bab ii ikhsan glukosa cod.scr--

66
BAB II TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN POST OP COLOSTOMI HARI KE – 6 a/i ILEUS OBSTRUKSI PARSIAL A. Konsep Dasar Medis 1.Pengertian Ileus obstruktif adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal. Obstruski usus dapat akut atau kronis, parsial atau total (komplit), keparahannya tergantung pada usus yang terkena, derajat dimana lumen tersumbat dan khususnya derajat dimana sirkulasi darah dalam dinding usus terganggu (Sylvia A. Price, 2006). Ileus obstruksi adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus pada traktus intestinal (Price & Wilson, 2007). Ileus obstruksi adalah kerusakan parsial atau komplit ke arah depan dari isi usus. Obstruksi 10

Upload: operator-warnet-vast-raha

Post on 29-Jul-2015

128 views

Category:

Career


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN POST OP COLOSTOMI HARI

KE – 6 a/i ILEUS OBSTRUKSI PARSIAL

A. Konsep Dasar Medis

1. Pengertian

Ileus obstruktif adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang

traktus intestinal. Obstruski usus dapat akut atau kronis, parsial atau total

(komplit), keparahannya tergantung pada usus yang terkena, derajat dimana

lumen tersumbat dan khususnya derajat dimana sirkulasi darah dalam

dinding usus terganggu (Sylvia A. Price, 2006).

      Ileus obstruksi adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran

normal isi usus pada traktus intestinal (Price & Wilson, 2007).

Ileus obstruksi adalah kerusakan parsial atau komplit ke arah depan

dari isi usus. Obstruksi pada ileus sering terjadi karena mempunyai segmen

yang paling sempit (Monica E, 2002).

Ileus obstruksi adalah keadaan dimana usus terjadi sumbatan

mencagah aliran normal dari usus melalui saluran usus yang dapat bersifatt

parsial atau komplit ( Smeltzer dan Bare, 2002).

10

2. Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan

a. Anatomi sistem pencernaan

Gambar .1 Anatomi Sistem PencernaanSumber : (http://www.blogdokter.com, 2002)

1) Oris (mulut)

Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri dari 2

(dua) bagian yaitu :

a) Bagian luar, yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi

b) Bagian dalam atau rongga mulut yaitu : rongga mulut yang

dibatasi sisinya oleh tulang maxilaris, palatum dan mandibularis

disebelah belakang dengan faring.

2) Faring (tekak)

Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan

kerongkongan (oesophagus). Di dalam lengkungan faring terdapat

tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak

11

mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi.

Disini terletak persimpangan antara jalan napas dan jalan makan,

letaknya di belakang rongga mulut dan rongga hidung di depan ruas

tulang belakang.

3) Oesophagus (kerongkongan)

Merupakan saluran yang menghubungkan rongga mulut

dengan lambung, panjangnya 25 cm, mulai dari faring sampai

masuk kardiak di bawah lambung. Esophagus terletak di belakang

trachea dan di depan tulang punggung setelah melalui thoraks

menembus diafragma masuk ke dalam abdomen menyambung dengan

lambung.

4) Gaster (lambung)

Gaster (lambung) merupakan bagian dari saluran yang dapat

mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster. Lambung

terdiri dari bagian atas fundus berhubungan dengan esophagus melalui

orifisium pilori, terletak dibawah diafragma di depan pancreas dan

limpa, menempel di sebelah kiri fundus. Bagian lambung terdiri

fundus ventriuli, korpus ventriuli, pylorus, kurvatura minor, kurvatura

mayor, dan osteum kadiakum.

5) Intestinum minor (usus halus)

Usus halus merupakan tabung kompleks, berlipat-lipat yang

membentang dari pylorus sampai katup ileosekal panjangnya kira-kira

12

6 meter. Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah rongga abdomen.

Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin

kebawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai menjadi

sekitar 2,5 cm.

Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum dan ileum.

Pembagiaan ini didasarkan pada sedikit perubahan struktur dan

perbedaan fungsinya. Deudenum panjangnya sekitar 25 cm mulai dari

pylorus sampai jejenum. Pemisahan dedenum dan jejenum ditandai

oleh ligamentum treitz kira-kira 2/5 dari sisi usus halus adalah jejenum

dan 3/5 bagian terminalnya adalah ileum. jejenum terletak diregio

abdominalis media sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di

regio abdominalis sebelah kanan. Masuknya kimus kedalam usus halus

diatur oleh spinter pylorus sedangkan pengeluaran zat yang telah

dicernakan kedalam usus besar diatur oleh katup ileosekal dimana

katup ini juga mencengah refluks isi usus besar kedalam usus halus.

Otot yang meliputi usus halus mempunyai dua lapisan yaitu

lapisan luar terdiri atas serabut-serabut longitudinal yang lebih tipis

dan lapisan dalam berupa serabut-serabut sirkular. Penataan demikin

membantu gerakan peristaltik usus halus. Lapisan supmukosa terdiri

atas jaringan penyambung sedangkan lapisan mukosa bagian dalam

tebal, banyak mengandung pembuluh darah dan kelenjar.

13

Arteria mesentrika superior dicabangkan dari aorta tepat

dibawah arteri siliaka memperdarahi seluruh usus halus kecuali

deodenum yang diperdarahi oleh arteri gastroduodenalis dan

cabangnya arteri pankrea-tiduodenalis superior. Darah dikembalikan

lewat vena mesentrika superior yang menyatuh dengan vena lienalis

membentuk vena porta.

Usus halus dipersarafi cabang-cabang kedua sistem saraf

otonom rangsangan parasimpatis merangsang aktivitas sekresi dan

pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan

usus. Serabut-serabut sensoris sistem simpatis mengahantarkan nyeri,

sedangkan serabut-serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai

saraf intrinsif, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui

pleksus auerbach yang terletak dalam lapisan muskularis dan pleksus

meissner dilapisan submukosa.

6) Intestinum mayor (usus besar)

Panjang 1 ½ meter, lebarnya 5 – 6 cm, lapisan-lapisan usus

besar dari dalam keluar. Intestinum mayor terdiri dari :

a) Seikum, dibawah seikum terdapat appendiks vermiformis yang

berbentuk seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing,

panjangnya 6 cm.

b) Colon asendens, panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen

sebelah kanan membujur keatas dari ileum ke bawah hati di bawah

14

hati melengkung ke kiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatica

dilanjutkan sebagai colon tranversum.

c) Apendiks (usus buntu) bagian dari usus besar yang muncul

seperti corong dari akhir seikum mempunyai pintu keluar yang

sempit tapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi

usus.

d) Colon tranversum, panjangnya 38 cm, membujur dari colon

asendens sampai colon desendens berada di bawah abdomen,

sebelah kanan terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat

fleksura lienalis.

e) Colon desendens panjangnya 25 cm, terletak di bawah

abdomen bagian kiri membujur dari atas ke bawah dari fleksura

lienalis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan colon

sigmoid.

f) Colon sigmoid merupakan lanjutan dari colon desendens

terletak miring, dalam rongga pelvis sebelah kiri bentuknya

menyerupai huruf sehubungan dengan ujung bawahnya

berhubungan dengan rektum.

g) Rektum terletak di bawah colon sigmoid yang menghubungkan

intestium mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di

depan os sacrum dan os koksigeus.

15

h) Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang

menghubungkan rectum dengan dunia luar (udara luar) terletak

didasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh 3 sfingter :

(1) Sfingter ani internus (sebelah kiri),

bekerja tidak menurut kehendak

(2) Sfingter levaton ani, bekerja juga tidak

menurut kehendak

(3) Sfingter ani eksternus (sebelah bawah)

bekerja menurut kehendak (Monica.E, 2002).

b. Fisiologi Sistem Pencernaan

Untuk melakukan fungsinya semua sel memerlukan nutrient,

nutrient harus di turunkan dari masukan makanan yang terdiri dari

protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral serta serat selulosa dan

bahan sayuran lain yang tidak bernilai nutrisi. Fungsi utama pencernaan

dari saluran gastrointestinal yang berhubungan dengan memberikan

kebutuhan tubuh :

1) Memecahkan partikel makanan ke dalam bentuk molekul untuk

dicerna.

2) Mengabsorbsi hasil pencernaan dalam bentuk molekul kecil ke

dalam aliran darah.

3) Mengeliminasi makanan yang tidak di cerna dan terabsorbsi dan

produk sisa lain dari tubuh.

16

Saat makanan di dorong melalui saluran gastrointestinal, makanan

mengalami kontak dengan sekresi yang membantu dalam pencernaan,

penyerapan atau eliminasi dari saluran gastrointestinal.

Proses fisiologi pencernaan terdiri dari :

1) Pencernaan oral

Proses pencernaan di mulai dari aktivitas mengunyah, di

mana makan di pecah ke dalam partikel kecil yang dapat di telan

dan dicampur dengan enzim-enzim pencernaan. Makan atau

bahkan melihat, mencium atau mencicipi makanan dapat

menyebabkan reflex saliva. Saliva adalah sekresi pertama yang

kontak dengan makanan. Saliva disekresi dalam mulut melalui

kelenjar saliva pada kecepatan kira-kira 1,5 liter setiap hari. Saliva

mengandung enzim ptyalin atau amilase saliva, yang di mulai

pencernaan zat pati, juga mengandung mukus yang membantu

melumasi makanan saat di kunyah, sehingga memudahkan

menelan ( Smeltzer dan Bare, 2002).

2) Menelan

Menelan dimulai sebagai aktivitas volunter yang di atur oleh

pusat penelan di medula oblongata dari sistem syaraf pusat. Saat

makanan di telan, epiglottis bergerak menutup lubang trachea dan

mencegah aspirasi makanan ke dalam paru-paru. Menelan

mengakibatkan bolus makanan berjalan ke dalam esophagus atas,

17

yang berakhir sebagai aktivitas reflex. Otot halus di dinding

esfagus berkontraksi dalam urutan irama dari esophagus kearah

lambung untuk mendorong bolus makanan sepanjang saluran.

Selama proses peristaltic esophagus, spingter esophagus bawah

rileks dan memungkinkan bolus makanan masuk lambung.

Akhirnya spingter esophagus menutup dengan rapat untuk

mencegah refluks isi lambung ke dalam esophagus (Smeltzer dan

Bare, 2002).

3) Kerja lambung

Lambung mensekresi cairan yang sangat asam mempunyai

pH terendah satu, memperoleh keasamannya dari asam

hidroklorida yang di sekresikan oleh kelenjar lambung. Fungsi

sekresi asam yaitu :

a) Untuk memecah makanan menjadi komponen yang di absorbs.

b) Untuk membantu destruksi kebanyakan bakteri pencernaan.

Sekresi lambung juga mengandung enzim pepsin yang penting

untuk memulai pencernaan protein. Factor intrinsic juga di sekresi

oleh mukosa lambung, senyawa ini berkombinasi dengan vitamin

B12 dalam diet, sehingga vitamin dapat diabsorbsi dalam ileum.

Kontraksi peristaltic dari dalam lambung mendorong isi lambung

kearah pylorus. Karena partikel makanan tidak dapat melewati

18

spingter pylorus, partikel ini diaduk kembali ke korpus lambung

untuk dihancurkan menjadi partikel yang lebih kecil.

Peristaltic di dalam lambung dan kontraksi spingter pylorus

memungkinkan makanan dicerna sebagai untuk masuk ke usus

halus (Smeltzer dan Bare, 2002).

4) Kerja usus halus

Ada dua tipe kontraksi yang terjadi secara teratur di usus

halus. Kontraksi segmentasi yang menghasilkan campuran

gelombang yang menggerakan isi usus ke belakang dan kedepan

dalam gerak mengaduk. Peristaltic usus mendorong isi usus halus

tersebut kearah kolon (Smeltzer dan Bare, 2001).

5) Kerja kolon

Dalam empat jam setelah makan materi sisa residu melewati

ileum terminalis dan dengan perlahan melewati bagian proksimal

kolon melalui katup ileosekal. Aktivitas peristaltic yang lemah

menggerakkan isi kolon dengan perlahan sepanjang saluran.

Transport lambat ini memungkinkan reabsorbsi efisien terhadap air

dan elektrolit. Materi sisa dari makanan akhirnya mencapai dan

mengembangkan anus, biasanya kira-kira 12 jam (Smeltzer dan

Bare, 2002).

19

6) Defekasi

Distensi rektum secara relatif menimbulkan kontraksi otot

rektum dan merilekskan spingter anal interna yang biasanya

tertutup. Spingter internal di control oleh sistem saraf otonom,

spingter eksternal di bawah control sadar dari korteks cerebral.

Selama defekasi spingter anal eksternal secara volunter rileks

untuk memungkinkan isi kolon keluar. Secara normal spingter anal

eksternaldipertahankan pada status tonus. Oleh karena itu defekasi

terlihat menjadi reflex spinal yang dapat secara volunteer dihambat

dengan mempertahankan spingter anal tertutup. Kontraksi otot

abdomen memudahkan pengosongan kolon (Smeltzer dan Bare

2002).

3. Etiologi

Obstruksi mekanik mempengaruhi kekuatan dinding usus. Beberapa

penyebab obstruksi usus sebagai berikut :

a. Adhesi : Jaringan sikatrik melingkar diatas segmen usus, menyebabkan

usus terpuntir dan tertekan.

b. Hernia : Hernia dapat menyebabkan obstruksi ketika batang usus

terperangkap didalam defek tersebut.

c. Invaginasi : Masuknya satu segmen usus kedalam usus itu sendiri. Lebih

sering ditemukan pada anak-anak.

20

d. Volvulus : Adalah usus besar melintir terhadap dirinya sendiri,

menyumbat lumen usus proksimal oleh distal.

e. Tumor : Secara bertahap menghambat lumen usus besar. Kanker

menjadi penyebab 80 % obstruksi usus besar.

f. Askariasis : Kebanyakan cacing askariasis ahidup di usus halus bagian

jejenum.

g. Benda-benda asing seperti batu empedu dan kelainan kongenital

merupakan penyebab obstruksi pada anak dan bayi (Smeltzer dan Bare,

2002)

4. Patofisiologi

Secara normal 7 – 8 liter cairan kaya elektrolit disekresi oleh usus dan

kebanyakan direabsorbsi. Bila usus tersumbat, cairan ini sebagian tertahan

dalam usus dan sebagian dieliminasi melalui muntah, yang menyebabkan

pengurangan besar dalam volume darah sirkulasi, mengakibatkan hipotensi,

syok hipovolemik, dan penurunan aliran darah ginjal dan serebral. Karena

cairan hilang tetapi sel darah tidak, maka hematokrit dan hemoglobin

meningkat, jadi meningkatkan potensial terhadap gangguan oklusif vaskuler

seperti trombosis koroner, serebral, dan mesentrika.

Pada awitan obstruksi, cairan dan udara bertumpuk pada bagian

proksimal sisi yang bermasalah, menyebabkan distensi. Manifestasi terjadi

lebih cepat dan tegas pada blok usus halus karena usus halus lebih sempit dan

21

secara normal lebih aktif. Volume besar sekresi dari usus halus menambah

distensi. Sekresi satu-satunya yang bermakna dari usus besar adalah mukus.

Distensi menyebabkan peningkatan sementara pada peristaltik saat

usus berusaha untuk mendorong material melalui area tersumbat. Dalam

beberapa jam peningkatan peristaltik berakhir dan usus menjadi palksis,

sehingga mengurangi tekanan dalam lumen dan memperlambat proses yang

disebabkan oleh obstruksi. Peningkatan tekanan dalam usus mengurangi

kemampuan absorpsinya, peningkatan retensi cairan masih tetap berlanjut.

Segera tekanan intraluminal menurunkan aliran balik vena, yang

meningkatkan tekanan vena, kongesti, dan kerapuhan pembuluh darah. Proses

ini pada waktunya, meningkatkan permeabilitas kapiler dan memungkinkan

plasma ekstravasasi kedalam lumen usus ke rongga peritoneal. Peningkatan

tekanan didalam dinding usus segera meperlambat aliran darah arteri yang

menyebabkan nekrosis, dan pada beberapa kasus, toksemia dan peritonitis.

Strangulasi usus mengakibatkan penurunan suplai darah arterial. Nekrosis dan

perforasi dapat mendorong isi usus kedalam rongga peritoneal, menyebabkan

peritonitis. Bakteri berproliperasi kedalam usus yang terstrangulasi dan dapat

membentuk endotoksin. Bila endotoksin dilepaskan ke rongga peritoneal atau

sirkulasi sistemik terdapat kolaps sirkulasi cepat dengan syok endotoksik,

menunjukkan laju mortalitas tinggi pada kondisi ini ( Monica E, 2002).

22

5. Manifestasi klinis

a. Gejala-gejala awal adalah nyeri kram, seperti gerakan bergelombang dan

kolik pada usus, mungkin mengeluarkan darah atau mukus tetapi tidak ada

massa faeces, terjadi muntah.

b. Gelombang peristaltik menjadi sangat keras dan menjadi berlawanan arah,

sehingga mengeluarkan isi usus kearah mulut, jika terjadi obstruksi

komplet.

c. Jika obstruksinya terjadi pada ileum maka akan terjadi muntah fekal.

d. Dehidrasi menyebabkan haus yang berlebihan, rasa mengantuk, maleise

umum dan sakit.

e. Lidah dan membran mukosa menjadi kotor, abdomen menjadi distensi

(makin rendah obstruksi terjadi pada saluran gastrointestinal, maka makin

kentara distensi yang terjadi).

f. Jika tidak diatasi, akan terjadi syok karena dehidrasi atau kehilangan

volume plasma (Smeltzer dan Bare, 2002).

6. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan radiogram barium untuk mengetahui tempat obstruksi yaitu

obstruksi mekanik usus halus ditandai oleh udara dalam usus halus, tetapi

tidak pada colon. Sedangkan obstruksi colon ditandai oleh gas diselurh

colon, tetapi sedikit atau tidak ada gas dalam usus halus.

23

b. Test serum darah akan menunjukkan perubahan dari keadaan normal

(hemokonsentrasi) ketika terjadi dehidrasi. Akan terdapat penurunan

sodium dan potasium dan peningkatan dalam hematokrit, bikarbonat,

serum dan nitrogen ureum darah (BUN) (Brunner dan Suddarth, 2002).

7. Penatalaksanaan

a. Dekompresi usus melalui selang nasogastrik atau selang usus halus untuk

memecahkan obstruksi.

b. Jika usus terobstruksi sempurna, kemungkinan terjadi strangulata maka

diperlukan intervensi pembedahan. Tindakan pembedahan tergantung

pada penyebab obstruksi. Adapun penatalaksanaan bedah abdomen

sebagai berikut :

1) Pra operasi

b) Puasa dan cairan parenteral

c) Selang nasogastrik disambungkan pada penghisap rendah dan

intermitten

d) Terapi antibiotik

2) Pembedahan

Pembedahan untuk memperbaiki formasi dari usus.

Salah satu pembedahan yang sering dilakukan adalah operasi

Colostomi.

24

a) Pengertian Colostomi

Kolostomi (colostomy) berasal dari kata “colon” dan

“stomy”. Colon (kolon) merupakan bagian dari usus besar yang

memanjang dari sekum sampai rektum dan “stomy” (dalam bahasa

Yunani “stoma” berarti mulut). Kolostomi dapat diartikan sebagai

suatu pembedahan dimana suatu pembukaan dilakukan dari kolon

(atau usus besar) ke luar dari abdomen. Feses keluar melalui

saluran usus yang akan keluar di sebuah kantung yang diletakkan

pada abdomen,dibentuk bila usus tersumbat oleh tumor (Harahap,

2006)

b) Jenis kolostomi berdasarkan lokasinya

Jenis kolostomi berdasarkan lokasinya; transversokolostomi

merupakan kolostomi di kolon transversum, sigmoidostomi yaitu

kolostomi di sigmoid, kolostomi desenden yaitu kolostomi di kolon

desenden dan kolostomi asenden, adalah kolostomi di asenden

(Suriadi, 2006)

c) Indikasi Kolostomi

Menurut Suriadi (2006) Indikasi dilakukannya kolostomi

adalah sebagai berikut :

25

(1) Atresia Ani

Penyakit atresia ani adalah tidak terjadinya perforasi membran yang

memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembuatan lubang

anus yang tidak berhubungan langsung dengan rectum,Atresi ani

atau imperforata anus adalah tidak komplit perkembangan

embrionik pada distal usus (anus) tertutupnya anus secara

abnormal.

(2) Hirschprung

Penyakit Hirschprung atau megakolon aganglionik bawaan

disebabkan oleh kelainan inervasi usus, mulai pada sfingter ani

interna dan meluas ke proksimal, melibatkan panjang usus yang

bervariasi.

(3) Malforasi Anorektum

Istilah Malforasi Anorektum merujuk pada suatu spektrum cacat.

Perhatian utama ditujukan pada pengendalian usus selanjutnya,

fungsi seksual dan saluran kencing.

(4) Atresia Rektum

Atresia Rektum adalah cacat yang jarang terjadi, hanya 1% dari

anomali anorektum. Tanda yang unik pada cacat ini adalah bahwa

penderita mempunyai kanal anus dan anus yang normal.

26

(5) Fistula Vestibular

Fistula Vestibular adalah cacat yang paling sering ditemukan pada

perempuan. Kolostomi proteksi diperlukan sebelum dilakukan

operasi koreksi, walaupun kolostomi ini tidak perlu dilakukan

sebagai suatu tindakan darurat karena fistulanya sering cukup

kompeten untuk dekompresi saluran cerna .

(6) Kloaka Persisten

Pada kasus Kloaka Persisten, rektum, vagina, dan saluran kencing

bertemu dan menyatu dalam satu saluran bersama. Perineum

mempunyai satu lubang yang terletak sedikit di belakang klitoris.

Kolostomi pengalihan terindikasi pada saat lahir, lagipula penderita

yang menderita kloaka mengalami keadaan darurat urologi, karena

sekitar 90% diserai dengan cacat urologi.

d) Komplikasi Kolostomi

(1) Obstruksi/ penyumbatan

Penyumbatan dapat disebabkan oleh adanya perlengketan usus

atau adanya pengerasan feses yang sulit dikeluarkan. Untuk

menghindari terjadinya sumbatan, pasien perlu dilakukan irigasi

kolostomi secara teratur. Pada pasien dengan kolostomi

permanen tindakan irigasi ini perlu diajarkan agar pasien dapat

melakukannya sendiri di kamar mandi.

27

(2) Infeksi

Kontaminasi feses merupakan factor yang paling sering menjadi

penyebab terjadinya infeksi pada luka sekitar stoma. Oleh

karena itu pemantauan yang terus menerus sangat diperlukan

dan tindakan segera mengganti balutan luka dan mengganti

kantong kolstomi sangat bermakna untuk mencegah infeksi.

(3) Retraksi stoma/ mengkerut

Stoma mengalami pengikatan karena kantong kolostomi yang

terlalu sempit dan juga karena adanya jaringan scar yang

terbentuk disekitar stoma yang mengalami pengkerutan.

(4) Prolaps pada stoma

Prolaps merupakan penonjolan mukosa colon 6 cm atau lebih

dari permukaan kulit.

Prolaps dapat dibagi 3 tingkatan:

Penonjolan seluruh dinding colon termasuk peritonium kadang-

kadang sampat loop ilium.Adanya strangulasi dan nekrosis pada

usus yang mengalami penonjolan Prolaps dapat terjadi oleh

adanya faktor-faktor Peristaltik usus meningkat, fixasi usus

tidak sempurna, mesocolon yang panjang, tekanan intra

abdominal tinggi, dinding abdomen tipis dan tonusnya yang

lemah serta kemungkinan omentum yang pendek dan

28

tipis.Terjadi karena kelemahan otot abdomen atau karena fiksasi

struktur penyokong stoma yang kurang adekuat pada saat

pembedahan.

(5) Stenosis Stoma

Terjadi penyempitan dari celahnya yang akan mengganggu

pasase normal feses.

(6) Diare

Makin ke proksimal colostominya makin encer feces yang

keluar. Pada sigmoid biasanya normal.

(7) lritasi Kulit

Hal ini terutama pada colostomy sebelah kanan karena feces

yang keluar mengandung enzim pencernaan yang bersifat

iritatif. Juga terjadi karena cara membersihkan kulit yang kasar,

salah memasang kantong dan tidak tahan akan plaster.

e) Pemeriksaan Penunjang:

(1) Foto polos abdomen 3 posisi

(2) Colon inloop

(3) Colonoscopy

(4) USG abdomen     

f) Teknik Operasi 

Secara singkat teknik operasi kolostomi dapat dijelaskan

sebagai berikut. Setelah penderita diberi narkose dengan

29

endotracheal tube, penderita dalam posisi terlentang. Desinfeksi

lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik, kemudian

dipersempit dengan linen steril. Dibuat insisi tranversal setinggi

pertengahan antara arcus costa dan umbilikus kanan maupun kiri.

Dibuka lapis demi lapis sehingga peritoneum kemudian dilakukan

identifikasi kolon tranversum. Kemudian kolon dikeluarkan ke

dinding abdomen dan dilakukan penjahitan ”spur” 3–4 jahitan

dengan benang sutera 3/0 sehingga membentuk double loop.

Kemudian usus dijahit ke peritonium fascia dan kulit sehingga

kedap air ( water tied ). Selanjutnya usus dibuka transversal dan

dijahit ke kulit kemudian tepi luka diberi vaselin.

g) Pendidikan pada pasien

Pasien dengan pemasangan kolostomi perlu berbagai

penjelasan baik sebelum maupun setelah operasi, terutama tentang

perawatan kolostomi bagi pasien yang harus menggunakan

kolostomi permanen.Berbagai hal yang harus diajarkan pada pasien

adalah:

(1)Teknik penggantian/ pemasangan kantong kolostomi yang baik

dan benar

(2) Teknik perawatan stoma dan kulit sekitar stoma

(3) Waktu penggantian kantong kolostomi

(4) Teknik irigasi kolostomi dan manfaatnya bagi pasien

30

(5)Jadwal makan atau pola makan yang harus dilakukan untuk

menyesuaikan

(6)Pengeluaran feses agar tidak mengganggu aktifitas pasien

(7)Berbagai jenis makanan bergizi yang harus dikonsumsi

(8)Berbagai aktifitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh

pasien

(9)Berbagi hal/ keluhan yang harus dilaporkan segera pada dokter

( jika apsien sudah dirawat dirumah)

(10)Berobat/ control ke dokter secara teratur

(11)Makanan yang tinggi serat

31

B. Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan Klien Dengan Post Op Colostomi

Hari Ke – 4 a/i Ileus Obstruksi Partial

Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses

keperawatan melalui tahap pengkajian (assessment), perencanaan (planning),

pelaksanaan (implementasi), evaluasi, dan keterampilan professional tenaga

keperawatan (Hidayat, 2009).

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar proses keperawatan.

Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan

ketelitian dalam mengenal masalah klien sehingga memberi arah kepada

tindakan keperawatan. Tahapan-tahapan dalam pengkajian adalah sebagai

berikut :

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data merupakan upaya untuk mendapatkan data-data

yang di gunakan sebagai informasi tentang klien. Data yang di butuhkan

tersebut mencakup data tentang biopsikososial dan cultural dari klien,

data yang berhubungan dengan masalah klien serta data tentang factor-

faktor yang mempengaruhi atauyang berhubungan dengan klien seperti

data tentang keluarga dan lingkungan yang ada (Hidayat, 2001). Adapun

data yang di kumpulkan adalah sebagai berikut :

32

1) Biodata

Biodata adalah pengumpulan data tentang identifikasi pasien dan

keluarga (penanggung jawab) yang mencakup: nama, umur, jenis

kelamin, agama, suku/bangsa, status perkawinan, alamat, pekerjaan,

pendidikan, hubungan pasien dengan penanggungjawab.

2) Riwayat

Kesehatan

a) Keluhan utama

Merupakan keluhan yang dirasakan klien saat dilakukan

pengkajian, sehingga klien minta pertolongan. Pada umumnya

klien dengan post op colostomi Hari Ke – 6 a/i Ileus Obstruksi

Partial

b) keluhan yang paling dirasakan oleh klien adalah nyeri.

c) Riwayat keluhan utama

Mengambarkan keadaan kesehatan klien sejak keluhan pertama

kali dirasakan hingga saat dilakukan pengkajian dengan

menggunakan anlisa metode PQRST.

(1) Paliatif/profokatif, merupakan apa yang menyebabkan klien

merasa nyeri, pada klien post op colostomi a/i Ileus Obstruksi

Partial nyeri di rasakan karena adanya luka operasi.

(2) Qualitative/quantitative, merupakan seberapa berat keluhan

tersebut dirasakan, pada klien post op colostomi a/i ileus

33

obstruksi. Keluhan biasanya dirasakan pada saat mengganti

balutan atau bergerak.

(3) Region/radiasi, merupakan lokasi keluhan, pada klien post op

colostomi a/i ileus obstruksi biasanya nyeri dirasakan di

abdomen sebelah kanan.

(4) Skala merupakan intensitas keluhan yang dirasakan, apakah

sampai mengganggu atau tidak. Skala nyeri 0-10 dapat di

klasifikasikan sebagai berikut : Ringan (1-3), sedang (4-6),

Berat (7-8), dan sangat berat (9-10). Adapun skala nyeri pada

post op colostomi dapat berkisar pada skala 6-8.

(5) Timming, merupakan waktu keluhan di rasakan, kapan

keluhan tersbut mulai dirasakan, lamanya keluhan, frekuensi

keluhan, apakah terjadi secara mendadak atau terus-menerus.

Biasanya keluhan pada klien post op colostomi a/i ileus

obstruksi adalah hilang timbul, pada saat menggerakan badan.

d) Riwayat kesehatan dahulu

Pada riwayat kesehatan dahulu pernahkah klien menderita

penyakit yang sama atau apakah klien pernah mengalami

penyakit yang berat atau suatu penyakit tertentu yang

memungkinkan akan berpengaruh pada kesehatan.

e) Riwayat kesehatan keluarga

34

Yang perlu di tanyakan adalah apakah ada anggota keluarga

yang menderita penyakit ileus obstruksi, apakah ada riwayat

penyakit keturunan dalam keluarga dan genogram 3 generasi.

3) Pemeriksaan

fisik

Pemeriksaan fisik di mulai dari melihat keadaan umum.

Pemeriksaan tanda-tanda vital, pengkajian sistem tubuh dengan teknik

pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi terhadap

sebagian sistem tubuh.

Secara umum data yang dapat dikumpulkan pada klien dengan

post op colostomi a/i ileus obstruksi adalah sebagai berikut :

a) Keadaan umum lemah, kesadaran compos mentis, tanda-tanda vital

tekanan darah, denyut nadi, pernapasan biasanya meningkat oleh

karena adanya nyeri sedangkan suhu badan dalam batasan normal.

b) Pemeriksaan fisik umum yaitu secara persistem. Untuk pemeriksaan

persistem yang di kaji adalah :

(1) Sistem pernapasan

Pada klien dengan post op colostomi a/i ileus obstruksi

ditemukan adanya kelaianan pada sistem pernapasan.

(2) Kardiovaskuler

Pada klien dengan post op colostomi a/i ileus obstruksi tidak

ditemukan adanya kelainan sistem kardiovaskluer.

35

(3) Sistem pencernaan

Pada klien dengan post op colostomi a/i ileus obstruksi

ditemukan data peristaltic usus menurun, adanya nyeri tekan

luka colostomi pada daerah abdomen, fungsi menelan dan

mengunyah baik.

(4) Sistem musckuloskeletal

Pada klien dengan post op colostomi a/i ileus obstruksi yang

perlu di kaji adalah range of montion dari pergerkan sendi

mulai dari kepala sampai anggota gerak bawah.

Ketidaknyamanan atau nyeri yang di laporkan klien waktu

bergerak. Toleransi klien waktu bergerak dan observasi adanya

luka pada otot akibat terbuka. Selaian ROM tonus otot dan

kekuatan otot di kaji karena klien immobilitas biasanya tonus

dan kekuatan otot menurun.

(5) Sistem integument

Pada klien post op colostomi a/i ileus obstruksi didapat adanya

luka pada kuadran kanan bawah akibat dari tindakan operasi,

peningkatan suhu tubuh akibat dampak infeksi sistemik dan

dapat terjadi defisit perawatan diri akibat kelemahan.

(6) Sistem endokrin

36

Pada klien post op colostomi a/i ileus obstruksi sistem

endokrin bisanya tidak mengalami gangguan.

(7) Sistem perkemihan

Pada klien post op colostomi a/i ileus obtsruksi sistem

perkemihan dapat terjadi retensi urine dan karena keterbatasan

aktivitas sehingga harus dipasang dower kateter.

(8) Sistem persarafan

Pada klien post op colostomi a/i ileus obtsruksi pengkajian

pada sistem persarafan tidak didapatkan adanya kelainan-

kalaianan dengan GCS 15.

4) Pola aktivitas

sehari-hari

a) Pola nutrisi

Pada klien dengan post colostomi biasanya kehilangan nafsu

makan, anoreksia, muntah, perubahan rasa/penyimpangan rasa,

dan penurunan berat badan.

b) Eliminasi

Pada klien dengan post op colostomi a/i ileus obstruksi di

dapatkan data pasase kemerahan, faeses seperti jelli (darah dan

mukus), muntah dan produksi urine menurun.

c) Aktivitas

37

Pada klien dengan post op colostomi a/i ileus obstruksi biasanya di

dapatkan keluhan kelelahan otot, malaise, dan samnolen oleh

karena tindakan operasi dan bedrest yang lama.

d) Istrahat dan tidur

Pada klien dengan post op colostomi a/i ileus obstruksi ditemukan

keluhan susah tidur oleh karena klien memikirkan kondisi

penyakitnya.

e) Personal hygiene

Pada klien dengan post op colostomi a/i ileus obstruksi, klien

mengalami hambatan dalam pemenuhan kebutuhan personal

hygiene oleh karena tindakan operasi dan keadaan klien yang

masih lemah.

5) Pola interaksi social

Meliputi siapa yang dekat dengan klien, organisasi sosial yang pernah

di ikuti, serta pemacahan masalah dalam keluarga.

6) Keadaan psikologis

Setiap orang yang menderita suatu penyakit pasti mengalami gangguan

psikologis baik itu sendiri maupun keluarga.

7) Riwayat spiritual

Hal-hal yang perlu di kaji bagaimana pelaksanaan ibadah selama dan

sesudah masuk RS.

8) Penatalaksaan pengobatan

38

Adapun pengobatan dari post op colostomi dapat berupa pemberian

antibiotik, analgetik, maupun pemberian terapi cairan dll.

9) Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan diagnostic terdiri dari beberapa pemeriksaan di antaranya

radiologi, laboratorium, USG.

b. Klasifikasi data

Mengidentifikasi masalah kesehatan yang di hadapi klien yang terdiri dari

data subyektif dan obyektif.

c. Analisa data

Kemampuan untuk mengkaitkan dan menghubungkan data tersebut

dengan kemampuan kognitif, sehingga di ketahui masalah yang sedanga di

hadapi oleh klien.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respn

insane (status atau perubahan pola interaksi baik actual maupun potensial),

individu atau kelompok yang perawat dapat membuat pernyataan resmi srta

memasang intervensi yang pasti demi kelestarian kesehatan atau mengurangi,

menghikangkan serta mencagah perubahan-perubahan terjadi (Carpenito,

2002)

Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa data maka kemungkinan

diagnose keperaweatan yang akan timbul adalah (Doenges, 2002) :

39

a. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya

kontinuitas jaringan.

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan

dengan intake yang tidak adekuat.

c. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume

cairan berhubungan dengan pembatasan pasca operasi (puasa)

d. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan

tindakan bedah.

e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan

kelemahan dan keterbatasan gerak.

f. Defisit perawatan diri kurang berhubungan

keterbatasan gerak dan kelemahan.

g. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan

dengan adanya luka operasi.

h. Ansietas berhubungan dengan kurangnya

pengetahuan terhadap penyakit

3. Perencanaan

Rencana keperawatan merupakan suatu metode komunikasi tentang

asuhan keperawatan kepada klien dan merupakan suatu acuan setelah

merumuskan diagnose keperawatan dengan tujuan mencegah, menghilangkan

40

dan mengoreksi masalah-masalah yang di identifikasi pada diagnose

keperawatan.

Dari diagnose tersebut di atas dapat di buat suatu rencana keperawatan

sebagai beikut :

a. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.

1) Tujuan

Melaporkan nyeri hilang/terkontrol, tampak rileks, mampu

tidur/istrahat dengan tepat.

2) Intervensi

a) Kaji nyeri, catat lokasi karakteristik, beratnya (skala 0-10), selidiki

dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.

b) Observasi tanda-tanda vital.

c) Ajarkan tehnik relaksasi dan anjurkan untuk melakukan relaksasi

nafas dalam bila nyeri muncul

d) Pertahankan istrahat dengan posisi semi fowler.

e) Anjurkan ambulasi dini.

f) Berikan aktivitas hiburan.

g) Pertahankan puasa.

h) Berikan analgetik sesuai indikasi.

3) Rasional

41

a) Berguna dalam keefktifan obat, kemajuan penyembuhan,

perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses /

peritonitis.

b) Tanda-tanda vital dapat berubah akibat rasa nyeri dan merupakan

indicator untuk menilai perkembangan penyakit.

c) Tehnik napas dalam dapat mengalihkan perhatian klien dari rasa

nyeri

d) Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah

atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah

dengan dengan posisi terlentang.

e) Meningkatkan normalisasi fungsi organ, merangsang peristaltic

dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen.

f) Focus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi dan dapat

meningkatkan kemampuan koping.

g) Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltic usus dini dan

irigasi gaster / muntah.

h) Menghilangkan nyeri, mempermudah kerjasama dengan intervensi

terapi lain contoh ambulasi, dan batuk.

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang

tidak adekuat.

1) Tujuan

Merencanakan diet untuk memenuhi kebutuhan.

42

2) Intervensi

a) Lakukan pengkajian status nutrisi dengan seksama.

b) Auskultasi bising usus.

c) Berikan makanan parenteral/enteral bila diindikasikan.

d) Kolaborasi dengan ahli diet.

3) Rasional

a) Mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan untuk membantu memilih

intervensi.

b) Kembalinya fungsi usus menunjukkan kesiapan untuk memulai

makan.

c) Pada kelemahan tidak toleran terhadap makanan oral.

d) Membantu mengkaji kebutuhan nutrisi pasien dalam perubahan

pencernaan dan fungsi usus.

c. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan

pembatasan pasca operasi (puasa)

1) Tujuan

Mempertahankan keseimbangan cairan di buktikan oleh kelembaban

membrane mukosa, turgor kulit baik, tanda vital stabil, dan secara

individual pengeluaran urine adekuat.

2) Intervensi:

a) Kaji turgor kulit dan pengisian kapiler.

43

b) Awasi masukan dan pengeluaran, catat warna urine/kosentrasi,

berat jenis.

c) Auskultasi bising usus, catat kelancaran flatus.

d) Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral

dimulai, dan lanjutkan dengan diet sesuai dengan toleransi.

e) Pertahankan gaster/usus.

f) Berikan cairan IV dan elektrolit

3) Rasional :

a) Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler.

b) Penurunan pengeluaran urine pekat dengan peningkatan berat

jenis di duga dehidrasi/kebutuhan peningkatan cairan.

c) Indicator kembalinya peristaltic, kesiapan untuk pemasukan

peroral.

d) Meningkatkan iritasi gaster/muntah untuk meminimalkan

kehilangan cairan.

e) Selang NGT biasanya dimasukan pada preoperasi dan

dipertahankan pada fase segera pasca operasi untuk dekompresi

usus, meningkatkan istrahat usus, mencegah muntah.

f) Peritoneum bereaksi terhadap iritasi/infeksi dengan menghasilkan

sejumlah cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah,

mengakibatkan hipovolemia.

d. Perubahan pola eliminasi BAK berhubungan dengan tindakan bedah.

44

1) Tujuan

Klien dapat berkemih dengan baik.

2) Intervensi

a) Kaji haluaran urin dan sistem kateter

b) Bantu pasien memilih posisi normal untuk berkemih

c) Perhatikan waktu dan jumlah berkemih

d) Anjurkan pasien untuk berkemih bila kandung kemih terasa penuh

e) Anjurkan pemasukan cairan 3000 ml sesuai toleransi

3) Rasional

a) Retensi dapat terjadi karena edema area bedah dan spasme kandung

kemih

b) Mendorong posase urine dan meningkatkan rasa normalitas

c) Mengetahui jumlah dan pola berkemih

d) Mencegah retensi urine

e) Mempertahankan hidrasi adukuat dan perfusi ginjal.

e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak,

kelemahan

1) Tujuan

Mempertahankan aktivitas yang adekuat

2) Intervensi

a) Kaji keterbatasan aktivitas

b) Ubah posisi secara sering bila tirah baring

45

c) Bantu dalam latihan rentang gerak

d) Buat rencana program aktiviti dengan masukan dari pasien.

3) Rasional

a) Mempengaruhi pilihan intervensi.

b) Munurunkan ketidaknyamanan, mempertahankan kekuatan otot.

c) Mempertahankan kelenturan sendi.

d) Meningkatkan energi pasien.

f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan gerak,

kelemahan.

1) Tujuan

Klien berpartisipasi dalam perawatan diri.

2) Intervensi

a) Tentukan kemampuan pasien dalam perawatan diri.

b) Berikan bantuan dengan aktivitas yang di perlukan.

c) Anjurkan tehnik penghematan energi.

3) Rasional

a) Kondisi dasar akan menentukan tingkat kekurangan kebutuhan.

b) Memenuhi kebutuhan dengan mendukung partisipasi dan

kemandirian pasien.

c) Menghemat energi, menurunkan kelelahan dan meningkatkan

kemampuan.

46

g. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi.

1) Tujuan

Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi

/inflamasi dan demam.

2) Intervensi

a) Awasi tanda-tanda vital

b) Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptic.

c) Lihat insisi dan balutan, catat karakteristik drainase luka (bila di

masukan).

d) Berikan informasi yang tepat, jujur pada pasien/orang terdekat.

e) Berikan antibiotic sesuai indikasi.

3) Rasional

a) Dugaan adanya infeksi / terjadinya sepsis, abses peritonitis.

b) Menurunkan risiko penyebaran bakteri.

c) Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi.

d) Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan

emosi, membantu menurunkan ansietas.

e) Mungkin diberikan secara profilkatif atau menurunkan jumlah

organisme (pada infeksi yang telah ada sebelumnya).

h. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan terhadap

penyakit

1) Tujuan

47

Mentakan pemahaman proses penyakit, pengobatan dan potensial

konplikasi berpartisipasi dalam pengobatan.

2) Intervensi

a) Kaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi contoh

mengangkat berat, olahraga, seks, latihan, menyetir.

b) Anjurkan aktivitas sesuai toleransi denagn periode istrahat.

c) Anjurkan menggunakan laksatif / pelembek feces ringan bila

perlu dan hindari enema.

d) Diskusikan perawatan insisi termasuk mengganti balutan,

pembatasan mandi dan kembali ke dokter untuk mengangkat

jahitan / pengikat.

e) Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh

peningkatan nyeri, edema/eritema, adanya drainase, demam.

3) Rasional :

a) Memberikan informasi pasien untuk merencanakan kembali

rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah.

b) Mencegah kelemahan, meningkatkan penyembuhan, perasaan

sehat dan mempermudah kembali ke aktivitas normal.

c) Membantu kembali kefungsi usus semula, mencegah mengejan,

defekasi.

d) Pemahaman meningkatkan kerjasama dengan program terapi,

meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan.

48

e) Upaya intervensi menurunkan resiko komplikasi serius, contoh

lambatnya penyembuhan, peritonitis.

4. Implementasi

Pelaksanaan adalah insiatif dari rencana tindakan untuk mencapai

tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan di

susun dan di tujukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai

tujuan yang di harapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik

dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah

kesehatan klien ( Nursalam, 2001).

5. Evaluasi

Evaluasi adalah merupakan ukuran dari keberhasilan rencana

keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien. Adapun hasil yang di

harapkan pada perawatan ileus obstruksi adalah klien dan keluarga dapat

mengidentifikasi ileus obstuksi, mengidentifikasi faktor ileus obstuksi dan

adanya perencanaan untuk mencegah risiko yang dapat di ubah dan

menguraikan rencana perawatan selanjutnya (Hidayat, 2001).

Adapun hasil yang di harapkan pada perawatan klien dengan post

operasi laparatomy eksplorasi a/i ileus obstruksi adalah :

a) Nyeri hilang atau terkontrol, tampak rileks dan mampu istrahat dengan

tepat.

49

b) Mempertahankan keseimbangan cairan di buktikan oleh kelembaban

membrane mukosa, turgor kulit baik, tanda-tanda vital baik, dan secara

individual haluaran urine adekuat.

c) Memahami proses penyakit, pengobatan, potensial komplikasi dan

berpartisipasi dalam program pengobatan.

d) Pola eliminasi kembali normal.

e) Klien dapat beraktivitas dengan sempurna.

f) Kebutuhan perawatan diri terpenuhi.

g) Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda-tanda

infeksi/inflamasi dan demam.

Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP

sebagai pola pikir yaitu sebagai berikut :

S : Respon subyektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan.

O : Respon obyektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan.

A : Analisa ulang atas data subyektif dan data obyektif untuk

menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau ada masalah

baru.

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada

respon (Hidayat, 2001).

50

51