makalah kasus 5.docx

45
ASUHAN KEPERAWATAN HIPERBILIRUBIN disusun untuk memenuhi salah satu tugas Blok Sistem Digestive 2 Kelompok 11 Santa Maria P 220110100115 Cindy HPMS 220110100116 Irine Gemasari 220110100117 Mika Pratiwi 220110100118 Herti Pardede 220110100119 Aisah Jamil 220110100120 S. Ratih H 220110100121 Yuli Anisa 220110100122 Danita Suci L 220110100123 Fuji Lestari 220110100124 Sri Hardiyani 220110100041

Upload: mika-ginting

Post on 10-Aug-2015

119 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

digestif

TRANSCRIPT

Page 1: makalah kasus  5.docx

ASUHAN KEPERAWATAN HIPERBILIRUBIN

disusun untuk memenuhi salah satu tugas Blok Sistem Digestive 2

Kelompok 11

Santa Maria P 220110100115

Cindy HPMS 220110100116

Irine Gemasari220110100117

Mika Pratiwi 220110100118

Herti Pardede 220110100119

Aisah Jamil 220110100120

S. Ratih H 220110100121

Yuli Anisa 220110100122

Danita Suci L 220110100123

Fuji Lestari 220110100124

Sri Hardiyani 220110100041

Fakultas IlmuKeperawatan

Universitas Padjadjaran

2012

Page 2: makalah kasus  5.docx

Kasus 5

Nyonya E 34 tahun BB=54 Kg ; TB=160 cm di bawa ke UGD dengan keluhan sakit

hebat pada epigastrium yang muncul secara tiba-tiba dan makin lama makin hebat.

Nyeri ini menyebar ke punggung, perut yang menjalar ke abdomen bagian bawah.

Pada pemeriksaan TD=80/60 mmHg, HR=123x/mnt, RR=30x/mnt, Suhu=38,5˚C.

Mual dan beberapa kali muntah. Kulit dingin, abdomen tegang, teraba massa pada

area epigastrium. Nyeri tekan (+), turgor turun, mukosa mulut kering. Pada

pemeriksaan lanjut pH darah=7.3 pO2= 65 mmHg, pCO2= 37 mmHg, HCO3= 15

mEq/L. serum amylase dan lipase meningkat. Terdapat leukositosis dan oliguria.

Hasil USG menunjukkan Cholelithiasis yang disertai pancreatitis. Klien harus segera

dilakukan pembedahan dan seteleha pembedahan dia mendapat beberapa antibiotika.

antibiotika untuk gram positif, 1 antibiotika untuk gram negative, 1 antibiotika untuk

bakteri anaerob. Harga antibiotikanya amat mahal sehingga keluarga klien perlu

meminjam uang untuk membelinya, karena antibiotika yang diberikan adalah

antibiotika paten.

A. Definisi Cholelithiasis

Kolelitiasis adalah terdapatnya batu pada kandung empedu atau saluran

empedu.

Kolelitiasis adalah suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu didalam

kandung empedu yang memiliki ukuran, bentuk, dan komposisi yang

bervariasi.

Batu empedu adalah timbunan kristal dalam kandung empedu atau dalam

saluran empedu.

Kolelitiasis merupakan adabta batu dalam kandung empedu atau pada saluran

empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol.

Page 3: makalah kasus  5.docx

B. Etiologi

Penyebab pasti dari Kolelitiasis atau batu empedu belum diketahui. Satu

teori menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu

di kandung empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami

supersaturasi menjadi mengkristal dan memulai membentuk batu. Tipe lain

batu empedu adalah batu pigmen. Batu pigmen tersusun oleh kalsium

bilirubin, yang terjadi ketika bilirubin bebas berkombinasi dengan kalsium.

( Williams, 2003)

1. Infeksi Bakteri

Dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam

pembentiukan batu empedu, melalui peningkatan dikuamasi sel dan

pembentukan mukus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur

seluler dan bakteri dapat berperan sebagi pusat presipitasi. Akan tetapi

infeksi lenih sering menjadi akibat dari pembentukan batu empedu dari

pada sebab pembentukan batu empedu.(Smeltzer, 2002)

2. Jenis Kelamin

Perempuan dua kali lebih berisiko ketimbang pria. Berlebihnya

produksi estrogen akibat kehamilan, terapi sulih hormon, atau

penggunaan pil KB dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam cairan

empedu, sehingga, mudah terbentuk batu.

3. Faktor Keturunan

Sakit batu empedu seringkali merupakan penyakit keturunan

dalam keluarga.

4. Berat Badan

Bahwa kelebihan berat badan meningkatkan risiko batu

empedu. Sebab kadar garam dalam cairan empedu berkurang,

Page 4: makalah kasus  5.docx

sementara kolesterol meningkat. Kegemukan merupakan faktor risiko

terbesar batu empedu pada wanita.

5. Pola Makan

Pola makan tinggi lemak serta kolesterol, dan rendah serat

menambah risiko batu empedu.

6. Berat Badan Turun Secara Drastis

Melakukan diet ketat atau puasa dalam jangka panjang;

sehingga berat badan turun drastis, membuat lever mengeluarkan

ekstra kolesterol ke dalam cairan empedu. Akibatnya bisa terjadi batu

empedu.

7. Faktor Usia

Orang berusia 60 tahun ke atas lebih mudah terbentuk batu

empedu. Ini karena tubuh cenderung mengeluarkan lebih banyak

kolesterol ke dalam cairan empedu.

8. Pemakaian Obat Antikolesterol

Akibat pemakaian Obat-obatan penurun kolesterol malah bisa

meningkatkan jumlah kolesterol yang dilepas ke dalam cairan empedu,

maka bisa membuat terbentuknya batu empedu.

9. Diabetes

Pengidap diabetes (diabetesi) umumnya memiliki kadar asam

lemak atau trigliserida yang tinggi, sehingga risiko menderita batu

empedu semakin besar.

C. Klasifikasi

Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di

golongkankan atas:

Page 5: makalah kasus  5.docx

1. Batu kolesterol

Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari

70% kolesterol.

Lebih dari 80% batu kandung di Amerika Serikat mengandung

kolesterol sebagai komponen utama. Hati mensekresi kolesterol ke saluran

empedu bersamaan dengan phospolipid (lechitin) membentuk suatu

vesikel yang disebut unilamellar vesicle. Hati juga mensekresi garam

empedu, yang dibutuhkan untuk mencerna dan mengabsorpsi lemak pada

makanan. Garam empedu akam memecah unilamellar vesicle untuk

membentuk mixed micelle. Hal tersebut terjadi terutama pada kandung

empedu, dimana terjadi reabsorpsi air dan elektrolit sehingga empedu

terkosentrasi. Jika dibanding dengan unilamelar vesicle, mixed vesicle

memliki daya ikat koleterol yang lebih rendah, dimana pada unilamellar

vesicle 1 molekul lecitin mengikat 1 molekul kolesterol, sedangkan mixed

micelle untuk mengikat 1 kolesterol dibutuhkan 3 molekul lecitin.

Sehingga jika kandungan kolesterol dalam empedu tinggi, sehingga

empedu akan terkonsentrasi dan terjadi penumpukan kolesterol kapasitas

ikatan mixed micelle yang lebih rendah terhadap kolesterol. Dari hal

tersebut, diketahui bahwa terdapat 2 faktor yang mempengaruhi

terbentuknya batu kandung empedu kolesterol yaitu, jumlah kolesterol

yang disekresi oleh hati, dan tingkat konsentrasi dan stasis empedu pada

kandung empedu.

2. Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat)

Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan

mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Bilirubin

merupakan pigmen berwarna kuning yang berasal dari pemecahan heme,

yang disekresi secara aktif oleh hepatosit ke dalam empedu. Sebagian

Page 6: makalah kasus  5.docx

besar bilirubin pada empedu dalam bentuk terkonjugasi glukoronid, yang

bersifat lartu dalam air dan stabil, tetapi juga terdapat sebagian kecil yang

tidak terkonjugasi glukoronid.

Bilirubin yang tidak terkonjugasi, seperti asam lemak, phospate,

carbonate, dan beberapa anion, dapa membentuk presipitat dengan

kalsium. Kalsium dapat masuk ke dalam empedu secara pasif bersamaan

dengan elektrolit lainnya. Pada keadaan dimana terjadi pemecahan heme

yang tinggi, seperti kronik hemolisis atau sirosis, konsentrasi uncojugated

bilirubin meningkat didalam empedu. Kalsium bilirubinat dapat

membentuk kristal dan lama kelamaan akan menjadi batu. Dari waktu ke

waktu akan terjadi oksidasi yang mengakibatkan perubahan warna dari

bilirubin menjadi hitam, sehingga disebut sebagai black pigment stone

(batu pigmen hitam). Jenis batu ini terjadi 10 – 20% dari kasus batu

kantung empedu di Amerika Serikat.

Empedu normalnya adalah steril, tetapi dapat juga terjadi

kolonisasi bakteri. Bakteri akan menghirolisis bilirubin terkonjugasi

(conjugated bilirubin), sehingga menyebabkan peningkatan konsenotrasi

unconjugated bilirubin sehingga terjadi presipitasi kalsium bilirubinat.

Selain itu bakteri akan menghidrolisis lechitin menjadi asam lemak yang

juga dapat membentuk presipitat dengan kalsium. Batu yang terbentuk

dari proses tersebut akan berwarna kecoklatan sehingga disebut brown

pingment stone. Tidak seperti kolesterol atau batu pigmen hitam, yang

utamanya terdapat pada kandung empedu, batu pigmen coklat ini berasal

dari saluran empedu. Batu jenis ini lebih jarang terjadi di Amerika Serikat,

tetapi lebih sering terjadi di daerah Asia Tenggara.

Page 7: makalah kasus  5.docx

3. Batu pigmen hitam.

Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk

dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi

4. Batu Camburan

Batu kolesterol dapat berkolonisasi dengan bakteri dan menyebabkan

inflamasi pada mukosa kandung empedu. Enzym dari bakteri dan leukosit

akan menghidrolisis conjugated bilirubin dan asam lemak. Sehingga lama

kelamaan akan terjadi batu kolesterol yang disertai dengan akumulasi

kalsium bilirubinat membentuk batu campuran.

D. Manifestasi Klinis

1. Rasa nyeri dan kolik bilier Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu

empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi.

Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada

abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada

abdomen kuadaran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu

kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan bertambah

hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian pasien rasa

nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier

semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat

mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam

keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding

abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini

menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika

pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga

dada.

Page 8: makalah kasus  5.docx

2. Ikterus Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan

menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi

dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan

empedu ini membuat kulit dan menbran mukosa berwarna kuning.

Keadaan ini sering disertai dengan gejal gatal-gatal pada kulit.

3. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal

akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi

diwarnai oleh pigmen empedu aka tampak kelabu, dan biasanya pekat

yang disebut “Clay-colored ”

4. Defisiensi vitamin Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu

absorbsi vitamin A,D,E,K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat

memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier

berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan

darah yang normal.(Smeltzer, 2002)

5. Regurgitasi gas: flatus dan sendawa

E. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan laboratorium

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan

kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut,

dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan

kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh

batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di

dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga

kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi

serangan akut.

Page 9: makalah kasus  5.docx

b. Pemeriksaan radiologis

Foto polos Abdomen

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas

karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat

radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu

berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada

peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops,

kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di

kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di

fleksura hepatica.

Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang

tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran

empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat

dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau

udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang

terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena

terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum

rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas

daripada dengan palpasi biasa.

Kolesistografi

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik

karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu

radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu.

Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah,

kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis

Page 10: makalah kasus  5.docx

karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai

hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian

fungsi kandung empedu.

Page 11: makalah kasus  5.docx

F. Penatalaksanaan

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri

yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau

mengurangi makanan berlemak.

Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun

telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani

pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu

tidak menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu

dilakukan pembatasan makanan.3

Pilihan penatalaksanaan antara lain :

1. Kolesistektomi terbuka

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga

kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi

adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas

yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling

umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh

kolesistitis akut.10

2. Kolesistektomi laparaskopi

Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan

sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90%

batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko

kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan

mengurangi komplikasi pada jantung dan paru.2 Kandung empedu diangkat

melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.

Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya

kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah

mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien

dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini

dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di

Page 12: makalah kasus  5.docx

rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja,

nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan

adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi 6r

seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama

kolesistektomi laparaskopi.

Gambar 5. Kolesistektomi laparaskopi15

3. Disolusi medis

Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan

adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat

disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis

kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah

mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya batu secara lengkap terjadi

sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50%

pasien.10 Kurang dari 10% batu empedu dilakukan cara ini an sukses.2Disolusi

medis sebelumnya harus memenuhi criteria terapi non operatif diantaranya

batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung

empedu baik dan duktus sistik paten.

4. Disolusi kontak

Page 13: makalah kasus  5.docx

Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten

(Metil-Ter-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter

yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu

pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah

angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).

5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-

manfaat pad saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada

pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.

Gambar 6. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

6. Kolesistotomi

Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di

samping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat,

terutama untuk pasien yang sakitnya kritis.

7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan,

lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam

saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada

sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang

Page 14: makalah kasus  5.docx

menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi

telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000

penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur

ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif

dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung

empedunya telah diangkat.

Gambar 7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

Terapi

1. Ranitidin

Komposisi : Ranitidina HCl setara ranitidina 150 mg, 300 mg/tablet,

50 mg/ml injeksi.

Indikasi : ulkus lambung termasuk yang sudah resisten terhadap

simetidina, ulkus duodenum, hiperekresi asam lambung ( Dalam kasus

kolelitiasis ranitidin dapat mengatasi rasa mual dan muntah / anti

emetik).

Perhatian : pengobatan dengan ranitidina dapat menutupi gejala

karsinoma lambung, dan tidak dianjurkan untuk wanita hamil.

2. Buscopan (analgetik /anti nyeri)

Komposisi : Hiosina N-bultilbromida 10 mg/tablet, 20 mg/ml injeksi

Page 15: makalah kasus  5.docx

Indikasi : Gangguan kejang gastrointestinum, empedu, saluran kemih

wanita.

Kontraindikasi : Glaukoma hipertrofiprostat.

3. Buscopan Plus

Komposisi : Hiosina N-butilbromida 10 mg, parasetamol 500 mg.

Indikasi : Nyeri paroksimal pada penyakit usus dan lambung, nyeri

spastik pada saluran uriner, bilier, dan organ genital wanita.

4. NaCl

NaCl 0,9 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida yang dimana

kandungan osmolalitasnya sama dengan osmolalitas yang ada di dalam

plasma tubuh.

NaCl 3 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida tetapi kandungan

osmolalitasnya lebih tinggi dibanding osmolalitas yang ada dalam

plasma tubuh.

Penatalaksanaan Diet

Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan oleh

jumlah lemak yang dimakan karena sel –sel hepatik mensintesis kolesterol dari

metabolisme lemak, sehingga klien dianjurkan/ dibatasi dengan makanan cair rendah

lemak. Menghindari kolesterol yang tinggi terutama yang berasal dari lemak hewani.

Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim dan

adapun makanan tambahan seperti : buah yang dimasak, nasi ketela, daging tanpa

lemak, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi / teh.

G. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :

1. Asimtomatik

Page 16: makalah kasus  5.docx

2. Obstruksi duktus sistikus

3. Kolik bilier

4. Kolesistitis akut

Empiema

Perikolesistitis

Perforasi

5. Kolesistitis kronis

Hidrop kandung empedu

Empiema kandung empedu

Fistel kolesistoenterik

Ileus batu empedu (gallstone ileus)

Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan

mengakibatkan/ menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang

tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus,

batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus

sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi

infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu

dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga

membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat

juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat

mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan

dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi

kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.

Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat

kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus

koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik.

Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus

obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis.

Page 17: makalah kasus  5.docx

Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui

terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat

menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan

menimbulkan ileus obstruksi.—-

H. Patofisiologi

PATOFISIOLOGI

Faktor predisposisi

Gaya hidup

Pigmen tidak terkonjugasi ↑ kolesterol

pengendapan

Batu empedu pigmen

↓fosfolipid

↓sintesis asam empedu

↑sintesis kolesterol

Hipersaturasi empedu

Menyumbat ampula vateri

Refluks empedu

Batu empedu kolesterol → iritan

mengendap

Obstruksi duktus biliaris

Bendungan sekresi pankreas

Tripsinogen >>

Tripsin >>

proteolitik

CHOLELITIASIS

Page 18: makalah kasus  5.docx

Autodigesti pankreas

CHOLELITIASIS

Menyumbat duktus pankreatikus

Aliran balik cairan empedu ke hepar

Sekresi SGOT-SGPT

Enzim pencernaan yang disekresikan pancreas tidak mencapai duodenum

Menumpuk di pankreas

Aktivasi premature tripsin dan empedu

Pancreatitis akut

Intervensi bedah

Luka insisi

Rusaknya barier kulit

Gangguan integritas kulit

Invasi mikroorganisme

terpajan

RESTI

Bikarbonat

HCl tdk ternetralisir

Inflamasi usus

Iritasi mukosa

Rangsangan n.vagus

↓peristaltik usus

Tertahan di lambung

Distensi abdomen

↑mual

Medulla oblongata

muntah

Sekresi kalekrein

Menekan diafragma

RR meningkat

>>bradikinin&prostaglandin

Nyeri dipersepsikan di korteks serebri

↓kompensasi paru

Gg. keseimbangan pemenuhan nutrisi <

kebutuhan

Gg. Pola

Shift interstinal

edema

Kornus dorsalis

Menekan uj.saraf bebas

↑permeabilitas kapiler

Medulla spinalis

Respon imun

Fagositosis >> vasodilatasi

Gg. Rasa nyaman

Leukositosis

IL-1

↑set termostat

Hipertermi

Cairan ekstrasel

CO↓,TD↓

Suplai O2↓

Gg. Perfusi

jaringan

Viskositas ↑ ↓Na di darah

Gg. termogulasi

Gg. Keseimbangan vol. cairan (<)

Sekresi ADH

Struk volume↑

HR↑

Sekresi urin ↓

Oliguri

PH

H

HCO3 + H

HCO3

Page 19: makalah kasus  5.docx

I. ASKEP

1. Pengkajian

A. Identitas Klien

Nama : Ny. E

Usia : 34 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Diagnosa Medis : Hiperbilirubin

B. Riwayat Keperawatan

a. Riwayat Kesehatan sekarang: nyeri pada epigastrium yang terjadi

secara tiba-tiba dan makin lama makin hebat. Nyeri menyebar ke punggung,

perut yang menjalar ke abdomen bagian bawah

C. Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan:

TD : 80/60 mmHg

BB : 54 Kg

TB : 160 cm

Suhu: 38,5 ‘C

RR : 30x/menit

HR: 123x/menit

epigastrium, nyeri tekan (+), turgor menurun

b. Uji laboratorium

pH darah : 7.3

Leukositosis

Trombosit : 109.000 mm

Lipase dan amylase meningkat

Oliguria

pO2: 65mmHg

Page 20: makalah kasus  5.docx

pCO2: 37 mmHg

HCO3: 15mEq/L

Hasil USG menunjukkan Cholelithiasis yang disertai

pancreatitis

c. Pemeriksaan Menyeluruh

Inspeksi: mual dan muntah , mukosa mulut kering

Palpasi: kulit dingin, abdomen tegang, teraba massa pada area

pada area epigastrium. Nyeri tekan (+), turgor turun

2. Analisa Data3. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri berhubungan dengan pembentukan batu empedu, ditandai dengan Nyeri

tekan (+),Klien mengeluh sakit hebat pada epigastrium yang muncul secara

tiba-tiba dan makin lama makin hebat. Nyeri ini menyebar ke punggung, perut

yang menjalar ke daerah abdomen bagian bawah.

b. Gangguan termoregulasi : hipertermi berhubungan dengan inflamasi pada

pankreas, ditandai dengan suhu 38.5 C

c. Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan asidosis metabolic,

penurunan suplai O2 , ditandai dengan RR 30x/menit, PO₂ 37 mmHg

d. Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan diaphoresis ditandai

oleh mukosa mulut kering

e. Gangguan pemenuhan nutrisi Kebutuhan nutrisi klien

f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pemaparan bakteri ; rusaknya

barier tubuh pasca pembedahan

Page 21: makalah kasus  5.docx
Page 22: makalah kasus  5.docx

No Diagnosa Keperawatan TujuanAsuhan Keperawatan

Intervensi Rasional

1 Nyeri berhubungan

dengan pembentukan

batu empedu, ditandai

dengan:

DO:

Nyeri tekan (+)

DS:

Klien mengeluh sakit

hebat pada

epigastrium yang

muncul secara tiba-

tiba dan makin lama

makin hebat.

Nyeri ini menyebar ke

punggung, perut yang

menjalar ke daerah

abdomen bagian

bawah.

Tupan:

Klien mengikuti

program terapeutik.

Klien menunjukkan

penggunaan metode

yang menghilangkan

nyeri.

Tupen:

Klien mengatakan

nyerinya berkurang.

Criteria hasil :

Klien melaporkan

nyeri hilang atau

terkontrol

Menunjukkan

penggunaan

keterampilan

relaksasi dan

Mandiri

Pertahankan tirah baring selama

serangan akut. Berikan

lingkungan tenang.

Berikan pilihan tindakan

nyaman (contoh pijatan

punggung); dorong teknik

relaksasi (contoh bimbingan

imajinasi, visualisasi); aktivitas

hiburan (contoh TV, radio).

Pertahankan lingkungan bebas

makanan berbau.

Pertahankan perawatan kulit,

khususnya pada adanya aliran

cairan dari fistula dinding

abdomen.

Kolaborasi

Berikan obat sesuai indikasi

Analgesik narkotik, contoh:

Menurunkan laju metabolik dan

rangsangan / sekresi GI sehingga

menurunkan aktivitas pankreas.

Meningkatkan relaksasi dan

memampukan pasien untuk

memfokuskan perhatian dapat

meningkatkan koping.

Rangsangan sensori dapat

mengaktifkan enzim pankreas,

meningkatkan nyeri.

Enzim pankreas dapat mencerna

kulit dan jaringan dinding

abdomen, menimbulkan luka

bakar kimiawi.

Meperidin biasanya efektif

Page 23: makalah kasus  5.docx

aktivitas hiburan

sesuai indikasi untuk

situasi individual

Wajah tidak

menunjukkan

menahan nyeri

Skala nyeri

berkurang 5-0

meperidin (demerol).

Sedatif, contoh: diazepam;

antispasmodik, contoh:

atropin.

Antasida (contoh:mylanta)

Simetidine (tagamet),

ranitidin (zantac).

Pertahankan pengisapan gaster,

bila menggunakan.

Siapkan untuk intervensi bedah

bila diindikasikan.

pada penghilangan nyeri dan

lebih disukai daripada morfin.

Untuk meningkatkan istirahat

dan menurunkan spasme

duktus/spasme sehingga

menurunkan kebutuhan

metabolik dan sekresi enzim.

Menetralisir asam gaster untuk

menurunkan produksi enzim

pankreas dan menurunkan

insiden perdarahan GI atas

Penurunan sekresi HCl

menutunkan rangsangan

pankreas dan nyeri karenanya.

Mencegah akumulasi sekresi

enzim, yang dapat merangsang

aktivitas enzim pankreas.

Bedah eksplorasi mungkin

diperlukan pada adanya nyeri/

komplikasi yang tak hilang pada

traktus bilier.

2 Gangguan Tupan: Mandiri

Page 24: makalah kasus  5.docx

termoregulasi :

hipertermi berhubungan

dengan inflamasi pada

pankreas, ditandai

dengan:

DO:

Suhu 38,5o C

DS: -

Suhu tubuh dalam

batas normal 36,5 –

37,5 C⁰

Tupen:

Setelah dilakukan

perawatan selama 1

shif (7 jam), suhu

tubuh klien normal.

Criteria hasil :

Menunjukkan suhu

tubuh normal 36,5 –

37,5 °C

Kaji timbulnya demam.

Observasi tanda-tanda vital

setiap 3 jam.

Berikan penjelasan tentang

penyebab demam.

Menjelaskan pentingnya tirah

baring bagi pasien dan

akibatnya jika hal tersebut tidak

dilakukan.

Menganjurkan pasien untuk

banyak minum ± 2,5 l/24 jam,

dan jelaskan manfaatnya.

Memberikan kompres dingin.

Mencatat asupan dan keluaran.

Untuk mengidentifikasi pola

demam pasien.

Tanda-tanda vital merupakan

acuan untuk mengetahui keadaan

umum pasien.

Penjelasan yang diberikan pada

keluarga akan memotivasi klien

untuk kooperatif.

Penurunan aktivitas

mengakibatkan menurunnya suhu

tubuh karena metabolisme

menurun.

Peningkatan suhu tubuh

mengakibatkan penguapan tubuh

meningkat sehingga perlu

diimbangi dengan asupan cairan

yang banyak.

Kompres dingin akan membantu

menrunkan suhu tubuh.

Mengetahui adanya

ketidakseimbangan cairan tubuh.

3 Pola pernapasan tidak Tupan: Mandiri

Page 25: makalah kasus  5.docx

efektif berhubungan

dengan asidosis

metabolic, penurunan

suplai O2 , ditandai

dengan:

DO:

RR 30x/menit

PO₂ 37 mmHg

DS: -

Klien tidak

mengalami sianosis.

Tupen:

Mempertahankan

ventilasi adekuat

Criteria hasil :

RR normal 12-

20x/menit

Tinggikan kepala tempat tidur

30o.

Ajarkan latihan napas dalam

dan batuk efektif.

Ubah posisi secara periodik dan

ambulasi sedini mungkin.

Berikan bantalan pada pagar

tempat tidur dan ajarkan pasien

menggunakannya untuk

istirahat tangan.

Gunakan bantal kecil dibawah

kepala bila diindikasikan.

Hindari penggunaan pengikat

abdomen.

Kolaborasi

Berikan O2 tambahan.

Mendorong pengembangan

difragma atau ekspansi paru

optimal dan meminimalkan

tekanan isi abdomen pada rongga

toraks.

Meningkatkan ekpansi paru

maksimal dan alat pembersihan

jalan napas.

Meningkatkan pengisian udara

seluruh segmen paru.

Pengguanaan pagar tempat tidur

memungkinkan istirahat tangan

untuk ekspansi dada lebih besar.

Penggunaan bantal besar

menghambat jalan napas.

Dapat membatasi ekspansi paru.

Memaksimalkan sediaan O2

untuk pertukaran dan penurunan

kerja napas.

Page 26: makalah kasus  5.docx

Awasi/ gambarkan seri GDA/

nadi oksimetri bila

diindikasikan.

Menunjukkan ventilasi/

oksigenasi dan status asam-basa.

Digunakan sebagai alat dasar

evaluasi yang perlu untuk/

keefektifan terapi pernafasan.

4. Gangguan keseimbangan

cairan berhubungan

dengan diaphoresis

ditandai oleh mukosa

mulut kering

Tupen : Setelah 3x24

jam tindakan

keperawatan volume

cairan tubuh klien

terpenuhi

Tupan :Setelah 6x24

jam tindakan

keperawatan volume

cairan tubuh klien tetap

normal

Kriteria hasil :

- hidrasi adekuat

balance cairan

- Awasi tekanan darah dan

ukur CVP bila ada

- Ukur masukan dan haluaran

cairan termasuk muntah

atau aspirasi gaster, diare

- Timbang berat badan sesuai

dengan indikasi

- Observasi dan catat edema

perifer dan dependen

- Penurunan curah jantung/

perfusi organ buruk sekunder

terhadap episode hipotensi

dapat mencetuskan luasnya

komplikasi sistemik

- Indikator kebutuhan

penggantian/ keefektifan

terapi

- Penurunan berat badan

menunjukkan hipovolemia

- Perpindahan cairan atau

edema terjadi sebagai akibat

peningkatan permeabilitas

Page 27: makalah kasus  5.docx

- Auskultasi bunyi jantung,

catat frekuensi dan irama

- Kolaborasi : Pemberian

cairan sesuai indikasi

contoh cairan garam faal,

albumin, produk darah/

darah, dekstran

vaskuler, retensi natrium, dan

penurunan tekanan koloid

pada kompartemen

intravaskuler

- Perubahan jantung/ disritmia

dapat menunjukkan

hipovolemia

dan/ketidakseimbangan

elektrolit, umumnya

hipokalemia/ hipokalsemia.

- Cairan garam faal dan

albumin dapat digunakan

untuk mengikatkan

mobilisasi cairan kembali

kedalam area vaskuler

5. Gangguan

pemenuhan nutrisi

Kebutuhan

nutrisi klien

Tupen : Setelah 3x24

jam tindakan

keperawatan nutrisi

klien tercukupi

- Kaji abdomen, catat adanya/

karakter bising usus,

distensi abdomen dan

keluhan mual

- Berikan perawatan oral

- Distensi usus dan atoni usus

sering terjadi, mengakibatkan

penurunan/ tak adanya bising

usus

- Menurunkan rangsangan

Page 28: makalah kasus  5.docx

Tupan :Setelah 6x24

jam tindakan

keperawatan nutrisi

klien tetap dalam

batasan normal

Kriteria hasil :

- Peningkatan BB

- Tidak malnutrisi

- Tidak ada mual

dan muntah

hygiene

- Bantu pasien dalam

pemilihan makanan/ cairan

yang memenuhi kebutuhan

nutrisi dan pembatasan bila

diet dimulai

- Observasi warna/

konsistensi/ jumlah feses.

Catat konsistensi lembek/

bau busuk.

- Tes urine untuk gula dan

aseton

- Kolaborasi Pemberian

vitamin ADEK

muntah

- Kebiasaan diet sebelumnya

mungkin tidak memuaskan

pada pemenuhan kebutuhan

saat ini untuk regenerasi

jaringan dan penyembuhan

- Steatorea terjadi karena

pencernaan lemak tak

sempurna

- Deteksi dini pada

penggunaan glukosa tak

adekuat dapat mencegah

terjadinya ketoasidosis

- Kebutuhan penggantian

seperti metabolisme lemak

Page 29: makalah kasus  5.docx

terganggu, penurunan

absorbsi/ penyimpangan

vitamin larut dalam lemak

6. Resiko tinggi infeksi

berhubungan dengan

pemaparan bakteri ;

rusaknya barier tubuh

pasca pembedahan

Tupen : Setelah 3x24

jam tindakan

keperawatan tidak ada

tanda-tanda infeksi

Tupan :Setelah 6x24

jam tindakan

keperawatan terdapat

perbaikan jaringan kulit

sebagai barier tubuh

Kriteria hasil :

- Tidak ada tanda-

tanda infeksi

(kalor, dolor,

rubor)

- Peningkatan

perbaikan

jaringan kulit

- Pra operasi : berikan

antibiotik sesuai indikasi

- Post operasi : lakukan

perawatan luka denga

teknik steril

- Ajarkan kepada klien

melalui apa saja infeksi

dapat terjadi

- Kaji tanda infeksi (kalor,

dolor, rubor)

- Mengurangi bakteri dalam

persiapan pembedahan

- Mengurangi resiko infeksi

silang

- Secara mandiri klien dapat

paham dan mengerti dalam

pencegahan infeksi

- Mengetahui efektivitas

intervensi

Page 30: makalah kasus  5.docx
Page 31: makalah kasus  5.docx

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2.

(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata.

Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan).

Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan). Penerbit

buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2,

(terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan

Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius