uji koefisien fenol

23
PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI II ANALISIS LARUTAN DESINFEKTAN DENGAN UJI KOEFISIEN FENOL Disusun oleh: KELAS : B KELOMPOK : VI NAMA : 1. LISTYORINI (2011210136) 2. MELIANA GUSKA (2011210155) 3. MICHIKO (2011210 156 ) FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PANCASILA 1

Upload: michiko-fujiwara-tanadi

Post on 22-Jun-2015

191 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

koefisien fenol dari suatu disinfektan uji

TRANSCRIPT

Page 1: uji koefisien fenol

PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI II

ANALISIS LARUTAN DESINFEKTAN DENGAN UJI KOEFISIEN FENOL

Disusun oleh:

KELAS : B

KELOMPOK : VI

NAMA : 1. LISTYORINI (2011210136)

2. MELIANA GUSKA (2011210155)

3. MICHIKO (2011210156)

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PANCASILA

20141

Page 2: uji koefisien fenol

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengawasan terhadap mikroorganisme penyebab penyakit telah menjadi

pemikiran para ahli semenjak penyakit-penyakit mulai dikenal. Berbagai macam

substansi telah dicoba untuk memilih yang paling tepat guna menghilangkan

pencemaran oleh jasad renik terhadap benda-benda baik hidup ataupun mati. 

Bahan anti mikroba yang ditemukan memiliki keefektifan yang

bermacam-macam, dan pengunaannya pun ditujukan terhadap hal-hal yang

berbeda-beda pula. Biasanya terdapat 2 golongan antimikroba yang biasa kita

jumpai dalam kehidupan sehari-hari, yaitu anstiseptik dan desinfektan.

Pada dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan

sebagai antiseptik dan desinfektan. Tetapi tidak semua bahan desinfektan

adalah bahan antiseptik karena adanya batasan dalam penggunaan antiseptik.

Antiseptik tersebut harus memiliki sifat tidak merusak jaringan tubuh atau tidak

bersifat keras. Terkadang penambahan bahan desinfektan juga dijadikan

sebagai salah satu cara dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan

kuman. Tetapi pada kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat

berfungsi sebagai bahan dalam proses sterilisasi.

Zat-zat antimikroba yang dipergunakan untuk disinfeksi maupun

antiseptik harus diuji keefektifannya. Cara menentukan daya sterilisasi zat-zat

tersebut adalah dengan melakukan uji koefisien fenol. Uji ini dilakukan untuk

membandingkan aktivitas suatu produk (desinfektan/antiseptik) dengan daya

bunuh fenol dalam kondisi pengujian yang sama.

Sejumlah kultur murni mikroorganisme standar unuk tes

seperti Staphylococcus aureus atau Salmonella typhi ditambahkan pada setiap

tabung. Subkultur dari mikroorganisme tersebut dibuat dari setiap pengenceran

desinfektan uji dalam media cair steril pada interval 5, 10 dan 15 menit setelah

mikroorganisme dimasukkan pada desinfektan. Semua subkultur diinkubasi

pada suhu 37 ºC selama 24jam dan diamati keberadaan atau ketidak beradaan

pertumbuhannya.

Koefisien fenol diperoleh dengan membagi pengenceran tertinggi dari

desinfektan atau senyawa kimia uji yang mematikan mikroorganisme dalam 10

menit tetapi tidak pada 5 menit dengan pengenceran fenol tertinggi yang

2

Page 3: uji koefisien fenol

membunuh mikroorganisme dalam 10 menit, bukan pada 5 menit. Koefisien

fenol yang angkanya tidak lebih dari satu menunjukkan bahwa agen atau

senyawa kimia uji tersebut sama efektifnya atau sedikit efektif dibandingkan

fenol. Koefisien fenol lebih besar dari 1 menunjukkan bahwa senyawa kimia

tersebut lebih efektif dibandingkan dengan fenol jika dilakukan pada kondisi yang

sama. Fenol koefisiennya 5 menunjukkan bahwa senyawa uji efektifitasnya 5 kali

lebih besar dibandingkan fenol.

B. Perumusan Masalah

Berbagai macam substansi telah dicoba untuk memilih yang paling tepat

guna menghilangkan pencemaran oleh jasad renik terhadap benda-benda baik

hidup ataupun mati. Bahan anti mikroba yang ditemukan memiliki keefektifan

yang bermacam-macam, dan pengunaannya pun ditujukan terhadap hal-hal yang

berbeda-beda pula. Biasanya terdapat 2 golongan antimikroba yang biasa kita

jumpai dalam kehidupan sehari-hari, yaitu anstiseptik dan desinfektan. Zat-zat

antimikroba yang dipergunakan untuk disinfeksi maupun antiseptik harus diuji

keefektifannya. Cara menentukan daya sterilisasi zat-zat tersebut adalah dengan

melakukan uji koefisien fenol. Uji ini dilakukan untuk membandingkan aktivitas

suatu produk (desinfektan/antiseptik) dengan daya bunuh fenol dalam kondisi

pengujian yang sama. Adapun, perumusan masalah yang akan dikaji oleh

penulis sebagai berikut:

1) Apakah sampel senyawa kimia yang diuji efektif dalam menghambat

pertumbuhan mikroba ?

2) Bagaimana keefektifan sampel senyawa kimia tersebut bila

dibandingkan dengan fenol?

C. Tujuan dan Manfaat Praktikum

1. Tujuan Praktikum

Melakukuan prosedur Uji Koefisien Fenol untuk menganalisis kekuatan/

efektivitas suatu larutan desinfektan atau antiseptik.

2. Manfaat Praktikum

1) Mahasiswa mampu melakukan pengujian keefektifan suatu senyawa

kimia yang berfungsi sebagai antiseptik atau desinfektan

2) Mahasiswa dapat mengetahui keefektifan suatu senyawa kimia yang

berfungsi sebagai antiseptik atau desinfektan bila dibandingkan

dengan senyawa fenol

3

Page 4: uji koefisien fenol

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Koefisien Fenol

Koefisien fenol adalah kemampuan desinfektan untuk membunuh bakteri

dibandingkan dengan fenol. Uji koefisien fenol dilakukan dengan

membandingkan aktivitas antimikroba dari komponen-komponen kimia dengan

fenol sebagai standar uji. Pengenceran desinfektan secara bertahap dan fenol

ditempatkan dalam tabung reaksi steril, kultur murni bakteri yang digunakan

sebagai standar ditambahkan pada setiap tabung. Bakteri itu tersbut dimasukan

pada setiap tabung dengan interval waktu 5, 10, dan15 menit .Semua subkultur

dieramkan pada suhu 370 selama48 jam dilihat kekeruhanya. 

Koefisien fenol ditentukan dengan cara membagi pengenceran tertinghi

dari fenol yang mematikan mikroorganisme dalam sepuluh menit tetapi tidak

mematikannya dalam lima menit terhadap pengenceran tertinggi bahan

antimikrobial yang mematikan mikroorganisme dalam sepuluh menit tetapi tidak

dalam lima menit.

Fenol adalah salah satu contoh disinfektan yang efektif dalam

membunuh kuman. Pada konsentrasi rendah, daya bunuhnya disebabkan

karena fenol mempresipitasikan protein secara aktif, dan selain itu juga merusak

membran sel dengan menurunkan tegangan permukaannya. Dengan

persetujuan para ahli dan peneliti, fenol dijadikan standar pembanding untuk

menentukan aktivitas sesuatu disinfektan.

B. Uji Koefisien Fenol

Zat-zat antimikroba yang dipergunakan untuk disinfeksi harus diuji

keefektifannya. Cara menentukan daya sterilisasi zat-zat tersebut adalah dengan

melakukan tes koefisien fenol. Uji ini dilakukan untuk membandingkan aktivitas

suatu produk (desinfektan) dengan daya bunuh fenol dalam kondisi tes yang

sama. Berbagai pengenceran fenol dan produk yang dicoba dicampur dengan

suatu volume tertentu biakan Salmonella thyphosa atau Staphylococcus aureus.

Tujuan dari uji koefisien fenol adalah untuk mengevaluasi daya anti

mikroba suatu desinfektan dengan memperkirakan potensi dan efektifitas

desinfektan berdasarkan konsentrasi dan lamanya kontak terhadap kuman

dan membandingkannya terhadap fenol standard yang disebut koefisien fenol.

C. Antiseptik dan Desinfektan

4

Page 5: uji koefisien fenol

Dalam berbagai keperluan tentunya kita telah mengenal, bahkan mungkin

menggunakan beberapa produk keperluan rumah tangga, laboratorium, atau

rumah sakit yang bernama desinfektan. Tidak jarang istilah desinfektan

dirancukan dengan istilah lain yakni antiseptik. Padahal keduanya memiliki

definisi dan fungsi yang berbeda. Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia

atau pengaruh fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau

pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau

menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya. Sedangkan

antiseptik didefinisikan sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau

membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada

jaringan hidup. Bahan desinfektan dapat digunakan untuk proses desinfeksi

tangan, lantai, ruangan, peralatan dan pakaian (Rismana, 2008). 

Pada dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan sebagai

antiseptik dan desinfektan. Tapi tidak semua bahan desinfektan adalah bahan

antiseptik karena adanya batasan dalam penggunaan antiseptik. Antiseptik

tersebut harus memiliki sifat tidak merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat

keras. Terkadang penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah

satu cara dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman. Tetapi

pada kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai

bahan dalam proses sterilisasi.Walaupun kita sering menggunakan produk

desinfektan, sebagian besar konsumen tentunya belum mengenal jenis bahan

kimia apa yang ada dalam produk tersebut. Padahal bahan kimia tertentu

merupakan zat aktif dalam proses desinfeksi dan sangat menentukan efektivitas

dan fungsi serta target mikroorganime yang akan dimatikan (Rismana, 2008).

Beberapa jenis bahan yang berfungsi sebagai desinfektan dijelaskan di bawah

ini

Golongan aldehid

Bahan kimia golongan aldehid yang umum digunakan antara lain formaldehid,

glutaraldehid dan glioksal. Golongan aldehid ini bekerja dengan cara

denaturasi dan umum digunakan dalam campuran air dengan konsentrasi

0,5% - 5% . Daya aksi berada dalam kisaran jam, tetapi untuk kasus

formaldehid daya aksi akan semakin jelas dan kuat bila pelarut air diganti

dengan alkohol. 

Formaldehid pada konsentrasi di bawah 1,5% tidak dapat membunuh

ragi dan jamur, dan memiliki ambang batas konsentrasi kerja pada 0,5 ml/m3

atau 0,5 mg/l serta bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker).

Larutan formaldehid dengan konsentrasi 37% umum disebut formalin dan

5

Page 6: uji koefisien fenol

biasa digunakan utuk pengawetan mayat (Rismana, 2008).

Glutaraldehid memiliki daya aksi yang lebih efektif disbanding formaldehid,

Sehingga lebih banyak dipilih dalam bidang virologi dan tidak berpotensi

karsinogenik. Ambang batas konsentrasi kerja glutaraldehid adalah 0,1 ml/m3

atau 0,1 mg/l. Pada prinsipnya golongan aldehid ini dapat digunakan dengan

spektrum aplikasi yang luas, Misalkan formaldehid untuk membunuh

mikroorganisme dalam ruangan, peralatan dan lantai, sedangkan

glutaraldehid untuk membunuh virus.  Keunggulan golongan aldehid adalah

sifatnya yang stabil, persisten, dapat dibiodegradasi, dan cocok dengan

beberapa material peralatan. Sedangkan beberapa kerugiannya antara lain

dapat mengakibatkan resistensi dari mikroorganisme, untuk formaldehid

diduga berpotensi bersifat karsinogen, berbahaya bagi kesehatan,

mengakibatkan iritasi pada sistem mukosa, aktivitas menurun dengan adanya

protein serta berisiko menimbulkan api dan ledakan (Rismana, 2008).

Golongan alkohol

Golongan alkohol merupakan bahan yang banyak digunakan selain golongan

aldehid. Beberapa bahan di antaranya adalah etanol, propanol dan

isopropanol. Golongan alkohol bekerja dengan mekanisme denaturasi serta

berdaya aksi dalam rentang detik hingga menit dan untuk virus diperlukan

waktu di atas 30 menit. Umum dibuat dalam campuran air pada konsentrasi

70-90 %. Golongan alkohol ini tidak efektif untuk bakteri berspora serta

kurang efektif bagi virus non-lipoid. Penggunaan pada proses desinfeksi

adalah untuk permukaan yang kecil, tangan dan kulit. Adapun keunggulan

golongan alkohol ini adalah sifatnya yangn stabil, tidak merusak material,

dapat dibiodegradasi, kadang cocok untuk kulit dan hanya sedikit menurun

aktivasinya bila berinteraksi dengan protein. Sedangkan beberapa

kerugiannya adalah berisiko tinggi terhadap api/ledakan dan sangat cepat

menguap (Rismana, 2008).

Golongan pengoksidasi 

Bahan kimia yang termasuk golongan pengoksidasi kuat dibagi ke dalam

dua golongan yakni peroksida dan peroksigen di antaranya adalah hidrogen

peroksida, asam perasetik, kalium peroksomono sulfat, natrium perborat,

benzoil peroksida, kalium permanganat. Golongan ini membunuh

mikroorganisme dengan cara mengoksidasi dan umum dibuat dalam larutan

air berkonsentrasi 0,02 %. Daya aksi berada dalam rentang detik hingga

menit, tetapi perlu 0,5 - 2 jam untuk membunuh virus. Pada prinsipnya

golongan pengoksidasi dapat digunakan pada spektrum yang luas, misalkan

6

Page 7: uji koefisien fenol

untuk proses desinfeksi permukaan dan sebagai sediaan cair. Kekurangan

golongan ini terutama oleh sifatnya yang tidak stabil, korosif, berisiko tinggi

menimbulkan ledakan pada konsentrasi di atas 15 %, serta perlu

penanganan khusus dalam hal pengemasan dan sistem distribusi/transport

(Rismana, 2008)

Golongan halogen

Golongan halogen yang umum digunakan adalah berbasis iodium seperti

larutan iodium, iodofor, povidon iodium, sedangkan senyawa terhalogenasi

adalah senyawa anorganik dan organik yang mengandung gugus halogen

terutama gugus klor, misalnya natrium hipoklorit, klor dioksida, natrium klorit

dan kloramin. Golongan ini berdaya aksi dengan cara oksidasi dalam

rentang waktu sekira 10-30 menit dan umum digunakan dalam larutan air

dengan konsentrasi 1-5%. Aplikasi proses desinfeksi dilakukan untuk

mereduksi virus, tetapi tidak efektif untuk membunuh beberapa jenis bakteri

gram positif dan ragi. Umum digunakan sebagai desinfektan pada pakaian,

kolam renang, lumpur air selokan (Rismana, 2008). 

Adapun kekurangan dari golongan halogen dan senyawa terhalogenasi

adalah sifatnya yang tidak stabil, sulit dibuat dalam campuran air pada

konsentrasi 70-90 %. Golongan alkohol ini tidak efektif untuk bakteri

berspora serta kurang efektif bagi virus non-lipoid. Penggunaan pada proses

desinfeksi adalah untuk permukaan yang kecil, tangan dan kulit. Adapun

keunggulan golongan alkohol ini adalah sifatnya yangn stabil, tidak merusak

material, dapat dibiodegradasi, kadang cocok untuk kulit dan hanya sedikit

menurun aktivasinya bila berinteraksi dengan protein. Sedangkan beberapa

kerugiannya adalah berisiko tinggi terhadap api/ledakan dan sangat cepat

menguap (Rismana, 2008).

Golongan fenol

Senyawa golongan fenol dan fenol terhalogenasi yang telah banyak dipakai

antara lain fenol (asam karbolik), kresol, para kloro kresol dan para kloro

xylenol. Golongan ini berdaya aksi dengan cara denaturasi dalam rentang

waktu sekira 10-30 menit dan umum digunakan dalam larutan air dengan

konsentrasi 0,1-5%. Aplikasi proses desinfeksi dilakukan untuk virus, spora

tetapi tidak baik digunakan untuk membunuh beberapa jenis bakteri gram

positif dan ragi. Umum digunakan sebagai dalam proses desinfeksi di bak

mandi, permukaan dan lantai, serta dinding atau peralatan yang terbuat dari

papan/kayu. Adapun keunggulan dari golongan golongan fenol dan fenol

terhalogenasi adalah sifatnya yang stabil, persisten, dan ramah terhadap

7

Page 8: uji koefisien fenol

beberapa jenis material, sedangkan kerugiannya antara lain susah

terbiodegradasi, bersifat racun, dan korosif. Golongan garam amonium

kuarterner Beberapa bahan kimia yang terkenal dari golongan ini antara lain

benzalkonium klorida, bensatonium klorida, dan setilpiridinium klorida

(Rismana, 2008).

Golongan ini berdaya aksi dengan cara aktif-permukaan dalam

rentang waktu sekira 10-30 menit dan umum digunakan dalam larutan air

dengan konsentrasi 0,1%-5%. Aplikasi untuk proses desinfeksi hanya untuk

bakteri vegetatif, dan lipovirus terutama untuk desinfeksi peralatannya.

Keunggulan dari golongan garam amonium kuarterner adalah ramah

terhadap material, tidak merusak kulit, tidak beracun, tidak berbau dan

bersifat sebagai pengemulsi, tetapi ada kekurangannya yakni hanya dapat

terbiodegradasi sebagian. Kekurangan yang lain yang menonjol adalah

menjadi kurang efektif bila digunakan pada pakaian, spon, dan kain pel

karena akan terabsorpsi bahan tersebut serta menjadi tidak aktif bila

bercampur dengan sabun, protein, asam lemak dan senyawa fosfat. 

Salah satu produk yang sudah dipasarkan dari golongan ini diklaim efektif

untuk membunuh parvovirus, di mana virus ini merupakan jenis virus

hidrofilik yang sangat susah untuk dimatikan (Rismana, 2008).

8

Page 9: uji koefisien fenol

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan antara lain: Labu Erlenmeyer, jarum Ose, tabung

reaksi, rak tabung, Pipet volumetrik, mikropipet dan tip mikropipet 1 ml, bunsen,

inkubator, dan vortex.

Sedangkan bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kali ini antara

lain: suspensi bakteri Staphylococcus aureus berumur 24 jam dengan ketebalan

25%T, larutan fenol standar 5%, larutan desinfektan uji 5% (Detol), Aquadest steril,

kaldu pepton steril

B. Cara Kerja

1. Cara Pengenceran Fenol

1) Sediakan 10 tabung steril dan beri nomor 1 s.d. 10.

2) Isi tabung 1 s.d. 5 berturut-turut dengan Fenol 5% sebanyak 5 mL, 2 mL,

1mL, 1mL, 0,8mL. Kemudian ditambahkan ke dalam masing-masing

tabung tersebut aquadest steril berturut-turut 0 mL, 3 mL, mL, 1mL,

0,8mL.

2. Cara Pengenceran Desinfektan Uji

a. Staphylococcus aureus

1) Kemasan sampel dibuka secara aseptik.

2) Homogenisasi sampel dan pengkayaan.

Secara aseptik, 10 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam

labu Erlenmeyer berisi 100 ml media Trypticase soy broth (TSB) steril,

kemudian ditutup rapat, dikocok/ digunakan orbital shaker untuk

menghomogenkan suspensi. Suspensi didiamkan ± 1 jam pada suhu

kamar, lalu diinkubasi pada suhu 35°C selama ±24 jam.

3) Menanam ke media agar selektif.

Suspensi dalam media TSB yang telah diinkubasi dikocok/vortex,

kemudian diinokulasikan 1 Ose ke media agar Vogel Johnson Agar (VJA)

dengan cara gores kuadran. Kemudian diinkubasi pada suhu 35°C

selama ±24-48 jam.

9

Page 10: uji koefisien fenol

Pertumbuhan spesifik Staphylococcus aureus pada media agar selektif

(VJA) ditandai dengan adanya koloni hitam dikelilingi zona kuning.

4) Uji lanjutan terhadap koloni yang diduga Staphylococcus aureus (uji

koagulase)

Jika terdapat koloni spesifik pada media VJA, dilakukan uji lanjutan

terhadap koloni tersebut, yaitu uji koagulase. Koloni diambil dan

dipindahkan ke dalam tabung yang berisi 0,5 ml plasma kelinci atau

kuda. Lalu diinkubasi dalam penangas air bersuhu 37°C, kemudian

diamati pada jam ke 3, 6, dan seterusnya sampai 24 jam. Uji dilakukan

bersamaan dengan kontrol positif dan negatif. Jika terjadi koagulasi,

maka sampe diduga mengandung Staphylococcus aureus.

b. Pseudomonas aeruginosa

1) Kemasan sampel dibuka secara aseptik.

2) Homogenisasi sampel dan pengkayaan.

Secara aseptik, 10 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam

labu Erlenmeyer berisi 100 ml media Trypticase soy broth (TSB) steril,

kemudian ditutup rapat, dikocok/ digunakan orbital shaker untuk

menghomogenkan suspensi. Suspensi didiamkan ± 1 jam pada suhu

kamar, lalu diinkubasi pada suhu 35°C selama ±24 jam.

3) Menanam ke media agar selektif.

Suspensi dalam media TSB yang telah diinkubasi dikocok/vortex,

kemudian diinokulasikan 1 Ose ke media agar Cetrimide Agar (CetA)

dengan cara gores kuadran. Kemudian diinkubasi pada suhu 35°C

selama ±24-48 jam.

Pertumbuhan spesifik Pseudomonas aeruginosa pada media agar

selektif (CetA) ditandai dengan adanya koloni hijau berfluoresensi.

4) Uji lanjutan terhadap koloni yang diduga Pseudomonas aeruginosa (uji

oksidase)

Jika terdapat koloni spesifik pada media CetA, dilakukan uji lanjutan

terhadap koloni tersebut, yaitu uji oksidase. Koloni dipindahkan ke kertas

saring yang telah diimpregnasi (dijenuhkan) dengan N,N-dimetil-p-

fenilendiamina-dihidroklorida. Jika terjadi perubahan warna dari merah

muda menjadi lembayung, maka sampel diduga mengandung cemaran

Pseudomonas aeruginosa.

c. Candida albicans

1) Kemasan sampel dibuka secara aseptik.

10

Page 11: uji koefisien fenol

2) Homogenisasi sampel dan pengkayaan.

Secara aseptik, 10 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam

labu Erlenmeyer berisi 100 ml media Trypticase soy broth (TSB) steril,

kemudian ditutup rapat, dikocok/ digunakan orbital shaker untuk

menghomogenkan suspensi. Suspensi didiamkan ± 1 jam pada suhu

kamar, lalu diinkubasi pada suhu 35°C selama ±24 jam.

3) Menanam ke media agar selektif.

Suspensi dalam media TSB yang telah diinkubasi dikocok/vortex,

kemudian diinokulasikan 1 Ose ke media agar Chrome Agar (Cr A)

dengan cara gores kuadran. Kemudian diinkubasi pada suhu 35°C

selama ±24-48 jam.

Pertumbuhan spesifik Candida albicans pada media agar selektif (Cr A)

ditandai dengan adanya pertumbuhan koloni di daerah goresan.

BAB IV

HASIL PRAKTIKUM DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Praktikum (Waktu Inkubasi : 13.40)

1. Uji Batas Jumlah Mikroba

a. Angka Lempeng Total (ALT)

Pengenceran Jumlah Koloni

Cawan I Cawan II

10-4 TNTC TNTC

10-5TNTC TNTC

10-6TNTC TNTC

Angka Lempeng Total = TNTC

11

Page 12: uji koefisien fenol

b. Angka Kapang Khamir (AKK)

Pengencera

n

Jumlah Koloni

Hari-1 Hari-2 Hari-3

I II I II I II

10-3 178 TNTC

L I B U R

TNTC TNTC

10-4 TNTC TNTC TNTC TNTC

10-5 134 TNTC TNTC TNTC

Angka Kapang Khamir = TNTC

2. Uji Batas Jenis Mikroba Patogen

MediaKekeruhan

Hari-1

TSB Positif (+)

a. Pseudomonas aeruginosa

Uji / Media Hasil Deskripsi

Cetrimide Agar (Cet A) Negatif (-)Tidak terbentuk koloni

hijau berfluoresensi.

b. Staphylococcus aureus

Uji / Media Hasil Deskripsi

Vogel Johnson Agar

(VJA)Negatif (-)

Koloni merah dikelilingi

zona kuning.

(Tidak terbentuk koloni

hitam dikelilingi zona

kuning.)

B. PEMBAHASAN

12

Page 13: uji koefisien fenol

1. Pada perhitungan ALT didapat hasil pengamatan sampel (sediaan minyak kemiri)

dengan jumlah koloni bakteri terlalu banyak untuk dihitung. Hal tersebut

menunjukkan bahwa sampel banyak mengandung bakteri mesofil aerob. Hal ini

menunjukkan bahwa sampel tidak memenuhi syarat uji kualitas mikrobiologi

sediaan kosmetik menurut Peraturan Kepala Badan Pengawan Obat dan

Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.07.11.6662 Tahun 2011 Tentang

Persyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetika ( Tidak lebih

dari 103 koloni/gram atau koloni/mL ). Hal ini harus diuji lanjut dengan

menggunakan uji batas jenis mikroba dengan digunakan media yang sesuai.

Untuk memastikan apakah terdapat bakteri berbahaya yang dipersyaratkan tidak

boleh terdapat pada sediaan kosmetik.

2. Pada pengujian dengan menggunakan metode Angka Lempeng Total (ALT)

digunakan konsentrasi pengujian dengan larutan LDF yaitu 10-4 ,10-5, 10-6 . Hal ini

bertujuan untuk memudahkan perhitungan koloni yang akan tumbuh pada media

pertumbuhan ( media Nutrient Agar )

3. Hasil AKK dari sampel sediaan minyak kemiri didapat seluruh konsentrasi pada

media jumlah mikroba yaitu TNTC ( too many to count ). Hal ini dapat dikarenakan

konsentrasi pengenceran yang masih terlalu tinggi. Sehingga hasil yang didapat ,

koloni tidak dapat dihitung dengan kasat mata. Hal tersebut menunjukkan bahwa

sampel banyak mengandung kapang dan khamir. Artinya sampel tidak memenuhi

syarat.

4. Pada perhitungan AKK didapat hasil pengamatan sampel (sediaan minyak kemiri)

dengan jumlah koloni kapang khamir 0 cfu/g atau ml, hal ini menunjukkan bahwa

sampel memenuhi syarat uji kualitas mikrobiologi sediaan kosmetik menurut

Peraturan Kepala Badan Pengawan Obat dan Makanan Republik Indonesia

Nomor HK.03.1.23.07.11.6662 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Cemaran

Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetika ( Tidak lebih dari 103 koloni/gram

atau koloni/mL). Hal ini harus diuji lanjut dengan menggunakan uji batas jenis

mikroba dengan digunakan media yang sesuai. Untuk memastikan apakah

terdapat kapang dan khamir berbahaya yang dipersyaratkan tidak boleh terdapat

pada sediaan kosmetik.

5. Uji jenis mikroba patogen dilakukan pada media Trypticase Soy Broth (TSB).

Berdasarkan hasil pengamatan pada media tersebut menunjukkan hasil positif

dimana terjadi kekeruhan setelah 1 hari inkubasi yang menandai adanya

pertumbuhan mikroorganisme. Sehingga perlu dilakukan pengujian lebih lanjut

untuk masing-masing jenis mikroba patogen yang diuji, yaitu S. aureus dan P.

aeruginosa, serta Candida albicans.

13

Page 14: uji koefisien fenol

6. Berdasarkan hasil uji jenis untuk Staphylococcus aureus, didapatkan hasil negatif

pada media Vogel Johnson Agar yaitu tidak terbentuk koloni hitam yang dikelilingi

zona kuning, dan pada hasil uji jenis untuk Pseudomonas aeruginosa

menunjukkan hasil negatif pada media Cetrimide Agar yaitu tidak terbentuk koloni

hijau berfuoresensi. Dari hasil yang didapatkan, sampel sediaan memenuhi

persyaratan yang tercantum pada Peraturan Kepala BPOM dimana untuk produk

kosmetik (selain untuk anak dibawah 3 tahun; area sekitar mata; membran

mukosa) harus menunjukkan hasil negatif per 0,1 g sampel untuk P. aeruginosa,

S. aureus, dan C. albicans.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan, sampel sediaan kosmetik berupa ovale lotion

dinyatakan memenuhi persyaratan cemaran mikroba yang ditetapkan oleh BPOM

(Badan Pengawas Obat dan Makanan) sehingga produk ini baik dan aman untuk

dipakai.

B. Saran

Sangat dibutuhkan pengulangan percobaan karena hasil positif yang ditemukan

bisa terjadi kontaminasi akibat fasilitas pengujian, bahan yang digunakan,

prosedur pengujian dan control negative yang tidak memadai atau perlakuan

pada sampel selama percobaan tidak aseptic atau kurang aseptic, sehingga

dengan pengulangan percobaan yang baik akan didapatkan hasil yang valid dan

benar.

14

Page 15: uji koefisien fenol

Pada pengujian dengan menggunakan angka lempeng total sebaiknya dilakukan

pengenceran lebih lanjut pada media uji. Sehingga pada pengamatan, akan

didapati jumlah mikroba yang dapat dihitung secara kasat mata

DAFTAR PUSTAKA

http://pustaka.unpad.ac.id diakses pada Rabu, 9 April 2014, 20.36 WIB

http://www.storiesme.com/forum/thread/2163/kontrol-cemaran-mikroba-pada-bahan-

pangan-kosmedan-tika-obat-obatan/ diakses pada Rabu, 9 April 2014 , 20.45 WIB

Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Deprtemen Kesehatan Republik

Indonesia, Keputusan direktur jenderal pengawasan obat dan makanan

departemen kesehatan republik Indonesia tentang persyaratan cemaran mikroba

pada kosmetika direktur jenderal pengawasan obat dan makanan.

Kumala, Shirly. Et. Al., 2014. Penuntun Praktikum Mikrobiologi II, Fakultas Farmasi

Universitas Pancasila, Jakarta.

Dwidjoseputro, D.1994,  Dasar-Dasar Mikrobiologi, Djambatan, Jakarta.

15

Page 16: uji koefisien fenol

Holt, J. G., et al., 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology 9th edition.

London: Williams & Wilkins.

Radji, Maksum., 2009. Buku Ajar Mikrobiologi – Panduan Mahasiswa Farmasi dan

Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Atlas, R. M., 1989. Microbiology, Fundamentals and Aplications, 2nd edition. New York:

Mac Millan Publishing Company.

LAMPIRAN

GAMBAR

Sedian Uji Media LDF untuk MPN Media TSB untuk uji batas

jenis mikroba

Analisis cemaran mikroba patogen

a. Analisis cemaran mikroba patogen Staphylococcus aureus

Media Gambar Keterangan / Hasil

16

Page 17: uji koefisien fenol

Deskripsi

VJA (Awal) -----

VJA (Hari ke-1) /

Putih

--------

b. Analisis cemaran mikroba patogen Pseudomonas aeruginosa

Media Gambar Deskripsi Hasil

Cet A Transparan -

17