gcm ii (3).docx
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
TA 4111 EKSPLORASI GEOFISIKA CEBAKAN MINERAL II
MODUL C
ANALISI EKSPLORASI MAGNETIK LANJUT
Oleh :
Gifari Nitya Mukhlis
12112075
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN
PERMNYAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
I. Pendahuluan
Lokasi penyelidikan magnetik untuk praktikum kali ini berada di Canberra Goulburn
District New South Wales, 12 km sebelah barat Tarago. Secara koordinat berada pada
35o04’ LS dan 149o34’ BT. Endapan yang terdapat pada lokasi tersebut bernama
Woodlawn Deposit. Endapan base metal ini berupa deposit sulfida yang masif berbentuk
suatu badan yang besar dan beberapa berbentuk lensa polymetallic massive sulphides
berukuran kecil. Endapan tersebut bersifat menerus dan mengalami perlipatan seperti
sebuah sinklin yang tidak simetris. Bagian selatan memiliki strike sekitar 30o dan dip
barat laut sebesar 40o sampai 60o. Bagian utara memiliki strike sekitar 305 o dan memiliki
dip yang hampir vertikal. Badan sulfide massif yang terlipat ini memiliki panjang strike
sekitar 300m. Endapan tersebut mengandung mineral sulfida sekitar 70 % khususnya
pyrit, sphalerite, galena dan Chalcopyrite.
II. Dasar Teori
Dalam metode geomagnetik ini, bumi diyakini sebagai batang magnet raksasa
dimana medan magnet utama bumi dihasilkan. Kerak bumi menghasilkan medan
magnet jauh lebih kecil daripada medan utama magnet yang dihasilkan bumi
secara keseluruhan. Teramatinya medan magnet pada bagian bumi tertentu,
biasanya disebut anomali magnetik yang dipengaruhi suseptibilitas batuan
tersebut dan remanen magnetiknya. Berdasarkan pada anomali magnetik batuan
ini, pendugaan sebaran batuan yang dipetakan baik secara lateral maupun vertikal.
Eksplorasi menggunakan metode magnetik, pada dasarnya terdiri atas tiga tahap
yaitu akuisisi data lapangan, processing, dan interpretasi. Setiap tahap terdiri dari
beberapa perlakuan atau kegiatan. Pada tahap akuisisi, dilakukan penentuan titik
pengamatan dari pengukuran dengan satu atau dua alat. Untuk koreksi data
pengukuran dilakukan pada tahap processing. Koreksi pada metode magnetik
terdiri atas koreksi harian (diurnal), koreksi topografi (terrain) dan koreksi
lainnya. Sedangkan untuk interpretasi dari hasil pengolahan data dengan
menggunakan software diperoleh peta anomali magnetik.
Metode ini didasarkan pada perbedaan tingkat magnetisasi suatu batuan yang
diinduksi oleh medan magnet bumi. Hal ini terjadi sebagai akibat adanya
perbedaan sifat kemagnetan suatu material. Kemampuan untuk termagnetisasi
tergantung dari suseptibilitas magnetik masing-masing batuan. Harga
suseptibilitas ini sangat penting di dalam pencarian benda anomali karena sifat
yang khas untuk setiap jenis mineral atau mineral logam. Harganya akan semakin
besar bila jumlah kandungan mineral magnetik pada batuan semakin banyak.
Pengukuran magnetik dilakukan pada lintasan ukur yang tersedia dengan interval
antar titik ukur 10 m dan jarak lintasan 40m. Batuan dengan kandungan mineral-
mineral tertentu dapat dikenali dengan baik dalam eksplorasi geomagnet yang
dimunculkan sebagai anomali yang diperoleh merupakan hasil distorsi pada
medan magnetik yang diakibatkan oleh material magnetik kerak bumi atau
mungkin juga bagian atas mantel.
Metode magnetik memiliki kesamaan latar belakang fisika dengan gravitasi.
Kedua metode sama-sama berdasarkan kepada teori potensial, sehingga keduanya
sering disebut sebagai metode potensial. Namun demikian, ditinjau dari segi
besaran fisika yang terlibat, keduanya mempunyai perbedaan yang mendasar.
Dalam magnetik harus mempertimbangkan variasi arah dan besaran vektor
magnetisasi, sedangkan dalam gravitasi hanya ditinjau variasi besar vektor
percepatan gravitasi. Data pengamatan magnetik lebih menunjukkan sifat residual
kompleks. Dengan demikian metode magnetik memiliki variasi terhadap waktu
lebih besar. Pengukuran intensitas medan magnetik bisa dilakukan melalui darat,
laut, dan udara. Metode magnetik sering digunakan dalam eksplorasi pendahuluan
minyak bumi, panas bumi, dan batuan mineral serta bisa diterapkan pada
pencarian prospek benda-benda arkeologi.
Dalam survei magnetik, peralatan paling utama yang digunakan adalah
magnetometer. Magnetometer digunakan untuk mengukur kuat medan magnetik
di lokasi survei. Salah satu jenis magnetometer adalah Proton Precission
Magnetometer (PPM) yang digunakan untuk mengukur nilai kuat medan
magnetik total. Sebagai pendukung, peralatan lain yang digunakan dalam survei
magnetik adalah GPS. GPS digunakan untuk mengukur posisi titik pengukuran
meliputi bujur, lintang, ketinggian, dan waktu.
Hasil dari pengukuran geomagnetik adalah berupa profil atau peta kontur
magnetik. Pada umumnya peta anomali magnetik mempunyai pola yang
kompleks. Berdasarkan hal tersebut maka interpretasi dalam metode magnetik
relatif lebih sulit.
Target dalam perhitungan medan magnet bumi merupakan variasi medan magnet
anomali yang terukur di permukaan. Anomali magnetik muncul akibat adanya
medan magnetik sisa dan medan magnetik induksi. Medan magnet sisa
berpengaruh besar pada besar dan arah medan magnetik serta berkaitan dengan
peristiwa kemagnetan sebelumnya sehingga sangat rumit untuk diamati. Anomali
magnetik yang diperoleh merupakan hasil gabunngan medan magnetik sisa dan
induksi. Bila arah medan magnet remanen sama dengan arah medan magnet
induksi maka anomalinya bertambah besar.
Dalam metode geomagnetic kali ini, bumi diyakini sebagai batang magnet raksasa
dimana medan magnet utama bumi dihasilkan. Kerak bumi menghasilkan medan
magnet jauh lebih kecil daripada medan utama magnet yang dihasilkan bumi
secara keseluruhan. Teramatinya medan magnet pada bagian bumi tertentu,
biasanya disebut anomali magnetik yang dipengaruhi suseptibilitas batuan
tersebut dan remanen magnetiknya. Berdasarkan pada anomali magnetik batuan
ini, pendugaan sebaran batuan yang dipetakan baik secara lateral maupun vertikal.
III. Kondisi Geologi
III.1 Geomorfologi
Woodlawn berada di bagian bawah Great Dividing Range, di antara daerah
tangkapan air hujan (catchment area). Tepatnya, berada di sebelah barat danau
George dan sebelah timur dari sungai shoalhaven dan wollondilly. Badan bijihnya
berbentuk taji (spur) besar pada bagian ujung utara dari sebuah punggungan yang
menonjol. Badan sulfide massif ini seluruhnya tersembunyi di bawah rumput dan
pohon-pohon yang tersebar dan tumbuh di atas tanah yang tertransport, berada
diatas ferruginous clay gossan.
III.2 Litologi
Endapan berada pada batuan yang didominasi oleh rangkaian batuan sedimen
yang berisikan batu pasir kuarsa, siltstone, shale, black shale, fossiliferous
limestone dan batuan sedimen tuffaceous minor. Kontak yang berada di
Woodlawn dibatasi oleh sesar. Badan bijih pada bagian bawah vulkanik
Woodlawn memiliki ukuran butir yang baik. Merupakan batuan asam ekstrusif
yang menerobos batuan sedimen yang luas.
III.3 Stratigrafi
Batuan tertua di area Woodlawn merupakan sekuensi tebal dari greywacke yang
kaya kuarsa, shale, chert dan siltstone berumur Ordovician atas. Sedimen tersebut
menunjukkan sebuah akumulasi distal flysch yang terendapkan di dalam sebuah
cekungan marine yang dalam. Tidak terdapat batuan Silurian bawah yang
teridentifikasi di dalam area ini, walaupun sedimentasi mungkin saja terus terjadi
hingga saat Silurian.
Selama masa Silurian tengah hingga akhir, sekuen endapan quartzose sandstone,
mudstone, siltstone, dan minor limestone diendapkan, menyusup ke batuan
Ordovician. Kemudian digantikan oleh sebuah periode batuan volkanik asam,
selama batuan volkanik Woodlawn terendapkan. Batuan vulkanik asam
digantikan oleh batuan vulkanik basa, termasuk lava dengan struktur bantal yang
berkembang dengan baik, tuff basaltic, chert, spillite dan keratophyre. Dolerite
yang mengintrusi batuan volkanik Woodlawn mungkin berkaitan dengan sekuen
basa ini. Sekuen batuan volkanik asam dan basa ini di timpa oleh sekuen tebal
dari batu pasir kaya kuarsa, slate dan batu lanau dengan karakteristik proximal
flysch. Secara local, lapisan batu pasir kuarsa dan batuan volkanik basa memiliki
kontak berbentuk menjari.
Sekuen Ordovician dan Silurian terdeformasi secara kuat dan secara regional
termetamorfosa menjadi fasies sekis hijau yang lebih rendah selama bowning
orogeny di pertengahan Devonian awal. Pada kisaran waktu tersebut, stocks
hornblende biotite granite mengintrusi kedalam zona anticlinorial yang hampir
seluruhnya terdiri atas metasedimen Ordovician.
Konglomerat Tarago diendapkan setelah bowning orogeny dan menimpa secara
tidak selaras diatas seluruh unit yang lebih tua. Batuan ini terdiri atas konglomerat
boulder dan cobble, arenit litik dan batu lanau merah dan mengandung sejumlah
besar detritus vulkanik, mungkin berasal dari batuan vulkanik Woodlawn di arah
barat. Konglomerat ini di timpa oleh batu pasir calcareous dan batu lanau dan
perlapisan tipis dari batu gamping fossiliferous dari jaman lower Devonian akhir,
terendapkan dalam kondisi marine dangkal.
III.4 Struktur Geologi
Massif sulfide sebagian besar berada dalam satu badan yang besar dan kontinu,
terlipat kedalam sebuah sinklin terbuka yang menujam ke arah barat secara
asimetris. Panjang strike dari badan sulfide massif terlipat ini adalah sekitar 300
m. Pada bagian selatan keadaannya cukup normal dengan strike 30˚ M dan dip ke
barat laut sekita 40˚ - 60˚. Bagian utara memiliki strike skitar 305˚M dan dip yang
curam menuju barat daya.
Struktur geologi yang ada di Daerah Woodlawn ini sebagian besar disebabkan
oleh deformasi yang kuat pada masa Ordovisian dan Silurian. Deformasi tersebut
menyebabkan banyak struktur seperti sinklin dan antiklin. Sementara itu pada saat
yang sama terjadi intrusi batu granit hornblenda-biotit hingga membentuk zona
antiklin yang berisi metasedimen Ordovician. Sedangkan zona sinklin terisi oleh
formasi Silurian.
Deformasi Devonian Awal menghasilkan lipatan terbuka dan menunjam yang
diikuti oleh terbentuknya belahan-belahan yang sejajar pada bidang sumbu secara
regional dengan arah kemiringan ke Barat. Kejadian ini mungkin terbentuk
selama Silurian Tengah – Akhir. Tetapi pergerakan selanjutnya mungkin terjadi
selama Devonian Awal.
III.5 Peta Geologi
III.6 Peta Kontur Pengukuran Magnetik
Terlampir.
IV. Data Pengukuran Magnetik
Anomali 1 Anomali 2Jarak X (m) Anomali (nT) Jarak X (m) Anomali (nT)
0 1075 0 12005 1100 2.5 1300
12.5 1125 7.5 140020 1150 17.5 150030 1175 90 1600
32.5 1200 160 170035 1225 195 1800
37.5 1250 210 180040 1275 225 1700
42.5 1300 240 160045 1325 245 1500
47.5 1350 250 140050 1375 255 130055 1400 260 120060 1425 265 110065 1450 270 1000
67.5 1475 275 90070 1500 280 800
77.5 152580 1550
82.5 157587.5 160095 1625
97.5 1650100 1675145 1700180 1700220 1650230 1600240 1550
242.5 1500247.5 1450252.2 1400257.5 1350260.5 1300262.5 1250
V. Analisis
5.1 Penampang Pengukuran Magnetik
0 50 100 150 200 250 3000
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
Anomali 1
Anomali (nT)
0 50 100 150 200 250 3000
200400600800
100012001400160018002000
Anomali 2
Anomali (nT)
5.2 Pemodelan Penyebab Anomali Magnetik
Anomali 1
Anomali 2
5.3 Analisis Model Geologi
Anomali 1
Model Geologi yang akan didapatkan dari anomaly pertama dipertimbangkan dari
kondisi geologi yang tertera di atas serta nilai suseptibilitas masing-masing
endapan dengan menggunakan interpretasi Mag2DC, dengan nilai suseptibilitas
didapatkan sebagai berikut 50, -90, -90 , dan 0,005 (dalam SI). Lalu nilai-nilai
tersebut dicocokan dengan nilai suseptibilitas batuan yang dibuat oleh Telford
(terlampir). Maka dari itu diinterpretasikan litologinya sebagai berikut :
Badan 1 merupakan sebuah intrusi massive batuan beku yaitu gabro,
karena nilai suseptibiliatasnya 50 SI.
Badan 2 dan 3 merupakan endapan sedimen batupasir silika yang kaya
akan Kristal kuarsa, kerna suseptibilitasnya bernilai -90 SI.
Badan 4 merupakan lapisa endapan tuff yang kemungkinan terendapkan
setelah sedimen batupasir silica terbentuk.
Kemungkinan besar saat pemebentukannya yang pertama terendapkan pertama
adalah batupasir lalu setelah terendapkan, muncul lah endapan tuff hasil aktivitas
vulkanik yang terendapkan di wilayah tersebut. Lalu diakhiri dengan adanya
intrusi gabro yang memotong lapisan batupasir dan tuff. Sebelum terjadinya
intrusi gabro terdapat struktur geologi berupa grabben di wilayah tersebut akibat
adanya deformasi struktur perlapisan. Kemungkinan besar seperti setelah di
narasikan pada keadaan geologi wilayah tersebut wilayah ini dibentuk pada zona
sinklinorial, sekuan silurian.
Anomali 2
Pada model geologi anomaly kedua mendapatkan model badan bijih setelah
digunakan aplikasi Mag2DC dengan nilai suseptibilitas yang didadapatkan ialah
500, 45, 35, 0.8, dan -0.2 (dalam SI). Seperti pada interpretasi anomaly pertama,
dilakukan pula penyesuaian nilai suseptibilitas batuan yang ada dengan nilai
suseptibilitas yang didapatkan sebagai berikut :
Badan 1 memiliki nilai suseptibilitas 500 SI merupakan batuan diorite
yang teraltrasi dan terkayakan oleh mineral oksida besi seperti ilmenite
dan magnetite.
Badan 2 bisa diasumsikan merupakan intrusi dolerite dengan nilai
suseptibilitas 45 SI.
Badan 3 diasumsikan berupa endapan riolit porfiritik dengan nilai
suseptibilitas 35 SI.
Badan 4 intrusi batuan beku yang mengandung banyak Kristal kuarsa dan
mineral feldspar kemungkinan granit.
Badan 5 merupakan lapisan endapan batupasir tufaan yang berbutir halus
dan mengandung mineral silica dengan nilai suseptibilitas -0.2 SI.
Proses pembentukannya adalah adanya lapisan diorite, dan dilanjutkan dengan
endapan riolit porfiritik lalu adanya endapan batu pasir tufaan hasil sedimentasi
yang menutup lapisan di bawahnya dan terendapkan. Setelahnya ada intrusi dari
dolerite yang membuat batu pasir tesresbut termatamorfosokan, sehingga
memiliki kandungan sekis pada wilayah anomaly kedua. Maka dari itu dapat
diasumsikan genesa wilayah ini menghasilkan facies greenschist dan terbentuk
pada sekuen ordovician.
VI. Kesimpulan
Pada anomaly pertama nilai suseptibilitas didapatkan sebagai berikut 50, -90, -90 ,
dan 0,005 (dalam SI). Litologinya ialah gabro, batupasir, dan endapan tuff.
Ditunjukan pula pada anomaly tersebut terbentuk struktur graben pada sekuen
silurian, zona sinklinorial akibat adanya deformasi struktur perlapisan.
Pada anomaly kedua nilai suseptibilitas yang didadapatkan ialah 500, 45, 35, 0.8,
dan -0.2 (dalam SI).Litologi anomaly ini ialah riolite, diorite, dolerite, granit, dan
batupasir. Ditunjukan pula anomaly kedua pada genesanya menghasilkan fasies
greeenschist yang terbentuk pada sekuen ordovician
VII. Lampiran
VIII. Daftar Pustaka
Sulistijo, Budi, Darmawan Sumardi, M. Nur Heriawan, Yana Rahmat
Riyanto. 2002. Catatan Kuliah TA 415 Geofisika Cebakan Mineral II.
Bandung: Penerbit ITB.
Telford, W.M., L.P. Geldart, R.E. Sheriff. 1990. Applied Geophysics Second
Edition. Cambridge : Cambridge University Press