copian baru.docx

42
BAB I PENDAHULUAN Infeksi HIV merupakan masalah kesehatan anak yang penting di banyak negara. Pada umumnya, tatalaksana kondisi spesifik dari anak dengan infeksi HIV mirip dengan penanganan pada anak lainnya. 1 Gejala klinis HIV/AIDS pada umumnya disebabkan oleh gejala infeksi oportunistik. Infeksi oportunistik yang sering dijumpai di Indonesia adalah infeksi jamur, tuberkulosis, toksoplasma dan sitomegalo. 6 Kasus AIDS pertama kali dilaporkan pada tahun 1981 di California, sedangkan penyebab AIDS baru ditemukan pada akhir 1984 oleh Robert Gallo dan Luc Montagner. 6 Jumlah penderita HIV pada anak makin lama makin meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah ibu hamil terinfeksi HIV, karena sebagian besar anak terinfeksi HIV tertular secara vertikal dari ibu ke anak pada saat hamil, melahirkan dan menyusui. 2 Penularan HIV dari ibu ke anak (tanpa pencegahan Antiretroviral) diperkirakan berkisar antara 15-45%. Berbagai bukti menunjukkan transmisi dapat sangat dikurangi (menjadi 2% dengan pemberian antiretroviral selama kehamilan dan saat persalinan dan dengan pemberian makanan pengganti dan bedah kaisar elektif). 1 Angka penularan vertikal berkisar antara 14-39% dan risiko penularan pada anak diperkirakan 24-47%. 2 Saat ini di seluruh dunia, setiap harinya sekitar 2000 anak-anak usia 15 tahun ke bawah terinfeksi HIV akibat penularan dari 1

Upload: theresia-witayosi

Post on 20-Feb-2016

276 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kik

TRANSCRIPT

Page 1: copian baru.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi HIV merupakan masalah kesehatan anak yang penting di banyak

negara. Pada umumnya, tatalaksana kondisi spesifik dari anak dengan infeksi HIV

mirip dengan penanganan pada anak lainnya.1 Gejala klinis HIV/AIDS pada

umumnya disebabkan oleh gejala infeksi oportunistik. Infeksi oportunistik yang

sering dijumpai di Indonesia adalah infeksi jamur, tuberkulosis, toksoplasma dan

sitomegalo.6

Kasus AIDS pertama kali dilaporkan pada tahun 1981 di California,

sedangkan penyebab AIDS baru ditemukan pada akhir 1984 oleh Robert Gallo dan

Luc Montagner.6 Jumlah penderita HIV pada anak makin lama makin meningkat

sesuai dengan peningkatan jumlah ibu hamil terinfeksi HIV, karena sebagian besar

anak terinfeksi HIV tertular secara vertikal dari ibu ke anak pada saat hamil,

melahirkan dan menyusui.2

Penularan HIV dari ibu ke anak (tanpa pencegahan Antiretroviral)

diperkirakan berkisar antara 15-45%. Berbagai bukti menunjukkan transmisi dapat

sangat dikurangi (menjadi 2% dengan pemberian antiretroviral selama kehamilan dan

saat persalinan dan dengan pemberian makanan pengganti dan bedah kaisar elektif).1

Angka penularan vertikal berkisar antara 14-39% dan risiko penularan pada anak

diperkirakan 24-47%.2 Saat ini di seluruh dunia, setiap harinya sekitar 2000 anak-

anak usia 15 tahun ke bawah terinfeksi HIV akibat penularan dari ibu ke bayinya,

sekitar 1.4000 anak-anak usia < 15 tahun meninggal akibat AIDS, sementara sekitar

6.000 orang alam usia prosuktif antara 15-24 tahun terinfeksi HIV. Diperkirakan

akan ada sekitar 400.000 orang terinfeksi HIV pada tahun 2010, dan 100.000 orang

diantarnya meninggal atau ada 1 juta ODHA pada tahun 2015 dengan kematian

350/000 kematian. 4

Gambaran klinis infeksi HIV pada anak sangat bervariasi. Beberapa anak

dengan HIV positif menunjukkan keluhan dan gejala terkait HIV yang berat pada

tahun pertama kehidupannya.1 Perkembangan kelainan sistem imun dan munculnya

gejala penyakit pada anak terinfeksi HIV lebih cepat dibandingkan orang dewasa.

Munculnya penyakit pnemonia pneumocystis carinii, pnemonia interstisial limfoid,

infeksi bakteri berulang, dan kurang gizi merupakan gejala yang sering ditemukan

pada penderita AIDS. Penyakit lain yang juga merupakan tanda spesifik adalah

1

Page 2: copian baru.docx

tuberkulosis milier, diare persisten, dan otitis media. Oleh karena penyakit HIV pada

anak sangat rumit dan kompleks, maka diperlukan tatalaksana yang baik sehingga

munculnya AIDS dapat ditunda dan usia anak dapat diperpanjang.2

2

Page 3: copian baru.docx

BAB II

KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

a. Pasien

Nama Pasien : An. HR

Umur/BB : 5 tahun 6 bulan/ 12,5 kg

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Kabuli, 12 Februari 2010

Tanggal Masuk : 05 Agustus 2015, jam 08.15 WIB

Alamat : Jl. Pemuda km 6,5 Kuala Kapuas

b. Orang Tua

1) Ayah

Nama : Alm. Tn. R

Umur : 38 tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Swasta/pedagang,

Alamat: Jl. -

2) Ibu

Nama : Alm. Ny. NA

Umur : 35 tahun

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : IRT

Alamat : Jl. -

II. ANAMNESA

Alloanamnesa terhadap tante dan kakek pasien pada tanggal 05 Agustus 2015

pukul 08.15.00 WIB.

a. Keluhan Utama

- Pasien rujukan dari RSUD H Soemarno Kuala Kapuas dengan

diagnosa B-20 dengan hasil laboratorium anti HIV reaktif CD4 72 %.

- Datang dengan keluhan diare lama.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

- BAB cair (+) sejak ± 1 bulan SMRS, frekuensi tiap hari ± 3x, BAB

muncul kadang-kadang dan tidak setiap hari, berwarna kuning, darah

(+) sedikit, ampas (+) sedikit, lendir (+), menyemprot, tidak berbau

khas, tiap BAB sebanyak ± ½ gelas akua (120 cc).

3

Page 4: copian baru.docx

- Gatal-gatal di tangan dan kaki disertai bintik-bintik merah ± 1 bulan

bersamaan dengan BAB cair, didiagnosis sebagai alergi saat dibawa

ke poli anak Kuala Kapuas.

- Demam (+) sejak 2 minggu SMRS, demam naik turun dan tidak

terlalu tinggi, demam sering muncul saat sore hari dan saat pasien

mengalami kelelahan setelah bermain, demam tidak disertai menggigil

dan keringat dingin.

- Pasien mengeluh batuk sejak 1 minggu SMRS, batuk muncul kadang-

kadang, batuk berdahak, dahak berwarna putih dan tidak ada darah,

batuk sering muncul saat malam hari, jika sudah muncul batuknya

terus-menerus sehingga pasien susah untuk beristirahat/tidur

- Bercak-bercak putih di lidah sejak 1 minggu, pilek (+) sejak 2

minggu, nyeri menelan (-), nyeri tenggorokan (-), nyeri telinga (-),

keluar cairan dari telinga (-), nyeri perut (-), makan (+) 4x/hari,

minum (+) kuat, muntah (+) 1x saat muncul batuk, BAK (+) berwarna

putih, sering tetapi sedikit-sedikit.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Asma (-), TBC pada pasien (-) , riwayat keluar bintik darah dari kedua mata

saat usia 6 bulan selama 2 hari disertai nyeri pada kedua matanya.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

- Ibu kandung sudah meninggal pernah mengalami keluhan yang sama

sebelumnya berupa gatal-gatal, demam, sariawan, diare, serta didiagnosis

menderita HIV/AIDS(+), riwayat transfusi darah saat melahirkan pasien

(+) karena Hb menurun akibat perdarahan.

- Ayah kandung sudah meninggal, riwayat operasi usus buntu (+), riwayat

transfusi darah (+), pernah menderita panyakit kanker tulang selama 2

tahun. Ayah bekerja bekerja di tempat batu bara, terkadang mangangkut

pasir, terkadang juga jarang pulang kerumah karena pekejaan tersebut.

- Anggota keluarga yang lain tidak ada mengalami keluhan yang sama

seperti pasien.

4

Page 5: copian baru.docx

e. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Pada saat hamil ibu tidak rutin melakukan pemeriksaan kehamilan karena

jarak dari rumah ke puskesmas jauh. Pasien lahir secara normal (spontan),

usia kehamilan cukup bulan, saat lahir segera menangis, tubuh kemerahan

dan sedikit kebiruan di tangan dan kaki, berat badan lahir 3500 gram, panjang

badan lahir lupa, penolong kelahiran Bidan dari Puskesmas, tempat di

Puskesmas, pasien lahir tidak ada perawatan khusus.

f. Riwayat Perkembangan

Riwayat perkembangan berupa tiarap, merangkak, duduk, berdiri, dan

berjalan tidak diketahui. Mulai bisa berjalan usia 2 tahun. Saat ini pasien

berusia 5 tahun 6 bulan dan sangat aktif bermain, berbicara jelas, bisa

mengikuti pelajaran di sekolah, melompat, mencoret, menulis.

g. Riwayat Imunisasi

Kelengkapan imunisasi dasar tidak diketahui tetapi imunisasi hepatitis B (+)

segera setelah lahir, imunisasi ulangan tidak dilakukan.

h. Makanan

– Usia 0 – 6 bulan : ASI Eksklusif, diberikan semau anak.

– Usia 4 tahun : ASI masih diberikan ditambah susu formula yang

dibuat dengan cara air hangat dimasukkan terlebih dahulu sebanyak 1 cc

lalu susu dimasukkan, diberikan semau anak.

– Usia 6 bulan : bubur lumat dicampur kentang dihaluskan, diberikan

4 x/ hari

– Usia 9 bulan-12 bulan : diberikan nasi lunak bercampur sayur (biasanya

sayur bayam), daging ayam, ikan patin, kangkung. Diberikan 4x/hari.

– Usia >12 bulan : diberikan nasi keras bercampur sayuran dan daging ayam

(karena pasien suka makan daging ayam yang digoreng) + snack + permen

+ kadang-kadang minum es

5

Page 6: copian baru.docx

i. Riwayat Keluarga

Pasien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara.

Anak pertama usia 11 tahun, perempuan dan sehat.

+ + Riw. HIV (+) Keterangan :

35 tahun

sakit

+ meninggal

sehat

An. Hen An. H

Usia 11 tahun Usia 5,6 tahun

Sehat HIV

j. Riwayat Sosial Lingkungan

Pasien sekarang tinggal di rumah yang terbuat dari kayu ulin dengan atap

seng. Dirumah ditinggali oleh 5 orang. Rumah berukuran sekitar 9x6 m,

mempunyai kamar 3 buah, 2 pintu, jendela 8 buah. Biasanya pasien tidur

bersama tantenya terkadang juga bersama nenek dan kakeknya. Saat tidur

menggunakan kelamu terkadang juga menggunakan obat nyamuk bakar.

Sumber air yang digunakan yaitu dari Hitachi, pasien biasnya minum air aku

yang di beli dalam botol, biasanya juga membeli air isi ulang tetapi dimasak

lagi.

Makan sebanyak 3x/hari menggunakan tangan dengan komposisi nasi, lauk,

sayur. Kebiasaan kakek merokok (+) sudah lama, mempunyai riwayat batuk

lama.

III. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

2. Tanda-tanda vital

Suhu : 37oC

Nadi : 105x/menit, irreguler, kuat angkat, isi penuh

Respirasi : 26x/menit

TD : 110/70 mmHg

6

Ayah ibu

Page 7: copian baru.docx

Kulit Sawo matang (+), ikterik (-), sianosis (-), turgor cepat kembali, lembab,

pucat (+)

Kepala Bentuk kepala : Mesosefal, UUB dan UUK menutup

Rambut : Coklat, tipis, distribusi merata susah dicabut

Mata Palpebra : ptosis (-) endoftalmus (-) eksoftalmus (-)

Alis : tipis

Konjungtiva : Anemis (+/+)

Sklera : Ikterik (-)

Produksi air mata : cukup

Refleks pupil : isokor

Kornea : Jernih

Hidung Nafas cuping hidung (-/-), epistaksis (-), sekret (-)

Telinga Simetris, sekret (-), serumen (-), nyeri (-)

Mulut Bibir lembab, merah muda. Gusi mudah berdarah (-), gusi mudah bengkak (-)

Lidah Pucat (-), Tremor (-), Kotor (+), Bercak putih (+) pada seluruh lidah

Faring Hiperemi (-), Edema (-), Membran / pseudomembran (-)

Tonsil Warna merah muda, Pembesaran (-), Abses (-), Membran / pseudomembran

(-)Leher JVP (tidak meningkat), kaku kuduk (-), massa (-), tortikolis (-),

Pembesaran KGB (+) regio colli sinistra dengan konsistensi lunak,

multiple (2 massa) diameter berukuran 1 mm, mobile, Pembesaran

tiroid (-).

Thoraks Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi (-), dispneu (-), pernafasan

abdominal (-)

Palpasi : Gerakan dada simetris, fremitus teraba di 2 lapang paru

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi:

– ictus cordis teraba di intercostae IV-V midclavicula sinistra

– Thrill (-)

Perkusi:

Batas kiri atas : intercostae II Linea Parasternalis Sinistra

Batas kiri bawah: intercostae IV Linea Midclavicularis Sinistra

7

Page 8: copian baru.docx

Batas kanan atas : intercostae II Line Parasternalis Dextra

Batas kanan bawah : intercostae IV Linea Parasternalis Sinistra

Kesan : Pembesaran jantung (-)

Auskultasi : Frekuensi 105 x/menit, irama beraturan

– Suara dasar Bunyi Jantung S1 S2 tunggal reguler, bising (-)

– Gallop (-) murmur (-)

Abdomen Inspeksi : Tampak cembung

Palpasi : cembung, distensi (+), nyeri tekan (-), hepatomegali (-),

splenomegali (-), ginjal tidak teraba.

Perkusi : Timpani, redup di batas hepar dan spleen

Auskultasi : Bising usus (+) 15x/menit

Genitalia Dalam batas normal

Ekstremitas Akral hangat, CRT <2”, sklerema (-), sianosis (-),

paresis (-), pucat (-), Pembesaran KGB axilla (-), Pembesaran KGB

inguinal (-), bintik-bintik kemerahan (+)

Pemeriksaan

Neurologis

Gerakan

Tonus

Trofi

Refleks fisiologis

Refleks patologis

Klonus

Tanda meningeal

Sensibilitas

Tungkai Lengan

Kanan Kiri Kanan Kiri

Bebas

+

-

+

-

-

-

+

Bebas

+

-

+

-

-

-

+

Bebas

+

-

+

-

-

-

+

Bebas

+

-

+

-

-

-

+

Status Gizi Status Antropometri

- Umur : 5,6 tahun

- Berat badan : 12,5 Kg

- Panjang badan : 96 cm

- Lingkar kepala: 51 cm

- Lingkar lengan Atas: 16 cm

Status Gizi menurut Kurva CDC berdasarkan ukuran BB/U

8

Page 9: copian baru.docx

(12,5/14) x 100 % = 89 %

Kesan : Gizi kurang menurut Standar CDC

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tanggal : 04/08/2015

Hasil Evaluasi Darah Tepi Tanggal 04/08/2015Seri Eritrosit : Distribusi sel agak longgar

Mikrositik hipokromik (ovalosit)Sel muda (-)/negatif

Seri Leukosit : Estimasi jumlah normalVakuolisasi (+)Sel muda (-)/ negatif

Seri Trombosit : Estimasi jumlah meningkatBentuk dan ukuran normal

Kesan– Aktivasi neutrofil dengan trombositosis reaktif dd/ Infeksi berat/kromik,

inflamasi– Anemia mikrositik hipokromik dd/ Anemia penyakit kronik, anemia

defisiensi Fe.

9

Indikator Hasil

LeukositNeu%Lym%Mon%Eos%Bas%

HemoglobinLED

7.800/mm3

66 %24 %3 %3 %0 %

9,9 g%45 mm

Hematokrit 34 %

Trombosit 553.000/mm3

GDS 94 mg/dLCD4 72

Page 10: copian baru.docx

Hasil Serologi Hb s Antigen (Hb S Ag) (-) negatif Antigen (Hb S Ab) (-) negatif

Hasil Radiologi 04 Agustus 2015 Corakan paru meningkat, tampak bercak infiltrat pada parakardial kanan dan

perihiller kanan Jantung normal Diafragma dan sinus baik

Kesan : Bronkopneumonia

IV. RESUME

Pasien datang dengan keluhan terdapat batuk dan pilek 1 minggu, diare

lama dan berulang, demam 2 minggu, sariawan 1 minggu, gatal dan kemerahan di

kulit sejak 1 bulan. Benjolan muncul disertai demam, demam bersifat hilang timbul

dan tidak tinggi, tidak ada menggigil, mengigau, dan berkeringat banyak

Riwayat perkembangan pasien sulit untuk dinilai karena data yang didapat

kurang lengkap. Riwayat Imunisasi dasar tidak lengkap dan imunisasi ulangan

tidak di lakukan.Riwayat menderita HIV/AIDS(+) pada ibu pasien, riwayat

menderita TBC (+) pada kakek pasien.

Berdasarkan pemeriksaan fisik keadaan umum OS tampak sakit sedang.

Dari penilaian status gizi menurut standar WHO pasien dengan status gizi kurang,

Sedangkan dari pemeriksaan laboratorium didapatkan CD4 sebanyak 72 %, LED

45 mm (meningkat), Hb, dan trombosit menurun jumlahnya sedangkan GDS dalam

batas normal. Dari hasil evaluasi darah tepi dicurigai terdapat trombositosis reaktif

dd/ Infeksi berat/kronik, inflamasi, anemia mikrositik hipokromik dd/ Anemia

penyakit kronik, anemia defisiensi Fe. Hasil pemeriksaan radiologi memperlihatkan

adanya bercak infiltrat pada parakardial kanan yang menandakan

bronkopneumonia.

V. DAFTAR MASALAH

- Batuk - Diare - Bercak kemerahan di kulit

- Demam - Kandidiasis oral 10

Page 11: copian baru.docx

VI. DIAGNOSIS BANDING

Malaria

Demam

Diare Batuk

VII. DIAGNOSIS

- TBC - Anemia

- Diare persisten - Gizi Kurang

- HIV - Kandidiasis oral

VIII. PENATALAKSANAAN

- 2 tablet 3 FDC berupa Isoniazid 50 mg, rifampisin 75 mg, pirazinamid

150 mg

- Multivitamin

- Besi Elemental

IX. PROGNOSIS

a. Ad vitam : dubia ad malam

b. Ad sanam : dubia ad malam

c. Ad fungsionam : dubia ad malam

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

11

Non Malaria- TBC- Imunologi HIV- Demam Tifoid- ISK

- Persisten - pneumonia

- Bukan pneumonia :TBCISPA– Kronik

Page 12: copian baru.docx

Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sindroma penyakit

defisiensi imunitas seluler yang didapat, disebabkan oleh Human Immunodeficiency

Virus (HIV) yang merusak sel yang berfungsi untuk sistem kekebalan tubuh yaitu

CD4 (Lymphocyte T-helper).7

3.2 Epidemiologi

Infeksi HIV/AIDS pada anak umumnya ditularkan oleh ibu secara vertikal

pada saat hamil, melahirkan, dan menyusui. Oleh karena itu, penderita terbanyak

ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun (lebih dari 66%), sedangkan

anak yang berusia antara 5-10 tahun sebanyak 26%, dan yang berusia lebih dari 10

tahun hanya 7,9%. Sebagian besar penderita (92,7%) berasal dari daerah perkotaan,

kemudian sisanya berasal dari pedesaan. Sekitar 26% penderita sudah kehilangan

orang tua (ibu atau ayah) karena meninggal akibat menderita penyakit HIV/AIDS. 2

3.3 Cara Penularan

Sebagian besar bayi dan anak memperoleh infeksi HIV secara vertikal dari

ibu yang terinfeksi HIV. Cara penularan lain adalah melalui transfusi darah serta

komponen komponennya, secara parenteral melalui tusukan jarum suntik untuk

pengobatan dan penggunaan obat terlarang, dan melalui hubungan seksual bebas

tanpa alat pelindung.2

3.4 Patofisiologi

Dalam tubuh ODHA, partikel virus bergabung dengan DNA sel yang

diinfeksi.5Secara ringkas perjalanan infeksi HIV dapat dijelaskan dalam tiga fase,

yaitu:

(1) Fase Infeksi Akut (Sindroma Retroviral Akut)

(2) Fase Infeksi Laten

(3) Fase Infeksi Kronis. 2

3.5 Gejala Klinis

12

Page 13: copian baru.docx

Anak dengan HIV positif lainnya mungkin tetap tanpa gejala atau dengan

gejala ringan selama lebih dari setahun dan bertahan hidup sampai beberapa tahun.

Gejala yang menunjukkan kemungkinan infeksi HIV adalah sebagai berikut :

- Infeksi berulang

- Thrush

- Parotitis kronik .

- Limfadenopati generalisata

- Hepatomegali tanpa penyebab yang jelas tanpa adanya infeksi virus lain

seperti sitomegalovirus.

- Demam yang menetap dan/atau berulang

- Disfungsi neurologis

- Herpes zoster

- Dermatitis HIV1

Gejala yang umum ditemukan pada anak dengan infeksi HIV, tetapi juga lazim

ditemukan pada anak sakit yang bukan infeksi HIV antara lain :

- Otitis media kronik

- Diare persisten

- Gizi kurang atau gizi buruk1

3.6 Tahapan Klinis

Gambar 2 Diagnosis HIV pada Bayi dan Anak < 18 tahun pajanan HIV tidak diketahui

World Health Organization. Pedoman Penerapan Terapi HIV pada Anak. Kementerian Republik Indonesia : Jakarta. 2014

13

Page 14: copian baru.docx

3.6.1 Diagnosis presumtif HIV pada anak< 18 bulan

Bila perangkat laboratorium untuk PCR HIV tidak tersedia :

World Health Organization. Pedoman Penerapan Terapi HIV pada Anak. Kementerian Republik Indonesia : Jakarta. 2014]

3.6.2 Penetapan Kelas Immunodefisiensi

Kelas immunodefisiensi ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan CD4,

terutama persentase pada umur < 5 tahun.

Tabel 3.1 Kelas ImmunodefisiensiWorld Health Organization. Pedoman Penerapan Terapi HIV pada Anak. Kementerian Republik Indonesia : Jakarta. 2014

3.6.3 Stadium Klinis

14

Page 15: copian baru.docx

Digunakan untuk anak yang berumur < 13 tahun dengan konfirmasi

laboratorium untuk infeksi HIV.

Tabel

3. 2 Stadium Klinis WHO untuk Bayi dan Anak yang Terinfeksi HIV World Health Organization. Pedoman Penerapan Terapi HIV pada Anak. Kementerian Republik Indonesia : Jakarta. 2014

3.8 Tatalaksana

Anak berumur < 5 tahun bila terdiagnosis infeksi HIV maka terindikasi untuk

mendapat pengobatan ARV (Anti Retro Viral) sesegera mungkin.

3.8.1 Obat Anti Retro Viral (ARV)

15

Page 16: copian baru.docx

Tabel 3.4 Penggolongan obat ARV yang direkomendasikan untuk anak di

fasilitas dengan sumber daya terbatasTim Adaptasi Indonesia, penyusun. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Cetakan 1. Jakarta : WHO. 2009

3.8.2 Pengobatan Lini Pertama

Rejimen Lini Pertama

Zidovudine + Lamivudine + Nevirapine / Efavirenz

Stavudine + Lamivudine + Nevirapine / Efavirenz

Abacavir + Lamivudine + Nevirapine / Efavirenz

Tabel 3.3 Pengobatan Lini Pertama untuk Anak Tim Adaptasi Indonesia, penyusun. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Cetakan 1. Jakarta : WHO. 2009

3.8.3 Pengobatan TB

Pada tubekulosis yang seringkali didiagnosis (tetapi umumnya hanya

diduga) pada anak dengan infeksi HIV, pengobatan ARV dapat dimulai

setelah pemberian anti tuberkulosis dimulai sedikitnya 2 minggu.

16

Nucleoside analogue reverse transcripptase inhibitors

(NRTI)

– Zidovudine ZDV (AZT)

– Lamivudine 3TC

– Stavudine d4T

– Didanosine ddl

– Abacavir ABC

Non-nucleoside reverse trancriptase inhibitors (NNRTI)

– Nevirapine NVP

– Efavirenz EFV

Protease Inhibitors

– Nelfinavir NFV

– Lopinafir/ritonavir LPV/r

– Saquinavir SQV

Page 17: copian baru.docx

Pedoman internasional merekomendasikan bahwa TB pada anak yang

terinfeksi HIV harus diobati dengan paduan selama 6 bulan seperti pada anak

yang tidak terinfeksi HIV.

Tabel 3.4 Dosis rekomendasi obat anti-TB lini pertama World Health Organization. Pedoman Penerapan Terapi HIV pada Anak. Kementerian Republik Indonesia : Jakarta. 2014

BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang anak berusia 5,6 tahun dengan berat badan 12,5 kg datang ke Poli

Anak RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya merupakan rujukan dari RSUD

Kuala Kapuas. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

laboratorium saat itu pasien didiagnosa HIV/AIDS.

AIDS merupakan kumpulan gejala/ sindrom penyakit akibat defisiensi imunitas

yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Gejala yang biasanya

muncul yaitu dengan adanya infeksi berulang (misalnya pneumonia, selulitis,

meningitis, sepsis), thrush, parotitis kronik, limfadenitis generalisata, otitis media

kronik, gizi kurang/gizi buruk, demam yang menetap/berulang, difungsi neurologis,

diare persisten. Faktor-faktor yang berisiko terinfeksi yaitu mempunyai riwayat

transfusi darah, tusukan jarum suntik (misalnya untuk pengobatan) yang tidak steril

17

Page 18: copian baru.docx

atau obat-obatan terlarang, hubungan seksual yang bebas, dan bayi atau anak yang

lahir dari ibu yang terinfeksi HIV. Pemeriksaan fisik yang ditemukan adanya thrush,

parotitis kronik, pembesaran kelenjar getah bening pada dua atau lebih daerah ekstra

inguinal, hepatomegali, ruam yang erimatous dan papular misalnya pada kulit

kepala.1 Pemeriksaan laboratorium yang ditemukan yaitu :

Anemia,

neutrofil < 1.000/mm3,

trombositopenia <100.000/mm2,

limfopenia CD4+,

hipergammaglobulinemia. 6

Pada pasien ini diagnosis HIV/AIDS berdasarkan anamnesis berupa BAB cair

(+) sejak ± 1 bulan SMRS, gatal-gatal di tangan dan kaki disertai bintik-bintik merah

± 1 bulan, demam (+) sejak 2 minggu SMRS, batuk sejak 1 minggu, sariawan di

lidah, bercak-bercak putih di lidah sejak 1 minggu. Pemeriksaan fisik yang

ditemukan berupa adanya konjungtiva anemis, eritema pseudomembran putih di

lidah, dermatitis berupa bercak-bercak kemerahan pada ekstremitasnya, terlihat

pucat. Faktor yang kemungkinan menyebabkan pasien terinfeksi HIV adalah riwayat

ibu yang terinfeksi HIV dan ASI yang diberikan oleh ibu tersebut kepada pasien.

Dari pemeriksaan penunjang pada pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan

hemoglobin 9,9 g% dan hematokrit 34 % yang menandakan anemia, peningkatan laju

endap darah (LED) 45 mm menandakan adanya penyakit kronis, dan anti HIV reaktif

atau CD4 sebesar 72% yang menandakan adanya infeksi HIV.

Pada pasien ini juga didiagnosis TB paru yang ditegakkan dengan skoring TB

paru. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

Mycobacterium tuberculosis yang bersifat sistemik sehingga dapat bermanifestasi

pada hampir seluruh organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya

merupakan loaksi infeksi primer.(buku rscm). Pada TBC terdapat demam lama (≥ 2

minggu) dan terdapat pembesaran KGB. Pembesaran KGB biasanya terjadi pada

KGB di regio kolli, multipel, tidak nyeri dan saling melekat. Pada TBC biasanya

ditemukan gejala selain demam yaitu batuk lama ≥ 3 minggu, nafsu makan

berkurang, berat badan turun, malaise, diare persisten dan kejang, kesadaran

menurun, atau defisit neurologis (pada meningitis). 8Dari pemeriksaan fisik selain

ditemukan pembesaran KGB juga bisa terdapat gejala iritabel, nyeri kepala, kaku

18

Page 19: copian baru.docx

kuduk, penurunan kesadaran, kejang, gangguan saraf intrakranial, pembengakakan

sendi, konjungtivitis fliktenularis dan tuberkel koroid.

Pada pasien ini, diagnosis TBC dapat ditegakkan dengan skoring TBC seperti

berikut.

• Kontak TB 3

Kontak TB yang didapatkan dari kakek yang berumur 50 tahun dengan riwayat

batuk lama dengan pengobatan 6 bulan.

• Uji Mantoux 0

Keluarga pasien (tante) mengaku tidak ada dilakukan tes mantoux baik di

kapuas maupun saat di poli anak RSUD dr. Doris Sylvanus.

• Berat badan menurun 1

Berat badan yang menurun ditentukan berdasarkan perhitungan status gizi

menurut CDC dengan hasil 89% yang berarti gizi anak tersebut adalah gizi

kurang. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemenuhan gizi pasien

masih kurang dari target berat badan yang seharusnya. Dari anamnesis, nafsu

makan pasien masih baik dan tidak berkurang, pasien makan sebanyak 3x

sehari, isi makanan berupa nasi, sayur bayam terkadang sayur kangkung,

daging ayam yang digoreng. Makanan yang dimakan selalu habis. Tetapi

kemungkinan penyebabnya adalagh infeksi kronik dan dari kurangnya kualitas

dari makanan yang dimakan yang dinilai dari jenis makanan yang kurang dari

seharusnya atau tidak mencukupi 4 sehat 5 sempurna.

• Demam yang tidak diketahui penyebabnya 1

Pasien mempunyai keluhan demam yang sudah berlangsung selama 2 minggu

yang tidak terlalu tinggi, naik turun, demam yang muncul kadang-kadang dan

lebih sering saat sore hari atau saat sedang kelelahan.

• Batuk kronik 0

Tidak ada batuk lama yang ditemukan pada pasien. Batuk yang dikeluhkan

hanya berlangsung selama 1 minggu.

• Pembesaran kelenjar limfe 1

Teraba adanya massa pada leher kiri yang tidak terlalu besar berjumlah dua,

dengan konsistensi lunak. Kemungkinan diameter berukuran 1 mm, mobile,

suhu hangat, tidak ada kemerahan.

• Pembengkakkan tulang/sendi/panggul/lutut/falang 0

19

Page 20: copian baru.docx

Tidak ada ditemukan pada pasien.

• Foto Rontgen 1

Dari hasil, didapatkan bahwa corakan paru meningkat, tampak bercak infiltrat pada parakardial kanan dan perihiller kanan. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena infeksi pada paru-paru pasien.

Skoring TBC pada pasien ini mendapat skor 7. Diagnosis TBC baru dapat

ditegakkan apabila skoring TBC bernilai 6 atau lebih. Sehingga diagnosis TB pada

pasien ini sesuai. Pada pasien ini tes tuberkulin tidak dilakukan mungkin disebabkan

karena apabila dilakukan tes tersebut juga akan bisa menghasilkan hasil anergi atau

dengan (-) palsu. Namun sebaiknya tetap dilakukan.

Pada pasien ini juga didiagnosis dengan anemia. Anemia didefinisikan sebagai

berkurangnya 1 atau lebih parameter sek darah merah : konsentrasi hemoglobin,

hematokrit atau jumlah sel darah merah. Anemia selalu merupakan keadaan tidak

normal dan harus dicari penyebabnya.9

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis sebagai anemia berdasarkan anamnesis

bahwa anak sering mengeluh lemah dan pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien

terlihat pucat serta konjungtiva anemis sedangkan pada pemeriksaan penunjang

dilihat dari kadar hemoglobin dan hematokrit menurun. Namun diperlukan

pemeriksaan penunjang lain untuk mengetahui penyebab dari anemia tersebut yaitu

dengan pemeriksaan kadar MCH, MCV, MCHC, kadar ferritin, MDT.

Pada pasien ini juga didiagnosis dengan gizi kurang. Berdasarkan perhitungan

status gizi menurut CDC dengan hasil 89% yang berarti gizi anak tersebut adalah gizi

kurang. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemenuhan gizi pasien masih

kurang dari target berat badan yang seharusnya.

Dalam hal ini, terdapat keluhan diare yang lama. Diagnosis banding diare

persisten. Diare persisten adalah diare dengan atau tanpa disertai darah dan berlanjut

sampai 14 hari atau lebih. Diare persisten dibagi menjadi melalui diare sekretorik dan

diare osmotik. Pada diare sekretorik, konsistensi feses encer, menetap selama puasa,

adanya darah dan peningkatan sel darah putih dalam feses. Sedangkan pada diare

osmotik, konsistensi feses juga encer, diare berkurang atau berhenti saat puasa, tidak

ditemukannya darah dan leukosit tidak meningkat dalam feses. Perbedaan dari

keduanya bahwa pada diare kronik digolongkan ke dalam non-infeksi atau diare

osmotik yang biasanya disebabkan karena intoleransi laktosa, alergi terhadap susu

20

Page 21: copian baru.docx

sapi (CMPSE), atau sindrom malabsorbsi. Sedangkan diare persisten digolongkan ke

dalam infeksi atau diare sekretorik yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri, diare

karena antibiotik, atau infeksi persisten.1

Pada pasien ini, diare dikeluhkan sudah lama dan lebih dari 14 hari serta

kemungkinan disebabkan karena adanya infeksi bakteri. Maka diare ini termasuk ke

dalam diare persisten yang dilihat dari adanya bercak darah yang keluar dari feses

pasien. Namun perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yang mendukung ke arah

diare persisten tipe sekretorik yaitu feses lengkap dan kultur feses.

Pada pasien juga didapatkan adanya kandidiasis oral. Infeksi kandida kronis

sering dijumpai pada pasien HIV anak, dan dapat terjasi di orofaring, laring, dan

esofagus dan berperan dalam timbulnya penyakit refluks gastro esofagus.3 Bercak

putih di mulut (thrush) biasanya berupa eritema pseudomembran putih di langit-

langit mulut, gusi dan mukosa pipi. Diobati dengan larutan nistatin (100.000

unit/ml). olesi 1-2 ml di dalam mulut sebanyak 4x sehari selama 7 hari.1

Sedangkan pada pasien tidak diberikan pengobatan tersebut tidak ada

diberikan pengobatan tersebut. Tetapi sebaiknya pada seseorang dengan kandidiasis

pngobatan tersebut harus diberikan.

Selain di diagnosis sebagai HIV/AIDS dan TBC, pasien ini juga mengalami

demam sejak 2 minggu yang dapat di diagnosis sebagai prolonged fever. Prolonged

fever adalah suatu kondisi suhu tubuh lebih dari 380C yang menetap selama lebih

dari 8 hari dengan penyebab yang sudah atau belum diketahui.10 Diagnosis yang

ditegakkan prolonged fever ini selain dari keganasan adalah malaria demam tifoid,

Infeksi Saluran Kemih (ISK).

Malaria menjadi diagnosis banding pada kasus ini karena pada malaria

terdapat gejala demam dan pembesaran organ berupa hepatosplenomegali. Demam

pada malaria biasanya disertai menggigil dan keringat dingin. Gejala malaria yang

lain yaitu mialgia, sakit kepala, nausea, infeksi saluran nafas, muntah, diare ringan

dengan tinja mukoid hijau gelap, diare berat dengan dehidrasi, kejang demam, nyeri

daerah perut dan atralgia. Dari pemeriksaan fisik pada malaria bisa didapatkan kulit

pucat atau ikterik. Pada malaria berat dapat ditemukan hipoglikemi, oliguria,

hiperpireksia, syok, gangguan asam basa atau edema paru. Pada pasien ini tidak

terdapat gejala-gejala tersebut.10 Untuk diagnosis malaria perlu dilakukan

21

Page 22: copian baru.docx

pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan mikroskop menggunakan sediaan darah

atau rapid diagnostic test.11

Diagnosis banding yang lain pada pasien ini yaitu tifoid karena pada demam

tifoid terdapat demam lama dan dari pemeriksaan fisik dapat di temukan

hepatomegali atau splenomegali. Pada demam tifoid tidak di temukan pembesaran

KGB seperti pada pasien ini. Gejala klinis demam tifoid yang lain yaitu malaise,

letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut, diare atau konstipasi, muntah, perut

kembung, terdapat lidah tifoid (dibagian tengah kotor dan bagian pinggir hiperemis,

dan meteorismus. 10

Gejala klinis tersebut juga tidak ditemukan pada pasien ini. Untuk diagnosis

demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yang mendukung ke arah

demam tifoid yaitu pemeriksaan serologi Widal, kadar IgM dan IgG, dan kultur

darah (biakan Salmonella).

Infeksi Saluran Kemih (ISK) menjadi diagnosis banding karena pada ISK

biasanya terjadi demam lama tanpa sebab yang jelas. Gejala ISK pada anak antara

lain nyeri pinggang, nyeri perut bagian bawah, mengedan waktu berkemih, disuria,

polakisuria, enuresis, nyeri ketok daerah kosto-vertebral dan kelainan genitalia

(fimosis) hipo/epispadia, sinekia vulva).

Pada pasien ini tidak ditemukan gejala-gejala tersebut. Namun perlu

dilakukan pemeriksaan penunjang yang mendukung ke arah ISK yaitu urinalisis dan

kultur urin.

Untuk pemberian terapi menurut Pedoman Penerapan Terapi HIV Pada Anak

tahun 2014 merekomendasikan bahwa jika anak berumur < 5 tahun bila terdiagnosis

infeksi HIV maka terindikasi untuk mendapat pengobatan ARV sesegera mungkin

dan bayi umur < 18 bulan yang didiagnosis terinfeksi HIV dengan cara presumtif

harus segera mendapat terapi ARV. 4

Tetapi pada pasien ini pemberian ARV tidak diberikan karena berdasarkan

teroti bahwa apabila sudah ditegakkan diagnosis TB maka segera berikan terapi TB.

Karena terapi TB harus dimulai lebih dahulu dan ARV mulai diberikan mulai

minggu ke 2-8 setelahnya. Terapi TB lebih dahulu dimaksudkan untuk menurunkan

risiko sindrom pulih imun (immune reconstitution inflammatory syndrome, IRIS). 4

Tabel 4.1 Dosis kombinasi pada TB anak FDC

22

Page 23: copian baru.docx

World Health Organization. Pedoman Penerapan Terapi HIV pada Anak. Kementerian Republik Indonesia :

Jakarta. 2014

Pada pasien ini, telah diberikan berikan obat FDC fase intensif untuk 1 bulan

dengan dosis 1 x 2 tablet, obat diberikan pada saat perut kosong atau paling cepat 1

jam setelah makan. Tablet yang diberikan mengandung Isoniazid 50 mg, rifampisin

75 mg, pirazinamid 150 mg. Pada fase intensif awal pasien kontrol tiap 1 bulan untuk

melihat kepatuhan, toleransi dan kemungkinan adanya efek samping.

Selain itu, juga ditambahkan obat suplemen berupa multivitamin dan curcuma

1x 300 mg yang mungkin diberikan untuk menambah energi dan stamina karena

pada umumnya pasien dengan HIV/AIDS yang mengkonsumsi obat OAT-FDC

mempunyai efek samping yang muncul berupa hilangnya nafsu makan. Obat ini

diberikan setelah makan.

Pasien juga diberikan besi elemental 1x15 mg. Obat ini kemungkinan diberikan

untuk membantu memenuhi kebutuhan zat besi (suplemen Fe) untuk mengatasi

anemia defisiensi zat besi. Zat besi juga dapat diberikan sebagai profilaksis untuk

mengurangi risiko berkembangnya defisiensi besi, terapi defisiensi absolute, dan

terapi defisiensi zat besi fungsional, yaitu dimana keadaan cadangan zat besi cukup

tetapi saturasi transferin <20%.

Pada pasien ini juga didiagnosis dengan gizi kurang. Pemenuhan diet pada

pasien dengan gizi kurang yaitu dengan berdasarkan perhitungan status gizi menurut

CDC dengan hasil 89% yang berarti gizi anak tersebut adalah gizi kurang. Oleh

sebab itu, kebutuhan gizi yang harus diberikan berupa energi sebanyak 80-100

kkal/kgBB/hari dan protein sebanyak 1-1,5 g/kgBB/hr, cairan 100 ml/kgBB/hari,

untuk menstabilisasi. Makanan diberikan dalam makanan lunak. Prinsip pemberian

nutrisi adalah dengan porsi kecil tetapi sering, diberikan secara oral berupa malakan

lunak dan semua jenis nutrien tersedia dalam bentuk makanan yang berasal dari

hewan ataupun tumbuhan (sayur-sayuran). Pemberian nutrisi di monitoring sesuai 23

Page 24: copian baru.docx

dengan penyakitnya, usia anak, maupun kemampuan fungsi oral motor dan saluran

cernanya.

Sedangkan pada pasien ini berdasarkan anamnesis didapatkan pemberian

nutrisi tidak memenuhi dari kebutuhan gizi yang seharusnya.

Prognosis pada infeksi bergantung kepada tahapan klinis yang sudah dialami

oleh pasien. Tahapan klinis dapat mengenali tahapan yang progresif dari yang ringan

sampai yang paling berat, makin tinggi tahapan klinisnya makin buruk prognosisnya.

Untuk klasifikasi, bila didapatkan kondisi klinis stadium 3, prognosis anak akan tetap

pada stadium 3 dan tidak akan membaik menjadi stadium 2, walaupun kondisinya

membaik, atau timbul kejadian klinis 2 yang baru.1

Tabel 4.2 Tahapan klinis

24

Page 25: copian baru.docx

World Health Organization. Pedoman Penerapan Terapi HIV pada Anak. Kementerian Republik Indonesia :

Jakarta. 2014

Jika dilihat dari tabel tahapan klinis tersebut, pasien dikategorikan ke dalam

stadium klinis ke-3 dimana pasien sudah mempunyai keluhan berupa diare persisten,

demam lama selama 2 minggu, kandidiasis oral, TB paru, anemia, dan gizi kurang.

Jika sudah mencapai tahapan klinis ini, maka sesuai dengan teori bahwa prognosis

dari penyakit ini tidak akan membaik menjadi tahapan kedua walaupun kondisinya

membaik. Semakin tinggi tahapannya, maka semakin buruk prognosisnya.

Tindak lanjut dalam pemantauan yang perlu dilakukan adalah memantau anak

minimal setiap 3 bulan, lebih sering bila secara klinis tidak stabil, menilai kepatuhan

pengobatan dan harus melihat anak setiap bulan. Pemantauan lain yang harus

dilakukan yaitu berupa :

- Berat dan tinggi badan (setiap bulan)

- Perkembangan (setiap bulan)

- Kepatuhan pengobatan (setiap bulan)

- CD4 (%) jika tersedia (selanjutnya setiap 3-6 bulan)

- Hb pada awal atau Ht

- Darah tepi

- Pemeriksaan SGOT/SGPT1

25

Page 26: copian baru.docx

BAB V

KESIMPULAN

Seorang anak berusia 5,6 tahun dengan berat badan 12,5 kg datang ke Poli

Anak RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya merupakan rujukan dari RSUD

Kuala Kapuas.

Diagnosis HIV/AIDS pada pasien ini berdasarkan anamnesis berupa BAB cair

(+) sejak ± 1 bulan SMRS, gatal-gatal di tangan dan kaki disertai bintik-bintik merah

± 1 bulan, demam (+) sejak 2 minggu SMRS, batuk sejak 1 minggu, sariawan di

lidah, bercak-bercak putih di lidah sejak 1 minggu. Pemeriksaan fisik yang

ditemukan berupa adanya konjungtiva anemis, eritema pseudomembran putih di

lidah, dermatitis berupa bercak-bercak kemerahan pada ekstremitasnya, tidak ada

hepatomegali, terlihat pucat. Faktor yang kemungkinan menyebabkan pasien

terinfeksi HIV adalah riwayat ibu yang terinfeksi HIV dan ASI yang diberikan oleh

ibu tersebut kepada pasien.

Dari pemeriksaan penunjang pada pemeriksaan laboratorium didapatkan

penurunan hemoglobin dan hematokrit yang menandakan anemia, peningkatan laju

endap darah (LED) menandakan adanya penyakit kronis, dan anti HIV reaktif atau

CD4 sebesar 72% yang menandakan adanya infeksi HIV.

Dasar diagnosis dari kasus ini berdasarkan sistem skoring diagnosis TB pada

anak yaitu berjumlah 6. Dengan hasil tersebut, pasien ini dapat didiagnosis dengan

tuberkulosis. Pada pasien ini, tata laksana umum yaitu diberikan obat anti

tuberkulosis (OAT). Pengobatan TB dibagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (dua

bulan pertama) dan dilanjutkan dengan fase lanjutan (empat bulan atau lebih).

26

Page 27: copian baru.docx

Prognosis pada kasus ini adalah dubia ad malam karena penderita dapat terdeteksi

sebelum mengalami komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tim Adaptasi Indonesia, penyusun. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.

Cetakan 1. Jakarta : WHO. 2009. p. 43

2. Setiawan MI. Tatalaksana Infeksi HIV/AIDS pada Bayi dan Anak. Jurnal

Majalah Kesehatan. 2009. 59 (12) : 607

3. Akib APA, Munasir Z, Windiastuti E, Endyarni B, Muktiarti D, pemyumyimg.

HIV Infection in Infants and Children in Indonesia : Current Challenges in

Management. Jakarta : Departemen Ilmu Kesehatan Anka FKUI-RSCM. 2009.

4. World Health Organization. Pedoman Penerapan Terapi HIV pada Anak.

Kementerian Republik Indonesia : Jakarta. 2014

5. Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S, editor. Buku Ajar

Ilmu Pnyakit Dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing. 2009.

6. Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S, editor. Buku Ajar

Ilmu Pnyakit Dalam. Jilid II. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing. 2009.

7. Astari L, Sawitri, Safitri EY, Hinda D. Viral load pada Infeksi HIV.

Departemen/Staf Medik Fungsional Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo

Surabaya. Jurnal Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelami. 2009. 21 (1) : 32

8. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Penyakit Anak. Jakarta: RSUP

Nasional dr. Cipto Mangunkusumo. 2007:140; 173;221;437.

9. Irawan H. Pendekatan Diagnosis Anemia pada Anak. Jurnal CDK. 2013. 20 (6) :

423.

27

Page 28: copian baru.docx

10. Bakry AB, Tumbelaka AR. Etiologi dan Karakteristik Demam Berkepanjangan

pada Anak di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sari Pediatri. Agustus 2008; 10

(2): 83.

11. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus malaria di

Indonesia. Jakarta : Gebrak Malaria. 2011.

28