i. pendahuluan - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2008/240210080110_1_1588.pdf ·...
TRANSCRIPT
FTIP001657/001
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permintaan konsumen terhadap makanan dengan kualitas tinggi tanpa
pengawet kimia merupakan suatu tantangan bagi industri pangan saat ini. Pencemaran
mikroorganisme pada produk pangan merupakan masalah yang paling banyak
dijumpai pada kehidupan sehari-hari. Mikroorganisme kontaminan dapat
menyebabkan perubahan fisik maupun kimiawi pada produk pangan. Hal tersebut
mendorong peningkatan pemanfaatan antimikroba alami untuk mencegah
pertumbuhan mikroorganisme kontaminan.
Mikroorganisme kontaminan masuk ke dalam makanan dapat melalui air,
debu, udara, tanah, alat-alat (selama proses produksi atau penyiapan) atau dari hasil
sekresi dari usus manusia atau hewan. Mikroorganisme yang mengkontaminasi
makanan dapat berupa bakteri, kapang dan khamir (BPOM RI, 2008).
Banyak faktor yang mempengaruhi jumlah serta jenis mikroba yang terdapat
dalam makanan, diantaranya adalah sifat makanan itu sendiri (pH, kelembaban, nilai
gizi), keadaan lingkungan dari mana makanan tersebut diperoleh, serta kondisi
pengolahan ataupun penyimpanan. Pengujian cemaran mikroorganisme perlu
menggunakan mikroorganisme indikator karena mudah dideteksi serta memberikan
gambaran tentang kondisi higienis dari produk yang diuji (BPOM RI, 2008).
Escherichia coli merupakan mikroorganisme indikator sanitasi makanan
karena keberadaannya banyak dijumpai pada makanan yang tercemar serta dapat
menyebabkan timbulnya penyakit. Keberadaan mikroorgnisme tersebut memberikan
peran dalam menyebabkan kerusakan pada nira aren selama proses penyimpanan
FTIP001657/002
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
2
(Sardjono, Rahma dan Anton, 1983). Leuconostoc mesenteroides merupakan jenis
bakteri yang bersifat heterofermentatif, yaitu memfermentasi gula menjadi asam
laktat, CO2, dan etanol atau asam asetat. L. mesenteroides dapat menguraikan sukrosa
pada nira menjadi glukosa yang selanjutnya diubah menjadi dekstran. Dekstran
merupakan senyawa polimer glukosa yang dapat menyebabkan permasalahan pada
industri gula karena dekstran dapat menurunkan produktivitas gula (Wahyuningtyas,
Kristiani dan Triantarti, 2008). Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir yang
dapat menyebabkan pada fermentasi, khususnya pada nira. S. cerevisiae dapat
mengoksidasi gula menjadi karbon dioksida dan air dengan bantuan oksigen.
Keberadaan S. cerevisiae pada nira dapat membuat cita rasa yang khas namun dapat
menyebabkan terfermentasinya nira sehingga nira mudah mengalami kerusakan
(Tjahjadi et.al, 1994). Dalam mempertahankan kesegaran nira maka dibutuhkan suatu
pengawet atau antimikroba yang dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme
kontaminan.
Antimikroba merupakan suatu senyawa yang dalam konsentrasi rendah
mempunyai kemampuan untuk menghambat atau mencegah proses hidup
mikroorganisme atau membunuh mikroorganisme (Mutschler, 1991). Berdasarkan
bahan asalnya antimikroba terbagi ke dalam dua jenis yaitu antimikroba sintetis dan
antimikroba alami. Antimikroba sintetik yang terbuat dari bahan kimia dapat
merugikan kesehatan manusia. Salah satu contoh bahan antimikroba sintetik adalah
formalin. Formalin bersifat karsinogenik (menyebabkan penyakit kanker) dan
mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel) sehingga membahayakan manusia
apabila mengkonsumsinya (Saparinto dan Cahyadi, 2006). Antimikroba alami berasal
FTIP001657/003
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
3
dari bahan-bahan yang tersedia di alam baik dari bahan nabati maupun hewani.
Antimikroba alami tidak menyebabkan gangguan kesehatan manusia pada jumlah
tertentu sehingga penggunaannya lebih aman dibandingkan antimikroba sintetik.
Contoh antimikroba alami diantaranya daun sirih, kunyit, jahe dan akar kawao.
Akar kawao berpotensi sebagai bahan pengawet alami karena mengandung
sejumlah senyawa fitokimia seperti alkaloid dan flavonoid (Filianty, 2007).
Kandungan fitokimia inilah yang membuat akar kawao dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pengawet. Berdasarkan penelitian Dirga (2011), ekstrak akar kawao dapat
menghambat pertumbuhan S. cerevisiae, L. mesenteroides dan E. coli. Zat-zat aktif
yang terkandung di dalam akar kawao dapat diperoleh dengan proses ekstraksi.
Ekstraksi dapat dilakukan secara mekanis atau menggunakan pelarut. Ekstraksi
mekanis hanya cocok untuk bahan yang mengandung komponen yang akan diekstrak
dalam jumlah yang besar (rendemen tinggi). Sementara ekstraksi pelarut cocok untuk
bahan dengan komponen yang akan diekstrak dalam jumlah kecil. Untuk itu,
ekstraksi akar kawao dapat dilakukan dengan ekstrak pelarut agar menghasilkan
konsentrat.
Salah satu cara ekstraksi dengan pelarut adalah metode maserasi. Metode
maserasi banyak digunakan untuk proses ekstraksi karena merupakan cara ekstraksi
yang paling sederhana tanpa menggunakan alat khusus. Maserasi dilakukan dengan
cara merendam bahan berbentuk serbuk dalam pelarut, sehingga pelarut akan
menembus dinding sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut karena adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan yang terpekat didesak keluar (Digunawan,2010).
Pemisahan tercapai jika komponen yang dipisahkan larut dalam pelarut dimana
FTIP001657/004
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
4
komponen lainnya masih tetap berada dalam bahan asalnya, komponen yang terlarut
dari proses pemisahan ini disebut ekstrak.
Ekstraksi pelarut didasarkan pada kelarutan komponen terhadap komponen
lain dalam campuran (Suyitno et. al., 1989). Jenis pelarut yang digunakan dalam
proses ekstraksi akan mempengaruhi jenis senyawa yang terekstrak karena masing-
masing pelarut mempunyai efisiensi dan selektifitas yang berbeda untuk melarutkan
komponen dalam bahan (Ketaren, 1985). Pelarut yang dapat digunakan untuk
ekstraksi bahan pangan merupakan bahan yang aman (food grade). Jenis pelarut yang
aman tersebut antara lain akuades, etanol, etil asetat, dan heksan.. Akuades
merupakan pelarut yang paling aman dibandingkan dengan pelarut lainnya (Ketaren,
1985). Menurut Perlman (2011), akuades dapat disebut sebagai pelarut universal
karena dapat melarutkan banyak komponen dibandingkan pelarut yang lainnya.
Pelarut akuades memiliki viskositas yang cukup rendah sehingga mudah dialirkan
dan mampu melarutkan komponen kimia yang terdapat pada akar kawao.
Berdasarkan penelitian Wulandari (2011), pelarut akuades dapat mengekstrak
sebagian besar senyawa alkaloid dalam akar kawao. Alkaloid memiliki aktivitas
fisiologis luas dan penghambatan pertumbuhan mikroorganisme cukup baik (Lenny,
2006). Menurut Lingga dan Rustama (2005) alkaloid mengandung racun yang
mampu menghambat pertumbuhan bakteri atau dapat menyebabkan sel bakteri
menjadi lisis bila terpapar zat tersebut.
Faktor suhu dan lama ekstraksi mempengaruhi jumlah dan jenis senyawa yang
diekstraksinya (Supriadi, 2002). Proses ekstraksi memerlukan kontrol suhu dan lama
yang tepat karena pada peningkatan suhu dan peningkatan lama ekstraksi akan
FTIP001657/005
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
5
menyebabkan terjadinya kerusakan senyawa yang terekstrak (Bakar et al, 2010).
Menurut Buchori (2007) peningkatan suhu dan lama ekstraksi menyebabkan
rendemen yang dihasilkan semakin besar karena peningkatan lama ekstraksi maka
proses kontak antara pelarut dengan bahan akan semakin banyak, sedangkan
peningkatan suhu menyebabkan difusivitas pelarut semakin besar dan viskositas
semakin kecil.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
pengaruh perlakuan suhu dan lama ekstraksi akar kawao dengan menggunakan
pelarut akuades. Hasil ekstrak tersebut perlu diuji kemampuannya dalam
penghambatan pertumbuhan mikroorganisme kontaminan.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasakan uraian pada latar belakang maka dapat diidentifikasikan masalah
sebagai berikut : “Bagaimanakah pengaruh suhu dan lama ekstraksi akar kawao agar
memberikan hasil terbaik terhadap penghambatan S.cerevisiae, L. mesenteroides dan
E.coli?”
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama
ekstraksi akar kawao terhadap aktivitas antimikroba ekstrak akar kawao yang
dihasilkan terhadap penghambatan S.cerevisiae, L. mesenteroides dan E.coli.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan suhu dan lama ekstraksi akar
kawao sehingga diperoleh aktivitas antimikroba ekstrak akar kawao terbaik terhadap
penghambatan S. cerevisiae, L. mesenteroides dan E.coli.
FTIP001657/006
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
6
1.4. Kegunaan Hasil Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang
pengaruh suhu dan lama ekstraksi akar kawao terhadap penghambatan S.cerevisiae,
L. mesenteroides dan E.coli serta dapat memberikan sumbangsih terhadap industri
pangan dalam penggunaan zat antimikroba alami dari ekstrak akar kawao fraksi
pelarut akuades.