mike kasus 6.docx

44
Masalah Gizi Buruk pada KIA dan Imunisasi Balita tidak Lengkap Michael 102010280 B4 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk, Jakarta 11510 Email: [email protected] PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum perlu diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 melalui Pembangunan Nasional yang berkesinambungan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat dipengaruhi oleh tersedianya sumber daya manusia yang sehat, terampil dan ahli, serta disusun dalam satu program kesehatan dengan perencanaan terpadu yang didukung oleh data dan informasi epidemiologi yang valid. Salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional untuk mewujudkan “Indonesia Sehat 2010” adalah menerapkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan, yang berarti setiap upaya program pembangunan harus mempunyai kontribusi positif terhadap terbentuknya lingkungan yang sehat dan perilaku sehat. Sebagai acuan pembangunan kesehatan mengacu kepada konsep “Paradigma Sehat” yaitu pembangunan kesehatan yang memberikan prioritas utama pada upaya pelayanan peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) dibandingkan upaya pelayanan penyembuhan/pengobatan (kuratif) dan pemulihan 1

Upload: leatomusorya

Post on 23-Nov-2015

62 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Masalah Gizi Buruk pada KIA dan Imunisasi Balita tidak LengkapMichael102010280B4Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk, Jakarta 11510Email: [email protected]. Latar BelakangKesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum perlu diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 melalui Pembangunan Nasional yang berkesinambungan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat dipengaruhi oleh tersedianya sumber daya manusia yang sehat, terampil dan ahli, serta disusun dalam satu program kesehatan dengan perencanaan terpadu yang didukung oleh data dan informasi epidemiologi yang valid. Salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010 adalah menerapkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan, yang berarti setiap upaya program pembangunan harus mempunyai kontribusi positif terhadap terbentuknya lingkungan yang sehat dan perilaku sehat. Sebagai acuanpembangunan kesehatan mengacu kepada konsep Paradigma Sehat yaitu pembangunan kesehatan yang memberikan prioritas utama pada upaya pelayanan peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) dibandingkan upaya pelayananpenyembuhan/pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) secara menyeluruh dan terpadu dan berkesinambungan.Gizi Buruk merupakan suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di Indonesia, kasus KEP (Kurang Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita.Upaya penanggulangan masalah gizi terutama difokuskan pada ibu hamil, bayi, dan anak balita, karena mereka ini adalah golongan rawan yang paling rentan terhadap kekurangan gizi serta besarnya dampak yang dapat ditimbulkan. Masalah gizi bukan hanya masalah kesehatan, tetapi menyangkut masalah sosial ekonomi, dan perilaku masyarakat. Dengan demikian, upaya penanggulangan masalah gizi harus dilakukan secara sinergis meliputi berbagai bidang seperti pertanian, pendidikan dan ekonomi dengan fokus pada kelompok miskin.

PEMBAHASANMASALAH GIZI DI INDONESIAMasalah gizi adalah gangguan kesehatan seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak seimbangnya pemenuhan kebutuhannya akan zat gizi yang diperoleh dari makanan. Masalah gizi atau malnutrition, dibagi dalam dua kelompok yaitu masalah gizi-kurang (under nutrition) dan masalah gizi-lebih (over nutrition), baik berupa masalah gizi-makro ataupun gizi-mikro.1Masalah gizi makro, terutama Masalah kurang energi dan protein (KEP), telah mendominasi perhatian para pakar masalah gizi selama puluhan tahun. Pada tahun 1980-an data dari lapangan di banyak negara menunjukkan bahwa Masalah gizi utama bukan kurang protein, tetapi lebih banyak karena kurang energi atau kombinasi kurang energi dan protein. Bayi sampai anak berusia lima tahun, yang lazim disebut balita, dalam ilmu gizi dikelompokkan sebagai golongan penduduk yang rawan terhadap kekurangan gizi termasuk KEP.1Masalah gizi dihubungkan dengan:1. Faktor dan penyebab masalah gizi (agent): kekurangan atau kelebihan zat gizi, asupan makanan dan penyakit yang dapat mempengaruhi status gizi serta faktor-faktor yang berkaitan2. Faktor yang ada pada pejamu (host): karakteristik individu yang ada kaitannya dengan masalah gizi (umur, jenis kelamin, suku bangsa, dll)3. Faktor yang ada di lingkungan pejamu (environment): lingkungan (rumah, pekerjaan, pergaulan) yang ada kaitannya dengan masalah gizi.2,3

EpidemiologiEpidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan dari frekuensi penyakit pada manusia. Epidemiologi mempelajari tentang distribusi penyakit berdasarkan umur, jenis kelamin, geografi, dan faktor-faktor penyebab.2,3Epidemiologi gizi adalah ilmu yang mempelajari determinan dari suatu masalah atau kelainan gizi. Mempelajari distribusi dan besarnya masalah gizi pada populasi manusia Menguraikan penyakit atau penyebab dari masalah gizi dan menentukan hubungan sebab akibat. Memberikan informasi yang dibutuhkan untuk merencanakan dan melaksanakan program pencegahan, kontrol dan penanggulangan masalah gizi di masyarakat.

EtiologiPenyebab Masalah Gizi di IndonesiaBeberapa hal yang dapat diperhatikan dalam menyebabkan masalah gizi, seperti:4 Tingkat pendidikan rendah Paritas tinggi Tidak terlaksananya program KB jarak per anak 3 thn Tingkat sosial ekonomi yang rendah ayah bekerja sebagai tukang es buah keliling Kepercayaan adat, banyak anak banyak rejeki Rendahnya pelayanan kesehatan disuatu daerah Tidak tersedianya sumber daya yang cukupFaktor yang mempengaruhi timbulnya gizi buruk1 Secara langsung anak kurang mendapat asupan gizi seimbang dalam waktu cukup lama, anak menderita penyakit infeksi. Anak yang sakit, asupan zat gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh secara optimal karena adanya gangguan penyerapan akibat penyakit infeksi. Secara tidak langsung tidak cukupnya persediaan pangan di rumah tangga, pola asuh kurang memadai dan sanitasi/kesehatan lingkungan kurang baik serta akses pelayanan kesehatan terbatas.Akar masalah tersebut berkaitan erat dengan rendahnya tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan kemiskinan keluarga.

II. POSYANDUPosyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi.5Pelayanan kesehatan dasar adalah pelayanan kesehatan yang mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi, yang sekurang-kurangnya mencakup 5 (lima) kegiatan, yakni KIA, KB, imunisasi, gizi, dan penanggulangan diare.Tujuan UmumMenunjang percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia melalui upaya pemberdayaan masyarakat.10Tujuan Khusus Meningkatkan peran masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB. Meningkatkan peran lintas sektor dalam penyelenggaraan Posyandu, terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB. Meningkatkan cakupan dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI dan AKBSasaranSasaran Posyandu adalah seluruh masyarakat, utamanya: Bayi Anak balita Ibu hamil, ibu melahirkan, ibu nifas dan ibu menyusui Pasangan Usia Subur (PUS)Pembentukan Posyandu sebaiknya tidak terlalu dekat dengan Puskesmas agar pendekatan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat lebih tercapai sedangkan satu Posyandu melayani 100 balita. Fungsi Sebagai wadah pemberdayaan masyarakat dalam alih informasi dan keterampilan dari petugas kepada masyarakat dan antar sesama masyarakat dalam rangka mempercepat penurunan AKI dan AKB. Sebagai wadah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.Manfaat1. Bagi Masyarakat Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB. Memperoleh bantuan secara profesional dalam pemecahan masalah kesehatan terutama terkait kesehatan ibu dan anak. Efisiensi dalam mendapatkan pelayanan terpadu kesehatan dan sektor lain terkait.2. Bagi Kader, pengurus Posyandu dan tokoh masyarakat Mendapatkan informasi terdahulu tentang upaya kesehatan yang terkait dengan penurunan AKI dan AKB. Dapat mewujudkan aktualisasi dirinya dalam membantu masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan terkait dengan penurunan AKI dan AKB.3. Bagi Puskesmas Optimalisasi fungsi Puskesmas sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan strata pertama. Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah kesehatan sesuai kondisi setempat. Meningkatkan efisiensi waktu, tenaga dan dana melalui pemberian pelayanan secara terpadu4. Bagi sektor lain Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah sektor terkait, utamanya yang terkait dengan upaya penurunan AKI dan AKB sesuai kondisi setempat. Meningkatkan efisiensi melalui pemberian pelayanan secara terpadu sesuai dengan tupoksi masing-masing sektor.

Kegiatan PosyanduKegiatan Posyandu terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan pengembangan/pilihan. Secara rinci kegiatan Posyandu adalah sebagai berikut:Kegiatan Utama1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)a. Ibu HamilPelayanan yang diselenggarakan untuk ibu hamil mencakup: Penimbangan berat badan dan pemberian tablet besi yang dilakukan oleh kader kesehatan. Jika ada petugas Puskesmas ditambah dengan pengukuran tekanan darah dan pemberian imunisasi Tetanus Toksoid. Bila tersedia ruang pemeriksaan, ditambah dengan pemeriksaan tinggi fundus/usia kehamilan. Apabila ditemukan kelainan, segera dirujuk ke Puskesmas. Untuk lebih meningkatkan kesehatan ibu hamil, perlu diselenggarakan Kelompok Ibu Hamil pada setiap hari buka Posyandu atau pada hari lain sesuai dengan kesepakatan. Kegiatan Kelompok Ibu Hamil antara lain: Penyuluhan: tanda bahaya pada ibu hamil, persiapan persalinan, persiapan menyusui, KB dan gizi Perawatan payudara dan pemberian ASI Peragaan pola makan ibu hamil Peragaan perawatan bayi baru lahir Senam ibu hamilb. Ibu Nifas dan MenyusuiPelayanan yang diselenggarakan untuk ibu nifas dan menyusui mencakup: Penyuluhan kesehatan, KB, ASI dan gizi, ibu nifas, perawatan kebersihan jalan lahir (vagina) Pemberian vitamin A dan tablet besi. Perawatan payudara. Senam ibu nifas. Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dan tersedia ruangan, dilakukan pemeriksaan kesehatan umum, pemeriksaan payudara, pemeriksaan tinggi fundus dan pemeriksaan lochia. Apabila ditemukan kelainan, segera dirujuk ke Puskesmas.c. Bayi dan Anak balitaPelayanan Posyandu untuk balita harus dilaksanakan secara menyenangkan dan memacu kreativitas tumbuh kembang anak. Jika ruang pelayanan memadai, pada waktu menunggu giliran pelayanan, anak balita sebaiknya tidak digendong melainkan dilepas bermain sesama balita dengan pengawasan orang tua di bawah bimbingan kader. Untuk itu perlu disediakan sarana permainan yang sesuai dengan umur balita. Adapun jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyandu untuk balita mencakup: Penimbangan berat badan Penentuan status pertumbuhan Penyuluhan Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan pemeriksaan kesehatan, imunisasi dan deteksi dini tumbuh kembang. Apabila ditemukan kelainan, segera dirujuk ke Puskesmas.2. Keluarga Berencana (KB)Pelayanan KB di Posyandu yang dapat diselenggarakan oleh kader adalah pemberian kondom dan pemberian pil ulangan. Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan suntikan KB, dan konseling KB. Apabila tersedia ruangan dan peralatan yang menunjang dilakukan pemasangan IUD.3. ImunisasiPelayanan imunisasi di Posyandu hanya dilaksanakan apabila ada petugas Puskesmas. Jenis imunisasi yang diberikan disesuaikan dengan program, baik terhadap bayi, balita, dan ibu hamil.4. Gizi/UPGKPelayanan gizi di Posyandu dilakukan oleh kader. Sasarannya adalah bayi, balita, ibu hamil dan WUS. Jenis pelayanan yang diberikan meliputi penimbangan berat badan, deteksi dini gangguan pertumbuhan, penyuluhan gizi, pemberian PMT, pemberian vitamin A dan pemberian sirup Fe. Khusus untuk ibu hamil dan ibu nifas ditambah dengan pemberian tablet besi serta kapsul Yodium untuk yang bertempat tinggal di daerah gondok endemik. Apabila setelah 2 kali penimbangan tidak ada kenaikan berat badan, segera dirujuk ke Puskesmas.5. Pencegahan dan Penanggulangan DiarePencegahan diare di Posyandu dilakukan antara lain dengan penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Penganggulangan diare di Posyandu dilakukan antara lain penyuluhan, pemberian larutan gula garam yang dapat dibuat sendiri oleh masyarakat atau pemberian Oralit yang disediakan.

Pelaksanaan Kegiatan PosyanduPosyandu dilaksanakan sebulan sekali yang ditentukan oleh LKMD, Kader, Tim Penggerak PKK Desa/Kelurahan serta petugas kesehatan dari KB. Pada hari buka Posyandu dilakukan pelayanan masyarakat dengan sistem 5 (lima) meja yaitu : Meja I : Pendaftaran. Meja II: Penimbangan Meja III : Pengisian KMS Meja IV : Penyuluhan perorangan berdasarkan KMS. Meja V : Pelayanan KB Kes : Imunisasi Pemberian vitamin A Dosis Tinggi berupa obat tetes ke mulut tiap Februari dan Agustus. Pembagian pil atau kondom Pengobatan ringan. Kosultasi KB-Kes. Petugas pada Meja I s/d IV dilaksanakan oleh kader PKK sedangkan Meja V merupakan meja pelayanan paramedis (Jurim, Bindes, perawat dan petugas KB).

Prinsip Pengelolaan Program KIAPengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut : Peningkatan pelayanan anternatal di semua fasilitas pelayanan dengan mutu sesuai standar serta menjangkau seluruh sasaran. Peningkatan pertolongan persalinan ditunjukan kepada peningkatan pertolongan oleh tenaga kesehatan kebidanan secara berangsur. Peningkatan deteksi dini risiko tinggi/komplikasi kebidanan, baik oleh tenaga kesehatan maupun dimasyarakat oleh kader dan dukun bayi, serta penanganan dan pengamatannya secara terus-menerus. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan secara adekuat dan pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga kesehatan. Peningkatan pelayanan neonatal dan ibu nifas dengan mutu sesuai standar dan menjangkau seluruh sasaran.5

A. Pelayanan AntenatalPedoman pelayanan kebidanan dasar adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal seperti yang ditetapkan dalam buku Pedoman Pelayanan Antenatal bagi Petugas Puskesmas. Walaupun pelayanan antenatal selengkapnya mencakup banyak hal yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium atas indikasi, serta intervensi dasar dan khusus (sesuai resiko yang ada termasuk penyuluhan dan konseling), namun dalam penerapan operasionalnya dikenal standar minimal 5 T untuk pelayanan antenatal, yang terdiri atas: Timbang berat badan ukur tinggi badan. (Ukur) Tekanan darah (Ukur) Tinggi fundus uteri (Pemberian imunisasi) Tetanus toksoid (TT) lengkap. (Pemberian) Tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilanDengan demikian maka secara operasional pelayanan antenatal yang tidak memenuhi standar minimal 5 T tersebut belum dianggap suatu pelayanan antenatal. Selain itu, pelayanan antenatal ini hanya dapat diberikan oleh tenaga kesehatan, dan tidak dapat dilakukan oelh dukun bayi.Ditetapkan pula bahwa frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan, dengan ketentuan waktu sebagai berikut : Minimal 1 kali pada trimester pertama. Minimal 1 kali pada trimester kedua. Minimal 2 kali pada trimester ketiga.Standar waktu pelayanan antenatal tersebut ditentukan untuk menjamin mutu pelayanan, khususnya dalam memberi kesempatan yang cukup dalam menangani kasus risiko tinggi yang ditemukan.

B. Pertolongan PersalinanDalam program KIA dikenal beberapa jenis tenaga yang memberikan pertolongan persalinan kepada masyarakat. Jenis tenaga tersebut adalah: dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan, perawat bidan. Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : Sterilitas/pencegahan infeksi. Metode pertolongan persalinan yang sesuai dengan standar pelayanan. Merujuk kasus yang memerlukan tingkat pelayanan yang lebih tinggi.Dengan penempatan bidan di desa, diharapkan secara bertahap jangkauan persalinan oleh tenaga kesehatan terus meningkat dan masyarakat semakin menyadari pentingnya persalinan yang bersih dan aman.

C. Deteksi Dini Ibu Hamil BerisikoUntuk menurunkan angka kematian ibu secara bermakna. Kegiatan deteksi dini dan penganan ibu hamil berisiko/komplikasi kebidanan perlu lebih ditingkatkan baik di fasilitas pelayanan KIA maupun di masyarakat. Dalam rangka itulah deteksi ibu hamil beresiko/komplikasi kebidanan perlu difokuskan kepada keadaan yang menyebabkan kematian ibu bersalin di rumah dengan pertolongan oleh dukun bayi.Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal, tetapi perlu perawatan diri yang khusus agar ibu dan janin dalam keadaan sehat. Kerena itu kehamilan yang normalpun mempunyai resiko kehamilan, namun tidak secara langsung meningkatkan risiko kematian ibu. Keadaan-keadaan tersebut dinamakan faktor risiko.Faktor risiko pada ibu hamil di antaranya adalah : Primgravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. Anak lebih dari 4 Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang dari 2 tahun. Tinggi badan kurang dari 145 cm. Berat badan kurang dari 38 kg atau lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm Riwayat keluarga menderita penyakit kencing manis, hipertensi dan riwayat cacat kongenital. Kelainan bentuk tubuh, misalnya kelainan tulang belakang atau panggul.Semakin banyak ditemukan faktor risiko pada seorang ibu hamil maka semakin tinggi risiko kehamilannya.Risiko tinggi/komplikasi kebidanan pada kehamilan merupakan keadaan penyimpangan dari normal, yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi. D.Penanganan Komplikasi KebidananKejadian komplikasi kebidanan dan risiko tinggi diperkirakan terdapat pada sekitar antara 15-20% ibu hamil. Komplikasi dalan kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat diduga atau diramalkan sebelumnya, sehingga ibu hamil harus berada sedekat mungkin pada sarana pelayanan yang mampu memberi pelayanan obstetri dan nenonatal emergensi dasar (PONED). Agar puskesmas mampu PONED maka harus didukung pula oleh tenaga medis terampil yang telah dilatih dan adanya sarana baik medis dan non medis yang memadai.Kebijaksanaan Depkeds dalam penyediaan puskesmas mampu PONED dalah bahwa setiap kebupaten/kota harus mempunyai minimal 4 (empat) puskesmas mampu PONED. Untuk keperluan tersebut, Depkes RI telah menerbitkan pedoman khusus yang dapat menjadi acuan pengembangan puskesmas mampu PONED.E.Pelayanan Kesehatan Neonatal dan Ibu NifasDewasa ini 2/3 kematian bayi ( 60%) terjadi pada usia kurang dari satu bulan. Menurut SKRT tahun 2001, penyebab utama kematian neonatal adalah berat badan lahir rendah (BBLR) sebesar 29%, asfiksia 27% dan tetanus neonatum 10%. Upaya yang dilakukan untuk mencegah kematian neonatal diutamakan pada pemeliharaan kehamilan sebaik mungkin, pertolongan persalinan sesuai dengan standar pelayanan dan perawatan bayi baru lahir yang adekuat termasuk perawatan tali pusat yang higienis.

Keberhasilan Posyandu tergambar melalui cakupan SKDN S : Semua balita di wilayah kerja Posyandu. K : Semua balita yang memiliki KMS. D : Balita yang ditimbang. N : Balita yang naik berat badannya. Keberhasilan Posyandu berdasarkan: 1) Baik/kurangnya peran serta masyarakat. 2) Berhasil tidaknya program posyandu.

Perhitungan SKDNPemantauan status gizi dilakukan dengan memanfaatkan data hasil penimbangan bulanan posyandu yang didasarkan pada indikator SKDN tersebut. Indikator yang dipakai adalah N/D (jumlah anak yang berat badannya naik dibandingkan dengan jumlah anak yang ditimbang dalam %). Peramalan dilakukan dengan mengamati kecenderungan N/D dan D/S setiap bulan pada wilayah masing-masing wilayah kecamatan. Pematauan status gizi dilaporkan setiap bulan dengan mempergunakan format laporan yang telah ada.RumusPresentase D/SJumlah balita yang datang ditimbang (D)= x 100%Jumlah sasaran balita yang ada di wilayah kerja

Presentase K/SJumlah balita yang terdaftardan mempunyai KMS (K)= x 100%Jumlah sasaran balita yang ada di wilayah kerja

Presentase N/DJumlah balita yang yangnaik berat badannya (N)= x 100%Jumlah balita yang ditimbang

A.Pengertian ImunisasiImunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang.Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya (Umar,2006).Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan menderita penyakit tersebut. Tujuan Umum program imunisasi adalah turunnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian bayi akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). sedangkan tujuan khususnya adalah tercapainya target Universal Child Immunization yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa/kelurahan pada tahun 2010, tercapainya eliminasi tetanus maternal dan neonatal (insiden dibawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun), tercapainya pemutusan rantai penularan Poliomyelitis pada tahun 2004-2005, serta sertifikasi bebas polio pada tahun 2008, tercapainya reduksi campak (RECAM) pada tahun 2005.6B.Jenis-jenis Imunisasi1. IMUNISASI BCG Ketahanan terhadap penyakit TB (Tuberkulosis) berkaitan dengan keberadaan virus tubercle bacili yang hidup di dalam darah. Itulah mengapa, agar memiliki kekebalan aktif, dimasukkanlah jenis basil tak berbahaya ini ke dalam tubuh, alias vaksinasi BCG (Bacillus Calmette-Guerin).Seperti diketahui, Indonesia termasuk negara endemis TB (penyakit TB terus-menerus ada sepanjang tahun) dan merupakan salah satu negara dengan penderita TB tertinggi di dunia. TB disebabkan kuman Mycrobacterium tuberculosis, dan mudah sekali menular melalui droplet, yaitu butiran air di udara yang terbawa keluar saat penderita batuk, bernapas ataupun bersin. Gejalanya antara lain: berat badan anak susah bertambah, sulit makan, mudah sakit, batuk berulang, demam dan berkeringat di malam hari, juga diare persisten. Masa inkubasi TB rata-rata berlangsung antara 8-12 minggu.Jika anak positif terkena TB, dokter akan memberikan obat antibiotik khusus TB yang harus diminum dalam jangka panjang, minimal 6 bulan. Lama pengobatan tak bisa diperpendek karena bakteri TB tergolong sulit mati dan sebagian ada yang tidur. Karenanya, mencegah lebih baik daripada mengobati. Selain menghindari anak berkontak dengan penderita TB, juga meningkatkan daya tahan tubuhnya yang salah satunya melalui pemberian imunisasi BCG.* Jumlah Pemberian: Cukup 1 kali saja, tak perlu diulang (booster). Sebab, vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga antibodi yang dihasilkannya tinggi terus. Berbeda dengan vaksin berisi kuman mati, hingga memerlukan pengulangan.* Usia Pemberian: Di bawah 2 bulan. Jika baru diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan tes Mantoux (tuberkulin) dahulu untuk mengetahui apakah si bayi sudah kemasukan kuman Mycobacterium tuberculosis atau belum. Vaksinasi dilakukan bila hasil tesnya negatif. Jika ada penderita TB yang tinggal serumah atau sering bertandang ke rumah, segera setelah lahir si kecil diimunisasi BCG* Lokasi Penyuntikan: Lengan kanan atas, sesuai anjuran WHO. Meski ada juga petugas medis yang melakukan penyuntikan di paha.* Efek Samping: Umumnya tidak ada. Namun pada beberapa anak timbul pembengkakan kelenjar getah bening di ketiak atau leher bagian bawah (atau di selangkangan bila penyuntikan dilakukan di paha). Biasanya akan sembuh sendiri.* Tanda Keberhasilan: Muncul bisul kecil dan bernanah di daerah bekas suntikan setelah 4-6 minggu. Tidak menimbulkan nyeri dan tak diiringi panas. Bisul akan sembuh sendiri dan meninggalkan luka parut.Jikapun bisul tak muncul, tak usah cemas. Bisa saja dikarenakan cara penyuntikan yang salah, mengingat cara menyuntikkannya perlu keahlian khusus karena vaksin harus masuk ke dalam kulit. Apalagi bila dilakukan di paha, proses menyuntikkannya lebih sulit karena lapisan lemak di bawah kulit paha umumnya lebih tebal.Jadi, meski bisul tak muncul, antibodi tetap terbentuk, hanya saja dalam kadar rendah. Imunisasi pun tak perlu diulang, karena di daerah endemis TB, infeksi alamiah akan selalu ada. Dengan kata lain, anak akan mendapat vaksinasi alamiah.* Indikasi Kontra: Tak dapat diberikan pada anak yang berpenyakit TB atau menunjukkan Mantoux positif.2. Imunisasi Hepatitis B: Lebih dari 100 negara memasukkan vaksinasi ini dalam program nasionalnya. Apalagi Indonesia yang termasuk negara endemis tinggi penyakit hepatitis. Jika menyerang anak, penyakit yang disebabkan virus ini sulit disembuhkan. Bila sejak lahir telah terinfeksi virus hepatitis B (VHB), dapat menyebabkan kelainan-kelainan yang dibawanya terus hingga dewasa. Sangat mungkin terjadi sirosis atau pengerutan hati (kerusakan sel hati yang berat). Bahkan yang lebih buruk bisa mengakibatkan kanker hati.Banyak jalan masuknya VHB ke tubuh si kecil. Yang potensial melalui jalan lahir. Bisa sejak dalam kandungan sudah tertular dari ibu yang mengidap hepatitis B atau saat proses kelahiran. Cara lain melalui kontak dengan darah penderita, misal transfusi darah.Bisa juga melalui alat-alat medis yang sebelumnya telah terkontaminasi darah dari penderita hepatitis B, seperti jarum suntik yang tidak steril atau peralatan yang ada di klinik gigi. Bahkan juga lewat sikat gigi atau sisir rambut yang digunakan antaranggota keluarga.Upaya pencegahan adalah langkah terbaik. Jika ada salah satu anggota keluarga dicurigai kena VHB, biasanya dilakukan screening terhadap anak-anaknya untuk mengetahui apakah membawa virus atau tidak. Pemeriksaan harus dilakukan kendati anak tak menunjukkan gejala sakit apa pun. Selain itu, imunisasi merupakan langkah efektif untuk mencegah masuknya VHB.* Jumlah Pemberian: Sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua, kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga.* Usia Pemberian: Sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir. Dengan syarat, kondisi bayi stabil, tak ada gangguan pada paru-paru dan jantung. Dilanjutkan pada usia 1 bulan, dan usia antara 3-6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap VHB, selain imunisasi yang dilakukan kurang dari 12 jam setelah lahir, juga diberikan imunisasi tambahan dengan imunoglobulin antihepatitis B dalam waktu sebelum berusia 24 jam.* Lokasi Penyuntikan: Pada anak di lengan dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada bayi di paha lewat anterolateral (antero = otot-otot di bagian depan; lateral = otot bagian luar). Penyuntikan di bokong tak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.* Efek Samping: Umumnya tak terjadi. Jikapun ada (kasusnya sangat jarang), berupa keluhan nyeri pada bekas suntikan, yang disusul demam ringan dan pembengkakan. Namun reaksi ini akan menghilang dalam waktu dua hari.* Tanda Keberhasilan: Tak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan. Namun dapat dilakukan pengukuran keberhasilan melalui pemeriksaan darah dengan mengecek kadar hepatitis B-nya setelah anak berusia setahun. Bila kadarnya di atas 1000, berarti daya tahannya 8 tahun; di atas 500, tahan 5 tahun; di atas 200, tahan 3 tahun. Tetapi kalau angkanya cuma 100, maka dalam setahun akan hilang. Sementara bila angkanya nol berarti si bayi harus disuntik ulang 3 kali lagi.* Tingkat Kekebalan: Cukup tinggi, antara 94-96%. Umumnya, setelah 3 kali suntikan, lebih dari 95% bayi mengalami respons imun yang cukup.* Indikasi Kontra: Tak dapat diberikan pada anak yang menderita sakit berat.

3. Imunisasi PolioBelum ada pengobatan efektif untuk membasmi polio. Penyakit yang dapat menyebabkan kelumpuhan ini, disebabkan virus poliomyelitis yang sangat menular. Penularannya bisa lewat makanan/minuman yang tercemar virus polio.Bisa juga lewat percikan ludah/air liur penderita polio yang masuk ke mulut orang sehat.Virus polio berkembang biak dalam tenggorokan dan saluran pencernaan atau usus, lalu masuk ke aliran darah dan akhirnya ke sumsum tulang belakang hingga bisa menyebabkan kelumpuhan otot tangan dan kaki. Bila mengenai otot pernapasan, penderita akan kesulitan bernapas dan bisa meninggal.Masa inkubasi virus antara 6-10 hari. Setelah demam 2-5 hari, umumnya akan mengalami kelumpuhan mendadak pada salah satu anggota gerak. Namun tak semua orang yang terkena virus polio akan mengalami kelumpuhan, tergantung keganasan virus polio yang menyerang dan daya tahan tubuh si anak. Nah, imunisasi polio akan memberikan kekebalan terhadap serangan virus polio.* Jumlah Pemberian: Bisa lebih dari jadwal yang telah ditentukan, mengingat adanya imunisasi polio massal. Namun jumlah yang berlebihan ini tak akan berdampak buruk. Ingat, tak ada istilah overdosis dalam imunisasi!* Usia Pemberian: Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di usia 2, 4, 6 bulan. Dilanjutkan pada usia 18 bulan dan 5 tahun. Kecuali saat lahir, pemberian vaksin polio selalu dibarengi dengan vaksin DTP.* Cara Pemberian: Bisa lewat suntikan (Inactivated Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau lewat mulut (Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV). Di tanah air, yang digunakan adalah OPV.* Efek Samping: Hampir tak ada. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare ringan, dan sakit otot. Kasusnya pun sangat jarang.* Tingkat Kekebalan: Dapat mencekal hingga 90%.* Indikasi Kontra: Tak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut atau demam tinggi (di atas 380C); muntah atau diare; penyakit kanker atau keganasan; HIV/AIDS; sedang menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum; serta anak dengan mekanisme kekebalan terganggu.

4. Imunisasi DTPDengan pemberian imunisasi DTP, diharapkan penyakit difteri, tetanus, dan pertusis, menyingkir jauh dari tubuh si kecil. Kekebalan segera muncul seusai diimunisasi.* Usia & Jumlah Pemberian: Sebanyak 5 kali; 3 kali di usia bayi (2, 4, 6 bulan), 1 kali di usia 18 bulan, dan 1 kali di usia 5 tahun. Selanjutnya di usia 12 tahun, diberikan imunisasi TT* Efek Samping: Umumnya muncul demam yang dapat diatasi dengan obat penurun panas. Jika demamnya tinggi dan tak kunjung reda setelah 2 hari, segera bawa si kecil ke dokter. Namun jika demam tak muncul, bukan berarti imunisasinya gagal, bisa saja karena kualitas vaksinnya jelek, misal.Untuk anak yang memiliki riwayat kejang demam, imunisasi DTP tetap aman. Kejang demam tak membahayakan, karena si kecil mengalami kejang hanya ketika demam dan tak akan mengalami kejang lagi setelah demamnya hilang. Jikapun orangtua tetap khawatir, si kecil dapat diberikan vaksin DTP asesular yang tak menimbulkan demam. Kalaupun terjadi demam, umumnya sangat ringan, hanya sekadar sumeng.* Indikasi Kontra: Tak dapat diberikan kepada mereka yang kejangnya disebabkan suatu penyakit seperti epilepsi, menderita kelainan saraf yang betul-betul berat atau habis dirawat karena infeksi otak, dan yang alergi terhadap DTP. Mereka hanya boleh menerima vaksin DT tanpa P karena antigen P inilah yang menyebabkan panas.Penyakit DTP yang BERBAHAYA

1. DifteriPenyakit yang disebabkan kuman Corynebacterium diphtheriae ini, gejalanya mirip radang tenggorokan, yaitu batuk, suara serak, dan tenggorokan sakit. Namun, difteri tak disertai panas sebagaimana yang terjadi pada radang tenggorokan. Gejala lain difteri adalah kesulitan bernapas (leher seperti tercekik dan napas berbunyi), sehingga wajah dan tubuh membiru, serta adanya lapisan putih pada lidah dan bibir.Bakteri penyebab difteri ditularkan saat batuk, bersin, atau kala berbicara. Masa inkubasinya 1-6 hari. Penderita harus mendapatkan perawatan di rumah sakit dalam waktu cukup lama, sekitar 2-3 minggu, dan baru boleh pulang setelah penyakitnya benar-benar hilang 100%. Soalnya, difteri bisa kambuh lagi kalau belum betul-betul sembuh.2. TetanusDisebabkan oleh bakteri Clostridium Tetani, penyakit ini berisiko menyebabkan kematian. Infeksi tetanus bisa terjadi karena luka, sekecil apa pun luka itu. Tetanus rawan menyerang bayi baru lahir, biasanya karena tindakan atau perawatan yang tidak steril.Gejala-gejala yang tampak antara lain kejang otot rahang, rasa sakit dan kaku di leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha. Pengobatan dilakukan dengan pemberian antibiotik untuk mematikan kuman, antikejang untuk merilekskan otot-otot, dan antitetanus untuk menetralisir toksinnya.3. PertusisDisebut juga kinghoest, batuk rejan, atau batuk 100 hari lantaran batuknya memang berlangsung lama, bisa sampai 3 bulan. Penyakit ini mudah sekali menular melalui udara yang mengandung bakteri Bordetella pertussis. Masa inkubasinya 6-20 hari.Gejala awalnya seperti flu biasa, yaitu demam ringan, batuk, dan pilek, yang berlangsung selama 1-2 minggu. Kemudian, gejala batuknya mulai nyata dan kuat, batuk panjang secara terus-menerus yang berbeda dengan batuk biasa. Tak jarang, karena kuatnya batuk ini, anak bisa sampai menungging-nungging, muntah-muntah, mata merah, berair, dan napasnya susah. Gejalanya sangat berat. Bahkan beberapa penderita bisa mengalami perdarahan. Setelah 2-4 minggu berlalu, batuk mulai berkurang dan kondisi anak mulai pulih.Penderita akan diberi obat antibiotik untuk mematikan kuman, dan obat untuk mengurangi/menghentikan batuknya. Istirahat yang cukup, banyak minum, dan konsumsi makanan bergizi akan membantu mempercepat kesembuhan.4. Imunisasi CampakSebenarnya, bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun seiring bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak. Apalagi penyakit campak mudah menular, dan mereka yang daya tahan tubuhnya lemah gampang sekali terserang penyakit yang disebabkan virus Morbili ini. Untungnya, campak hanya diderita sekali seumur hidup. Jadi, sekali terkena campak, setelah itu biasanya tak akan terkena lagi.Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran halus air ludah (droplet) penderita yang terhirup melalui hidung atau mulut. Pada masa inkubasi yang berlangsung sekitar 10-12 hari, gejalanya sulit dideteksi. Setelah itu barulah muncul gejala flu (batuk, pilek, demam), mata kemerah-merahan dan berair, si kecil pun merasa silau saat melihat cahaya. Kemudian, di sebelah dalam mulut muncul bintik-bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga mengalami diare.Satu-dua hari kemudian timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar 38-40,5C. Seiring dengan itu, barulah keluar bercak-bercak merah yang merupakan ciri khas penyakit ini. Ukurannya tidak terlalu besar, tapi juga tak terlalu kecil. Awalnya hanya muncul di beberapa bagian tubuh saja seperti kuping, leher, dada, muka, tangan dan kaki. Dalam waktu 1 minggu, bercak-bercak merah ini akan memenuhi seluruh tubuh. Namun bila daya tahan tubuhnya baik, bercak-bercak merah ini hanya di beberapa bagian tubuh saja dan tidak banyak.Jika bercak merah sudah keluar, umumnya demam akan turun dengan sendirinya. Bercak merah pun akan berubah jadi kehitaman dan bersisik, disebut hiperpigmentasi. Pada akhirnya bercak akan mengelupas atau rontok atau sembuh dengan sendirinya. Umumnya, dibutuhkan waktu hingga 2 minggu sampai anak sembuh benar dari sisa-sisa campak. Dalam kondisi ini, tetaplah meminum obat yang sudah diberikan dokter. Jaga stamina dan konsumsi makanan bergizi. Pengobatannya bersifat simptomatis, yaitu mengobati berdasarkan gejala yang muncul. Hingga saat ini, belum ditemukan obat yang efektif mengatasi virus campak. Jika tak ditangani dengan baik campak bisa sangat berbahaya. Bisa terjadi komplikasi, terutama pada campak yang berat. Ciri-ciri campak berat, selain bercaknya di sekujur tubuh, gejalanya tidak membaik setelah diobati 1-2 hari. Komplikasi yang terjadi biasanya berupa radang paru-paru (broncho pneumonia) dan radang otak (ensefalitis). Komplikasi inilah yang umumnya paling sering menimbulkan kematian pada anak.Usia & Jumlah Pemberian: Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun. Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan harus diimunisasi MMR (Measles Mumps Rubella).Efek Samping: Umumnya tidak ada. Pada beberapa anak, bisa menyebabkan demam dan diare, namun kasusnya sangat kecil. Biasanya demam berlangsung seminggu. Kadang juga terdapat efek kemerahan mirip campak selama 3 hari. 7Gambar 1. Tabel pemberian imunisasi 7

Gambar 2. Tabel pemberian imunisasi7Menjaga Kualitas Vaksin dari Hulu ke Hilir8

Terlepas dari benar atau tidak, kualitas vaksin tentu menjadi hal pertama yang dipertanyakan oleh peternak ketika ayamnya terserang penyakitterutama penyakit viralpascavaksinasi. Hal ini dinilai cukup beralasan, karena salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan vaksinasi ialah kualitas vaksin.

Vaksin BerkualitasVaksin dikatakan memiliki kualitas baik jika segel vaksin masih utuh atau etiket produknya masih terpasang dengan baik. Selain itu,expired date(tanggal kadaluarsa) belum habis/terlewatkan dan bentuk fisiknya tidak berubah.Sebagai produk biologis, vaksin memiliki karakteristik tertentu dan memerlukan penanganan khusus sejak diproduksi di pabrik hingga dipakai di peternakan. Beberapa hal yang dapat menurunkan atau merusak kualitas vaksin diantaraya kemasan rusak, tercemar bahan kimia seperti detergen dan logam-logam berat (Ca, Mg, Mn, dll), suhu penyimpanan dan pH tidak sesuai maupun terkena sinar matahari lansung.

Suhu Menjadi Titik KritisHandlingVaksinSelama ini masih ada beberapa peternak yang beranggapan bahwa semakin dingin suhu ruang penyimpanan vaksin, maka kondisi vaksin akan semakin baik. Pendapat itu tentu tidak benar dan perlu diluruskan.Umumnya memang semua vaksin akan rusak bila terpapar panas atau terkena sinar matahari langsung. Misalnya jika vaksin disimpan pada suhu ruang (30C). Namun sebaliknya, beberapa vaksin ternyata juga tidak tahan terhadap pembekuan, bahkan dapat rusak. Contohnya adalah vaksin inaktif yang dalam penyimpanannya tidak boleh < 2C apalagi sampai membeku.Vaksin inaktif bentuk suspensi yang disimpan pada suhu 2-8C, secara normal akan membentuk 2 lapis cairan. Bila vaksin tersebut dikocok, maka vaksin akan homogen. Kemudian vaksin akan membentuk 2 lapis cairan kembali jika didiamkan dalam waktu yang cukup lama. Berbeda halnya jika vaksin pernah disimpan difreezeratau pernah beku, vaksin akan membentuk 2 lapis cairan hanya dalam waktu < 5 menit. Untuk vaksin inaktif bentuk emulsi yang pernah beku, tidak akan menunjukkan perubahan sejelas vaksin suspensi. Namun dapat dipastikan bahwa potensi dari vaksin itu telah menurun.

Gambar 3. Vaksin rusak

Dari beberapa bahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa suhu menjadi salah satu titik kritis yang menentukan kualitas vaksin dari awal produksi hingga dipakai peternak. Yang menjadi pertanyaan disini, bagaimana metode penyimpanan vaksin sejak masih di pabrik? Bagaimana dengan proses distibusinya? Bisa saja kualitas vaksin sudah rusak selama perjalanan.Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalamhandlingvaksin secara umum, yaitu: Vaksin harus disimpan pada tempat khusus dengan suhu 2-8C. Pengeluaran vaksin dari ruang penyimpanan harus memperhatikan tanggal kadaluarsa (FEFO,First Expired First Out) dan urutan masuk vaksin (FIFO,First In First Out). Jadi, vaksin yang memiliki tanggal kadaluarsa terdekat dikeluarkan lebih dulu. Waktu pengiriman vaksin harus mampu dikelola dengan baik. Perhatikan pula jarak tempuh pengiriman. Hal ini untuk menjamin ketepatan waktu pengiriman dan memperkecil kemungkinan terjadi kerusakan vaksin selama perjalanan. Dengan kondisi tersebut, diharapkan pula vaksin selalu dalam kondisi fresh saat akan digunakan oleh peternak.

Cold Chain Systemdari Hulu ke HilirDalam segala kondisi, suhu vaksin baik aktif maupun inaktif harus dijaga antara 2-8C. Mengacu pada standar suhu tersebut, maka produsen vaksin harus mampu menerapkancold chain systemdalam setiap lini penyimpanan dan distribusi vaksinnya

Gambar 4. Skema kondisi penyimpana vaksin

Sistem rantai dingin ataucold chain systemadalah sistem pengelolaan vaksin sesuai prosedur untuk menjaga vaksin tersimpan pada suhu dan kondisi yang telah ditetapkan. Sistem tersebut mulai diterapkan dari pabrik hingga vaksin diberikan kepada sasaran (peternak,red).Cold chain systemdisini bermanfaat untuk memperkecil kesalahan penanganan vaksin sehingga potensi vaksin tetap terjaga hingga akan digunakan.

Gambar 5. Skema cold chain

Sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam menunjangcold chain systemdiantaranya: Cool room(ruang pendingin)Vaksin yang telah lulus proses QC (quality control), wajib disimpan dalamcool roomkhusus vaksin bersuhu 2-8C. Hendaknyacool roomini selain tersedia di pabrik pusat, juga terdapat di wilayah pemasaran/distributor vaksin. Penyusunan vaksin dalamcool roomjuga harus memperhatikan kepadatan tumpukan agar sirkulasi udara dingin tersebar secara merata.

Alat pembawa vaksin

Gambar 6.cold box vaksin

Salah satu contohnya ialahcold boxberisi es batu. Alat ini umum digunakan untuk menyimpan sementara vaksin yang akan dikirim ke konsumen.Lalu bagaimana jika jarak pengiriman cukup jauh? Apakah vaksin tetap akan dibawa menggunakancold box? Tentu hal ini akan menimbulkan resiko besar terhadap kerusakan. Akan jauh lebih aman apabilacold boxhanyadigunakan untuk mengirim vaksin antar wilayah dalam kota. Sedangkan untuk wilayah yang cukup jauh, gunakan mobil khusus pengirim vaksin yang dilengkapi dengan mesin pendingin agar suhu tetap terjaga 2-8C. Lemari esPenyimpanan vaksin di tingkat konsumen dapat menggunakan lemari es yang diset suhu 2-8C. Adapun prosedur penyimpanan vaksin yang baik di lemari es antara lain:1. Vaksin harus disimpan pada lemari es bagianrefrigerator. Jangan menyimpan vaksin pada bagianfreezer2. Vaksin aktif tidak boleh disimpan pada rak di depan pintufreezer3. Vaksin inaktif tidak boleh disimpan pada rak yang berada tepat di depan pintu dan di bawahfreezer4. Lemari es sebaiknya dikhususkan hanya untuk menyimpan vaksin5. Lakukanmonitoringsuhu lemari es secara rutin agar kerusakan lemari es sejak awal terdeteksi

KMS (Kartu Menuju Sehat) 1.Definisi

KMS (Kartu Menuju Sehat) untuk balita adalah alat yang sederhana dan murah, yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak. Oleh karenanya KMS harus disimpan oleh ibu balita di rumah, dan harus selalu dibawa setiap kali mengunjungi posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan, termasukbidandan dokter.KMS (Kartu Menuju Sehat) untuk balita adalah alat yang sederhana dan murah, yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak. Oleh karenanya KMS harus disimpan oleh ibu balita di rumah, dan harus selalu dibawa setiap kali mengunjungi posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan, termasukbidandan dokter.KMS berisi catatan penting tentang pertumbuhan, perkembangan anak, imunisasi, penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan anak, pemberianASI eksklusifdan Makanan Pendamping ASI, pemberian makanan anak dan rujukan ke Puskesmas/ Rumah Sakit.KMS juga berisi pesan-pesan penyuluhan kesehatan dan gizi bagi orang tua balita tenta ng kesehatan anaknya (Depkes RI, 2000).

2.Manfaat KMS (Kartu Menuju Sehat)a)Sebagai media untuk mencatat dan memantau riwayat kesehatan balita secara lengkap, meliputi : pertumbuhan, perkembangan, pelaksanaan imunisasi, penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan pemberianASI eksklusif, dan Makanan Pendamping ASI.b)Sebagai media edukasi bagi orang tua balita tentang kesehatan anakc)Sebagai sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh petugas untuk menentukan penyuluhan dan tindakan pelayanan kesehatan dan gizi.(Depkes RI, 2000)

3.Cara Memantau Pertumbuhan BalitaPertumbuhan balita dapat diketahui apabila setiap bulan ditimbang, hasil penimbangan dicatat di KMS, dan antara titik berat badan KMS dari hasil penimbangan bulan lalu dan hasil penimbangan bulan ini dihubungkan dengan sebuah garis. Rangkaian garis-garis pertumbuhan anak tersebut membentuk grafik pertumbuhan anak. Pada balita yang sehat, berat badannya akan selalu naik, mengikuti pita pertumbuhan sesuai dengan umurnya (Depkes RI, 2000).a.Balita naik berat badannya bila :1)Garis pertumbuhannya naik mengikuti salah satu pita warna, atau2)Garis pertumbuhannya naik dan pindah ke pita warna diatasnya.

Gambar 7. Indikator KMS bila balita naik berat badannya

b.Balita tidak naik berat badannya bila :1)Garis pertumbuhannya turun, atau2)Garis pertumbuhannya mendatar, atau3)Garis pertumbuhannya naik, tetapi pindah ke pita warna dibawahnya.

Gambar 8. Indikator KMS bila balita tidak naik berat badannya

c.Berat badan balita dibawah garis merah artinya pertumbuhan balita mengalami gangguan pertumbuhan dan perlu perhatian khusus, sehingga harus langsung dirujuk ke Puskesmas/ Rumah Sakit.

Gambar 9. Indikator KMS bilapertumbuhan balitamengalami gangguan pertumbuhan dan perlu perhatian khusus

d.Berat badan balita tiga bulan berturut-turut tidak naik (3T), artinya balita mengalami gangguan pertumbuhan, sehingga harus langsung dirujuk ke Puskesmas/ Rumah Sakit.

Gambar 10. Indikator KMS bila berat badan balita tidak stabil

e.Balita tumbuh baik bila: Garis berat badan anak naik setiap bulannya.f.Balita sehat, jika : Berat badannya selalu naik mengikuti salah satu pita warnaatau pindah ke pita warna diatasnya.gambar 11. Kartu Menuju Sehat

Program GiziPemberian Makanan TambahanKebijakan pemerintah dalam pembenahan gizi masyarakat, antara lain melalui program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi bayi dan balita di posyandu serta Program Pemberian Makanan Tambahan Bagi Anak Sekolah (PMTAS) di sekolah dasar. Program ini diprioritaskan pada sekolah dasar yang berada di daerah tertinggal. Kedua program ini dilakukan untuk menanggulangi masalah kekurangan energi dan protein terutama pada kelompok rawan gizi. Sedangkan untuk penanggulangan Anemia, pemerintah memberikan bantuan pil untuk penambah darah terutama bagi ibu hamil dan menyusui yang diberikan secara cuma-cuma melalui pelayanan di posyandu. Guna menanggulangi kekurangan vitamin A pemerintah memberikan bantuan berupa pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada bayi dan balita dua kali dalam setahun. Pelaksanaan pemberian kapsul vitamin A dilakukan melalui posyandu. Hal ini juga dilakukan untuk upaya pencegahan terhadap munculnya kekurangan zat gizi pada masyarakat di masa yang akan datang. Selain itu program pencegahan yang dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan fortifikasi zat gizi. Fortifikasi adalah penambahan zat gizi tertentu dalam bahan makanan. Bahan makanan yang difortifikasi adalah bahan makanan yang banyak dikonsumsi, dan dikonsumsi oleh semua masyarakat. Program fortifikasi yang dilakukan oleh pemerintah adalah penambahan iodium pada garam. Ini bertujuan untuk menanggulangan GAKI khususnya di beberapa daerah dan untuk pencegahan di masa yang akan datang. Selain itu fortifikasi juga dilakukan dengan penambahan Fe (zat besi) pada tepung terigu yang bertujuan untuk penanggulangan dan pencegahan anemia pada masyarakat. Terigu dipilih sebgai bahan yang difortifikasi, karena sebagian besar makanan, baik yang diolah sendiri maupun yang di beli, menggunakan terigu sebagai bahan pokok.9

Keluarga BerencanaTujuan Program KB Tujuan umum adalah membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekutan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara pengaturan kelahiran anak, agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Tujuan lain meliputi pengaturan kelahiran, pendewasaan usia perkawinan, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Kesimpulan dari tujuan program KB adalah: Memperbaiki kesehatan dan kesejahteraan ibu, anak, keluarga dan bangsa; Mengurangi angka kelahiran untuk menaikkan taraf hidup rakyat dan bangsa; Memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan KR yang berkualitas, termasuk upaya-upaya menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.2

Sasaran Program KBSasaran program KB tertuang dalam RPJMN 2004-2009 yang meliputi:1. Menurunnya rata-rata laju pertumbuhan penduduk menjadi sekitar 1,14 persen per tahun.1. Menurunnya angka kelahiran total (TFR) menjadi sekitar 2,2 per perempuan.1. Menurunnya PUS yang tidak ingin punya anak lagi dan ingin menjarangkan kelahiran berikutnya, tetapi tidak memakai alat/cara kontrasepsi (unmet need) menjadi 6%.1. Meningkatnya pesertaKB laki-laki menjadi 4,5persen.1. Meningkatnya penggunaan metode kontrasepsi yang rasional, efektif, dan efisien.1. Meningkatnya rata-rata usia perkawinan pertama perempuan menjadi 21 tahun.1. Meningkatnya partisipasi keluarga dalam pembinaan tumbuh kembang anak.Jenis-Jenis Kontrasepsi1.Kondom, bekerja dengan mencegah sperma bertemu dengan sel telur sehingga tidak terjadi pembuahan. Penggunaan kondom akan lebih efektif bila digunakan bersama dengan spermatisida (senyawa kimia terdapat dalam bentuk jeli, tablet vagina, kream, busa vaginal yang berfungsi membunuh sperma). Penggunaan kondom cukup efektif selama digunakan secara tepat dan benar. Kegagalan kondom dapat diperkecil dengan menggunakan kondom dengan cara benar, gunakanlah saat ereksi dan lepaskan pada saat ejakulasi. Kegagalan biasanya terjadi bila kondom robek karena kurang hati-hati atau karena tekanan pada saat ejakulasi sehingga terjadi perembesan.Efek samping dari kondom adalah bila terdapat alergi terhadap karet kondom.Keuntungan dari kondom dapat dibeli secara bebas di apotek-apotek, mudah digunakan dan kondom juga memperkecil penularan penyakit kelamin.2. Spermatisida, bahan kimia aktif untuk membunuh sperma, berbentuk cairan, krim atau tisu vagina yang harus dimasukkan ke dalam vagina 5 menit sebelum senggama. Efektivitasnya 70%. Sayangnya bisa menyebabkan reaksi alergi. Kegagalan sering terjadi karena waktu larut yang belum cukup, jumlah spermatisida yang digunakan terlalu sedikit atau vagina sudah dibilas dalam waktu < 6 jam setelah senggama..

3. Vaginal diafragma, lingkaran cincin dilapisi karet fleksibel ini akan menutup mulut rahim bila dipasang dalam liang vagina 6 jam sebelum senggama. Efektivitasnya sangat kecil, karena itu harus digunakan bersama spermatisida untuk mencapai efektivitas 80%. Cara ini bisa gagal bila ukuran diafragma tidak pas, tergeser saat senggama, atau terlalu cepat dilepas (< 8 jam) setelah senggama.10

DAFTAR PUSTAKA1. Widyastuti P, Hardiyanti E.A. Gizi kesehatan masyarakat. EGC, 2005; Jakarta: h.120-150.2. Budiarto. Pengantar epidemiologi. EGC, 2002; Jakarta: h.20-25 .3. Nasry Noor, Nur M.PH. Epidemiologi. Rineka Cipta, 2008; Jakarta: h.125-30.4. Chandra B. Ilmu kedokteran pencegahan dan komunitas. EGC, 2009; Jakarta: h.267-70, 284-5.5. Suparmanto SAS. Petunjuk teknis pengembangan dan penyelenggaraan posyandu. Departemen Kesehatan RI, 2009; Jakarta: h.30-2, 44-5, 61-2.6. Departemen Kesehatan RI. Kesehatan Ibu dan Anak dalam Pedoman Kerja Puskesmas Jilid II. 1990-1991; hal C2-4.7. Schwartz, M.William. 2004.Clinical Handbook of Pediatrics. Jakarta : EGC8. Cold chain . diunduh dari http://info.medion.co.id/index.php/artikel/layer/pengobatan-a-vaksinasi/menjaga-kualitas-vaksin, 1 july 20139. Promosi Kesehatan. Diunduh dari http://www.promkes.depkes.go.id/, 1 July 201310. Keleher, H., MacDougall, C., & Murphy, B. 2007. Understanding Health Promotion. Victoria, Australia : Oxford University Press.

1