(623906812) chapter ii (1).docx

39
Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Migren Menurut International Headache Society, 2004, migren adalah nyeri kepala dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam. Nyeri biasanya unilateral, sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat dan diperberat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual, muntah, fotofobia dan fonofobia. Konsep klasik mengatakan migren adalah gangguan fungsional otak dengan manifestasi nyeri kepala unilateral yang sifatnya mendenyut atau mendentum yang terjadi mendadak disertai mual atau muntah.Konsep tersebut telah diperluas oleh The Research Group On Migraine and Headache of The World Federation Of Neurology. Migren merupakan gangguan bersifat familial dengan karakteristik serangan nyeri kepala yang berulang-ulang yang intensitas, frekuensi dan lamanya bervariasi.Nyeri kepala umumnya unilateral, disertai anoreksia, mual, dan muntah.Dalam beberapa kasus migren ini didahului oleh gangguan neurologik dan gangguan perasaan hati. Definisi migren yang lain yang ditetapkan oleh panitia ad hoc mengenai nyeri kepala (Ad Hoc Comittee on Classification of Headache) adalah serangan nyeri kepala unilateral berulang-ulang dengan frekuensi lama dan hebatnya rasa nyeri yang beraneka ragam dan biasanya berhubungan dengan tidak suka makan

Upload: viona-aprilia

Post on 30-Jan-2016

19 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: (623906812) Chapter II (1).docx

Universitas Sumatera Utara

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Migren

Menurut International Headache Society, 2004, migren adalah nyeri

kepala dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam. Nyeri biasanya

unilateral, sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat dan

diperberat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual, muntah, fotofobia dan

fonofobia.

Konsep klasik mengatakan migren adalah gangguan fungsional otak dengan

manifestasi nyeri kepala unilateral yang sifatnya mendenyut atau mendentum

yang terjadi mendadak disertai mual atau muntah.Konsep tersebut telah diperluas

oleh The Research Group On Migraine and Headache of The World Federation

Of Neurology. Migren merupakan gangguan bersifat familial dengan karakteristik

serangan nyeri kepala yang berulang-ulang yang intensitas, frekuensi dan lamanya

bervariasi.Nyeri kepala umumnya unilateral, disertai anoreksia, mual, dan

muntah.Dalam beberapa kasus migren ini didahului oleh gangguan neurologik dan

gangguan perasaan hati.

Definisi migren yang lain yang ditetapkan oleh panitia ad hoc mengenai

nyeri kepala (Ad Hoc Comittee on Classification of Headache) adalah serangan

nyeri kepala unilateral berulang-ulang dengan frekuensi lama dan hebatnya rasa

nyeri yang beraneka ragam dan biasanya berhubungan dengan tidak suka makan

Page 2: (623906812) Chapter II (1).docx

Universitas Sumatera Utara

dan terkadang dengan mual dan muntah. Terkadang didahului oleh gangguan

sensorik, motorik, dan kejiwaan.Sering dengan faktor keturunan.

Blau (2003) mengusulkan definisi migren sebagai nyeri kepala berulang-

ulang berlangsung antara 2-72 jam dan bebas nyeri antara serangan nyeri kepala,

harus berhubungan dengan gangguan visual atau gastrointerstinal atau

keduanya.Gejala visual timbul sebagai aura dan/atau fotofobia selama nyeri

kepala.Bila tidak ada gangguan visual hanya berupa gangguan gastrointestinal,

maka muntah harus sebagai gejala pada beberapa serangan (Harsono, 2005,

Kapita Selekta Neurologi Edisi Kedua).

2.2. Etiologi dan Faktor Pencetus Migren

Menurut Harsono (2005), Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua, sampai

saat ini belum diketahui dengan pasti faktor penyebab migren, diduga sebagai

gangguan neurobiologis, perubahan sensitivitas sistem saraf dan aktivasi sistem

trigeminal vaskular, sehingga migren termasuk dalam nyeri kepala primer.

Diketahui ada beberapa faktor pencetus timbulnya serangan migren yaitu :

1. Perubahan hormonal

Beberapa wanita yang menderita migren merasakan frekuensi serangan

akan meningkat saat menstruasi. Bahkan ada diantaranya yang hanya

merasakan serangan migren saat menstruasi.Istilah ‘menstrual

migraine’ sering digunakan untuk menyebut migren yang terjadi pada

wanita saat dua hari sebelum menstruasi dan sehari setelahnya. Ini

terjadi disebabkan penurunan kadar estrogen.

2. Kafein

Kafein terkandung dalam banyak produk makanan seperti minuman

ringan, teh, cokelat, dan kopi. Kafein dalam jumlah yang sedikit akan

meningkatkan kewaspadaan dan tenaga, namun bila diminum dalam

dosis yang tinggi akan menyebabkan gangguan tidur, lekas marah,

cemas dan sakit kepala.

3. Puasa dan terlambat makan

Page 3: (623906812) Chapter II (1).docx

Universitas Sumatera Utara

Puasa dapat mencetuskan terjadinya migren oleh karena saat puasa

terjadi pelepasan hormone yang berhubungan dengan stres dan

penurunan kadar gula darah.

4. Ketegangan jiwa (stres) baik emosional maupun fisik atau setelah

istirahat dari ketegangan.

5. Cahaya kilat atau berkelip

Cahaya yang terlalu terang dan intensitas perangsangan visual yang

terlalu tinggi akan menyebabkan sakit kepala pada manusia normal.

Mekanisme ini juga berlaku untuk penderita migren yang memiliki

kepekaan cahaya yang lebih tinggi daripada manusia normal.

6. Makanan

Penyedap makanan atau MSG dilaporkan dapat menyebabkan sakit

kepala, kemerahan pada wajah, berkeringat dan berdebar-debar jika

dikonsumsi dalam jumlah yang besar pada saat perut kosong.

Fenomena ini disebut ‘Chinese Restaurant Syndrome’.Aspartam atau

pemanis buatan pada minuman diet dan makanan ringan, dapat

menjadi pencetus migren bila dimakan dalam jumlah besar dan jangka

waktu yang lama.

7. Banyak tidur atau kurang tidur

Gangguan mekanisme tidur seperti tidur terlalu lama, kurang tidur,

sering terjaga tengah malam, sangat erat hubungannya dengan migren

dan sakit kepala tegang, sehingga perbaikan dari mekanisme tidur ini

akan membantu mengurangi frekuensi timbulnya migren.

8. Faktor herediter

9. Faktor kepribadian

Page 4: (623906812) Chapter II (1).docx

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1.Frequency of individual triggers occurring at least

occasionally (by percentage)

dikutip dari : www.health24.com(2004).

2.3 Klasifikasi Migren

Menurut The International Headache Society, klasifikasi migren adalah

sebagai berikut :

1. Migren tanpa aura

2. Migren dengan aura

a. Migren dengan aura yang khas

b. Migren dengan aura yang diperpanjang

c. Migren dengan lumpuh separuh badan (familial hemiflegic migraine)

d. Migren dengan basilaris

e. Migren aura tanpa nyeri kepala

f. Migren dengan awitan aura akut

3. Migren oftalmoplegik

4. Migren retinal

5. Migren yang berhubungan dengan gangguan intrakranial

6. Migren dengan komplikasi

Page 5: (623906812) Chapter II (1).docx

Universitas Sumatera Utara

a. Status migren (serangan migren dengan sakit kepala lebih dari 72 jam)

• Tanpa lebihan penggunaan obat

• Kelebihan penggunaaan obat untuk migren

b. Infark migren

7. Gangguan seperti migren yang tidak terklasifikasikan

Dahulu dikenal adanya classic migraine dan common migraine.Classic migraine

didahului atau disertai dengan fenomena defisit neurologik fokal, misalnya

gangguan penglihatan, sensorik, atau wicara.Sedangkan common migraine tidak

didahului atau disertai dengan fenomena defisit neurologikfokal. Oleh Ad Hoc

Comittee of the International Headache Society (1987) diajukan perubahan nama

atau sebutan untuk keduanya menjadi migren dengan aura untuk classic migraine

dan migren tanpa aura untuk common migraine.

2.4 Manifestasi Klinis Migren

Secara keseluruhan, manifestasi klinis penderita migren bervariasi pada setiap

individu.Terdapat 4 fase umum yang terjadi pada penderita migren, tetapi

semuanya tidak harus dialami oleh setiap individu.Fase-fase tersebut antara lain

(Aminoff, MJ et al, 2005) :

1. Fase Prodromal. Fase ini dialami 40-60% penderita migren. Gejalanya

berupa perubahan mood, irritable, depresi, atau euphoria, perasaan

lemah, letih, lesu, tidur berlebihan, menginginkan jenis makanan tertentu

(seperti cokelat) dan gejala lainnya. Gejala ini muncul beberapa jam atau

hari sebelum fase nyeri kepala. Fase ini memberi petanda kepada penderita

atau keluarga bahwa akan terjadi serangan migren.

2. Fase Aura. Aura adalah gejala neurologis fokal kompleks yang

mendahului atau menyertai serangan migren. Fase ini muncul bertahap

selama 5-20 menit. Aura ini dapat berupa sensasi visual, sensorik, motorik,

atau kombinasi dari aura-aura tersebut. Aura visual muncul pada 64%

pasien dan merupakan gejala neurologis yang paling umum terjadi. Yang

khas untuk migren adalah scintillating scotoma (tampak bintik-bintik kecil

yang banyak) , gangguan visual homonym, gangguan salah satu sisi lapang

Page 6: (623906812) Chapter II (1).docx

Universitas Sumatera Utara

pandang, persepsi adanya cahaya berbagai warna yang bergerak pelan

(fenomena positif). Kelainan visual lainnya adalah adanya scotoma

(fenomena negatif) yang timbul pada salah satu mata atau kedua mata.

Kedua fenomena ini dapat muncul bersamaan dan berbentuk zig-zag. Aura

pada migren biasanya hilang dalam beberapa menit dan kemudian diikuti

dengan periode laten sebelum timbul nyeri kepala, walaupun ada yang

melaporkan tanpa periode laten.

3. Fase nyeri kepala. Nyeri kepala migren biasanya berdenyut, unilateral, dan

awalnya berlangsung didaerah frontotemporalis dan okular, kemudian

setelah 1-2 jam menyebar secara difus kearah posterior. Serangan

berlangsung selama 4-72 jam pada orang dewasa, sedangkan pada anak-

anak berlangsung selama 1-48 jam. Intensitas nyeri bervariasi, dari sedang

sampai berat, dan kadang-kadang sangat mengganggu pasien dalam

menjalani aktivitas sehari-hari.

4. Fase Postdromal. Pasien mungkin merasa lelah, irritable, konsentrasi

menurun, dan terjadi perubahan mood. Akan tetapi beberapa orang merasa

“segar” atau euphoria setelah terjadi serangan, sedangkan yang lainnya

merasa deperesi dan lemas.

Gejala diatas tersebut terjadi pada penderita migren dengan aura,

sementara pada penderita migren tanpa aura, hanya ada 3 fase saja, yaitu

fase prodromal, fase nyeri kepala, dan fase postdromal.

Page 7: (623906812) Chapter II (1).docx

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2. Fase Prodromal dikutip dariwww.medscape.com(2009).

2.5 Kriteria Diagnosis (Aminoff, MJ et al, 2005)

2.5.1 Kriteria Diagnosis Migren Tanpa Aura

A. Sekurang-kurangnya 10 kali serangan termasuk B-D

B. Serangan nyeri kepala berlangsung antara 4-72 jam (tidak diobati atau

pengobatan yang tidak adekuat) dan diantara serangan tidak ada nyeri kepala

C. Nyeri kepala yang terjadi sekurang-kurangnya dua karakteristik sebagai

berikut:

1. Lokasi unilateral

2. Sifatnya berdenyut

3. Intensitas sedang sampai berat

4. Diperberat dengan kegiatan fisik

Page 8: (623906812) Chapter II (1).docx

Universitas Sumatera Utara

D. Selama serangan sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut di bawah ini:

1. Mual atau dengan muntah

2. Fotofobia atau dengan fonofobia

E. Sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut dibawah ini:

1. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan adanya

kelainan organik

2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainan organik

tetapi pemeriksaan neroimaging dan pemeriksaan tambahan lainnya tidak

menunjukkan kelaianan

2.5.2 Kriteria Diagnosis dengan Aura

A. Sekurang-kurangnya 2 serangan seperti tersebut dalam B

B. Sekurang-kurangnya terdapat 3 dari karakteristik tersebut dibawah ini:

1. Satu atau lebih gejala aura yang reversible yang menunjukkan disfungsi

hemisfer dan/atau batang otak

2. Sekurang-kurangnya satu gejala aura berkembang lebih dari 4 menit, atau 2

atau gejala aura terjadi bersama-sama

3. Tidak ada gejala aura yang berlangsung lebih dari 60 menit; bila lebih dari

satu gejala aura terjadi, durasinya lebih lama. Nyeri kepala mengikuti gejala

aura dengan interval bebas nyeri kurang dari 60 menit, tetapi kadang kadang

dapat terjadi sebelum aura.

C. Sekurang-kurangnya terdapat satu dari yang tersebut dibawah ini:

1. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan adanya

kelainan organik

2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainan

organik, tetapi pemeriksaan neuroimaging dan pemeriksaan tambahan

lainnya tidak menunjukkan kelainan.

2.5.3 Kriteria Diagnosis Migren Retinal

Sekurang-kurangnya terdiri dari 2 serangan sebagaimana tersebut dibawah ini:

A. Scotoma monocular yang bersifat reversibel atau buta tidak lebih dari 60

menit, dan dibuktikan dengan pemeriksaan selama serangan atau penderita

menggambarkan gangguan lapangan penglihatan monokular selama

serangan tersebut.

Page 9: (623906812) Chapter II (1).docx

Universitas Sumatera Utara

B. Nyeri kepala yang mengikuti gangguan visual dengan interval bebas nyeri

tidak lebih dari 60 menit, tetapi kadang-kadang lebih dari 60 menit. Nyeri

kepala bisa tidak muncul apabila penderita mempunyai jenis migren lain

atau mempunyai 2 atau lebih keluarga terdekat yang mengalami migren.

C. Pemeriksaan oftalmologik normal di luar serangan. Adanya emboli dapat

disingkirkan dengan pemeriksaan angiografi, CT scan, pemeriksaan

jantung dan darah.

2.5.4 Kriteria Diagnosis Migren Dengan Gangguan Intrakranial

A. Sekurang-kurangnya terdapat satu jenis migren

B. Gangguan intrakranial dibuktikan dengan pemeriksaan klinik dan neuro

imaging

C. Terdapat satu atau keduanya dari :

1. Awitan migren sesuai dengan awitan gangguan intrakranial

2. Lokasi aura dan nyeri sesuai dengan lokasi gangguan intrakranial

D. Bila pengobatan gangguan intrakranial berhasil maka migren akan hilang

dengan sendirinya.

2.6 Komplikasi Migren

a. Status Migrenosus

Serangan migren dengan fase nyeri kepala lebih dari 72 jam, mendapat

pengobatan atau tidak, dengan interval bebas nyeri kurang 4 jam (tidak termasuk

tidur) (Headache Classification Comittee of International Headache Society

,2003).

b.Infark Migrenosus

Dahulu disebut migren komplikata.Adalah keadaan satu atau lebih gejala aura

yang tidak sepenuhnya hilang dalam waktu 7 hari dan atau didapatkan infark

iskemik pada konfirmasi pemeriksaan neuroimaging (Headache Classification

Comittee of IHS).Insidensi sangat rendah, biasanya jenis migren ini terjadi setelah

lama menderita migren dengan aura.Patogenesis belum diketahui, tetapi faktor

hiperaglutinasi dan hiperviskositas mempunyai peran penting. Broderick dan

Swanson (1987) , selama 4 tahun diantara 5000 pasien migren, didapatkan 20

pasien terkena stroke, 2 pasien stroke ulang setelah 7 tahun kemudian, 14 pasien

penyembuhan dengan gejala sisa, dan 4 pasien sembuh sempurna.

Page 10: (623906812) Chapter II (1).docx

Universitas Sumatera Utara

Perbedaan antara Migren Tanpa Aura dengan Migren Aura

Dalam klasifikasi nyeri kepala menurut International Headache Association,

definisi migren tanpa aura (MTA) dan migren aura (MA) dibedakan oleh kriteria

diagnostik.Secara klinisnya keduanya dapat dibedakan dari ada dan tidak adanya

gejala aura, gejala aura terjadi secara simultan dengan penurunan aliran darah

otak, sedangkan pada MTA aliran darah otak normal.Selanjutnya pada fase nyeri

terjadi dilatasi dari arteri serebri media baik pada MTA maupun MA.Hal tersebut

menunjukkan bahwa patogenesis MA dan MTA pasa fase awal berbeda tetapi

hampir serupa pada fase nyeri. Beberapa perbedaan lain antara MA dan MTA

(Olesen J, Rasmussen BK, 1996).

Migren Tanpa Aura Migren Aura

Prevalensi 14.7% 7.9%

Rasio

Laki-laki:Perempuan

1:2,2 1:1,5

Usia saat onset Sesuai kurva normal

(Unimodal)

Kurva dengan dua

puncak (bimodal)

Sensitifitas terhadap

hormon wanita

Page 11: (623906812) Chapter II (1).docx

Universitas Sumatera Utara

-migren menstruasi

-onset migren dan

menarche sama

-migren ovulasi

24,8%

64,3%

3.6%

8,1%

0

6.6%

Sensitifitas terhadap sinar

terang (-) >>

Pola keluarga < >

Frekuensi serangan Sering Jarang

Lama serangan Panjang Pendek

Penurunan CBF (-) (+)

Table 2.1.Perbedaan Migren Tanpa Aura dengan Migren Aura dikutip dari

(Olesen J, Rasmussen BK, 1996).

2.7 Diagnosis Migren

Diagnosis migren ditegakkan berdasarkan anamnesis, karena nyeri kepala

merupakan keluhan yang sangat subjektif, jarang sekali didapatkan kelainan

neurologis dan bila ada biasanya terjadi saat serangan.

2.7.1 Anamnesis

Dalam anamnesis perlu digali lokasi, penjalaran, intensitas, kualitas, gejala

premonitory, aura, gejala penyerta, faktor pencetus, faktor peringan/perberat

dan riwayat keluarga.Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti

ketepatan diagnosis migren mencapai 95%. Apabila didapatkan kelainan

neurologis saat serangan migren, untuk membedakan dengan kelainan

neurologis lain perlu dilakukan pemeriksaan ulang saat bebas serangan,

sebelum dilakukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut (Jenie MN,

Kumpulan Makalah Utama Temu Regional Neurologi, 2002).

2.7.2 Pemeriksaan Fisik dan Neurologis

Disamping pemeriksaan fisik secara umum, dilakukan pemeriksaan

neurologis yang meliputi:

Page 12: (623906812) Chapter II (1).docx

Universitas Sumatera Utara

Nervus kranialis, pupil, lapangan pandang, gerakan bola mata, funduskopi

untuk evaluasi keadaan n. II, retina dan pembuluh darah retina, kekuatan

otot, tonus dan koordinasi,reflex fisiologis dan patologis, sensorik terutama

sensorik kortikal (stereognosis), gait, bising orbita, palpasi arteri

superfisialis temporalis.

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk membantu menegakkan

diagnosis.Pemeriksaan penunjang diperlukan bila dicurigai adanya kelainan

struktural yang mempunyai gejala seperti migren.

a. EEG. Gambaran abnormal yang sering dijumpai adalah perlambatan

aktifitas listrik, peningkatan gelombang teta dan delta di daerah kepala

belakang, pada sisi nyeri kepala kadang-kadang didapatkan gelombang

tajam yang tidak spesifik (Notowardojo, Tinjauan Neuropsikiatrik, 2005).

b. MRI (Magnetic Resonance Imaging). (Igarashi, 1998), melakukan

pemeriksaan MRI pada 91 penderita migren dan 98 kontrol, didapatkan

lesi kecil di substansia alba pada 15 dari 51 penderita (29,4%), sedangkan

pada kontrol 11 dari 98 orang (11,2%) dan ini mempunyai perbedaan

bermakna.

c. PET (Positron Emission Tomography). Sachs membangkitkan serangan

migren pada 5 penderita dengan injeksi reserpin subkutan, kemudian

dilakukan pemeriksaan PET 1,5 jam setelah pemberian, terjadi penurunan

yang bermakna pada metabolisme glukosa pada penderita migren (Lance

JW, 2003, Mechanism and Management of Headache, 5th edision).

2.8 Penatalaksanaan Migren

2.8.1 Mencegah atau menghindari faktor pencetus.

2.8.2 Pengobatan non-medik.

Karena faktor pencetus tidak selalu bisa dihindari, maka dianjurkan

pengobatan non- medik, oleh karena hal ini dapat mengurangi banyaknya

obat migren sehingga efek samping dari obat-obatan dapat

dikurangi.Termasuk dalam pengobatan non-medik adalah latihan relaksasi

otot (Harsono. Kapita Selekta Neurologi Edisi Kedua, 2003).

Page 13: (623906812) Chapter II (1).docx

Universitas Sumatera Utara

2.8.3 Pengobatan simptomatik

Willinson (1988), menganjurkan pada waktu serangan migren sebagai

berikut (Harsono, 2003) :

a.Mencegah pemberian obat-obat yang mengganggu tidur

b. Obat-obat anti mual seperti metoklopramid. Obat anti mual dapat

memicu aktivitas normal pencernaan (gastrointestinal) yang terganggu

saat serangan migren.

c.Analgetika sederhana. Misalnya aspirin atau parasetamol dapat

menghilangkan nyeri kepala bila sebelumnya diberi yang memicu

aktivitas gastrointestinal.

d. Ergotamin tartrat. Cara kerja obat ini bifasik, bergantung pada tahanan

darah yang telah ada sebelumnya.

2.8.4 Pengobatan abortif

Harus diberikan sedini mungkin, tetapi sebaiknya saat timbul nyeri kepala.

Obat yang dapat digunakan:

a. Ergotamin tartrat dapat diberikan tersendiri atau dicampur dengan obat

antiemetik, analgesik, atau sedatif.

b. Dihidroergotamin (DHE) merupakan agonis reseptor serotonin yang aman

dan efektif untuk menghilangkan serangan migren dengan efek samping

mual yang kurang dan lebih bersifat vasokonstriktor.

c. Sumatriptan suksinat merupakan agonis selektif reseptor 5- Hidroksi

triptamin (5-HT1D) yang efektif dan cepat menghilangkan serangan

nyeri.

2.8.5 Pengobatan pencegahan

Pengobatan pencegahan diberikan bila terdapat lebig dari 2 kali serangan

dalam sebulan. Obat pencegah migren adalah (Harsono, 2003):

a. Beta-blocker

b. Antagonis Ca

c. Antiserotonin dan antihistamin

d. Antidepresan trisiklik

e. NSAID

Page 14: (623906812) Chapter II (1).docx

Universitas Sumatera Utara

2.9. Definisi Stres

Stres adalah sekumpulan perubahan fisiologis akibat tubuh terpapar

terhadap bahaya ancaman. Stres memiliki dua komponen: fisik yakni perubahan

fisiologis dan psikologis yakni bagaimana seseorang merasakan keadaan dalam

hidupnya. Perubahan keadaan fisik dan psikologis ini disebut sebagai stressor

(pengalaman yang menginduksi respon stres) (Pinel, 2009).

Stres dapat didefinisikan melalui tiga cara yang berbeda, yaitu sebagai

stimulus, sebagai respon, dan sebagai interaksi. Sebagai stimulus, apabila fokus

pada lingkungan, misalnya memiliki pekerjaan dengan tingkat stres yang

tinggi.Sebagai respon, apabila fokus pada reaksi terhadap stressor, misalnya

ketika seseorang mengucapkan kata stres sewaktu berada pada kondisi yang

tertekan.Sebagai interaksi, hubungan seseorang dengan stimulus lingkungannya,

seseorang disini merupakan agen aktif yang bisa mempengaruhi akibat dari

stressor melalui tingkah laku, kognisi, dan strategi emosi (Brannon dan Feist,

2007).

2.10.Klasifikasi Stres

Stuart dan Sundeen (1988) mengklasifikasikan tingkat stres, yaitu:

1. Stres ringan. Pada tingkat stres ini sering terjadi pada kehidupan sehari-

hari dan kondisi dapat membantu individu menjadi waspada dan

bagaimana mencegah berbagai kenungkinan yang akan terjadi.

2. Stres sedang. Pada stres tingkat ini individu lebih memfokuskan hal

penting saat ini dan mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit

lahan persepsinya.

3. Stres berat. Pada tingkat ini lahan persepsi individu sangat menurun dan

cenderung memusatkan perhatian pada hal-hal lain. Semua perilaku

ditujukan untuk mengurangi stres. Individu memusatkan perhatian pada

lahan lain dan memerlukan banyak pengarahan.

Sumber Stres (Stressor)

Page 15: (623906812) Chapter II (1).docx

Universitas Sumatera Utara

Sumber stres adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan menghasilkan

reaksi stres, misalnya jumlah semua respons fisiologis nonspesifik yang

menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis.Stress reaction acute (reaksi stres

akut) adalah gangguan sementara yang muncul pada seseorang individu tanpa

adanya gangguan mental lain yang jelas, terjadi akibat stres fisik dan atau mental

yang berat, biasanya mereda dalam beberapa jam atau hari. Kerentanan dan

kemampuan koping (coping capacity) seseorang memainkan peranan dalam

terjadinya reaksi stres akut dan keparahannya (Sunaryo, 2002).

Bayi, anak-anak dan dewasa semua dapat mengalami stres.Sumber stres bisa

berasal dari diri sendiri, keluarga, dan komunitas sosial (Alloy, 2004).Menurut

Maramis (2009) dalam bukunya, ada empat sumber atau penyebab stres

psikologis, yaitu frustasi, konflik, tekanan dan krisis.

Frustasi timbul akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena ada aral

melintang.Frustasi ada yang bersifat intrinsik(cacat badan dan kegagalan usaha)

dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang dicintai,

pengangguran).

Konflik timbul karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam-macam

keinginan, kebutuhan atau tujuan. Ada 3 jenis konflik, yaitu:

a. Approach-approach conflict, terjadi apabila individu harus memilih

satu diantara dua alternatif yang sama-sama disukai. Stres mucul

akibat hilangnya kesempatan untuk menikmati alternatif yang tidak

diambil. Jenis konflik ini biasanya sangat mudah dan cepat

diselesaikan.

b. Avoidance-avoidance conflict, terjadi bila individu dihadapkan pada

dua pilihan yangsama-sama tidak disenangi. Konflik ini lebih sulit

diputuskan dan memerlukan lebih banyak tenaga dan waktu untuk

menyelesaikan karena masing-masing alternatif memiliki konsekuensi

yang tidak menyenangkan.

c. Approach-avoidance conflict, merupakan situasi dimana individu

merasa tertarik sekaligus tidak menyukai atau ingin menghindar dari

seseorang atau suatu objek yang sama.

Page 16: (623906812) Chapter II (1).docx

Universitas Sumatera Utara

Tekanan timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan dapat berasal

dari dalam individu, misalnya cita-cita atau norma yang terlalu tinggi.

Krisis yaitu keadaan mendadak yang menimbulkan stres pada individu.

Penggolongan Stres

Menurut Selye dalam menggolongkan stres menjadi dua golongan yang

didasarkan atas persepsi individu terhadap stres yang dialaminya (Rice, 1992),

yaitu:

a. Distress (stres negative)

Merupakan stres yang merusak atau bersifat tidak menyenangkan.Stres

dirasakan sebagai suatu keadaan dimana individu mengalami rasa

cemas, ketakutan, khawatir atau gelisah.Sehingga individu mengalami

keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan dan timbul kenginan

untuk menghindarinya.

b. Eustress (stres positif)

Eustress bersifat menyenangkan dan merupakan pengalaman yang

memuaskan,frase joy of stress untuk mengungkapkan hal-hal yang

bersifat positif yang timbul dari adanya stres.Eustress dapat

meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi dan

performansi kehidupan.Eustress juga dapat meningkatkan motivasi

individu untuk menciptakan sesuatu, misalnya menciptakan karya seni.

Respon Psikologis Stres

Reaksi psikologis terhadap stres dapat meliputi, (Sarafino, 1994) :

1. Kognisi

2. Penurunan perilaku sosial

Fight or Flight Response pada Stres

Walter Canon memperkenalkan frasa fight-or-flight response untuk menjelaskan

reaksi psikologis manusia dalam merespon suatu keadaan yang berbahaya.Hans

Selye menjelaskan general adaption syndrome (GAS) yang terdiri dari tiga

tingkatan, yaknialarm reaction, resistance stage, exhaustion stage (Alloy dkk,

2005; Brannon dan Feist, 2007; Pinnel, 2009).

Respon Fisiologis Stres

Page 17: (623906812) Chapter II (1).docx

Universitas Sumatera Utara

Keadaan stres menimbulkan respon fisiologis, reaksi fisiologis stres dimulai

dengan persepsi stres yang menghasilkan aktivasi simpatetik pada sistem saraf

otonom, yang mengarahkan tubuh untuk bereaksi terhadap emosi, stressfull, dan

keadaan darurat.Pengarahan ini terjadi dalam dua jalur, yang pertama melalui

aktivasi simpatetik terhadap ANS (autonomic nervous system) dan kedua melalui

hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) aksis, (Alloy dkk, 2005; Carlson, 2005;

Pinel, 2009)

Gambar 2.3.Hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) axis

dikutip dari : total-body-psychology.com.au (2011)

Coping Stres

Coping yaitu bagaimana seseorang berupaya mengatasi masalah atau menangani

emosi yang umunya negatifyang ditimbulkannya.Efek stres dapat bervariasi

Page 18: (623906812) Chapter II (1).docx

Universitas Sumatera Utara

tergantung pada bagaimana individu menghadapi situasi tersebut.Lazarous dan

koleganya mengidentifikasi dua dimensi coping (Lazarous dan Folkman, 1984).

Dalam mengelola stres dapat dilakukan beberapa pendekatan antara lain (Yulianti;

2004, Chomaria; 2009) :

1. Pendekatan farmakologi; menggunakan obat-obatan yang berkhasiat

memulihkan fungsi gangguan neurotransmitter disusunan syaraf pusat

otak (sistem limbik). Sebagaimana diketahui, sistem limbik merupakan

bagian otak yang berfungsi mengatur alam pikiran, alam perasaan dan

perilaku seseorang. Obat yang sering dipakai adalah obat anti cemas

(axiolytic) dan anti depresi (anti depressant).

2. Pendekatan perilaku; mengubah perilaku yang menimbulkan stres,

toleransi atau adaptabilitas terhadap stres, menyeimbangkan antara

aktivitas fisik dan nutrisi, serta manajemen perencanaan, organisasi dan

waktu.

3. Pendekatan kognitif; mengubah pola fikir individu, berpikir positif dan

sikap yang positif, membekali diri dengan pengetahuan tentang stres,

menyeimbangkan antara aktivitas otak kiri dan kanan, serta hipnoterapi.

4. Relaksasi; upaya untuk melepas ketegangan. Ada tiga macam relaksasi

yaitu relaksasi otot, relaksasi kesadaran indera dan relaksasi melalui yoga,

meditasi maupun transendensi/keagamaan.

Page 19: (623906812) Chapter II (1).docx

Universitas Sumatera Utara

2.11. HubunganMigren dan Stres

Hubungan migren dengan stres dapat dilihat, dimana stres merupakan faktor

pencetus terjadinya migren. Terdapat beberapa cara bagaimana stres

berinteraksi dengan migren sehingga timbulnya migraine attacks. Terdapat

beberapa faktor pencetus migren misalnya genetik, diet, hormonal,

lingkungan dan stres.Salah satu faktor yang penting adalah stres.Ini dapat

terjadi melalui hasil dari perubahan biokimiawi yang berkaitan dengan

respon psikologik stres atau perubahan yang dipengaruhi oleh psikologik

respon terhadap stressor.Jadi terdapat fase primer dan fase sekunder.Fase

primer adalah neuronal dengan depolarisasi neuron kortikol dan sensitisasi

ganglia saraf terminal.Fase sekunder merupakan vasokonstriksi, vasodilatasi

dan peradangan vaskuler yang diperantarai oleh neurotransmiter kimia

khususnya reseptor serotonin.Adanya hubungan migren dengan

vasokonstriksi arteri intrakranial pada awal, yang menimbulkan aliran darah

menurun ke korteks visual, kemudian diikuti periode vasodilatasi

ekstrakranial. Bagian terdekat dengan inervasi trigeminal dari pembuluh

serebral, duramater dan kulit kepala menunjukkan lokasi dari serangan

migren (Khara M. Sauro MSc; Werner J. Becker MD, FRCPC, 2009).

Page 20: (623906812) Chapter II (1).docx

Ganglia trigerminal

vasokonstriks i

vasodilatasi

Universitas Sumatera Utara

Faktor Faktor

-Infeksi-Tumor-Hidrosefalus-Trauma kepala-Epilepsy

Genetik stress diet menstruas Ling.aktivit

Fase primer Fase sekunder

Jalur neuronal kortikal

.

Stem otak Peradangan vaskular

serotonin norepinefrin

talamus

korteks

Migren