copian makalah tiroid yg diedit 4

Upload: teteh-bule

Post on 09-Oct-2015

71 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

gabdj

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Hipotiroidisme merupakan suatu sindroma klinis akibat penurunan produksi dan sekresi hormon tiroid. Hal tersebut akan mengakibatkan penurunan laju metabolisme tubuh dan penurunan glukosaminoglikan di interstisial terutama dikulit dan otot.1 Hipotiroidisme biasanya disebabkan oleh proses primer dimana jumlah produksi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid tidak mencukupi. Dapat juga sekunder oleh karena gangguan sekresi hormon tiroid yang berhubungan dengan gangguan sekresi Thyroid Stimulating Hormone (TSH) yang adekuat dari kelenjar hipofisis atau karena gangguan pelepasan Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) dari hipotalamus (hipotiroid sekunder atau tersier). Manifestasi klinis pada pasien akan bervariasi, mulai dari asimtomatis sampai keadaan koma dengan kegagalan multiorgan (koma miksedema).2,3 Insidensi hipotiroidisme bervariasi tergantung kepada faktor geografik danlingkungan seperti kadar iodium dalam makanan dan asupan zat goitrogenik. Selain itu juga berperan faktor genetik dan distribusi usia dalam populasi tersebut. Diseluruh dunia penyebab hipotiroidisme terbanyak adalah akibat kekurangan iodium. Sementara itu dinegara-negara dengan asupan iodium yang mencukupi, penyebab tersering adalah tiroiditis autoimun. Di daerah endemik, prevalensi hipotiroidisme adalah 5 per 1000, sedangkan prevalensi hipotiroidisme subklinis sebesar 15 per 1000. Hipotiroidisme umumnya lebih sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan angka kejadian hipotiroidisme primer di Amerika adalah 3,5 per 1000 penduduk untuk wanita dan 0,6 per 1000 penduduk untuk pria.1, 4The Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III) yang melakukan survey pada 17.353 individu yang mewakili populasi di Amerika Serikat melaporkan frekuensi hipotiroidisme sebesar 4,6% dari populasi (0,3% dengan klinis jelas dan 4,3% sub klinis). Lebih banyak ditemukan pada wanita dengan ukuran tubuh yang kecil saat lahir dan indeks massa tubuh yang rendah pada masa kanak-kanak. Dan prevalensi hipotiroidisme ini lebih tinggi pada ras kulit putih (5,1%) di bandingkan dengan ras hispanik (4,1%) dan Afrika-Amerika (1,7%). 3,5 Hipotiroidisme merupakan suatu penyakit kronik yang sering ditemukan di masyarakat. Diperkirakan prevalensinya cukup tinggi di Indonesia mengingat sebagian besar penduduk bermukim didaerah defesiensi iodium. Sebaliknya di negara-negara Barat, penyebab tersering adalah tiroiditis autoimun. 4Gejala-gejala klinis hipotiroidisme sering tidak khas, juga dapat ditemukan pada orang normal atau penyakit-penyakit lain, maka untuk menegakkan diagnosisnya perlu diperiksa fungsi tiroid. Pemeriksaan faal tiroid yang sudah tervalidasi adalah kadar TSH dan FT4 (Free Thyroxine). Kesalahan dalam mendiagnosis hipotiroidisme dapat berakibat berbagai efek yang tidak diinginkan oleh terapi hormon tiroid, sementara penyakit dasar yang sebenarnya tidak terdiagnosis. 2,6Tindakan operasi pada pasien dengan penyakit tiroid hampir semua bersifat elektif, mengingat risiko kematian perioperatif meningkat pada pasien dengan penyakit tiroid yang tidak terkontrol atau tidak terdiagnosis. Selain pengaruhnya yang dominan pada system kardiovaskular, hipotiroidisme juga mempengaruhi pemberian obat-obat anestesi akibat peningkatan atau penurunan bersihan dan volume distribusi obat pada kondisi hipometabolisme. 7

BAB IIHIPOTIROIDISME

2.1 DEFINISIHipotiroidisme adalah kumpulan sindroma yang disebabkan oleh konsentrasi hormone tiroid yang rendah sehingga mengakibatkan penurunan laju metabolisme tubuh secara umum. Kejadian hipotiroidisme sangat bervariasi, dipengaruhi oleh faktor geografik dan lingkungan seperti asupan iodium dan goitrogen, predisposisi genetik dan usia.7

2.2 ETIOLOGIHipotiroidisme dapat diklasifikasikan menjadi hipotiroidisme primer, sekunder, tersier, serta resistensi jaringan tubuh terhadap hormon tiroid. Hipotiroidisme primer terjadi akibat kegagalan tiroid memproduksi hormon tiroid, sedangkan hipotiroidisme sekunder adalah akibat defisiensi hormon TSH yang dihasilkan oleh hipofisis. Hipotiroidisme tersier disebabkan oleh defisiensi TRH yang dihasilkan oleh hipotalamus. Penyebab terbanyak hipotiroidisme adalah akibat kegagalan produksi hormon tiroid oleh tiroid (hipotiroidisme primer). Penyebab lebih lengkap hipotiroidisme dapat dilihat pada tabel dibawah ini.1,6

2.3 PATOFISIOLOGIKelenjar tiroid membutuhkan iodine untuk sintesis dan mensekresi hormon tiroid. Jika diet seseorang kurang mengandung iodine atau jika produksi dari hormon tiroid tertekan untuk alasan yang lain, tiroid akan membesar sebagai usaha untuk kompensasi dari kekurangan hormon. Pada keadaan seperti ini, goiter merupakan adaptasi penting pada suatu defisiensi hormon tiroid. Pembesaran dari kelenjar terjadi sebagai respon untuk meningkatkan respon sekresi pituitary dari TSH. TSH menstimulasi tiroid untuk mensekresi T4 lebih banyak, ketika level T4 darah rendah. Biasanya, kelenjar akan membesar dan itu akan menekan struktur di leher dan dada menyebabkan gejala respirasi disfagia.Penurunan tingkatan dari hormon tiroid mempengaruhi BMR secara lambat dan menyeluruh. Perlambatan ini terjadi pada seluruh proses tubuh mengarah pada kondisi achlorhydria (penurunan produksi asam lambung), penurunan traktus gastrointestinal, bradikardi, fungsi pernafasan menurun, dan suatu penurunan produksi panas tubuh. Perubahan yang paling penting menyebabkan penurunan tingkatan hormone tiroid yang mempengaruhi metabolisme lemak. Ada suatu peningkatan hasil kolesterol dalam serum dan level trigliserida dan sehingga klien berpotensi mengalami arteriosclerosis dan penyakit jantung koroner. Akumulasi proteoglikan hidrophilik di rongga interstitial seperti rongga pleural, cardiac, dan abdominal sebagai tanda dari mixedema.Hormon tiroid biasanya berperan dalam produksi sel darah merah, jadi klien dengan hipotiroidisme biasanya menunjukkan tanda anemia karena pembentukan eritrosit yang tidak optimal dengan kemungkinan kekurangan vitamin B12 dan asam folat.

2.4 GEJALA KLINISSpektrum gambaran klinik hipotiroidisme sangat lebar, mulai dari keluhan cepat lelah atau mudah lupa sampai gangguan kesadaran berat (koma miksedema). Dewasa ini sangat jarang ditemukan kasus-kasus dengan koma miksedema. 2Gejala yang sering dikeluhkan pada usia dewasa adalah cepat lelah, tidak tahan dingin, berat badan naik, konstipasi, gangguan siklus haid dan kejang otot. Pengaruh hipotiroidisme pada berbagai sistem organ dapat dilihat pada tabel 2.7

Koma miksedema merupakan salah satu keadaan klinis hipotiroidisme yang jarang dijumpai dan merupakan merupakan keadaan yang kritis dan mengancam jiwa. Terjadi pada pasien yang lama menderita hipotiroidisme berat tanpa pengobatan sehingga suatu saat mekanisme adaptasi tidak dapat lagi mempertahankan homeostasis tubuh. Koma miksedema ditegakkan dengan : 3,41. Tanda dan gejala klinis keadaan hipotiroidisme dekompensata.2. Perubahan mental, letargi, tidur berkepanjangan (20 jam atau lebih).3. Defek termoregulasi, hipotermia.4. Terdapat faktor presipitasi : kedinginan, infeksi, obat-obatan (diuretik, tranguilizer, sedatif, analgetik), trauma, stroke, gagal jantung, perdarahan saluran cerna.

2.5 Manifestasi Klinis1. Kulit dan rambut Kulit kering, pecah-pecah, bersisik dan menebal Pembengkakan, tangan, mata dan wajah Rambut rontok, alopeksia, kering dan pertumbuhannya buruk Tidak tahan dingin Pertumbuhan kuku buruk, kuku menebal

2. Muskuloskeletal Volume otot bertambah, glossomegali Kejang otot, kaku, paramitoni Artralgia dan efusi sinovial Osteoporosis Pertumbuhan tulang terhambat pada usia muda Umur tulang tertinggal disbanding usia kronologis Kadar fosfatase alkali menurun3. Neurologik Letargi dan mental menjadi lambat Aliran darah otak menurun Kejang, koma, dementia, psikosis (gangguan memori, perhatian kurang, penurunan reflek tendon) Ataksia (serebelum terkena) Gangguan saraf ( carfal tunnel) Tuli perseptif, rasa kecap, penciuman terganggu4. Kardiorespiratorik Bradikardi, disritmia, hipotensi Curah jantung menurun, gagal jantung Efusi pericardial (sedikit, temponade sangat jarang) Kardiomiopati di pembuluh. EKG menunjukkan gelombang T mendatar/inverse Penyakit jantung iskemic Hipotensilasi Efusi pleural Dispnea5. Gastrointestinal Konstipasi, anoreksia, peningkatan BB, distensi abdomen Obstruksi usus oleh efusi peritoneal Aklorhidria, antibody sel parietal gaster, anemia pernisiosa6. Renalis Aliran darah ginjal berkurang, GFR menurun Retensi air (volume plasma berkurang) Hipokalsemia7. Hematologi Anemia normokrom normositik Anemia mikrositik/makrositik Gangguan koagulasi ringan8. Sistem endokrin Pada perempuan terjadi perubahan menstruasi seperti amenore / masa menstruasi yang memanjang, menoragi dan galaktore dengan hiperprolaktemi Gangguan fertilitas Gangguan hormone pertumbuhan dan respon ACTH, hipofisis terhadap insulin akibat hipoglikemi Gangguan sintesis kortison, kliren kortison menurun Insufisiensi kelenjar adrenal autoimun Psikologis / emosi : apatis, agitasi, depresi, paranoid, menarik diri, perilaku maniak9. Manifestasi klinis lain berupa : edema periorbita, wajah seperti bula (moon face), wajah kasar, suara serak, pembesaran leher, lidah tebal, sensitifitas terhadap opioid, haluaran urin menurun, lemah, ekspresi wajah kosong dan lemah.

2.6 DIAGNOSISTerdapat tiga pegangan klinis untuk mencurigai adanya hipotiroidisme, yaitu apabila ditemukan 8,9 :1.Klinis keluhan-keluhan dan gejala fisik akibat defisiensi hormon tiroid.2.Tanda-tanda adanya keterpaparan atau defisiensi, pengobatan ataupun etiologi dan risiko penyakit yang dapat menjurus kepada kegagalan tiroid dan hipofisis.3.Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit tiroiditis autoimun kronis.Kegagalan produksi hormon tiroid menyebabkan penurunan kadar T4 serum, sedangkan penurunan kadar T3 baru terjadi pada hipotiroidisme berat. Pada hipotiroidisme primer ditemukan penurunan kadar T4 sedangkan TSH serum meningkat. Pada hipotiroidisme sentral , disamping kadar T4 serum rendah, terdapat kadar TSH yang rendahm atau normal. Untuk membedakan hipotiroidisme sekunder dengan tersier diperlukan pemeriksaan TRH. 8 Diagnosis hipotiroidisme dipastikan oleh adanya peningkatan kadar TSH serum. Apabila kadar TSH meningkat akan tetapi kadar FT4 normal, keadaan itu disebut hipotiroidisme sub klinik 4 . Biasanya peningkatan kadar TSH pada hipotiroidisme subklinik berkisar antara 5-10 mU/L sehingga disebut juga hipotiroidisme ringan. Kadar T3 biasanya dalam batas normal, sehingga pemeriksaan kadar T3 serum tidak membantu untuk menegakkan diagnosis hipotiroidisme. 2,4 Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada algoritma dibawah ini.6

Dugaan Klinis Hipotiroid

Test T4 dan TSH serum

T4 N , TSH NT4 , TSH N/T4 N , TSHT4 , TSH

NormalHipotiroidismesentralHipotiroidismesubklinikHipotiroidismePrimer

Test TRH

Respon (-)T4 , TSHT4 , TSH

HipotiroidismeSekunderHipotiroidismeTersierHipotiroidismePrimer

Gambar 1. Algoritma penegakan diagnosis hipotiroidisme kutip 1

Euthyroid sick syndrome (ESS) Kelenjar tiroid akan menghasilkan dua macam hormon tiroid yaitu triiodotironin (T3) dan tetraiodotionin (T4). T3 merupakan bentuk biologi aktif dari hormon tiroid (memiliki lima kali lebih aktif bentuk biologinya dari T4), yang dihasilkan secara langsung dari metabolisme tiroksin yang didapat dari konversi T4 di perifer. Hanya 35-40% dari T4 ini yang akan dikonversi menjadi T3 diperifer, 50% dari T4 ini akan dikonversi menjadi bentuk rT3.10Pada keadaan penyakit sistemik, stres fisiologik dan pemakaian obat-obatan dapat menghambat konversi T4 menjadi T3 diperifer sehingga kadar T4 dan T3 serum akan menurun. Hal ini dapat menimbulkan keadaan hipotiroidisme, dan keadaan seperti ini disebut dengan euthyroid sick syndrome (ESS). 11

Obat-obat Hipotiroid

Kombinasi T4-T3 sintetik (liotrix)Synthetic T3 (liothyronine Cytomel)Sodium levothyroxine (T4)

Levotiroksin dewasa 0,05-0,2 mg/hari(dosis rata-rata 0,125 mg/hari).Pasien usia lanjut: 12,5 25 g/hari selama 4 atau 6 minggu.L-T3 25-50 g(50 ug T4 dan 12,5 ug T3)

Gambar 2. Algoritma Penatalaksanaan Terapi HipotiroidCatatan : Koma myxedema sebagai fase terminal dari hipotiroidisme yang tidak diobati dalam jangka waktu yang lamaPasien menunjukkan gejala hipotermia, bradikardia, hipoventilasi alveolar, gambaran muka wajah dan kulit yang khas, gangguan kesadaran sampai koma. Mortalitas dapat dicegah dengan pengobatan yang agresif, dengan memberikan sodium levothyroxine intra vena 250 500 g. Dilanjutkan dengan pemberian T4 setiap hari cara parenteral 100 g per hari. Rekomendasi lainnya menganjurkan pemberian triiodothyronine intra vena sebesar 10 sampai 20 g tiap 4 atau 8 jam selama beberapa hari mengingat ada penurunan konver T4 ke T3 yang terjadi pada myxedema. Pemberian terapi kombinasi T4 dan T3 per intravena juga telah dipergunakan. Terapi awal T4 250 g ditambah T3 20g tiap 8 jam sampai pasien menunjukkan respon perbaikan. Terapi suportif pada penyakit dasar penting diperhatikan. Menghangatkan pasien bisa membahayakan mengingat dapat menyebabkan vasodilatasi perifer dan diikuti hipotensi.

PengobatanPreparat obat1. 1. Sodium levothyroxine. Levothyroxine sodium sintetik merupakan pilihan utama, sebab bisa memberikan kadar serum T3 & T4 yang stabil, penyerapan diusus diperkirakan bisa mencapai 75%.2. 2. Desiccated thyroid extract. USP adalah ekstraksi tiroid yang terdiri dari campuran tiroid babi dan sapi, yang dilakukan standardisasi berdasarkan kandungan yodium. Komposisi diperkirakan terdiri dari rasio T4/T3 sebesar 4 : 1. Kadar T3 dalam darah diperkirakan meningkat diatas normal setelah 4 atau 8 jam setelah dikonsumsi.Desiccated Thyroid mempunyai potensi yang equivalen dengan T4 sebesar 1:1.000 (1 mg Desiccated thyroid equivalen dengan 1 g tiroksin sintetik.3. 3. Synthetic T3 (liothyronine, Cytomel). T3 sintetik tidak indikasikan untuk penggunaan jangka panjang. Indikasi penggunaan adalah untuk beberapa prosedur test diagnostik dan penggunaan jangka pendek. Absorbsi diperkirakan 90%. Pasien pengguna terapi T3 dalam beberapa jam T3 akan mengalami peningkatan dan secara gradual akan sangat menurun kadarnya setelah 24 jam kemudian. Penggunaan substitusi T3 sebesar 12,5 g pada setiap pemberian T4 sebesar 50 g dapat memperbaiki parameter mood dan psikometrik.4. 4. Kombinasi T4-T3 sintetik (liotrix). Preparat ini merupakan T4/T3 sintetik dengan komposisi rasio 4:1, dan tersedia dalam beberapa dosis. Preparat ini dikembangkan sebelum diketahui bahwa T4 dapat berkonversi menjadi T3 diluar kelenjar tiroid.Pengobatan hipotiroidisme primer ataupun sentral, kesemuanya memberikan respons yang baik terhadap hormon tiroid. Hampir semua jenis hipotiroidisme dapat diobati baik dengan levothyroxine. Terapi Levothyroxine mempunyai keuntungan utama yaitu mekanisme deiyodonisasi perifer dapat tetap berlangsung memproduksi T3 dalam fungsi fisiologis yang normal. Yang perlu diperhatikan ialah: a). Dosis awal; b). Cara menaikkan dosis tiroksin. Tujuan pengobatan hipotiroidisme ialah: 1). Meringankan keluhan dan gejala; 2). Menormalkan metabolisme; 3). Menormalkan TSH (bukan mensupresi); 4). Membuat T3 (dan T4) normal; 5). Menghindarkan komplikasi dan risiko. Beberapa prinsip dapat digunakan dalam melaksanakan subsitusi: (a). Makin berat hipotiroidisme, makin rendah dosis awal dan makin landai peningkatan dosis; (b) Geriatri dengan angina pektoris, CHF, gangguan irama, dosis harus hati-hati.Prinsip substitusi ialah mengganti kekurangan produksi hormon tiroid endogen pasien. Indikator kecukupan optimal sel ialah kadar TSH normal. Dosis supresi tidak dianjurkan, sebab ada risiko gangguan jantung dan densitas mineral. Tersedia L-tiroksin (T4), L-triodotironin (T3), maupun pulvus tiroid. Pulvus tak digunakan lagi karena efeknya sulit diramalkan. T3 tidak digunakan sebagai substitusi karena waktu paruhnya pendek hingga perlu diberikan beberapa kali sehari. Obat oral terbaik ialah T4. Akhir-akhir ini dilaporkan bahwa kombinasi pengobatan T4 dengan T3 (50 ug T4 diganti 12.5 ug T3) memperbaiki mood dan faal neuropsikologis.Tiroksin dianjurkan diminum pagi hari dalam keadaaan perut kosong dan tidak bersama bahan lain yang mengganggu serapan usus. Contohnya pada penyakit sindrom malabsorbsi, short bowel syndrome, sirosis, obat (sukralfat, aluminium hidroksida, kolestiramin, formula kedele, sulfas ferosus, kalsium karbonat. Dilantin, rifampisin, fenobarbital dan tegretol meningkatkan ekskresi empedu. Dosis rerata substitusi L-T4 ialah 112 ug/hari atau 1.6 ug/kg BB atau 100-125 mg sehari. Untuk L-T3 25-50 ug. Kadar TSH awal seringkali dapat digunakan patokan dosis pengganti: TSH 20 uU/ml butuh 50-75 ug tiroksin sehari, TSH 44-75 uU/ml butuh 100-150 ug. Sebagian besar kasus membutuhkan 100-200 ug L-T4 sehari.Pasien dewasa muda. Tiroksin untuk terapi sulih dosis yang umum adalah 1,5 2,2 g/kg berat badan ideal. Dosis penuh bisa diberikan sejak awal jika tujuannnya adalah untuk terapi sulih total (full replacement therapy). Terapi awal bisa diberikan dosis 50% diberikan selama 1 atau 2 minggu, dan dinaikkan bertahap bisa mengurangi gejala kecemasan atau nervousness yang terkait dengan terapi sulih yang terlalu cepat. Pasien perlu mendapatkan informasi bahwa perbaikan klinis terjadi secara bertahap selama beberapa minggu dan efek eutiroid baru dicapai dengan pengobatan selama 2 atau 3 bulan. Laboratorium T4 menunjukkan angka normal setelah beberapa hari pengobatan, serum T3 mencapai kadar normal setelah 2 sampai 4 minggu, tetapi serum TSH mencapai normal memerlukan waktu 6 8 minggu. Penyesuaian dosis T4 dilakukan setelah waktu ini dengan mengatur dosis antara 12,5 g sampai 25 g untuk mendapatkan respon klinik yang optimal dan mendapatkan TSH dan T4 pada kadar normal. Evaluasi klinik dan pemeriksaan serum hormon merupakan kombinasi untuk menaksir optimasi keberhasilan terapi.Pasien usia dewasa pertengahan. Hipotiroid pada individu sehat mungkin memerlukan dosis 1,5 2,0 g/kg. Jika terdapat penyakit penyerta misal penyakit jangtung koroner, penyakit paru kronikDosis dimulai dari kadar yang rendah yaitu T4 25 g dan dinaikkan 25 g per bulan tergantung dari respon klinik. Strategi low show dirancang untuk mencegah dampak negatif berupa: a) Pemulihan keadaan eutiroid meningkatkan kebutuhan dan angina menjadi lebih sering, dan b) jantung lebih rentan terhadap efek kronotropik hormon tiroid, sehingga pasien tertentu lebih rentan terjadin takhikardia yang bersifat fatal. Ketakutan dan kehati-hatian klinisi bisa berlebihan menyebabkan pasien mengalami hipotiroid yang berkepanjangan, sehingga pertimbangan prosedur harus jelas.Pasien usia lanjut. Pada usia lanjut sebaiknnya harus selalu mempertimbangkan kemungkinan keberadaan penyakit jantung iskemik, mungkin dalam bentuk subklinik, pemberian dosis T4 harus serendah mungkin misalnya 12,5 25 g/hari. Dosis ditingkatkan bertahap sebesar 25 g per 4 atau 6 minggu sampai mencapai TSH dalam batas yang normal.Kehamilan. Pasien Hipotiroidisme wanita yang kemudian hamil, maka selama kehamilan hormon tiroid ditingkatkan sampai 25 atau 50 g untuk mencapai TSH yang normal.Hipotiroidisme Subklinis (HSK)Disebut demikian kalau TSH naik, kadar hormon tiroid dalam batas normal. Umumnya gejala dan tanda tidak ada atau minimal. Banyak ditemukan pada wanita usia lanjut. Akibat jangka panjangnya yaitu hiperkolesterolemia dan menurunnya faal jantung. Masih ada kontroversi tentang diobati atau tidak diobati kasus hipotiroidisme subklinis ini. Pengalaman menunjukkan substitusi tiroksin pada kasus dengan TSH > 10 mU/ml memperbaiki keluhan dan kelainan objektif jantung. Dosis harus disesuaikan apabila pasien hamil. Untuk mencegah krisis adrenal pada pasien dengan insufisiensi adrenal, glukokortikoid harus diberikan terlebih dahulu sebelum terapi tiroksin.Pemberian substitusi tiroksin pada usia lanjut harus berhati-hati, mulai dengan dosis kecil, misalnya 25 mg sehari dan ditingkatkan perlahan-lahan untuk menghindari terjadinya fibrasi maupun gagal jantung. Harus lebih hati-hati pada mereka dengan hipotiroidisme berat dan lama.Koma myxedema sebagai fase terminal dari hipotiroidisme yang tidak diobati dalam jangka waktu yang lamaPasien menunjukkan gejala hipotermia, bradikardia, hipoventilasi alveolar, gambaran muka wajah dan kulit yang khas, gangguan kesadaran sampai koma. Faktor presipitasi adalah intercurrent illness, misalnya infeksi, stroke, penggunaan obat-obatan jenis sedative. Jika tidak diobati, mortalitas bias 100%. Mortalitas dapat dicegah dengan pengobatan yang agresif, dengan memberikan sodium levothyroxine intra vena 250 500 g. Dilanjutkan dengan pemberian T4 setiap hari cara parenteral 100 g per hari. Rekomendasi lainnya menganjurkan pemberian triiodothyronine intra vena sebesar 10 sampai 20 g tiap 4 atau 8 jam selama beberapa hari mengingat ada penurunan konver T4 ke T3 yang terjadi pada myxedema. Pemberian terapi kombinasi T4 dan T3 per intra vena juga telah dipergunakan. Terapi awal T4 250 g ditambah T3 20g tiap 8 jam sampai pasien menunjukkan respon perbaikan. Terapi suportif pada penyakit dasar penting diperhatikan. Menghangatkan pasien bisa membahayakan mengingat dapat menyebabkan vasodilatasi perifer dan diikuti hipotensi.Penyakit Jantung Koroner, operasi elektif, dan hipotiroidismeHiperlipidemia pada hipotiroidisme apakah mempunyai predisposisi terhadap penyakit jantung koroner merupakan kemungkinan yang perlu diwaspadai. Dapat dijumpai seorang pasien hipotiroidisme mempunyai penyerta penyakit jantung koroner, pada pasien ini jika ada indikasi untuk arteriografi atau bypass maka sebelum operasi dapat diberikan substitusi terapi hormone. Pasien lebih menunjukkan toleransi yang lebih baik terhadap obat golongan inotropik jika diberikan substitusi hormone tiroid yang cukup. Hipotiroidisme yang memerlukan operasi yang sifatnya darurat tidak ada kontraindikasi.Kepustakaan1. 1. AACE, 2006 (Amended Version). American Association of Clinical Endocrinologists Medical Guidelines for Clinical Practice for the Evaluation and Treatment of Hyperthyroidism and Hypothyroidism. Endocr Pract. 2002 ; 8 (no.6) 459 4692. 2. Brent GA, Larsen PR, and Davies TS, 2008. In: Williams Texbook of Medicine. Editors: Kronenberg HM, Melmed S, Polonsky KS, Larsen PR. 11th ed. 2008. Saunders Elsevier, Philadelphia, p 377 - 4103. 3. Davies TF, Larsen PR, 2008. Thyrotoxicosis. In: Williams Texbook of Medicine. Editors: Kronenberg HM, Melmed S, Polonsky KS, Larsen PR. 11th ed. 2008. Saunders Elsevier, Philadelphia, p 333- 3754. 4. Wiersinga(2004). Adult Hypothyroidism. http://www.thyroidmanager.org5. 5. Sutjahjo A, Murtiwi S, 2006. Hipotiroidisme: Diagnosis dan pengelolaan. Naskah Lengkap Surabaya Thyroid Symposium-1, Surabaya, 13 Mei 2006, 56-606. 6. Sutjahjo A, Tjokroprawiro A, Hendromartono, Pranoto A, Murtiwi S, Adi S, Wibisono S, 2007. Penyakit Kelenjar Gondok. Buku Ajar Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr.Soetomo Surabaya. Editor: Tjokroprawiro A, Setiawan PB, Santoso D, Soegiarto G. Airlangga University Press, hlm 86 92.7. 7. Bo Youn Cho. Hyperthyroid disease. Recognition and management. Medical Progress 1988; 15:17-31.8. 8. Hoffenberg R. The investigation of hyperthyroidism. In: Advanced Medicine. Newcastle-Upon-Tyne. Pitman Medical Limited. Great Britain, 1981:23-31.9. 9. Bayer MF. Effective laboratory evaluation of thyroid status. Med Clin North Am 1991; 75:1-26.10. 10. Djokomoeljanto R. Pengobatan medik hipertiroidisme. Dalam Adam JMF (Ed): Endokrinologi Praktis. Diabetes Melitus, Tiroid, Hiperlipidemia. Ujung Pandang 1989:185-194.11. 11. Djokomoeljanto 2006. Kelenjar Tiroid, hipotiroidisme, dan hipertiroidisme. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Edisi keempat-Jilid III. Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam FK Universitas Indonesia, Hlm 1955 1965.12. 12. McDougall IR. Graves disease: Current concepts. Med Clin North Am 1991; 75:79-96.13. 13. Hashizume K, Ichikawa K, Sakurai et al. Administration of thyroxine in treated Graves disease. Effects on the level of antibodies to thyroid stimulating hormone receptors and on the risk of recurrence of hyperthyroidism. N Engl J Med 1991; 324:947-53.14. 14. Fankly JA. Hypertiroidism. Medicine International 1993; 6:164-9.15. 15. Pandelaki K, Sumual A, 2002. Hipertiroidisme. In: Buku Ajar Penyakit Dalam jilid 1. Editor: Waspadji S, Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, Alwi I, Husodo UB. Balai Penerbit FKUI, Edisi ke tiga, Jakarta, hlm 766-77216. 16. Hershman JM. 2002. Hypothyroidism and Hyperthyroidism. In: Manual of Endocrinology and Metabolism. Editor Lavin N. 3th edition. Lippincott Williams & Williams, p 396 40917. 17. Tjokroprawiro, 2007. Thyroid storm: Pathogenesis and Treatment. (Formulas TS-41668.24.6 and CS 7.3.3 as Practical guidelines. Naskah Lengkap Surabaya Thyroid Symposium-1, Surabaya, 13 Mei 2006,