laporan uji koefisien fenol uda diedit

54
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroorganisme erat kaitannya dengan kehidupan manusia, beberapa diantaranya bermanfaat dan yang lain merugikan. Mikroorganisme adalah organisme yang berukuran mikroskopis sehingga tidak dapat terlihat oleh mata telanjang. Hal tersebut menyebabkan keberadaan mikroorganisme seringkali tidak disadari. Padahal kemungkinan mikroorganisme yang ada di sekitar kita adalah mikroorganisme yang merugikan dan menimbulkan penyakit. Pengawasan terhadap mikroorganisme penyebab penyakit telah menjadi pemikiran para ahli semenjak penyakit-penyakit mulai dikenal. Berbagai macam substansi telah dicoba untuk memilih yang paling tepat guna menghilangkan pencemaran oleh jasad renik terhadap benda-benda baik hidup ataupun mati. Bahan anti mikroba yang ditemukan memiliki keefektifan yang bermacam- macam, dan pengunaannya pun ditujukan terhadap hal-hal yang berbeda-beda pula. Salah satu jenis anti mikroba dikenal sebagai disinfektan, merupakan suatu zat (biasanya kimia) yang dipakai untuk maksud disinfeksi pada bahan-bahan tak bernyawa. Zat-zat antimikroba yang dipergunakan untuk disinfeksi harus diuji keefektifannya. 1

Upload: indah-kesuma-dewi

Post on 01-Dec-2015

642 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

uji fenol

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mikroorganisme erat kaitannya dengan kehidupan manusia, beberapa

diantaranya bermanfaat dan yang lain merugikan. Mikroorganisme adalah

organisme yang berukuran mikroskopis sehingga tidak dapat terlihat oleh mata

telanjang. Hal tersebut menyebabkan keberadaan mikroorganisme seringkali tidak

disadari. Padahal kemungkinan mikroorganisme yang ada di sekitar kita adalah

mikroorganisme yang merugikan dan menimbulkan penyakit.

Pengawasan terhadap mikroorganisme penyebab penyakit telah menjadi

pemikiran para ahli semenjak penyakit-penyakit mulai dikenal. Berbagai macam

substansi telah dicoba untuk memilih yang paling tepat guna menghilangkan

pencemaran oleh jasad renik terhadap benda-benda baik hidup ataupun mati.

Bahan anti mikroba yang ditemukan memiliki keefektifan yang bermacam-

macam, dan pengunaannya pun ditujukan terhadap hal-hal yang berbeda-beda

pula. Salah satu jenis anti mikroba dikenal sebagai disinfektan, merupakan suatu

zat (biasanya kimia) yang dipakai untuk maksud disinfeksi pada bahan-bahan tak

bernyawa. Zat-zat antimikroba yang dipergunakan untuk disinfeksi harus diuji

keefektifannya.

Dalam berbagai keperluan tentunya telah dikenal, bahkan mungkin

menggunakan beberapa produk keperluan rumah tangga, laboratorium, atau

rumah sakit yang bernama desinfektan. Tidak jarang istilah desinfektan

dirancukan dengan istilah lain yakni antiseptik. Padahal keduanya memiliki

definisi dan fungsi yang berbeda. Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia

atau pengaruh fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau

pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau

menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya. Sedangkan

antiseptik didefinisikan sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau

membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada

jaringan hidup. Bahan desinfektan dapat digunakan untuk proses desinfeksi

tangan, lantai, ruangan, peralatan dan pakaian

1

Cara menentukan daya sterilisasi zat-zat tersebut adalah dengan

melakukan tes koefisien fenol. Uji koefisien fenol dilakukan untuk menentukan

antiseptik uji yang memberikan daya bunuh terbesar dalam membunuh bakteri.

Maka dari itu uji koefisien fenol penting dilakukan untuk membandingkan

aktivitas suatu produk (desinfektan) dengan daya bunuh fenol dalam kondisi tes

yang sama.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana teknik atau cara melakukan pemeriksaan koefisien

fenol?

2. Bagaimana efektifitas/kemampuan bahan kimia desinfektan

dibandingkan dengan fenol dalam membunuh bakteri ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui teknik atau cara melakukan pemeriksaan

Koefisien Fenol.

2. Untuk mengetahui kemampuan bahan kimia desinfektan

dibandingkan dengan fenol dalam membunuh bakteri.

1.4 Manfaat

1. Manfaat Teoritis :

Dilaksanakannya praktikum ini diharapkan dapat digunakan sebagai

acuan untuk dapat memberikan informasi mengenai kemampuan

bahan kimia dari suatu desinfektan dibandingkan dengan fenol

dalam membunuh bakteri.

2. Manfaat Praktis :

Pelaksanaan dan pembuatan laporan praktikum ini diharapkan

memberikan manfaat bagi penulis untuk menambah wawasan

mengenai prosedur pemeriksaan koefisien fenol. mulai dari

penyiapan sampel, mengetahui jenis media yang digunakan, teknik

yang tepat dalam pengujian, serta mampu mengevaluasi daya anti

2

mikroba suatu desinfektan dengan memperkirakan potensi atau

kekuatan dan efektifitas desinfektan, antara lain konsentrasi, lama

kontak sebagai pembunuh, atau penghambat pertumbuhan

dibandingkan dengan fenol standar.

3

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Tinjauan Tentang Desinfektan

2.1.1. Pengertian Desinfektan

Desinfektan ialah zat yang digunakan untuk mencegah infeksi dengan

mematikan mikroba, misalnya sterilisasi alat kedokteran. Sterilisasi ditujukan

untuk membunuh semua mikroorganisme. Obat ini dapat bersifat bakterisid atau

bakteriostatik. Berdasarkan sifat kimia, antiseptik digolongkan dalam golongan

fenol, alkohol, aldehid asam, halogen, peroksidan dan logam berat. Sedangkan

antiseptik ialah obat yang dapat meniadakan atau mencegah keadaan sepsis.

Antiseptik ialah zat yang digunakan untuk membunuh atau mencegah

pertumbuhan mikrooranisme, biasanya merupakan sediaan yang digunakan pada

jaringan hidup (Sarles, 1956).

Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang

digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti

bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah

mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya. Sedangkan antiseptik didefinisikan

sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad

renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup. Bahan desinfektan

dapat digunakan untuk proses desinfeksi tangan, lantai, ruangan, peralatan dan

pakaian. Pada dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan sebagai

antiseptik dan desinfektan. Tapi tidak semua bahan desinfektan adalah bahan

antiseptik karena adanya batasan dalam penggunaan antiseptik. Antiseptik

tersebut harus memiliki sifat tidak merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat

keras. Terkadang penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah satu

cara dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman. Tetapi pada

kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai bahan dalam

proses sterilisasi. Padahal bahan kimia tertentu merupakan zat aktif dalam proses

desinfeksi dan sangat menentukan efektivitas dan fungsi serta target

mikroorganime yang akan dimatikan (Rismana, 2008).

4

2.1.2. Jenis-Jenis Desinfektan

Beberapa jenis bahan yang berfungsi sebagai desinfektan antara lain

(Rismana, 2008):

a. Golongan Aldehid

Bahan kimia golongan aldehid yang umum digunakan antara lain

formaldehid, glutaraldehid dan glioksal. Golongan aldehid ini bekerja

dengan cara denaturasi dan umum digunakan dalam campuran air dengan

konsentrasi 0,5% - 5%. Daya aksi berada dalam kisaran jam, tetapi untuk

kasus formaldehid daya aksi akan semakin jelas dan kuat bila pelarut air

diganti dengan alkohol. Formaldehid pada konsentrasi di bawah 1,5%

tidak dapat membunuh ragi dan jamur, dan memiliki ambang batas

konsentrasi kerja pada 0,5 ml/m3 atau 0,5 mg/l serta bersifat karsinogenik

(dapat menyebabkan kanker). Larutan formaldehid dengan konsentrasi

37% umum disebut formalin dan biasa digunakan utuk pengawetan mayat

(Rismana, 2008).

Glutaraldehid memiliki daya aksi yang lebih efektif disbanding

formaldehid, Sehingga lebih banyak dipilih dalam bidang virologi dan

tidak berpotensi karsinogenik. Ambang batas konsentrasi kerja

glutaraldehid adalah 0,1 ml/m3 atau 0,1 mg/l. Pada prinsipnya golongan

aldehid ini dapat digunakan dengan spektrum aplikasi yang luas, Misalkan

formaldehid untuk membunuh mikroorganisme dalam ruangan, peralatan

dan lantai, sedangkan glutaraldehid untuk membunuh virus. Keunggulan

golongan aldehid adalah sifatnya yang stabil, persisten, dapat

dibiodegradasi, dan cocok dengan beberapa material peralatan. Sedangkan

beberapa kerugiannya antara lain dapat mengakibatkan resistensi dari

mikroorganisme, untuk formaldehid diduga berpotensi bersifat karsinogen,

berbahaya bagi kesehatan, mengakibatkan iritasi pada sistem mukosa,

aktivitas menurun dengan adanya protein serta berisiko menimbulkan api

dan ledakan (Rismana, 2008).

5

b. Golongan Alkohol

Golongan alkohol merupakan bahan yang banyak digunakan selain

golongan aldehid. Beberapa bahan di antaranya adalah etanol, propanol

dan isopropanol. Golongan alkohol bekerja dengan mekanisme denaturasi

serta berdaya aksi dalam rentang detik hingga menit dan untuk virus

diperlukan waktu di atas 30 menit. Umum dibuat dalam campuran air pada

konsentrasi 70-90 %. Golongan alkohol ini tidak efektif untuk bakteri

berspora serta kurang efektif bagi virus non-lipoid. Penggunaan pada

proses desinfeksi adalah untuk permukaan yang kecil, tangan dan kulit.

Adapun keunggulan golongan alkohol ini adalah sifatnya yang stabil, tidak

merusak material, dapat dibiodegradasi, kadang cocok untuk kulit dan

hanya sedikit menurun aktivasinya bila berinteraksi dengan protein.

Sedangkan beberapa kerugiannya adalah berisiko tinggi terhadap

api/ledakan dan sangat cepat menguap (Rismana, 2008).

c. Golongan Pengoksidasi 

Bahan kimia yang termasuk golongan pengoksidasi kuat dibagi ke

dalam dua golongan yakni peroksida dan peroksigen di antaranya adalah

hidrogen peroksida, asam perasetik, kalium peroksomono sulfat, natrium

perborat, benzoil peroksida, kalium permanganat. Golongan ini membunuh

mikroorganisme dengan cara mengoksidasi dan umum dibuat dalam

larutan air berkonsentrasi 0,02 %. Daya aksi berada dalam rentang detik

hingga menit, tetapi perlu 0,5 - 2 jam untuk membunuh virus. Pada

prinsipnya golongan pengoksidasi dapat digunakan pada spektrum yang

luas, misalkan untuk proses desinfeksi permukaan dan sebagai sediaan

cair. Kekurangan golongan ini terutama oleh sifatnya yang tidak stabil,

korosif, berisiko tinggi menimbulkan ledakan pada konsentrasi di atas 15

%, serta perlu penanganan khusus dalam hal pengemasan dan sistem

distribusi/transport (Rismana, 2008).

6

d. Golongan Halogen

Golongan halogen yang umum digunakan adalah berbasis iodium

seperti larutan iodium, iodofor, povidon iodium, sedangkan senyawa

terhalogenasi adalah senyawa anorganik dan organik yang mengandung

gugus halogen terutama gugus klor, misalnya natrium hipoklorit, klor

dioksida, natrium klorit dan kloramin. Golongan ini berdaya aksi dengan

cara oksidasi dalam rentang waktu sekira 10-30 menit dan umum

digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi 1-5%. Aplikasi proses

desinfeksi dilakukan untuk mereduksi virus, tetapi tidak efektif untuk

membunuh beberapa jenis bakteri gram positif dan ragi. Umum digunakan

sebagai desinfektan pada pakaian, kolam renang, lumpur air selokan

(Rismana, 2008).

Adapun kekurangan dari golongan halogen dan senyawa terhalogenasi

adalah sifatnya yang tidak stabil, sulit dibuat dalam campuran air pada

konsentrasi 70-90 %. Golongan alkohol ini tidak efektif untuk bakteri

berspora serta kurang efektif bagi virus non-lipoid. Penggunaan pada

proses desinfeksi adalah untuk permukaan yang kecil, tangan dan kulit.

Adapun keunggulan golongan alkohol ini adalah sifatnya yangn stabil,

tidak merusak material, dapat dibiodegradasi, kadang cocok untuk kulit

dan hanya sedikit menurun aktivasinya bila berinteraksi dengan protein.

Sedangkan beberapa kerugiannya adalah berisiko tinggi terhadap

api/ledakan dan sangat cepat menguap (Rismana, 2008).

e. Golongan fenol

Senyawa golongan fenol dan fenol terhalogenasi yang telah banyak

dipakai antara lain fenol (asam karbolik), kresol, para kloro kresol dan

para kloro xylenol. Golongan ini berdaya aksi dengan cara denaturasi

dalam rentang waktu sekira 10-30 menit dan umum digunakan dalam

larutan air dengan konsentrasi 0,1-5%. Aplikasi proses desinfeksi

dilakukan untuk virus, spora tetapi tidak baik digunakan untuk membunuh

beberapa jenis bakteri gram positif dan ragi. Umum digunakan sebagai

dalam proses desinfeksi di bak mandi, permukaan dan lantai, serta dinding

7

atau peralatan yang terbuat dari papan atau kayu. Adapun keunggulan dari

golongan golongan fenol dan fenol terhalogenasi adalah sifatnya yang

stabil, persisten, dan ramah terhadap beberapa jenis material, sedangkan

kerugiannya antara lain susah terbiodegradasi, bersifat racun, dan korosif.

Golongan garam amonium kuarterner Beberapa bahan kimia yang terkenal

dari golongan ini antara lain benzalkonium klorida, bensatonium klorida,

dan setilpiridinium klorida (Rismana, 2008). 

Golongan ini berdaya aksi dengan cara aktif-permukaan dalam

rentang waktu sekira 10-30 menit dan umum digunakan dalam larutan air

dengan konsentrasi 0,1%-5%. Aplikasi untuk proses desinfeksi hanya

untuk bakteri vegetatif, dan lipovirus terutama untuk desinfeksi

peralatannya. Keunggulan dari golongan garam amonium kuarterner

adalah ramah terhadap material, tidak merusak kulit, tidak beracun, tidak

berbau dan bersifat sebagai pengemulsi, tetapi ada kekurangannya yakni

hanya dapat terbiodegradasi sebagian. Kekurangan yang lain yang

menonjol adalah menjadi kurang efektif bila digunakan pada pakaian,

spon, dan kain pel karena akan terabsorpsi bahan tersebut serta menjadi

tidak aktif bila bercampur dengan sabun, protein, asam lemak dan senyawa

fosfat. Salah satu produk yang sudah dipasarkan dari golongan ini diklaim

efektif untuk membunuh parvovirus, di mana virus ini merupakan jenis

virus hidrofilik yang sangat susah untuk dimatikan (Rismana, 2008).

Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna

yang memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah C6H5OH dan strukturnya

memiliki gugus hidroksil (-OH) yang berikatan dengan cincin fenil. Fenol

memiliki kelarutan terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100 ml. Fenol

memiliki sifat yang cenderung asam, artinya dapat melepaskan ion H+ dari

gugus hidroksilnya. Pengeluaran ion tersebut menjadikan anion fenoksida

C6H5O− yang dapat dilarutkan dalam air. Dibandingkan dengan alkohol

alifatik lainnya, fenol bersifat lebih asam. Hal ini dibuktikan dengan

mereaksikan fenol dengan NaOH, di mana fenol dapat melepaskan H+.

Pada keadaan yang sama, alkohol alifatik lainnya tidak dapat bereaksi

seperti itu. Pelepasan ini diakibatkan pelengkapan orbital antara satu-

8

satunya pasangan oksigen dan sistem aromatik, yang mendelokalisasi

beban negatif melalui cincin tersebut dan menstabilkan anionnya.

Fenol didapatkan melalui oksidasi sebagian pada benzena atau asam

benzoate dengan proses Raschig, Fenol juga dapat diperoleh sebagai hasil

dari oksidasi batu bara. Fenol dapat digunakan sebagai antiseptik seperti

yang digunakan Sir Joseph Lister saat mempraktikkan pembedahan

antiseptik. Fenol merupakan komponen utama pada anstiseptik dagang,

triklorofenol atau dikenal sebagai TCP (trichlorophenol). Fenol juga

merupakan bagian komposisi beberapa anestitika oral, misalnya semprotan

kloraseptik (Aditya, 2009).

Fenol berfungsi dalam pembuatan obat-obatan (bagian dari produksi

aspirin, pembasmi rumput liar, dan lainnya. Fenol yang terkonsentrasi

dapat mengakibatkan pembakaran kimiawi pada kulit yang terbuka.

Penyuntikan fenol juga pernah digunakan pada eksekusi mati. Penyuntikan

ini sering digunakan pada masa Nazi, Perang Dunia II. Suntikan fenol

diberikan pada ribuan orang di kemah-kemah, terutama di Auschwitz-

Birkenau. Penyuntikan ini dilakukan oleh dokter secara penyuntikan ke

vena (intravena) di lengan dan jantung. Penyuntikan ke jantung dapat

mengakibatkan kematian langsung (Aditya, 2009).

2.2. Tinjauan Tentang Fenol

Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna

yang memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah C6H5O H dan strukturnya

memiliki gugus hidroksil (-OH) yang berikatan dengan cincin fenil. Yang

termasuk golongan fenol adalah fenol, timol, resolsinol dan heksaklorofen. Fenol

merupakan zat pembaku daya antiseptik obat lain sehingga daya antiseptik

dinyatakan dengan koefisien fenol. Obat ini bukan antiseptik yang kuat. Banyak

obat lain yang mempunyai daya antiseptik lebih kuat. Dalam kadar 0,01-1%, fenol

bersifat bakteriostatik. Larutan 1,6% bersifat bakterisid, yang dapat mengadakan

koagulasi protein. Ikatan fenol dengan protein mudah lepas, sehingga fenol dapat

berpenetrasi ke dalam kulit utuh. Larutan 1,3% bersifat fungisid, berguna untuk

sterilisasi ekskreta dan alat kedokteran (Anonim, 2012).

9

Dalam toksikologi senyawa ini penting, karena sering digunakan pada

percobaan bunuh diri. Terhadap mukosa saluran cerna dan mulut, bahan ini

bersifat kaustik dan korosif. Terhadap SSP menyebabkan eksitasi disusul depresi

(Pelczar & Reid,1958). Intoksikasi fenol menyebabkan tremor dan eksitasi.

Kematian biasanya disebabkan perforasi atau depresi pusat vital, sehingga terjadi

syok. Urin berwarna kehitam-hitaman, karena hasil oksidasi fenol. Juga terlihat

silinder hialin dan sel epitel. Pengobatan intoksikasi ini ialah segera melakukan

bilas lambung dan pemberian demulsen (Eka,2006).

Gambar 1 : Rumus Struktur Fenol

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Phenol2.svg, 2012)

Gambar 2 : Kristal Fenol

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Phenol_2_grams.jpg, 2012

10

Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100 ml. Fenol

memiliki sifat yang cenderung asam, artinya ia dapat melepaskan ion H+ dari

gugus hidroksilnya. Pengeluaran ion tersebut menjadikan anion fenoksida C6H5O−

yang dapat dilarutkan dalam air. Dibandingkan dengan alkohol alifatik lainnya,

fenol bersifat lebih asam. Hal ini dibuktikan dengan mereaksikan fenol dengan

NaOH, di mana fenol dapat melepaskan H+. Pada keadaan yang sama, alkohol

alifatik lainnya tidak dapat bereaksi seperti itu. Pelepasan ini diakibatkan

pelengkapan orbital antara satu-satunya pasangan oksigen dan sistem aromatik,

yang mendelokalisasi beban negatif melalui cincin tersebut dan menstabilkan

anionnya (Anonim, 2012).

Fenol didapatkan melalui oksidasi sebagian pada benzena atau asam

benzoat dengan proses Raschig, Fenol juga dapat diperoleh sebagai hasil dari

oksidasi batu bara. Fenol dapat digunakan sebagai antiseptik seperti yang

digunakan Sir Joseph Lister saat mempraktikkan pembedahan antiseptik. Fenol

merupakan komponen utama pada anstiseptik dagang, triklorofenol atau dikenal

sebagai TCP (trichlorophenol). Fenol juga merupakan bagian komposisi beberapa

anestitika oral, misalnya semprotan kloraseptik (Anonim, 2012).

Fenol berfungsi dalam pembuatan obat-obatan (bagian dari produksi

aspirin, pembasmi rumput liar, dan lainnya. Selain itu fenol juga berfungsi dalam

sintesis senyawa aromatis yang terdapat dalam batu bara. Turunan senyawa fenol

(fenolat) banyak terjadi secara alami sebagai flavonoid alkaloid dan senyawa

fenolat yang lain. Contoh dari senyawa fenol adalah eugenol yang merupakan

minyak pada cengkeh. Fenol yang terkonsentrasi dapat mengakibatkan

pembakaran kimiawi pada kulit yang terbuka.. Fenol memiliki sifat sebagai

berikut (Anonim, 2012) :

a. Mengandung gugus OH, terikat pada sp2-hibrida

b. Mempunyai titik didih yang tinggi

c. Mempunyai rumus molekul R-OH, dimana R adalah gugus aril

d. Larut dalam pelarut organic

e. Berupa padatan (kristal) yang tidak berwarna

f. Mempunyai massa molar 94,110 C

11

g. Mempunyai titik didih 181,9o C

h. Mempunyai titik lebur 40,9o C

2.3 Pemeriksaan Koefisien Fenol

Metode yang umum digunakan untuk menentukan aktivitas suatu

antiseptik adalah metode koefisien fenol. Koefisien fenol adalah perbandingan

ukuran keampuhan suatu bahan antimikrobial dibandingkan dengan fenol sebagai

standar. Fenol dijadikan pembanding karena fenol sering digunakan untuk

mematikan mikroorganisme. Koefisien fenol yang kurang dari 1 menunjukkan

bahwa bahan antimikrobial tersebut kurang efektif dibandingkan fenol.

Sebaliknya, apabila koefisien fenol lebih dari 1 artinya bahan mikrobial tersebut

lebih ampuh daripada fenol. Koefisien fenol ditentukan dengan cara membagi

pengenceran tertinggi dari fenol yang mematikan mikroorganisme dalam sepuluh

menit tetapi tidak mematikannya dalam lima menit terhadap pengenceran tertinggi

bahan antimikrobial yang mematikan mikroorganisme dalam sepuluh menit tetapi

tidak dalam lima menit (Lay BW, 1994)

Bakteri uji yang sering digunakan dalam penentuan angka fenol adalah

Staphylococcus aureus yang mewakili bakteri Gram-positif dan Salmonella typhi

yang mewakili bakteri Gram-negatif. Kedua bakteri ini diinokulasikan dalam

berbagai pengenceran larutan fenol murni dan bahan disinfektan yang akan

ditentukan koefisien fenolnya. Koefisien fenol ini dinyatakan sebagai suatu

bilangan, yang dihitung dengan cara membandingkan aktivitas larutan bahan

disinfektan dengan pengenceran tertentu dan aktivitas larutan fenol dengan

pengenceran baku (Djide, NM, Sartini, 2005)

Uji koefisien fenol merupakan uji standar yang digunakan untuk

membandingkan suatu zat yang bersifat antiseptik dengan fenol sebagai zat

pembanding, hasilnya dinyatakan dalam koefisien fenol. Fenol digunakan sebagai

pembanding karena fenol dianggap sebagai desinfektan yang paling tua yang

telah diketahui kekuatannya (Lund, 1994).

Uji koefisien fenol dilakukan dengan memasukkan suatu volume tertentu

organisme uji ke dalam larutan fenol murni dan zat kimia yang akan diuji pada

berbagai pengenceran. Setelah interval tertentu, suatu jumlah tertentu dari tiap

12

pengenceran diambil dan ditanam pada media perbenihan lalu diinkubasi selama

18-24 jam. Setelah diinkubasi, dilakukan pengawasan pertumbuhan bakteri (Lund,

1994).

Gambar 3 : Pembuatan Inokulum

Sumber: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-amirchaeru-

5304-3- bab3.pdf

13

Gambar 4 : Pembuatan fenol standar

Sumber: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-amirchaeru-

5304-3- bab3.pdf

Gambar 5 : Pengenceran Desinfektan

Sumber: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-amirchaeru-

5304-3- bab3.pdf

14

Gambar 6 : Cara Inokulasi Kuman ke Dalam Desinfektan

Sumber: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-amirchaeru-

5304-3- bab3.pdf

Koefisien fenol adalah kemampuan desinfektan untuk membunuh bakteri

dibandingkan dengan fenol. Uji fenol adalah membandingkan aktivitas

antimikroba dari komponen-komponen kimia dengan fenol sebagai standar uji.

Pengenceran desinfektan secara bertahap dan fenol ditempatkan dalam tabung

reaksi steril, kultur murni bakteri yang digunakan sebagai standar ditambahkan

pada setiap tabung. Bakteri itu tersebut dimasukan pada setiap tabung dengan

interval waktu 5, 10, dan 15 menit. Semua subkultur dieramkan pada suhu 37O C

selama 48 jam dilihat kekeruhanya. Pada prinsipnya uji koefisien fenol

merupakan Perbandingan aktivitas fenol dengan pengenceran baku terhadap

aktivitas sampel dengan pengenceran tertentu MIC ( konsentrasi terendah dimana

pertumbuhan bakteri terhambat ) suatu antiseptik terhadap bakteri tertentu.

Metode pengenceran bertingkat dengan mengurangi konsentrasi zat sebanyak

15

setengah dari konsentrasi awal dengan volume yang sama. Metode turbidimetri

Menentukan takaran dengan melihat kekeruhan yang terjadi setelah percobaan

dilakukan V1 C1 = V2 C2.

Hasil kali konsentrasi dengan volume senyawa yang semula digunakan

adalah sama dengan hasil kali konsentrasi senyawa tersebut dalam volume setelah

pengenceran.

Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100 ml. Fenol

memiliki sifat yang cenderung asam, artinya dapat melepaskan ion H+ dari gugus

hidroksilnya. Pengeluaran ion tersebut menjadikan anion fenoksida C6H5O− yang

dapat dilarutkan dalam air (Aditya, 2009). Dibandingkan dengan alkohol alifatik

lainnya, fenol bersifat lebih asam. Hal ini dibuktikan dengan mereaksikan fenol

dengan NaOH, di mana fenol dapat melepaskan H+. Pada keadaan yang sama,

alkohol alifatik lainnya tidak dapat bereaksi seperti itu. Pelepasan ini diakibatkan

pelengkapan orbital antara satu-satunya pasangan oksigen dan sistem aromatik,

yang mendelokalisasi beban negatif melalui cincin tersebut dan menstabilkan

anionnya. Fenol didapatkan melalui oksidasi sebagian pada benzena atau asam

benzoate dengan proses Raschig, Fenol juga dapat diperoleh sebagai hasil dari

oksidasi batu bara. Fenol dapat digunakan sebagai antiseptik seperti yang

digunakan Sir Joseph Lister saat mempraktikkan pembedahan antiseptik. Fenol

merupakan komponen utama pada anstiseptik dagang, triklorofenol atau dikenal

sebagai TCP (trichlorophenol). Fenol juga merupakan bagian komposisi beberapa

anestitika oral, misalnya semprotan kloraseptik (Aditya, 2009).

Fenol berfungsi dalam pembuatan obat-obatan (bagian dari produksi

aspirin, pembasmi rumput liar, dan lainnya. Fenol yang terkonsentrasi dapat

mengakibatkan pembakaran kimiawi pada kulit yang terbuka. Penyuntikan fenol

juga pernah digunakan pada eksekusi mati. Penyuntikan ini sering digunakan pada

masa Nazi, Perang Dunia II. Suntikan fenol diberikan pada ribuan orang di

kemah-kemah, terutama di Auschwitz-Birkenau. Penyuntikan ini dilakukan oleh

dokter secara penyuntikan ke vena (intravena) di lengan dan jantung. Penyuntikan

ke jantung dapat mengakibatkan kematian langsung (Aditya, 2009).

16

Telah dilakukan perbandingan koefisien fenol turunan aldehid (formalin

dan glutaraldehid) dan halogen (iodium dan hipoklorit) terhadap mikroorganisme

Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi yang resisten terhadap ampisilin

dengan tujuan untuk mengetahui keefektifan dari disinfektan turunan aldehid dan

halogen yang dibandingkan dengan fenol dengan metode uji koefisien fenol .

Fenol digunakan sebagai kontrol positif, aquadest sebagai kontrol negatif dan

larutan aldehid dan halogen dalam pengenceran 1 : 100 sampai 1 : 500 dicampur

dengan suspensi bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi resisten

ampisilin yang telah diinokulum, keburaman pada tabung pengenceran

menandakan bakteri masih dapat tumbuh. Nilai koefisien fenol dihitung dengan

cara membandingkan aktivitas suatu larutan fenol dengan pengenceran tertentu

yang sedang diuji. Hasil dari uji koefisien fenol menunjukan bahwa disinfektan

turunan aldehid dan halogen lebih efektif membunuh bakteri Staphylococcus

aureus dengan nilai koefisien fenol 3,57 ; 5,71 ; 2,14 ; 2,14 berturut-turut untuk

formalin, glutaraldehid, iodium dan hipoklorit, begitu juga dengan bakteri

Salmonella typhi, disinfektan aldehid dan halogen masih lebih efektif dengan nilai

koefisien fenol 1,81 ; 2,72 ; 2,27 dan 2,27 berturut-turut untuk formalin,

glutaraldehid, iodium dan hipoklorit

2.4 Tinjauan Tentang Media

Nutrient Agar (NA) adalah media serbaguna yang baik untuk pertumbuhan

bakteri (penyimpanan kuman-kuman/bakteri). Sesuaikan pH menjadi 7,4 dan

sterilkan dengan autoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit. Media ini berfungsi

untuk menumbuhkan mikroba, isolasi, memperbanyak jumlah, menguji sifat-sifat

fisiologi dan perhitungan jumlah mikroba, dimana dalam proses pembuatannya

harus disterilisasi dan menerapkan metode aseptis untuk menghindari kontaminasi

pada media. (Anonim, 2009)

Nutrient agar adalah media umum untuk pertumbuhan. NA juga digunakan

untuk pertumbuhan mayoritas dari mikroorganisme yang tidak selektif, dalam

artian mikroorganisme heterotrof. Media ini merupakan media sederhana yang

dibuat dari ekstrak beef, pepton, dan agar. NA merupakan salah satu media yang

umum digunakan dalam prosedur bakteriologi seperti uji biasa dari air, produk

17

pangan, untuk membawa stok kultur, untuk pertumbuhan sampel pada uji bakteri,

dan untuk mengisolasi organisme dalam kultur murni. (Anonim, 2009)

18

BAB III

METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Bakteriologi “Pemeriksaan Koefisien Fenol” ini dilaksanakan

pada :

PRAKTIKUM

KE

KEGIATAN

PRAKTIKUM

TEMPAT

PRAKTIKUM

WAKTU

PRAKTIKUM

1

Pembuatan media NA

dan aquades steril

Laboratorium

Bakteriologi

Jurusan Analis

Kesehatan

Poltekkes

Denpasar

Rabu, 8 Mei

2012.

Pukul 09.00 –

selesai.

2 Pembuatan

pengenceran fenol 1

: 70, 1:80, dan 1:90.

Pembuatan

pengenceran

desinfektan / bahan

kimia 1:100, 1: 150,

dan 1: 200.

Pembuatan

formulasi bakteri

( menggunakan

bakteri Salmonella

sp.).

Pencampuran

formulasi bakteri

Laboratorium

Bakteriologi

Jurusan Analis

Kesehatan

Poltekkes

Denpasar

Rabu, 22 Mei

2012.

Pukul 09.00 –

selesai.

19

dengan fenol dan

desinfektan serta

penanaman pada

media NA dan

diinkubasi suhu 37 o

C.

3

Pengamatan

pertumbuhan bakteri

pada media NA dan

perhitungan koefisien

fenol.

Laboratorium

Bakteriologi

Jurusan Analis

Kesehatan

Poltekkes

Denpasar

Jumat, 24 Mei

2012.

Pukul 14.00 –

selesai.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

1. Rak tabung reaksi

2. Gelas Ukur

3. Petridish

4. Tabung reaksi

5. Kapas berlemak

6. Pipet ukur

7. Push ball

8. Inkubator

9. Ose atau sengkelit

10. Pinset

11. Api Bunsen

3.2.2. Bahan

1. Desinfektan

2. Fenol

3. Label

20

4. Bakteri uji (koloni Salmonella sp.)

5. Aquades

6. Bubuk media Nutrient Agar (NA) merck OXOID

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Pembuatan Aquades Steril

1. Aquades dimasukkan ke dalam erlenmeyer secukupnya.

2. Kemudian erlenmeyer ditutup dengan kapas lemak dan aluminium foil.

3. Dimasukkan ke dalam autoclave dan disterilisasi pada suhu 121 o C

selama 15 menit.

4. Aquades steril siap digunakan.

3.3.2 Pembuatan Media NA

1. Ditimbang sebanyak 12,32 gram bubuk media Nutrient Agar (NA).

2. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer

3. Ditambahkan 440 ml aquades, diaduk hingga homogen

4. Dipanaskan hingga larut sempurna

5. Ditutup dengan aluminium foil dan diikat dengan benang pulung

6. Disterilisasi dengan autoclave dalam suhu 121o C selama 15 menit.

7. Didinginkan sampai mencapai suhu 40 -50 o C

8. Media kemudian dituang ke dalam plate.

9. Diberi label , dan dibiarkan pada suhu ruang hingga memadat.

10. Media siap untuk digunakan

3.3.3 Persiapan

Pengenceran fenol dibuat dengan konsentrasi sebagai berikut :

21

a. Pengenceran Fenol 1 : 70

b. Pengenceran Fenol 1 : 80

c. Pengenceran Fenol 1 : 90

22

0, 1 ml fenol

6,9 ml aquades steril

Dihomogenkan

0, 1 ml fenol

7,9 ml aquades steril

Dihomogenkan

0, 1 ml fenol

8,9 ml aquades steril

Dihomogenkan

Pengenceran desinfektan dibuat dengan konsentrasi sebagai berikut :

a. Pengenceran Desinfektan 1 : 100

b. Pengenceran Desinfektan 1 : 150

c. Pengenceran Desinfektan 1 : 200

23

0, 1 ml desinfektan

9,9 ml aquades steril

Dihomogenkan

0, 1 ml desinfektan

14,4 ml aquades steril

Dihomogenkan

0, 1 ml desinfektan

19,9 ml aquades steril

Dihomogenkan

Formulasi Bakteri

3.3.4 Koefisien Fenol

1. Formulasi bakteri masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi

yang berisi pengenceran fenol dan pengenceran desinfektan (dengan

perhitungan waktu agar tidak lebih dari 5 menit) sebanyak 0,5 ml.

2. Petridish yang berisi Nutrient Agar (NA) masing-masing diberi kode

pengenceran untuk fenol dan desinfektan

3. Setelah 5 menit, setiap pengenceran ditanam pada Nutrient Agar (NA)

padat dengan digoreskan menggunakan ose

4. Setelah 10 menit, setiap pengenceran ditanam pada Nutrient Agar (NA)

padat dengan digoreskan menggunakan ose

5. Setelah semua ditanam, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24

jam

6. Dilihat masing-masing waktu dan pengenceran tentang pertumbuhan

bakterinya

7. Nilai koefisien fenol dihitung dengan menggunakan rumus :

24

1-2 ose koloni bakteri

3,5 ml aquades steril

Dihomogenkan

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 HASIL PENGAMATAN

Data Hasil :

Waktu kontak

KeteranganPengenceran 5 Menit 10 Menit

Desinfektan :

100

150

200

+

+

+

+

+

+

Tidak mematikan bakteri

Tidak mematikan bakteri

Tidak mematikan bakteri

Fenol :

70

80

90

+

+

+

+

+

+

Tidak mematikan bakteri

Tidak mematikan bakteri

Tidak mematikan bakteri

Data Gambar :

25

Gambar Tahap uji Keterangan

Desinfektan : Merk Wipol Waktu

kontak 5

menit pada

media

Nutrient Agar

Setelah diinkubasi pada

suhu 37 selama 2 x 24

jam, terjadi pertumbuhan

koloni bakteri dan

terdapat jamur pada

media Nutrient Agar

Desinfektan : Merk Wipol Waktu

kontak 10

menit pada

media

Nutrient Agar

Setelah diinkubasi pada

suhu 37 selama 2 x 24

jam, terjadi pertumbuhan

koloni bakteri dan

terdapat jamur pada

media Nutrient Agar

Fenol Waktu

kontak 5

menit pada

media

Nutrient Agar

Setelah diinkubasi

pada suhu 37 selama 2

x 24 jam, terjadi

pertumbuhan koloni

bakteri dan terdapat

jamur pada media

Nutrient Agar

26

Fenol

Waktu

kontak 10

menit pada

media

Nutrient Agar

Setelah diinkubasi pada

suhu 37 selama 2 x 24

jam, terjadi pertumbuhan

koloni bakteri dan

terdapat jamur pada

media Nutrient Agar

4.2 Pembahasan

Mikroorganisme adalah organisme yang berukuran mikroskopis sehingga

tidak dapat terlihat oleh mata telanjang. Hal tersebut menyebabkan keberadaan

mikroorganisme tersebut seringkali tidak disadari. Padahal kemungkinan

mikroorganisme yang ada di sekitar kita adalah mikroorganisme yang merugikan

dan menimbulkan penyakit.

Pengawasan terhadap mikroorganisme dengan berbagai macam substansi

telah dicoba untuk memilih yang paling tepat guna menghilangkan pencemaran

oleh jasad renik terhadap benda-benda baik hidup ataupun mati. Bahan anti

mikroba yang ditemukan memiliki keefektifan yang bermacam-macam, dan

pengunaannya pun ditujukan terhadap hal-hal yang berbeda-beda pula. Salah satu

jenis anti mikroba dikenal sebagai disinfektan. Desinfektan didefinisikan sebagai

bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya

infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk

membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit

lainnya. Bahan desinfektan dapat digunakan untuk proses desinfeksi tangan,

lantai, ruangan, peralatan dan pakaian. Zat-zat antimikroba yang dipergunakan

untuk disinfeksi harus diuji keefektifannya. Cara menentukan daya sterilisasi zat-

zat tersebut adalah dengan melakukan tes koefisien fenol. Uji koefisien fenol

dilakukan untuk menentukan antiseptik uji yang memberikan daya bunuh terbesar

dalam membunuh bakteri. Maka dari itu uji koefisien fenol penting dilakukan

27

untuk membandingkan aktivitas suatu produk (desinfektan) dengan daya bunuh

fenol dalam kondisi tes yang sama.

Beberapa sifat-sifat penting desinfektan, antara lain :

Harus memiliki sifat antibakterial yang luas.

Tidak mengiritasi jaringan hewan atau manusia.

Memiliki sifat racun yang rendah, tidak berbahaya bagi manusia maupun

ternak.

Memiliki daya tembus yang tinggi.

Tetap aktif meskipun terdapat cairan tubuh, darah, nanah dan jaringan

yang mati.

Tidak mengganggu proses kesembuhan.

Harga murah, karena biasanya diperlukan dalam jumlah yang besar.

menembus rongga-rongga, liang-liang, maupun lapisan jaringan organik,

sehingga memiliki efek mematikan mikroorganisme yang lebih tinggi.

Harus bisa dicampur dengan air, karena air merupakan pelarut yang

universal dan dengan senyawa-senyawa lain yang digunakan untuk

desinfeksi.

Harus memiliki stabilitas dalam jangka waktu yang panjang.

Efektif pada berbagai temperatur. Walaupun desinfektan daya kerjanya

akan lebih baik pada temperatur tinggi, namun desinfektan yang bagus

adalah desinfektan yang daya kerjanya tidak menurun jika temperaturnya

menurun. Pada umumnya desinfektan bekerja baik pada temperatur di atas

650F. Klorin dan Iodifor sebagai desinfektan bekerja baik tidak lebih dari

1100F.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja desinfektan diantaranya yaitu:

Kadar Desinfektan

28

Konsentrasi desinfektan tergantung pada bahan yang akan didesinfektan

dan pada organisme yang akan dihancurkan. Konsentrasi yang tinggi dapat

membunuh mikroorganisme tetapi jika kosentrasi rendah maka hanya

sebatas menghambat pertumbuhannya saja tidak mampu mematikan.

Waktu yang Diberikan Kepada Desinfektan Untuk Bekerja

Waktu yang diperlukan mungkin dipengaruhi oleh banyak variabel, tetapi

waktu yang cukup bagi desinfeksi untuk bekerja sangat membantu dalam

menghambat atau membunuh mikroba.

Suhu Desinfektan

Semakin tinggi suhunya maka kerja desinfektan semakin cepat dan

meningkat.

Keadaan Medium sekeliling

pH dan adanya benda asing yang mungkin dapat mempengaruhi kerja

desinfektan disamping itu juga pengaruh dari jumlah dan tipe

mikroorganisme yang ada dan keadaan desinfeksi.

Mekanisme pertumbuhan desinfektan terhadap mikroorganisme adalah sebagai

berikut :

Kerusakan pada dinding sel

Struktur dinding sel dirusak dengan cara menghambat pembentukannya

atau mengubahnya setelah selesai membentuk.

Perubahan permeabilitas sel

Permeabilitas sel dirusak sehingga pertumbuhan sel terhambat dan sel

akan mati.

Perubahan molekul protein

Protein akan terdenaturasi dan asam-asam nukleat rusak tanpa adanya

perbaikan strukturnya kembali seperti semula.

Penghambat kerja Enzim.

Reaksi biokimia terhambat dan menyebabkan metabolisme terganggu atau

sel akan mati.

29

Pada praktikum ini, dilakukan uji koefisien fenol yang umum digunakan

untuk menentukan aktivitas suatu antiseptic atau desinfektan. Fenol merupakan

zat pembaku daya antiseptik obat lain sehingga daya antiseptik dinyatakan dengan

koefisien fenol. Koefisien fenol adalah perbandingan ukuran keampuhan suatu

bahan antimikrobial dibandingkan dengan fenol sebagai standar. Fenol dijadikan

pembanding karena fenol sering digunakan untuk mematikan mikroorganisme.

Koefisien fenol ditentukan dengan cara membagi pengenceran tertinggi

dari fenol yang mematikan mikroorganisme dalam sepuluh menit tetapi tidak

mematikannya dalam lima menit terhadap pengenceran tertinggi bahan

antimikrobial yang mematikan mikroorganisme dalam sepuluh menit tetapi tidak

dalam lima menit. Koefisien fenol yang kurang dari 1 menunjukkan bahwa bahan

antimikrobial tersebut kurang efektif dibandingkan fenol. Sebaliknya, apabila

koefisien fenol lebih dari 1 artinya bahan mikrobial tersebut lebih ampuh daripada

fenol. (Lay BW, 1994)

A. Teknik atau cara uji koefisien fenol

Dalam praktikum uji koefisien fenol ini, ada beberapa tahapan yang harus

dilakukan, yaitu :

1. PEMBUATAN MEDIA NA

Dalam uji koefisien fenol ini, terlebih dahulu dibuat media

pertumbuhan. Media yang digunakan adalah nedia Nutrient Agar (NA).

Nutrient Agar (NA) adalah media serbaguna yang baik untuk pertumbuhan

bakteri (penyimpanan kuman-kuman/bakteri). Media ini merupakan media

sederhana yang dibuat dari ekstrak beef, pepton, dan agar. Media ini berfungsi

untuk membawa stok kultur , menumbuhkan mikroba, mengisolasi organisme

dalam kultur murni, memperbanyak jumlah, menguji sifat-sifat fisiologi dan

perhitungan jumlah mikroba, dimana dalam proses pembuatannya harus

disterilisasi dan menerapkan metode aseptis untuk menghindari kontaminasi

pada media. Media dibuat dengan melarutkan 12,32 gram bubuk NA dalam

440 ml aquades. Kemudian dipanaskan lalu dicek pH-nya dimana diperoleh

pH antara 7 – 8. Kemudian disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121 oC

selama 15 menit. Setelah suhunya mencapai 40-50˚C, media dituangkan ke

30

dalam cawan petri dengan tinggi ±0,5 cm. Dalam praktikum ini, media NA

akan digunakan untuk menguji pertumbuhan bakteri setelah dikontakkan

dengan fenol dan desinfektan pada selang waktu tertentu. Media NA yang

dibuat sebanyak 12 plate dan diberi kode, terdiri dari :

3 plate untuk uji terhadap fenol pada selang waktu 5 menit

(A5,A5,A5)

3 plate untuk uji terhadap fenol pada selang waktu 10 menit

(A10,A10,A10)

3 plate untuk uji terhadap desinfektan pada selang waktu 5

menit (B5,B5,B5)

3 plate untuk uji terhadap desinfektan pada selang waktu 10

menit (B10,10,B10).

2. PEMBUATAN FORMULASI BAKTERI

Dalam praktikum ini, dibuat formulasi bakteri. Suspensi bakteri ini

dibuat dengan cara melarutkan 1 ose koloni Salmonella sp. dalam 3,5 mL

aquades steril. Pertama, dipipet 3,5 mL aquades steril ke dalam tabung reaksi.

Kemudian, 1 ose koloni diambil dari media yang telah ditumbuhkan oleh

bakteri Salmonella sp. Pembuatan suspense bakteri ini harus dilakukan secara

aseptis, dimana sebelum digunakan ose harus difiksasi terlebih dahulu agar

tidak terjadi kontaminasi. Setelah itu, ose didinginkan dahulu, barulah koloni

diambil agar nantinya tidak mematikan bakteri yang akan ditanam. Koloni

yang diambil adalah koloni yang berwarna bening. Kemudian koloni

dicampurkan dengan aquades steril dan dihomogenkan.

3. PENGENCERAN FENOL DAN DESINFEKTAN

Setelah itu dilakukan pengenceran fenol dan desinfektan. Desinfektan

yang diuji dalam praktikum ini adalah pembersih lantai dengan merk dagang

“wipoll”. Adapun pengenceran fenol yang digunakan ialah 1 : 70, 1 : 80, 1 :

90. Cara membuatnya adalah :

Pengenceran 1 : 70 : 0,1 mL fenol + 6,9 mL aquades steril

Pengenceran 1 : 80 : 0,1 mL fenol + 7,9 mL aquades steril

31

Pengenceran 1 : 90 : 0,1 mL fenol + 8,9 mL aquades steril

Sedangkan pengenceran desinfektan (wipoll) yang digunakan ialah masing-

masing 1 : 100, 1 : 150, 1 : 200. Cara membuatnya adalah :

Pengenceran 1 : 100 : 0,1 mL desinfektan + 9,9 mL aquades steril

Pengenceran 1 : 150 : 0,1 mL desinfektan + 14,9 mL aquades steril

Pengenceran 1 : 200 : 0,1 mL desinfektan + 19,9 mL aquades steril

Pengenceran yang dilakukan harus tepat, karena dengan pengenceran ini

kita membuat suatu konsentrasi yang berbeda untuk mengetahui pada

konsentrasi berapa fenol atau desinfektan ini menghambat pertumbuhan

bakteri. Jika saat pengenceran terjadi kesalahan terhadap perbandingan

volume sehingga pengenceran yang dibuat terlalu pekat dan tidak sebanding

dengan jumlah kuman yang dibiakkan, hal ini tentunya sangat berpengaruh

terhadap hasil koefisien fenol.

4. PENANAMAN BAKTERI

Setelah pembuatan pengenceran, bakteri dikontakkan dengan fenol dan

desinfektan. Pertama, diambil 1 ose suspensi bakteri lalu ditanam ke setiap

pengenceran fenol dan desinfektan di dalam tabung. Pemindahan suspensi

bakteri dari tabung dilakukan dengan menggunakan ose yang sudah difiksasi

sebelumnya. Setelah difiksasi, ditunggu beberapa saat sebelum mengambil

bakteri, agar suhu ose tidak terlalu panas dan bakteri tidak mati. Tetapi perlu

diingat juga bahwa ose tidak boleh terlalu lama didiamkan agar ose tidak

terkontaminasi dengan bakteri dari udara.

Penanaman bakteri pada media NA dilakukan pada interval 5 menit dan

10 menit. Karena waktu yang diperlukan dalam menguji kekuatan fenol adalah

18-48 jam, sedangkan untuk kekuatan mata untuk melihat dan mengawasi

tidak mungkin selama itu, maka digunakan waktu tertentu dengan metode

kontak secara konvensional, waktu yang paling cepat adalah 5 menit, dan

waktu yang paling lama adalah 10 menit. Hal ini dapat memperlihatkan

perbandingan bahwa waktu kontak yang semakin lama akan mempengaruhi

keefektifan fenol dan desinfektan (wipoll) dalam menghambat pertumbuhan

bakteri.

32

Jadi, saat penanaman ke seri pengenceran fenol dan desinfektan waktu

mulai dihitung hingga 5 menit (saat penanaman suspensi bakteri tidak boleh

lebih dari 5 menit agar tidak melebihi waktu pengujian). Setelah 5 menit,

diambil 1 ose dari masing-masing seri pengenceran lalu diinokulasikan ke

media NA dengan metode gores. Inokulasi yang dilakukan harus aseptis,

dimana sebelum penginokulasian, ose harus difiksasi terlebih dahulu.

Campuran bakteri + fenol dari 3 pengenceran ditanam ke 3 media NA dengan

kode A5. Campuran bakteri + desinfektan dari 3 pengenceran ditanam ke 3

media NA dengan kode B5. Ini adalah pengujian bakteri terhadap fenol dan

desinfektan dalam selang waktu 5 menit.

Saat dilakukan peginokulasian, perhitungan waktu tetap dilanjutkan

hingga 10 menit. Setelah 10 menit, dari masing-masing pengenceran fenol dan

desinfektan ditanam lagi ke media NA yang berbeda. Campuran bakteri +

fenol dari 3 pengenceran ditanam ke 3 media NA dengan kode A10.

Campuran bakteri + desinfektan dari 3 pengenceran ditanam ke 3 media NA

dengan kode B10. Ini adalah pengujian bakteri terhadap fenol dan desinfektan

dalam selang waktu 10 menit.Kemudian, semua media NA yang telah

diinokulasi diinkubasi pada incubator pada suhu 37˚C selama 2x24 jam.

5. PENGAMATAN

Setelah dilakukan inkubasi pada suhu 37˚C selam 2 x 24 jam, kemudian

hasilnya diamati. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa pada 3 seri

pengenceran fenol ( 1:70, 1:80, 1:90) + suspensi bakteri yang telah diinokulasi ke

media NA, tidak menyebabkan kematian bakteri. Begitu pula pada 3 seri

pengenceran desinfektan merk Wipoll (1:100, 1:150, 1:200) + suspensi bakteri

yang juga tidak dapat membunuh bakteri yang ditanamkan di dalamnya. Hal ini

dapat diketahui dengan adanya koloni-koloni yang tumbuh disertai jamur pada

semua media NA baik yang waktu kontaknya 5 menit maupun 10 menit.

Tumbuhnya semua bakteri pada bahan uji ini tidak sesuai dengan teori. Sehingga,

kita tidak dapat melakukan perhitungan koefisien fenol.

B. Hasil Uji Koefisien Fenol

33

Uji koefisien fenol ini bertujuan untuk membandingkan

efektifitas/kemampuan bahan kimia desinfektan dengan fenol dalam membunuh

bakteri. Jadi, dalam praktikum ini dapat disimpulkan baik fenol maupun

desinfektan merk Wipoll tidak ampuh untuk membunuh bakteri. Hal ini bisa

disebabkan karena tidak semua desinfektan dapat digunakan untuk pengendalian

mikroorganisme secara umum. Beberapa jenis desinfektan ada yang hanya efektif

pada lapisan luar saja, ada yang memiliki daya kerja yang luas terhadap

mikroorganisme dan ada pula yang hanya bisa mengatasi sejumlah kecil

mikroorganisme. Pengguna desinfektan dituntut bisa melakukan pilihan secara

tepat, sehingga minimal harus mengetahui kelemahan dan keunggulan masing-

masing desinfektan. Bakteri dalam bentuk spora lebih tahan terhadap desinfektan.

Hal ini disebabkan karena dinding spora bersifat impermeabel dan asam

ribonukleat di dalam protoplasma memiliki ketahanan yang tinggi terhadap

pengaruh buruk dari desinfektan.

Namun, hasil yang diperoleh tidak sepenuhnya karena fenol atau

desinfektan yang tidak baik untuk membunuh bakteri. Faktor – faktor lain yang

juga mempengaruhi hasil praktikum ini adalah :

Kerja yang tidak aseptis

Komunikasi saat proses kerja mungkin menjadi salah satu faktor gagalnya

percobaan. Saat berkomunikasi, percikan air liur atau hembusan uap air dari

hidung dan mulut akan menambah jumlah kuman yang tidak sebanding

dengan daya bunuh desinfektan. Faktor lainnya kemungkinan disebabkan oleh

peralatan yang tercemar/ tidak aseptis.

Pengerjaan praktikum secara parallel

Kegagalan yang terjadi dalam praktikum ini mungkin juga disebabkan saat

pengerjaan tabung uji disinfektan secara paralel yang saat itu dimaksudkan

untuk mempersingkat waktu pengerjaan. Pengerjaan secara paralel tersebut

telah mengakibatkan ketidakakuratan dan ketidaktelitian perhitungan waktu

yang diperlukan.

Ketidakakuratan dalam pengambilan kuman menggunakan ose

34

Dalam menginokulasi kuman uji terhadap desinfektan, kami memindahkan

kuman tersebut hanya dengan 1 ose. Dengan penggunaan ose, terdapat

kemungkinan kuman tidak terangkat sesuai dengan konsentrasi yang

diinginkan. Pengambilan kuman dengan 2 ose mungkin dapat lebih akurat.

Penggunaan spiritus yang berlebihan

Banyaknya kuman yang mati juga dapat disebabkan terlalu seringnya

dilakukan flambir pada pembuatan inokulum dan pada penginokulasian

kuman uji terhadap desinfektan. Kuman S. aureus dan S. thyphosa tumbuh

optimum pada suhu 37°C, oleh karena itu tidak diperlukan suhu panas yang

berlebihan.

Pengenceran desinfektan yang tidak akurat

Pada percobaan , kesalahan juga bisa terjadi ketika melakukan pengenceran

desinfektan ke dalam 1:100, 1:150, 1:200. Pengenceran yang dilakukan tidak

akurat, dimana desinfektan yang dibuat terlalu pekat dan tidak sebanding

dengan jumlah kuman yang dibiakkan.

Dan pada praktikum ini telah digunakan fenol yang sudah kadaluarsa

karena telah disimpan dalam jangka waktu yang lama sehingga kemungkinan

kinerja dari fenol ini sudah tidak semuai dengan yang semestinya. Sehingga

dari hasil yang didapatkan fenol ini tidak ampuh untuk membunuh bakteri

yang kita masukkan ke dalam larutan fenol tersebut.

35

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Dari praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Teknik pemeriksaan Koefisien Fenol meliputi: Pengenceran Fenol dan

bahan desinfektan uji dalam berbagai konsentrasi, pembuatan suspensi

bakteri uji, inokulasi bakteri uji pada larutan fenol dan desinfektan,

penanaman pada media Nutrient Agar dan perhitungan Koefisien Fenol

atau angka Fenol.

2. Koefisien Fenol dari desinfektan Wipol yang didapatkan pada praktikum

ini tidak dapat ditentukan karena perhitungannya tidak memenuhi

persyaratan karena fenol tidak dapat mematika bakteri.

5.2 Saran

Pada praktikum ini kegiatan praktikumnya kurang berjalan lancar karena

pada praktikum ini kurang memperhatikan kualitas dari reagen yang

digunakan sehingga hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan yang

seharusnya. Oleh karena itu sebelum dilakukan praktikum ini kembali

sebaiknya semua alat dan bahan yang digunakan diperhatikan terlehih

dahulu kebersihan dan tanggal kadaluarsanya.

36

37