bab ii (seminar kasus).docx
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DIABETES MELITUS
1. Pengertian
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika
telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan
hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerotik, dan vaskuler makrongiopati dan
neuropati (Price & Wilson, 2012).
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,
dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan ada tidaknya gejala
klinik akut maupun kronik, sebagai akibat dari kurangnya insulin didalam tubuh.
Gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga
gangguan metabolisme lemak dan protein (Askandar, 2000).
Ganggren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan
mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah nekrosis yang disebabkan oleh
infeksi (Askandar, 2001).
Ganggren kaki diabetik adalah luka pada kaki yang kehitam-hitaman dan
berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar
ditungkai (Askandar, 2001).
2. Anatomi Fisiologi
Dalam proses metabolisme,insulin memegang peran yang sangat penting yaitu bertugas
memasukkan glukosa ke dalam sel. Insulin adalah suatu zat yang dikeluarkan oleh sel beta di
Pankreas.
a. Pankreas
Pankreas adalah sebuah kelenjar yang letaknya di belakang lambung. Didalamnya terdapat
kumpulan sel yang disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi selbeta. Sel beta mngeluarkan
hormon insulin untuk mengatur kadar glukosa darah.Selain sel beta ada juga srl alfa yang
memproduksi glukagon yang bekerja sebaliknyadengan insulin yaitu meningkatkan kadar
glukosa darah. Juga ada sel delta yangmngeluarkan somastostatin.
2
b. Kerja Insulin
Insulin diibaratkan sebagai anak kunci untuk membuka pintu masuknya glukosa kedalam sel,
untuk kemudian di dalam sel, glukosa itu dimetabolismekan menjadi tenaga.
3. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
a. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
Disebabkan oleh destruksi sel β pulau langerhans akibat proses auto imun.
b. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
Terjadi akibat penurunan sensitifitas terhadap insulin (yang disebabkan
resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin. Resistensi
insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan
glukosa oleh jaringan perifer.
c. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
Disertai dengan keadaan yang diketahui atau dicurigai dapat menyababkan
penyakit. Misalnya pankreasitis, kelainan hormonal, obat-obatan glukokortikoid.
d. Diabetes mellitus gestasional (GDM)
Awitan selama kehamilan, biasanya terjadi pada trimester kedua atau ketiga.
Disebabkan oleh hormon yang disekresikan oleh plasenta dan menghambat kerja
insulin.
Pada trimester pertama kehamilan, kadar glukosa ibu menurun dengan cepat
dibawah kadar glukosa tidak hamil sampai antara 55 dan 65 mg/dl. Akibat
pengaruh estrogen dan progesterone, pancreas meningkatkan produksi insulin,
yang meningkatkan penggunaan glukosa. Pada saat yang sama, penggunaan
glukosa oleh janin meningkat, sehingga menurunkan kadar glukosa ibu. Selain
itu, trimester pertama juga ditandai dengan nausea, vomitus, dan penurunan
asupan makanan sehingga kadar glukosa ibu semakin menurun dan selama tri
mester kedua dan ketiga peningkatan kadar laktogen plasental human, estrogen,
progesterone, kortisol,prolaktin, dan insulin meningkatkan resistansi insulin
melalui kerjanya sebagai suatu antagonis. Resistansi insulin merupakan suatu
3
mekanisme penghematan glukosa yang memastikan suplai glukosa yang
berlimpah untuk janin.
4. Etiologi
a. Diabetes tipe I:
Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe
antigen HLA.
Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu
otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi selbeta.
b. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
5. Patofisiologi
a. DM tipe 1
Pada diabetes tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses auto imun.
Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.
Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam
4
hati meskipun tetap berada dalam darah menimbulkan hiperglikemia postprandial
(sesudah makan)
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinngi, ginjal tidak akan
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan
disekresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuretic osmotik, sebagai
akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami
penoingkatan dalam berkemih (poliuria)dan rasa haus (polidipsi)
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelemahan dan kelelahan.
Dalam keadaan normal, insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari
asam-asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin,
proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan
lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam
basah tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkan dapat
menyebabkan tanda-tanda gejala sepertin nyeri abdomen, mual muntah,
hiperventilasi, napas berbau aseton, dan apabila tidak segera ditangani akan
menyebabkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin
bersama dengan cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan
cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemia dan
ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan glukosa darah yang sering
merupakan komponen terapi yang penting.
b. DM tipe 2
Pada diabetes tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
5
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe 2 disertai
dengan penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
diabetes tipe 2, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.
Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe 2. Meskipun
demikian, diabetes tipe 2 yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut
lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketokik
(HHNK). HHNK merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan
hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran. Kelainan dasar biokimia
pada sindrom ini berupa kekurangan insulin efektif. Keadaan hiperglikemia
persisten menyababkan diuresis osmotik sehingga terjadi kehilangan cairan dan
elektrolit, untuk mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan akan berpindah
dari ruang intrasel keruang ekstra sel. Dengan adanya glikosuria dan dehidrasi,
akan dijumpai keadaan hipernatremia dan peningkatan osmolaritas.
Salah satu perbedaan utama antara sindrom HHNK (pada DM tipe 2) dan
DKA (pada DM tipe 1) adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada
sindrom HHNK. Perbedaan jumlah isulin yang terdapat dalam masing-masing
keadaan ini dianggap penyebab parsial perbedaan diatas. Pada hakikatnya insulin
tidak terdapat pada DKA. Dengan demikian terjadi penguraian simpanan glukosa,
protein dan lemak (penguraian nutrien yang disebut terakhir ini akan
menghasilkan badan keton dan selanjutnya terjadi ketoasidosis). Pada sinndrom
HHNK, kadar insulin tidak rendah meskipun tidak cukup untuk mencegah
hiperglikemia dan selanjutnya diuresis osmotik. Namun sejumlah kecil insulin ini
cukup untuk mencegah pemecahan lemak. Penderita sindrom HHNK tidak akaln
mengalami gejala sistem gastrointestinal yang berhubungan dengan ketoasidosis
pada penderita DKA. Pasien yang mengalami sindrom HHNK biasanya dapat
mentoleransi poliuria dan polidipsi selama berminggu-minggu dan setelah terjadi
6
perubahan neurologisatau setelah penyakit yang mendasarinya semakin berat
barulah pasien mencari pertolongan. Jadi, keadaan hiperglikemia dan dehidrasi
yang lebih parah pada sindrom HHNK terjadi akibat penangan yang terlambat.
Diabetes tipe 2 paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat toleransi glukosa yang berlangsung
lambat, (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe 2 dapat
berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering
bersifat ringan, dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka
pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur.
(jika kadar glukosanya sangat tinggi).
c. Diabetes Gestational
Terjadi pada wanita yang tidak menderita DM sebelum kehamilannya.
Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormon-hormon plasenta.
Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada DM gestational akan kembali
normal. Walaupun begitu, banyak wanita yang mengalami DM gestational
ternyata dikemudian hari mengalami DM tipe 2. Oleh karena itu, semua wanita
yang menderita diabetes gestational harus mendapatkan konseling guna
mempertahankan berat badan idealnya dan melaksanakan latihan secara teratur
sebagai upaya untuk menghindari awitan DM tipe 2
6. Tanda Dan Gejala Diabetes Melitus
Gejala dan tanda-tanda DM dapat digolongkan menjadi gejala akut dan gejala kronik.
a. Gejala Akut Penyakit Diabetes mellitus
Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain bervariasi bahkan,
mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu.
Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak (Poli), yaitu:
1. Banyak makan (poliphagia)
2. Banyak minum (polidipsi)
3. Banyak kencing (poliuria).
Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul gejala:
1. Banyak minum.
2. Banyak kencing.
7
3. Nafsu makan mulai berkurang/ berat badan turun dengan cepat (turun 5 –
10 kg dalam waktu 2 – 4 minggu).
4. Mudah lelah.
5. Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan
jatuh koma yang disebut dengan koma diabetik
b. Gejala Kronik Diabetes mellitus
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita Diabetes mellitus adalah sebagai
berikut:
1. Kesemutan.
2. Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum.
3. Rasa tebal di kulit.
4. Kram.
5. Capai.
6. Mudah mengantuk.
7. Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata
8. Gatal di sekitar kemaluan terutama wanita.
9. Gigi mudah goyah dan mudah lepas kemampuan seksual menurun, bahkan
impotensi.
10. Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam
kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg
6. Komplikasi
Komplikasi-komplikasi pada Diabetes mellitus dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a. Komplikasi Metabolik Akut
Komplikasi akut terdiri dari dua bentuk yaitu hipoglikemia dan hiperglikemia.
Hiperglikemia dapat berupa, Keto Asidosis Diabetik (KAD), Hiperosmolar Non
Ketotik (HNK) dan Asidosis Laktat (AL). Hipoglikemi yaitu apabila kadar gula
darah lebih rendah dari 60 mg % dan gejala yang muncul yaitu palpitasi,
takhicardi, mual muntah, lemah, lapar dan dapat terjadi, penurunan kesadaran
sampai koma. Hiperglikemi yaitu apabila kadar gula darah lebih dari 250 mg %
dan gejala yang muncul yaitu poliuri, polidipsi pernafasan kussmaul, mual
muntah, penurunan kesadaran sampai koma.
8
b. Komplikasi Metabolik Kronik
Komplikasi kronik pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di seluruh
bagian tubuh (Angiopati diabetik).
Angiopati diabetik untuk memudahkan dibagi menjadi dua yaitu: makroangiopati
(makrovaskuler) dan mikroangiopati (mikrovaskuler), yang tidak berarti bahwa
satu sama lain saling terpisah dan tidak terjadi sekaligus bersamaan. Komplikasi
kronik DM yang sering terjadi adalah sebagai berikut:
Mikrovaskuler :
- Ginjal.
- Mata.
Makrovaskuler :
- Penyakit jantung koroner.
- Pembuluh darah kaki.
- Pembuluh darah otak
- Neuropati: mikro dan makrovaskuler
- Mudah timbul ulkus atau infeksi : mikrovaskuler dan makrovaskuler
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan risiko tinngi untuk
DM yaitu kelompok usia dewasa tua (>40 tahun), obesitas, tekanan darah tinggi,
riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan BB bayi lahir .4000 grm, riwayat
Dm pada kehamilan dan dislipidemia.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu
dan gula darah puasa.
Tabel kadar gula darah sewaktu dan puasa
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa
darah sewaktu:
1. Plasma vena
2. Darah kapiler
<110
<90
110-199
90-199
>200
>200
9
Kadar glukosa
darah puasa
1. Plasma vena
2. Darah kapiler
<110
<90
110-125
90-109
>126
>110
8. Pentalaksanaan
Tujuan umum penatalaksanaan DM adalah mencobamenormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam rangka upaya untuk mengurangi terjadinya
komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes
adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadinya
hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien.
Kerangka utama penatalaksanaan DM yaitu perencanaan makan, latihan
jasmani, obat hiperglikemik, penyuluhan dan Pemantauan Pengendalian Diabetes dan
Pencegahan Komplikasi.
a. Perencanaan Makan
Pada PERKENI telah ditetapkan bahwa standar yang di anjurkan adalah santapan
dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-70%), protein (10-15%), dan
lemak (20-25%). Apabila diperlukan santapan dengan komposisi karbohidrat
sampai 70-75% juga memberikan hasil yang baik, terutama golongan ekonomi
rendah. Jumlah kalori disesuaikna dengan pertumbuhan, status gizi, umur, sters
akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal. Jumlah kandungan
kolesterol <300 mg/hari. Jumlah kandungan serat ± 25 grm/hari, diutamakan
jenis serat larut. Konsumsi garam dibatasi bila terdapat hipertensi. Pemanis dapat
digunakan secukupnya.
Cara menghitung kalori pada pasien DM yaitu:
1. Tentukan terlebih dahulu berat badan ideal untuk mengetahui jumlah kalori
basal pasien DM. Cara termudah adalah perhitungan menurut brocca:
BB ideal = (TB dalam cm-100) – 10 % kg BB
pada laki-laki yang tingginya <160 cm atau perempuan yang tingginya <150
cm berlaku rumus:
BB ideal= (TB dalam cm-100) X 1kg
10
Penentuan status gizi dihitung dari : (BB aktual : BB idaman) x 100%, maka:
BB kurang : BB < 90 % BBI
BB normal : BB 90 – 110 % BBI
BB lebih : BB 110 – 120 % BBI
Gemuk :BB > 120 % BBI
2. Kemudian hitung jumlah kalori yang dibutuhkan. Ada beberapa cara untuk
menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan seorang pasien DM
Menghitung kebutuhan basal dengan cara mengalikan berat badan ideal
dengan 30 untuk laki-laki dan 25 untuk wanita.
Kebutuhan basal dihitung seperti diatas tetapi ditambah kalori
berdasarkan persentase kalori basal yaitu:
1. Kerja ringan ditambah 10% dari kalori basal
2. Kerja sedang, ditambah 20 % dari kalori basal
3. Kerja berat ditambah 40-100 % dari kalori basal
4. Pasien kurus, masih tumbuh kembang, terdapat infeksi, atau
menyusui ditambah 20-30% dari kalori basal.
5. Kehamilan trimester I dan II, ditambah 300 kalori
6. Kehamilan trimester III, ditambah 500 kalori
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan
siang (30%), makan malam (25%) serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara
makan besar. Pengaturan makanan ini tidak berbeda dgn org normal, kecuali
dalam pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk merubah
pola makan ini secara bertahap sesuai dengan kondisi dan kebiasaan pasien.
b. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali setiap minggu selama ± 0,5
jam yang sifatnya sesuai CRIPB ( continues, Rhytmical, Interval, Progresive,
Bodurance training). Yaitu latihan dilakukan secara terus menerus tanpa berhenti,
otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur, selang-seling antara gerak
cepat dan lambat, berangsur angsur dari latihan sedikit ke yang lebih berat secara
11
bertahap dan bertahan dalam waktu tertantu. Latihan yang dapat dijadikan pilihan
adalah jalan kaki, joging, renang, bersepeda dan mendayung.
Sedapat mungkin mencapai zona sasaran atau zona latihan, yaitu 75-85%
denyut nadi maksimal. Dnyut nadi maksimal (DNM) dapat dihitung dengan
menggunakan formula berikut:
DNM= 220- umur (dalam tahun)
Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani adalah jangan memulai
olahraga sebelum makan, memakai sepatu yang pas, harus di dampingi oleh
orang yang tahu mengatasi serangan hipoglikemia, harus selalu membawa
permen, membawa tanda pengenal sebagai pasien DM dalam pengobatan, dan
memeriksa kaki secara cermat setelah olahraga.
c. Obat Berkhasiat Hipoglikemik
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan, dan kegiatan jasmani yeng
teratur tetapi kadar glukosa darahnya masih beluk baik, dipertimbangkan untuk
pemakaian obat berkhasiat hiperglikemik oral/suntik
Obat Hiperglikemik Oral (OHO)
Sulfonilurea
Obat golongan sulfonilurea bekerja dengan cara:
Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan
Menurunkan ambang sekresi insulin
Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan berat badan
normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.
Biguanid
Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tetapi tidak sampai dibawah
normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini
dianjurkan untuk pasien gemuk (indeks Masa Tubuh > 30) sebagai obat
tunggal. Pada pasien dengan berat badan lebih (IMT 27-30) dapat
dikombinasikan dngan obat golongan sulfonilurea.
Inhibitor α glukosidase
12
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α
glukosidase di dalam saluran cerna sehingga menurunkan penuyerapan
glukosa dan menurunkan hiperglikemia pascaprandial
Insulin
Indikasi penggunaan insulin pada NIDDM adalah:
a) DM dengan BB menutun cepat/kurus
b) Ketoasidosis, asidosis laktat dan koma hiperosmolar
c) DM yang mengalami stres berat (infeksi sistemik, operasi berat dan lain-
lain)
d) DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosis
maksimal atau ada kontra indikasi dengan obat tersebut.
d. Penyuluhan
Tujuan penyuluhan yaitu meningkatkan pengetahuan diabetisi tentang penyakit
dan pengelolaannya dengan tujuan dapat merawat sendiri. sehingga mampu
mempertahankan hidup dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
Penyuluhan meliputi :
Penyuluhan untuk pencegahan primer
Ditujukan untuk kelompok risiko tinggi.
Penyuluhan untuk pencegahan sekunder
Ditujukan pada diabetisi terutama pasien yang baru. Materi yang diberikan
meliputi : pengertian Diabetes, gejala, penatalaksanaan Diabetes mellitus,
mengenal dan mencegah komplikasi akut dan kronik, perawatan
pemeliharaan kaki, dll.
Penyuluhan untuk pencegahan tersier
Ditujukan pada diabetisi lanjut, dan materi yang diberikan meliputi :
cara perawatan dan pencegahan komplikasi, upaya untuk rehabilitasi, dll
e. Pemantauan Pengendalian Diabetes dan Pencegahan Komplikasi.
Tujuan pengendalian Diabetes mellitus adalah menghilangkan gejala,
memperbaiki kualitas hidup, mencegah komplikasi akut dan kronik, mengurangi
laju perkembangan komplikasi yang sudah ada.
13
Pemantauan dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah puasa dan 2 jam
post prandial, pemeriksaan HbA setiap 3 bulan, pemeriksaan ke fasilitas
kesehatan kurang lebih 4 X pertahun (kondisi normal) dan dilakukan
pemeriksaan jasmani lengkap, albuminuria mikro, kreatinin, albumin globulin,
ALT, kolesterol total, HDL, trigliserida, dan pemeriksaan lain yang diperlukan
B. ULKUS DIABETIK
1. Pengertian
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan ulkus
adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya
kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga
merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati
perifer, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai
sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL
yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk
terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding
pembuluh darah, (zaidah 2005).
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan
morbiditas akibat Diabetes Mellitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi
serius akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik diabetes mellitus berupa
luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan
setempat. Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena
adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan
neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan,
dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun
anaerob (Tambunan, 2006).
Ada tiga komplikasi diabetes yang turut meningkatkan resiko terjadinya infeksi kaki.
Ketiga komplikasi itu adalah:
Neuropati
14
Neuropati sensorik menyebabkan hilangnya perasaan nyeri dan sensibilitas
tekanan, sedangkan neuropati otonom menimbulkan peningkatan kekeringan dan
pembentukan fisura pada kulit (yang terjadi akibat penurunan perspirasi)
Penyakit vaskuler perifer
Sirkulasi ekstermitas bawah yang buruk turut menyebabkan lamanya kesembuhan
luka dan terjadinya ganggren
Penurunan daya imunitas
Hiperglikemia akan mengganggu kemampuan leukosit khusus yang berfungsi
untuk menghancurkan bakteri. Dengan demikian, pada pasien diabetes yang tidak
terkontrol akan terjadi penurunan resistensi terhadap infeksi tertentu.
2. Etiologi
Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi
faktor endogen dan ekstrogen
a. Faktor endogen
Genetik, metabolik
Angiopati diabetik.
Neuropati diabetik.
b. Faktor ekstrogen
Trauma
Infeksi.
Obat.
Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah angipati,
neuropati dan infeksi.adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau
menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa
yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan
mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang
menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi pada
pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya
sesudah ia berjalan pada jarak tertentu.
15
Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan
nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar
sembuh (Levin, 1993) infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai Ulkus
Diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angipati
dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan Ulkus Diabetikum.(Askandar 2001).
3. Patofisiologi
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada
pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan
kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular)
disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut
mikroangiopati.
Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu
masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus
berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen,
keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras
pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer
memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan
jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan
akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan
penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi.
Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang
inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem
imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan
sekitarnya, (Anonim 2009).
Rangkaian kejadian yang khas dalam proses timbulnya ulkus diabetik pada kaki
dimulai dari cedera pada jaringan lunak kaki, pembentukan fisura antara jari-jari kaki
atau pembentukan sebuah kalus. Cedera tidak dirasakan oleh pasien yang kepekaan
kakinya sudah menghilang dan bisa berupa cedera termal (misalnya, menggunakan
bantal pemanas, berjalan dengan kaki telanjang dijalan yang panas, atau memeriksa
air panas untuk mandi dengan kaki), cedera kimia (misalnya membuat kaki terbakar
pada saat menggunakan preparat kaustik untuk menghilangkan kalus, verika atau
16
bunion), atau cedera traumatik (misalnya, melukai kulit ketika menggunting kuku,
menginjak benda asing dalam sepatu tanpa disadari, atau menggunakan kaus kaki
atau sepatu yang tidak pas.
4. Manifestasi Klinik
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun
nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan
biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan
sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5
P yaitu :
a. Pain (nyeri).
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan).
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
Smeltzer dan Bare (2001: 1220).
5. Klasifikasi :
Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu:
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai
kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
17
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada ulkus diabetikum adalah
a. Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Denervasi kulit menyebabkan produktivitas keringat menurun, sehingga kulit
kaki kering, pecah, rabut kaki / jari (-), kalus, claw toe Ulkus tergantung saat
ditemukan ( 0 – 5 )
Palpasi
a) Kulit kering, pecah-pecah, tidak normal
b) Klusi arteri dingin,pulsasi ( – )
c) Ulkus :kalus tebal dank eras.
b. Pemeriksaan fisik
Penting pada neuropati untuk cegah ulkus
Nilon monofilament 10 G
Nilai positif : nilon bengkok, tetapi tidak terasa
4) Positif 4 kali pada 10 tempat berbeda : spesifisitas (97%), sensitifitas
(83%).
c. Pemeriksaan vaskuler
Tes vaskuler noninvasive : pengukuran oksigen transkutaneus, ankle brachial
index (ABI), absolute toe systolic pressure. ABI : tekanan sistolik betis
dengan tekanan sistolik lengan.
d. Pemeriksaan Radiologis : gas subkutan, benda asing, osteomielitin
e. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120
mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl
18
Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan
merah bata ( ++++ ).
Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.
7. Penatalaksanaan Medik
a) Medis
Menurut Soegondo (2006: 14), penatalaksanaan Medis pada pasien dengan
Diabetes Mellitus meliputi:
Obat hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
1. Pemicu sekresi insulin.
2. Penambah sensitivitas terhadap insulin.
3. Penghambat glukoneogenesis.
4. Penghambat glukosidase alfa.
Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1. Penurunan berat badan yang cepat.
2. Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
3. Ketoasidosis diabetik
4. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa
darah.
Keperawatanan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain
dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan
19
ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol
dan larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan
kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang dapat merata
tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk
kasus DM.
Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan
terapi pada Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar
glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk
menghindari terjadinya komplikasi. Ada beberapa komponen dalam
penatalaksanaan Ulkus Diabetik:
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan
semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah
kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.
b. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan
menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan
glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin.
c. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri
diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara
optimal.
d. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk
mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada
malam hari.
e. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari
keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri
dan mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri.
20
f. Kontrol nutrisi dan metabolik
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan
berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12
gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita
DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan
komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau
inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar.
Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat
membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan
hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga
kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien
secara total.
g. Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi
weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang
tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur,
tumit dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi
tiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi
terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang ditempat yang
sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka.
h. Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan
pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:
a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada
b. Derajat I – V : pengelolaan medik dan bedah minor.
21
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangren kaki diabetik
hendaknya dilakukan secara komperhensif dengan menggunakan proses keperawatan. Proses
keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji respon manusia terhadap
masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi
masalah – masalah tersebut. Masalah-masalah kesehatan dapat berhubungan dengan klien
keluarga juga orang terdekat atau masyarakat. Proses keperawatan mendokumentasikan
kontribusi perawat dalam mengurangi / mengatasi masalah-masalah kesehatan.
Proses keperawatan terdiri dari lima tahapan, yaitu : pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan
yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan penderita mengidentifikasikan,
kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese,
pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
1) Anamnese
a) Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk
rumah sakit dan diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya
22
nyeri pada luka.
c) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya
yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat
penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang
pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan
oleh penderita.
e) Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga
yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan
terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
f) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap
penyakit penderita.
2) Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan
dan tanda – tanda vital.
a) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
b) Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan
pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
23
c) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
d) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
e) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
f) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
g) Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah,
lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
h) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
3) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120
mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan
warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++
++ ).
c) Kultur pus
24
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringa perifer b/d penurunan aliran darah vena/arteri secara
mekanik.
b. Kerusakan integritas kulit b/d perubahan sirkulasi
c. Hambatan mobilisasi fisik b/d kerusakan musculoskeletal.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang
3. Intervensi Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringa perifer b/d penurunan aliran darah vena/arteri secara
mekanik.
Tujuan/Kriteria hasil
- Tekanan darah dalam rentang yang diharapkan
- Nadi perifer teraba
- Edema perifer tidak ada
- Suhu ekstermitas hangat
- Kulit utuh, warna normal
Intervensi
- Melakukan pengkajian sirkulasi perifer secara komperhensif (misalnya, periksa nadi
perifer, edema, pengisian kapiler, warna dan suhu ekstermitas)
- Ajarkan pasien/keluarga tentang :
Menghindari suhu yang ekstrim pada ekstermitas
Pentingnya pencegahan statis vena (misalnya, tidak menyilangkan kaki,
meninggikan kaki tanpa menekuk lutut)
- Hindari trauma kimia, mekanik, atau panas yang melibatkan ekstermitas
- Rendahkan ekstermitas untuyk meningkatkan sirkulasi arteri denga tepat
- Memberikan pengobatan anti trombosit atau anti koagulan, jika diperlukan
b. Kerusakan integritas kulit b/d perubahan sirkulasi
Tujuan/Kriteria Hasil
- Menunjukan penyembuhan luka dengan indicator:
Penyatuan luka
25
Resolusi drainase dari luka
Resolusi pada daerah sekitar eritema kulit
Resolusi dari bau luka
Intervensi
- Inspeksi luka ppada setiap penggantian balutan
- Ajarkan pasien atau anggotta keluarga tentang prosedur perawatan luka
- Lakukan perawatan luka/kulit secara rutin yang dapat meliputi tindakan:
Miringkan dan atur posisi kembali pasien secara rutin
Pertahankan jaringan sekitar terbebas dari drainase dan kelembabab yang
berlebihan
- Lakukan pemijatan disekitar luka untuk merangsang sirkulasi
- Konsultasikan pada ahli gizi tentang makanan tinggi protein, mineral, kalori dan
vitamin
c. Hambatan mobilisasi fisik b/d kerusakan musculoskeletal
Tujuan/Kriteria Hasil
- Pasien akan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri dengan alat
bantu (sebutkan aktivitas dan alat bantunya)
- Meminta bantuan untuk aktivitas jika diperlukan
Intervensi
- Kaji kebutuhan akan bantuan pelayanan kesehatan dirumah dan kebutuhan akan
peralatan pengobatan yang tahan lama
- Ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alay bantu mobilitas seperti (tongkat,
walker, kruk, dan kursi roda)
- Rujuk ke ahli terapi fisik untuk program latihan
- Berikan penguatan positif selama aktivitas
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang
Tujuan/Kriteria Hasil:
- Pasien akan mempertahankan BB dan masa tubuh dalam batas normal
- Menyatakan keinginan untuk mengikuti diet
- Nilai laboratorium (misalnya, kadar gual darah, albumin, dan elektrolit ) dalam batas
normal
26
Intervensi
- Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan
- Timbang pasien pada interval yang tepat (seminggu sekali)
- Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya
- Tentukan dengan melakukan kolaborasi dengan ahli gizi secara tepat jumlah kalori dan
jenis zat gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi kabutuhan nutrisi
- Buat perencanaan makan dengan pasien untuk dimasukan kedalam jadwal makan,
lingkungan makan, kesukaan/ketidaksukaan pasien, dan suhu makanan.
27
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. SDENGAN DM Tipe II + Kaki DiabetikDI RUANG ASOKA RS Bahteramas
TANGGAL 17 / 2 2014A. Pengkajian
1. Identitas
Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 44 Thn
Jenis kelamin : Laki - laki
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Status perkawinan : kawin
Agama : islam
Suku : muna
Alamat : Kec. Angata, Konsel
Tanggal masuk : 07/02/2014
Tanggal pengkajian : 17/02/2014
Sumber informasi : Klien
Diagnosa masuk : Dm Tipe II + Kaki diabetik
Penanggung
Nama : Ny. N
Hubungan dengan pasien : Istri
2. Riwayat keluarga
Genogram (kalau perlu)
28
Keterangan genogram
3. Status kesehatan
a. Status kesehatan saat ini
Keluhan utama (saat MRS dan saat ini)
Klien mengatakan ada luka pada kaki kanan yang tidak sembuh-sembuh.
Keluhan lain yang menyertai :
- Lemas
- Demam
- Bengkak pada tungkai kanan bawah (keluhan saat masuk RS)
Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan penyakit saat ini
Pada tanggal 18/01 klien mengalami luka pada daerah kaki kanan, klien
selanjutnya ke puskesmas dan diberi obat, setelah mengkonsumsi obat-
obatan dari puskesmas, setelah beberapa hari luka malah semakin lebar
sehingga pengobatan dihentikan, pada tanggal 30/01/2014 atas saran
tetangga klien, luka klien dirawat dengan menggunakan klorofil, pada
tanggal 03/02/2014 luka klien mulai menghitam, bernanah, dan berbau,
tungkai bawah membengkak dank lien sudah tidak bias berjalan lagi.
Sehingga pada tanggal 07/02/2014 klien masuk IGD RS Bahteramas dan
di diagnose DM Tipe II ? Kaki Diabetik.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Berobat ke puskesmas
b. Status kesehatan masa lalu
Penyakit yang pernah dialami
Klien pernah menderita penyakit yang sama ± 3 tahun yang lalu
Pernah dirawat
29
Klien pernah dirawat di RS Bayangkara ± 3 tahun yang lalu dengan kasus
yang sama dengan mengkonsumsi obat dan pengaturan pola diet, luka
diabetic klien sembuh.
Riwayat alergi : Ya Tidak
Jelaskan:
Riwayat tranfusi : Ya Tidak
Kebiasaan:
Merokok Ya Tidak
Sejak : ……………………………. Jumlah : ……………………
Minum kopi Ya Tidak
Sejak : ……………………………. Jumlah : ……………………
Penggunaan alkohol Ya Tidak
Sejak : …………………………...... Jumlah : …………………...
Lain-lain : …………………………………………………………….
Jelaskan : …………………………………………………………….
4. Riwayat penyakit keluarga
Tante klien (saudara dan pihak ayah) menderita penyakit yang sama dan sudah
meninggal ± 3 thn yang lalu karena penyakit DM + Luka Diabetik.
5. Diagnosa Medis dan Therapy
a. Diagnose medis DM Tipe II + Luka Diabetik
b. Therapy
1. IVFD Nacl 0,9% 28 TPm/IV
2. Ceftriaxon 1 gr/12 jam/IV
3. Metronidazole 0,5 gr / 8 jam / IV
4. Ciprofloxacin 0,2 gr / 12 jam / IV
5. Cilostazole 100 0-0-1
6. Amilodipin 5 0-0-1
7. Nevorapid 10 – 10 -10 u/ SC
8. Furosemide 1 amp / 24 jam
30
√
√
√
√
√
9. Vit K 1 amp / IM / 24 jam
6. Pola fungsi kesehatan
a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
b. Nutrisi/metabolic
1. Kebiasaan sebelum sakit
a. Klien makan 3 x / hari
b. Nafsu makan baik
c. Nasi dibatasi,kebanyakan mengkonsumsi umbi-umbian
2. Perubahan selama sakit
a. Klien mengeluh nafsu makan berkurang
b. Porsi makan tidak dihabiskan (hanya ¼ Porsi)
c. BB : 50 Kg, TB : 170 Cm, IMT : 17,3
c. Pola eliminasi
1. Sebelum sakit
a. BAB 1 -2 x/ hari
b. BAK 5-6 x/ hari
2. Perubahan setelah sakit
a. BAB 2 – 3 x/ hari
b. BAK sedikit-sedikit, nyeri saat BAK
c. Terpasang kateter tetap
d. Pola aktivitas dan latihan
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4Makan/minum
√Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilisasi ditempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi ROM √
31
0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3 : dibantu orang lain dan alat, 4 : tergantung total
Oksigenasi
e. Pola tidur dan istirahat
1. Sebelum sakit
a. Tidur malam jam 22.00 bangun jam 05.00
b. Tidur siang, kadang-kadang
2. Perubahan setelah sakit
a. Tidak ada perubahan yang terjadi selama sakit
f. Pola kognitif-perseptual
g. Pola persepsi diri/konsep diri
h. Pola seksual dan reproduksi
i. Pola peran hubungan
j. Pola manajemen koping stres
1. Klien mengatakan cemas akan keadaan penyakitnya
2. Klien sering bertanya tentang prosedur operasi amputasi
3. Klien Nampak gelisah
k. Pola keyakinan-nilai
32
7. Riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik.
Keadaan umum : Baik Sedang Lemah kesadaran:
TTV : TD :110/80mmhg Nadi : 92 x/m Suhu :37oC RR : 20x/m
a. Kulit, Rambut, dan Kuku
Distribusi rambut:
Lesi Ya Tidak
Warna kulit Ikterik Sianosis Kemerahan Pucat
Akral Hangat Panas Dingin kering Dingin
Turgor :
Oedem : Ya Tidak Lokasi : ekstremitas bawah
Warna Kuku : Pink Sianosis Lain-lain
Laian-lain :
…………………………………………………………………………………
b. Kepala dan Leher
Kepala : Simetris Asimetris, Lesi : Ya Tidak
Deviasi trakea Ya Tidak
Pembesaran kelenjar tiroid Ya Tidak
Lain-lain :
…………………………………………………………………………………..
c. Mata dan Telinga
Gangguan penglihatan Ya Tidak
Menggunakan kacamata Ya Tidak Visus :
Pupil Isokor Anisokor Ukuran :
Sklera/konjungtiva Anemis Ikterus
Gangguan pendengaran Ya Tidak
Menggunakan alat bantu dengar Ya Tidak
Tes weber : Tes Rinne : Tes Swabach :
33
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Lain-lain :
…………………………………………………………………………………
d. Sistem Pernafasan
Batuk : Ya Tidak
Sesak : Ya Tidak
- Inspeksi :
- Palapasi :
- Perkusi:
- Auskultasi :
Tak ada bunyi nafas tambahan
- Lain-lain
e. Sistem Kardiovaskuler :
Nyeri dada Ya Tidak
Palpitasi Ya Tidak
CRT < 3 dtk > 3 dtk
- Inspeksi :
- Palpasi :
34
√
√
√
√
√
- Perkusi :
- Auskultasi :
Lain-lain :
f. Payudara Wanita dan Pria
g. Sistem Gastrointestinal :
Mulut Bersih Kotor Berbau
Mukosa Lembab kering Stomatitis
Pembesaran hepar Ya Tidak
Abdomen Meteorismus Asites Nyeri tekan
Peristaltik : 6 x/mnt
Lain-lain:
h. Sistem Urinarius :
Penggunaan alat bantu/kateter Ya Tidak
Kandung kencing, nyeri tekan Ya Tidak
Gangguan Anuria Oligouria Retensi Inkontinensia
Nokturia Lain-lain
i. Sistem Reproduksi Wanita/Pria
j. Sistem Saraf
GCS : 15 Eye : 4 Verbal : 5 Motorik: 6
Rangsangan Meningeal Kaku kuduk Kerning
Brudzinski I Brudzinski II
35
√
√
√
√
√
√
Refleks fisiologis Patela Trisep Bisep Achiles
Refleks patologis Babinski Chaddock Oppenheim
Rossolimo Gordon Schaefer
Stransky Gonda
Gerakan Involunter : …………………………………………………………...
Lain-lain : ………………………………………………………………………
k. Sistem Muskuloskeletal
Kemampuan pergerakan sendi Bebas Terbatas
Deformitas Ya Tidak Lokasi :
Fraktur Ya Tidak Lokasi :
Kekakuan Ya Tidak
Kekuatan otot :
Lain-lain:
1. Klien mengatakan susah bergerak karna nyeri pada luka
2. Nampak adanya luka gangrene pada punggung kaki kanan
3. Pus (+)
4. Jari manis kaki kanan Nampak nekrotik
l. Sistem Imun
Perdarahan Gusi Ya Tidak
Perdarahan lama Ya Tidak
Pembengkakan KGB Ya Tidak Lokasi:
Keletihan/kelemahan Ya Tidak
Lain-lain:
m. Sistem Endokrin
Hiperglikemia Ya Tidak GDS 213 mg/dl (Tgl 16/02/2014)
Hipoglikemia Ya Tidak
Luka gangrene Ya Tidak
Lain-lain:
1. Luka Nampak kehitaman dan berbau busuk
2. Pus (+)
36
√
√
√
√
√
√
√
√
√
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Data laboratorium yang berhubungan
1. Tanggal 8/2/14
a. Creatinin 2,23
b. Glukosa 325
c. Urea 122,2
d. HB 5,6
2. Tanggal 12/2/14
a. Creatinin 2,39
b. Glukosa 308
c. Urea 100,7
3. Tanggal 14/2/14
a. Creatinin 2,6
b. Glukosa 87
c. Urea 96,3
4. Tanggal 16/2/14
a. Glukosa 213
5. Tanggal 17/2/14
a. HB 8,9 gr/dl
6. Tanggal 18/2/14
GDS 50 mg/dl (Jam 15.00)
GDS 107 mg/dl (jam 20.00)
b. Pemeriksaan radiologi
Tgl 8/2/14 foto pedis AP/Lateral, hasil
1. Gangrene
2. osteoporosis
c. Hasil konsultasi
d. Pemeriksaan penunjang diagnostik lain
Tanggal 13/2/14 hasil USG, Hasil ;
37
1. Acites
2. Spleno megali
KLASIFIKASI DATA
DATA SUBJEKTIF
- Klien mengeluh nafsu makan berkurang
- Klien mengatakan ada luka pada kaki kanan yang tidak sembuh-sembuh
- Klien mengatakan susah bergerak karena nyeri pada luka
- Klien mengatan cemas akan keadaan penyakitnya
DATA OBJEKTIF
- KU lemah
- IMT 17,3
- Konjungtiva anemis
- HB 8,9 g/dl (tgl 17/02-2014)
- Porsi makan tidak dihabiskan ( hanya ¼ porsi)
- GDS 213 mg/dl (tgl 16-02-2014)
- Nampak adanya luka ganggren pada punggung kaki kanan
- Luka Nampak kehitaman dan berbau busuk
- Oedem ekstermitas bawah
- Pus (+)
- Klien Nampak gelisah
- Klien sering bertanya tentang prosedur operasi amputasi
- Jari manis kaki kanan Nampak nekrotik
38
FORMAT DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Analisa DataNama Pasien :Tn S No. RM : 39 59 02Umur : 44 Thn
No Tanggal Data Masalah
1.
2.
17/02/14 Data subyektif1. Klien mengeluh nafsu makan
berkurang2. Klien mengeluh mual
Data obyektif1. KU lemah2. IMT : 17,33. Konjungtiva anemis4. Porsi makan tidak dihabiskan
(Hanya ¼ porsi)5. GDS 213 mg/dl (tgl 16/2/14)6. Hb : 8,9 gr/dl (17/2/14)
Data subyekti1. Klien mengatakan ada luka pada
kaki kanan yang tidak Sembuh-sembuh
Data obyektif1. Nampak adanya luka gangrene
pada punggung kaki kanan
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Kerusakan integritas kulit
39
3.
4.
2. Luka Nampak kehitaman dan berbau busuk
3. Udema ekstremitas bawah (+)4. Pus (+)5. Jari manis kaki kanan Nampak
nekrotik
Data subyektif
1. Klien mengatakan susah bergerak karna nyeri pada luka
Data obyektif
1. KU lemah 2. Nampak adanya luka gangrene
pada punggung kaki kanan
Data subyektif
1. Klien mengatakan cemas akan keadaan penyakitnya
Data obyektif
1. Klien Nampak gelisah2. Klien bertanya tentang prosedur
operasi amputasi
Hambatan mobilitas fisik
Cemas
40
2. Pathway Kasus
Usia
- Kegagalan relative sel beta - Resistensi insulin
Glukosa dalam darah tdk dp masuk kedlm sel
glukosuria
41
Hyperglikemi
Anabolisme protein me
Kerusakan pd antibody
Kekebalan tubuh me
Ambang batas melebihi ginjal
Kehilangan kalori
Neuropati sensori perifer
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
Polidipsi, poli uri
Pusat lapar, haus
Rangsang hipotalamus
Nekrosis BB me
Luka pada daerah kaki Protein dan lemak
dimetabolisme
Ambang nyeri me
Sel kekurangan bahan untuk metabolisme
Rencana tindakan operasiKerusakan integritas kulit
Ganggren
3. Diagnosis Keperawatan (Berdasarkan Prioritas )
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake makanan yang
kurang ditandai dengan:
Ds: - klien mengeluh nafsu makan berkurang
Do: - KU lemah
- IMT 17,3
- Konjungtiva anemis
- Hb 8,9 ( 17-02-2014)
- Porsi makan tidak dihabiskan ( hanya ¼ porsi)
- GDS 213 mg/dl ( 16-02-2014)
2. Kersakan integritas jaringan b/d gangguan sirkulasi yang ditandai dengan:
Ds: - klien mengatakan ada luka pada kaki kanan yang tidak sembuh-sembuh
Do: - Nampak adanya luka ganggren pada punggung kaki kanan
- Luka Nampak kehitaman dan berbau busuk
- Oedem ekstermitas bawah (+)
- Pus (+)
- Jari manis kaki kanan Nampak nekrotik
3. Hambatan mobilitas fisik b/drasa nyeri pada luka yang ditandai dengan :
DS: klien mengatakan susah bergerak karena nyeri pada luka
DO: - nampak adanya luka ganggren pada punggung kaki kanan
42
Koping individu tdk efektif
Krisis situasional
Hambatan mobilisasi fisik
Nyeri
Kerusakan pd saraf perifer
Cemas
- KU lemah
4. Cemas b/d krisis situasional/maturasi yang ditandai dengan:
DS: klien mengatakan cemas akan keadaan penyakitnya
DO: - klien Nampak gelisah
- Klien sering bertanya tentang prosedur operasi amputasi
43