bab iv mira-cod.scr--.docx

45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Keadaan georafis Puskesmas Moramo merupakan salah satu dari 17 puskesmas yang di Kabupaten Konwe selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara Puskesmas Moramo merupakan salah satu dari beberapa puskesmas dengan rawat inap terletak di ibu kota kecamatan Moramo (Kelurahan Lapuko) jarak dari ibu kota kabupaten (Andoolo) kurang lebih 80 km kea rah barat dari ibu kota provinsi (Kendari) kurang lebih 50 km kea rah utara dengan batas wilayah sebagai berikut: 1.1. Sebelah utara : Kecamatan Moramo Utara 1.2. Sebelah timur : Kecamatan Laonti 1.3. Sebelah selatan : Kecamatan Kolono, Lainea 1.4. Sebelah barat : Kecamatan Konda (Puskesmas Moramo,2012). 64

Upload: rahmad-fitra

Post on 06-Feb-2016

58 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV MIRA-cod.scr--.docx

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Keadaan georafis

Puskesmas Moramo merupakan salah satu dari 17 puskesmas yang

di Kabupaten Konwe selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara Puskesmas

Moramo merupakan salah satu dari beberapa puskesmas dengan rawat inap

terletak di ibu kota kecamatan Moramo (Kelurahan Lapuko) jarak dari ibu

kota kabupaten (Andoolo) kurang lebih 80 km kea rah barat dari ibu kota

provinsi (Kendari) kurang lebih 50 km kea rah utara dengan batas wilayah

sebagai berikut:

1.1. Sebelah utara : Kecamatan Moramo Utara

1.2. Sebelah timur : Kecamatan Laonti

1.3. Sebelah selatan : Kecamatan Kolono, Lainea

1.4. Sebelah barat : Kecamatan Konda (Puskesmas Moramo,2012).

Luas wilayah kerja puskesmas Moramo yaitu 584 km2 secara

administrasi jumlah desa/kelurahan seluruhnya di wilayah kerja puskesmas

Moramo adalah satu kelurahan 21 desa (Puskesmas Moramo,2012).

2. Keadaan Demografis

Jumlah penduduk diwilayah kerja Puskesmas Moramo Kecamatan

Moramo Kabupaten Konawe selatan tahun 2012 sebanyak 13.035 jiwa

(5462 jiwa laki laki dan 7468 jiwa perempuan) dengan jumlah kepala

keluarga sebanyak 3680 KK (Puskesmas Moramo,2012).

64

Page 2: BAB IV MIRA-cod.scr--.docx

3. Sumber daya Puskesmas

3.1. Sarana dan prasarana

Sarana kesehatan yang terdapat diwilayah kerja Puskesmas Moramo

kecamatan Moramo kabupaten konawe selatan tahun 2012 terdiri dari:

1 unit puskesmas induk, 2 unit puskesmas pembantu, 1 unit puskesdes,

4, 6 unit polindes dan 6 unit posyandu.

3.2. Tenaga

Jumlah tenaga dan klasifikasi pendidikan dapat dilihat pada tabel 4.1.

Dibawah ini.

Tabel 4.1.Jumlah Tenaga Dan Klasifikasi Pendidikan Puskesmas Moramo

Tahun 2012

No Jenis tenaga Jumlah 12345678910111213

Dokter umumDokter gigiSarjana Kesehatan MasyarakatS1-Keperawatan Akademi perawat Akademi bidanAkademi GiziAkademi gigiSPKApoteker D1 KebidananPekarya SMA

1234567891011125

Total 34Sumber :Puskesmas Moramo, 2012

B. Hasil penelitian

1. Karakteristik Responden

Untuk mengetahui hasil penelitian, maka perlu dilakukan analisis

terhadap data-data yang telah dikumpulkan selama penelitian. Analisis hasil

65

Page 3: BAB IV MIRA-cod.scr--.docx

penelitian ini dibagi atas analisis data-data umum dan analisis variable

penelitian. Analisis data-data umum ini sifatnya mendeskripsikan

karakteristik responden, sedangkan analisis variable mendeskripsikan

variable penelitian dengan menggunakan tehnik kuantitatif. Analisis

karakteristik responden di sajikan dalam tabel-tabel berikut :

1.1. Umur

Tabel 4.2Distribusi Responden Menurut Umur Di Wilayah Kerja Puskesmas

Moramo Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2013

No Umur (Tahun) Jumlah

n %1 < 20 8 12.52 20-24 26 40.63 25-29 12 18.84 30-34 10 15.65 35-40 6 9.46 >40 2 3.1

Total 64 100Sumber : Data Primer Diolah, 2013

Berdasarkan tabel 4.2. Umur responden mulai dari kurang dari

20 tahun hingga diatas 40 tahun dan responden yang berumur 20 - 24

tahun merupakan jumlah terbanyak yaitu 26 orang (40.6%). Dan

responden paling sedikit adalah umur diatas 40 tahun yaitu 2 orang

(3.1%).

66

Page 4: BAB IV MIRA-cod.scr--.docx

1.2. Pendidikan

Tabel 4.3.Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Di Wilayah Kerja

Moramo Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2013

No Tingkat PendidikanJumlah

n %1 SD 6 9.42 SMP 20 31.33 SMA 28 43.84 Perguruan Tinggi 10 15.6

Total 64 100Sumber : Data Primer Diolah, 2013

Berdasarkan tabel 4.3. Tingkat pendidikan responden mulai dari

pendidikan sekolah dasar hingga perguruan tinggi dan responden dengan

pendidikan sekolah menengah atas merupakan jumlah terbanyak yaitu 28

orang (43.8%). Dan responden paling sedikit adalah dengan tingkat

pendidikan sekolah dasar yaitu 6 orang (9.4%).

1.3. Pekerjaan

Tabel 4.4Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Di Wilayah Kerja

Moramo Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2013

No PekerjaanJumlah

N %1 IRT 32 50.02 Wiraswasta 15 23.43 PNS 1 1.64 Pedagang 9 14.15 Tani 4 6.36 Buruh 3 4.7

Total 64 100 Sumber : Data Primer Diolah, 2013

67

Page 5: BAB IV MIRA-cod.scr--.docx

Berdasarkan tabel 4.4. Menunjukkan bahwa dari 64 responden,

jumlah terbanyak adalah responden ibu rumah tangga yaitu sebanyak 32

orang (50.0%) dan yang paling sedikit adalah responden dengan

pekerjaan sebagai PNS sebanyak 1 orang (1.6%).

2. Analisis Univariat

2.1. Kejadian Pneumonia

Tabel 4.5Distribusi kejadian pneumonia pada bayi umur 9-11 bulan diwilayah kerja

puskesmas Moramo kabupaten Konawe Selatan tahun 2013

No Kejadian Pneumonia Jumlahn %

1 Kasus 32 50.02 Control 32 50.0

Total 64 100Sumber : Data Primer Diolah, 2013

Berdasarkan tabel 4.5. Kejadian pneumonia pada bayi umur 9-11

bulan pada kelompok kasus 32 bayi (50%) dan pada kelompok control 32

bayi (50%).

2.2. Pengetahuan

Tabel 4.6Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Di Wilayah Kerja

Puskesmas Moramo kabupaten Konawe SelatanTahun 2013

No Pengetahuan Jumlah

n %1 Kurang 41 64.12 Cukup 23 35.9

Total 64 100Sumber : Data Primer Diolah, 2013

68

Page 6: BAB IV MIRA-cod.scr--.docx

Berdasarkan tabel 4.6. Responden dengan pengetahuan kategori

kurang yaitu 41 orang (64.1%) dan kategori cukup sebanyak 23 orang

(35.9%).

2.3. Sikap

Tabel 4.7Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Di Wilayah Kerja Puskesmas

Moramo kabupaten Konawe SelatanTahun 2013

No Sikap Jumlah

n %1 Kurang 38 59.42 Cukup 26 40.6

Total 64 100Sumber : Data Primer Diolah, 2013

Berdasarkan tabel 4.7 responden dengan sikap dalam kategori

kurang merupakan jumlah terbanyak yaitu 38 orang (59.4%) dan dalam

kategori cukup sebanyak 26 orang (40.6%).

2.4. Pemberian ASI Eksklusif

Tabel 4.8Distribusi Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif Di Wilayah Kerja

Puskesmas Moramo kabupaten Konawe SelatanTahun 2013

No Pemberian ASI Eksklusif Jumlahn %

1 Tidak 38 59.42 Ya 26 40.6

Total 64 100Sumber : Data Primer Diolah, 2013

Berdasarkan tabel 4.8. responden yang memberikan ASI

Eksklusif yaitu 26 orang (40.6%) dan yang tidak memberikan sebanyak

38 orang (59.4%).

69

Page 7: BAB IV MIRA-cod.scr--.docx

2.5. Imunisasi lengkap

Tabel 4.9Distribusi Berdasarkan Imunisasi Lengkap Di Wilayah Kerja Puskesmas

Puskesmas Moramo kabupaten Konawe SelatanTahun 2013

No Imunisasi Lengkap Jumlahn %

1 Tidak Lengkap 26 40.62 Lengkap 38 59.4

Total 64 100Sumber : Data Primer Diolah, 2013

Berdasarkan tabel 4.9 responden dengan imunisasi lengkap

sebanyak 38 orang (59.4%) dan yang tidak lengkap yaitu 26 orang (40,6%).

2.6. Kepadatan hunian

Tabel 4.10Distribusi Berdasarkan Kepadatan Hunian Di Wilayah Kerja Puskesmas

Puskesmas Moramo kabupaten Konawe SelatanTahun 2013

No Kepadatan HunianJumlah

n %1 Tidak Memenuhi Syarat 43 67.22 Memenuhi Syarat 21 32.8

Total 64 100Sumber : Data Primer Diolah, 2013

Berdasarkan tabel 4.10. dengan kepadatan hunian yang

memenuhi syarat sebanyak 21 orang (32.8%) dan yang tidak memenuhi

syarat yaitu 43 orang (67.2%).

70

Page 8: BAB IV MIRA-cod.scr--.docx

3. Analisis Bivariat

3.1. Pengaruh pengetahuan ibu terhadap kejadian ISPA Pneumonia

Tabel 4.11

Pengaruh Pengetahuan Ibu Terhadap Kejadian ISPA Pneumonia Pada Bayi Umur 9-11 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Moramo

Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2013

No Pengetahuan Kejadian ISPA Pneumonia

Jumlah Ya (Kasus) Tidak (Kontrol)n % n % n %

1 Kurang 26 40.6 15 23.4 41 64.12 Cukup 6 9.4 17 26.6 23 35.93 Total 32 50 32 50 64 1004 Hasil uji p = 0,004 OR=4,911 95% CI : 1,591-15.157

Sumber : Data Primer Diolah, 2013.

Tabel diatas menunjukkan hasil analisis pengaruh pengetahuan

terhadap kejadian ISPA pneumonia bahwa dari 64 responden dengan

pengetahuan dalam kategori cukup sebanyak 23 (35.9%) dan jumlah

penderita ISPA pneumonia yaitu 6 respondent (9.4%) dan bukan

penderita 17 responden (26.6%). Sedangkan respondent dengan

pengetahuan dalam kategori kurang jumlah sebanyak 41 (64.1%) dan

jumlah penderita ISPA pneumonia yaitu 26 respondent (40.6%) dan

bukan penderita 15 responden (23.4%).

Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square test dan

crosstabs risk estimate diperoleh nilai p value : 0,004 nilai OR:4,911,

Sedangkan nilai lower limit dan uppper limit (1,591– 15,157) tidak

melewati angka 1. Dengan demikian, Ha yang menyatakan bahwa

pengaruh pengetahuan ibu terhadap kejadian ISPA Pneumonia pada bayi

71

Page 9: BAB IV MIRA-cod.scr--.docx

umur 9-11 bulan diwilayah kerja puskesmas Moramo kabupaten Konawe

Selatan tahun 2013 diterima.

3.2. Pengaruh sikap ibu terhadap kejadian ISPA Pneumonia

Tabel 4.12

Pengaruh Sikap Ibu Terhadap Kejadian ISPA Pneumonia Pada Bayi Umur 9-11 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Moramo

Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2013

No Sikap Kejadian ISPA Pneumonia

Jumlah Ya (Kasus) Tidak (Kontrol)n % n % n %

1 Kurang 25 39.1 13 20.3 38 59.42 Cukup 7 10.9 19 29.7 26 40.63 Total 32 50 32 50 64 1004 Hasil uji p = 0,002 OR=5,220 95% CI : 1,745-15.611

Sumber : Data Primer Diolah, 2013.

Tabel diatas menunjukkan hasil analisis pengaruh sikap terhadap

kejadian ISPA pneumonia bahwa dari 64 responden dengan sikap dalam

kategori cukup sebanyak 26 (40.6%) dan jumlah penderita ISPA

pneumonia yaitu 7 respondent (10.9%) dan bukan penderita 19

responden (29.7%). Sedangkan respondent dengan sikap dalam kategori

kurang jumlah sebanyak 38 (59.4%) dan jumlah penderita ISPA

pneumonia yaitu 25 respondent (39.1%) dan bukan penderita 13

responden (20.3%).

Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square test dan

crosstabs risk estimate diperoleh nilai p value : 0,002 nilai OR:5,220,

Sedangkan nilai lower limit dan uppper limit (1,745– 15,611) tidak

melewati angka 1. Dengan demikian, Ha yang menyatakan bahwa

72

Page 10: BAB IV MIRA-cod.scr--.docx

pengaruh sikap ibu terhadap kejadian ISPA Pneumonia pada bayi umur

9-11 bulan diwilayah kerja puskesmas Moramo kabupaten Konawe

Selatan tahun 2013 diterima.

3.3. Pengaruh pemberian ASI Eksklusif terhadap kejadian ISPA Pneumonia

Tabel 4.13

Pengaruh Pemberian ASI EKsklusif Terhadap Kejadian ISPA Pneumonia Pada Bayi Umur 9-11 Bulan Di Wilayah Kerja

Puskesmas Moramo Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2013

NoPemberian

ASI EKsklusif

Kejadian ISPA PneumoniaJumlah Ya (Kasus) Tidak (Kontrol)

N % n % n %1 Tidak 27 42.2 13 20.3 40 62.5

2 Ya 5 7.8 19 29.7 24 37.5

3 Total 32 50 32 50 64 100

4 Hasil uji p = 0,000 OR=7.892 95% CI : 2,409-25.857

Sumber : Data Primer Diolah, 2013.

Tabel diatas menunjukkan hasil analisis pengaruh pemberian

ASI EKsklusif terhadap kejadian ISPA pneumonia bahwa dari 64

responden dengan status ASI EKsklusif sebanyak 24 (37.5%) dan jumlah

penderita ISPA pneumonia lebih sedikit yaitu 5 respondent (7.8%)

dibanding yang bukan penderita 19 responden (29.7%). Sedangkan

respondent dengan tidak ASI Eksklusif jumlah sebanyak 40 (59.4%) dan

jumlah penderita ISPA pneumonia lebih banyak yaitu 27 respondent

(42.2%) dibanding bukan penderita 13 responden (20.3%).

Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square test dan

crosstabs risk estimate diperoleh nilai p value : 0,000 nilai OR:7,892,

Sedangkan nilai lower limit dan uppper limit (2,409–25,857) tidak

73

Page 11: BAB IV MIRA-cod.scr--.docx

melewati angka 1. Dengan demikian, Ha yang menyatakan bahwa

pengaruh pemberian ASI EKsklusif terhadap kejadian ISPA Pneumonia

pada bayi umur 9-11 bulan diwilayah kerja puskesmas Moramo

kabupaten Konawe Selatan tahun 2013 diterima.

3.4. Pengaruh imunisasi lengkap terhadap kejadian ISPA Pneumonia

Tabel 4.14

Pengaruh Imunisasi Lengkap Terhadap Kejadian ISPA Pneumonia Pada Bayi Umur 9-11 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Moramo

Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2013

No Imunisasi Lengkap

Kejadian ISPA PneumoniaJumlah Ya (Kasus) Tidak (Kontrol)

n % n % n %1 Tidak lengkap 17 26.6 9 14.1 26 40.62 Lengkap 15 23.4 23 35.9 38 59.43 Total 32 50 32 50 64 1004 Hasil uji p = 0,042 OR=2,896 95% CI : 1,027-8,172

Sumber : Data Primer Diolah, 2013.

Tabel diatas menunjukkan hasil analisis pengaruh imunisasi

lengkap terhadap kejadian ISPA pneumonia bahwa dari 64 responden

dengan status imunisasi lengkap sebanyak 38 (59,4%) dan jumlah

penderita ISPA pneumonia lebih sedikit yaitu 15 respondent (23.4%)

dibanding yang bukan penderita 23 responden (35.9%). Sedangkan

respondent dengan status imunisasi tidak lengkap jumlah sebanyak 26

(40.6%) dan jumlah penderita ISPA pneumonia lebih banyak yaitu 17

respondent (26.6%) dibanding bukan penderita 9 responden (14.1%).

Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square test dan

crosstabs risk estimate diperoleh nilai p value : 0,042 nilai OR:2,896,

74

Page 12: BAB IV MIRA-cod.scr--.docx

Sedangkan nilai lower limit dan uppper limit (1,027–8,172) tidak

melewati angka 1. Dengan demikian, Ha yang menyatakan bahwa

pengaruh imunisasi lengkap terhadap kejadian ISPA Pneumonia pada

bayi umur 9-11 bulan diwilayah kerja puskesmas Moramo kabupaten

Konawe Selatan tahun 2013 diterima.

3.5. Pengaruh kepadatan hunian terhadap kejadian ISPA Pneumonia

Tabel 4.15

Pengaruh Kepadatan Hunian Terhadap Kejadian ISPA Pneumonia Pada Bayi Umur 9-11 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Moramo

Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2013

No Kepadatan Hunian

Kejadian ISPA PneumoniaJumlah Ya (Kasus) Tidak

(Kontrol)N % n % n %

1 Tidak Memenuhi Syarat

26 40.6 17 26.6 43 67.2

2 Memenuhi Syarat 6 9.4 15 23.4 21 32.83 Total 32 50 32 50 64 1004 Hasil uji p = 0,017 OR=3,824 95% CI: 1,239-11,801

Sumber : Data Primer Diolah, 2013.

Tabel diatas menunjukkan hasil analisis pengaruh kepadatan

hunian terhadap kejadian ISPA pneumonia bahwa dari 64 responden

kepadatan hunian memenuhi syarat sebanyak 21 (32,8%) dan jumlah

penderita ISPA pneumonia lebih sedikit yaitu 6 respondent (9,4%)

dibanding yang bukan penderita 15 responden (23.4%). Sedangkan

respondent dengan status kepadatan hunian tidak memenuhi syarat

jumlah sebanyak 43 (67.2%) dan jumlah penderita ISPA pneumonia

lebih banyak yaitu 26 respondent (40.6%) dibanding bukan penderita 17

responden (26.6%).

75

Page 13: BAB IV MIRA-cod.scr--.docx

Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square test dan

crosstabs risk estimate diperoleh nilai p value : 0,017 nilai OR:3,824,

Sedangkan nilai lower limit dan uppper limit (1,239-11,801) tidak

melewati angka 1. Dengan demikian, Ha yang menyatakan bahwa

pengaruh kepadatan hunian terhadap kejadian ISPA Pneumonia pada

bayi umur 9-11 bulan diwilayah kerja puskesmas Moramo kabupaten

Konawe Selatan tahun 2013 diterima.

4. Analisis Multivariat

Table 4.16Analisis multivariate dengan regresi logistic model enter

hosmer and lemeshow test

Variabel penelitian Nagelkerke R square

Hosmer and Lemeshow test

Exp (B)

Pengetahuan

0, 340Value Chi

Square 5,933Sign. 0,431

1.496Sikap 1.510

Pemberian ASI Eksklusif

7.783

Imunisasi lengkap 3.472Kepadatan hunian 0.528

constant 0.006

Berdasarkan hasil uji regresi logistic yakni untuk mengetahui

variabel bebas yang berpengaruh atau memberikan kontribusi terbesar

dengan variabel terikat sesuai dengan tujuan penelitian ini ada beberapa hal

yang di ambil dari out put analisis multivariate dengan meggunakan regresi

logistic sebagai berikut:

4.1. Hasil dari table model sumari Nagelkerke R square menunjukan bahwa

nilanya 0, 340 artinya secara bersama sama ke lima variabel

76

Page 14: BAB IV MIRA-cod.scr--.docx

memberikan pengaruh sebesar 34% sedangkan yang 66% di pengaruhi

oleh variabel lain yang tidak di teliti dalam penelitian ini.

4.2. Mengenai besaran hubungan dapat di jelaskan melalui persamaan

regresi logistic yaitu:

Logit (πj) =In π j

1−π j = β0+ β1xj1+ β2xj2+ β3xj3+ β4xj4

Constant = 0.008, Pengetahuan 1.496, sikap 1.510, pemberian ASI

Eksklusif 7.783, imunisasi lengkap 3.472, kepadatan hunian 0.528.

Artinya nilai koefisiensi konstanta pada persamaan regresi tersebut

mengandung makna bahwa apabila nilai variabel ke lima di tingkatkan

maka besarnya angka pengaruh terhadap kejadian ISPA Pneumonia.

Hasil dari variabel yang berpengaruh pengaruh terhadap kejadian ISPA

Pneumonia pada penelitian ini adalah, Pemberian ASI Eksklusif dengan

nilai Exp (B) paling tinggi yaitu 7,783 artinya besaran pengaruh

imunisasi lengkap terhadap kejadian ISPA pneumonia sebesar 7,78%

sedangkan 92,22% di sebabkan oleh variabel lainya.

C. Pembahasan

1. Pembahasan univariat

1.1. Kejadian ISPA Pneumonia

Pneumonia adalah penyakit ISPA yang merupakan penyebab

umum kematian pada bayi dan balita. Penyakit ini ditandai dengan batuk

yang disertai dengan kesukaran bernapas atau cepat dan tarikan dada ke

dalam saat bernafas (Rizanda, 2006). Kejadian pneumonia pada masa

77

Page 15: BAB IV MIRA-cod.scr--.docx

balita berdampak jangka panjang yang akan muncul pada masa dewasa,

yaitu penurunan fungsi paru (Putro, 2006).

Beberapa keadaan seperti gangguan nutrisi (malnutrisi), usia

muda, kelengkapan imunisasi, kepadatan hunian, defisiensi vitamin A,

defisiensi Zn, paparan asap rokok secara pasif dan faktor lingkungan

(polusi udara) merupakan faktor resiko untuk terjadinya pneumonia.

Faktor predisposisi yang lain untuk terjadinya pneumonia adalah adanya

kelainan anatomi kongenital (contoh fistula trakeaesofagus, penyakit

jantung bawaan), gangguan fungsi imun (penggunaan sitostatika dan

steroid jangka panjang, gangguan sistem imun berkaitan penyakit tertentu

seperti HIV), campak, pertusis, gangguan neuromuskular, kontaminasi

perinatal dan gangguan klirens mukus/sekresi seperti pada fibrosis kistik,

aspirasi benda asing atau disfungsi silier (Retno, 2006).

1.2. Pengetahuan

Hasil penelitian menunjukkan responden dengan pengetahuan

kategori kurang yaitu 41 orang (64.1%) dan kategori cukup sebanyak 23

orang (35.9%). Masih kurang nya pengetahuan sebagian responden

tersebut disebabkan dalam menjawab kuisioner menunjukan bahwa

mereka tidak mengetahui penyebab dan gejala pneumonia, dan mereka

menganggap bila ada gejala seperti batuk dan sesak nafas di anggap

penyakit biasa.

Berkaitan dengan pengetahuan dengan prilaku sesuai teori

bahwa terbentuknya prilaku dapat terjadi karena proses kematangan dan

dari proses interaksi dengan lingkungan. terbentuknya prilaku dan

78

Page 16: BAB IV MIRA-cod.scr--.docx

perubahan prilaku karena proses interaksi antara individu dengan

lingkungan, prilaku pada hakikatnya adalah suatu aktifitas dari manusia

itu sendiri (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu

dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terjadi melalui

panca indra manusia (Efendi, 2009). Pengetahuan merupakan faktor yang

sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior).

Menurut Syahrani (2012), pengetahuan seseorang tentang sesuatu objek

juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek

inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap objek

tertentu. Semakin banyak aspek positif dari objek yang diketahui, akan

menumbuhkan sikap makin positif terhadap objek tersebut.

1.3. Sikap

Hasil penelitia persentase responden dengan sikap dalam kategori

kurang merupakan jumlah terbanyak yaitu 38 orang (59.4%) dan dalam

kategori cukup sebanyak 26 orang (40.6%). Pengetahuan dapat

mendorong seseorang untuk berusaha memperoleh informasi lebih

banyak mengenai sesuatu yang dianggap perlu dipahami lebih lanjut

atau dianggap penting. Ibu sebagai pemegang peran pengasuh bagi anak

wajib mengetahui segala keperluan dan kekurangan yang belum

terpenuhi pada anak. Hal ini mendorong orang tua (ibu) untuk

mengembangkan sikap yang menuntun pada tindakan sebagai hasil atau

output dari pengetahuan terhadap hal – hal yang berhak diperoleh anak

salah satunya adalah perawatan.

79

Page 17: BAB IV MIRA-cod.scr--.docx

Menurut Notoatmodjo (2007), bahwa sikap menunjukkan

bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri

seseorang yang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Kaitan

ini didasarkan oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak

mempengaruhi perilaku. Kecenderungan berperilaku secara konsisten

selaras dengan kepercayaan dan perasaan ini membentuk sikap

individual.

Seperti yang diungkapkan oleh Suyono (2012), bahwa tingkat

pengetahuan seseorang yang semakin tinggi akan berdampak pada arah

yang lebih baik. Sehingga ibu yang berpengetahuan baik akan lebih

objektif dan terbuka wawasannya dalam mengambil suatu keputusan

atau tindakan yang positif terutama dalam hal memberikan perawatan

pada balita yang sakit terutama ISPA.

1.4. Pemberian ASI Eksklusif

Hasil penelitian responden yang memberikan ASI Eksklusif

yaitu 26 orang (40.6%) dan yang tidak memberikan sebanyak 38 orang

(59.4%). Menurut Ruesli (2010), yang dimaksud dengan pemberian ASI

eksklusif disini adalah bayi hanya diberikan ASI tanpa makanan atau

minuman lain termasuk air putih kecuali obat, vitamin, mineral dan ASI

yang diperas. Kandungan dalam ASI yang diminum bayi selama

pemberian ASI eksklusif sudah mencukupi kebutuhan bayi dan sesuai

kesehatan bayi. Bahkan bayi baru lahir yang hanya mendapat sedikit ASI

pertama (koloustrum) tidak memerlukan tambahan cairan karena bayi

dilahirkan dengan cukup cairan didalam tubuhnya. ASI mengandung zat

80

Page 18: BAB IV MIRA-cod.scr--.docx

kekebalan terhadap infeksi diantaranya protein, laktoferin, imunoglobulin

dan antibodi terhadap bakteri, virus, jamur dan lain-lain. Oleh karena itu

pemberian ASI eksklusif mengurangi tingkat kematian bayi yang

disebabkan berbagai penyakit yang umum menimpa anak-anak seperti

diare dan radang paru, serta mempercepat pemulihan bila sakit dan

membantu menjarangkan kelahiran (LINKAGES, 2008).

1.5. Imunisasi lengkap

Hasil penelitian responden dengan imunisasi lengkap sebanyak

38 orang (59.4%) dan yang tidak lengkap yaitu 26 orang (40,6%).

Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai pada

balita umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini balita terhindar dari

penyakit. Dikarenakan kekebalan bawaan hanya bersifat sementara, maka

diperlukan imunisasi untuk tetap mempertahankan kekebalan yang ada

pada balita. Salah satu strategi pencegahan untuk mengurangi kesakitan

dan kematian akibat pneumonia adalah dengan pemberian imunisasi.

Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan dan

kematian penyakit yang dapapat dicegah dengan imunisasi.Imunisasi

merupakan salah satu cara menurunkan angka kesakitan dan angka

kematian pada bayi dan anak. Dari seluruh kematian balita, sekitar 38%

dapat dicegah dengan pemberian imunisasi secara efektif. Imunisasi yang

tidak lengkap merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan insidens

ISPA terutama pneumonia. Penyakit pneumonia lebih mudah menyerang

anak yang belum mendapat imunisasi campak dan DPT (Difteri, Pertusis,

Tetanus) oleh karena itu untuk menekan tingginya angka kematian

81

Page 19: BAB IV MIRA-cod.scr--.docx

karena pneumonia, dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi

seperti imunisasi DPT dan campak. Imunisasi yang dianjurkan sesuai

dengan pemberian imunisasi nasional yaitu BCG (pada usia 0-11 bulan),

DPT I-III (pada usia 2-11 bulan), Polio I-IV (pada usia 2-11 bulan),

Hepatitis B I-III (pada usia 0-9 bulan), dan Campak (pada usia 9-11

bulan). 

1.6. Kepadatan hunian

Hasil penelitian dengan kepadatan hunian yang memenuhi syarat

sebanyak 21 orang (32.8%) dan yang tidak memenuhi syarat yaitu 43 orang

(67.2%). Kepadatan rumah dalam penelitian ini ditentukan dengan

melihat perbandingan jumlah orang yang menghuni dirumah tersebut

dengan luas rumah. Rumah dikatakan padat jika jumlah penghuni x 8 m²

> dari luas rumah dan rumah dikatakan tidak padat jika jumlah penghuni

x 8 m² < luas rumah

Variabel kepadatan rumah erat kaitannya dengan ventilasi udara

rumah. Kondisi hunian yang terlalu padat dan ventilasi udara kurang

dapat meningkatkan suhu udara didalam rumah, sehingga rumah lebih

terasa panas karena uap air yang dihasikan dari metabolisme tubuh dan

benda-banda yang ada dalam ruangan. Semakin banyak penghuni rumah

berkumpul dalam suatu ruangan kemungkinan mendapatkan risiko untuk

terjadinya penularan penyakit akan lebih mudah, khususnya bayi yang

relatif rentan terhadap penularan penyakit (Dinkes RI, 2007).

82

Page 20: BAB IV MIRA-cod.scr--.docx

2. Pembahasan Bivariat

2.1. Pengaruh Pengetahuan Ibu Terhadap Kejadian ISPA Pneumonia Pada Bayi Umur 9-11 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Moramo Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2013.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat

penting dalam membentuk tidakan seseorang. Pengetahuan merupakan

hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan

terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2007).

Hasil penelitian ada pengaruh pengetahuan terhadap kejadian

ISPA pneumonia bahwa dari 64 responden dengan pengetahuan dalam

kategori cukup sebanyak 23 (35.9%) dan jumlah penderita ISPA

pneumonia yaitu 6 respondent (9.4%) dan bukan penderita 17 responden

(26.6%). Sedangkan respondent dengan pengetahuan dalam kategori

kurang jumlah sebanyak 41 (64.1%) dan jumlah penderita ISPA

pneumonia yaitu 26 respondent (40.6%) dan bukan penderita 15

responden (23.4%).

Dalam teori yang diungkapkan oleh Notoatmodjo (2007),.

Menyebutkan bahwa salah satu hal yang mempengaruhi perilaku atau

tindakan sesorang tersebut adalah pengetahuan. Dimana peningkatan

pengetahuan tersebut mempunyai hubungan yang positip dengan perilaku.

Semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu tentang pneumonia maka

kemungkinan anak menderita pneumonia semakin rendah. Begitu pula

83

Page 21: BAB IV MIRA-cod.scr--.docx

sebaliknya apabila seorang ibu memiliki pengetahuan yang rendah maka

kemungkinan anak menderita pneumonia semakin tinggi.

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Paramitha (2012), terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan

dengan perawatan ISPA pada balita. Pengetahuan ibu yang rendah di

pengaruhi oleh tingkat pendidikan ibu yang rendah yang merupakan

faktor risiko yang dapat meningkatkan angka kematian ISPA terutama

Pneumonia. Tingkat pendidikan ibu akan berpengaruh terhadap tindakan

perawatan oleh ibu kepada anak-yang menderita ISPA.2 Jika pengetahuan

ibu untuk mengatasi pneumonia tidak tepat ketika bayi atau balita

menderita pneumonia, akan mempunyai risiko meninggal karena

pneumonia sebesar 4,9 kali jika dibandingkan dengan ibu yang

mempunyai pengetahuan yang tepat.

2.2. Pengaruh Sikap Ibu Terhadap Kejadian ISPA Pneumonia Pada Bayi Umur 9-11 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Moramo Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2013.

Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan

terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak

(favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak

(unforable) pada objek tersebut. Sikap merupakan kesiapan untuk

bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu, kesiapan

dimaksud merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan

cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulasi yang

menghendaki adanya respon (Azwar , 2008).

84

Page 22: BAB IV MIRA-cod.scr--.docx

Hasil penelitian diperoleh ada pengaruh sikap terhadap kejadian

ISPA pneumonia bahwa dari 64 responden dengan sikap dalam kategori

cukup sebanyak 26 (40.6%) dan jumlah penderita ISPA pneumonia yaitu

7 respondent (10.9%) dan bukan penderita 19 responden (29.7%).

Sedangkan respondent dengan sikap dalam kategori kurang jumlah

sebanyak 38 (59.4%) dan jumlah penderita ISPA pneumonia yaitu 25

respondent (39.1%) dan bukan penderita 13 responden (20.3%) dengan

hasil uji statistic nilai OR:5,220, nilai lower limit dan uppper limit

(1,745– 15,611)

Pengetahuan seseorang tentang sesuatu objek juga mengandung

dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang

akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap objek tertentu.

Semakin banyak aspek positif dari objek yang diketahui, akan

menumbuhkan sikap makin positif terhadap objek tersebut.

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Notoatmodjo (2008). Ada hubungan antara sikap ibu dengan

kejadian pneumonia pada balita di IRNA anak RSMH Palembang tahun

2008.

2.3. Pengaruh pemberian ASI Eksklusif Terhadap Kejadian ISPA Pneumonia Pada Bayi Umur 9-11 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Moramo Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2013.

ASI yang diberikan pada bayi hingga usia 6 bulan selain sebagai

bahan makanan bayi juga berfungsi sebagai pelindung dari penyakit dan

85

Page 23: BAB IV MIRA-cod.scr--.docx

infeksi, karena dapat mencegah pneumonia oleh bakteri dan virus

(Rahmat, 2012).

Hasil analisis ada pengaruh pemberian ASI EKsklusif terhadap

kejadian ISPA pneumonia bahwa dari 64 responden dengan status ASI

EKsklusif sebanyak 24 (37.5%) dan jumlah penderita ISPA pneumonia

lebih sedikit yaitu 5 respondent (7.8%) dibanding yang bukan penderita

19 responden (29.7%). Sedangkan respondent dengan tidak ASI

Eksklusif jumlah sebanyak 40 (59.4%) dan jumlah penderita ISPA

pneumonia lebih banyak yaitu 27 respondent (42.2%) dibanding bukan

penderita 13 responden (20.3%). Hasil uji statistik dengan chi-square test

dan crosstabs risk estimate diperoleh nilai p value : 0,000 nilai OR:7,892,

Sedangkan nilai lower limit dan uppper limit (2,409–25,857).

Riwayat pemberian ASI yang buruk menjadi salah satu faktor

risiko yang dapat meningkatkan kejadian pneumonia pada balita. Untuk

mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan karena

malnutrisi, sebaiknya dilakukan dengan pemberian ASI pada bayi

neonatal sampai umur 2 tahun. Karena ASI terjamin kebersihannya, tidak

terkontaminasi serta mengandung faktor-faktor antibodi sehingga dapat

memberikan perlindungan dan ketahanan terhadap infeksi virus dan

bakteri. Oleh karena itu, balita yang mendapat ASI secara ekslusif lebih

tahan infeksi dibanding balita yang tidak mendapatkannya (Rahmat,,

2012).

86

Page 24: BAB IV MIRA-cod.scr--.docx

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Hartati (2011)

Hasil analisis hubungan antara riwayat pemberian ASI dengan kejadian

pneumonia pada penelitian ini didapatkan anak balita yang tidak

mendapatkan ASI eksklusif lebih banyak yaitu 108 balita (78,3 %)

dibandingkan dengan balita yang mendapatkan ASI eksklusif adalah 30

balita (21,7 %). Anak balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif

mempunyai peluang mengalami pneumonia sebanyak 4,47 kali dibanding

dengan balita yang mendapatkan ASI eksklusif dan hasil uji statistik

didapat ada hubungan yang bermakna antara riwayat pemberian ASI

eksklusif balita dengan kejadian pneumonia (p value=0,003 ; α=0,05).

ASI eksklusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah

lahir sampai bayi berumur 6 bulan tanpa pemberian makanan tambahan

lain, Setelah 6 bulan bayi mulai dikenalkan dengan makanan lain dan

tetap diberikan ASI sampai berumur 2 tahun. Mengapa pengenalan

makanan tambahan dimulai pada usia 6 bulan dan bukan 4 bulan.

Pertama komposisi ASI cukup untuk perkembangan bayi sampai usia 6

bulan, kedua bayi pada usia 6 bulan sistem pencernaanya mulai matur,

sehingga usus bayi setelah berumur 6 bulan mampu menolak faktor

alergi ataupun kuman yang masuk. ASI mengandung nutrisi, hormon,

unsur kekebalan faktor pertumbuhan, anti alergi, serta anti inflamasi.

Nutrisi dalam ASI mencakup hampir 200 unsur zat makanan. Unsur ini

mencakup hidrat arang, lemak, protein, vitamin dan mineral, dalam

jumlah yang proporsional Karena zat-zat protektif yang terkandung

87

Page 25: BAB IV MIRA-cod.scr--.docx

dalam ASI, bayi yang diberi ASI memiliki kemungkinan kecil untuk

terjangkit infeksi telinga (otitis media), alergi, diare, pneumonia,

bronchitis, meningitis, serta sejumlah penyakit pernafasan (Ambarwati,

2010).

2.4. Pengaruh Imunisasi Lengkap Eksklusif Terhadap Kejadian ISPA Pneumonia Pada Bayi Umur 9-11 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Moramo Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2013.

Imunisasi merupakan suatu upaya untuk menimbukan atau

meningkatkan kekebalan tubuh seseorang secara aktif terhadap suatu

penyakit (Proverowati , 2010).

Hasil penelitian diperoleh ada pengaruh imunisasi lengkap

terhadap kejadian ISPA pneumonia bahwa dari 64 responden dengan

status imunisasi lengkap sebanyak 38 (59,4%) dan jumlah penderita

ISPA pneumonia lebih sedikit yaitu 15 respondent (23.4%) dibanding

yang bukan penderita 23 responden (35.9%). Sedangkan respondent

dengan status imunisasi tidak lengkap jumlah sebanyak 26 (40.6%) dan

jumlah penderita ISPA pneumonia lebih banyak yaitu 17 respondent

(26.6%) dibanding bukan penderita 9 responden (14.1%). Hasil uji

statistik nilai OR:2,896, dan nilai lower limit - uppper limit (1,027–

8,172).

Penenilitian Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Hartati

(2011) , Faktor anak balita riwayat imunisasi campak, imunisasi DPT,

berhubungan dengan kejadian pneumonia. Imunisasi membantu

mengurangi kematian anak dari pneumonia dalam dua cara. Pertama,

88

Page 26: BAB IV MIRA-cod.scr--.docx

vaksinasi membantu mencegah anak-anak dari infeksi yang berkembang

langsung yang menyebabkan pneumonia, misalnya Haemophilus

influenzae tipe b (Hib). Kedua, imunisasi dapat mencegah infeksi yang

dapat menyebabkan pneumonia sebagai komplikasi dari penyakit

(misalnya, campak dan pertusis).

UNICEF-WHO, (2006) menjelaskan terdapat tiga vaksin

memiliki potensi untuk mengurangi kematian anak dari pneumonia yaitu

vaksin campak, Hib dan vaksin pneumokokus. Bayi dan balita yang

pernah terserang campak akan mendapat kekebalan alami terhadap

pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian besar kematian ISPA

berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat

dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis, campak, maka

peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya

pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan

kematian ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang

mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat

diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat.

Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian

imunisasi campak dan DPT.

2.5. Pengaruh Kepadatan Hunian Eksklusif Terhadap Kejadian ISPA Pneumonia Pada Bayi Umur 9-11 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Moramo Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2013.

Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor

polusi dalam rumah yang telah ada. Penelitian menunjukkan ada

89

Page 27: BAB IV MIRA-cod.scr--.docx

hubungan bermakna antara kepadatan dan kematian dari

bronkopneumonia pada bayi, tetapi disebutkan bahwa polusi udara,

tingkat sosial, dan pendidikan memberi korelasi yang tinggi pada faktor

ini (Prabu, 2009).

Hasil penelitian ada pengaruh kepadatan hunian terhadap

kejadian ISPA pneumonia bahwa dari 64 responden kepadatan hunian

memenuhi syarat sebanyak 21 (32,8%) dan jumlah penderita ISPA

pneumonia lebih sedikit yaitu 6 respondent (9,4%) dibanding yang bukan

penderita 15 responden (23.4%). Sedangkan respondent dengan status

kepadatan hunian tidak memenuhi syarat jumlah sebanyak 43 (67.2%)

dan jumlah penderita ISPA pneumonia lebih banyak yaitu 26 respondent

(40.6%) dibanding bukan penderita 17 responden (26.6%). hasil uji

statistik risk estimate diperoleh OR:3,824, nilai lower limit - uppper limit

(1,239-11,801).

Penenilitian Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian

Yuwono (2008), Hasil uji statistik diperoleh kesimpulan tingkat

kepadatan hunian mempunyai hubungan yang bermakna secara statistik

dengan kejadian pneumonia (p = 0,028). Besarnya risiko menderita

pneumonia dapat dilihat dari nilai OR = 2,7 artinya anak balita yang

tinggal di rumah dengan tingkat hunian padat memiliki risiko terkena

pneumonia sebesar 2,7 kali lebih besar.

Risiko balita terkena pneumonia akan meningkat jika tinggal di

rumah dengan tingkat hunian padat. Tingkat kepadatan hunian yang tidak

90

Page 28: BAB IV MIRA-cod.scr--.docx

memenuhi syarat disebabkan karena luas rumah yang tidak sebanding

dengan jumlah keluarga yang menempati rumah. Luas rumah yang

sempit dengan jumlah anggota keluarga yang banyak menyebabkan rasio

penghuni dengan luas rumah tidak seimbang. Kepadatan hunian ini

memungkinkan bahteri maupun virus dapat menular melalui pernapasan

dari penghuni rumah yang satu ke penghuni rumah lainnya (Tulus, 2008).

3. Pembahasan Multivariat

Faktor ibu dan bayi yang berhubungan dengan kejadian pneumonia

pada analisis menunjukkan dari 5 variabel yang diteliti, yaitu pengetahuan,

sikap, pemberian ASI Eksklusif, imunisasi lengkap dan kepadatan hunian.

Berdasarkan hasil uji regresi logistic yakni untuk mengetahui variabel bebas

yang berpengaruh atau memberikan kontribusi terbesar dengan variabel

terikat sesuai dengan tujuan penelitian ini ada beberapa hal yang di ambil dari

out put analisis multivariate dengan meggunakan regresi logistic

Hasil dari variabel yang berpengaruh pengaruh terhadap kejadian

ISPA Pneumonia pada penelitian ini adalah, Pemberian ASI Eksklusif dengan

nilai Exp (B) paling tinggi yaitu 7,783 artinya besaran pengaruh imunisasi

lengkap terhadap kejadian ISPA pneumonia sebesar 7,78% sedangkan

92,22% di sebabkan oleh variabel lainya

Faktor risiko pneumonia terjadi  karena daya tahan

tubuh bayi kurang baik, lingkungan kurang sehat, gizi kurang atau buruk,

serta kurangnya ASI Eksklusif. Itu sebabnya, untuk mencegah pneumonia

diperlukan perbaikan yang menyeluruh. Artinya, kita harus membentuk

91

Page 29: BAB IV MIRA-cod.scr--.docx

kekebalan tubuh anak sejak dini. Salah satu caranya adalah dengan menjaga

keseimbangan nutrisi, cukup istirahat dan rutin olah tubuh. Pemberian ASI

terbukti mampu menurunkan angka terkena penyakit pneumonia

pada bayi dan balita. Selain itu, pada anak di bawah usia satu tahun

diperlukan imunisasi dasar yang lengkap sehingga daya tahan tubuhnya baik.

Dahulukan imunisasi wajib dari pada  imunisasi anjuran. Salah

satu imunisasi yang dianjurkan adalah imunisasi yang khusus untuk

menangkis pneumonia, yaitu HIB (Haemophilus Influenzae type B)

dan pneumokokus. Imunisasi ini diberikan sebanyak tiga kali dalam kurun

waktu satu tahun (Ranuh, 2011).

92