71,61

Kab.Cianjur 78,95 60,85 79,07 61,02 79,70 71,92

Kab.Bandung 83,80 69,31 83,95 69,35 84,41 78,16

Kab.Garut 81,70 64,52 81,70 64,53 82,15 74,92

Kab.Tasikmalaya 80,98 63,16 80,98 63,18 81,43 73,95

Kab.Ciamis 79,79 62,89 79,79 63,00 80,43 73,18

Kab.Kuningan 77,54 61,51 77,68 61,65 78,12 71,30

Kab.Cirebon 74,71 58,75 74,71 59,05 76,30 68,70

Kab.Majalengka 78,10 61,38 78,10 61,45 78,53 71,51

Kab.Sumedang 82,01 66,50 82,01 66,53 82,63 75,93

Kab.Indramayu 69,28 52,97 69,28 52,98 69,60 62,82

Kab.Subang 76,25 60,13 76,25 60,13 76,96 69,94

Kab.Purwakarta 79,28 62,97 79,28 62,99 79,86 72,88

Kab.Karawang 76,88 60,71 76,88 60,72 77,24 70,49

Kab.Bekasi 80,45 67,22 80,45 67,23 80,70 75,21

Kab.Bandung Barat 83,11 68,22 83,11 68,24 83,23 77,18

Kota Bogor 87,13 75,57 87,13 75,58 87,54 82,59

Kota Sukabumi 86,43 73,21 86,43 73,22 86,91 81,24

Kota Bandung 88,83 78,10 88,87 78,09 89,11 84,60

Kota Cirebon 85,11 73,22 85,11 73,23 85,70 80,48

Kota Bekasi 88,28 78,11 88,28 78,12 89,04 84,37

Kota Depok 89,27 79,63 89,27 79,64 89,89 85,54

Kota Cimahi 89,22 78,81 89,22 78,81 89,58 85,13

Kota Tasikmalaya 84,80 70,47 84,95 70,48 85,39 79,22

Kota Banjar 81,62 66,88 81,77 67,05 82,48 75,96

Standar Deviasi 4,95 7,14 4,95 7,10 4,88

Data olahan

Page 67: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Berdasarkan tabel 3.6 terlihat bahwa angka indeks pendidikan seluruh

kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat selama lima tahun tersebut cenderung

mengalami fluktuasi setiap tahunnya, terlihat dari standar deviasi setiap tahunnya

yang mengalami kenaikan dan penurunan (standar deviasi 2007 berturut turut

sampai 2011: 0,05-0,07-0,05-0,07-0,05). Adapun wilayah dengan rata-rata angka

Indeks Pendidikan tertinggi adalah Kota Depok dengan angka indeks 0,855

persen. Sedangkan wilayah dengan rata-rata angka indeks terendah adalah

Kabupaten Indramayu dengan angka indeks 0,628 persen.

3.1.5. Laju Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Barat

Kemampuan memproduksi dari sektor-sektor ekonomi yang ada di Provinsi

Jawa Barat dilihat melalui besaran PDRB tanpa memperhitungkan dari mana asal

faktor produksi yang digunakan dalam proses produksinya. Untuk melihat

pertumbuhan produksi secara riil, PDRB yang digunakan yaitu PDRB

berdasarkan harga konstan tahun 2000, nilai tambah yang diciptakan oleh sektor-

sektor ekonomi kemudian diperhitungkan untuk melihat pertumbuhan produksi

yang riil. Hal tersebut dilakukan untuk menghilangkan pengaruh harga pada

besaran yang tercipta.

Kondisi laju pertumbuhan ekonomi 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa

Barat dalam penelitian ini di jelaskan oleh tabel 3.7 berikut ini:

Page 68: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Tabel 3.7.

Laju Pertumbuhan Ekonomi

menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2007-2011

No Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010 2011 Rata

rata

Kabupaten

1 Bogor 6,05 5,58 4,14 5,09 5,96 5,36

2 Sukabumi 4,19 3,90 3,65 4,02 4,07 3,97

3 Cianjur 4,18 4,04 3,93 4,53 4,74 4,28

4 Bandung 5,92 5,30 4,34 5,88 5,94 5,48

5 Garut 4,76 4,69 5,57 5,34 5,48 5,17

6 Tasikmalaya 4,33 4,02 4,15 4,27 4,32 4,22

7 Ciamis 5,01 4,95 4,92 5,07 5,11 5,01

8 Kuningan 4,22 4,28 4,39 4,99 5,43 4,66

9 Cirebon 5,35 4,91 5,08 4,96 5,03 5,07

10 Majalengka 4,87 4,57 4,73 4,59 4,67 4,69

11 Sumedang 4,64 4,58 4,76 4,22 4,82 4,60

12 Indramayu 2,65 4,55 1,87 4,03 4,89 3,60

13 Subang 4,85 4,33 4,63 4,34 4,45 4,52

14 Purwakarta 4,02 4,87 5,28 5,77 6,40 5,27

15 Karawang 6,36 10,84 7,40 9,65 7,39 8,33

16 Bekasi 6,14 6,07 5,04 6,18 6,26 5,94

17 Bandung Barat 5,17 6,95 4,64 5,47 5,75 5,60

Kota

18 Bogor 6,09 5,98 6,02 6,14 6,19 6,08

19 Sukabumi 6,51 6,11 6,14 6,11 6,31 6,24

20 Bandung 8,24 8,17 8,34 8,45 8,73 8,39

21 Cirebon 6,17 5,64 5,05 3,81 5,93 5,32

22 Bekasi 6,44 5,94 4,13 5,84 7,08 5,89

23 Depok 7,04 6,42 6,22 6,36 6,58 6,52

24 Cimahi 5,03 4,77 4,63 5,30 5,56 5,06

25 Tasikmalaya 5,98 5,70 5,72 5,73 5,81 5,79

26 Banjar 4,93 4,82 5,13 5,28 5,35 5,10

Jawa Barat 5,57 5,93 5,06 5,53 6,48 5,71

Standar Deviasi 1,16 1,48 1,23 1,31 1,04 1,24

Sumber: BPS Jawa Barat

Page 69: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Berdasarkan tabel 3.7 terlihat bahwa secara umum laju pertumbuhan

ekonomi 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat mengalami pertumbuhan yang

positif, yaitu dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi masing-masing

kabupaten/kota antara 3,60 persen sampai dengan 8,39 persen, tetapi laju

pertumbuhan ekonomi daerah ini mengalami fluktuasi tiap tahunnya, yaitu dapat

dilihat dari standar deviasi yang meningkat pada tahun 2007-2008 yaitu 1,16-1,48

persen, tetapi pada tahun 2009 mengalami penurunan yaitu dari angka 1,48 persen

ke angka 1,23 persen, tahun 2010 kembali mengalami kenaikan dari 1,23 persen

ke angka 1,31 persen, lalu mengalami penurunan kembali di tahun 2011 dari 1,31

persen ke angka 1,04 persen.

Pertumbuhan ekonomi yang dicerminkan oleh laju pertumbuhan ekonomi,

menunjukan bahwa kabupaten/kota yang memiliki rata-rata laju pertumbuhan

ekonomi terbesar adalah Kota Bandung yaitu sebesar 8,39 persen, dan yang

terendah adalah Kabupaten Indramayu yaitu sebesar 3,60 persen.

3.2. Metode Penelitian

Penelitian pada skripsi ini menggunakan analisis deskriptif dan kuantitatif.

Analisis deskriptif disusun berdasarkan data sekunder, jurnal, artikel, dan hasil-

hasil penelitian yang berhubungan dengan permasalahan. Menurut Samuelson,

dalam Damodar Gurajati (2005) didefinisikan sebagai analisis kuantitatif dari

fenomena ekonomi yang sebenarnya (aktual) yang didasarkan pada

pengembangan yang bersamaan dari teori pengamatan, dihubungakan dengan

Page 70: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

metode inferensi yang sesuai. Ekonometrika merupakan campuran dari teori

ekonomi, ekonomi matematis, statistika ekonomi, dan statistika matematis. Untuk

analisis kuantitatif penulis menggunakan model ekonometrika dengan bantuan

program Eviews 7.0 dan Microsoft Excel.

3.2.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data panel (pooling

data) atau data longitudinal. Data panel adalah sekelompok data individu yang

diteliti selama rentang waktu tertentu.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data

yang diperoleh berdasarkan informasi yang telah disusun dan dipublikasikan oleh

intansi tertentu.

Penelitian ini dilakukan secara sensus dengan data sekunder berbentuk time

series dari tahun 2007 sampai dengan 2011, dan data cross section yang terdiri

atas 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Data diperoleh dari Badan Pusat

Statistik (BPS) dan intansi terkait lainnya.

3.2.2. Definisi Operasionalisasi Variabel

Variabel diartikan sebagai objek pengamatan penelitian atau faktor-faktor

yang berperan dalam peristiwa dan fenomena-fenomena yang akan diteliti.

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Page 71: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Variabel terikat (dependent), yaitu: Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE).

Variabel bebas (independent), yaitu: Investasi (I), Tenaga Kerja (TK), dan

Tingkat Pendidikan (TP).

3.2.2.1. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan Ekonomi, berarti perkembangan kegiatan dalam

perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi oleh

masyarakat dan kemakmuran masyarakat meningkat. Laju Pertumbuhan ekonomi

wilayah diukur melalui logaritma natural Pendapatan Domestik Regional Bruto

(PDRB) kabupaten/kota, dengan tujuan untuk menangkap perubahan relatif

dibandingkan tahun sebelumnya. PDRB yang digunakan dalam penelitian ini

adalah PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000. Satuan dari variabel

pertumbuhan ekonomi adalah persen.

3.2.2.2. Investasi

Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang

dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan

keuntungan di masa-masa yang akan datang. Investasi dalam penelitian ini adalah

investasi yang berasal dari sektor swasta yaitu penjumlahan dari Penanaman

Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Satuan dari

variabel investasi ini adalah satuan mata uang indonesia atau biasa disebut Rupiah

(Rp).

Page 72: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

3.2.2.3. Tenaga Kerja

Tenaga kerja dalam penelitian ini adalah bagian dari angkatan kerja yang

siap bekerja atau penduduk dalam usia kerja yang siap melakukan pekerjaan,

dengan maksud memperoleh upah atau membantu memperoleh pendapatan atau

keuntungan, dengan lama bekerja paling sedikit satu jam secara berkelanjutan

dalam seminggu yang lalu saat pendataan dilakukan, di masing-masing

kabupaten/kota Propinsi Jawa Barat dalam satuan orang. Usia kerja yang

dimaksud berusia antara 15-65 tahun. Satuan dari tenaga kerja ini adalah jumlah

orang.

3.2.2.4. Tingkat Pendidikan

Indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi pengetahuan didapat

dari perhitungan dua komponen pembentuk indeks pendidikan. Komponen

tersebut adalah rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf.

Rata-rata lama sekolah menggambarkan jumlah tahun yang digunakan oleh

penduduk dalam menjalani pendidikan formal. Batas maksimum untuk rata-rata

lama sekolah adalah 15 tahun dan batas minimum sebesar 0 tahun. Batas

maksimum 15 tahun mengindikasikan tingkat pendidikan maksimum yang

ditargetkan adalah setara lulus Diploma III.

Sedangkan angka melek huruf adalah persentase penduduk yang dapat

membaca dan menulis huruf latin dan atau huruf lainnya. Batas maksimum untuk

angka melek huruf adalah 100 sedangkan batas minimum 0. Hal ini

menggambarkan kondisi 100 persen atau semua masyarakat mampu membaca dan

Page 73: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

menulis, dan nilai nol mencerminkan kondisi sebaliknya. Dalam perhitungannya

kedua komponen tersebut akan digabung sehingga menghasilkan indeks

pendidikan.

3.2.3. Model Penelitian

Dalam penelitian ini, untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan indikator-

indikator ekonomi di pusat-pusat pertumbuhan ekonomi terhadap pertumbuhan

ekonomi di Provinsi Jawa Barat, maka model penelitian yang akan diestimasi

adalah:

( )

Untuk memudahkan estimasi, maka fungsi dari persamaan di atas

ditransformasikan ke dalam persamaan regresi, sehingga didapat persamaan

sebagai berikut:

Keterangan:

LPE = Laju Pertumbuhan Ekonomi

I = Investasi

TK = Tenaga Kerja

TP = Tingkat Pendidikan

α = Intercept

β = Nilai koefisien variabel

i = Unit cross section kabupaten/kota

ԑ = Error term

Page 74: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

3.2.4. Metode Estimasi Data Panel

Ada 3 metode yang bisa digunakan untuk bekerja dengan data panel

(Shocchrul R.Ajja, 2011), yaitu:

1. Pooled Least Square (PLS)

Metode ini mengestimasi data panel dengan metode Ordinary Least

Square (OLS). Pendekatan PLS ini secara sederhana menggabungkan

(pooled) seluruh data runtun waktu dan antar ruang, serta berasumsi bahwa

baik intercept dan slope dianggap sama untuk tiap waktu dan individu.

2. Fixed Effect (FE)

Metode ini menambahkan model dummy pada data panel. Pendekatan

Fixed Effect ini memperhitungkan kemungkinan bahwa peneliti

menghadapi masalah omitted-variabels, yang mungkin membawa

perubahan pada intercept runtun waktu atau antar ruang. Model dengan

Fixed Effect menambahkan variabel dummy untuk mengizinkan adanya

perubahan intercept ini.

3. Random Effect (RE)

Metode ini memperhitungkan error dari data panel dengan metode least

square. Pendekatan Random Effect memperbaiki efisiensi proses least

square dengan memperhitungkan error dari antar ruang dan runtun waktu.

Page 75: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Model Random Effect adalah variasi dari estimasi Generalized Least

Square (GLS).

3.2.5. Uji Metode Estimasi Data Panel

Sebelum menentukan metode estimasi data panel yang akan digunakan

dalam penelitian ini, maka harus dilakukan beberapa pengujian. Untuk

menentukan apakah model panel data dapat diregresi dengan metode Pooled Least

Square (PLS), metode Fixed Effect (FE) atau metode Random Effect (RE), maka

dilakukan uji-uji sebagai berikut:

1. Uji Chow

Uji Chow dapat digunakan untuk memilih teknik dengan metode

pendekatan Pooled Least Square (PLS) atau metode Fixed Effet (FE). Prosedur

Uji Chow adalah sebagai berikut:

a. Buat hipotesis dari Uji Chow

= model pooled least square

= model Fixed Effect

b. Menentukan kriteria uji

Apabila nilai F statistik > F tabel, maka hipotesis ditolak yang

artinya kita harus memilih teknik FE.

Page 76: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Apabila nilai F statistik < F tabel, maka hipotesis diterima yang

artinya kita harus memilih teknik PLS.

2. Uji Hausman

Uji Hausman digunakan untuk memilih antara metode pendekatan Fixed

Effect (FE) atau Random Effect (RE). Prosedur Uji Hausman adalah sebagai

berikut:

a. Buat hipotesis dari Uji Hausman: =random effect dan =fixed effect.

b. Menentukan kriteria uji: apabila Chi-square statistik > Chi-square tabel

dan p-value signifikan, maka hipotesis ditolak, sehingga metode FE

lebih tepat untuk digunakan. Dan apabila Chi-square statistik < Chi-

square tabel dan p-value signifikan, maka hipotesis diterima, sehingga

metode RE lebih tepat untuk digunakan.

3.2.6. Uji Statistik

3.2.6.1. Uji Koefisien Determinasi ( )

Koefisien determinasi ( ) mempunyai kegunaan, yaitu sebagai ukuran

ketetapan suatu garis regresi yang diterapkan terhadap suatu kelompok data hasil

observasi (a measure of the goodness of fit). Makin besar nilai , maka semakin

tepat atau cocok garis regresi, sebaliknya apabila nilai semakin kecil, maka

Page 77: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

semakin tidak tepat garis regresi tersebut untuk mewakili data hasil observasi.

Nilai antara 0 dan 1.

3.2.6.2. Uji Parsial (t-stat)

Uji statistik digunakan untuk menguji pengaruh signifikan variabel

independen terhadap variabel dependen lain dalam persamaan secara parsial. Bila

signifikan berarti secara statistik hal ini manunjukan bahwa variabel independen

mempunyai pengaruh secara parsial terhadap variabel dependen. Uji-t dapat

dirumuskan sebagai berikut :

Jika > , maka ditolak dan diterima, artinya ada

pengaruh parsial tiap variabel bebas terhadap variabel tidak bebas

Jika < , maka diterima dan ditolak, artinya tidak

ada pengaruh parsial tiap variabel bebas terhadap variabel tidak bebas.

Gambar 3.1.

Daerah kritis dan penerimaan suatu hipotesis

-tα/2,df tα/2,df

f(t)

Daerah penerimaan

0

H0 ditolak H0 ditolak

Page 78: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Dalam gambar diatas terlihat bahwa hipotesis nol diterima bila berada

dalam daerah selang keyakinan ( < < ) yang berarti variabel

independen tidak signifikan dalam mempengaruhi variabel dependen, dan begitu

pula sebaliknya.

3.2.6.3. Uji Simultan (F-stat)

Uji F-statistik digunakan untuk menguji variabel secara bersama-sama. Bila

signifikan berarti tinjauan statistik menunjukan bahwa variabel independen

tersebut mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel

dependennya. Untuk mengetahui signifikan atau tidaknya yaitu dengan

membandingkan nilai F statistik dengan F tabel dengan derajat kepercayaan

tertentu. Uji F dapat dirumuskan sebagai berikut:

Jika > maka ditolak dan diterima, artinya ada

pengaruh dari seluruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap

variabel terikat.

Jika < , maka diterima dan ditolak, artinya tidak

ada pengaruh dari seluruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap

variabel terikat.

Page 79: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

3.2.6.4. Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada

korelasi antara anggota serangkaian observasi runtut waktu atau ruang. Salah satu

cara untuk mendeteksi gejala autokorelasi digunakan uji Durbin Watson (DW-

test). Hipotesisnya adalah:

:Tidak ada autokorelasi positif

:Tidak ada autokorelasi negatif

Kriteria Pengujiannya adalah sebagai berikut:

1. Bila nilai DW-stat terletak antara 0 < D < , yang menyatakan tidak

ada autokorelasi positif ditolak.

2. Bila nilai DW-stat terletak antara (4 - ) < D < 4, yang menyatakan

tidak ada autokorelasi negatif ditolak.

3. Bila nilai DW-stat terletak antara < D ˂ (4 - ), yang menyatakan

tidak ada autokorelasi positif maupun yang menyatakan tidak ada

autokorelasi negatif diterima.

4. Ragu-ragu tidak ada autokorelasi positif bila ≤ D ≤ .

5. Ragu-ragu tidak ada autokorelasi negatif bila (4 - ) ≤ D ≤ (4 - ).

Page 80: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

3.2.7. Analisis Tipologi Klassen

Tipologi klassen merupakan salah satu alat analisis ekonomi regional, yaitu

alat analisis yang digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan

struktur pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Pada pengertian ini, Tipologi

Klassen dilakukan dengan membandingkan laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB

perkapita daerah yang akan di analisis dengan laju pertumbuhan ekonomi dan

PDRB per kapita daerah yang yang menjadi acuan atau nasional . Adapun tujuan

dan manfaat dari analisis Tipologi Klassen ini adalah sebagai berikut:

Analisis Tipologi Klassen dapat digunakan untuk tujuan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi posisi perekonomian suatu daerah dengan

memperhatikan perekonomian daerah yang diacunya.

2. Mengidentifikasi sektor, subsektor, usaha, atau komoditi unggulan suatu

daerah.

Berdasarkan tujuan tersebut, penggunaan analisis Tipologi Klassen akan

mendapatkan manfaat sebaga berikut:

1. Dapat membuat prioritas kebijakan daerah berdasarkan keunggulan sektor,

subsektor, usaha, atau komoditi daerah yang merupakan hasil analisis

Tipologi Klassen.

2. Dapat menentukan prioritas kebijakan suatu daerah bardasarkan posisi

perekonomian yang dimiliki terhadap perekonomian nasional maupun

daerah yang diacunya.

3. Dapat menilai suatu daerah baik dari segi daerah maupun sektoral.

Page 81: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Analisis Tipologi Klassen dapat digunakan melalui dua pendekatan, yaitu

sektoral maupun daerah. Dalam penelitian ini penulis memilih analisis tipologi

klassen berdasarkan daerah karena keeratan kaitannya dengan pembahasan yang

di bahas dalam penelitian ini, dengan menggunakan daerah kabupaten dan kota

sebagai daerah yang dianalisis dan Jawa Barat sebagai daerah acuan. Pendekatan

analisis tipologi klassen dengan pendekatan daerah seperti yang diutarakan oleh

Sjafrizal (1997). Pendekatan ini menggunakan data laju pertumbuhan ekonomi

dan PDRB per kapita.

Tabel. 3.8.

Matrik Klasifikasi Pertumbuhan Ekonomi Menurut Tipologi Klassen

PDRB per kapita (y) yi ˂ y yi ˃ y

laju pertumbuhan ( r )

ri ˃ r Daerah berkembang cepat Daerah cepat maju dan

cepat berkembang

ri ˂ r Daerah relatif berkembang Daerah maju tapi tertekan

Keterangan : ri = laju pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota Jawa Barat

r = laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat

yi = PDRB perkapita kabupaten/kota Jawa Barat

y = PDRB perkapita Jawa Barat

Page 82: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Uji Estimasi Model

Untuk menentukan metode panel yang akan digunakan dalam penelitian ini,

maka harus dilakukan beberapa pengujian. Uji Chow dan Uji Hausman

merupakan pengujian yang dapat digunakan dalam menentukan apakah model

panel data dapat diregresi dengan metode Pooled Least Square (PLS), metode

Fixed Effect (FE), atau metode Random Effect (RE). Untuk menentukan apakah

model panel data diregresi dengan metode Pooled Least Square atau dengan

metode Fixed Effect, dilakukan pengujian Chow. Apabila dari hasil uji tersebut

ditentukan bahwa metode Pooled Least Square yang digunkan, maka tidak perlu

diuji kembali dangan pengujuan Hausman. Namun apabila dari hasil uji tersebut

ditentukan bahwa metode Fixed Effect yang digunakan, maka harus ada uji

lanjutan dengan pengujian Hausman untuk lebih memilih antara motode Fixed

Effect atau Random Effect yang akan digunakan.

Tabel 4.1.

Hasil Uji Chow

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 59.316215 (25,101) 0.0000

Sumber: Hasil Pengolahan

Page 83: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Berdasarkan hasil Uji Chow menunjukan bahwa F satistik ˃ F tabel atau

59,316215 ˃ 2.68, maka ditolak dan diterima serta p-value signifikan, yaitu

0.0000 (kurang dari 5%), sehingga metode yang digunakan adalah metode Fixed

Effect. Oleh karena itu, harus dilakukan uji lanjutan untuk menentukan metode

mana yang paling tepat digunakan, apakah metode Fixed Effect atau metode

Random Effect, yaitu dengan melakukan Uji Hausman.

Tabel 4.2.

Hasil Uji Hausman

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 9.157379 3 0.0273

Sumber: Hasil Pengolahan

Berdasarkan hasil Uji Hausman menunjukan bahwa Chi-square statistik ˃

Chi-square tabel atau 9,157379 ˃ 7.81473, maka ditolak dan diterima, serta

p-value signifikan, yaitu 0.0273 (kurang dari 5%), sehingga metode yang akan

digunakan adalah metode Fixed Effect.

4.2. Hasil Estimasi Model

Dalam penelitian ini, untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan indikator

ekonomi regional di pusat-pusat pertumbuhan ekonomi terhadap pertumbuhan

ekonomi Jawa Barat, maka model penelitian yang akan diestimasi adalah:

LPE = f (INV, TK, TP)

Page 84: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Model pada penelitian tersebut akan diestimasi menggunakan lima tahun

waktu observasi, yaitu dari tahun 2007 sampai tahun 2011. Model estimasi yang

digunakan adalah data panel dengan menggunakan metode Fixed Effect (FE).

Penggunaan pendekatan Fixed Effect didasarkan pada hasil Uji Chow dan Uji

Hausman yang menunjukan bahwa metode Fixed Effect lebih tepat digunakan

dalam penelitian ini. Hasil estimasi dengan menggunakan perangkat lunak Eviews

7.0 diperoleh persamaan hasil regresi sebagai berikut:

= + 1,6334 + 1,2164 + 0,07429 +

t-stat (2,1121) (0,8256) (2,8061)

= 0,952400

F-stat = 72,17317

DW stat = 2,121291

4.3. Analisis Efek Individu Kabupaten dan Kota

Dari hasil estimasi model dengan menggunakan metode Fixed Effect, maka

dapat dilihat nilai intersep dari masing-masing daerah tampak terlihat nilai

koefisien intersep laju pertumbuhan ekonomi dari setiap kabupaten dan kota di

Provinsi Jawa Barat memiliki nilai koefisien intersep yang berbeda-beda. Adanya

perbedaan nilai koefisien intersep tersebut dimungkinkan karena daerah yang

diteliti memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Dari 26 kabupaten dan

kota di Provinsi Jawa Barat, terdapat 10 daerah yang memiliki koefisien intersep

positif, terdiri dari 4 kabupaten dan 6 kota, yaitu : Kabupaten Bandung,

Karawang, Bekasi dan Bandung Barat, serta Kota Bogor, Sukabumi, Bandung,

Page 85: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Bekasi, Depok dan Tasikmalaya. Sedangkan daerah yang memiliki koefisien

intersep negatif terdapat di sebanyak 16 daerah, terdiri dari 13 kabupaten dan 3

kota, yaitu: Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Ciamis,

Kuningan, Cirebon, Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang dan Purwakarta,

serta Kota Cirebon, Cimahi dan Banjar.

Tabel 4.3.

Nilai Intersep Setiap Individu

Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat

Koefisien Intersep Positif Koefisien Intersep Negatif

Daerah Nilai Daerah Nilai

Kabupaten Bandung 6,177528 Kabupaten Bogor -1,457244

Kabupaten Karawang 298,6925 Kabupaten Sukabumi -140,0615

Kabupaten Bekasi 56,01795 Kabupaten Cianjur -108,8530

Kabupaten Bandung Barat 23,73865 Kabupaten Garut -24,25574

Kota Bogor 61,25650 Kabupaten Tasikmalaya -117,9839

Kota Sukabumi 80,66681 Kabupaten Ciamis -36,33258

Kota Bandung 293,7747 Kabupaten Kuningan -72,36289

Kota Bekasi 43,74515 Kabupaten Cirebon -26,64334

Kota Depok 109,2942 Kabupaten Majalengka -67,25126

Kota Tasikmalaya 38,71629 Kabupaten Sumedang -81,93197

Kabupaten Indramayu -166,8603

Kabupaten Subang -82,21869

Kabupate Purwakarta -9,194438

Kota Cirebon -7,924417

Kota Cimahi -40,11629

Kota Banjar -28,63636

Sumber : Hasil Pengolahan

Page 86: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

4.4. Analisis Statistik

4.4.1. Uji Koefisien Determinasi ( )

Nilai koefisien determinasi ( ) menggambarkan kemampuan model

regresi menjelaskan variabel dependennya, sedangkan nilai di luar koefisien

determinasi (1- ) dijelaskan oleh faktor-faktor di luar model. Dari hasil estimasi,

besarnya yang diperoleh untuk LPE adalah sebesar 0,952400. Artinya variabel

Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) dalam model sebesar 95,2400 persen dapat

dijelaskan oleh variabel-variabel bebas yang ada dalam model yaitu Investasi

(INV), Tenaga Kerja (TK), dan Tingkat Pendidikan (TP). Sementara 4,76 persen

sisanya dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak terdapat dalam model ini

dan faktor-faktor lainnya. Sehingga dapat disimpulkan model ini baik dan dapat

menjelaskan permasalahan dari penelitian ini.

4.4.2. Uji Parsial (t-stat)

Uji signifikansi parsial bermaksud untuk melihat signifikansi pengaruh

variabel independen secara parsial (individu) terhadap variabel dependen.

Parameter yang digunakan adalah suatu variabel independen dikatakan secara

signifikan berpengaruh terhadap variabel dependen bila nilai t-stat lebih besar dari

nilai t-tabel atau juga dapat diketahui dari nilai probabilitas t-stat yang lebih kecil

dari nilai alpha (α) 1 persen, 5 persen, atau 10 persen.

Page 87: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Tabel 4.4.

Uji Signifikansi t (α = 0,05)

variabel t-stat t-tabel kesimpulan

INV 2,112154 1,65704 Signifikan

TK 0,825675 1,65704 Tidak Signifikan

TP 2,806149 1,65704 Signifikan Sumber : Hasil Pengolahan

Dari tabel 4.4 dapat dijelaskan signifikansi masing-masing variabel yang

mempengaruhi terhadap variabel terikatnya. Dari hasil pengujian dengan tingkat

probabilitas 5% maka diperoleh hasil bahwa terdapat satu variabel independen

yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependennya yaitu variabel Tenaga

Kerja dan terdapat dua variabel independen yang signifikan mempengaruhi

variabel dependennya yaitu variabel Investasi dan Tingkat Pendidikan.

4.4.3. Uji Simultan (F-stat)

Uji signifikansi parameter atau uji F dilakukan dengan tujuan untuk

melihat pengaruh dari variabel-variabel independen secara bersama-sama atau

keseluruhan. Parameternya adalah bila nilai F-stat lebih besar dibandingkan nilai

F-tabel atau nilai probabilitas F-stat lebih kecil dari nilai alpha (α) 1 persen, 5

persen atau 10 persen, maka dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan variabel-

variabel independen dalam model berpengaruh signifikan terhadap variabel

dependennya.

F-stat yang dihasilkan pada persamaan sebelumnya memiliki nilai F-stat

sebesar 72,17317 dan nilai F-tabel dengan nilai probabilitas 5% sebesar 2,68.

Page 88: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Artinya nilai F-stat ˃ F-tabel atau 72,17317 ˃ 2,68. Maka, variabel Investasi

(INV), Tenaga Kerja (TK), Tingkat Pendidikan (TP) secara bersama-sama

mempengaruhi Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE).

4.4.4. Uji Autokolerasi

Uji autokolerasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya

penyimpangan asumsi klasik autokolerasi yaitu kolerasi yang terjadi antara

residual pada suatu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi.

Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokolerasi dalam model

regresi. Metode pengujian yang digunakan adalah dengan uji Durbin-Watson (Uji

DW). Hasil dari pengujian Durbin Watson dalam model yang digunakan, dapat

dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.5.

Daerah Batas Autokolerasi

D DL DU 4-DU 4-DL Keterangan

2,121291 1,6667 1,7610 2,239 2,3333 Tidak Ada Autokolerasi

Sumber : Hasil Olahan

Tabel 4.5 menunjukan bahwa nilai DW-stat adalah 2,121291 dan berada

diantara ˂ D ˂ 4 - , maka yang menyatakan tidak ada autololerasi positif

maupun yang menyatakan tidak ada autokolerasi tidak ada autokolerasi negatif

diterima. Dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak terdapat masalah autokolerasi

dalam persamaan yang diuji, dan hasil pengujian statistik dapat diterima dan tidak

bias.

Page 89: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

4.5. Pola Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Barat.

Berdasarkan pengklasifikasian pola pertumbuhan ekonomi menggunakan

tipologi klassen dengan pendekatan wilayah, maka dalam tabel berikut ini dapat

diketahui pola pertumbuhan ekonomi dari masing-masing kabupaten dan kota di

Provinsi Jawa Barat.

Tabel 4.6.

Klasifikasi Pertumbuhan Ekonomi Menurut Tipologi Klassen

Daerah Berkembang Cepat Daerah Cepat Maju dan Cepat

Tumbuh

Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bekasi, Kota Depok dan

Kota Tasikmalaya

Kab. Karawang,Kab. Bekasi dan Kota Bandung

Daerah Relatif Tertinggal Daerah Maju Tapi Tertekan

Kab. Bogor, Kab. Sukabumi, Kab. Cianjur, Kab. Bandung,

Kab. Garut, Kab. Tasikmalaya, Kab, Ciamis,

Kab. Kuningan, Kab. Cirebon, Kab. Majalengka,

Kab. Sumedang, Kab. Subang, Kab.Bdg Barat dan

Kota Banjar

Kab. Indramayu, Kab. Purwakarta, Kota Cirebon dan Kota Cimahi

4.6. Analisis Ekonomi

Berdasarkan hasil estimasi pengaruh investasi terhadap laju pertumbuhan

ekonomi di Provinsi Jawa Barat, diketahui selama periode 2007 hingga 2011 nilai

t-statistik untuk investasi yaitu 2,112154 dan t-tabel 1,65704, sehingga t-statistik

˃ t-tabel serta memiliki probabilitas 0,0371 di bawah 5% , artinya variabel

investasi signifikan mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi. Setelah diestimasi

Page 90: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

variabel investasi memiliki koefisien 1,6334, yang berarti jika jumlah investasi

naik sebesar satu persen maka laju pertumbuhan ekonomi akan mengalami

kenaikan 1,6334 persen dengan asumsi variabel lainnya tetap atau konstan

Berdasarkan hasil estimasi menunjukan bahwa investasi berpengaruh

positif terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Hasil ini sejalan dengan pendapat

para ekonom pada umumnya yang menyatakan bahwa investasi berkolerasi positif

dengan pertumbuhan ekonomi. Terlebih untuk negara berkembang seperti

Indonesia, salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi yang sangat

dominan adalah faktor investasi, di samping faktor konsumsi. Kontribusi investasi

terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi permintaan

dan penawaran. Dari sisi permintaan, peningkatan investasi akan menjadi stimulus

pertumbuhan ekonomi dengan menciptakan pertumbuhan yang efektif. Sedangkan

dari sisi penawaran, pertumbuhan investasi akan merangsang pertumbuhan

ekonomi dengan menciptakan lebih banyak cadangan modal yang kemudian

berkembang dalam peningkatan kapasitan produksi. Sehubungan dengan hal itu,

maka sudah sewajarnya pemerintah melakukan kebijakan yang bertujuan untuk

meningkatkan masuknya investasi, baik investasi asing maupun domestik.

Berdasarkan hasil estimasi pengaruh tenaga kerja terhadap laju

pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat, diketahui bahwa selama periode

2007 hingga 2011 nilai t-statistik untuk tenaga kerja yaitu 0,825675 dan t-tabel

1,65704, sehingga t-statistik ˂ t-tabel serta probabilitas 0,4109 diatas 5%, artinya

variabel tenaga kerja tidak signifikan mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi.

Setelah diestimasi variabel tenaga kerja berpengaruh positif terhadap laju

Page 91: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

pertumbuhan ekonomi dengan nilai koefisien regresi sebesar 1,2164, yang berarti

jika jumlah tenaga kerja naik sebesar satu persen maka akan mengakibatkan laju

pertumbuhan ekonomi naik sebesar 1,2164 persen dengan asumsi variabel lainnya

konstan atau tetap.

Pengaruh tingkat tenaga kerja yang tidak signifikan terhadap laju

pertumbuhan ekonomi salah satu sebabnya bisa di sebabkan oleh kualitas dari

tenaga kerja yang dimiliki, walaupun jumlah tenaga kerja berlimpah tidak

memungkiri akan berdampak pada berkurangnya kualitas dan kuantitas barang

atau jasa yang nantinya akan dihasilkan jika kualitas tenaga kerja yang digunakan

tidak memadai. Tenaga kerja tidak saja penting dari segi kuantitas, tetapi yang

tidak kalah penting adalah kualitasnya. Peningkatan kualitas tenaga kerja dapat

dilakukan melalui pendidikan formal maupun non formal, dan dapat saja

diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh swasta. Hasil regresi yang

menunjukan koefisien elastisitas yang positif dari tenaga kerja dalam

mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat seyogyanya tidak di-

interprestasikan secara matematis, karena mskipun ada peningkatan jumlah tenaga

kerja dari tahun ke tahun tetapi tenaga kerja tersebut kualitasnya masih belum

memadai untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan laju pertumbuhan

ekonomi.

Berdasarkan hasil estimasi pengaruh tingkat pendidikan terhadap laju

pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat, diketahui bahwa selama periode

2007 hingga 2011 nilai t-statistik untuk tingkat pendidikan yaitu 2,806149 dan t-

tabel yaitu 1,65704, sehingga t-statistik ˃ t-tabel serta probabilitas 0,0060 di

Page 92: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

bawah 5%. Artinya variabel tingkat pendidikan signifikan mempengaruhi

permintaan laju pertumbuhan ekonomi. Setelah diestimasi variabel tingkat

pendidikan berpengaruh positif terhadap laju pertumbuhan ekonomi dengan nilai

koefisien 0,0742, yang berarti jika tingkat pendidikan naik sebesar satu persen

maka akan mengakibatkan laju pertumbuhan ekonomi naik sebesar 0,0742 persen

dengan asumsi variabel lainnya konstan atau tetap.

Hubungan positif antara tingkat pendidikan dengan laju pertumbuhan

ekonomi, sesuai dengan indikasi yang dikemukakan penulis dalam subbab

kerangka pemikiran. Pendidikan merupakan satu investasi yang sangat berguna

bagi pertumbuhan ekonomi. Masyarakat atau individu yang memperoleh

pendidikan tinggi cenderung memperoleh pendapatan yang lebih tinggi jika

dibandingkan dengan individu yang tidak memiliki pendidikan tinggi. Hal

tersebut dikarenakan individu yang memiliki pendidikan tinggi banyak di

tempatkan pada sektor formal yang cenderung memiliki upah yang lebih layak

jika dibandingkan dengan pekerja di sektor non-formal. Peningkatan dalam

pendidikan memberikan beberapa manfaat dalam mempercepat pertumbuhan

ekonomi yaitu manajemen perusahaan-perusahaan modern yang dikembangkan

semakin efisien, penggunaan teknologi modern dalam kegiatan ekonomi dapat

lebih cepat berkembang.

Berdasarkan hasil pengklasifikasian menggunakan menggunakan analisis

Tipologi Klassen, maka dapat diketahui pola pertumbuhan ekonomi dari masing-

masing kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat

Page 93: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Terdapat dua kabupaten dan satu kota yang termasuk ke dalam daerah cepat

maju dan cepat berkembang, antara lain: Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi

dan Kota Bandung.

Terdapat lima kota yang termasuk ke dalam daerah berkembang cepat,

antara lain: Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bekasi, Kota Depok dan Kota

Tasikmalaya.

Terdapat dua kabupaten dan dua kota yang termasu ke dalam daerah maju

tapi tertekan, antara lain: Kabupaten Indramayu, Kabupaten Purwakarta,Kota

Cirebon dan Kota Cimahi.

Terdapat tiga belas kabupaten dan satu kota yang termasuk ke dalam daerah

relatif tertinggal, antara lain: Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten

Cianjur, Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya,

Kabupaten Ciamis, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kabupaten

Majalengka, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Subang, Kabupaten Bandung

Barat dan Kota Banjar.

Page 94: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis studi dan pembahasan tentang Pengaruh

Investasi, Tenaga Kerja dan Tingkat Pendidikan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Jawa Barat, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat dipengaruhi positif secara

signifikan oleh investasi dan tingkat pendidikan. Semakin tinggi jumlah

investasi dan indeks pendidikan yang ada di Provinsi Jawa Barat maka akan

semakin mendorong pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat. Sedangkan

jumlah tenaga kerja berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat. Kenaikan jumlah tenaga kerja di Jawa

Barat tidak begitu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat. Hal ini

bisa disebabkan penyerapan tenaga kerja yang terjadi tidak diimbangi dengan

kualitas dari tenaga kerja tersebut. Jumlah tenaga kerja yang tercatat lebih

banyak terdapat pada industri yang memperkerjakan pekerja di sektor

nonformal, sehingga kualitas barang atau jasa yang diproduksi kalah bersaing

dengan produk dari daerah atau negara lain. Maka dari hasil penelitian ini

dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari

Page 95: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

investasi dan tingkat pendidikan, dan pengaruh positif dari tenaga kerja

terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat.

2. Pengklasifikasian kabupaten dan kota berdasarkan laju pertumbuhan ekonomi

dan PDRB perkapita di Provinsi Jawa Barat dengan memakai alat analisis

Tipologi Klassen dengan pendekatan wilayah ternyata menunjukan banyak

kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat selama tahun 2007-2011 yang termasuk

ke dalam daerah relatif tertinggal. Dari 26 kabupaten dan kota yang ada di

Provinsi Jawa Barat sebanyak 13 kabupaten dan satu kota masuk ke dalam

klasifikasi daerah relatif tertinggal dan hanya tiga daerah yang masuk

klasifikasi daerah cepat maju dan cepat berkembang.

5.2. Saran

Adapun saran yang akan diajukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

1. Meskipun secara kuantitas jumlah tenaga kerja mengalami peningkatan tiap

tahunnya tapi tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di

Provinsi Jawa Barat. Seyogyannya kenaikan jumlah tenaga kerja disertai

dengan peningkatan kualitas dari tenaga kerja tersebut oleh pemerintah

daerah, misalnya dengan memperbanyak pendidikan kewirausahaan melalui

jalur non formal.

2. Kondisi investasi sedang berlangsung harus dipacu dengan peningkatan

situasi kondusif berinvestasi, pembuatan peta potensi daerah dan

Page 96: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

pembentukan unit pelayanan terpadu di daerah untuk mempermudah

pelayanan pembuatan ijin usaha dan investasi.

3. Peningkatan kualitas pendidikan oleh pemerintah daerah, dengan

mengalokasikan dana yang cukup untuk seluruh kabupaten dan kota yang ada

di Provinsi Jawa Barat.

4. Pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan ekonomi hendaknya

lebih memperhatikan aspek pemerataan distribusi pendapatan. Tingginya

disparitas pendapatan antar wilayah cenderung disebabkan penumpukan

distribusi pendapatan di daerah cepat maju dan cepat tumbuh. Maka dari itu

pemerintah daerah harus lebih serius untuk menangani disparitas pendapatan

dengan kebijakan pembangunan yang memprioritaskan pada daerah yang

relatif tertinggal tanpa mengabaikan daerah yang sudah maju sebelumnya.

Page 97: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

DAFTAR PUSTAKA

A, Sudjana M, (2002), Metoda Statistika, PT.Tarsito, Bandung.

Badan Koordinasi Promosi Dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Barat,

Berbagai Tahun Terbitan, Realisasi PMA-PMDN Berdasarkan Lokasi,

Badan Koordinasi Promosi Dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa

Barat.

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, Berbagai Tahun Terbitan, Jawa Barat

Dalam Angka, BPS Provinsi Jawa Barat.

Badan Pusat Statistik, Berbagai Tahun Terbitan, Indeks Pembangunan Manusia,

Badan Pusat Statistik.

Boediono, (1981), Teori Pertumbuhan Ekonomi, BPFE Yogyakarta.

Ginanjar, Rah Adi Fahmi, (2012), Pengaruh Desentralisasi Fiskal Dan

Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten

Dan Kota Di Provinsi Jawa Barat, 54-60.

Gujarati, Damodar N, (2005), Basic Econometrics, New York : McGraw-Hill.

Jhingan, M.L, (2001), Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, P.T. Raja

Grifindo Persada, Jakarta.

Rustino, Deddy, (2008), Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, Dan

Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi

Jawa Tengah.1-2.

Syafrizal, (1997), Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah

Indoesia Bagian Barat, Majalah Prisma . No.3 Maret 1997, hal 27-38,

LP3ES.

Sukirno, Sadono, (2000), Ekonomi Pembangunan: Problematika dan pendekatan,

Penerbit Salemba Empay Edisi Pertama, 2000.

Sugiyanto, (2010), Analisis Pengembangan Pusat-pusat Pertumbuhan Ekonomi

Kabupaten Lamandau, Jurnal Mitra Ekonomi dan Manajemen, Vol.1,

No.2, 202-203.

Page 98: Jbptunpaspp Gdl Redimaulan 2679 1 Redimau 4

Wicaksono, Cholif Prasetio, (2010), Analisis Disparitas Pendapatan Antar

Kabupaten/kota dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2003-2007. Nim. C2B 605 121.

Winarno, Wing Wahyu, (2011), Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan

Eviews, Ed. 3, UPP STIM YKPN, Yogyakarta.