100756858 refrat psikofarmaka mira

Upload: dessy-mira-vitaloka

Post on 29-Oct-2015

60 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Sejarah perkembangan terapi organik dalam psikiatri dimulai sejak

    pertengahan tahun 1800-an sampai sekarang, walaupun pada tahun 1960 kumpulan

    obat psikiatri pada dasarnya adalah yang diketahui saat ini. Dalam separuh kedua

    abad ke-20, kemoterapi sebagai terapi untuk gangguan mental menjadi bidang

    utama penelitian dan praktek. Hampir segera setelah diperkenalkannya

    chlorpromazine pada tahun 1950-an, obat psikoterapeutik menjadi inti terapi

    psikiatrik, khususnya untuk pasien dengan penyakit mental yang serius.

    Karena farmakoterapi untuk gangguan mental adalah salah satu bidang yang

    paling cepat berkembang dalam kedokteran klinis, tiap dokter yang meresepkan

    obat harus tetap mengetahui literatur terakhir. Terapi obat dan terapi organik

    lainnya terhadap gangguan mental dapat diidentifikasikan sebagai suatu usaha untuk

    memodifikasi atau mengkoreksi perilaku, pikiran, atau mood yang patologis dengan

    zat kimia atau cara fisik lainnya. Hubungan antara keadaan fisik dan otak pada satu

    sisi dan pada sisi lain, manifestasi fungsionalnya (perilaku, pikiran, dan mood)

    adalah sangat kompleks, tidak dimengerti seluruhnya dan di perbatasan

    pengetahuan biologi. Tetapi, berbagai parameter perilaku normal dan abnormal

    seperti persepsi, afek dan kognisi mungkin dipengaruhi oleh perubahan fisik dalam

    sistem saraf pusat.

    Golongan obat psikofarmaka yang banyak dipergunakan adalah obat

    antipsikosis, obat anti mania dan obat antidepresi. Penggunaan jenis obat ini perlu

    pengawasan yang ketat karena seringkali menimbulkan efek samping seperti

    ketergantungan psikologis dan fisik yang dapat mengakibatkan keracunan obat,

    depresi dan kehilangan sifat menahan diri, gangguan paru-paru, gangguan

    psikomotoris dan iritatif (mudah marah, gelisah dan ansietas bila obat dihentikan).

    Oleh sebab itu, banyak variable yang melekat pada praktek psikofarmakologi,

    termasuk pemilihan obat, peresepan, pemberian, arti psikodinamika bagi pasien dan

    pengaruh keluarga serta lingkungan.

    Obat psikofarmaka adalah obat yang mempunyai efek terapeutik langsung

    pada proses mental pasien karena efeknya pada otak. Akan tetapi kita harus ingat

    1

  • pula bahwa bila gangguan mentalitu disebabkan oleh suatu masalah psikologi atau

    oun sosial, maka tidak ada obat apa pun yang dapat menyelesaikan persoalan itu,

    kecuali pasien itu sendiri dan dokter serta obat hanya sekedar membantunya ke arah

    penyelesaian atau ke arah penyesuaian yang lebih baik. Kemanjuran pengobatan

    psikotropik, seperti juga dalam farmakoterapi pada umumnya, tergantung pada

    pemberian obat yang dapat mempengaruhi sasaran pengobatan dalam dosis yang

    sesuai, dalam bentuk preparat yang cocok, melalui jalan pemberian yang efektif dan

    dalam jangka waktu yang tertentu.

    1.2. Tujuan

    Tujuan penulisan referat ini antara lain adalah untuk lebih dalam memahami

    psikofarmaka melalui prinsip umum psikofarmaka, penggolongan psikotropik baik

    dari mekanisme kerja, farmakokineti, indikasi, efek samping, perhatian, overdosis

    dan dosis pemberian obat.

    Selain itu juga Referat ini bertujuan sebagai pemenuhan terhadap syarat dalam

    kepaniteraan klinik di SMF Ilmu Kesehatan jiwa RS. Bhayangkara Tk. I R.Said

    Sukanto.

    2

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2. I. Definisi

    Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif

    pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas

    mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh

    terhadap taraf kualitas hidup pasien.

    Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya: antipsikosis,

    anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas, anti-insomnia, anti-panik, dan anti obsesif-

    kompulsif,. Pembagian lainnya dari obat psikotropik antara lain: transquilizer,

    neuroleptic, antidepressants dan psikomimetika.

    2.2. Obat-Obat Psikotropika

    2.2.1. Obat Anti-Psikosis

    Anti-psikosis disebut juga neuroleptic, dahulu dinamakan major

    transquilizer. Salah satunya adalah chlorpromazine (CPZ), yang diperkenalkan

    pertama kali tahun 1951 sebagai premedikasi dalam anastesi akibat efeknya

    yang membuat relaksasi tingkat kewaspadaan seseorang. CPZ segera dicobakan

    pada penderita skizofrenia dan ternyata berefek mengurangi delusi dan

    halusinasi tanpa efek sedatif yang berlebihan.

    Pada umumnya obat antipsikosia dipakai terhadap :

    Sindrom otak organik yang akut dan menahun, misalnya pada delirium

    Skizofrenia, psikosis manik-depresf jenis mania, parafrennia involusi

    dan psikosis reaktif (kecuali terhadap psikosis depresi reaktif)

    Gangguan non-psikiatrik: misalnya (hiper-)emesis, alergi dan untuk

    potensiasi suatu analgetikum.

    3

  • A. Penggolongan obat anti-psikosis

    No Golongan Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis anjuran

    I. ANTIPSIKOSIS TIPIKAL

    1. Phenothiazin

    a. Rantai Aliphatic Chlorpromazine

    ( largactil)

    Chlorpromazine

    (indofarma)

    Tab. 25-100 mg - PO:

    150 - 600

    mg/h

    - IM:

    50-100mg

    setiap 4-6

    jam

    Promacil

    (combhifar)

    Tab. 100 mg

    Meprosetil

    (meprofarm)

    Tab. 100 mg

    Amp.50mg/2cc

    b. Rantai Piperazine Perfenazine Perfenazine

    (indofarma)

    Tab. 4 mg 12 - 24 mg/hari

    Trifalon

    (Schering)

    Tab 2- 4 -8 mg

    Trifluoperazine Stelazine

    (GlaxoSmith-

    kline)

    Tab. 1 - 5 mg 10 -15 mg/hari

    Fluphenazine Anatensol

    (B-M Squibb)

    Tab. 2,5 - 5 mg 10 - 15 mg/hari

    Fluphenazine

    deconoate

    Modecate

    (B-M Squibb)

    Vial 25 mg/cc 25 mg (IM)

    setiap 2 - 4

    mggc. Rantai Piperidine Thioridazine Melleril

    (Novartis)

    Tab.50 -100mg 150-300

    mg/hari

    2. Buthirophenon Haloperidol Haloperidol

    (indofarma)

    Tab. 0,5 - 1,5

    - 5mg

    - PO:

    5-15mg/h

    - IM:

    4

  • 5-10mg

    setiap 4-6jam

    - 50mg setiap

    2-4 minggu

    Dores

    (pyridam)

    Cap. 5 mg

    Tab. 1,5 mgSerenace

    (pfizer-

    pharmacia)

    Tab. 0,5 -1,5 - 5

    mg

    Liq. 2 mg/ml

    Amp.50 mg/ccHaldol

    (jansen)

    Tab. 2 - 5 mg

    Govotil

    (Guarian-

    pharmacia)

    Tab. 2 - 5 mg

    Lodomer

    (Mersifarma)

    Tab. 2 - 5 mg

    Amp. 5 mg/ccHaldol decanoas

    (Janssen)

    Amp. 50mg/cc

    3. Diphenil-

    buthilpiperidine

    pimozide Orap forte

    (janssen)

    Tab. 4 mg 2 4 mg/hari

    II. ANTIPSIKOSIS ATIPIKAL1. Benzamide Supiride Dogmatil Foerte

    (Delagrange)

    Tab. 200mg

    Amp. 100mg/2cc

    300 - 600mg/h

    3 - 6 amp/hari

    IM2. Dibenzodiazapine Clozapine Clozaril

    (Novartis)

    Sizoril

    (Meprofarm)

    Tab. 25 100 mg

    Tab. 25-100mg

    25-100mg/hari

    Olanzapine Ziprexa Tab. 5-10mg 10-20mg/hariQuetiapine Seroquel

    (Astra Zeneca)

    Tab. 25 100

    - 200mg

    50-100mg/hari

    Zotepine Lodopin

    (Kalbe Farma)

    Tab. 25 - 50mg 75-100mg/hari

    3. Benzisoxxazole Risperidone Risperidone

    (Dexamedica)

    Tab. 1 - 2 - 3mg - PO:

    2 6 mg/hari

    - IM :Risperdal

    (Janssen)

    Tab. 1 - 2 - 3mg

    Risperdal consta Vial 25 - 50mg/ccNeripros Tab. 1 - 2 - 3mg

    5

  • (Pharos)Persidal

    (Mersifarma)

    Tab. 1 - 2 - 3mg

    Rizodal

    (Guardian-

    pharmatama)

    Tab. 1-2-3mg

    Zopredal

    (Kalbefarma)

    Tab. 1-2-3mg

    Aripiprazole Abilify (Otsuka) Tab. 5 10 15

    mg

    10- 15 mg/hari

    B. Mekanisme Kerja

    Hipotesis : Sindrom psikosis terjadi berkaitan dengan aktivitas

    neurotransmitter Dopamine yang mengikat. (Hiperreaktivitas

    sistem dopaminergik sentral)

    Mekanisme kerja obat anti-psikosis tipikal adalah memblokade Dopamine

    pada reseptor pasca-sinaptik neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan

    sistem ekstrapiramidal (dopamine D2 receptor antagonist). Sedangkan obat

    anti-psikosis yang baru (atipikal) disamping berafinitas terhadap Dopamine

    D2 Receptors, juga terhadap Serotonine 5 HT Receptors (Serotonine-

    dopamine antagonist).

    C. Indikasi

    Pada semua jenis psikosa dimana gejala sasaran adalah sindrom

    psikosis. Sindrom psikosis dapat terjadi pada sindrom psikosis fungsional

    (skizofrenia, psikosis paranoid, psikosis afektif, psikosis reaktif singkat, dll)

    dan sindrom psikosis organik (sindrom delirium, demensia, intoksikasi

    alkohol, dll). Butir-butir diagnosis sindrom psikosis antara lain:

    Hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas (reality

    testing ability), bermanifestasi dalam gejala: kesadaran diri (awareness)

    yang terganggu, daya nilai norma social (judgement) terganggu, dan

    daya tilikan (insight) terganggu.

    Hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental, bermanifestasi

    dalam gejala positif: gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikiran

    yang tidak wajar (waham), gangguan persepsi (halusinasi), gangguan

    6

  • perasaan (tidak sesuai dengan situasi), perilaku yang aneh atau tidak

    terkendali (disorganized), dan gejala negative: gangguan perasaan (afek

    tumpul, respons emosi minimal), gangguan hubungan social (menarik

    diri, pasif, apatis), gangguan proses piker (lambat, terhambat), isi pikiran

    yang stereotip dan tidak ada inisiatif, perilaku yang sangat terbatas dan

    cenderung menyendiri (abulia).

    Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari,

    bermanifestasi dalam gejala: tidak mampu bekerja, menjalin hubungan

    social dan melakukan kegiatan rutin

    D. Cara Penggunaan

    Umumnya dikonsumsi secara oral, yang melewati first-pass

    metabolism di hepar. Beberapa diantaranya dapat diberikan lewat injeksi

    short-acting Intramuscular (IM) atau Intra Venous (IV), Untuk beberapa

    obat anti-psikosis (seperti haloperidol dan flupenthixol), bisa diberikan

    larutan ester bersama vegetable oil dalam bentuk depot IM yang

    diinjeksikan setiap 1-4 minggu. Obat-obatan depot lebih mudah untuk

    dimonitor. Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala

    psikosis yang dominan dan efek samping obat. Penggantian obat

    disesuaikan dengan dosis ekivalennya. Apabila obat psikosis tertentu tidak

    memberikan respon klinis dalam dosis optimal setelah jangka waktu

    memadai, dapat diganti dengan obat anti-psikosis lainnya. Jika obat anti-

    psikosis tersebut sebelumnya sudah terbukti efektif dan efek sampingnya

    dapat ditolerir dengan baik, dapat dipilih kembali untuk pemakaian

    sekarang. Dalam pemberian dosis, perlu dipertimbangkan:

    Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu

    Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam

    Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)

    Dosis pagi dan malam berbeda untuk mengurangi dampak efek

    samping, sehingga tidak menganggu kualitas hidup pasien

    Mulailah dosis awal dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari

    hingg dosis efektif (sindroma psikosis reda) dievaluasi setiap 2

    minggu dan bila perlu dinaikkan dosis optimal dipertahankan sekitar

    7

  • 8-12 minggu (stabilisasi) diturunkan setiap 2 minggu dosis

    maintenance dipertahankan selama 6 bulan 2 tahun (diselingi drug

    holiday 1-2 hari/minggu tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu)

    stop.

    Untuk pasien dengan serangan Sindrom Psikosis yang multiepisode,

    terapi pemeliharaan (maintenance) diberikan paling sedikit selama 5 tahun.

    Pemberian yang cukup lama inidapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5-5

    kali. Pada umumnya pemberian obat anti-psikosis sebaiknya dipertahankan

    selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama

    sekali.

    Obat anti-psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat

    walaupun diberikan dalam jangka waktu lama, sehingga potensi

    ketergantungan sangat kecil. Jika dihentikan mendadak timbul gejala

    cholinergic rebound, yaitu: gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing,

    gemetar dan lain-lain dan akan mereda jika diberikan anticholinergic agents

    (injeksi sulfas atropine 0,25 mg IM dan tablet trihexylfenidil 3x2 mg/hari).

    Obat anti-psikosis parenteral berguna untuk pasien yang tidak mau atau sulit

    teratur makan obat atau tidak efektif dengan medikasi oral

    E. Interaksi Obat

    Antipsikosis diberikan bersama antipsikosis lain memiliki

    potensiasi efek samping obat dan tidak ada bukti lebih efektif (tidak ada

    efek sinergis antara 2 obat antipsikosis).

    Antipsikosis diberikan bersama antidepresan trisiklik akan

    memberikan peningkatan efek samping antikolinergik.

    Antipsikosis diberikan bersama antianxietas akan meningkatkan

    efek sedasi, bermanfaat untuk kasus dengan gejala dan gaduh gelisah

    yang sangat hebat (acute adjunctive therapy)

    8

  • Antipsikosis diberikan bersama Electro Convulsive Therapy

    (ECT), dianjurkan tidak memberikan obat antipsikosis pada pagi hari

    sebelum dilakukan ECT karena memiliki angka mortalitas yang tinggi.

    Antipsikosis diberikan bersama antikonvulsan memiliki ambang

    konvulsi yang menurun, kemungkinan serangan kejang meningkat, oleh

    karena itu dosis antikonvulsan harus lebih besar (dose-related). Yang

    paling minimal menurunkan ambang kejang adalah obat antipsikosis

    haloperidol.

    Antipsikosis diberikan bersama antasida memberikan efektifitas

    obat antipsikosis yang menurun disebabkan gangguan absorpsi.

    F. Kontraindikasi

    Penyakit hati (hepatotoksik)

    Penyakit darah (hematotoksik)

    Epilepsi (menurunkan ambang kejang)

    Kelainan jantung (menghambat irama jantung)

    Febris yang tinggal (thermoregulator di SSP)

    Ketergantungan alkohol (penekanan SSP meningkat)

    Penyakit SSP (Parkinson, tumor otak, dll)

    Gangguan kesadaran disebabkan CNS-depressant (kesadaran

    makin memburuk)

    G. Efek samping

    Tergantung pada sensitivitas dan keadaan tubuh pasien, terhadap benyak

    macam efek samping yang mungkin timbul karena obat psikotropik, terutama

    karena obat anti psikosis. Efek samping obat anti-psikosis dapat berupa:

    Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan

    berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif

    menurun).

    Gangguan otonomik (hipotensi,

    antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering, kesulitan miksi dan

    9

  • defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, TIO meningkat, gangguan

    irama jantung).

    Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akatisia, sindrom

    parkinson: tremor, bradikinesia, rigiditas).

    Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynecomastia), metabolik

    (jaundice), hematologik (agranulositosis), biasanya untuk pemakian

    jangka panjang.

    2.2.2 Obat Anti-Depresi

    Sinonim antidepresan adalah thimoleptika atau psikik energizer.

    Umumnya yang digunakan sekarang adalah dalam golongan trisiklik

    (misalnya imipramin, amitriptilin, dothiepin dan lofepramin).

    A. Penggolongan Antidepresan

    Trisiklik

    Antidepresan

    (TCA)

    Tetrasiklik MAOI (Mono

    Amin

    Oxydase

    Inhibitor)-

    Reversibel

    SSRI

    (selective

    serotonin

    reuptake

    inhibitor)

    Atypical

    Antidepres

    ants

    Amitriptyline

    Imipramine

    Clomipramine

    Tianeptine

    Opipramol

    Maprotiline

    Mianserine

    Amoxapine

    Moclobemide Sertraline

    Paroxetine

    Fluvoxamine

    Duloxetine

    Citalopram

    Trazodone

    Mirtazapine

    B. Mekanisme kerja

    Hipotesis: Sindrom depresi disebabkan oleh defisit relatif salah satu atau

    beberapa aminergic neurotransmitter (noradrenaline,

    serotonin. Dopamine) pada sinaps neuron di SSP (khususnya

    pada sistem ,limbik).

    10

  • Mekanisme kerja obat Anti-depresi adalah:

    Menghambat re-uptake aminergic neurotransmitter

    Menghambat penghancuran oleh enzim Monoamine Oxidase

    Sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergic neurotransmitter pada

    sinap neuron di SSP

    C. Indikasi

    Digunakan untuk sindrom depresi. Butir-butir diagnostic Sindrom

    Depresi:

    Selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari mengalami:

    1. Afek depresi

    2. Hilang minat dan rasa senang

    3. Kurang tenaga hingga mudah lelah dan kendur kegiatan

    Keadaan diatas disertai gejala-gejala:

    1. Penurunan konsentrasi pikiran dan perhatian

    2. Pengurangan rasa harga diri dan percaya diri

    3. Pikiran perihal dosa dan diri tidak berguna lagi

    4. Pandangan suram dan pesimis terhadap masa depan

    5. Gagasan atau tindakan mencederai diri/bunuh diri

    6. Gangguan tidur

    7. Pengurangan nafsu makan

    Kadang berguna juga juga pada penderita ansietas fobia, obsesif-

    kompulsif, dan mencegah kekambuhan depresi.

    D. Cara penggunaan

    Umumnya bersifat oral, sebagian besar bisa diberikan sekali sehari dan

    mengalami proses first-pass metabolism di hepar. Respon anti-depresan

    jarang timbul dalam waktu kurang dari 2-6 minggu. Untuk sindroma depresi

    ringan dan sedang, pemilihan obat sebaiknya mengikuti urutan:

    Langkah 1 : Golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)

    Langkah 2 : Golongan tetrasiklik (TCA)

    Langkah 3 : Golongan tetrasiklik, atypical, MAOI (Mono Amin Oxydase

    Inhibitor) reversibel.

    11

  • Pertama-tama menggunakan golongan SSRI yang efek sampingnya

    sangat minimal (meningkatkan kepatuhan minum obat, bisa digunakan pada

    beberapa kondisi medik), spektrum efek anti-depresi luas, dan gejala putus

    obat sangat minimal, serta lethal dose yang tinggi (>6000 mg) sehingga

    relatif aman. Bila telah diberikan dengan dosis yang adekuat dalam jangka

    waktu yang cukup (sekitar 3 bulan) tidak efektif, dapat beralih ke pilihan

    kedua, golongan trisiklik yang spektrum anti-depresinya juga luas tetapi

    efek sampingnya relatif lebih berat. Bila pilihan kedua belum berhasil, dapat

    beralih ketiga dengan spektrum anti-depresi yang lebih sempit dan juga efek

    sampingnya lebih ringan dibandingkan Trisiklik yang teringan adalah

    golongan MAOI reversibel. Disamping itu juga dipertimbangkan bahwa

    pergantian SSRI ke MAOI membutuhkan waktu 2-4 minggu istirah untuk

    washout period.

    Pengaturan dosis perlu mempertimbangkan onset effek primer (sekitar

    2-4 mingggu), onset efek sekunder (sekitar 12-24 jam), dan waktu paruh

    (12-48 jam). Obat diberikan dalam 5 tahap, yaitu inisial untuk mencapai

    dosis efektif (optimal), dosis stabilisasi yang dipertahankan selama 2-3

    bulan, dosis pemeliharaan sebesar dosis optimal yang dipertahankan

    selama 3-6 bulan, dan dosis tapering dimana selama 1 bulan dois diturunkan

    hingga akhirnya dihentikan.

    E. Interaksi Obat

    - Trisiklik + Haloperidol/fenotiazin akan Mengurangi kecepatan

    ekspresi dari trisiklik (kadar plasma meningkat). Terjadi potensiasi efek

    antikolinergik.

    - SSRI/TCA + MAOI dapat menyebabkan Serotonin Malignant

    Syndrome dengan gejala berupa gastrointestinal distress (mual, muntah,

    diare), agitasi (mudah marah, ganas), restlessness (gelisah), gerakan

    kedutan otot, dan lain-lain.

    - MAOI + obat-obatan simpatomimetik (misalnya

    fenilpropalamin, pseudoefedrin pada obat flu/asma, noradrenalin pada

    anestesi lokal, derivate amfetamin, i-dopa) dapat menyebabkan efek

    potensiasi yang dapat menjurus ke krisis hipertensi (acute paroxysmal

    hypertension), dimana ada resiko terjadinya serangan stroke.

    12

  • - MAOI + senyawa yang mengandung tyramine (keju, anggu, dll)

    dapat menyebabkan krisis hipertensi dengan resiko serangan stroke pada

    pasien usia lanjut.

    - Obat antidepresi + depresan CNS (misalnya morfin,

    bezodiazapin, alcohol, dan lain-lain) akan menyebabkan potensiasi efek

    sedasi dan penekanan terhadap pusat napas risiko timbulnya respiratory

    failure.

    F. Kontra Indikasi

    Penyakit jantung koroner, MCI, khususnya pada usia lanjut

    Glaukoma, retensi urin, hipertrofi prostat, gangguan fungsi

    hati, epilepsi

    Pada penggunaan obat Lithium, kelainan fungsi jantung, ginjal

    dan kelenjar thyroid

    Wanita hamil dan menyusui tidak dianjurkan menggunaan

    TCA, resiko teratogenik besar (khususnya trismester 1) dan TCA

    dieksresikan melalui ASI

    G. Efek samping

    Efek samping obat antidepresan terbagi atas: (1) efek antikolinergik:

    mulut kering, mata kabur, konstipasi, TIO meningkat, retensi urin, hipotensi

    postural, dll; (2) efek susunan saraf pusat: pusing, kelelahan, bingung,

    tremor, kejang,dll; (3) kardiovaskuler: hipotensi, takikardia sinus, aritmia,

    konduksi atrioventrikuler terganggu; (4) hematologis: depresi summsum

    tulang, leukopenia, agranulositosis, anemia hemolitik, trombositopenia; dan

    (5) lain-lain: hipo-atau hipertermia, gangguan pernapasan, gangguan linido,

    keluhan gastrointestinal, gangguan fungsi hepar.

    Jika pemberian telah mencapai dosis toksik timbul atropine toxic syndrome

    dengan gejala eksitasi SSP, hiperpireksia, hipertensi, konvulsi, delirium,

    confusion dan disorientasi.

    Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasinya:

    Gastric lavage.

    Diazepam 10 mg IM untuk mengatasi konvulsi.

    13

  • Postigmin 0,5-1 mg IM untuk mengatasi efek antikolinergik, dapat

    diulangi setiap 30-40 menit hingga gejala mereda.

    Monitoring EKG

    2.2.3 Obat Antimania

    Obat anti mania mempunyai beberapa sinonim antara lain mood

    modulators, mood stabilizers dan antimanik. Dalam membicarakan obat

    antimania yang menjadi acuan adalah litium karbonat.

    A. Penggolongan Antimania

    Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran

    Lithium Carbonate Frimania Tablet 200-300-400-500 mg 250-500 mg/hari

    Holaperidol Haloperidol Tablet 0,5-1,5-5 mg 4,5-15 mg/hari

    5 mg (im) setiap 2

    jam, max

    100mg/hari

    Haldol Tablet 0,5-2-5 mg

    Serenace Tablet 0,5-1,5-5 mg

    Liq. 2mg/ml

    Amp 5 mg/cc

    Carbamazepine Tegretol Tab 200 mg 400-600 mg/hari

    Valproic acid Depakene Syrup 250 mg/5ml 3x250 mg/hari

    14

  • Divalproex Depakote Tablet 250 mg 3x250 mg/hari

    B. Mekanisme kerja

    Lithium Carbonate merupakan obat pilihan utama untuk meredakan

    Sindrom mania akut atau profilaksis terhadap serangan Sindrom mania yang

    kambuhan pada gangguan afektif bipolar.

    Hipotesis: Efek anti-mania dari Lithium disebabkan kemampuannya

    mengurangi dopamine receptor supersensitivity, meningkatnya

    cholinergic-muscarinic activity, dan menghambat cyclic AMP

    (adenosine monophosphate) dan phosphoinositides.

    C. Indikasi

    Gejala sasaran: Sindrom mania. Butir-butir diagnostik terdiri dari:

    Dalam jangka waktu paling sedikit satu minggu hampir setiap

    hari terdapat keadaan afek (mood, suasana perasaan) yang meningkat,

    ekspresif dan iritabel.

    Keadaan tersebut paling sedikit 4 gejala berikut:

    1. Peningkatan aktivitas (ditempat kerja, dalam hubungan sosial atau

    seksual), atau ketidak-tenangan fisik

    2. Lebih banyak bicara dari lazimnya ataun adanya dorongan untuk

    bicara terus menerus

    3. Lompat gagasan (flight of ideas) atau penghayatan subjektif bahwa

    pikirannya sedang berlomba

    4. Rasa harga diri yang melambung (grandiositas, yang dapat bertaraf

    sampai waham/delusi)

    5. Berkurangnya kebutuhan tidur

    6. Mudah teralih perhatian, yaitu perhatiannya terlalu cepat tertarik

    kepada stimulus luar yang tidak penting

    7. Keterlibatan berlebihan dalam aktivitas-aktivitas yang mengandung

    kemungkina resiko tinggi dengan akibat yang merugikan apabila

    tidak diperhitungkan secara bijaksana.

    15

  • D. Cara Penggunaan

    Pada mania akut diberikan haloperidol IM dan tablet litium karbonat.

    Lithium Carbonate mempunyai efek anti mania yang timbul setelah

    penggunaan 7 10 hari. Pada gangguan afektif bipolar dengan serangan

    episodik mania depresi diberi litium karbonat sebagai obat profilaks. Dapat

    mengurangi frekwensi, berat dan lamanya suatu kekambuhan.

    Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan: (1) onset efek

    primer (efek klinis): 7-10 hari (1-2 minggu), (2) rentang kadar serum

    terapeutik: 0,8-1,2 mEq/L (dicapai dengan dosis sekitar 2 atau 3x500 mg per

    hari), (3) kadar serum toksik: diatas 1,5 mEq/L.

    Litium diberikan dalam dosis terbagi untuk mencapai kadar yang

    dianggap aman. Biasanya preparat litium yang digunakan adalah lithium

    carbonate, mulai dengan dosis 250-500 mg/h, diberikan 1-2 kali sehari

    dinaikkan 250 mg/h setiap minggu, diukur serum litium setiap minggu

    sampai diketahui kadar serum litium berefek klinis terapeutik (0,8-1,2

    mEq/L). Biasanya dosis efektif dan optimal berkisar 1000-1500 mg/h.

    dipertahankan sekitar 2-3 bulan, kemungkinan diturunkan menjadi dosis

    maintenance, konsentrasi litium yang dianjurkan untuk mencegah

    kekambuhan (profilaksis) berkisar antara 0,5-0,8 mEq/L, ini sama efektifnya

    bahkan lebih efektif dari kadar 0,8-1,2 mEq/L, dan juga untuk mengurangi

    insidensi dari efek samping dan resiko intoksikasi. Dosis awal harus lebih

    rendah pada pasien usia lanjut atau pasien dengan gangguan fisik yang

    mempengaruhi fungsi ginjal.

    Lama penggunaan untuk Sindrom mania akut setelah gejala-gejala

    mereda, Lithium carbonate harus diteruskan sampai lebih dari 6 bulan,

    dihentikan secara gradual (tapering off) bila memang tidak ada indi,kasi

    lagi. Pada gannguan afektif bipolar dan unipolar penggunaan harus

    diteruskan sampai beberapa tahun, sesuai dengan indikasi profilaksis

    serangan sindrom mania/depresi. Penggunaan jangka panjang ini sebaiknya

    dalam dosis minimum.

    E. Interaksi Obat

    16

  • Lithium + diuretik Thiazide dapat meningkatkan konsentrasi serum

    lithium sebanyak 50% sehingga resiko intoksikasi menjadi besar. Jadi

    dosis Lithium harus dikurangi 50% agar tidak terjadi intoksikasi.

    Sedangkan loop diuretik seperti furosemide kurang mempengaruhi

    konsentrasi lithium.

    ACE inhibitor + Lithium dapat meningkatkan konsentrasi serum

    lithium sehingga menimbulkan gejala intoksikasi.

    Haloperidol + Lithium menyebabkan efek neurotoksis bertambah

    (diskinesia, ataksia), tetapi efek neurotoksis tidak tampak pada

    penggunaan kombinasi litium dengan haloperidol dosis rendah (kurang

    dari 20 mh/h). Keadaan yang sam untuk Lithium + Carbamazepine.

    NSAID + Lithium dapat meningkatkan konsentrasi serum lithium

    sehingga resiko intoksikasi menjadi besar.

    F. Kontra Indikasi

    Wanita hamil karena bersifat teratogenik. Lithium dapat melalui

    plasenta dan masuk peredaran darah janin, khususnya mempengaruhi

    kelenjar tiroid.

    G. Efek samping

    Efek samping Lithium berhubungan erat dengan dosis dan

    kondisi fisik pasien.

    Gejala efek samping pada pengobatan jangka lama: mulut

    kering, haus, gastrointestinal distress (mual, muntah, diare, feses lunak),

    kelemahan otot, poliuria, tremor halus (fine tremor, lebih nyata pada

    pasien usia lanjut dan penggunaan bersamaan dengan neuroleptika dan

    antidepresan) Tidak ada efek sedasi dan gangguan akstrapiramidal.

    Efek samping lain : hipotiroidisme, peningkatan berat badan,

    perubahan fungsi tiroid, edema pada tungkai metalic taste, leukositosis,

    gangguan daya ingat dan kosentrasi pikiran

    Gejala intoksikasi

    17

  • - Gejala dini : muntah, diare, tremor kasar, mengantuk, kosentrasi

    pikiran menurun, bicara sulit, pengucapan kata tidak jelas,

    berjalan tidak stabil.

    - Dengan semakin beratnya intoksikasi terdapat gejala: kesadaran

    menurun, oliguria, kejang-kejang

    - Penting sekali pengawasan kadar lithium dalam darah

    Faktor predisposisi terjadinya intoksikasi lithium :

    - Demam (berkeringat berlebihan)

    - Diet rendah garam

    - Diare dan muntah-muntah

    - Diet untuk menurunkan berat badan

    - Pemakaian bersama diuretik, antireumatik, obat anti inflamasi

    nonsteroid

    Tindakan mengatasi intoksikasi lithium :

    - Mengurangi faktor predisposisi

    - Diuresis paksa dengan garam fisiologis NaCl diberikan secara IV

    sebanyak 10 ml

    Tindakan pencegahan intoksikasi lithium dengan edukasi tentang

    faktor predisposisi, minum secukupnya, bila berkeringat dan diuresis

    banyak harus diimbangi dengan minum lebih banyak, mengenali gejala

    dan intoksikasi dan kontrol rutin.

    2.2.4. Obat Anti Anxietas

    Obat anti-ansietas mempunyai beberapa sinonim, antara lain psikoleptik,

    transquilizer minor dan anksioliktik. Obat anti-cemas, juga dikenal sebagai

    obat penenang, ada obat yang meredakan kecemasan dengan memperlambat

    18

  • sistem saraf pusat. obat anti-kecemasan yang paling banyak jenis obat resep

    untuk kecemasan. Mereka juga ditetapkan sebagai pil tidur dan relaksan otot.

    Benzodiazepines adalah kelas yang paling umum dari obat anti-kecemasan.

    Mereka termasuk: Xanax (alprazolam), Klonopin (clonazepam), Valium

    (diazepam) , Ativan (lorazepam).

    A. Penggolongan obat anti-anxietas

    Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis AnjuranBenzodiazepin Diazepam Tablet 2-5 mg Peroral 10-30

    mg/hari, 2-3x/hari

    parental IV/IM

    2-10 mg/kali, setiap

    3-4 jamKlordiazepoksoid Tablet 5 mg

    Kapsul 5 mg

    15-30 mg/hari

    2-3 x/hariLorazepam Tablet 0,5-2 mg 2-3x 1 mg/hari

    Clobazam Tablet 10 mg 2-3x 10 mg/hari

    Brumazepin Tablet 1,5-3-6 mg 3x1,5 mg/hari

    Oksazolom Tablet 10 mg 2-3x 10 mg/hari

    Klorazepat Capsul 5-10 mg 2-3x 5 mg/hari

    Alprazolam Tablet0,25-0,5-1 mg 3x 0,25-0,5 mg/hari

    Prazepam Tablet 5 mg 2-3x 5 mg/hari

    Non

    Benzodiazepin

    Sulprid Capsul 50 mg 100-200 mg/hari

    19

  • Buspiron Tablet 10 mg 15-30 mg/hari

    B. Mekanisme kerja

    Sindrom ansietas disebabkan hiperaktivitasndari sistem limbik yang

    terdiri dari dopaminergic, nonadrenergic, seretonnergic neuron yang

    dikendalikan oleh GABA-ergic yang merupakan suatu inhibitory

    neurotransmitter. Obat antiansietas benzodiazepine yang bereaksi dengan

    reseptornya yang akan meng-inforce the inhibitory action of GABA neuron,

    sehingga hiperaktivitas tersebut mereda.

    C. Indikasi

    Gejala sasaran: Sindom Anxietas. Butir diagnostik terdiri dari: adanya

    perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistik terhadap 2 atau lebih hal

    yang dipersepsi sebagai ancaman, perasaan ini menyebabkan individu tidak

    mampu istirahat dengan tenang. Sindrom anxietas dapat terjadi pada:

    Psikis: Gangguan anxietas umum, gangguan panik, gangguan fobik,

    gangguan obsesif kompulsif

    Organik: Hipertiroid, pheochromocytosis

    Situasional: Gangguan penyesuaian + anxietas, gangguan cemas

    perpisahan

    Penyerta: Gangguan jiwa +ansietas (skizofrenia, gg.paranoid, dll),

    Penyakit fisik + ansietas (stroke,MCI, kanker, dll)

    D. Cara Penggunaan

    Benzodiazepine memiliki rasio terapetik yang tinggi sebagai anti

    ansietas dan kurang menimbulkan adiksi dengan toksisitas yang rendah

    dibandingkan dengan meprobamate atau fenobarbital.

    Benzodiazepine sebagai drug of choice karena memiliki

    spesifisitas, potensi dan kemanannya.

    20

  • Spectrum klinis benzodiazepine memliputi efek anti ansietas

    (lorazepam, clobazam, bromazepam), antikonvulsan, anti insomnia

    (nitrazepam/flurazepam), dan premedikasi tingkat operatif (midazolam).

    Efek klinis terlihat bila kadar obat dalam darah telah mencapai

    steady state dimana dapat dicapai 5-7 hari dengan dosis 2-3 kali

    sehari. Onset of action cepat dan langsung memberikan efek.

    Mulai dengan dosis awal (dosis anjuran) kemudian dinaikkan

    dosis setiap 3-5 hari sampai mencapai dosis optimal. Dosis ini

    dipertahankan 2-3 minggu. Kemudian diturunkan 1/8 x dosis awal setiap

    2-4 minggu sehingga tercapai dosis pemeliharan. Bila kambuh dinaikkan

    lagi dan tetap efektif pertahankan 4-8 minggu.

    Pemberian obat tidak boleh lebih dari 1-3 bulan dan

    penghentian selalu secara bertahap.

    E. Interaksi Obat

    Benzodiazepine + CNS depressants (fenobarbital, alkohol, obat

    anti psikosis, anti depresi, opiate) memiliki potensiasi efek sedasi dan

    penekanan pusat nafas, resiko timbulnya respiratory failure.

    Benzodiazepine + CNS stimultan (amfetamin, kafein, appetite

    suppressants) akan memiliki antagonism efek anti ansietas, sehingga

    efek benzodiazepine menurun

    Benzodiazepine + neuroleptika memiliki manfaat efek klinis dari

    benzodiazepine mengurangi kebutuhan dosis neuroleptika, sehingga

    risiko efek samping neuroleptik berkurang.

    F. Kontra Indikasi

    Pasien dengan hipersensitif terhadap benzodiazepin, glaukoma,

    miastenia gravis, insufisiensi paru kronik, penyakit ginjal dan penyakit hati

    kronik. Pada pasien usia lanjut dan anak dapat terjadi reaksi yang berlawanan

    (paradoxal reaction) berupa kegelisahan, iritabilitas, disinhibisi, spasitas otot

    meningkat dan gangguan tidur. Efek teratogenik (khususnya pada trismester I)

    21

  • berkaitan dengan obat golongan benzodiazepine yang dapat melewati plasenta

    dan mempengaruhi janin.

    G. Efek samping

    Efek samping untuk golongan anxietas, khususnya benzodiazepine,

    adalah: (1) reaksi yang lazim: kelelahan, mengantuk, ataksia;(2) reaksi yang

    jarang terjadi: konstipasi, inkontinensia, retensia urin, mata kabur, disartria,

    nausea, mulut kering, tremor, ruam kulit;(3) efek paradoksikal:

    kebingungan, depresi, nyeri kepala, perubahan libido, vertitgo gangguan

    memori, dll.

    Potensi menimbulkan ketergantungan obat disebabkan oleh efek obat

    yang masih dapat dipertahankan setelah dosis terakhir, berlangsung sangat

    singkat. Penghentian obat secara mendadak akan menimbulkan gejala putus

    obat (rebound phenomena) dimana pasien menjadi iritabel, bingung, gelisah,

    insomnia, tremor, palpitasi, keringat dingin, konvulsi dan lain-lain. Untuk

    mengurangi resiko ketergantungan obat, maksimum lama pemberian selama

    3 bulan (100 hari) dalam rentang dosis terapeutik.

    2.2.5. Obat Anti Insomnia

    Sinonimnya adalah hipnotik, somnifacient, atau hipnotika. Obat

    acuannya adalah fenobarbital.

    A. Penggolongan obat anti insomnia

    Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis AnjuranBenzodiazepin Nitrazepam Tablet 5 mg Dewasa 2 tab

    Lansia 1 tab

    Triazolam Tab 0,125 mg

    Tab 0,250 mg

    Dewasa 2 tab

    Lansia 1 tab

    Dewasa 2 tab

    Lansia 1 tabEstazolam Tab 1 mg

    Tab 2 mg

    1-2 mg/malam

    Non

    Benzodiazepin

    Chloral hydrate Soft cap 500 mg 1-2 cap

    15-30 menit sebelum

    tidur

    22

  • B. Mekanisme kerja

    Obat anti-insomnia bekerja pada reseptor BZ1 di susunan saraf pusat

    yang berperan dalam memperantarai proses tidur.

    C. Indikasi

    Gejala sasaran: Sindrom insomnia. Butir-butir diagnostik terdiri dari:

    Membutuhkan waktu > jam untuk tertidur

    atau tidur kembali setelah bangun sehingga siklus tidur tidak utuh dan

    menimbulkan keluhan gangguan kesehatan

    Hendaya dalm kehidupan fungsi sehari-hari

    D. Cara Penggunaan

    Dosis anjuran untuk pemberian tunggal 15-30 menit sebelum tidur.

    o Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off

    untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat.

    o Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih perlahan-lahan untuk menghidari oversedation dan intoksikasi.

    o Lama pemberian tidak lebih dari 2 minggu agar risiko ketergantungan kecil

    E. Interaksi Obat

    o Obat anti insomnia + CNS Depressants (alkohol dll) dapat menyebabkan potensial efek supresi SSP yang dapat menyebabkan

    oversedation dan respiratory failure.

    o Obat gol. Benzodiazepine tidak menginduce hepatic microsomal enzymnes atau produce protein binding displacement sehingga jarang

    menimbulkan interkasi obat atau dengan kondisi medik tertentu.

    o Overdosis jarang menimbulkan kematian tetapi bila disertai alkohol atau CNS depressants lain, resiko kematian menjadi meningkat.

    F. Kontra Indikasi

    23

  • o Sleep apnoe syndrome

    o Congestive heart failure

    o Chronic respiratory disease

    o Wanita hamil dan menyusui Benzodiazepine menimbulkan teratogenic effect

    G. Efek samping

    o Supresi SSP pada saat tidur

    o Rebound Phenomen

    o Penggunaan lama obat anti insomnia gol. Benzodiazepine dapat meyebabkan disinhibiting efect yang menyebabkan perilaku

    penyerangan dan ganas

    2.2.6. Obat Anti Obsesif Kompulsif

    Dalam membicarakan obat anti obsesi kompulsi yang menjadi acuan

    adalah klomipramin. Obat anti obsesi kompulsi dapat digolongkan menjadi:

    o Obat anti obsesi kompulsi trisiklik, contoh klomipramin.

    o Obat anti obsesi kompulsi SSRI, contoh sertralin, paroksin, fluvoxamine, fluoxetine, citalopram

    A. Penggolongan obat anti Obsesif Kompulsif

    Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran

    Clompramine

    Fluvoxamine

    Anafranil Tablet 25 mg 75-200 mg/hr

    Luvox Tablet 50 mg 100-200 mg/hr

    24

  • Sertraline

    Zoloft Tablet 50 mg 50-150 mg/malam

    Fluxetine Prozac

    Nopres

    Antiprestin

    Andep

    Cap 20 mg

    Caplet 20 mg

    Cap 10-20 mg

    Cap 20 mg

    20-80 mg/hr

    Paroxetine Seroxat Tablet 20 mg 40-60 mg/ hr

    Citalopram Cipram Tablet 20 mg 40-60 mg/hari

    B. Mekanisme kerja

    Hipotesa: Sindrom Obsesif kom pulsif berkaitan dengan hipersensitivitas

    dari serotonergic reeceptors di SSP

    Mekanisme kerja obat anti obsesif kompulsif adalah sebagai

    serotonin reuptake blockers (menghambat reuptake neurotransmitter

    serotonin) sehingga hipersensitivitas tersebut berkurang.

    C. Indikasi

    Gejala sasaran: Sindrom Obsesif kompulsif. Butir-butir diagnostik

    terdiri dari:

    Selama paling sedikit 2 minggu dan hampir

    setiap hari mengalami gejala-gejala obsesif kompilsif yang memiliki

    ciri-ciri:

    1. Diketahui/disadari sebagai pikiran, bayangan atau impuls dari diri

    individu sendiri

    2. Pikiran, bayangan atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan

    yang tidak menyenangkan.

    3. Melaksanakan tindakan sesuai pikiran, bayangan atau impuls

    tersebutdi atas bukan merupakan hal yang memberi kepuasan atau

    kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau anxietas)

    4. Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang masih tidak berhasil di

    lawan /dielakan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh

    penderita.

    25

  • D. Cara Penggunaan

    Sampai sekarang obat pilihan untuk gangguan obsesi kompulsi adalah

    klomipramin. Terhadap meraka yang peka dapat dialihkan ke golongan

    SSRI dimana efek samping relatif aman. Obat dimulai dengan dosis rendah

    klomopramin mulaidengan 25-50 mg /hari (dosis tunggal malam hari),

    dinaikkan secara bertahap dengan penambahan 25 mg/hari sampai tercaapi

    dosis efektif (biasanya 200-300 mg/hari). Dosis pemeliharan umumnya agak

    tinggi, meskipun bersifat individual, klomipramin sekitar 100-200 mg/hari

    dan sertralin 100 mg/hari. Sebelum dihentikan lakukan pengurangan dosis

    secara tappering off.

    Meskipun respon dapat terlihat dalam 1-2 minggu, untuk mendapatkan

    hasil yang memadai setidaknya diperlukan waktu 2- 3 bulan dengan dosis

    antara 75-225 mg/hari. Batas lamanya pemberian obat berifat individual,

    umumnya diatas 6 bulan sampai tahunan, kemudian dihentikan secara

    bertahap bila kondisi penderita sudah memungkinkan.

    E. Interaksi Obat

    o Clomipramine + Haloperidol/Phenotiazine dapat mengurangi kecepatan ekskresi dari Clomipramine, sehingga kadar dalam plasma

    meningkat, sebagai akibatnya terjadi potensiasi efek samping

    antikolinergik.

    o Obat anti obsesif kompulsif Trisiklik/ SSRI + CNS Depressants (alkohol, opioida,dll) menyebabkan potensiasi efek sedasi dan

    penekanan terhadap pusat pernapasan.

    o Obat anti obsesif kompulsif Trisiklik/ SSRI + Obat simpatomimetik (derifat amfetamin) dapat membahayakan kondisi

    jantung.

    o Obat anti obsesif kompulsif Trisiklik/ SSRI + MAOI, tidak boleh diberikan bersamaan, dapat terjadi Serotonin Malignant Syndrome

    o Pemberian bersama obat anti obsesif kompulsif SSRI dan Trisklik, umumnya meningkatkan kadar Trisiklik dalam plasma

    sehingga mudah terjadi gejala overdosis (intoksikasi trisiklik )

    26

  • F. Kontra Indikasi

    Sangat tidak dianjurkan penggunaan obat anti

    obsesif kompulsif pada wanita hamil dan menyusui

    Sangat hati-hati pada penderita usia lanjut atau

    penderita dengan penyakit organik yang sulit menerima efek samping

    obat (penyakit jantung, pembesaran prostat, glaukoma,dll).

    G. Efek samping

    Efek samping obat anti obsesif kompulsif, sama seperti obat

    antidepresi Trisiklik, dapat berupa:

    Efek anti-histaminergik (sedasi, mengantuk,

    kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun,dll)

    Efek anti-kolinergik (mulut kering, keluhan

    lambung, retensi urin, penglihatan kabut, konstipasi,dll)

    Efek anti-adrenergik alfa (perubahan EKG,

    hipotensi ortostatik)

    Efek neurotoksis ( tremor halus, kejang-

    epileptik, agitasi, insomnia)

    Efek samping yang tidak berat (tergantung daya toleransi dari

    penderita), umumnya dapat ditoleransi oleh penderita dan akan menhilang

    dalam waktu sekitar 3 minggu bila tetap diberikan dalam dosis yang sama.

    Pada keadaan overdosis dapat terjadi intoksikasi trisiklik dengan

    gejala: eksitasi SSP, hipertensi, hiperpireksia, konvulsi, toxic confusion state

    (confusion, delirium, disorientasi).

    2.2.7 Obat Anti Panik

    Dalam membicarakan antipanik yang menjadi obat acuan adalah imipramin.

    A. Penggolongan obat anti Panik

    Nama

    Generik

    Nama

    Dagang

    Sediaan Dosis Anjuran

    27

  • Imipramine Tofranil Tablet 25 mg 75-150 mg/hariClomipramine Anafranil Tablet 25 mg 75-150 mg/hariAlprazol Xanax Tablet 0,25 mg, 0,5 mg,1

    mg

    2-4 mg/hari

    Moclobemid Aurorix Tablet 150 mg 300-600 mg/hariSertralin Zoloft Tablet 50 mg 50-100 mg/hariFluoxetin Prozac

    Elizac

    Ansi

    Andep

    Antiprestin

    Courage

    Kalxetin

    Capsul dan caplet 20 mg 20-40 mg/hari

    Parocetin Seroxat Tablet 20 mg 20-40 mg/hariFluvoxamin Luvox Tablet 50 mg 50-100 mg/hariCitalopram Cipram Tablet 20 mg 20-40 mg/hari

    B. Mekanisme kerja

    Sindrom panik berkaitan dengan hipersensitivitas dari serotonic

    reseptor di SSP. Mekanisme kerja obat antipanik adalah menghambat

    reuptake serotonin pada celah sinaptik antar neuron.

    C. Indikasi

    Gejala sasaran: Sindrom panik. Butir-butir diagnostik terdiri dari:

    o Selama paling sedikit satu bulan, mengalami beberapa kali serangan anxietas berat yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

    1. Serangan anxietas tersebut terjadi pada keadaan-keadaan sebenarnya

    secara objektif tidak ada bahaya

    2. Serangan anxietas tersebut tidak terbatas pada situasi yang telah

    diketahui atau yang dapat diduga sebelumnya.

    3. Terdapat keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala anxietas pada

    periode diantara serangan-serangan panik (meskipun demikian,

    umumnya dapat terjadi juga komplikasi anxietas antisipatorik,

    yaitu anxietas yang terjadi setelah membayangkan sesuatu yang

    mengkhawatirkan akan terjadi).

    28

  • Gejala-gejala tersebut dapat terjadi dengan atau

    tanpa Agorafobia (anxietas yang terjadi dalam hubungannya dengan

    tempat atau situasi: banyak orang/keramaian, tempat umum, bepergian

    keluar rumah dan bepergian sendiri).

    D. Cara Penggunaan

    Mulai dengan dosis rendah, secara perlahan-lahan dosis dinaikkan

    dalam beberapa minngu untuk meminimalkan efek samping dan mencegah

    terjadinya toleransi Obat. Dosis efektif biasanya dicapai dalam waktu 2-3

    bulan.

    Lamanya pemberian obat tergantung dari individual, umunya selama

    6-12 bulan, kemudian dihentikan secara bertahap selama 3 bulan bila

    kondisi penderita sudah memungkinkan. Dalam waktu 3 bulan bebas obat

    75% penderita menunjukkan gejala kambuh. Dalam keadaan ini maka

    pemberian obat dengan dosis semula diulangi selama 2 tahun. Setelah itu

    dihentikan secara bertahap selama 3 bulan.

    E. Interaksi Obat

    o Obat anti panik Trisiklik (Imipramine/clomipramine) + Haloperidol/Phenotiazine dapat mengurangi kecepatan ekskresi dari

    Trisiklik, sehingga kadar dalam plasma meningkat, sebagai akibatnya

    dapat terjadi potensiasi efek samping antikolinergik.

    o Obat anti panik Trisiklik + CNS Depressant dapat menyebabkan potensiasi efek sedasi dan penekanan terhadap pusat pernapasan.

    o Obat anti panik Trisiklik/ SSRI + Obat simpatomimetik (derivat amfetamin) dapat membahayakan kondisi jantung.

    o Obat anti panik Trisiklik/ SSRI + MAOI, tidak boleh diberikan bersamaan, dapat terjadi Serotonin Malignant Syndrome

    o Pemberian bersama obat anti panik SSRI dan Trisklik, umumnya meningkatkan kadar Trisiklik dalam plasma sehingga mudah terjadi

    gejala overdosis (intoksikasi trisiklik ).

    F. Kontra Indikasi

    29

  • Wanita hamil dan menyusui tidak dianjurkan menggunakan obat anti panik.

    G. Efek samping

    Efek samping obat anti panik golongan Trisiklik, dapat berupa:

    Efek anti-histaminergik (sedasi, mengantuk,

    kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun,dll)

    Efek anti-kolinergik (mulut kering, keluhan

    lambung, retensi urin, penglihatan kabut, konstipasi,dll)

    Efek anti-adrenergik alfa (perubahan EKG,

    hipotensi ortostatik)

    Efek neurotoksis ( tremor halus, kejang-

    epileptik, agitasi, insomnia)

    BAB III

    PENUTUP

    30

  • Golongan obat psikofarmaka yang banyak dipergunakan adalah obat antipsikosis,

    obat anti mania dan obat antidepresi. Penggunaan jenis obat ini perlu pengawasan yang

    ketat karena seringkali menimbulkan efek samping seperti ketergantungan psikologis

    dan fisik yang dapat mengakibatkan keracunan obat, depresi dan kehilangan sifat

    menahan diri, gangguan paru-paru, gangguan psikomotoris dan iritatif (mudah marah,

    gelisah dan ansietas bila obat dihentikan). Oleh sebab itu, banyak variable yang melekat

    pada praktek psikofarmakologi, termasuk pemilihan obat, peresepan, pemberian, arti

    psikodinamika bagi pasien dan pengaruh keluarga serta lingkungan.

    Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada

    Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan

    perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf

    kualitas hidup pasien.

    Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya: antipsikosis,

    anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas, anti-insomnia, anti-panik, dan anti obsesif-

    kompulsif,. Pembagian lainnya dari obat psikotropik antara lain: transquilizer,

    neuroleptic, antidepressants dan psikomimetika.

    DAFTAR PUSTAKA

    31

  • 1. Kaplan dan Sadock, Sinopsis Psikiatri. 2007. Terapi Biologis, Jilid 2. Penerbit

    Binarupa Aksara. 2010.

    2. Maramis, Willy F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Airlangga University

    Press. 2009.

    3. Maslim, Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik

    (Psychotropic Medication). Edisi 3. Jakarta. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK

    Unika Atma Jaya. 2007

    4. Anonim.Psikofarmaka2.Diaksesdari.http://misaekyu.files.wordpress.com/2009/

    12/psikofarmaka2.pdf.

    32