bab ii mira-cod.scr--.docx

69
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan Umum Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pneumonia 1. Pengertian Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. (Ngastiyah, 2005 : 57), Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru (Mansjoer, 2008 ). 2. Klasifikasi Klasifikasi pneumonia menurut mansjoer (2008),dibagi atas dasar anatomis dan etiologis 2.1. Pneumonia dibagi atas dasar anatomis dan etiologis. 2.1.1. Pneumonia lobaris 2.1.2. Pneumonia lobularis (Bronkopneumonia) 8

Upload: rahmad-fitra

Post on 21-Dec-2015

248 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjuan Umum Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pneumonia

1. Pengertian

Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-

macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. (Ngastiyah, 2005

: 57), Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang

mengenai parenkim paru (Mansjoer, 2008 ).

2. Klasifikasi

Klasifikasi pneumonia menurut mansjoer (2008),dibagi atas dasar

anatomis dan etiologis

2.1. Pneumonia dibagi atas dasar anatomis dan etiologis.

2.1.1. Pneumonia lobaris

2.1.2. Pneumonia lobularis (Bronkopneumonia)

2.1.3. Pneumonia intersitialis (Bronkiolitis)

2.2. Berdasarkan Etiologi

2.2.1Bakteri :Diploccocus Pneumoniae, Pneumoccocus, Streptococcus

Hemolyticus, Streptococcus Aurens, Hemophilus Influenzae, Bacillus

Friedlander, Mycobacterium Tuberculosis.

a. Virus : Respiratory Syncitial Virus, Virus Influenza, Adenivirus,

Virus Sitomegalik.

8

b. Mycoplasma pneumonia.

c. Jamur :Hitoplasma capsulatum, cryptococcus neoformans,

blastomyces dermatitides, coccidioides immitis, aspergillus

species, candida albians.

d. Aspirasi :Makanan, kerosen (bensin, minyak tanah), cairan

amnion, benda asing.

e. Pneumonia hipostatik.

f. Sindrom loeffler

2.3. Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Umur

2.3.1.Kelompok umur < 2 bulan

a. Pneumonia berat

Bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti menyusu

(jika sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk yang

tidak wajar atau sulit bangun, stridor pada anak yang tenang,

mengi, demam (38ºC atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah (di

bawah 35,5 ºC), pernapasan cepat 60 kali atau lebih per menit,

penarikan dinding dada berat, sianosis sentral (pada lidah),

serangan apnea, distensi abdomen dan abdomen tegang.

b. Bukan pneumonia

Jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per menit

dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti di atas.

9

2.3.2.Kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun

a. Pneumonia sangat berat

Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis

sentral, tidak dapat minum, adanya penarikan dinding dada,

anak kejang dan sulit dibangunkan.

b. Pneumonia berat

Batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding dada,

tetapi tidak disertai sianosis sentral dan dapat minum.

c. Pneumonia

Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa

penarikan dinding dada.

d. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa)

Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau

penarikan dinding dada.

e. Pneumonia persisten

Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah

diobati selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang kuat dan

antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding

dada, frekuensi pernapasan yang tinggi, dan demam ringan

3. Etiologi (Bakteri Ex : Berbagai kokus, hemophillus influenza)

3.1.1. Virus

10

3.1.2. Mycoplasma pneumonia

3.1.3. Jamur

3.1.4. Aspirasi (makanan, kerosen, amnion dsb) (Ngastiyah, 2005 : 57)

4. Patofisiologi

Bakteri penyebab terisap perifer melalui saluran nafas menyebabkan

reaksi jaringan berupa edema, yang mempermudah poliferasi dan penyebaran

kuman. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadinya

serbukan sel PMN (polimorfonuklear), febrin, eritrosit, cairan edema dan

kuman di alveoli dan proses fagositosis yang cepat. Dilanjutkan stadium

resolusi, dengan peningkatan jumlah sel makrofag di alveoli, degenerasi sel

dan menipisnya fibrin, serta menghilangnya kuman dan debris (Mansjoer,

2008 : 466).

5. Manifestasi Klinis

5.1. Manifestasi non spesifik dan toksitas berupa demam, sakit kepala,

iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal.

5.2. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu,

ekspektorasi sputum, nafas cuping hidung, sesak nafas, air hunger,

merintih dan sianosis.

5.3. Retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernafas

bersama dengan peningkatan frekuensi nafas) perkusi pekak, fermitus

melemah, saluran nafas melemah, dan ronki.

11

5.4. Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak ekskrusi dada

tertinggal di daerah efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara nafas

tubeler tepat di atas batas cairan, friction rub, nyeri dada, kaku

kuduk/meningimus.

5.5. Tanda infeksi ekstrapulmonal.(Mansjoer, 2008 : 466)

6. Komplikasi

6.1. Efusi pleura dan empiema.

Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada infeksi bakterial akut

berupa efusi parapneumonik gram negatif sebesar 60%, staphyloccocus

aurens 50%, S. Pneumoniae 40-60%, kuman an aerob 35%. Sedangkan

pada mycoplasma pneumoniae sebesar 20%. Cairannya transudat dan

steril, terkadang pada infeksi bakterial terjadi empiema dengan cairan

eksudat.

6.2. Komplikasi sistemik.

Dapat terjadi akibat invasi kumabn atau bakteriamia beurpa meningitis.

Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia pada infeksi kronik,

peninggian ureum dan enzim hati. Adang-kadang terjadi peninggian

fosfatase alkali dan bilirubin akibat adanya kolestatis intrahepatik.

6.3. Hopoksemia akibat gangguan disfusi.

Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia pada masa anak-anak

tetapi dapat juga oleh infeksi berulang dilokasi bronkus distal pada cystic

12

fibrosis atau hipogamaglobulinemia. Tuberkulosis atau pneumonia

nekrotikans (Misnadiarly, 2008).

B. Tinjauan Umum Tentang Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian

ISPA Pneumonia

1. Pengetahuan

1.1. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang

mengadakan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan

terhadap obyek terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,

2007).

1.2. Proses Adopsi Perilaku

1.2.1.Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

1.2.2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

1.2.3.Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut

bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi

1.2.4.Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

1.2.5.Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

1.3. Tingkat Pengetahuan

13

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (ovent behavior). Pengetahuan yang

tercakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan (Notoatmodjo,

2007).

1.3.1.Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan

yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk

mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu

menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan

sebagainya.

1.3.2.Memahami (Comprehention)

Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang obyek yang diketahui dan dimana dapat

menginterprestasikan secara benar. Orang yang telah paham terhadap

objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang

dipelajari.

1.3.3.Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi riil (sebenarnya).

14

1.3.4.Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau

suatu obyek kedalam komponen-komponen tetapi masih di dalam

struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

1.3.5.Sintesis (synthesis)

Sintesis yang dimaksud menunjukkan pada suatu kemampuan untuk

melaksanakan atau menghubungkan bagianbagian di dalam suatu

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.

1.3.6.Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemempuan untuk melakukan

penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu

berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan

kriteria-kriteria yang telah ada.

1.4. Factor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

pengetahuan antara lain:

1.4.1.Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yeng

15

menentukan manusia berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai

keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan dapat mempengaruhi

seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup

terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam

pembangunan, pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang

makin mudah menerima informasi (Wawan dan Dewi, 2010).

1.4.2.Pekerjaan

Menurut Thomas, pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan

terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga.

Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak

merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan

banyak tantangan (Wawan dan Dewi, 2010).

1.4.3.Umur

Menurut Elisabeth BH, usia adalah umur individu yang terhitung

mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut

Hurlock semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja (Wawan dan

Dewi, 2010).

1.4.4.Sosial Ekonomi

Keadaan social ekonomi keluarga sangat berpengaruh terhadap

pemberian makanan pendamping ASI pada bayi. Dalam memenuhi

kebutuhan pokok primer maupun sekunder keluarga dengan status

16

ekonomi baik akan lebih mudah tercukupi dibanding keluarga

dengan status ekonomi yang rendah. Hal ini akan mempengaruhi

pemenuhan kebutuhan akan informasi pengetahuan yang masuk

kebutuhan sekunder.

1.4.5.Pengalaman

Pengalaman seorang individu tentang berbagai hal bias diperoleh dari

lingkungan kehidupan dalam proses perkembangannya, misal

seseorang mengikuti kegiatan kegiatan yang mendidik yaitu seminar,

berorganisasi dapat memperluas jangkauan pengalamannya, karena

dari berbagai kegiatan tersebut informasi tentang suatu hal dapat

diperoleh.

1.4.6.Faktor Lingkungan

Menurut Ann Mariner, lingkungan merupakan seluruh kondisi yang

ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi

perkembangan dan perilaku orang atau kelompok (Wawan dan Dewi,

2010).

1.4.7.Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi

dari sikap dalam menerima informasi. Di samping itu ada juga

budaya yang sudah turun temurun berlaku di masyarakat, yaitu

budaya untuk memberikan makanan pendamping ASI dini pada bayi.

Perilaku seperti ini merupakan perilaku turun temurun yang dilihat

17

ibu balita dari ibunya. Budaya seperti ini merupakan unsur budaya

yang salah karena pemberian MP-ASI terlalu dini kepada bayi dapat

mempengaruhi pencernaan bayi (Wawan dan Dewi, 2010).

2. Sikap

2.1. Pengertian Sikap

Sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri,

orang lain, obyek atau isue (Azwar A, 2006). Sedangkan menurut

Notoatmojo (2007), sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang

yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmojo, S,

2007).

2.2. Komponen Sikap

Struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang yaitu (Azwar

A, 2006):

2.2.1.Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh

individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan

stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan

penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau

problem yang kontroversial.

2.2.2.Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek

emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling

dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling

bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah

18

mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan

perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.

2.2.3.Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku

tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi

tendensi atau kecenderungan untuk bertindak/bereaksi terhadap

sesuatu dengan cara-cara tertentu. Dan berkaitan dengan objek yang

dihadapinya adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap

seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku.

2.3. Tingkatan Sikap

Menurut Notoatmodjo (2007), Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu :

2.3.1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (obyek).

2.3.2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikASI sikap

karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau

mengerjakan tugas yang diberikan. Lepas pekerjaan itu benar atau

salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut.

2.3.3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan

orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat

19

tiga, misalnya seorang mengajak ibu yang lain (tetangga, saudaranya,

dsb) untuk menimbang anaknya ke posyandu atau mendiskusikan

tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu telah mempunyai sikap

positif terhadap gizi anak.

2.3.4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi. Misalnya

seorang ibu mau melarang suami merokok disamping anak-anaknya,

meskipun mendapatkan tantangan dari suaminya sendiri.

2.4. Sifat Sikap

Sikap dapat bersifat positif dan dapat bersifat negatif (Purwanto, 2008).

2.4.1. Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati,

menyenangi, mengharapkan obyek tertentu.

2.4.2. Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari,

membenci, tidak menyukai obyek tertentu.

2.5. Ciri – Ciri Sikap

Ciri-ciri sikap adalah (Purwanto, 2008):

2.5.1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari

sepanjang perkembangan itu dalam hubungan dengan obyeknya.

Sifat ini membedakannnya dengan sifat motif-motif biogenis seperti

lapar, haus, kebutuhan akan istirahat.

20

2.5.2. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap

dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan

syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.

2.5.3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan

tertentu terhadap suatu objek dengan kata lain, sikap itu terbentuk,

dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek

tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.

2.5.4. Objek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga

merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

2.5.5. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat

alamiah yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau

pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.

2.6. Cara Pengukuran Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap

seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan

sesuatu mengenai obyek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap

mungkin berisi atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai obyek sikap,

yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau memihak pada obyek sikap.

Pernyataan ini disebut dengan pernyataan yang favourable. Sebaliknya

pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal negatif mengenai obyek sikap

yang bersifat tidak mendukung maupun kontra terhadap obyek sikap.

Pernyataan seperti ini disebut dengan pernyataan yang tidak favourabel.

21

Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas pernyataan

favorable dan tidak favorable dalam jumlah yang seimbang. Dengan

demikian pernyataan yang disajikan tidak semua positif dan tidak semua

negatif yang seolah-olah isi skala memihak atau tidak mendukung sama

sekali obyek sikap (Azwar, A, 2006).

3. Peberian ASI Eksklusif

3.1. Pengertian

ASI eksklusif adalah bayi yang hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan

lain seperti susu formula, jeruk, madu, air, teh, air putih dan tanpa tambahan

makanan padat seperti pisang, papaya, bubur, susu, biscuit, bubur nasi dan

tim sampai dengan usia 6 bulan (Waryana, 2010).ASI eksklusif adalah Air

Susu Ibu yang diberikan kepada bayi sampai bayi berusia 6 bulan tanpa

diberikan makanan dan minuman, kecuali obat dan vitamin (SK Menteri

Kesehatan No.450/Menkes/SK/IV/2004).

3.2. Kandungan zat yang terdapat dalam asi di antaranya sebagai berikut :

3.2.1.Air

ASI mengndung 88,1 % air sehingga asi yang di minum bayi sudah

mencukupi kebutuhan dan sesuai dengan kesehatan bayi

3.2.2.Karbohidrat

Karbohidrat terbanyak dalam ASI adalah laktosa jumlahnya pun lebih

banyak dari pada susu sapi,laktosa di perlikan dalam pembentukan

22

otak serta memiliki struktur kimiawi berupa sepasang gula,yaitu

glukosa dan galaktosa.

3.2.3.Bahan larut

ASI mengandung bahan larut yang rendah bahan larut tersebut terdiri

atas 3,8 5 lemak,0,9% protein,7 % laktosa,dan 0,2 % bahan bahan lain

,salah satu fungsi air adalah untuk menguras kelebihan bahan bahan

larut melalui air seni

3.2.4.Protein

ASI mengandung protein yang tinggi dengan dua macam protein

utama yaitu whey dan kosein whwy adalah protein halus,lembut sreta

mudah di cerna.kasein adalah protein yang kasar ,bergumpal dan sukar

di cerna oleh usus bayi.

3.2.5.Taurin,DHA,dan AA

Taurin adalah asam amino ke dua yang terbanyak dalam asi seta

berfungsi sebagai neuro transmitter dan berpoeran penting dalm proses

pematangan sel otak,kekurangan taurin dapat menyebabkan gangguan

pada retina mata, DHA dan AA adalah asam lemak tak jenuh berantai

panjang yang di poerlukan untuk sel sel otak secara optimal

3.2.6.Zat kekebalan tubuh

ASI mengndung zat kekebalan tubuh antara lain imunoglobin dan sel

sel darah putih hidup yang diperlukan untuk membantu kekebalan

tubuh bayi

23

3.2.7.Laktoferin dan lisosom

ASI mengandung pengangkut zat besi dalam arah yang di sebut

laktoferin membiarkan bakteri usus baik untuk bekerja misalnya

menghasilkan vitamin dalam usus sedangkan bakteri jahat yang

menyebakan penyakit akan di hancurkan (Riksani, 2011).

3.3. Manfaat ASI

3.3.1.Bayi mendapkan nutrisi dan enzim terbaik yang di butuh kan

3.3.2.Bayi mendapat kekebalan tubuh serta perlindungan dan kehangatan

melalui kontak kulit dengan ibunya

3.3.3.Meningkatkan sensitivitas ibu akan kebutuhan bayinya

3.3.4.Mengurangi perdarahan serta konservasi zat besi, protein, dan zat

lainya mengingat ibu tidak haid selama menyusui sehingga menghemat

zat yang terbuang

3.3.5.Penghematan anggran karena tidak perlu membeli susu dan segala

perlengkapanya

3.3.6.ASI eksklusif dapat menurunkan angka kejadian alergi, terganggunya

pernafasan, diare dan obesitas pada anak (Riksani,2012:31).

3.4. Komposisi ASI

3.4.1.Kolostrum

Merupakan cairan pertama yang keluar dari klenjar payudara dan

keluar dari hari ke satu sampai hari ke tujuh.lebih banyak mengandung

protein, sedangkan karbohidrat dan lemaknya lebih rendah di banding

24

ASI matur,volume berkisar 14-30 ml/24 jam. Kolostrum adalah ASI

adalah yang keluar pada beberapa hari pertama kelahiran,biasanya

berwarna kuning kental.air susu ini kaya akan protein dan zat

kekebalan tubuh,atau imunoglobin IgA (untuk melindungi bayi dari

berbagai penyakit infeksi terutama diare), (IgG,dan IgM) mengandung

lebih sedikit lemak dan karbohidrat ,pada awal menyusui kolostrum

yang keluar mungkin hanya sebanyak satu sendok the,namun ibu tidak

perlu khawatir dengan jumlah kolostrum yang sedikit itu pada hari hari

pertama bayi tidak memerlukan banyak makanan karena masih ada

cadangan makanan yang di bawa sejak dalam kandungan Kolostrum

berperan melapisi dinding usus bayi dan melindungi dari bakteri,

kolostrum juga merupakan pencahar ideal yang berperan

mengeluarkan zat yang tidak terpakai dari usus bayi baru lahir serta

mempersiapkan saluran pencernaan untuk bias menerima makanan

bayi berikutnya, produksi kolostrum akan brerkurang perlahan saat

ASI keluar yaitu pada hari ke-3 hingga hari ke -5 jimlah kolostrum

memang sangat sdikit volumenya hanya 150-300ml/24 jam

(Riksani,2011:16).

3.4.2.ASI Transisi

Adalah asi yang di produksi hari ke 4 sampai ke 7 sampai hari ke 10 -

14,kadar protein berkurang sedangka kadar karbohidrat dan lemak

meningkat,volume semakin meningkat (Ruesli,2005:26) Setelah masa

25

adaptasi dengan perlindungan kolostrum,payudara akan menghasilkan

susu permulaan atau transisi yang lebih bening dan jumlah nya lebuh

banyak kadar imunoglobin dan protein menurun ,sdangkan lemak dan

laktosa meningkat

3.4.3.ASI mature

Merupakan ASI yang di produksi sejak hari ke 14 dan

seterusnya,komposisi relative konstan. Pada ibu yang sehat dan

memiliki jumlah asi yang cukup,ASI ini merupakan makanan satu satu

nya yang paling baik bagi bayi sampai usia 6 bulan (Ruesli,2005:26).

4. Pemberian Imunisasi

4.1. Pengertian

Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dananak dengan

memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh bayi membuat zat anti untuk

mencegah terhadap penyakit tertentu (Alimul, 2008).

4.2. Tujuan

4.2.1.Menurut Kepmenkes (2005) yang dikutip Atikah (2010), menurunkan

angka kesakitan dan angka kematian bayi akibat PD3I. Penyakit yang

dimaksud anatara lain Difteri, Tetanus, Pertusis, Campak, Polio dan

TBC.

4.2.2.Pemberian imunisasi pada anak mempunyai tujuan agar tubuh kebal

terhadap penyakit tertentu, kekebalan tubuh juga dapat dipengaruhi

oleh beberapa faktor di antaranya terdapat tingginya kadar antibodi

26

pada saat dilakukan imunisasi, potensi antigen yang disuntikkan,

waktu antara pemberian imunisasi, mengingat efektif dan tidaknya

imunisasi tersebut akan tergantung dari faktor yang mempengaruhinya

sehingga kekebalan tubuh dapat diharapkan pada diri anak (Alimul,

2008).

4.3. Manfaat

4.3.1.Bagi Anak

Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan

kemungkinan cacat atau kematian.

4.3.2.Bagi Keluarga

Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit.

Mendorong pembentukkan keluarga apabila orang tua yakin bahwa

anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.

4.3.3.Bagi Negara

Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan

berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.

4.4. Jenis Kekebalan

4.4.1.Kekebalan Aktif

Adalah pemberian kuman atau racun yang sudah dilemahkan atau

dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi

antibodi sendiri Contohnya adalah imunisasi polio dan campak.

27

Imunisasi aktif biasanya dapat bertahan untuk beberapa tahun dan

sering sampai seumur hidup. Kekebalan aktif dibagi dua yaitu :

a. Kekebalan aktif alami ( naturally acquired immunity), dimana

tubuh anak membuat kekebalan sendiri setelah sembuh dari suatu

penyakit. Misalnya anak yang telah menderita campak setelah

sembuh tidak akan terserang lagi karena tubuhnya telah membuat

zat penolak terhadap penyakit tersebut.

b. Kekebalan aktif buatan (artificially induced active immunity) yaitu

kekebalan yang diperoleh setelah orang mendapatkan vaksinasi

Misalnya anak diberi vaksin BCG, DPT, Campak dan lainnya.

4.4.2.Kekebalan Pasif

Adalah suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara

pemberian zat imunoglobin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu

proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang

di dapat bayi dari ibu melalui plasenta) atau binatang (bisa ular) yang

digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh

yang terinfeksi, Imunisasi pasif dibagi menjadi dua :

a. Kekebalan pasif alami atau kekebalan pasif bawaan yaitu

kekebalan yang diperoleh bayi sejak lahir dari ibunya. Kekebalan

ini tidak berlangsung lama (± hanya sekitar 5 bulan setelah bayi

lahir).

28

b. Kekebalan pasif buatan yaitu kekebalan yang diperolah setelah

mendapat suntikan zat penolak misalnya pemberian suntikan ATS

4.5. Syarat Pemberian Imunisasi

Paling utama adalah anak yang akan mendapat imunisasi harus dalam

kondisi sehat. Sebab pada prinsipnya imunisasi itu merupakan pemberian

virus dengan memasukkan virus, bakteri, atau bagian dari bakteri ke dalam

tubuh dan kemudian menimbulkan antibodi (Hanum, 2010) Imunisasi tidak

boleh diberikan hanya pada kondisi tertentu misalnya anak mengalami

kelainan atau penurunan daya tahan tubuh misalkan gizi buruk atau penyakit

HIV/AIDS.

4.6. Macam-macam Imunisasi Dasar Wajib

Ada 5 jenis imunisasi dasar menurut Hasuki Irfan (2007) dikutip Atikah

(2010), yang diwajibkan oleh pemerintah. Imunisasi dasar atau PPI (Program

Pengembangan Imunisasi) antara lain :

4.6.1. Imunisasi BCG (Bacille Calmette Guerin)

a. Tujuan

Imunisasi BCG bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif

terhadap penyakit tuberculosis (TBC) pada anak (Atikah, 2010).

b. Kriteria Penyakit

Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh myobacterium

tuberculosis. Penyebarannya melalui pernafasan lewat bersin atau

batuk. Gejala awal penyakit ini adalah lemah badan, penurunan

29

berat badan, demam dan keluar keringat pada malam hari. Gejala

selanjutnya adalah batuk terus menerus, nyeri pada dada dan

mungkin batuk darah. Gejala lain tergantung organ yang diserang.

Tuberculosis dapat menyebabkan kelemahan dan kematian.

Seseorang yang terinfeksi myobacterium tuberculosis tidak selalu

menjadi sakit tubercolusis aktif. Beberapa minggu (2-12 minggu)

setelah terinfeksi terjadi respon imunitas selular yang dapat

ditunjukkan dengan uji tuberkulin (Ranuh, 2011).

c. Vaksin

Vaksin TBC mengandung kuman bacillus calmette guerin yang

dibuat dari bibit penyakit atau virus hidup yang sudah dilemahkan.

d. Waktu pemberian (BCG diberikan pada umur < 3 bulan)

e. Cara Dan Dosis Pemberian

Pemberian imunisasi ini dilakukan secara Intra Cutan (IC) di

lengan kanan atau paha kanan atas dengan dosi 0,1 ml untuk anak

diatas 1 tahun, pada bayi baru lahir 0,05 ml.

4.6.2. Imunisasi Hepatitis B

a. Tujuan

Imunisasi Hepatitis B bertujuan untuk mendapatkan kekebalan aktif

terhadap penyakit Hepatitis B (Atikah, 2010)

30

b. Kriteria penyakit

Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Hepatitis B

yang merusak hati. Penyebaran penyakit ini terutama melalui

suntikan yang tidak aman, dari ibu ke bayi selam proses persalinan,

melalui hubungan seksual. Infeksi pada anak biasanya tidak

menimbulkan gejala. Gejala yang ada adalah merasa lemah,

gangguan perut dan gejala lain seperti flu. Urine menjadi kuning,

kotoran menjadi pucat, warna kuning bisa terkihat pada mata

ataupun kulit. Penyakit ini bisa menjadi kronis dan menimbulkan

Cirrosis hepatic yakni kanker hati dan menimbulkan kematian.

c. Vaksin

Vaksin ini terbuat dari bagian virus Hepatitis B yang dinamakan

HbsAg, yang dapat menimbulkan kekebalan tetapi tidak

menimbulkan penyakit.

d. Waktu Pemberian

Imunisasi Hepatitis B diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12

jam) setelah bayi lahir. Khusus bagi bayi yang lahir dari seorang ibu

pengidap virus hepatitis B, harus dilakukan imunisasi pasif

memakai imunoglobulin khusus antu hepatitis B dalam waktu 24

jam kelahiran. Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali dengan

selang waktu 1 bulan antara suntikan Hb 1 dengan Hb 2, serta

selang waktu 5 bulan antara suntikan Hb 2 dengan Hb 3.

31

f. Cara dan Dosis Pemberian

Hepatitis B disuntikkan secara Intra Muscular (IM) di daerah paha

luar dengan dosis 0,5 ml.

4.6.3. Imunisasi DPT

a. Tujuan

Imunisasi DPT bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif

dalam waktu yang bersamaan terhadap serangan penyakit difteri,

pertusis, tetanus (Atikah, 2010).

b. Kriteria Penyakit

1) Difteri

Adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium

diptheriae. Penyebarannya adalah melalui kontak fisik dan

pernapasan. Gejala awal penyakit ini adalah radang tenggorokan,

hilang nafsu makan, dan demam ringan. Dalam dua sampai tiga

hari timbul selaput putih kebiru-biruan pada tenggorokan dan

tonsil. Difteri dapat menimbulkan komplikasi berupa gangguan

pernapasan yang berakibat kematian

2) Pertusis

Adalah penyakit pada saluran pernafasan yang dapat disebabkan

oleh bakteri Bordettela pertusis. Penyebarannya melalui tetesan

kecil yang keluar dari batuk dan bersin. Gejalanya adalah pilek,

32

mata merah, bersin, demam dan batuk ringan yang lama

kelamaan batukmenjadi parah dan menimbulkan batuk

menggigil yang cepat dan keras. Komplikasi pertusis adalah

Pneumonia bacterialis yang dapat menyebabkan kematian.

3) Tetanus

Adalah penyakit yang disebabkan oleh Clostridium tetani yang

menghasilkan neurotoksin. Penyebarannya melalui kotoran yang

masuk kedalam luka yang dalam. Gejala awal penyakit ini

adalah kaku otot pada rahang, disetai kaku pada leher, kesulitan

menelan, kaku otot perut, berkeringat dan demam. Gejala

berikutnya adalah kejang yang hebat dan tubuh menjadi kaku.

Komplikasi tetanus adalah patah tulang akibat kejang,

pneumonia dan infeksi yang dapat menimbulkan kematian.

c. Vaksin

Vaksin ini mengandung kuman difteri dan tetanus yang dilemahkan

serta kuman Bordetella pertusi yang dimatikan.

d. Waktu Pemberian

Imunisasi DPT diberikan 3 kali usia kurang dari 7 bulan, DPT 1

diberikan pada usia 2 bulan, DPT 2 diberikan pada usia 3 bulan,

DPT 3 diberikan pada usia 4 bulan selang waktu tidak kurang dari 4

minggu. Ulangan booster diberikan 1 tahun setelah DPT 3.

33

e. Cara dan Dosis Pemberian

Cara pemberian imunisasi ini DPT adalah melalui injeksi IM.

Suntikan diberikan di paha tengah luar atau subcutan dalam dengan

dosis 0,5 cc.

4.6.4. Imunisasi Polio

a. Tujuan

Imunisasi polio bertujuan untuk mencegah penyakit poliomyelitis

(Atikah, 2010).

b. Kriteria penyakit

Adalah penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh

satu dari tiga virus yang berhubungan yaitu virus polio 1, 2, 3.

Secara klinis penyakit polio adalah dibawah umur 15 tahun yang

menderita lumpuh layu akut. Penyebarannya melalui kotoran

manusia yang terkontaminasi. Kelumpuhan dimulai dengan gejala

demam, nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada minggu pertama

sakit. Kematian bisa tejadi jika otot-otot pernafasan terinfeksi dan

tidak segera ditangani.

c. Vaksin

Vaksin polio ada dua jenis yaitu :

1) Inactivated polio vaccine (IPV= vaksin salk) mengandung virus

polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan.

34

2) Oral polio vaccine (OPV= vaksin sabin) mengandung vaksin

hidup yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau

cairan.

d. Waktu pemberian

Imunisasi Polio dasar diberiakan 4 kali dengan interval tidak kurang

dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun setelah

imunisasi polio 4.

e. Cara dan Dosis pemberian

Di Indonesia umumnya diberikan vaksin sabin. Vaksin ini diberikan

sebanyak 2 tetes (0,1 ml) langsung ke dalam mulut anak atau

dengan menggunakan sendok yang berisi air gula.

4.6.5. Imunisasi Campak

a. Tujuan

Imunisasi campak bertujuan untuk memberikan kekebalan aktif

terhadap penyakit campak (Atikah, 2010).

b. Kriteria penyakit

Adalah penyakit yang disebakan oleh virus measles. Penyebarannya

melalui droplet bersin dan batuk dari penderita. Gejala awal

penyakit ini adalah demam, bercak kemerahan, batuk, pilek dan

mata merah. Selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher

kemudian menyebar ke tubuh dan tangan serta kaki. Komplikasi

35

campak adalah diare hebat, peradangan pada telinga dan infeksi

saluran nafas (pneumonia).

c. Vaksin

Vaksin dari virus hidup (CAM 70-chick chorioallantonik

membrane) yang dilemahkan ditambah kanamisin sulfat dan

eritromisin berbentuk kering.

d. Waktu pemberian

Imunisasi campak diberikan pada usia 9 bulan oleh karena masih

ada antibodi yang diperoleh dari ibu. Jika ada wabah, imunisasi bisa

diberikan pada usia 6 bulan, diulang 6 bulan kemudian.

e. Cara dan Dosis pemberian

Cara pemberian imunisasi campak adalah melalui injeksi di lengan

kiri atas secara subcutan (SC) dengan dosis 0,5 ml. Sebelum

disuntikkan, vaksin campak terlebih dahulu dilarutkan dengan

pelarut steril yang telah tersedia berisi 5 ml pelarut aquades.

5. Kepadatan Hunian

Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan factor polusi

dalam rumah yang ada. Penelitian Febriana (2011) menunjukkan anak balita

yang tinggal di rumah dengan tingkat hunian padat memiliki resiko terkena

pneumonia sebesar 3,8 kali lebih besar dibandingkan anak balita yang tinggal di

rumah dengan tingkat hunian tidak padat. Tingkat kepadatan hunian yang tidak

memenuhi syarat disebabkan karena luas rumah yang tidak sebanding dengan

36

jumlah keluarga yang menempati rumah. Luas rumah yang sempit dengan

jumlah anggota keluarga yang banyak menyebabkan rasio penghuni dengan

luas rumah tidak seimbang. Kepadatan hunian ini memungkinkan bahteri

maupun virus dapat menular melalui pernapasan dari penghuni rumah yang satu

ke penghuni rumah lainnya.

Menurut WHO rumah adalah suatu struktur fisik yang dipakai orang

atau manusia untuk tempat berlindung, di mana lingkungan dari struktur

tersebut termasuk juga fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan

yang berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosial yang

baik untuk keluarga dan individu. Untuk mewujudkan rumah dengan fungsi di

atas, rumah tidak harus mewah/besar tetapi rumah yang sederhanapun dapat

dibentuk menjadi rumah yang layak huni (Suyono, 2005)

Rumah disamping merupakan lingkungan fisik manusia sebagai

tempat tinggal, juga dapat merupakan tempat yang menyebabkan penyakit, hal

ini akan terjadi bila kriteria rumah sehat belum terpenuhi. Menurut angka

statistik kematian dan kesakitan paling tinggi terjadi pada orangorang yang

menempati rumah yang tidak memenuhi syarat dan terletak pada tempat yang

tidak sanitar. Bila kondisi lingkungan buruk, derajat kesehatan akan rendah

demikian sebaliknya. Oleh karena itu kondisi lingkungan pemukiman harus

mampu mendukung tingkat kesehatan penghuninya (Indah Entjang, 2006).

Rumah yang sehat menurut Winslow dan APHA harus memenuhi

beberapa persyaratan antara lain :( Dinas Pekerjaan Umum, 2006).

37

1. Memenuhi Kebutuhan physiologis

1.1. Pencahayaan yang cukup, baik cahaya alam maupun buatan.

Pencahayaan yang memenuhi syarat sebesar 60 – 120 lux. Luas jendela

yang baik minimal 10 % - 20 % dari luas lantai.

1.2. Perhawaan (ventilasi) yang cukup untuk proses pergantian udara

dalam ruangan. Kualitas udara dalam rumah yang memenuhi syarat

adalah bertemperatur ruangan sebesar 18o – 30oC dengan kelembaban

udara sebesar 40 % - 70 %. Ukuran ventilasi yang memenuhi syarat yaitu

10 % luas lantai. Ventilasi alami adalah penggantian udara secara alami

(tidak melibatkan peralatan mekanis, seperti mesin penyejuk udara yang

dikenal dengan air conditioner atau AC). Ventilasi alami menawarkan

ventilasi yang sehat, nyaman, dan tanpa energi tambahan.Namun, untuk

merancang ventilasi alami perlu dipikirkan syarat awal, yaitu:

1.2.1.Tersedianya udara luar yang sehat (bebas dari bau, debu dan

polutan lain yang menganggu)

1.2.2.Suhu udara luar tidak terlalu tinggi (maksimal 280C)

1.2.3. Tidak banyak bangunan disekitar yang akan menghalangi aliran

udara horizontal (sehingga angin berhembus lancer)

1.3. Lingkungan tidak bising. Jika syarat awal tidak dipenuhi, maka

sebaiknya tidak dipaksakan memakai ventilasi alami karena justru akan

merugikan.

38

1.4. Tidak terganggu oleh suara-suara yang berasal dari dalam maupun dari

luar rumah.

1.5. Cukup tempat bermain bagi anak-anak dan untuk belajar.

2. Memenuhi Kebutuhan phychologis

2.1. Tiap anggota keluarga terjamin ketenangannya dan kebebasannya

(privacy).

2.2. Memenuhi ruang tempat berkumpul keluarga.

2.3. Lingkungan yang sesuai, homogen, tidak terdapat perbedaan tingkat

yang drastis di lingkungannya.

2.4. Jumlah kamar tidur dan pengaturannya disesuaikan dengan umur dan

jenis kelaminnya. Ukuran tempat tidur anak yang berumur lebih kurang 5

tahun minimal 4.5 m2 dan yang lebih dari 5 tahun minimal 9 m2.

Kepadatan hunian ditentukan dengan jumlah kamar tidur dibagi jumlah

penghuni (sleeping density), yaitu :

2.4.1.Baik, bila kepadatan lebih atau sama dengan 0,7

2.4.2.Cukup, bila kepadatan antara 0,5 - 0,7

2.4.3.Kurang, bila kepadatan kurang dari 0,5.

2.5. Mempunyai WC dan kamar mandi.

2.6. Mempunyai halaman yang dapat ditanami pohon.

2.7. Hewan atau ternak peliharaan kandangnya terpisah dari rumah.

3. Pencegahan Penularan Penyakit

3.1. Tersedia air minum yang cukup dan memenuhi syarat kesehatan.

39

3.2. Tidak memberi kesempatan nyamuk, lalat, tikus dan binatang lain

bersarang di dalam dan di sekitar rumah.

3.3. Pembuangan kotoran/tinja dan air limbah memenuhi syarat kesehatan.

3.4. Pembuangan sampah pada tempatnya.

3.5. Luas kamar tidur minimal 8.5 m2 perorang dan tinggi langit-langit 2.75

m.

3.6. Tempat masak, menyimpan makanan hendaknya bebas dari

pencemaran atau gangguan binatang serangga atau debu.

4. Pencegahan terjadinya Kecelakaan

4.1. Cukup ventilasi untuk mengeluarkan gas atau racun dari dalam

ruangan dan menggantinya dengan udara segar.

4.2. Cukup cahaya dalam ruangan agar tidak terjadi kecelakaan.

4.3. Jarak antara ujung atap dengan ujung atap tetangga minimal 3 m.

4.4. Rumah dijauhkan dari pohon besar yang rapuh atau mudah runtuh.

4.5. Jarak rumah dengan jalan harus mengikuti peraturan garis rooi.

4.6. Lantai rumah yang selalu basah (kamar mandi, kamar cuci) jangan

sampai licin atau lumutan.

4.7. Didepan pintu utama harus diberi lantai tambahan minimal 60 cm.

4.8. Bangunan yang dekat api atau instalasi listrik harus terbuat dari bahan

tahan api.

4.9. Bahan-bahan beracun disimpan rapi, jangan sampai terjangkau

anakanak.

40

4.10.Rumah jauh dari lokasi industri yang mencemari lingkungan.

4.11.Bebas banjir, angin ribut dan gangguan lainnya.

Sedangkan menurut Dinas Cipta Karya syarat-syarat rumah sehat antara

lain : (Dinas Cipta Karya,(1996) dalam yuwono 2008)

1. Mempunyai segi kesehatan

Bagian-bagian rumah yang mempengaruhi kesehatan hendaknya dipersiapkan

dengan baik, yaitu :

1.1. Penerangan dan peranginan dalam setiap ruangan harus cukup.

1.2. Penyediaan air bersih.

1.3. Pengaturan pembuangan air limbah dan sampah sehingga tidak

menimbulkan pencemaran.

1.4. Bagian-bagian ruangan seperti lantai dan dinding tidak lembam.

1.5. Tidak terpengaruh pencemaran seperti bau, rembesan air kotor, udara

kotor.

1.6. Memiliki ruang dapur tersendiri. Luas dapur yang baik minimal 4m2

dengan lebar 1,5m.

2. Memenuhi segi kekuatan bangunan

Bagian-bagian dari bangunan rumah mempunyai kontruksi dan bahan

bangunan yang dapat dijamin keamanannya seperti :

2.1. Kontruksi bangunan cukup kuat, baik untuk menahan beratnya sendiri

maupun pengaruh luar seperti angin hujan, gempa dan lainnya.

41

2.2. Pemakaian bahan bangunan yang dapat dijamin keawetannya dan

kemudahan dalam pemeliharaannya.

2.3. Menggunakan bahan yang tahan api untuk bagian-bagian yang mudah

terbakar dan bahan-bahan air untuk bagian yang selalu basah.

3. Memperhatikan segi kenyamanan Keluarga dapat tinggal dengan nyaman dan

dapat melakukan kegiatan dengan mudah, yaitu :

3.1. Penyediaan ruangan yang mencukupi.

3.2. Ukuran ruangan yang sesuai dengan kegiatan penghuni di dalamnya.

3.3. Penataan ruangan yang cukup baik.

3.4. Dekorasi dan warna yang serasi.

3.5. Penghijauan halaman diatur sesuai dengan kebutuhan.

Menurut Kepmenkes RI Nomor : 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang

Persyaratan Kesehatan Perumahan, rumah adalah bangunan yang berfungsi

sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Rumah sehat

adalah proporsi rumah yang memenuhi criteria sehat minimum komponen rumah

dan sarana sanitasi dari 3 komponen (rumah, sarana sanitasi dan perilaku) di satu

wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Secara umum rumah dapat dikatakan

sehat apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan, dan

ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu.

2. Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privacy yang cukup, komunikasi

yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah.

42

3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah

dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga,

bebas vector penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan,

cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari

pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang cukup.

4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul

karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain persyaratan garis

sempadan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar,

dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir.

5. Memenuhi persyaratan terhadap pencegahan bahaya kebakaran. Di rumah

yang baik, selain harus memenuhi syarat sebagai tempat tinggal yang sehat

dan nyaman, juga harus memenuhi syarat bahwa rumah tersebut cukup tahan

lama (awet) dan kuat konstruksinya, dan untuk memenuhi syarat ini, maka

rumah harus direncanakan agar cukup terlindung dari bahaya kebakaran,

gempa bumi, dan petir.Di daerah kota dengan kepadatan perumahan yang

tinggi, kebakaran dapat mengakibatkan korban jiwa manusia dan kerusakan

harta benda yang besar. Tetapi prioritas pertama harus diberikan pada usaha

untuk menyelamatkan jiwa penduduk dari bahaya kebakaran, kematian pada

musibah kebakaran umumnya disebabkan oleh karena terjebak api, asap, dan

gas, atau karena tidak dapat keluar dari tempat kebakaran dengan selamat atau

karena telah terkena suhu yang tinggi dan mati dalam kericuhan.

43

6. Usaha keamanan dan pencegahan kebakaran secara umum meliputi tindakan-

tindakan berikut :

6.1. Usaha menghindarkan terjadinya kebakaran

6.2. Usaha membatasi penjalaran kebakaran

6.3. Usaha pemindahan penduduk dan harta bendanya dari tempat

kebakaran ke daerah bebas kebakaran

6.4. Usaha mengatasi kebakaran oleh penduduk

6.5. Usaha pemadaman kebakaran oleh dinas pemadam kebakaran

(Yuwono, 2008)

C. Tinjauan Tentang Faktor Resiko Kejadian Pneumonia (faktor resiko yang

selalu ada)

1. Umur balita

Umur merupakan salah satu faktor risiko utama pada beberapa penyakit.

Hal ini disebabkan karena umur dapat memperlihatkan kondisi kesehatan

seseorang. Anak-anak yang berumur 0-24 bulan lebih rentan terhadap penyakit

pneumonia dibandingkan anak-anak yang berumur di atas 2 tahun. Hal ini

disebabkan imunitas yang belum sempurna dan lubang pernapasan yang masih

relatif sempit (Depkes RI dalam Tantry, 2008: 34). Umur yang sangat muda

dan sangat tua juga lebih rentan menderita pneumonia yang lebih berat (Ewig

dalam Machmud, 2006:42). Penelitian Tuparsi di Filipina telah membuktikan

bahwa morbiditas pneumonia berhubungan dengan status sosial ekonomi yang

rendah serta umur balita yang kurang dari 1 tahun. Balita juga rentan terhadap

44

risiko kematian akibat pneumonia. Semakin muda umur seorang balita

penderita ISPA/pneumonia, maka semakin besar risiko untuk meninggal

daripada usia yang lebih tua (Sutrisna dalam Tantry, 2008: 34)

2. Jenis Kelamin

Di dalam buku pedoman P2 ISPA, disebutkan bahwa laki-laki adalah

faktor risiko yang mempengaruhi kesakitan pneumonia (Depkes RI, 2004: 7).

Penelitian di Srilanka memperlihatkan bahwa balita dengan jenis kelamin laki-

laki mempunyai risiko 2,19 kali lebih tinggi dibandingkan perempuan

(Dharmage et al dalam Herman, 2002: 16). Penelitian di Uruguay juga

menunjukkan bahwa pada tahun 1997-1998, 56% penderita pneumonia yang

dirawat di rumah sakit adalah lakilaki (Pirez dalam Machmud: 2006: 43).

3. Riwayat BBLR

BBLR atau bayi berat lahir rendah adalah bayi (neonatus) yang lahir

dengan berat kurang dari 2500 gram. Bayi dan balita dengan BBLR umumnya

lebih berisiko terhadap kematian, bahkan sejak masa-masa awal kehidupannya.

Hal ini disebabkan karena zat anti kekebalan di dalam tubuhnya belum

sempurna (Molyneux dalam Tantry, 2008: 16). Sebuah penelitian juga

menyebutkan bahwa bayi 0-4 bulan dengan riwayat BBLR memiliki risiko

yang lebih besar untuk menderita pneumonia (Abdullah dalam Tantry, 2008:

16).

4. Status Gizi

45

Status gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan derajat

kesehatan, khususnya kesehatan anak. Status gizi pada anak dapat dinilai dari

pengukuran rasio berat badan dan tinggi (panjang) badan. Status gizi yang baik

dapat diperoleh dari asupan gizi yang tentu saja cukup dan seimbang.

Kekurangan gizi (malnutrisi) dapat terjadi pada bayi dan anak dan akan

menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang apabila tidak

diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Usia 0-24 bulan merupakan

masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan

sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat diwujudkan

apabila pada masa ini bayi dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk

tumbuh kembang optimal (Depkes RI, 2006).

D. Kerangka pemikiran

1. Dasar pemikiran

Salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian akibat

pneumonia dikarenakan rendahnya pengetahuan ibu balita mengenai penyakit

pneumonia yang menimpa anaknya sehingga mereka terlambat membawa anak

balitanya berobat ke puskesmas (Notosiswoyo dkk, 2007).Di negara

berkembang termasuk Indonesia insidens pneumonia masih sangat tinggi.

Faktor risiko yang berkontribusi terhadap insidens pneumonia tersebut antara

lain gizi kurang, ASI eksklusif rendah, polusi udara dalam ruangan, kepadatan,

cakupan imunisasi campak rendah dan BBLR. (Kemenkes RI, 2012)

46

Imunisasi Lengkap

Pengetahuan Ibu

Sikap ibu

Kejadian ISPA Pneumonia

Umur Balita

Jenis Kelamin

Riwayat BBLR

Pemberian ASI Eksklusif

Kepadatan hunian rumah

Status Gizi

2. Skema kerangka konsep

Keterangan :

= Variabel independent yang tidak di teliti

= Variabel independen yang di teliti

47

= Variabel dependent

= Pengaruh antar variabel yang tidak di teliti

= Pengaruh antar variabel yang di teliti

3. Hipotesis penelitian

3.1. Ha: Ada pengaruh pengetahuan ibu terhadap kejadian ISPA Pneumonia

pada bayi umur 9-11 bulan diwilayah kerja puskesmas Moramo

kabupaten Konawe Selatan tahun 2013

Ho: Tidak ada pengaruh pengetahuan ibu terhadap kejadian ISPA

Pneumonia pada bayi umur 9-11 bulan diwilayah kerja puskesmas

Moramo kabupaten Konawe Selatan tahun 2013

3.2. Ha: Ada pengaruh sikap ibu terhadap kejadian ISPA Pneumonia pada

bayi umur 9-11 bulan diwilayah kerja puskesmas Moramo

kabupaten Konawe Selatan tahun 2013

Ho: Tidak ada sikap ibu terhadap kejadian ISPA Pneumonia pada bayi

umur 9-11 bulan diwilayah kerja puskesmas Moramo kabupaten

Konawe Selatan tahun 2013

3.3. Ha: Ada pengaruh pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA

Pneumonia pada bayi umur 9-11 bulan diwilayah kerja puskesmas

Moramo kabupaten Konawe Selatan tahun 2013

Ho: Tidak ada pengaruh pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian

ISPA Pneumonia pada bayi umur 9-11 bulan diwilayah kerja

48

puskesmas Moramo kabupaten Konawe Selatan tahun 2013

3.4 Ha: Ada pengaruh imunisasi lengkap terhadap kejadian ISPA

Pneumonia pada bayi umur 9-11 bulan diwilayah kerja puskesmas

Moramo kabupaten Konawe Selatan tahun 2013

Ho: Tidak ada pengaruh imunisasi lengkap terhadap kejadian ISPA

Pneumonia pada bayi umur 9-11 bulan diwilayah kerja puskesmas

Moramo kabupaten Konawe Selatan tahun 2013

3.5 Ha: Ada pengaruh kepadatan hunian terhadap kejadian ISPA

Pneumonia pada bayi umur 9-11 bulan diwilayah kerja puskesmas

Moramo kabupaten Konawe Selatan tahun 2013

Ho: Tidak ada pengaruh kepadatan hunian terhadap kejadian ISPA

Pneumonia pada bayi umur 9-11 bulan diwilayah kerja puskesmas

Moramo kabupaten Konawe Selatan tahun 2013

49