makalah chapter 6.docx

46
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guru harus memenuhi banyak tuntutan seperti mempersiapkan pelajaran, menilai kinerja siswa dan menciptakan dan mengelola lingkungan kelas yang adil dan merata. Tantangan ini mungkin mengalihkan perhatian guru dalam tahap awal karir profesional mereka dari apa yang National Council for Accreditation of Teacher Education (NCATE) disebut "Kerangka Konseptual", sebuah filosofi intelektual pendidikan yang memberi makna pada pengajaran dengan menghubungkan permintaan harian dengan komitmen profesional dan arah jangka panjang. Sebuah kerangka konseptual memberikan kontribusi untuk suatu keterpaduan profesional yang membantu guru menempatkan tujuan jangka pendek ke dalam hubungan dengan tujuan jangka panjang. Dalam mendorong guru untuk menjadi praktisi yang reflektif, Interstate New Teacher Assessment and Support Consortium (INTASC) telah menetapkan standar untuk meningkatkan persiapan dan pengembangan profesional guru. INTASC menggambarkan mengajar seperti suatu proses dinamis di mana menjaga harapan dalam praktek berarti bahwa pengetahuan tempat, disposisi, dan kinerja ke dalam 1

Upload: rieskeiswardhany

Post on 07-Feb-2016

75 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Chapter 6.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Guru harus memenuhi banyak tuntutan seperti mempersiapkan pelajaran,

menilai kinerja siswa dan menciptakan dan mengelola lingkungan kelas yang adil dan

merata. Tantangan ini mungkin mengalihkan perhatian guru dalam tahap awal karir

profesional mereka dari apa yang National Council for Accreditation of Teacher

Education (NCATE) disebut "Kerangka Konseptual", sebuah filosofi intelektual

pendidikan yang memberi makna pada pengajaran dengan menghubungkan

permintaan harian dengan komitmen profesional dan arah jangka panjang. Sebuah

kerangka konseptual memberikan kontribusi untuk suatu keterpaduan profesional

yang membantu guru menempatkan tujuan jangka pendek ke dalam hubungan dengan

tujuan jangka panjang.

Dalam mendorong guru untuk menjadi praktisi yang reflektif, Interstate New

Teacher Assessment and Support Consortium (INTASC) telah menetapkan standar

untuk meningkatkan persiapan dan pengembangan profesional guru. INTASC

menggambarkan mengajar seperti suatu proses dinamis di mana menjaga harapan

dalam praktek berarti bahwa pengetahuan tempat, disposisi, dan kinerja ke dalam

keterpaduan besar. Untuk menjadi seorang praktisi yang reflektif berarti bahwa guru

harus berpikir filosofis tentang implikasi yang luas terhadap budaya dan etika

pendidikan itu.

Guru memiliki peran penting dalam dunia pendidikan. Banyak tugas yang

harus dijalankannya sebagai seorang professional. Bab 6 Landasan Filosofis

pendidikan karya Orinstein, dkk mengulas bahwa INTASC telah menetapkan

beberapa standar untuk meningkatkan persiapan dan pengembangan profesional guru.

INTASC menggambarkan bahwa mengajar merupakan proses dinamis yang

memadukan antara teori dan praktik. Untuk menjadi seorang praktisi yang reflektif

1

Page 2: Makalah Chapter 6.docx

seorang guru harus berpikir filosofis tentang implikasi yang luas terhadap budaya

dan etika pendidikan. Oleh karena itu, bagian awal bab 6 berisi tentang kerangka

konseptual dan teori filsafat yang menjelaskan tentang cara mendidik dan

membangun filosofi mengenai dunia pendidikan.

1.2 Batasan Masalah

konseptual dan teori filsafat tentang cara mendidik dan membangun filosofi

mengenai dunia pendidikan.

1.3 Rumusan Masalah

1. Apa bagian-bagian filsafat, bagaimana didefinisikan, dan bagaimana

merefleksikan keyakinan dan ajaran tentang kebenaran dan nilai-nilai?

2. Apa falsafah dan teori terkemuka  pendidikan?

3. Apakah falsafah dan teori-teori tertentu mempengaruhi ide-ide tentang

pendidikan, keyakinan, tentang pengetahuan, dan nilai-nilai etika?

4. Bagaimana filsafat dan teori pendidikan  mempengaruhi kurikulum dan

pengajaran dan pembelajaran di sekolah, termasuk apa yang diajarkan,

bagaimana ia diajarkan, perilaku etis guru dengan siswa, dan sikap tentang

keragaman budaya dan keadilan sosial?

5. Bagaimana tren kontemporer dalam pendidikan seperti multikulturalisme,

gerakan standar, dan teknologi pendidikan mempengaruhi filosofi secara

menyeluruh  terhadap pendidikan?

2

Page 3: Makalah Chapter 6.docx

1.4 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui bagian-bagian filsafat dan bagaimana definisinya.

2. Untuk mengetahui falsafah dan teori-teori dalam  pendidikan.

3. Untuk mengetahui pengaruh falsafah dalam pendidikan.

4. Untuk mengetahui bagai mana filsafat mempengaruhi kurikulum dan

pembelajaran disekolah.

5. Untuk mengetahui pengeruh kontemporer dalam pendidikan.

1.5 Manfaat dan Kegunaan Penelitian

1. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai landasan filsafat

pendidikan.

2. Menjadi acuan yang mendasar bagi seorang pendidik agar mampu berpikir

filosofis tentang implikasi yang luas terhadap budaya dan etika pendidikan.

3

Page 4: Makalah Chapter 6.docx

BAB II

KAJIAN TEORI

LANDASAN FILSAFAT PENDIDIKAN

2.1 Filosofi dan Teori Pendidikan

Filsafat yang komprehensif, seperti idealisme dan realisme, menyajikan sebuah

pandangan umum yang mencakup pendidikan. Teori pendidikan, sering berasal dari

filsafat atau yang diakibatkan dari praktik lebih fokus khusus pada pendidikan,

sekolah, kurikulum, dan proses belajar mengajar. Bab 6 membahas lima filosofi dan

empat teori pendidikan. (Tabel 2.1) Filsafat umum dibahas dalam bab 6 dikaitkan ke

teori pendidikan secara lebih spesifik. Misalnya, teori esensialisme berkaitan erat

dengan filsafat realisme dan Progresivisme berasal dari pragmatisme.

untuk membangun filosofi dalam pendidikan, harus berpikir seperti seorang filsuf dan

menggunakan terminologi filsafat.

Differences Between “Philosophies” and “Theories” of Education

GENERAL SPECIFIC

Philosophies Theories

Luas, sistematis, Lengkap, global Berfokus pada pendidikan, tidak  lengkap

sistem filsafat yang ditawarkan

Komponen komponenya berkaitan

dengan Metafisika, epistimologi,

Aksiologi, dan logika

Komponen berkaitan dengan pendidikan,

seperti kurikulummengajar, dan belajar

Wawasan berasal dari Sistem

filsafat Umum filsafat

wawasan berasal dari filsafat umum atau

dari konteks Sekolah

Tabel 2.1 lima filosofi dan empat teori pendidikan.

Sumber: Foundations of Education, edisi ke-sebelas (2011).

4

Page 5: Makalah Chapter 6.docx

5

Filosofi Pendidikan

Philosophy Metafisik Epistemologi Aksiologi Implikasi thd

pendidikan

Pendukung

Idealisme Realitas itu

berupa spiritual

atau mental dan

tidak dapat

dirubah

Pemahaman

adalah recall dari

ide-ide terpendam

Suatu nilai

bersifat

universal,

absolut dan

abadi.

Kurikulum Subjek-

materi menekankan

pada kehebatan

kultur dan awetnya

gagasan itu.

Emerson

Froebel

Hegel

Plato

Realisme Realitas

merupakan

tujuan dan

terpisah dari

kita tetapi kita

bisa

mengetahuinya.

Mengetahui

terdiri dari

konseptualisasi

yang berdasarkan

perasaan dan

abstraksi.

Nilai berada

mutlak dan

abadi,

didasarkan

pada hukum

alam

universal.

Sebuah subjek-

persoalan kurikulum

menekankan pada

nilai kemanusiaan

dan keilmiahan

Aquinas

Aristotle

Broudy

Maritain

pestalozzi

Pragmatisme

(Kaum

eksperimental)

Menolak

metafisika,

menegaskan

bahwa

keyakinan

tentang realitas

didasarkan pada

pengalaman,

interaksi

dengan

lingkungan, dan

bersifat tetap

Mengetahui hasil

dari mengalami,

menguji ide-ide

dengan

menggunakan

metode ilmiah.

Nilai

merupakan

hal yang

situasional

atau relatif

Pengajaran

berdasarkan

pemecahan masalah

sesuai dengan

metode ilmiah.

Childs

Dewey

James

Peirce

Ekistensialisme mengesamping

kan metafisika,

dengan alasan

bahwa realitas

itu subjektif,

bersama

keberadaan

esensi

terdahulu.

Pengetahuan kita

bersumber dari

pilihan

profesional.

Suatu nilai

dapat dipilih

secara bebas

oleh

seseorang.

Dialog Kelas

menstimulus

kesadaran bahwa

setiap orang

menciptakan konsep

sendiri melalui

pilihan penting.

Kierkegaard

Sartre

Marcel

Morris

Posmoderen-isme Menolak

metafisika

sebagai

bangunan

bersejarah yang

meruntuhkan

aturan untuk

menemukan asal-

usulnya dan

berguna bagi

Menekankan

nilai-nilai

orang dan

kelompok

terpinggirkan

Sekolah adalah situs

critism demokratis

dan perubahan sosial

untuk

memberdayakan

Derrida

Foucault

Page 6: Makalah Chapter 6.docx

Tabel 2.2 Teori filsafat pendidikan

Sumber: Foundations of Education, edisi ke-sebelas (2011).

Tabel 2.2 menjelasan teori filsafat pendidikan dengan dengan penjelasan sebagai

berikut:

1. Idealisme

Teori idealism merupakan teori tertua dengan konsep kunci metafisika idealis,

percaya bahwa spiritual, dunia non materi pada hakikatnya nyata. Mereka melihat

dunia sebagai penciptaan pikiran universal yang besar, pikiran Mutlak atau Tuhan.

Implikasi bagi pengajaran saat ini : Perkembangan intelektual, bukan pelatihan

keterampilan kerja.

Menolak konsumerisme dan ketenaga kerjaan yang sering membentuk nilai-

nilai dalam masyarakat kontemporer dan pendidikan, idealisme berusaha untuk

menciptakan sekolah sebagai pusat intelektual pengajaran dan pembelajaran dalam

menggunakan teknologi atau inovasi apapun, Idealis ingin pendidik dituntun oleh

tujuan penting dari pendidikan yakni untuk menemukan kebenaran.

2. Realisme

Realisme ilmiah membawa realisme ke abad kedua puluh satu. Realis ilmiah

menegaskan realitas yang ada adalah independen dari pengetahuan kita dan metode

ilmiah adalah cara terbaik untuk mendapatkan gambaran yang akurat tentang dunia ini

apa dan bagaimana cara kerjanya (Okasha: 2002). Untuk menjelaskan dan

menggunakan temuan ilmiah kita, kita harus membangun teori-teori. Sebagai

perbaikan penyelidikan ilmiah, kita dapat merevisi dan menyempurnakan teori kita

sehingga memenuhi sebagian akurasi realitas.

Implikasi bagi pengajaran saat ini : Kelas untuk belajar, bukan terapi.

Dalam kelas realis, tanggung jawab utama guru adalah untuk membawa ide-

ide siswa tentang dunia ke dalam korespondensi dengan kenyataan dengan

6

Page 7: Makalah Chapter 6.docx

ketrampilan mengajar (seperti membaca, menulis, perhitungan) dan bidang pelajaran

(seperti sejarah, matematika, atau Sains) hal tersebut didasarkan pada kharisma dan

keahlian guru akan pengetahuan.

3. Pragmatisme

Pragmatisme menekankan bahwa perlu menguji validitas atau daya kerja ide-

ide kita dengan memberikan perlakuan pada mereka. Di antara pendiri Pragmatisme

itu adalah Charles S. Pierce(1839-1914), William James(1842-1910), George Herbert

Mead(1863-1931), dan John Dewey(1859-1952). Pierce menekankan menggunakan

metode ilmiah untuk memvalidasi ide-ide secara empiris, ia memasukkan

probabilitas, atau apa yang mungkin terjadi, untuk kepastian. Berdasarkan statistik,

kita dapat merumuskan.

Implikasi bagi pengajaran saat ini : Implikasi untuk hari ini Kelas Guru

Guru pragmatis lebih peduli dengan mengajar siswa melalui proses

pemecahan masalah. Guru pragmatis bekerja untuk mengubah ruang kelas menjadi

pembelajaran kolaboratif dengan mendorong siswa untuk berbagi minat dan masalah

mereka.

4. Eksistensialisme

Eksistensialisme lebih merupakan proses berfilsafat dari pada filsafat

sistematis (seperti idealisme dan realisme). Mewakili perasaan putus asa dan harapan,

itu panggilan untuk memeriksa kehidupan pribadi sendiri. Sebuah pendidikan

eksistensialis mendorong refleksi pribadi yang mendalam pada identitas, komitmen,

dan pilihan seseorang.

Implikasi untuk proses pembelajaran saat ini : Guru mendorong kesadaran

Standar & Assessment.

5. Postmodernisme

Postmodernisme berpendapat bahwa periode sejarah modern telah berakhir

dan bahwa kita sekarang hidup di era postmodern. Filsafat ini berasal dari filsuf

7

Page 8: Makalah Chapter 6.docx

Jerman Friedrich Nietzsche (1844-1900) dan Martin Heidegger (1899-1976).

Postmodernisme memiliki implikasi untuk konstruktivisme, psikologi dan metode

pendidikan. Postmodernis dan konstruktivis setuju bahwa kita membuat, atau

membangun, keyakinan kita tentang pengetahuan dari pengalaman kita berinteraksi

dengan lingkungan.

Implikasi pada Proses Pembelajaran Saat ini : Pemberdayaan Guru

Untuk memberdayakan siswa mereka, postmodernis berpendapat bahwa guru

harus terlebih dahulu memberdayakan diri mereka sebagai pendidik professional.

Postmodernis mengajak guru untuk menciptakan filsafat pendidikan yang berbasis

situs.

2.2 Teori pendidikan

Teori pendidikan bisa dikatagorikan menjadi empat teori : esensialisme,

perennialism, progresivisme, dan teori kritis (Tabel 2.3). Sementara filosofi

menyajikan pandangan yang sangat umum dari realitas, teori menjelaskan fenomena

dan proses yang lebih khusus. Teori pendidikan memeriksa peran dan fungsi sekolah,

kurikulum, pengajaran, dan pembelajaran. Beberapa teori berasal dari filsafat, dan

lain-lain muncul dari praktek. Pada bagian berikut, di mulai dengan teori-teori yang

lebih tradisional esensialisme dan perennialism, yang berakar pada idealisme dan

realisme, dan mengambil pendekatan subjek-materi untuk mengajar dan belajar.

Kemudian pindah ke progresivisme, dipengaruhi oleh pragmatisme, dan teori kritis,

dipengaruhi oleh eksistensialisme dan postmodernisme, yang berkaitan proses

pembelajaran perubahan sosial.

TEORI TUJUAN KURIKULUM IMPLIKASI AHLI

8

Page 9: Makalah Chapter 6.docx

PENDIDIKAN

Perennialisme

(Berakar dari

Realisme)

Menyebarkan nilai-nilai

universal.

Keterampilan dasar,

ilmu dan seni liberal,

teori-teori peradaban

barat.

Pengajaran yang

mengutamakan

diskusi, dan

refleksi tentang

nilai-nilai

universal.

Hutchins

Adler

Maritain

Essensialisme

(berakar dari

Idealisme dan

Realisme)

Mengembangkan

keterampilan dasar

membaca dan

berhitung, dan

pengetahuan.

Keterampilan dasar,

dan mata pelajaran

pokok : sejarah,

matematik, bahasa,

ilme pengetahuan,

dan komputer.

Mempersiapkan

kompetensi dan

keterampian

individu agar

mampu

berkompetisi

dalam ekonomi

global.

Bagley

Bestor

Progressivisme

(berakar dari

Pragmatisme)

Mendidik individu

sesuai dengan minat

dan kebutuhannya.

Aktivitas dan projek. Pengajaran yang

menekankan

kepada pemecahan

masalah dan

aktivitas

kelompok. Guru

berperan sebagai

fasilitator.

Dewey

Kilpatrick

Parker

Johnson

Teori Kritis

(berakar dari

neo-Marxisme

dan

Posmodernisme)

Mengembangkan

kesadaran tentang isu-

isu marginalisasi dan

pemberdayaan.

Autobiografi orang-

orang tertindas.

Fokus kepada

konflik sosial.

McLaren

Giroux

Tabel 2.3 Esensialisme, Perennialism, Progresivisme, dan Teori kritis

9

Page 10: Makalah Chapter 6.docx

Sumber: Foundations of Education, edisi ke-sebelas (2011).

1. Esensialisme

Esensialisme menetapkan fungsi primer atau esensial sekolah seperti

menjaga prestasi peradaban manusia dengan menyampaikannya ke mahasiswa

sebagai keterampilan dan subjek dalam kurikulum yang diselenggarakan dengan hati-

hati. Essentialists berpendapat bahwa sekolah dan guru harus berkomitmen untuk

misi utama akademik mereka dan tidak dialihkan ke daerah non akademis. Peran

Sekolah-sekolah yang tepat adalah untuk mengajar siswa keterampilan dasar dan

mata pelajaran yang mempersiapkan mereka untuk berfungsi secara efektif dan

efisien dalam suatu masyarakat demokratis. Essentialists mendukung kurikulum

pembelajaran yang membedakan dan mengatur pelajaran sesuai dengan prinsip-

prinsip logis atau kronologis internalnya. Keterampilan kurikulum dan mata pelajaran

harus didefinisikan dengan baik untuk lingkup tertentu dan memiliki urutan yang

kumulatif dan mempersiapkan siswa untuk belajar di masa depan.

Essentialists curiga terhadap yang disebut inovatif atau proses pendekatan

pembelajaran, seperti konstruktivisme, di mana siswa membangun pengetahuan

mereka sendiri secara kolaboratif, dan penilaian otentik di mana siswa mengevaluasi

kemajuan mereka sendiri. Untuk essentialists, orang yang beradab belajar secara

efektif dan efisien ketika mereka memperoleh basis pengetahuan bahwa para

ilmuwan, cendekiawan, dan ahli lainnya telah mengembangkan dan terorganisir.

Implikasi untuk pembelajaran saat ini : Mentransmisikan keterampilan

penting.

Bagi essentialists, tujuan pendidikan adalah untuk mengirimkan dan

mempertahankan dasar-dasar yang diperlukan dari budaya manusia. Sekolah memiliki

misi transmisi keterampilan khusus yang penting bagi manusia dan pelajaran untuk

kaum muda untuk melestarikan dan meneruskannya kepada generasi mendatang

(Diane Revitch: 2000). Sebagai pendidik profesional yang efektif, guru harus (1)

mematuhi kurikulum terstruktur dengan hati-hati dari keterampilan dasar dan mata

10

Page 11: Makalah Chapter 6.docx

pelajaran, (2) menanamkan nilai-nilai tradisional Barat dan nilai-nilai patriotisme

Amerika, kerja keras, usaha, ketepatan waktu, menghormati otoritas, dan kesopanan,

(3 ) mengelola kelas secara efisien, efektif, dan cukup sebagai ruang disiplin dan

ketertiban; (4) mempromosikan siswa atas dasar prestasi akademik, bukan

pertimbangan sosial.

2. Perennialism

Kebenaran dalam klasik. Perennialism menegaskan bahwa pendidikan,

seperti kebenaran yang disampaikan, bersifat universal dan otentik selama tiap

periode sejarah dan di setiap tempat dan budaya. Baik kebenaran, maupun pendidikan,

relatif terhadap waktu, tempat, atau keadaan. Tujuan utama pendidikan adalah untuk

membawa setiap generasi baru bersentuhan dengan kebenaran dengan melatih dan

mengembangkan rasionalitas yang dimiliki setiap orang sebagai manusia biasa.

Implikasi bagi pembelajaran saat ini

Bagi perennialists, peran utama sekolah adalah untuk mengembangkan

kekuatan penalaran siswa. Untuk memenuhi misi akademik ini, pengajar dalam

mempersiapkan calon guru  membutuhkan pendidikan dalam seni liberal dan ilmu

pengetahuan dan perlu membaca dan mendiskusikan buku besar. Sebagai praktisi

profesional, guru perlu latar belakang akademis yang solid dalam rangka untuk

bertindak sebagai mentor intelektual dan model bagi siswanya.

3. Progresivisme

Progresivisme berasal dari gerakan reformasi umum dalam masyarakat

Amerika dan kehidupan politik di akhir abad kesembilan belas dan awal abad kedua

puluh. Meskipun mereka menentang pendidikan tradisional dan ingin mereformasi

sekolah, progresif tidak sependapat tentang bagaimana mendatangkan perubahan

yang dikehendaki mereka.

11

Page 12: Makalah Chapter 6.docx

Implikasi bagi pengajaran saat ini : Contoh dari strategi progresif

Proyek The West HolocaustTennessee, yang dirancang oleh guru dan siswa di

Sekolah Menengah Whitwell di Whitwell, Tennessee, menawarkan gambaran yang

sangat baik dari metode proyek (Dita Smith: 2002). Tujuan proyek ini adalah untuk

mengajarkan rasa hormat terhadap budaya yang berbeda dan untuk memahami

konsekuensi dari intoleransi. Linda Hooper, kepala sekolah, melihat proyek ini

sebagai upaya memberikan kesempatan "untuk memberikan anak-anak kita

pandangan yang lebih luas dari dunia. . . yang akan memecahkan cangkang

kepompong putih mereka (Dita Smith: 2002).

4. Teori Kritis

Teori kritis, teori kontemporer yang sangat berpengaruh pada pendidikan,

kritik yang mendesak ketat sekolah dan masyarakat untuk mengungkap hubungan

kekuasaan eksploitatif dan membuat pemerataan, keadilan, dan keadilan sosial

(Douglas Kellner dalam Randall Curen: 2006). Banyak asumsi yang berasal dari

postmodernis dan eksistensialis filsafat, neo-Marxisme, teori-teori feminis dan

multikultural, dan pedagogi pembebasan Paulo Freire. (Freire dibahas dalam bab

Pelopor Belajar Mengajar.) Henry Giroux dan Peter McLaren memimpin filsuf teori

kritis ini (Henry Giroux: 2001); Henry Giroux: 2005).

Implikasi bagi pengajaran saat ini :Guru harus memberdayakan dirinya

sendiri.

Teori kritis ingin guru baik persiapan calon guru dan kelas praktek untuk

fokus pada isu-isu kekuasaan dan kontrol di sekolah dan masyarakat. Mereka

mendesak guru untuk (1) mengetahui siapa teman sejati mereka dalam perjuangan

untuk mengendalikan sekolah, (2) mengetahui siapa siswa mereka dengan membantu

mereka mengeksplorasi identitas diri mereka sendiri, (3) berkolaborasi dengan orang-

orang lokal untuk perbaikan sekolah dan masyarakat, (4) bergabung dengan para guru

yang berpikiran seperti di organisasi guru profesional terkontrol yang bekerja untuk

12

Page 13: Makalah Chapter 6.docx

reformasi pendidikan yang sejati; (5) berpartisipasi dalam dialog kritis tentang isu-isu

politik, sosial, ekonomi, dan pendidikan yang dihadapi masyarakat Amerika.

BAB III

PEMBAHASAN

LANDASAN FILSAFAT PENDIDIKAN

3.1 Filosofi

Dalam mempersiapkan generasi pendidik, suatu lembaga pendidikan guru

seringkali kurang memberikan informasi memadai mengenai kedudukan filosofi

pendidikan bagi seorang guru. Pada hakikatnya unsur filosofis dalam dunia

pendidikan memberikan sumbangan yang cukup besar dalam pengembangan

keterampilan seorang guru. Dengan memahami unsur-unsur filosofis, guru akan

mampu berfikir reflektif mengenai implikasi luas suatu budaya dalam pengajaran

mereka sehari-hari.

13

Page 14: Makalah Chapter 6.docx

Filsafat dapat diartikan sebagai cara berfikir umum tentang kehidupan kita di

dunia dan merefleksikan tentang baik atau buruk, benar atau salah, cantik atau jelek.

(David Carr:2003); (Sheila G. Dunn:2005); (Robin Barrow & Ronald Woods: 2006);

David T. Hansen: 2007). John Dewey (1964) berpendapat bahwa filsafat merupakan

teori umum tentang pendidikan. Dengan demikian, jika landasan filosofis ini telah

mengakar dalam diri guru, tentu seorang guru akan berfikir tentang apa yang mereka

ajarkan, bagaimana mereka mengajarkan, dan mengapa sesuatu hal itu di ajarkan?

Pertanyaan seperti itu akan membantu seorang guru mengarahkan sebuah

pembelajaran di kelas.

Bahasan mengenai filosofi pendidikan ini, akan diarahkan pada lima aliran

filsafat dan empat aliran teori pendidikan. Di samping itu, juga akan memberikan

keterkaitan dan kontradiksi antar aliran-aliran tersebut. Untuk itu, sepanjang

pembahasan ini, anda diminta berfikir “bak” seorang filsuf yakni dengan memahami

dan menggunakan terminology filsafat dalam objek pendidikan.

1. Terminologi Khusus

Sebagaimana sebuah kajian filsafat, kajian filosofi pendidikan juga

menggunakan istilah metafisika, epistemologi, aksiologi, dan logika (Gutek: 2009).

Metafisika sebuah cabang dari filsafat yang mempertanyakan hakikat kebenaran

secara dalam, yang berasal dari aspek ontologis (ningsih: 2012).Diibaratkan pikiran

adalah roket yang meluncur ke bintang-bintang, menembus galaksi dan awan

gemawan, maka metafisika, adalah landasan peluncurannya (Nadiroh: 2011).

Persoalan keberadaan (being) atau eksistensi (existence) bersangkutan dengan cabang

filsafat metafisika (Ali Mudhofir: 1997: 16). metafisika juga berupaya memperjelas

pemikiran-pemikiran manusia mengenai dunia, termasuk keberadaan, kebendaan,

sifat, ruang, waktu, hubungan sebab akibat, dan kemungkinan (Nadiroh: 2011).

Dalam hal ini kita mempertanyakan apakah yang sangat berharga itu, lalu kita

14

Page 15: Makalah Chapter 6.docx

menjawab “pengetahuan”. Kemudian, kita pertanyakan lagi: “bagaimana membuat

sesuatu yang berharga itu menjadi diketahui kebenarannya? Kita jawab lagi:

“barangkali kurikulum”. Apakah ini sudah cukup untuk menjelaskannya? Tentu tidak.

Epistemologi merupakan cabang filsafat yang berkaitan dengan pengetahuan

dan bagaimana memperoleh pengetahuan mengenai suatu materi (maupun non

materi) tersebut. Menurut Nadiroh (2011) Epistemologi merupakan cabang filsafat

yang menyelidiki asal, sifat, metode dan batasan pengetahuan manusia. Dalam hal

pendidikan kita dapat mengajukan pertanyaan berupa: dari mana materi (objek)

berasal? Apakah dari pembelajaran? Bagaimana caranya agar objek (pengetahuan)

tersebut didapat oleh seseorang? Apakah metode pembelajaran dapat memecahkan

masalah tersebut?

Aksiologi Aksiologi berasal dari kata axios yakni dari bahasa Yunani yang

berarti nilai dan logos yang berarti teori. Dengan demikian maka aksiologi adalah

“teori tentang nilai” (Amsal Bakhtiar, dalam Nadiroh: 2011). Aksiologi diartikan

sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh

(Jujun S. Suriasumantri, 2000: 105). Dalam hubungannya terhadap filosofi

pendidikan, kita dapat mempertanyakan: untuk apa pembelajaran itu? Apakah

sekedar transfer pengetahuan? Apakah ada “rahasia” dibalik pengetahuan yang

tertransfer itu? Kemana akan digunakan, untuk apa? Membunuh? Mencuri? Berbuat

gaduh? Bagaimana kita berbuat agar tercapai maksud?

Logika merupakan simpul antara filsafat dan kebenaran. Logika juga erat

kaitannya dengan proses penalaran, baik induktif maupun deduktif. Misalkan untuk

memperoleh uang harus bekerja, semakin banyak bekerja akan semakin banyak uang

yang kita hasilkan. Atau lebih aplikatif kita dapat membuat beberapa pernyataan:

pengetahuan merupakan objek transmisi budaya, yang bermanfaat untuk membangun

values dalam masyarakat budaya, mengajarkannya dengan sungguh-sungguh secara

sistamatis akan benar-benar berdampak pada tatanan masyarakat budaya. Lalu kita

15

Page 16: Makalah Chapter 6.docx

munculkan pertanyaan, bagaimana bentuk kesungguhan dalam mentransfer

pengetahuan? Bagaimana membentuk sistematika dalam transfer pengetahuan?

Apakah kita ajarkan sekaligus? Atau perlu kita rinci menjadi unit-unit yang lebih

kecil? Apakah usaha semacam ini cukup?

2. Idealisme

Kaum idealis menganggap bahwa realitas itu berupa spiritual atau mental

(tidak berbentuk dan terdapat dalam jiwa manusia) dan tidak dapat di rubah. Hal itu

dikarenakan, kaum idealis menganggap realitas itu merupakan anugrah Tuhan. Dan

apapun itu jika di anugrahkan oleh Tuhan mustahil untuk diubah, karena pasti sudah

baku. Misalnya aturan atau tata krama antar manusia dalam kehidupan sehari-hari

(orang tua dengan anak; laki-laki dengan perempuan dan sebagainya), Tidak etis jika

kita berusaha untuk mengubahnya. Aturan seperti itu merupakan hasil dari

perenungan dan kemudian memunculkannya dari dalam jiwa manusia sehingga

menjadi nilai yang berlaku secara universal.

Diibaratkan, tuhan telah menanamkan “chip-chip” dalam jiwa dan pikiran

manusia. Manusia bertugas untuk mengaktifkan “chip-chip” tersebut dan

menjadikannya praktek dalam kehidupan manusia. Dalam pendidikan, kaum idealis

berpendapat bahwa yang dilakukan semestinya adalah membawa gagasan unversal

kedalam kesadaran peserta didik.

3. Realisme

Perbedaan antara Realis dan idealis terletak pada sumber realitas, jika idealis

berpendapat realitas ada dalam jiwa manusia, realis justru berpendapat bahwa realitas

berada diluar (terpisah) dari jiwa manusia. bukan merupakan “chip-chip” yang

disediakan dan ditanam Tuhan dalam jiwa. Tapi lebih berbentuk buah apel yang

tergantung lebat di dahan-dahannya dalam kebun di belakang rumah.

16

Page 17: Makalah Chapter 6.docx

Dalam pendidikan para realis berpendapat bahwa kita perlu memberikan

acuan berpikir agar peserta didik dapat menikmati buah apel tersebut. Setelah

memanjat, memetik, mengamati, menggigit dan merasakan apel tersebut barulah

mereka harus memberikan kesimpulan Tentang rasa apel yang manis; ada apel merah

hijau dan sebagainya; serta hal-hal lain mengenai apel tersebut. Semua yang telah

mereka simpulkan pastilah abadi. Karena dimanapun tidak akan ada apel yang pahit.

4. Pragmatisme

Bertolak belakang dengan paham idealis dan realis, Pragmatisme menolak

asal muasal realitas (tidak dari dalam jiwa dan tidak pula dari luar jiwa) namun

berasal dari pengalaman hidup manusia. Pengalaman tersebut merupakan hasil dari

interaksi manusia dengan lingkungannya.

Tentang bagaimana pengalaman itu menjadi aturan atau menjadi nilai yang

berlaku perlu penyelidikan dan pengujian. Dan jika berdasarkan hasil pengujian

ternyata bernilai benar maka akan dijadikan acuan, namun apakah itu berlaku

selamanya dan untuk semua? Kaum pragmatis menjawab tidak. Lingkungan baik

sosial, budaya, dan alam merupakan suatu yang terus berubah, tumbuh dan

berkembang. Hal tersebut tentu dapat mengubah persepsi lama, karena mungkin saja

orang atau pengalaman yang berubah, tentu memerlukan hal baru untuk orang dan

lingkungan baru. Bagi kaum pragmatis tidak ada satupun yang abadi/mutlak

semuanya bersifat tentatif dan situasional. Menurut kaum pragmatis, perolehan ilmu

berasal dari transaksi antara peserta didik dan lingkungan.

5. Eksistensialisme

Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia

sebagai individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas, seorang

eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing

individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar (wikipedia). Inti ajaran

17

Page 18: Makalah Chapter 6.docx

ini adalah respek terhadap individu yang unik pada setiap orang. Eksistensi

mendahului esensi. Kita lahir dan eksis lalu menentukan dengan bebas esensi kita

masing-masing.

Para filosof eksistensialis menyepakati adanya tiga hal yaitu: pertama ,

kesedihan dan penderitaan adalah kondisi yang diperlukan yang harus dialami. Ketika

seseorang berpura- pura memilih sesuatu di mana hampir tidak ada kesedihan dan

penderitaan, orang tersebut sebenarnya tidak memilih sama sekali. Kedua,

pengalaman umum setiap manusia ketika berhadapan dengan hal yang tak dapat

dihindari, penderitaan mengambil rupa kebosanan atau kecemasan, sikap apatis atau

rasa takut. Fungsi nilai eksistensialis adalah membebaskan manusia dari penderitaan

yang melemahkan manusia. Ketiga, nilai eksistensialis menitikberatkan pada

kesadaran, membangkitkan hasrat, dan tekad seseorang untuk melibatkan segenap

kemampuannya (Robert: 1962).

Eksistensialisme lebih merupakan proses berfilsafat. Mewakili perasaan putus

asa dan harapan, panggilan untuk merenungkan tentang eksistensi serta esensi diri

dalam kehidupan dunia yang sementara. Pendidikan yang didasari aliran

eksistensialis lebih menekankan kebebasan kepada peserta didik untuk merenungkan

jati dirinya kemudian memilih suatu pilihan cerdas yang akan menjadi acuan jalan

hidupnya. Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan akal budi yang berasal dari

dalam diri manusia itu sendiri untuk menentukan apayang akan dilakukan dalam

hidupnya (Christy: 2012).

6. Posmodernisme

Penganut aliran ini berpendapat, bahwa periode sejarah modern telah berakhir,

dan kita sekarang hidup di era posmodern. Mereka menilai bahwa tidak ada

kebenaran yang universal. Bahkan para Posmodernis memandang klaim seperti itu

mengandung unsur kepentingan tertentu. “Apa yang anda fikirkan mendengar

‘saudagar obat’ di pasar tradisional yang mengklaim bahwa obatnya pasti

18

Page 19: Makalah Chapter 6.docx

menyembuhkan”? mungkin anda yang “berilmu” menjawab: Ah. Ini barangkali

tipuan. Apa pula reaksi anda ketika mendengar orasi politik dari seorang calon kepala

daerah tentang “perubahan”? anda juga mungkin berfikir: “jangan-jangan..??.

Reaksi yang sama ditunjukkan oleh pencetus posmodernis, mereka menuduh

ada agenda tertentu dibalik sebagian hasil riset maupun pemikiran ilmuan, ilmuan

sosial, dan pendidik yang di “sponsori” oleh kaum-kaum elit yang memegang

kekuasaan. Kondisi ini membuat mereka muak, karena situasi ini merugikan bagi

lapisan masyarakat tertentu. Yang dirugikan bisa saja golongan ekonomi lemah,

golongan suku, ras, profesi, peradaban, kepercayaan dan sebagainya. Situasi seperti

ini banyak terjadi dalam praktek pendidikan baik di Amerika maupun di Indonesia.

Kita tentu ingat bagaimana “sejarah baku” dari pakar sejarah yang telah

“mengecilkan” dan “membesarkan” perjuangan suku tertentu dalam proses

kemerdekaan Republik Indonesia. “Sejarah baku” tersebut dimuat dalam kurikulum

pembelajaran di sekolah, sehingga peserta didik menganggap bahwa itu adalah

kebenaran mutlak. Padahal belum tentu itu benar, barangkali ada muatan tertentu

yang memberikan keuntungan bagi satu pihak. Sehingga pendidikan menjadi ajang

perebutan pengaruh secara ekonomi, suku, kepercayaan, gender dan sebagainya.

Akibatnya pendidikan yang awalnya diperuntukkan bagi kemajuan semua, justru

berubah menjadi marjinalisasi. Ujungnya, kelompok masyarakat marginal tersebut

tetap saja terpinggirkan meski telah mengikuti program pendidikan (Paulo Freire:

2000).

Menurut kaum posmodernis, pendidikan haruslah memfasilitasi semua

golongan. Hal itu dilakukan dengan memberikan pengetahuan utuh (tidak dipotong-

potong) kepada peserta didik. Misalnya, guru-guru di sekolah dasar harus memberi

tahu bahwa huruf dan angka yang mereka gunakan tidak berasal dari peradaban yang

sama. Baru akhir-akhir ini kita melihat tulisan-tulisan mengenai angka, bahwa angka

19

Page 20: Makalah Chapter 6.docx

yang digunakan diseluruh dunia ternyata berasal dari arab (Purnomo.W. Yoppy:

2013).

Bagi mahasiswa kedokteran misalnya, mereka harus diberikan informasi utuh

mengenai tokoh-tokoh kedokteran. Berapa lama anggapan bahwa Avicena bukan

ilmuan kedokteran yang beragama islam? Sehingga mahasiswa muslim merasa

pendahulunya tidak memberikan sumbangan apa-apa dalam bidangnya. Berapa

banyak pula filsuf, pakar matematika, astronomi, yang berasal dari peradaban islam

tidak disebutkan dalam buku-buku barat? Hal ini merupakan contoh praktek

marginalisasi yang dilakukan oleh barat selama berabad-abad. Sehingga mereka

menyulap ras mereka menjadi ras tertinggi di planet ini.

3.2 Teori Pendidikan

Filsafat menyajikan pandangan umum tentang realitas, tidaklah mudah untuk

langsung mengadopsi hal tersebut pada tahap praktek. Namun filsafat merupakan cara

berfikir umum menyeluruh dan mendalam untuk dijadikan landasan pembentukan

teori. Teori-teori inilah yang kemudian digunakan untuk menjelaskan banyak

fenomena secara khusus. Teori pendidikan membahas peran serta fungsi sekolah,

kurikulum, pengajaran, dan pembelajaran. Ada beberapa teori pendidikan yang

diturunkan dari paham filsafat tertentu yang selanjutnya dijadikan acuan guru dalam

melaksanakan proses di sekolah.

1. Esensialisme

Teori ini memberi tekanan bahwa sekolah sebagai institusi yang mentransfer

budaya, haruslah menjaga esensi dari peradaban manusia yang telah berlangsung

lama. Tidak perlu mengubahnya, karena nilai-nilai dari peradaban tersebut sudah

menjadi bagian proses pembentukan manusia, terlalu naif harus mempertaruhkan

nilai-nilai yang telah teruji tersebut dengan sesuatu yang baru. Teori esensialisme

20

Page 21: Makalah Chapter 6.docx

berakar pada idealisme dan realisme, yang mengklaim bahwa kebenaran itu kekal dan

universal.

Penggunaan atau penerapan metode baru yang mengurangi nilai pendidikan,

dianggap sebagai sesuatu yang “merusak” tatanan nilai yang telah ada. Bagi para

esensialis, kita tidak perlu mengahabiskan banyak waktu dan energi untuk terus

menerus mencari dan menemukan metode baru dalam pembelajaran.

Kebijakan yang memberikan toleransi atas suatu yang baku juga ditolak oleh

orang-orang esensialis. Kita masih ingat sewaktu di sekolah dasar maupun disekolah

menengah ada beberapa kebijakan mengenai pakaian, rambut, aksesoris dan

sebagainya. Hal itu merupakan sebagian wujud pengaruh esensialisme pada sekolah-

sekolah di Indonesia. Begitu juga dengan standar nilai, kaum esensialis menganggap

perlu di buat pembagian materi-materi pembelajaran sekaligus membuat ambang

batas nilai dari suatu materi pelajaran.

Membuat patokan nilai, bermaksud untuk mengetahui sejauh mana kemajuan

pendidikan di suatu sekolah maupun wilayah tertentu. Di indonesia hal ini tentu juga

telah di adopsi oleh pemerintah, dimana sejak tahun 2003 dilakukan ujian nasional

yang distandarisasi secara nasional. Namun, kebijakan tersebut hingga sekaranng

masih meninggalkan pekerjaan rumah bagi institusi yang terkait.

Para esensialis berpendapat bahwa sekolah adalah tempat penanaman

pengetahuan-pengetahuan mendasar yang dibutuhkan peserta didik dalam menjalani

hidup di tengah-tengah masyarakat. Misalnya: apa yang dibutuhkan seseorang untuk

jadi kepala desa? Apakah ilmu nuklir? Tentu tidak! Apa yang dibutuhkan seseorang

untuk menjadi Fisikawan nuklir? Apakah ilmu politik? Juga tidak! Tapi kita sepakat

bahwa, untuk apapun itu, kemampuan dasar yang harus dimiliki seseorang secara

sederhana adalah: bahasa, berhitung, ilmu tentang alam, ilmu tenatang nilai, ilmu

tentang sosial.

21

Page 22: Makalah Chapter 6.docx

2. Perenialisme

Seperti dikutip Muhammad Noor Syam (1984), Brameld menyatakan ”kaum

perenialisme mereaksi dan melawan kegagalan-kegagalan dan tragedi-tragedi dalam

abad moderen ini dengan kembali pada kepercayaan-kepercayaan yang telah teruji

tangguh, baik mengenahi hakikat realitas, pengetahuan maupun nilai, yang telah

menjadi dasar fundamental bagi abad-abad sebelumnya”.

Pada prinsipnya ada banyak kesamaan antara perenialisme dan esensialisme,

seperti menggunakan materi pelajaran sebagai alat untuk mentransferkan warisan

budaya lintas generasi. Namun perenialisme yang didasarkan pada filsafat realis

aristoteles dan Aquinas, lebih menekankan pada nilai-nilai yang telah berlangsung

lama dan terbukti kehandalannya dalam membangun sistem peradaban. Sehingga

nilai yang ditransferkan tersebut, memberikan dampak pengadopsian ulang bagi

peserta didik.

Di samping mendapatkan pengetahuan dasar, sejarah, bahasa, matematika,

logika, dan sosial, kaum perenialis juga menginginkan anak didik memiliki etika atau

moral atau budi pekerti yang mulia yang sesuai dengan agama atau kepercayaan

masing-masing. Dimana setiap agama akan memerintahkan hidup mulia, hidup

dengan berprilaku baik terhadap sesama, masyarakat, guru maupun orang tua. Akan

tetapi dewasa ini telah terjadi krisis moral yang luar biasa yang menyebabkan anak

didik berjalan semaunya sendiri tanpa melihat dasar-dasar atau prinsip-prinsip moral

yang berlandaskan ajaran agama masing-masing.

Dengan melihat kondisi ini maka kita perlu belajar ke masa lalu dimana para

anak didik dengan hormatnya dan penuh rasa tanggung jawab terhadap tugasnya

masing-masing. Prinsip inilah yang diinginkan oleh perenialisme (Mulyono: 2013).

Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses

mengembalikan keadaan sekarang kepada masa lampau. Perenialisme memberikan

sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktik bagi kebudayaan dan

22

Page 23: Makalah Chapter 6.docx

pendidikan zaman sekarang (Muhammad Noor Syam, 1986: 154). Misalnya, dengan

memberikan buku besar dalam sastra dan sejarah kepada siswa, sehingga mereka

mengenal kembali esensi peradaban bangsanya. Pada awal tahun 60-an, karya

sastrawan besar seperti Prof. Hamka dan sebagainya “berhasil” menanamkan cita rasa

Indonesia di setiap karya beliau. Namun, “Bombardir” Film-film, bacaan, telenovela

barat telah menggerus nilai-nilai yang telah terbangun. Krisis moral tersebut, semakin

hari semakin kental terasa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sekolah, sebagai tempat utama dalam pendidikan, mempersiapkan anak didik

ke arah kematangan akal dengan memberikan pengetahuan (Mulyono: 2013).

Sedangkan tugas utama guru adalah memberikan pendidikan dan pengajaran

(pengetahuan) kepada anak didik. Perenialis juga menolak menggunakan institusi

sekolah sebagai lahan untuk memberikan pelatihan kerja yang berkaitan dengan

ekonomi dan bisnis. Proses pendidikan juga tidak untuk diaraahkan pada kebutuhan

mendesak. Mereka menggarisbawahi bahwa sekolah merupakan institusi penanaman

pengetahuan dasar serta nilai-nilai abadi yang diperlukan siswa untuk mengelola

hidupnya di masa depan.

Di bidang pendidikan, Perenialisme sangat dipengaruhi oleh: Plato,

Aristoteles, dan Thomas Aquinas. Dalam hal ini pokok pikiran Plato tentang ilmu

pengetahuan dan nilai-nilai adalah manifestasi daripada hukum universal. Maka

tujuan utama pendidikan adalah “membina pemimpin yang sadar dan mempraktekan

asas-asas normatif itu dalam semua aspek kehidupan.” Menurut Plato, manusia secara

kodrati memiliki tiga potensi, yaitu : nafsu, kemauan, dan pikiran (Mulyono: 2013).

Bagi Aristoteles, tujuan pendidikan adalah “kebahagiaan”. Untuk mencapai

tujuan pendidikan itu, maka aspek jasmani, emosi, dan intelek harus dikembangkan

secara seimbang. Adapun aplikasi pendidikan kaum Perenialisme memandang

education as cultural regression pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses

23

Page 24: Makalah Chapter 6.docx

mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan masa lampau

yang dianggap sebagai kebudayaan ideal.

3. Progresivisme

Progresifisme berasal dari gerakan reformasi dalam masyarakat Amerika dan

kehidupan politik di akhir abad ke ke-19. Sebagian dari kaum progresifis adalah ingin

membebaskan anak dari sekolah otoriter dan sebagiannya lagi ingin menggunakan

sekolah untuk mereformasi masyarakat. Mereka menolak sistem sekolah tradisional

yang menggunakan metode menghafal, dan manajemen sekolah yang otoriter.

sebaliknya, justru bagi progresifis memberikan waktu bermain lebih bagi pesert didik

lebih baih baik ketimbang memaksakan anak menjadi orang dewasa.

Menutur Mudyaharjo (2006: 142), Progresivisme adalah gerakan pendidikan

yang mengutamakan penyelenggaraan pendidikan disekolah berpusat pada anak

(child centered), sebagai reaksi terhadap pelaksanaan pendidikan yang berpusat pada

guru (teacher-centered) atau bahan pelajaran (subject-centered). Tujuan pendidikan

hendaknya diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang terus-menerus, agar

peserta didik dapat berbuat sesuatu yang inteligen dan mampu mengadakan

penyesuaian dan pennyesuaian kembali sesuai dengan tuntutan dari lingkungan

(Rosid N, Muhammad: 2011).

Dalam misi utama kaum Progresivisme, Mereka ingin membangun sekolah

besar yang efektif dan efisien sehingga dapat menampung lebih banyak, dan

menawarkan kurikulum yang beragam. Kurikulum tersebut barbasiskan aktivitas,

sehingga peserta didik berkesempatan untuk mengeksplorasi lingkungan dan

membangun konsepsi mereka sendiri tentang realitas. Dalam hal guru, mereka

berpendapat bahwa guru perlu dipersiapkan lebih awal terutama dengan memberikan

bekal kepekaan sosial, kasih sayang, psikologi perkembangan anak, bagi calon-calon

guru tersebut. Karena sebagai praktisi, guru harus menciptakan kenyamanan, dan

tahapan perkembangan yang ramah serta mengasosiasi lingkungan untuk belajar,

24

Page 25: Makalah Chapter 6.docx

yang menjadi ciri khas progresifisme. Dengan demikian, menurut Kilpatrick guru

bisa mengubah kelas menjadi kolaboratif dan demokratis.

Praktek yang di tantang: (1) Guru otoriter; (2) Pembelajaran berbasis pada

buku paket; (3) Menghafal pasif informasi faktual. Selanjutnya para progresifis secara

positif menegaskan: (1) Anak harus bebas untuk berkembang; (2) Minat, yang

didorong oleh pengalaman langsung, adalah stimulus yang terbaik untuk belajar; (3)

Guru harus memfasilitasi pembelajaran; (4) Kerjasama yang erat perlu di dorong

antara sekolah dan keluarga; (5) Sekolah progresif harus menjadi laboratorium untuk

eksperimen.

Menentang kurikulum materi pelajaran konvensional, progresifis

bereksperimen dengan kurikulum alternatif, dengan kegiatan, pengalaman pemecahan

masalah, dan proyek. Meskipun demikian tidak berarti bahwa progresif tidak

mendasarkan pengetahuan pada kurikulum dasar, seperti matematika, bahasa, dan

seni. Hanya saja bagi siswa progresif mereka diberikan kebebasan dalam memilih

topik dan menyelidikinya, mereka bisa saja menggunakan lebih banyak buku

ketimbang siswa di sekolah esensialis dan perenialais. Guru progresif berusaha

membebaskan anak dari pembatasan konvensional dan tekanan. Progresif lebih

berorientasi sosial yang disebut rekonstruksi sosial.

4. Teori Kritis

Teori kritis, merupakan teori kontemporer yang sangat berpengaruh terhadap

dunia pendidikan, teori yang dilahirkan dari filsafat dari posmodern, eksistensial, neo-

marxis, teori-teori feminis dan multikultural dan pedagogi pembebasan Paulo Freire.

Teori ini di cetuskan pertama kali oleh Henry Giroux dan Peter McLeren.

Seorang filsuf abad ke-19 Karl Marx, telah memberikan pengaruh yang amat

besar pada teori kritis ini. Ia menyatakan bahwa semua lembaga telah terkonsentrasi

pada basis ekonomi semata. Hal ini berarti bahwa faktor keuntungan pihak-pihak

25

Page 26: Makalah Chapter 6.docx

tertentu menjadi dasar sebuah sistem dari lembaga tertentu berjalan. Sementara

masyarakat minoritas terus didorong hingga benar-benar terpinggirkan.

Dengan kata lain, teori-teori kritis berusaha melakukan eksplanasi, namun

eksplanasi dalam pengertian lain, yakni ekplanasi tentang adanya kondisi-kondisi

yang dinilai palsu, semu, atau tidak benar (seperti “false class consciousness”)

(Nurhidayat: 2013). Tujuannya tak lain untuk pencerahan, emansipasi manusia, agar

para pelaku sosial menyadari adanya pemaksaan tersembunyi, atau hegemoni

(Horkheimer, dalam Bohman, 2005; dalam Nurhidayat: 2013).

Teori kritis menginginkan adanya pengakuan akan status sosial masyarakat

tertentu, terlepas apakah mereka penguasa atau tidak. Mereka menantang kekuatan-

kekuatan suatu ras, etnis, gender, kepercayaan mengontrol lembaga- lembaga sosial,

ekonomi, politik dan sebagainya. Mereka juga menantang kelompok-kelompok kuat

tersebut untuk terus mempertahankan superioritas mereka dan sebaliknya

memarginalisasi kelompok lemah.

Teori kritis ditujukan bagi sekelompok agents, demi penyadaran diri mereka

dalam proses emansipasi dan pencerahan (Nurhidayat: 2013). Toeri kritis ingin

memberikan kesadaran tentang “kekacauan” yang menggunakan isu-isu kekuatan dan

kontrol sosial, ekonomi, politik dan pendidikan. Para penganut teori kritis

berpendapat bahwa kekuatan ekonomi sosial dan politik telah menjadikan sekolah

sebagai tempat untuk mereproduksi dan mempertahankan status istimewa mereka.

Misalnya, anak-anak dari kelas dominan mengikuti pendidikan di sekolah-sekolah

bergengsi, yag mempersiapkan mereka untuk karir yanng strategis dalam ekonomi,

politik bisnis industri dan pemerintahan. Sementara dari kelompok bawah “dipaksa”

untuk menerima keadaan akan lembaga pendidikan yang diperuntukkan bagi mereka.

Situasi ini justru melemahkan mereka dalam mencapai potensi tertinggi. Hal ini

biasanya karena tidak dibiayai secara maksimal.

26

Page 27: Makalah Chapter 6.docx

Dalam hal kurikulum, sekolah-sekolah pinggiran tersebut, didoktrinisasi oleh

kekuatan-kekuatan yang mengontrol. Sehingga sedikit sekali ruang bagi mereka

untuk berinisiatif. Hal ini membuat para penganut teori kritis berfikir bahwa

sesungguhnya ada dua kurikulum yang sedang dijalankan, yakni kurikulum resmi dan

kurikulum tersembunyi. Kurikulum resmi merupakan kurikulum yang telah

diamanatkan oleh pemerintah. Kurikulum resmi mengharuskan guru untuk

mengajarkan keterampilan tertentu dalam berbagai mata pelajaran yang tersusun.

Sedangkan kurikulum tersembunyi merupakan muatan-muatan tertentu dalam

pembelajaran, yang “memaksakan” siswa untuk menyetujui suatu informasi baik

yang berhubungan dengan prilaku sosial maupun kecenderungan suatu peradaban.

Kurikulum tersembunyi tersebut dapat berasal dari konten-konten materi pelajaran

maupun budaya sekolah yang dibentuk melalui kebijakan-kebijakan pihak tertentu.

Penganut teori kritis tidak menganggap hal tersebut sebagi suatu yang tidak

bisa dihindari. Mereka percaya bahwa guru dapat mengubah sekolah menjadi ruang

publik yang demokratis. Teori kritis ingin siswa membangun sendiri makna

pengetahuan nilai-nilai dalam konteks lokal mereka. Guru harus memulai dengan

memberikan kesadaran kepada siswa akan ketimpangan situasi tersebut. Dalam

konsepsi teoretisi kritis, fenomena sosial harus diamati dalam konteks kesejarahannya

yang utuh ( Alvesson dan Skoldberg, 2000 12).

Penganut paham teori kritis ingin guru (baik dalam mempersiapkan guru) untuk: (1)

Mengetahui siapakah pihak yang mempunyai hasrat untuk memperbaiki sistem

sekolah; (2) membantu siswa mereka untuk mengeksplor diri, agar mereka

mengetahui siapa diri mereka sesungguhnya; (3) berkolaborasi dengan masyarakat

untuk perbaikan sekolah dan masyarakat; (4) bergabung dengan guru lain yang

mempunyai visi sama dalam mereformasi pendidikan; (5) berpartisipasi dalam dialog

kritis tentang isu-isu politik, sosial, ekonomi, dan pendidikan yang dihadapi

masyarakat.

27

Page 28: Makalah Chapter 6.docx

BAB IV

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

landasan filsafat pendidikan adalah asumsi filosifis yang dijadikan titik tolak

dalam rangka studi dan praktek pendidikan, ada lima filsafat yang menjadi acuan

dasar pendidikan yaitu: Idealisme, Realisme, Pragmatisme, Ekistensialisme,

Posmoderenisme. filosofi intelektual pendidikan yang memberi makna pada

28

Page 29: Makalah Chapter 6.docx

pengajaran dengan menghubungkan permintaan harian dengan komitmen profesional

dan arah jangka panjang. Sebuah kerangka konseptual memberikan kontribusi untuk

suatu keterpaduan profesional yang membantu guru menempatkan tujuan jangka

pendek ke dalam hubungan dengan tujuan jangka panjang.

29