iodimetri ok

18
1. PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Pustaka Analisa iodimetri adalah analisa kuantitatif untuk menentukan kadar secara volumetri dengan menggunakan larutan standart Na 2 S 2 O 3 dan termasuk reaksi redoks (Mills, 1982). Analisa kuantitatif adalah metode laboratorium yang mengacu pada analisa suatu zat atau campuran, untuk menentukan kuantitas atau banyaknya komponen. Tidak semata-mata menentukan adanya kation atau anion (Petrucci,1992). Iodimetri adalah salah satu cara untuk menentukan kadar reduktor dalam larutan dengan jalan direaksikan dengan larutan standart I 2 , sebagai zat pengoksidasi. Kelebihan I 2 akan menyebabakan bereaksinya I 2 dengan indikator amylum membentuk warna biru. Zat yang bersifat pereduksi yang sangat kuat relatif lebih sedikit bila dititrasi langsung dengan iod. Ion iod yang berlebihan ditambahkan pada zat pengoksid yang akan ditetapkan, dibabaskan iod, yang kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat (Day & Underwood, 1992). Analisa Kuantitatif sederhana dibagi dan digolongkan menjadi : o Analisa Gravimetri Sebuah cuplikan ditimbang kemudian dilakukan reaksi untuk mengubah zat yang hendak ditetapkan menjadi senyawa lain yang beratnya dapat ditentukan.

Upload: verlenciakhosasih

Post on 17-Sep-2015

226 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

dsfds

TRANSCRIPT

1

1. PENDAHULUAN

1.1. Tinjauan Pustaka

Analisa iodimetri adalah analisa kuantitatif untuk menentukan kadar secara volumetri dengan menggunakan larutan standart Na2S2O3 dan termasuk reaksi redoks (Mills, 1982). Analisa kuantitatif adalah metode laboratorium yang mengacu pada analisa suatu zat atau campuran, untuk menentukan kuantitas atau banyaknya komponen. Tidak semata-mata menentukan adanya kation atau anion (Petrucci,1992).Iodimetri adalah salah satu cara untuk menentukan kadar reduktor dalam larutan dengan jalan direaksikan dengan larutan standart I2, sebagai zat pengoksidasi. Kelebihan I2 akan menyebabakan bereaksinya I2 dengan indikator amylum membentuk warna biru. Zat yang bersifat pereduksi yang sangat kuat relatif lebih sedikit bila dititrasi langsung dengan iod. Ion iod yang berlebihan ditambahkan pada zat pengoksid yang akan ditetapkan, dibabaskan iod, yang kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat (Day & Underwood, 1992).

Analisa Kuantitatif sederhana dibagi dan digolongkan menjadi :

Analisa Gravimetri

Sebuah cuplikan ditimbang kemudian dilakukan reaksi untuk mengubah zat yang hendak ditetapkan menjadi senyawa lain yang beratnya dapat ditentukan.

Analisa Volumetri

Menentukan volume suatu larutan yang konsentrasinya telah diketahui dengan tepat, yang bereaksi kuantitatif dengan zat yang akan ditentukan (Day & Underwood, 1992).Pada titrasi ini indikator yang digunakan adalah amilum atau kanji. Titik Akhir Titrasi (TAT) dapat diketahui dengan indikasi perubahan warna menjadi biru. Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena warna I2 yang dititrasi tersebut akan lenyap apabila titik akhir tercapai, warna itu mulamula kuning tua kemudian lamalama menjadi oranye, dan akhirnya menjadi biru tua sampai kembali menjadi kuning muda. Konsentrasi iod masih dapat dilihat dengan mata dan memungkinkan penghentian titrasi dengan kelebihan satu tetes iod. Tetapi akan lebih mudah dan tegas apabila ditambahkan amilum sebagai indikator ke dalam larutan. (Harjadi, 1986).

Pewarnaan biru amylum iod disebabkan oleh terbentuknya suatu senyawa dalam dari amilosa-amilium dan atom iod. Fraksi amilosa-amilum mempunyai bentuk heikal dan dengan itu membentuk celah berbentuk saluran. Jika iodide sudah digunakan, maka terjadi penguraian disosiasi dari iod-amilum biru tadi. Pewarnan kuning lemah disebabkan oleh larutan iod dalam air yang sangat encer (Biascke & Roth,1998).

Iod dapat diperoleh dalam jumlah kecil dari ganggang laut yang dikeringkan, karena beberapa tanaman laut mampu memekatkan I- secara selektif dari kehadiran Cl- dan Br -. Konsentrasi I-(aq) yang rendah juga terdapat dalam air laut yang berasosiasi dalam ladang minyak. Dari sumber-sumber ini oksidasi I- dendan bermacam-macam pengoksidasi dimungkinkan. Sumber alam terbanyak yang mengandung iod adalah NaIO3, yang terdapat dalam cadangan besar di Chili. Dari segi komersial, iod kurang penting dibandingkan klor dan brom. Meskipun iod juga penting dalam laboratorium kimia analitik (Petrucci, 1989).

Dalam proses analitik, iod sebagai zat pengoksid (iodimetri), dan ion iodida sebagai zat pereduksi (iodometri). Relatif sedikit zat yang bersifat pereduksi yang cukup kuat untuk dapat dititrasi langsung dengan iod. Ion iodida merupakan zat pereduksi yang wajar kuatnya, lebih kuat daripada misalnya ion Fe. Reaksi antara iod dan tiosulfat berlangsung baik sampai lengkap. Zat zat penting yang merupakan zat pereduksi yang cukup kuat untuk dititrasi dengan iod adalah Tiosulfat, Arsen (III), Stibium(III), Sulfida, Sulfit, Timah (II) dan Ferosianida. Larutan standar yang sering digunakan adalah natium tiosulfat. Larutan tidak boleh distandarkan berdasarkan penimbangan langsung melainkan harus distandarkan terhadap suatu standar primer. Larutan natrium tiosulfat tidak stabil dalam waktu lama. Bakteri yang memakan belerang akhirnya masuk ke larutan itu dan proses metaboliknya akan mengakibatkan pembentukan SO32-, SO42- dari belerang koloidal, yang akan menimbulkan kekeruhan dan jika timbul harus dibuang. Hendaknya ditekankan bahwa ada beberapa ahli kimia lebih menyukai untuk menghindari istilah iodimetri dan sebagai gantinya menggunakan istilah proses iodometri tidak langsung dan langsung ( Day & Underwood, 1992 ).Iod merupakan zat padat yang sukar larut dalam air tetapi sangat mudah larut dalam larutan KI karena mebentuk I3-. Iod larut dalam air hanya sekitar 0,0013 mol/liter pada suhu 25C. Larutan ion tidak stabil sehingga perlu dilakukan standarisasi berulang kali. Faktor yang menyebabkan ketidakstabilan larutan iod antara lain karena penguapan iod, reduksi iod dengan bahan-bahan organik (karet, gabus) yang mungkin masuk dalam larutan lewat debu dan asap, oksidasi oleh udara pada pH rendah. Oksidasi ini dipercepat oleh cahaya dan panas, sehingga larutan hendaknya disimpan dalam botol berwarna gelap di tempat sejuk. Selain itu larutan juga harus dihindarkan dari kontak dengan bahan organik maupun gas yang mereduksi seperti SO2 dan H2S (Harjadi, 1986).

Larutan Natrium tiosulfat tidak stabil dalam waktu lama. Reaksi itu cepat dan berlangsung sampai lengkap benar dan tidak ada reaksi samping. Jumlah zat yang digunakan standar primer untuk larutan tiosulfat. Iod murni paling jelas sebagai standar primer, namun jarang digunakan karena sukar menangani dan menimbangnya. Lebih sering menggunakan zat pengoksid kuat yang bersifat akan membebaskan iod dari iodida jadi suatu proses iodimetri (Day, 1992).Sumbersumber kesalahan dalam titrasi iodimetri dapat disebabkan oleh hidrolisa oksigen dengan air, pemberian amilum, atau banyaknya reaksi analat dengan KI yang berjalan dengan lambat. Supaya tidak terjadi kesalahan oksigen sebaiknya larutan yang dititrasi jangan tergeletak terlalu lama agar larutannya tidak menguap (Harjadi, 1986).

Vitamin dapat dibagi atas dua golongan yaitu vitamin larut air dan vitamin larut lemak. Vitamin larut air adalah vitamin-vitamin B compleks dan vitamin C. Sedangkan vitamin larut lemak adalah vitamin-vitamin A,D,E dan K. Vitamin larut air tidak dapat disimpan di dalam tubuh sehingga kelebihan akan terbuang melalui air seni sedangkan vitamian larut lemak dapat disimpan dalam hati bila ada kelebihan (A.Simorangkir,1980).

Vitamin C mempunyai sifat pereduksi yang kuat. Sifat tersebut disebabkan oleh adanya struktur enediol yang berkonjugasi dengan gugus karbonil dan cincin lakton. Bentuk vitamin C yang paling umum adalah L-asam askorbat, sedang D-asam askorbat jarang terdapat di alam dan hanya memiliki 10% aktivitas vitamin C. Biasanya D-asam askorbat ditambahkan ke dalam bahan pangan sebagai antioksidan, bukan sebagai sumber vitamin C (Nuri, 1994).

Vitamin ini sangat mudah rusak dibandingkan dengan vitamin-vitamin yang lainnya. Seorang harus berhati-hati dalam menyediakan makanan kaya vitamin C. terbuka diudara, suhu yang sangat tinggi, air dan pengeringan dapat menghilangkan vitamin ini dari makanan (A.Simorangkir,1980).

1.2. Tujuan Praktikum

Praktikum kali ini bertujuan untuk menentukan kadar vitamin C dalam Marimas rasa jeruk nipis, dengan cara titrasi iodimetri.

2. MATERI DAN METODA2.1. Materi

2.1.1. Alat

Dalam praktikum kali ini alat-alat yang digunakan meliputi : Pipet ukur, pompa pilleus, pipet tetes, timbangan analitik, gelas arloji, labu takar, Erlenmeyer, buret, statif, corong.

2.1.2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain, adalah : Sampel (Marimas rasa jeruk nipis), aquadestilata, I2, Na2S2O3 0,05 N, indikator amilum.

2.2. Metoda

Metoda yang digunakan dalam praktikum ini yaitu, pertama-tama 2 gram sampel (Marimas rasa jeruk nipis) diletakkan dalam gelas arloji dan ditimbang dengan neraca analitik. Lalu dilarutkan dengan aquades di dalam labu takar hingga volumenya 100 ml, kemudian diambil 10ml larutan tersebut dan dimasukkan dalam Erlenmeyer. Setelah itu ditambah 10 ml I2 dan 3 tetes indikator amilum. Dititrasi dengan Na2S2O3 0,05 N, hingga mencapai titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan warna kemudian dicatat volumenya. Percobaan diatas diulangi sebanyak 2 kali. Dihitung kadar vitamin C yang telah dititrasi dan diamati reaksi yang terjadi selama percobaan.

3. HASIL PENGAMATAN

kel vol.Na2SO3 Perubahan Warna Kadar Vitamin C 1 0,5ml kuning oranye biru tua kuning 1,1 %

2 0,5ml kuning oranye biru tua kuning 1,1 %

3 0,5ml kuning muda oranye biru tua kuning muda 1,1 %

4 0,5ml kuning biru kuning muda 1,1 %

5 1,2ml kuning muda oranye biru tua kuning muda 2,6 % 6 0,5ml kuning muda oranye muda biru tua kuning muda 1,1 %

4. PEMBAHASAN

Larutan standar yang biasa digunakan dalam kebanyakan proses iodimetri adalah natrium tiosulfat (Day& Underwood,1992).Analisa iodimetri digunakan untuk menentukan kadar reduktor di dalam larutan dengan jalan direaksikan dengan larutan standar I2 sebagai zat oksidator. Kelebihan sedikit I2 akan bereaksi dengan amilum membentuk warna biru. Reaksi yang terjadi:

Reduktor + I2 I- + hasil oksidasi

I- + I2 + Amilum Amilum I3- (Day & Underwood, 1992)

Dalam percobaan ini, tujuan utamanya adalah menghitung kadar vitamin C pada sampel Marimas. Percobaan ini dilakukan dengan menitrasi larutan Marimas yang telah dicampur 10 ml I2 dan 3 tetes indicator amilum dengan Na2S2O3. Warna larutan Marimas yang mula-mula kuning tua berubah menjadi kuning muda setelah sebelumnya berwarna ungu tua. Hal ini terjadi karena adanya penambahan Na2S2O3 pada saat titrasi dan iod dalam larutan tersebut terbebaskan (Mills, 1981).

Asam askorbat atau vitamin C yang mempunyai BM= 176, 26 adalah pereaksi reduksi. Reaksinya sebagai berikut : C6H8O6 C6H6O6 + 2 H (Hadi, 1986). Pada percobaan iodimetri, dihasilkan reaksi sebagai berikut :

C6H8O6 + I2 (aq) ( C6H6O6 + 2 I- + 2 H+Vitamin C sendiri memiliki rumus empiris C6H8O6 dalam bentuk murni mirip kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau dan mencair pada suhu 190 oC-192oC. Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam. Vitamin C yang terkandung dalam larutan murni yang dibuat dengan menitrasi menggunakan 0,01 N Iodin sangat tidak efektif untuk mengukur kandungan asam askorbat dalam bahan pangan karena terdapat komponen selain vitamin C yang bersifat mereduksi. Pengukuran vitamin C dengan titrasi menggunakan 2,6-dichlorofenol indofenol merupakan cara yang paling tepat untuk menentukan kadar vitamin C dalam bahan pangan (Andarwulan & Sutrisno, 1992).Dari hasil pengamatan percobaan yang telah dilakukan, untuk kelompok I diperoleh kadar vitamin C 1,1 % padahal dari daftar nilai gizi yang tertera pada kemasan Marimas dikatakan kadar vitamin C pada tiap gramnya adalah 8,3 %. Ini berarti terjadi kesalahan dalam proses penentuan kadar yang dilakukan. Beberapa penyebab kesalahan dalam percobaan ini adalah waktu menimbang kurang teliti, mengaduk larutan kurang rata, sehingga jumlah sample yang diperlukan dalam pengujian tidak sesuai dengan yang diuji. Kesalahan juga bisa dikarenakan oleh adanya standarisasai yang hanya dilakukan sekali, penguapan iod, oksidasi dengan udara dan reduksi iod (Harjadi, 1986). Pada percobaan ini indikator yang dipakai adalah amilum. Perubahan warna dari ungu pada awal titrasi menjadi kuning pada akhir titrasi menandakan bahwa titik akhir titrasi telah tercapai. Penambahan indikator dapat berfungsi memperjelas dan menegaskan kapan titrasi harus dihentikan (Harjadi, 1986).

5. KESIMPULAN

Iodimetri adalah penetapan kadar reduktor dalam larutan dengan jalan direaksikan dengan larutan standart I2 sebagai zat pengoksid. Pada percobaan iodimetri, larutan standar yang digunakan adalah I2 dan titran yang digunakan adalah Na2S2O3. Indikator yang digunakan adalah amylum.

Penggunaan I2 yang berlebih dapat bereaksi dengan indikator amylum membentuk warna biru.

Larutan Iod tidak stabil karena mudah menguap oleh karena itu untuk

mendapatkan hasil yang valid dibutuhkan standarisasi berulang kali.

Dapat menentukan kadar vitamin C dalam Marimas Rasa Jeruk dengan cara titrasi iodometri.

Faktor-faktor yang mudah mengoksidasi vitamin C antara lain; oksigen, pH netral, ion logam, dan cahaya

6. DAFTAR PUSTAKAAndarwulan, Nuri. (1994). Kimia Vitamin. Rajawali Pers. Jakarta.

Biascke & Roth. (1998). Analisis Farmasi. Gajah Mada University. Yogyakarta.

Day, R. A. & A. L. Underwood. (1992). Analisis Kimia Kuantitatif, Edisi kelima. Erlangga . Jakarta.

Hadi, S. (1986). Analisa Kuantitatif. PT Gramedia. Jakarta.

Harjadi, W. (1986). Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia Pusataka Utama. Jakarta.

Mills, J. (1981). Chemistry. Mc Graw Hill. United States of America.

Mills, J. (1982). Ilmu kimia Analitik Dasar. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.

Petrucci, R. H. (1989). Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Erlangga. Jakarta.

Petrucci, M. (1992). Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta.Simorangkir, A (1980). Menu Sehat Untuk Keluarga. Indonesia Publishing House. Bandung.

7. LAMPIRAN

Reaksi : C6H8O6 (aq) + I2 (aq) C6H6O6 (aq) + 2H+ (aq) + 2I- (aq)

Kelompok Im.gr x valensi (2) = V Na2S2O3 x N Na2S2O3 x Fp (100/10)

BM m.gr x 2 = 0,5 x 0,05 x 100

176 10

m.gr = 0,25 88

m.gr = 22 mg

= 22.10-3 gram

Kadar Vitamin C = 22.10-3 x 100 %

2

= 1,1 %

Kelompok IIm.gr x valensi (2) = V Na2S2O3 x N Na2S2O3 x Fp (100/10)

BM m.gr x 2 = 0,5 x 0,05 x 100

176 10

m.gr = 0,25

88

m.gr = 22 mg

= 22.10-3 gram

Kadar Vitamin C = 22.10-3 x 100 %

2

= 1,1 %

Kelompok IIIm.gr x valensi (2) = V Na2S2O3 x N Na2S2O3 x Fp (100/10)

BM m.gr x 2 = 0,5 x 0,05 x 100

176 10

m.gr = 0,25

88

m.gr = 22 mg

= 22.10-3 gram

Kadar Vitamin C = 22.10-3 x 100 %

2

= 1,1 %

Kelompok IVm.gr x valensi (2) = V Na2S2O3 x N Na2S2O3 x Fp (100/10)

BM m.gr x 2 = 0,5 x 0,05 x 100

176 10

m.gr = 0,25

88

m.gr = 22 mg

= 22.10-3 gram

Kadar Vitamin C = 22.10-3 x 100 %

2

= 1,1 %

Kelompok Vm.gr x valensi (2) = V Na2S2O3 x N Na2S2O3 x Fp (100/10)

BM m.gr x 2 = 1,2 x 0,05 x 100

176 10

m.gr = 0,6

88

m.gr = 52,8 mg

= 52,8.10-3 gram

Kadar Vitamin C = 52,8.10-3 x 100 %

2

= 2,6 %

Kelompok VIm.gr x valensi (2) = V Na2S2O3 x N Na2S2O3 x Fp (100/10)

BM m.gr x 2 = 0,5 x 0,05 x 100

176 10

m.gr = 0,25

88

m.gr = 22 mg

= 22.10-3 gram

Kadar Vitamin C = 22.10-3 x 100 %

2

= 1,1 %