bab ii (seminar kasus).docx

60
BAB II TINJAUAN TEORI A. DIABETES MELITUS 1. Pengertian Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerotik, dan vaskuler makrongiopati dan neuropati (Price & Wilson, 2012). Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan ada tidaknya gejala klinik akut maupun kronik, sebagai akibat dari kurangnya insulin didalam tubuh. Gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein (Askandar, 2000). Ganggren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah nekrosis yang disebabkan oleh infeksi (Askandar, 2001). Ganggren kaki diabetik adalah luka pada kaki yang kehitam-hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang 2

Upload: muliana-musibo

Post on 17-Jan-2016

22 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II (seminar kasus).docx

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DIABETES MELITUS

1. Pengertian

Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis

termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika

telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan

hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerotik, dan vaskuler makrongiopati dan

neuropati (Price & Wilson, 2012).

Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,

dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan ada tidaknya gejala

klinik akut maupun kronik, sebagai akibat dari kurangnya insulin didalam tubuh.

Gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga

gangguan metabolisme lemak dan protein (Askandar, 2000).

Ganggren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan

mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah nekrosis yang disebabkan oleh

infeksi (Askandar, 2001).

Ganggren kaki diabetik adalah luka pada kaki yang kehitam-hitaman dan

berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar

ditungkai (Askandar, 2001).

2. Anatomi Fisiologi

Dalam proses metabolisme,insulin memegang peran yang sangat penting yaitu bertugas

memasukkan glukosa ke dalam sel. Insulin adalah suatu zat yang dikeluarkan oleh sel beta di

Pankreas.

a. Pankreas

Pankreas adalah sebuah kelenjar yang letaknya di belakang lambung. Didalamnya terdapat

kumpulan sel yang disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi selbeta. Sel beta mngeluarkan

hormon insulin untuk mengatur kadar glukosa darah.Selain sel beta ada juga srl alfa yang

memproduksi glukagon yang bekerja sebaliknyadengan insulin yaitu meningkatkan kadar

glukosa darah. Juga ada sel delta yangmngeluarkan somastostatin.

2

Page 2: BAB II (seminar kasus).docx

b.  Kerja Insulin

Insulin diibaratkan sebagai anak kunci untuk membuka pintu masuknya glukosa kedalam sel,

untuk kemudian di dalam sel, glukosa itu dimetabolismekan menjadi tenaga.

3. Klasifikasi

Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :

a. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)

Disebabkan oleh destruksi sel β pulau langerhans akibat proses auto imun.

b. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)

Terjadi akibat penurunan sensitifitas terhadap insulin (yang disebabkan

resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin. Resistensi

insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan

glukosa oleh jaringan perifer.

c. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya

Disertai dengan keadaan yang diketahui atau dicurigai dapat menyababkan

penyakit. Misalnya pankreasitis, kelainan hormonal, obat-obatan glukokortikoid.

d. Diabetes mellitus gestasional (GDM)

Awitan selama kehamilan, biasanya terjadi pada trimester kedua atau ketiga.

Disebabkan oleh hormon yang disekresikan oleh plasenta dan menghambat kerja

insulin.

Pada trimester pertama kehamilan, kadar glukosa ibu menurun dengan cepat

dibawah kadar glukosa tidak hamil sampai antara 55 dan 65 mg/dl. Akibat

pengaruh estrogen dan progesterone, pancreas meningkatkan produksi insulin,

yang meningkatkan penggunaan glukosa. Pada saat yang sama, penggunaan

glukosa oleh janin meningkat, sehingga menurunkan kadar glukosa ibu. Selain

itu, trimester pertama juga ditandai dengan nausea, vomitus, dan penurunan

asupan makanan sehingga kadar glukosa ibu semakin menurun dan selama tri

mester kedua dan ketiga peningkatan kadar laktogen plasental human, estrogen,

progesterone, kortisol,prolaktin, dan insulin meningkatkan resistansi insulin

melalui kerjanya sebagai suatu antagonis. Resistansi insulin merupakan suatu

3

Page 3: BAB II (seminar kasus).docx

mekanisme penghematan glukosa yang memastikan suplai glukosa yang

berlimpah untuk janin.

4. Etiologi

a. Diabetes tipe I:

Faktor genetic

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi

suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.

Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe

antigen HLA.

Faktor-faktor imunologi

Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi

terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan

tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu

otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.

Faktor lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan

destruksi selbeta.

b. Diabetes Tipe II

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan

sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik

memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Faktor-faktor resiko :

a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)

b. Obesitas

c. Riwayat keluarga

5. Patofisiologi

a. DM tipe 1

Pada diabetes tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin

karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses auto imun.

Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.

Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam

4

Page 4: BAB II (seminar kasus).docx

hati meskipun tetap berada dalam darah menimbulkan hiperglikemia postprandial

(sesudah makan)

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinngi, ginjal tidak akan

menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa

tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan

disekresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan

elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuretic osmotik, sebagai

akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami

penoingkatan dalam berkemih (poliuria)dan rasa haus (polidipsi)

Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang

menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera

makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup

kelemahan dan kelelahan.

Dalam keadaan normal, insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan

glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari

asam-asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin,

proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan

hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan

peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan

lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam

basah tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkan dapat

menyebabkan tanda-tanda gejala sepertin nyeri abdomen, mual muntah,

hiperventilasi, napas berbau aseton, dan apabila tidak segera ditangani akan

menyebabkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin

bersama dengan cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan

cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemia dan

ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan glukosa darah yang sering

merupakan komponen terapi yang penting.

b. DM tipe 2

Pada diabetes tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan

dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya

5

Page 5: BAB II (seminar kasus).docx

insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat

terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam

metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe 2 disertai

dengan penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak

efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas

diabetes tipe 2, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk

mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.

Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe 2. Meskipun

demikian, diabetes tipe 2 yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut

lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketokik

(HHNK). HHNK merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan

hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran. Kelainan dasar biokimia

pada sindrom ini berupa kekurangan insulin efektif. Keadaan hiperglikemia

persisten menyababkan diuresis osmotik sehingga terjadi kehilangan cairan dan

elektrolit, untuk mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan akan berpindah

dari ruang intrasel keruang ekstra sel. Dengan adanya glikosuria dan dehidrasi,

akan dijumpai keadaan hipernatremia dan peningkatan osmolaritas.

Salah satu perbedaan utama antara sindrom HHNK (pada DM tipe 2) dan

DKA (pada DM tipe 1) adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada

sindrom HHNK. Perbedaan jumlah isulin yang terdapat dalam masing-masing

keadaan ini dianggap penyebab parsial perbedaan diatas. Pada hakikatnya insulin

tidak terdapat pada DKA. Dengan demikian terjadi penguraian simpanan glukosa,

protein dan lemak (penguraian nutrien yang disebut terakhir ini akan

menghasilkan badan keton dan selanjutnya terjadi ketoasidosis). Pada sinndrom

HHNK, kadar insulin tidak rendah meskipun tidak cukup untuk mencegah

hiperglikemia dan selanjutnya diuresis osmotik. Namun sejumlah kecil insulin ini

cukup untuk mencegah pemecahan lemak. Penderita sindrom HHNK tidak akaln

mengalami gejala sistem gastrointestinal yang berhubungan dengan ketoasidosis

pada penderita DKA. Pasien yang mengalami sindrom HHNK biasanya dapat

mentoleransi poliuria dan polidipsi selama berminggu-minggu dan setelah terjadi

6

Page 6: BAB II (seminar kasus).docx

perubahan neurologisatau setelah penyakit yang mendasarinya semakin berat

barulah pasien mencari pertolongan. Jadi, keadaan hiperglikemia dan dehidrasi

yang lebih parah pada sindrom HHNK terjadi akibat penangan yang terlambat.

Diabetes tipe 2 paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia

lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat toleransi glukosa yang berlangsung

lambat, (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe 2 dapat

berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering

bersifat ringan, dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka

pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur.

(jika kadar glukosanya sangat tinggi).

c. Diabetes Gestational

Terjadi pada wanita yang tidak menderita DM sebelum kehamilannya.

Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormon-hormon plasenta.

Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada DM gestational akan kembali

normal. Walaupun begitu, banyak wanita yang mengalami DM gestational

ternyata dikemudian hari mengalami DM tipe 2. Oleh karena itu, semua wanita

yang menderita diabetes gestational harus mendapatkan konseling guna

mempertahankan berat badan idealnya dan melaksanakan latihan secara teratur

sebagai upaya untuk menghindari awitan DM tipe 2

6. Tanda Dan Gejala Diabetes Melitus

Gejala dan tanda-tanda DM dapat digolongkan menjadi gejala akut dan gejala kronik.

a. Gejala Akut Penyakit Diabetes mellitus

Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain bervariasi bahkan,

mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu.

Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak (Poli), yaitu:

1. Banyak makan (poliphagia)

2. Banyak minum (polidipsi)

3. Banyak kencing (poliuria).

Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul gejala:

1. Banyak minum.

2. Banyak kencing.

7

Page 7: BAB II (seminar kasus).docx

3. Nafsu makan mulai berkurang/ berat badan turun dengan cepat (turun 5 –

10 kg dalam waktu 2 – 4 minggu).

4. Mudah lelah.

5. Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan

jatuh koma yang disebut dengan koma diabetik

b. Gejala Kronik Diabetes mellitus

Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita Diabetes mellitus adalah sebagai

berikut:

1. Kesemutan.

2. Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum.

3. Rasa tebal di kulit.

4. Kram.

5. Capai.

6. Mudah mengantuk.

7. Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata

8. Gatal di sekitar kemaluan terutama wanita.

9. Gigi mudah goyah dan mudah lepas kemampuan seksual menurun, bahkan

impotensi.

10. Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam

kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg

6. Komplikasi

Komplikasi-komplikasi pada Diabetes mellitus dapat dibagi menjadi dua yaitu :

a. Komplikasi Metabolik Akut

Komplikasi akut terdiri dari dua bentuk yaitu hipoglikemia dan hiperglikemia.

Hiperglikemia dapat berupa, Keto Asidosis Diabetik (KAD), Hiperosmolar Non

Ketotik (HNK) dan Asidosis Laktat (AL). Hipoglikemi yaitu apabila kadar gula

darah lebih rendah dari 60 mg % dan gejala yang muncul yaitu palpitasi,

takhicardi, mual muntah, lemah, lapar dan dapat terjadi, penurunan kesadaran

sampai koma. Hiperglikemi yaitu apabila kadar gula darah lebih dari 250 mg %

dan gejala yang muncul yaitu poliuri, polidipsi pernafasan kussmaul, mual

muntah, penurunan kesadaran sampai koma.

8

Page 8: BAB II (seminar kasus).docx

b. Komplikasi Metabolik Kronik

Komplikasi kronik pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di seluruh

bagian tubuh (Angiopati diabetik).

Angiopati diabetik untuk memudahkan dibagi menjadi dua yaitu: makroangiopati

(makrovaskuler) dan mikroangiopati (mikrovaskuler), yang tidak berarti bahwa

satu sama lain saling terpisah dan tidak terjadi sekaligus bersamaan. Komplikasi

kronik DM yang sering terjadi adalah sebagai berikut:

Mikrovaskuler :

- Ginjal.

- Mata.

Makrovaskuler :

- Penyakit jantung koroner.

- Pembuluh darah kaki.

- Pembuluh darah otak

- Neuropati: mikro dan makrovaskuler

- Mudah timbul ulkus atau infeksi : mikrovaskuler dan makrovaskuler

7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan risiko tinngi untuk

DM yaitu kelompok usia dewasa tua (>40 tahun), obesitas, tekanan darah tinggi,

riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan BB bayi lahir .4000 grm, riwayat

Dm pada kehamilan dan dislipidemia.

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu

dan gula darah puasa.

Tabel kadar gula darah sewaktu dan puasa

Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa

darah sewaktu:

1. Plasma vena

2. Darah kapiler

<110

<90

110-199

90-199

>200

>200

9

Page 9: BAB II (seminar kasus).docx

Kadar glukosa

darah puasa

1. Plasma vena

2. Darah kapiler

<110

<90

110-125

90-109

>126

>110

8. Pentalaksanaan

Tujuan umum penatalaksanaan DM adalah mencobamenormalkan aktivitas

insulin dan kadar glukosa darah dalam rangka upaya untuk mengurangi terjadinya

komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes

adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadinya

hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien.

Kerangka utama penatalaksanaan DM yaitu perencanaan makan, latihan

jasmani, obat hiperglikemik, penyuluhan dan Pemantauan Pengendalian Diabetes dan

Pencegahan Komplikasi.

a. Perencanaan Makan

Pada PERKENI telah ditetapkan bahwa standar yang di anjurkan adalah santapan

dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-70%), protein (10-15%), dan

lemak (20-25%). Apabila diperlukan santapan dengan komposisi karbohidrat

sampai 70-75% juga memberikan hasil yang baik, terutama golongan ekonomi

rendah. Jumlah kalori disesuaikna dengan pertumbuhan, status gizi, umur, sters

akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal. Jumlah kandungan

kolesterol <300 mg/hari. Jumlah kandungan serat ± 25 grm/hari, diutamakan

jenis serat larut. Konsumsi garam dibatasi bila terdapat hipertensi. Pemanis dapat

digunakan secukupnya.

Cara menghitung kalori pada pasien DM yaitu:

1. Tentukan terlebih dahulu berat badan ideal untuk mengetahui jumlah kalori

basal pasien DM. Cara termudah adalah perhitungan menurut brocca:

BB ideal = (TB dalam cm-100) – 10 % kg BB

pada laki-laki yang tingginya <160 cm atau perempuan yang tingginya <150

cm berlaku rumus:

BB ideal= (TB dalam cm-100) X 1kg

10

Page 10: BAB II (seminar kasus).docx

Penentuan status gizi dihitung dari : (BB aktual : BB idaman) x 100%, maka:

BB kurang : BB < 90 % BBI

BB normal : BB 90 – 110 % BBI

BB lebih : BB 110 – 120 % BBI

Gemuk :BB > 120 % BBI

2. Kemudian hitung jumlah kalori yang dibutuhkan. Ada beberapa cara untuk

menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan seorang pasien DM

Menghitung kebutuhan basal dengan cara mengalikan berat badan ideal

dengan 30 untuk laki-laki dan 25 untuk wanita.

Kebutuhan basal dihitung seperti diatas tetapi ditambah kalori

berdasarkan persentase kalori basal yaitu:

1. Kerja ringan ditambah 10% dari kalori basal

2. Kerja sedang, ditambah 20 % dari kalori basal

3. Kerja berat ditambah 40-100 % dari kalori basal

4. Pasien kurus, masih tumbuh kembang, terdapat infeksi, atau

menyusui ditambah 20-30% dari kalori basal.

5. Kehamilan trimester I dan II, ditambah 300 kalori

6. Kehamilan trimester III, ditambah 500 kalori

Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan

siang (30%), makan malam (25%) serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara

makan besar. Pengaturan makanan ini tidak berbeda dgn org normal, kecuali

dalam pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk merubah

pola makan ini secara bertahap sesuai dengan kondisi dan kebiasaan pasien.

b. Latihan Jasmani

Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali setiap minggu selama ± 0,5

jam yang sifatnya sesuai CRIPB ( continues, Rhytmical, Interval, Progresive,

Bodurance training). Yaitu latihan dilakukan secara terus menerus tanpa berhenti,

otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur, selang-seling antara gerak

cepat dan lambat, berangsur angsur dari latihan sedikit ke yang lebih berat secara

11

Page 11: BAB II (seminar kasus).docx

bertahap dan bertahan dalam waktu tertantu. Latihan yang dapat dijadikan pilihan

adalah jalan kaki, joging, renang, bersepeda dan mendayung.

Sedapat mungkin mencapai zona sasaran atau zona latihan, yaitu 75-85%

denyut nadi maksimal. Dnyut nadi maksimal (DNM) dapat dihitung dengan

menggunakan formula berikut:

DNM= 220- umur (dalam tahun)

Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani adalah jangan memulai

olahraga sebelum makan, memakai sepatu yang pas, harus di dampingi oleh

orang yang tahu mengatasi serangan hipoglikemia, harus selalu membawa

permen, membawa tanda pengenal sebagai pasien DM dalam pengobatan, dan

memeriksa kaki secara cermat setelah olahraga.

c. Obat Berkhasiat Hipoglikemik

Jika pasien telah melakukan pengaturan makan, dan kegiatan jasmani yeng

teratur tetapi kadar glukosa darahnya masih beluk baik, dipertimbangkan untuk

pemakaian obat berkhasiat hiperglikemik oral/suntik

Obat Hiperglikemik Oral (OHO)

Sulfonilurea

Obat golongan sulfonilurea bekerja dengan cara:

Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan

Menurunkan ambang sekresi insulin

Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa

Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan berat badan

normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.

Biguanid

Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tetapi tidak sampai dibawah

normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini

dianjurkan untuk pasien gemuk (indeks Masa Tubuh > 30) sebagai obat

tunggal. Pada pasien dengan berat badan lebih (IMT 27-30) dapat

dikombinasikan dngan obat golongan sulfonilurea.

Inhibitor α glukosidase

12

Page 12: BAB II (seminar kasus).docx

Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α

glukosidase di dalam saluran cerna sehingga menurunkan penuyerapan

glukosa dan menurunkan hiperglikemia pascaprandial

Insulin

Indikasi penggunaan insulin pada NIDDM adalah:

a) DM dengan BB menutun cepat/kurus

b) Ketoasidosis, asidosis laktat dan koma hiperosmolar

c) DM yang mengalami stres berat (infeksi sistemik, operasi berat dan lain-

lain)

d) DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosis

maksimal atau ada kontra indikasi dengan obat tersebut.

d. Penyuluhan

Tujuan penyuluhan yaitu meningkatkan pengetahuan diabetisi tentang penyakit

dan pengelolaannya dengan tujuan dapat merawat sendiri. sehingga mampu

mempertahankan hidup dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

Penyuluhan meliputi :

Penyuluhan untuk pencegahan primer

Ditujukan untuk kelompok risiko tinggi.

Penyuluhan untuk pencegahan sekunder

Ditujukan pada diabetisi terutama pasien yang baru. Materi yang diberikan

meliputi : pengertian Diabetes, gejala, penatalaksanaan Diabetes mellitus,

mengenal dan mencegah komplikasi akut dan kronik, perawatan

pemeliharaan kaki, dll.

Penyuluhan untuk pencegahan tersier

Ditujukan pada diabetisi lanjut, dan materi yang diberikan meliputi :

cara perawatan dan pencegahan komplikasi, upaya untuk rehabilitasi, dll

e. Pemantauan Pengendalian Diabetes dan Pencegahan Komplikasi.

Tujuan pengendalian Diabetes mellitus adalah menghilangkan gejala,

memperbaiki kualitas hidup, mencegah komplikasi akut dan kronik, mengurangi

laju perkembangan komplikasi yang sudah ada.

13

Page 13: BAB II (seminar kasus).docx

Pemantauan dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah puasa dan 2 jam

post prandial, pemeriksaan HbA setiap 3 bulan, pemeriksaan ke fasilitas

kesehatan kurang lebih 4 X pertahun (kondisi normal) dan dilakukan

pemeriksaan jasmani lengkap, albuminuria mikro, kreatinin, albumin globulin,

ALT, kolesterol total, HDL, trigliserida, dan pemeriksaan lain yang diperlukan

B. ULKUS DIABETIK

1. Pengertian

Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan ulkus

adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya

kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga

merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati

perifer, (Andyagreeni, 2010).

Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai

sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL

yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk

terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding

pembuluh darah, (zaidah 2005).

Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan

morbiditas akibat Diabetes Mellitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi

serius akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010).

Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik diabetes mellitus berupa

luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan

setempat. Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena

adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan

neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan,

dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun

anaerob (Tambunan, 2006).

Ada tiga komplikasi diabetes yang turut meningkatkan resiko terjadinya infeksi kaki.

Ketiga komplikasi itu adalah:

Neuropati

14

Page 14: BAB II (seminar kasus).docx

Neuropati sensorik menyebabkan hilangnya perasaan nyeri dan sensibilitas

tekanan, sedangkan neuropati otonom menimbulkan peningkatan kekeringan dan

pembentukan fisura pada kulit (yang terjadi akibat penurunan perspirasi)

Penyakit vaskuler perifer

Sirkulasi ekstermitas bawah yang buruk turut menyebabkan lamanya kesembuhan

luka dan terjadinya ganggren

Penurunan daya imunitas

Hiperglikemia akan mengganggu kemampuan leukosit khusus yang berfungsi

untuk menghancurkan bakteri. Dengan demikian, pada pasien diabetes yang tidak

terkontrol akan terjadi penurunan resistensi terhadap infeksi tertentu.

2. Etiologi

Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi

faktor endogen dan ekstrogen

a. Faktor endogen

Genetik, metabolik

Angiopati diabetik.

Neuropati diabetik.

b. Faktor ekstrogen

Trauma

Infeksi.

Obat.

Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah angipati,

neuropati dan infeksi.adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau

menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa

yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan

mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang

menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi pada

pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya

sesudah ia berjalan pada jarak tertentu.

15

Page 15: BAB II (seminar kasus).docx

Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan

nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar

sembuh (Levin, 1993) infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai Ulkus

Diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angipati

dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan Ulkus Diabetikum.(Askandar 2001).

3. Patofisiologi

Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada

pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan

kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular)

disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut

mikroangiopati.

Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu

masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus

berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen,

keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras

pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer

memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan

jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan

akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan

penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi.

Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang

inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem

imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan

sekitarnya, (Anonim 2009).

Rangkaian kejadian yang khas dalam proses timbulnya ulkus diabetik pada kaki

dimulai dari cedera pada jaringan lunak kaki, pembentukan fisura antara jari-jari kaki

atau pembentukan sebuah kalus. Cedera tidak dirasakan oleh pasien yang kepekaan

kakinya sudah menghilang dan bisa berupa cedera termal (misalnya, menggunakan

bantal pemanas, berjalan dengan kaki telanjang dijalan yang panas, atau memeriksa

air panas untuk mandi dengan kaki), cedera kimia (misalnya membuat kaki terbakar

pada saat menggunakan preparat kaustik untuk menghilangkan kalus, verika atau

16

Page 16: BAB II (seminar kasus).docx

bunion), atau cedera traumatik (misalnya, melukai kulit ketika menggunting kuku,

menginjak benda asing dalam sepatu tanpa disadari, atau menggunakan kaus kaki

atau sepatu yang tidak pas.

4. Manifestasi Klinik

Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun

nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan

biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan

sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5

P yaitu :

a. Pain (nyeri).

b. Paleness (kepucatan)

c. Paresthesia (kesemutan).

d. Pulselessness (denyut nadi hilang)

e. Paralysis (lumpuh).

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:

a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).

b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten

c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.

d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).

Smeltzer dan Bare (2001: 1220).

5. Klasifikasi :

Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu:

Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai

kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.

Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.

Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.

Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.

Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.

Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

17

Page 17: BAB II (seminar kasus).docx

6. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik pada ulkus diabetikum adalah

a. Pemeriksaan fisik

Inspeksi

Denervasi kulit menyebabkan produktivitas keringat menurun, sehingga kulit

kaki kering, pecah, rabut kaki / jari (-), kalus, claw toe Ulkus tergantung saat

ditemukan ( 0 – 5 )

Palpasi

a) Kulit kering, pecah-pecah, tidak normal

b) Klusi arteri dingin,pulsasi ( – )

c) Ulkus :kalus tebal dank eras.

b. Pemeriksaan fisik

Penting pada neuropati untuk cegah ulkus

Nilon monofilament 10 G

Nilai positif : nilon bengkok, tetapi tidak terasa

4) Positif 4 kali pada 10 tempat berbeda : spesifisitas (97%), sensitifitas

(83%).

c. Pemeriksaan vaskuler

Tes vaskuler noninvasive : pengukuran oksigen transkutaneus, ankle brachial

index (ABI), absolute toe systolic pressure. ABI : tekanan sistolik betis

dengan tekanan sistolik lengan.

d. Pemeriksaan Radiologis : gas subkutan, benda asing, osteomielitin

e. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:

Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120

mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl

18

Page 18: BAB II (seminar kasus).docx

Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan

dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui

perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan

merah bata ( ++++ ).

Kultur pus

Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai

dengan jenis kuman.

7. Penatalaksanaan Medik

a) Medis

Menurut Soegondo (2006: 14), penatalaksanaan Medis pada pasien dengan

Diabetes Mellitus meliputi:

Obat hiperglikemik oral (OHO).

Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :

1. Pemicu sekresi insulin.

2. Penambah sensitivitas terhadap insulin.

3. Penghambat glukoneogenesis.

4. Penghambat glukosidase alfa.

Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan :

1. Penurunan berat badan yang cepat.

2. Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.

3. Ketoasidosis diabetik

4. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk

kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa

darah.

Keperawatanan

Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain

dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan

19

Page 19: BAB II (seminar kasus).docx

ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol

dan larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan

kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang dapat merata

tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk

kasus DM.

Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan

terapi pada Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar

glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk

menghindari terjadinya komplikasi. Ada beberapa komponen dalam

penatalaksanaan Ulkus Diabetik:

a. Diet

Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan

semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah

kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.

b. Latihan

Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan

menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan

glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin.

c. Pemantauan

Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri

diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara

optimal.

d. Terapi (jika diperlukan)

Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk

mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada

malam hari.

e. Pendidikan

Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari

keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri

dan mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri.

20

Page 20: BAB II (seminar kasus).docx

f. Kontrol nutrisi dan metabolik

Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam

penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan

berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12

gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita

DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan

komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau

inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar.

Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat

membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan

hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga

kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien

secara total.

g. Stres Mekanik

Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi

weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang

tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur,

tumit dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi

tiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi

terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang ditempat yang

sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka.

h. Tindakan Bedah

Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan

pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:

a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada

b. Derajat I – V : pengelolaan medik dan bedah minor.

21

Page 21: BAB II (seminar kasus).docx

PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangren kaki diabetik

hendaknya dilakukan secara komperhensif dengan menggunakan proses keperawatan. Proses

keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji respon manusia terhadap

masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi

masalah – masalah tersebut. Masalah-masalah kesehatan dapat berhubungan dengan klien

keluarga juga orang terdekat atau masyarakat. Proses keperawatan mendokumentasikan

kontribusi perawat dalam mengurangi / mengatasi masalah-masalah kesehatan.

Proses keperawatan terdiri dari lima tahapan, yaitu : pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan

yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan

status kesehatan dan pola pertahanan penderita mengidentifikasikan,

kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese,

pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.

1) Anamnese

a) Identitas penderita

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,

alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk

rumah sakit dan diagnosa medis.

b) Keluhan Utama

Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang

menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya

22

Page 22: BAB II (seminar kasus).docx

nyeri pada luka.

c) Riwayat kesehatan sekarang

Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya

yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.

d) Riwayat kesehatan dahulu

Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada

kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat

penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang

pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan

oleh penderita.

e) Riwayat kesehatan keluarga

Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga

yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan

terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.

f) Riwayat psikososial

Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami

penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap

penyakit penderita.

2) Pemeriksaan fisik

a. Status kesehatan umum

Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan

dan tanda – tanda vital.

a) Kepala dan leher

Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga

kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa

tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan

berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.

b) Sistem integumen

Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,

kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan

pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.

23

Page 23: BAB II (seminar kasus).docx

c) Sistem pernafasan

Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM

mudah terjadi infeksi.

d) Sistem kardiovaskuler

Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,

takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.

e) Sistem gastrointestinal

Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,

perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.

f) Sistem urinary

Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat

berkemih.

g) Sistem muskuloskeletal

Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah,

lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.

h) Sistem neurologis

Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,

reflek lambat, kacau mental, disorientasi.

3) Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :

a) Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120

mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.

b) Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan

dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan

warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++

++ ).

c) Kultur pus

24

Page 24: BAB II (seminar kasus).docx

Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai

dengan jenis kuman.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Ketidakefektifan perfusi jaringa perifer b/d penurunan aliran darah vena/arteri secara

mekanik.

b. Kerusakan integritas kulit b/d perubahan sirkulasi

c. Hambatan mobilisasi fisik b/d kerusakan musculoskeletal.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang

3. Intervensi Keperawatan

a. Ketidakefektifan perfusi jaringa perifer b/d penurunan aliran darah vena/arteri secara

mekanik.

Tujuan/Kriteria hasil

- Tekanan darah dalam rentang yang diharapkan

- Nadi perifer teraba

- Edema perifer tidak ada

- Suhu ekstermitas hangat

- Kulit utuh, warna normal

Intervensi

- Melakukan pengkajian sirkulasi perifer secara komperhensif (misalnya, periksa nadi

perifer, edema, pengisian kapiler, warna dan suhu ekstermitas)

- Ajarkan pasien/keluarga tentang :

Menghindari suhu yang ekstrim pada ekstermitas

Pentingnya pencegahan statis vena (misalnya, tidak menyilangkan kaki,

meninggikan kaki tanpa menekuk lutut)

- Hindari trauma kimia, mekanik, atau panas yang melibatkan ekstermitas

- Rendahkan ekstermitas untuyk meningkatkan sirkulasi arteri denga tepat

- Memberikan pengobatan anti trombosit atau anti koagulan, jika diperlukan

b. Kerusakan integritas kulit b/d perubahan sirkulasi

Tujuan/Kriteria Hasil

- Menunjukan penyembuhan luka dengan indicator:

Penyatuan luka

25

Page 25: BAB II (seminar kasus).docx

Resolusi drainase dari luka

Resolusi pada daerah sekitar eritema kulit

Resolusi dari bau luka

Intervensi

- Inspeksi luka ppada setiap penggantian balutan

- Ajarkan pasien atau anggotta keluarga tentang prosedur perawatan luka

- Lakukan perawatan luka/kulit secara rutin yang dapat meliputi tindakan:

Miringkan dan atur posisi kembali pasien secara rutin

Pertahankan jaringan sekitar terbebas dari drainase dan kelembabab yang

berlebihan

- Lakukan pemijatan disekitar luka untuk merangsang sirkulasi

- Konsultasikan pada ahli gizi tentang makanan tinggi protein, mineral, kalori dan

vitamin

c. Hambatan mobilisasi fisik b/d kerusakan musculoskeletal

Tujuan/Kriteria Hasil

- Pasien akan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri dengan alat

bantu (sebutkan aktivitas dan alat bantunya)

- Meminta bantuan untuk aktivitas jika diperlukan

Intervensi

- Kaji kebutuhan akan bantuan pelayanan kesehatan dirumah dan kebutuhan akan

peralatan pengobatan yang tahan lama

- Ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alay bantu mobilitas seperti (tongkat,

walker, kruk, dan kursi roda)

- Rujuk ke ahli terapi fisik untuk program latihan

- Berikan penguatan positif selama aktivitas

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang

Tujuan/Kriteria Hasil:

- Pasien akan mempertahankan BB dan masa tubuh dalam batas normal

- Menyatakan keinginan untuk mengikuti diet

- Nilai laboratorium (misalnya, kadar gual darah, albumin, dan elektrolit ) dalam batas

normal

26

Page 26: BAB II (seminar kasus).docx

Intervensi

- Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan

- Timbang pasien pada interval yang tepat (seminggu sekali)

- Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya

- Tentukan dengan melakukan kolaborasi dengan ahli gizi secara tepat jumlah kalori dan

jenis zat gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi kabutuhan nutrisi

- Buat perencanaan makan dengan pasien untuk dimasukan kedalam jadwal makan,

lingkungan makan, kesukaan/ketidaksukaan pasien, dan suhu makanan.

27

Page 27: BAB II (seminar kasus).docx

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. SDENGAN DM Tipe II + Kaki DiabetikDI RUANG ASOKA RS Bahteramas

TANGGAL 17 / 2 2014A. Pengkajian

1. Identitas

Pasien

Nama : Tn. S

Umur : 44 Thn

Jenis kelamin : Laki - laki

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Status perkawinan : kawin

Agama : islam

Suku : muna

Alamat : Kec. Angata, Konsel

Tanggal masuk : 07/02/2014

Tanggal pengkajian : 17/02/2014

Sumber informasi : Klien

Diagnosa masuk : Dm Tipe II + Kaki diabetik

Penanggung

Nama : Ny. N

Hubungan dengan pasien : Istri

2. Riwayat keluarga

Genogram (kalau perlu)

28

Page 28: BAB II (seminar kasus).docx

Keterangan genogram

3. Status kesehatan

a. Status kesehatan saat ini

Keluhan utama (saat MRS dan saat ini)

Klien mengatakan ada luka pada kaki kanan yang tidak sembuh-sembuh.

Keluhan lain yang menyertai :

- Lemas

- Demam

- Bengkak pada tungkai kanan bawah (keluhan saat masuk RS)

Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan penyakit saat ini

Pada tanggal 18/01 klien mengalami luka pada daerah kaki kanan, klien

selanjutnya ke puskesmas dan diberi obat, setelah mengkonsumsi obat-

obatan dari puskesmas, setelah beberapa hari luka malah semakin lebar

sehingga pengobatan dihentikan, pada tanggal 30/01/2014 atas saran

tetangga klien, luka klien dirawat dengan menggunakan klorofil, pada

tanggal 03/02/2014 luka klien mulai menghitam, bernanah, dan berbau,

tungkai bawah membengkak dank lien sudah tidak bias berjalan lagi.

Sehingga pada tanggal 07/02/2014 klien masuk IGD RS Bahteramas dan

di diagnose DM Tipe II ? Kaki Diabetik.

Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya

Berobat ke puskesmas

b. Status kesehatan masa lalu

Penyakit yang pernah dialami

Klien pernah menderita penyakit yang sama ± 3 tahun yang lalu

Pernah dirawat

29

Page 29: BAB II (seminar kasus).docx

Klien pernah dirawat di RS Bayangkara ± 3 tahun yang lalu dengan kasus

yang sama dengan mengkonsumsi obat dan pengaturan pola diet, luka

diabetic klien sembuh.

Riwayat alergi : Ya Tidak

Jelaskan:

Riwayat tranfusi : Ya Tidak

Kebiasaan:

Merokok Ya Tidak

Sejak : ……………………………. Jumlah : ……………………

Minum kopi Ya Tidak

Sejak : ……………………………. Jumlah : ……………………

Penggunaan alkohol Ya Tidak

Sejak : …………………………...... Jumlah : …………………...

Lain-lain : …………………………………………………………….

Jelaskan : …………………………………………………………….

4. Riwayat penyakit keluarga

Tante klien (saudara dan pihak ayah) menderita penyakit yang sama dan sudah

meninggal ± 3 thn yang lalu karena penyakit DM + Luka Diabetik.

5. Diagnosa Medis dan Therapy

a. Diagnose medis DM Tipe II + Luka Diabetik

b. Therapy

1. IVFD Nacl 0,9% 28 TPm/IV

2. Ceftriaxon 1 gr/12 jam/IV

3. Metronidazole 0,5 gr / 8 jam / IV

4. Ciprofloxacin 0,2 gr / 12 jam / IV

5. Cilostazole 100 0-0-1

6. Amilodipin 5 0-0-1

7. Nevorapid 10 – 10 -10 u/ SC

8. Furosemide 1 amp / 24 jam

30

Page 30: BAB II (seminar kasus).docx

9. Vit K 1 amp / IM / 24 jam

6. Pola fungsi kesehatan

a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan

b. Nutrisi/metabolic

1. Kebiasaan sebelum sakit

a. Klien makan 3 x / hari

b. Nafsu makan baik

c. Nasi dibatasi,kebanyakan mengkonsumsi umbi-umbian

2. Perubahan selama sakit

a. Klien mengeluh nafsu makan berkurang

b. Porsi makan tidak dihabiskan (hanya ¼ Porsi)

c. BB : 50 Kg, TB : 170 Cm, IMT : 17,3

c. Pola eliminasi

1. Sebelum sakit

a. BAB 1 -2 x/ hari

b. BAK 5-6 x/ hari

2. Perubahan setelah sakit

a. BAB 2 – 3 x/ hari

b. BAK sedikit-sedikit, nyeri saat BAK

c. Terpasang kateter tetap

d. Pola aktivitas dan latihan

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4Makan/minum

√Mandi √

Toileting √

Berpakaian √

Mobilisasi ditempat tidur √

Berpindah √

Ambulasi ROM √

31

Page 31: BAB II (seminar kasus).docx

0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3 : dibantu orang lain dan alat, 4 : tergantung total

Oksigenasi

e. Pola tidur dan istirahat

1. Sebelum sakit

a. Tidur malam jam 22.00 bangun jam 05.00

b. Tidur siang, kadang-kadang

2. Perubahan setelah sakit

a. Tidak ada perubahan yang terjadi selama sakit

f. Pola kognitif-perseptual

g. Pola persepsi diri/konsep diri

h. Pola seksual dan reproduksi

i. Pola peran hubungan

j. Pola manajemen koping stres

1. Klien mengatakan cemas akan keadaan penyakitnya

2. Klien sering bertanya tentang prosedur operasi amputasi

3. Klien Nampak gelisah

k. Pola keyakinan-nilai

32

Page 32: BAB II (seminar kasus).docx

7. Riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik.

Keadaan umum : Baik Sedang Lemah kesadaran:

TTV : TD :110/80mmhg Nadi : 92 x/m Suhu :37oC RR : 20x/m

a. Kulit, Rambut, dan Kuku

Distribusi rambut:

Lesi Ya Tidak

Warna kulit Ikterik Sianosis Kemerahan Pucat

Akral Hangat Panas Dingin kering Dingin

Turgor :

Oedem : Ya Tidak Lokasi : ekstremitas bawah

Warna Kuku : Pink Sianosis Lain-lain

Laian-lain :

…………………………………………………………………………………

b. Kepala dan Leher

Kepala : Simetris Asimetris, Lesi : Ya Tidak

Deviasi trakea Ya Tidak

Pembesaran kelenjar tiroid Ya Tidak

Lain-lain :

…………………………………………………………………………………..

c. Mata dan Telinga

Gangguan penglihatan Ya Tidak

Menggunakan kacamata Ya Tidak Visus :

Pupil Isokor Anisokor Ukuran :

Sklera/konjungtiva Anemis Ikterus

Gangguan pendengaran Ya Tidak

Menggunakan alat bantu dengar Ya Tidak

Tes weber : Tes Rinne : Tes Swabach :

33

Page 33: BAB II (seminar kasus).docx

Lain-lain :

…………………………………………………………………………………

d. Sistem Pernafasan

Batuk : Ya Tidak

Sesak : Ya Tidak

- Inspeksi :

- Palapasi :

- Perkusi:

- Auskultasi :

Tak ada bunyi nafas tambahan

- Lain-lain

e. Sistem Kardiovaskuler :

Nyeri dada Ya Tidak

Palpitasi Ya Tidak

CRT < 3 dtk > 3 dtk

- Inspeksi :

- Palpasi :

34

Page 34: BAB II (seminar kasus).docx

- Perkusi :

- Auskultasi :

Lain-lain :

f. Payudara Wanita dan Pria

g. Sistem Gastrointestinal :

Mulut Bersih Kotor Berbau

Mukosa Lembab kering Stomatitis

Pembesaran hepar Ya Tidak

Abdomen Meteorismus Asites Nyeri tekan

Peristaltik : 6 x/mnt

Lain-lain:

h. Sistem Urinarius :

Penggunaan alat bantu/kateter Ya Tidak

Kandung kencing, nyeri tekan Ya Tidak

Gangguan Anuria Oligouria Retensi Inkontinensia

Nokturia Lain-lain

i. Sistem Reproduksi Wanita/Pria

j. Sistem Saraf

GCS : 15 Eye : 4 Verbal : 5 Motorik: 6

Rangsangan Meningeal Kaku kuduk Kerning

Brudzinski I Brudzinski II

35

Page 35: BAB II (seminar kasus).docx

Refleks fisiologis Patela Trisep Bisep Achiles

Refleks patologis Babinski Chaddock Oppenheim

Rossolimo Gordon Schaefer

Stransky Gonda

Gerakan Involunter : …………………………………………………………...

Lain-lain : ………………………………………………………………………

k. Sistem Muskuloskeletal

Kemampuan pergerakan sendi Bebas Terbatas

Deformitas Ya Tidak Lokasi :

Fraktur Ya Tidak Lokasi :

Kekakuan Ya Tidak

Kekuatan otot :

Lain-lain:

1. Klien mengatakan susah bergerak karna nyeri pada luka

2. Nampak adanya luka gangrene pada punggung kaki kanan

3. Pus (+)

4. Jari manis kaki kanan Nampak nekrotik

l. Sistem Imun

Perdarahan Gusi Ya Tidak

Perdarahan lama Ya Tidak

Pembengkakan KGB Ya Tidak Lokasi:

Keletihan/kelemahan Ya Tidak

Lain-lain:

m. Sistem Endokrin

Hiperglikemia Ya Tidak GDS 213 mg/dl (Tgl 16/02/2014)

Hipoglikemia Ya Tidak

Luka gangrene Ya Tidak

Lain-lain:

1. Luka Nampak kehitaman dan berbau busuk

2. Pus (+)

36

Page 36: BAB II (seminar kasus).docx

8. Pemeriksaan Penunjang

a. Data laboratorium yang berhubungan

1. Tanggal 8/2/14

a. Creatinin 2,23

b. Glukosa 325

c. Urea 122,2

d. HB 5,6

2. Tanggal 12/2/14

a. Creatinin 2,39

b. Glukosa 308

c. Urea 100,7

3. Tanggal 14/2/14

a. Creatinin 2,6

b. Glukosa 87

c. Urea 96,3

4. Tanggal 16/2/14

a. Glukosa 213

5. Tanggal 17/2/14

a. HB 8,9 gr/dl

6. Tanggal 18/2/14

GDS 50 mg/dl (Jam 15.00)

GDS 107 mg/dl (jam 20.00)

b. Pemeriksaan radiologi

Tgl 8/2/14 foto pedis AP/Lateral, hasil

1. Gangrene

2. osteoporosis

c. Hasil konsultasi

d. Pemeriksaan penunjang diagnostik lain

Tanggal 13/2/14 hasil USG, Hasil ;

37

Page 37: BAB II (seminar kasus).docx

1. Acites

2. Spleno megali

KLASIFIKASI DATA

DATA SUBJEKTIF

- Klien mengeluh nafsu makan berkurang

- Klien mengatakan ada luka pada kaki kanan yang tidak sembuh-sembuh

- Klien mengatakan susah bergerak karena nyeri pada luka

- Klien mengatan cemas akan keadaan penyakitnya

DATA OBJEKTIF

- KU lemah

- IMT 17,3

- Konjungtiva anemis

- HB 8,9 g/dl (tgl 17/02-2014)

- Porsi makan tidak dihabiskan ( hanya ¼ porsi)

- GDS 213 mg/dl (tgl 16-02-2014)

- Nampak adanya luka ganggren pada punggung kaki kanan

- Luka Nampak kehitaman dan berbau busuk

- Oedem ekstermitas bawah

- Pus (+)

- Klien Nampak gelisah

- Klien sering bertanya tentang prosedur operasi amputasi

- Jari manis kaki kanan Nampak nekrotik

38

Page 38: BAB II (seminar kasus).docx

FORMAT DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Analisa DataNama Pasien :Tn S No. RM : 39 59 02Umur : 44 Thn

No Tanggal Data Masalah

1.

2.

17/02/14 Data subyektif1. Klien mengeluh nafsu makan

berkurang2. Klien mengeluh mual

Data obyektif1. KU lemah2. IMT : 17,33. Konjungtiva anemis4. Porsi makan tidak dihabiskan

(Hanya ¼ porsi)5. GDS 213 mg/dl (tgl 16/2/14)6. Hb : 8,9 gr/dl (17/2/14)

Data subyekti1. Klien mengatakan ada luka pada

kaki kanan yang tidak Sembuh-sembuh

Data obyektif1. Nampak adanya luka gangrene

pada punggung kaki kanan

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Kerusakan integritas kulit

39

Page 39: BAB II (seminar kasus).docx

3.

4.

2. Luka Nampak kehitaman dan berbau busuk

3. Udema ekstremitas bawah (+)4. Pus (+)5. Jari manis kaki kanan Nampak

nekrotik

Data subyektif

1. Klien mengatakan susah bergerak karna nyeri pada luka

Data obyektif

1. KU lemah 2. Nampak adanya luka gangrene

pada punggung kaki kanan

Data subyektif

1. Klien mengatakan cemas akan keadaan penyakitnya

Data obyektif

1. Klien Nampak gelisah2. Klien bertanya tentang prosedur

operasi amputasi

Hambatan mobilitas fisik

Cemas

40

Page 40: BAB II (seminar kasus).docx

2. Pathway Kasus

Usia

- Kegagalan relative sel beta - Resistensi insulin

Glukosa dalam darah tdk dp masuk kedlm sel

glukosuria

41

Hyperglikemi

Anabolisme protein me

Kerusakan pd antibody

Kekebalan tubuh me

Ambang batas melebihi ginjal

Kehilangan kalori

Neuropati sensori perifer

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh

Polidipsi, poli uri

Pusat lapar, haus

Rangsang hipotalamus

Nekrosis BB me

Luka pada daerah kaki Protein dan lemak

dimetabolisme

Ambang nyeri me

Sel kekurangan bahan untuk metabolisme

Rencana tindakan operasiKerusakan integritas kulit

Ganggren

Page 41: BAB II (seminar kasus).docx

3. Diagnosis Keperawatan (Berdasarkan Prioritas )

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake makanan yang

kurang ditandai dengan:

Ds: - klien mengeluh nafsu makan berkurang

Do: - KU lemah

- IMT 17,3

- Konjungtiva anemis

- Hb 8,9 ( 17-02-2014)

- Porsi makan tidak dihabiskan ( hanya ¼ porsi)

- GDS 213 mg/dl ( 16-02-2014)

2. Kersakan integritas jaringan b/d gangguan sirkulasi yang ditandai dengan:

Ds: - klien mengatakan ada luka pada kaki kanan yang tidak sembuh-sembuh

Do: - Nampak adanya luka ganggren pada punggung kaki kanan

- Luka Nampak kehitaman dan berbau busuk

- Oedem ekstermitas bawah (+)

- Pus (+)

- Jari manis kaki kanan Nampak nekrotik

3. Hambatan mobilitas fisik b/drasa nyeri pada luka yang ditandai dengan :

DS: klien mengatakan susah bergerak karena nyeri pada luka

DO: - nampak adanya luka ganggren pada punggung kaki kanan

42

Koping individu tdk efektif

Krisis situasional

Hambatan mobilisasi fisik

Nyeri

Kerusakan pd saraf perifer

Cemas

Page 42: BAB II (seminar kasus).docx

- KU lemah

4. Cemas b/d krisis situasional/maturasi yang ditandai dengan:

DS: klien mengatakan cemas akan keadaan penyakitnya

DO: - klien Nampak gelisah

- Klien sering bertanya tentang prosedur operasi amputasi

43