case stroke
TRANSCRIPT
STATUS MEDIK PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Tn. Daud G
Umur : 63 tahun
Alamat : Pulau kasu rt.05 rw.04
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Nelayan
Tanggal masuk RS : 07-02-2011
No. RM : 00-28-70-21
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dan Alloanamnesis dilakukan pada tanggal 7 Februari 2011,
pukul 16.00 WIB
Keluhan utama :
Tangan dan kaki kiri lemah 2 minggu sebelum masuk rumah sakit
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien mengaku tangan dan kaki kiri mendadak lemas 2 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Pasien saat itu sedang menunggu ikan di tengah laut. Pasien
juga mengalami mulut sedikit mencong ke kanan dan bicara sulit menjadi cadel.
Kemudian os dibawa ke mantri dan diberikan obat, os tidak ingat apa nama
obatnya, selain itu os dibawa ke tukang pijat oleh keluarga. Karena tidak kunjung
menampakkan perbaikan, pasien dibawa berobat ke poli saraf RSOB.
Saat kejadian, pasien tidak pingsan. Selain itu, pasien menyangkal adanya
mual, muntah, kejang, sakit kepala, pandangan kabur atau melihat dobel. Pasien
juga menyangkala adanya kebas, kesemutan atau baal saat itu. Os mengalami
kesulitan BAB sejak 2 minggu yang lalu dan BAK pasien lancar.
1
Riwayat penyakit dahulu :
Os memiliki riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu, tidak terkontrol dan tidak minum obat. Pasien menyangkal mempunyai riwayat alergi obat, penyakit DM, penyakit jantung maupun riwayat TIA atau stroke sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat keluarga menderita hipertensi, DM, penyakit jantung atau stroke
disangkal oleh pasien
Riwayat makanan dan kebiasaan
Os memiliki kebiasaan merokok sejak 20 tahun yang lalu. Sehari
menghabiskan setengah bungkus rokok. Sudah berhenti merokok sejak 2 minggu
lalu. OS menyangkal memiliki kebiasaan minum minuman beralkohol. OS sering
mengkonsumsi ikan dan makanan yang asin – asin. Os jarang makan sayur dan
buah.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah: 160 / 100 mmHg
Nadi : 80 x / menit
Suhu : 36,3 oC
Pernafasan : 18 x / menit
Kepala
Bentuk kepala : Normochepali
Rambut : Warna hitam dan beruban
Wajah : Simetris, pucat (-), ikterik (-), sianosis (-), tidak ada
nyeri tekan sinus frontal dan maxilla
Mata : Ptosis (-), conjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/-,
pupil bulat, isokor kanan-kiri, diameter 3mm,
nystagmus (-), gerak bola mata baik
2
Telinga : Normotia, serumen (+/+), sekret (-)
Hidung : Pernafasan cuping hidung (-), septum deviasi (-),sekret
(-)
Tenggorokan : Tonsil T1-T1 tenang, faring hiperemis (-),deviasi
uvula (-)
Bibir : Simetris, sianosis (-)
Leher : Kaku kuduk (-), tidak teraba pembesaran pada KGB
Thorax
Paru – paru
Inspeksi : Gerak nafas simetris pada kedua hemithorax, retraksi
otot – otot pernafasan (-)
Palpasi : Vocal fremitus simetris pada kedua hemithorax, nyeri
tekan (-)
Perkusi : Sonor pada kedua hemithorax
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada midclavicula ICS 5
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I-II reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut datar
Auskultasi : Bising usus 5x/menit
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Ekstremitas
Akral hangat +/+
Akral oedem -/-
IV. STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran : Compos Mentis
Saraf cranial :
3
N I : tidak dilakukan
N II : visus OD = 3/60 (bedside) visus OS = 3/60 (bedside).
Refleks cahaya langsung +/+
Refleks cahaya tidak langsung +/+
N III, IV, VI : Nistagmus (-), gerak bola mata baik
N V : Motorik : M. Masseter +/+, deviasi rahang (-)
Sensorik : Cabang 1(ophtalmikus) : kanan = kiri
Cabang 2 (maxilla) : kanan = kiri
Cabang 3 (mandibula) : kanan = kiri
N VII : Motorik : wajah simetris, kerutan dahi kanan dan
kiri baik, mengangkat alis kanan dan kiri baik,
lagoftalmus -/-, terdapat kesulitan saat pasien diminta
menyeringai
Sensorik : tidak terdapat gangguan pengecapan,
air liur (+)
N VIII : Ketajaman pendengaran
Test Schwabach : tidak dilakukan
Test Rinne : tidak dilakukan
Test Romberg : tidak dilakukan
Past pointing test : tidak dilakukan
Stepping test : tidak dilakukan
N IX dan N X : Refleks batuk (+)
Refleks menelan (+)
Uvula simetris
Refleks faring normal
4
N XI : M. Sternocleidomastoideus :
Statis : Kontur baik, normotrofi, fasikulasi (-),
posisi kanan = kiri, nyeri tekan (-), tonus baik.
Dinamis : Kekuatan kanan = kiri
M. Trapezius :
Statis : Kontur baik, normotrofi, fasikulasi (-),
nyeri tekan (-), tonus baik.
Dinamis : kekuatan kanan = kiri
N XII : Lidah :
Statis : besarnya normal, normotrofi, tidak
berkerut, deviasi ke kiri, tremor (-), fasikulasi (-)
Dinamis : parese (-)
Motorik
Kekuatan otot : 5 0
5 3
Sensorik
Rangsang raba : + /+
Rangsang nyeri : + /+
Tes proprioseptif : + / +
Refleks
Reflex fisiologis
- Reflex bicep : + / +
- Reflex tricep : + / +
- Reflex patella : + / +
- Reflex achiles : + / +
- Reflex dinding perut : + / +
Reflex patologis
- Reflex babinsky : - / -
5
- Reflex oppenheim : - / -
- Reflex gordon : - / -
- Reflex schaefer : - / -
- Reflex chaddock : - / -
- Klonus : - / -
Rangsang meningeal
- Kaku kuduk : -
- Brudzinky I : - / -
- Brudzinky II : - / -
- Kernig : - / -
- Lasegue : - / -
Mini mental status : Tidak dilakukan
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab darah ( 8 Februari 2011)
Hb : 14 g/dl
Ht : 40,6 %
Trombosit : 266.000 / mm3
Leukosit : 6100 / mm3
Eritrosit : 4.830.000 / mm3
Ureum : 48,7 mg / dl
Creatinin : 1.49 mg / dl
GDS : 135 mg / dl
Na : 135 mg / dl
K : 3,9 mg / dl
Cl : 105 mg / dl
6
CT scan kepala tanpa kontras( 8 Februari 2011)
- Tampak lesi hipodens pada temporalis kanan dengan mass efect berupa penekanan
pada ventrikel lateralis kanan
- Tampak juga lesihipodens kecil – kecil berbatas tegas pada periventrikuler kiri
- Tidak tampak midline shift
- Extraaxial tidak tampak perdarahan atau koleksi cairan patologis
- kedua orbita simetris, retrobulbar tidak tampak massa
- Sinus paranasalis dan mastoid aircell kana dan kir cerah
- Tulang – tulang intak
7
Kesimpulan:
1. Infark cerberi akut pada temporalis kanan
2. Infark lakunar kronik periventrikel kiri
VI. RESUME
Pasien, laki-laki, 63 tahun datang dengan keluhan tangan dan tungkai kiri lemah.
sulit berbicara (+), mulut mencong ke kanan, penurunan kesadaran (-) sakit kepala (-),
mual (-), muntah(-)
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil : TD 160 /100 mmHg, N 80 x / menit,
RR 18 x / menit, S 36,3 oC.
Pada status neurologis didapatkan hasil: RCL +/+, RCTL+/+, paralisis N VII dan
N XII tipe sentral , refleks fisiologis +/+ , refleks patologis -/-, tanda rangsang meningeal
(-)
Motorik 5 / 0
5 / 3
Sensorik Normal pada ke 4 extremitas
Pemeriksaan lab: Hb 14 g/dl, Ht 40,6 %, trombosit 266.000 mm3, leukosit
6100/mm3, GDS 135 mg/dl.
Pada pemeriksaan CT Scan, didapatkan infark cerebri akut pada temporalis kanan
dan infark lakunar kronis pada periventrikel kiri
VII. DIAGNOSIS
Stroke e.c infark sistem carotis kanan dengan faktor resiko hipertensi
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Stroke infark atherotrombotic
Stroke infark emboli
IX. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
a. 2A /8jam
8
b. Ranitidin 2 x 1 IV
c. Eticolin 2 x 1 IV
d. Neurochol 2 x 1 tab PO
e. Dulcolax 3 x 2 tab pc PO
f. Serokin 2 x 1 tab PO
g. Tervacef 1 x 1 gr IV
X. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Fungtionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad malam
ANALISIS KASUS
Berdasarkan anamnesis: laki-laki umur 63 tahun, datang dengan keluhan tangan dan
kaki kiri lemah. Hal ini sesuai dengan definisi stroke dimana terjadinya deficit neurologi yang
terjadi secara mendadak disebabkan gangguan pada pembuluh darah otak. Pasien tidak
merasa pusing , mual dan muntah disangkal berarti tidak adanya tanda – tanda peninggian
intracranial. Demam tidak ada sehingga bisa menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi.
Terdapat riwayat hipertensi.
Pada pemeriksaan fisik, kesadaran compos mentis, TD 160/100 mmHg merupakan
salah satu faktor resiko stroke. Terdapat paralisis N VII dan N XII sentral. Merupakan tanda
dari stroke hemisferik (stroke sistem karotis). Motorik untuk ekstremitas atas 0 dan
ektremitas bawah 3. Perbedaan kekuatan motorik bermakna antar ekstremitas atas dan bawah
juga merupakan tanda dari stroke hemisferik (stroke sistem karotis). Sensorik dalam batas
normal. Reflex fisiologis baik, normal. Reflex patologis tidak ditemukan. Rangsang
meningeal negatif karena tidak ada iritasi selaput otak.
Hasil pemeriksaan CT scan kepala didapatkan hasil Infark cerebri pada lobus
temporalis kanan dan infark lakunar periventrikel kiri.
Sehingga berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan pemeriksaan
penunjang, pada pasien ini difikirkan suatu stroke non hemorrhagic pada sistem karotis
dengan faktor resiko hipertensi.
9
STROKE
Stroke adalah istilah umum yang digunakan untuk satu atau sekelompok gangguan
cerebro vasculer, termasuk infark cerebral, perdarahan intra cerebral dan perdarahan
subarahnoid. Stroke Infark merupakan penyebab stroke yang tersering.
Mekanisme terjadinya infark serebri adalah melalui pembentukan trombus, emboli,
atau gangguan hemodinamik. Dalam kategori klinis stroke infark dapat dibedakan menjadi
infark atherotrombotik, infark kardioemboli atau infark lakuner.
ANATOMI PEMBULUH DARAH OTAK
Otak memperoleh darah melalui 2 sistem, yaitu sistem karotis dan sistem vertebral.
Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem vertebrobasiler terutama
memberi darah bagi batang otak, serebellum dan bagian posterior otak.
Sistem karotis terdiri dari arteri karotis interna kanan dan kiri. Arteri karotis interna,
setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik masuk ke rongga tengkorak melalui
kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosus, mempercabangkan arteri ofthalmika
untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua menjadi arteri serebri anterior dan
arteri serebri media. Sistem ini memperdarahi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian
lobus temporalis.
Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di
arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna vertebralis
servikalis, masuk ke ruang cranium melalui foramen magnum dan kemudian
mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebelli inferior. Pada batas medula
oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri basilaris. Setelah mengeluarkan 3
kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang
cabang arteri serebri posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial
lobus temporalis.
Ketiga pasang arteri serebri ini, bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan
beranastomosis satu dengan yang lainnya. Cabang-cabang yang lebih kecil menembus ke
dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabang-cabang arteri serebri
lainnya. Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem
10
kolateral antara sistem karotis dan sistem vertebral, yaitu sirkulus willisi, yaitu lingkaran
pembuluh darah yang tersusun oleh arteri serebri media kanan dan kiri, arteri komunikans
anterior yang menghubungkan kedua arteri serebri anterior, sepasang arteri serebri posterior,
dan arteri komunikans posterior yang menghubungkan arteri serebri media dan posterior
kanan dan kiri. Anyaman arteri ini terletak di dasar otak.
Anastomosis antara arteri serebri interna dan karotis eksterna di daerah orbita, masing-
masing melalui arteri ofthalmika dan arteri fascialis ke arteri maksilaris eksterna.
Selain itu masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut, sehingga
menurut Buskirk tidak ada arteri ujung (true end arteries) pada jaringan otak.
Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem yaitu kelompok vena interna, yang
mengumpulkan darah ke vena Gallen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang
terletak di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan
sinus basalis lateralis, dan seterusnya melalui vena jugularis menuju jantung.
11
FISIOLOGI PEMBULUH DARAH OTAK
Aliran darah di otak terutama dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu :
1. Tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena
Faktor yang berperan penting adalah tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah dan
pembuluh darah) serta faktor kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol) untuk
menguncup bila tekanan darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik
menurun. Daya akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya autoregulasi pembuluh
darah otak. Sistem ini dapat berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50 - 150 mmHg.
2. Tahanan pembuluh darah otak
3. Faktor darah
Terdiri atas viskositas darah, koagulobilitas (kemampuan untuk membeku) dan tekanan
parsial CO2 dan O2. Peningkatan viskositas atau kekentalan darah, akan terjadi penurunan
aliran darah otak. Koagulabilitas yang besar juga memudahkan terjadinya trombosis yang
memperlambat aliran darah sehingga aliran darah di otak juga akan menurun. Pada
peningkatan tekanan parsial CO2 dan penurunan tekanan parsial O2 serta suasana jaringan
yang asam (pH rendah) akan menyebabkan vasodilatasi arteriol, dan demikian sebaliknya.
DEFINISI
Definisi menurut WHO (2006) adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebral
baik fokal maupun global yang berlangsung dengan cepat dan lebih dari 24 jam atau berakhir
dengan kematian tanpa ditemukan penyakit selain daripada gangguan vaskular.
Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak
tiba-tiba terganggu. Karena arteri yang memperdarahi itu putus atau tersumbat. Dalam
jaringan otak , kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian reaksi bio-kimia, yang
dapat merusakkan atau mematikan sel-sel otak. Kematian jaringan menyebabkan timbulnya
sejumlah deformasi anatomik di dalam jaringan otak. Timbulnya deformasi anatomik akan
menyebabkan hilangnya fungsi neurologis terkait.
12
Menurut Caplan stroke adalah segala bentuk kelainan otak atau susunan saraf pusat
yang disebabkan kelainan aliran darah, istilah stroke digunakan bila gejala yang timbul akut.
ETIOLOGI
1. Infark otak
a. Emboli
- Emboli kardiogenik
- Emboli paradoksal
- Emboli arkus aorta
b. Aterotrombotik
- Penyakit ekstrakranial
A. karotis interna
A. vertebralis
- Penyakit intrakranial
A. karotis interna
A. Serebri media
A. basilaris
Lakuner (oklusi arteri perforans kecil)
2. Perdarahan intraserebral
- hipertensif
- malformasi arterio vena
- angiopati amiloid
3. Perdarahan subarkhnoid
4. Penyebab lain: trombosis sinus dura, diseksi arteri karotis atau vertebralis, vaskulitis
SSP, migren, kondisi hiperkoagulasi, penyalahgunaan obat, kelainan hematologis
Faktor risiko
13
Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi :
a. Usia
b. Jenis kelamin pria
c. Ras dan hereditas
d. Faktor genetik
Factor resiko yang dapat dimodifikasi :
e. Hipertensi
f. Diabetes mellitus
g. Dislipidemia
h. Merokok
i. Riwayat TIA
j. Penyakit jantung
k. Alcohol
l. Obesitas
EPIDEMIOLOGI 3,4
Dari seluruh kasus stroke, 19 % adalah stroke hemoragik, sekitar 81% disebabkan
oleh Infark, dan lebih dari setengahnya (44% dari seluruh kasus stroke) mempunyai penyakit
aterombotik sebagai keadaan yang mendasarinya.
20%-30% penyebab stroke adalah emboli , emboli dapat berasal dari jantung, arteri
besar dan pembuluh darah vena. Satu dari 6 stroke iskemik (15%) disebabkan oleh
kardiemboli. Frekwensi terjadinya tipe emboli yang berbeda bervariasi, tergantung dari
umur penderita, emboli yang berasal dari penyakit katup jantung rematik terdapat pada usia
muda, emboli yang berasal dari atherosklerosis lebih banyak ditemukan pada usia yang lebih
tua. Hal ini perlu diketahui karena penyakit jantung dan atherosklerotik dapat timbul
bersama-sama, sehingga walupun sumber potensial untuk terjadinya kardioemboli ada, tidak
berarti penyebab infark serebri adalah kardioemboli. Diagnosa kardioemboli adalah sangat
penting untuk ditegakkan sebab evaluasi dan terapinya berbeda dari penyakit pembuluh darah
otak.
Klasifikasi Stroke
14
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
1. Stroke Iskemik
a. Transient ischemic attack (TIA)
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarachnoid
2. Berdasarkan stadium / perkembangan waktu
1. TIA
2. Stroke in evolution
3. Completed stroke
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebro-basiler
Klasifikasi stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score (SSS)
SSS= (2.5 x derajat kesadaran) + (2x muntah) + (2 x nyeri kepala ) + (0,1 x tekanan darah
diastol) - (3x atheroma ) - 12
Hal yang dinilai Nilai
Derajat kesadaran
sadar
delirium , stupor
semikoma, koma
0
1
2
Muntah/nyeri kepala dalam 2
jam
tidak
0
1
15
ya
Atheroma/ riwayat DM
- tidak ada
- 1 @ >
0
1
SSS diagnosa
>1 : perdarahan serebral
< -12 : Infark serebral
-1 smp 1 : diagnosa tidak pasti gunakan kurva kemungkinan/ CT-Scan
PATOFISIOLOGI
Telah diuraikan bahwa alirandarah otak merupakan patokan utama dalam menilai
vaskularisasi regional di otak. Aliran darah di otak bersifat dinamis artiya dalam keadaan
istirahat nilainya stabil, tetapi pada saat melakukan kegiatan fisik maupun psikik, aliran darah
regional pada daerah yang bersangkutan akan meningkat sesuai dengan fungsinya.
Derajat ambang batas aliran darah otak yang secara langsung berhubungan dengan
fungsi otak yaitu:
d. Ambang fungsional adalah batas aliran darah otak (yaitu
sekitar 50 -60 cc/ 100 gram/menit) yang bila tidak terpenuhi akan menyebabkan
terhentinya fungsi neuronal, tetapi integritas sel sel saraf masih utuh
e. Ambang aktivitas listrik otak (treshold of brain electrical
activity) adalah batas aliran darah otak (sekitar 15 cc/ 100 gram/menit) yang bila tidak
tercapai, akan menyebabkan aktivitas listrik neuronal terhenti, berati sebagian besar
struktur intrasel telah berada dalam proses desintregasi.
f. Ambang kematian sel (treshold of neuronal death) yaitu batas
aliran darah otak yang bila tak terpenuhi akan menyebabkan kerusakan total sel – sel
otak (CBF kurang dari 15 cc/100/menit/gram).
16
Pada iskemia otak yang luas tampak daerah yang tidak homogen akibat
perbandingan tingkat iskemia, yang terdiri dari lapisan area yang berbeda:
a. lapisan inti yang sangat iskemik (ischemic core) terlihat sangat pucat karena
CBF nya paling rendah. Tampak degenerasi neuron pelebaran pembuluh
darah tanpa adanya aliran darah. Kadar asam laktat di daerah ini tinggi
dengan PO2 yang rendah. Daerah ini akan mengalami nekrosis.
b. Daerah di sekitar ischemic core yang CBF nya juga rendah tetapi masih
lebih tinggi daripada CBF di ischemic core. Walaupun sel –sel neuron tidak
sampai mati, fungsi sel terhenti, dan terjadi functional paralysis. Pada
daerah ini PO2 rendah , PCO2 tinggi dan asam laktat meningkat. tentu saja
terdapat kerusakan neuron dalam berbagai tingkat, edema jaringan akibat
bendungan dengan dilatasi pembuluh darah dan jaringan berwarna pucat.
Astrup menyebutnya sebagai ischemic penumbra. Daerah ini masih
mungkin diselamatkan dengan resusitasi dan manajemen yang tepat.
c. Daerah di sekeliling penumbra tampak berwarna kemerahan dan edema.
Pembuluh darah mengalami dilatasi maksimal, PCO2 dan PO2 tinggi dan
kolateral maksimal. Pada daerah ini CBF sangat meninggi sehingga disebut
sebagai daerah dengan perfusi berlebihan (luxury perfusion).
Iskemia global aliran otak secara keseluruhan menurun akibat tekanan perfusi
misalnya karena syok irreversibel karena henti jantung, perdarahan sistemik yang masif,
fibrilasi atrial berat dan lain – lain. Sedangkan iskemik fokal terjadi akibat menurunnya
tekanan perfusi otak regional. Keadaan ini disebabkan oleh sumbatan atau pecahnya salah
satu pembuluh darah otak di daerah sumbatan atau tertutupnya aliran darah otak baik
sebagian atau seluruh lumen pembuluh darah otak, penyebabnya antara lain:
- Perubahan patologik pada dinding arteri pembuluh darah otak menyebabkan
trombosis yang diawali oleh proses arteriosklerosis di tempat tersebut. Selain itu
proses pada arteriole karena vaskulitis atau lpohialinosis dapat menyebabkan stroke
iskemik karena infark lakunar.
- Perubahan akibat proses hemodinamik dimana tekanan perfusi sangat
menurun karena sumbatan di bagian proksimal pembuluh darah arteri seperti
sumbatan arteri karotis atau vertebro basiler.
17
- Perubahan akibat perubahan sifat darah misalnya: sickle cell anemia, leukemia
akut, polisitemia, hemoglobinopati dan makroglobulinemia.
- Tersumbatnya pembuluh akibat emboli daerah proksimal misalnya : arteri to
artery trombosis, emboli jantung dan lain – lain
Sebagai akibat dari penutupan aliran darah ke sebagian otak tertentu, maka terjadi
serangkaian proses patologik pada daerah iskemi. Perubahan ini dimulai dari tingkat seluler,
berupa perubahan fungsi dan struktur sel yang diikuti dengan kerusakan pada fungsi utama
serta integritas fisik dari susunan sel, selanjutnya akan berakhir dengan apoptosis. Disamping
itu terjadi pula perubahan – perubahan dalam milliu ekstraseluler, karena peningkatan PH
jaringan serta kadar gas darah, keluarnya zat neurotransmitter (glutamat) serta metabolisme
sel –s el yang iskemik disertai kerusakan blood brain barrier. Seluruh proses ini merupakan
perubahan yang terjadi apda stroke iskemik.
Pada fase strok akut, perubahan terjadi pada aliran darah otak. Pada daerah yang
terkena iskemia, aliran darah menurun secara signifikan. Secara mikroskopik daerah yang
iskemik (penumbra) yang pucat ini akan dikelilingi oleh daerah yang hiperemis di bagian luar
yaitu luxury perfusion, sebagai akibat mekanisme kolateral mencoba mengatasi keadaan
iskemia. Di daerah sentral dari fokus iskemik ini terdapat ischemic core, daerah iskemik yang
terberat. Konsep penumbra iskemia merupakan mainfestasi masih terdapatnya struktur
neuron yang masih hidupdan mungkin masih reversibel jika pengobatan cepat. Harus tepat
waktunya agar aliran darah kembali ke daerah iskemia tidak terlambat , sebelum terjadi
nekrosis. Komponen waktu ini disebut sebagai theurapetic window yaitu jendela waktu
reversibilitas sel neuron penumbra. Pada daerah penumbra sel neuron masih hidup dengan
metabolisme oksidatif yang sangat berkurang dan pompa – pompa ion sangat minimal,
mengalami proses depolarisasi neuronal. Sel neuron masih hidup jika CBF < 20 cc/ 100gr
otak/menit dan mati jika < 10 cc/ 100gr otak/menit.
Sengan kata lain ischemic core kematin sel neuron terjadi akibat kegagalan energi yang
secara dahsyat merusak dinding sel beserta isinya sehingga mengalami sitolisis, pada daerah
penumbra jika iskemia berkepanjangan maka sel akan mengalami apoptosis (disintegrasi
elemen – elemen seluler secara bertahap dengan kerusakan dinding sel).
Iskemia menyebabkan aktivitas intra seluler Ca 2+ meningkat sehingga akan
menyebabkan juga peningkatan aktivitas Ca 2+ di synaptic cleft, dengan akibat sekresi yang
berlebihan dari neurotransmitter seperti glutamat, aspartat dan kainat yang bersifat
18
eksitotoksin. Di samping itu akibat lamanya stimulasi reseptor metabolik oleh zat –zat yang
dikeluarkan oleh sel menyebabkan juga aktivasi resptor neurotropik yang merangsang
pembukaan Ca 2+ channel yang tidak tergantung pada kondisi tegangan potensial membran
seluler disebut “receptor operated gate opening” disamping terbukanya Ca 2+ channel akibat
aktivasi NMDA reseptor yang telah terjadi sebelumnya. kedua proses ini mengakibatkan
masuknya Ca 2 + ion ekstrasel ke dalam ruang intrasel. jika proses berlanjut pada akhirnya
akan menyebabkan kerusakan membran sel dan rangka sel melalui terganggunya prose
fosoforilase dari regulator sintesa protein, proses proteolisis dan lipolisis yang akan
menyebabkan ruptur atau neksrosis. desintegrasi sitoplasma dan disrupsi membran sel juga
menghasilkan ion radikal bebas yang dapat lebih memperburuk keadaan lingkungan seluler.
Perubahan lain yang terjadi adalah kegagalan autoregulasi di daerah iskemia,
sehingga respon arteriol terhadap perubahan tekanan darah dan oksigen / karbon dioksida
menghilang. Selain itu mekanisme patologi lain adalah berkurangnya aliran darah seluruh
hemisfer ipsilateral dan sisi hemisfer kontralateral dalam tingkat yang lebih ringan.
Kerusakan terjadi lebih hebat pada hemisfer ipsilateral dibandingkan dengan hemisfer
kontralateral.
Proses perubahan aliran darah otak bersifat umum/global akibat stroke disebut
diaschisis. Proses ini berlangsung beberapa hari hingga minggu tergantung luasnya infark.
Proses ini diduga karena pusat di batang otak (yang mengatur tonus pembuluh darah di otak)
mengalami stimulasi sebagai reaksi terhadap sumbatan atau pecahnya pembuluh darah sistem
cerebrovaskuler, didasari oleh mekanisme neurotransmitter, dopamine atau serotonin yang
mengalami perubahan keseimbangan mendadak. Tidak ada manifestasi klinik akibat proses
ini.
Pada infark serebri yang cukup luas edeme serebri timbul energy failure dari sel – sel
otak dengan akibat perpindahan elektrolit (Na+, K+) dan perubahan permeabilitas membran
serta gradasi osmotik. Akibatnya terjadi pembengkakan sel disebut edema sitotoksik.
Keadaan ini terjadi pada iskemia berat dan akut seperti hipoksia dan henti jantung. Selain itu
edema serebri dapat juga timbul akibat kerusakan sawar otak yang mengakibatkan
permebailitas kapiler rusak dan cairan serta protein bertambah mudah memasuki ruangan
ekstraseluler sehingga menyebabkan edema vasogenik. Efek edema jelasn menyebabkan
peninggian tekanan intra kranial dan akan memperburuk iskemia otak. Selanjutnya akan
terjadi efek massa yang berbahaya dengan akibat herniasi otak.
19
Infark lakunar otak disebabkan infark pada arteri kecil dalam otak (small deep infarct)
yang lebih sensitif dilihat dengan MRI daripada Ct Scan. Jenis infark ini bukan karena
emboli, biasanya pemeriksaan jantung dan arteri besar normal.
TANDA DAN GEJALA KLINIS
Proses penyumbatan darah di otak mempunyai beberapa sifat klinik yang spesifik
1. Timbul mendadak
2. Menunjukkan gejala neurologis kontralateral terhadap pembuluh yang terkena.
Tampak sangat jelas pada penyakit pembuluh darah otak sistem karotis dan perlu
lebih teliti pada observasi sistem vertebro basilar.
3. Kesadaran dapat menurun samapi koma terutama pada perdarahan otak. Sedang
pada stroke iskemik lebih jarang terjaid penurunan kesadaran.
20
Pada stroke non iskemik, pada anamnesis gejala utama yang sering dikeluhkan adalah
defisit neurologis secara mendadak/ subakut, didahului gejala prodromal, terjadi pada waktu
istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tak menurun, kecuali bila embolus cukup
besar. Ditanyakan pula pada anamnesi adakah
Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat – ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasinya. Manifestasi klinis stroke akut dapat berupa:
- kelumpuhan wajah atu anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak
- Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan hemisensorik)
- Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letragi, stupor, atau koma)
- Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan, atau kesulitan memahami ucapan)
- Disartria (bicara pelo atau cadel)
- Gangguan pengliatan (hemianopia atau monokuler) atau diplopia
- ataksia ( trunkal atau anggota badan)
- Vertogo, mual dan muntah atau nyeri kepala
Berdasarkan vaskularisasi otak, maka gejala klinis stroke dapat dibagi ke dalam 2 golongan
besar yaitu:
1. Stroke pada sistem karotis atau stroke hemisferik
Seperti kita ketahui, daerah otak yang mendapat daerah dar arteri karotis interna,
terutama lobus frontalis, parietalis, basal ganglia dan lobus temporalis. Gejala – gejalanya
timbul sangat mendadak berupa hemiparesis, hemihipestesi, bicara pelo dan lain – lain.
Pada pemeriksaan umum
- Kesadaran : penderita dengan stroke hemisferik jarang mengalami gangguan
atau penurunan kesadaran, kecuali pada stroke yang luas. Hal ini disebabkan karena
struktur – struktur anatomi yang menjadi substrat kesadaran yaitu formatio reticuaris
digaris tengah dan sebgian besar terletak dalam fossa posterior. Karena itu
kesadarannya biasanya kompos mentis kecuali pada stroke yang luas.
- Tekanan darah : biasanya tinggi, hipertensi merupakan faktor risiki timbulny
apada kurang lebih 70 % penderita
21
- Fungsi vital: lain umumnya baik. Jantung harus diperiksa teliti untuk
mengetahui kelainan yang dapat menyebabkan emboli
- Pemeriksaan neurovaskuler : langkah pemeriksaan yang khusus ditujukan
pada keadaan pembuluh darah ekstrakranial yang mempunyai hubungan dengan aliran
darah otak yaitu: pemeriksaan tekanan darah pada lengan kir dan kanan, palpasi nadi
karotis pada leher kiri dan kanan, A. temporalis kiri dan kanan dan auskultasi nadi
pada bifurcatio karotis komunis dan karotis interna di leher, dilakukan juga auskultasi
nadi karotis interna pada orbita, dalam rangka mencari keungkinan pembuluh
ekstrakranial
Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan saraf otak : pada stroke hemisferik saraf otak yang sering terkena adalah
- N. fasialis : paralisis N VII tipe sentral (mulut mencong)
- N. hipoglosus : paralisis N XII tipe sentral (bicara pelo) disertai deviasi lidah bila
dikeluarkan dari mulut
- gangguan konjugat pergerakan bola mata antara lain deviatio konjugat gaze paresis
ke kiri atau ke kanan dan hemianopia. Kadang – kadang ditemukan sindroma horner
pada penyakit pembuluh darah karotis.
- Gangguan lapang pandang: tergantung pada letak lesi dalam jaras perjalanan visual,
hemianopia kongruen atau tidak. Terdapatnya hemianopia merupakan salah satu
faktor prognostik yang kurang baik pada penderita stroke.
Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan sebelah anggota badan ( hemiparesis). dapat
dipaaki sebagai patokan bahwa jika ada perbedaan kelumpuhan yang nyata antara
lengan dan tungkai hampir dipastikan terdapat kelainan darah otak berasal dari daerah
hemisferik (kortikal), sedangkan jika kelumpuhan sama berat gangguan alira darah
dapat terjadi di subkortikal atau daerah vertebro basilar.
22
Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemisensorik tubuh. Karena bangunan anatomik yang terpisah gangguan
motorik berat dapat disertai gangguan sensorik ringan atau gangguan sensorik berat
disertai dengan ganguan motorik ringan.
Pemeriksaan refleks fisiologis dan patologis
Pada fase akut, refleks fisiologis pada sisi yang lumpuh akan menghilang, setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks
patologis.
Kelainan fungsi luhur: manifestasi ganguan fungsi luhur pada atrofi hemisferik berupa
disfungsi parietal baik sisi dominan maupun non dominan. Kelainan yang paling
sering tampak adalah disfasi campuran (mixed dysphasia) dimana penderita tak
mampu berbicara atau mengeluarkan kata – kata dengan baik dan tidak mengerti apa
yang dibicarakan orang kepadanya. Selain itu juga dapat terjadi agnosia, apraxia, dsb.
2. Stroke pada sitem vertebro basiler atau stroke fossa posterior
Gangguan vaskularisasi pada pembuluh darah vertebro – basilar, tergantung kepada
cabang – cabang sistem vertebro basilar yang terkena. Secara anatomik percabangan arteri
basilarisdigolongkan 3 bagian:
- cabang – cabang panjang: misalnya A. serebelar inferior posterior yang jika tersumbat
akan memeberikan gejala – gejala sindroma wallenberg yaitu infark di daerah bagian dorso
lateral tegmentum medula oblongata
- cabang - cabang paramedian: Sumbatan cabang – cabanng yang lebih pendek
memberikan gejala klinik berupa sindroma weber, hemiparesis alternans dari berbagai saraf
kranial dari mesensefalon dan pons
- cabang – cabang tembus (perforating branches) memebri gejala gejala sangat fokal
seperti internuclear ophtalmoplegia
Diagnostik kelainan sistem vertebro basilar adalah:
23
- Penurunan kesadaran yang cukup berat (dengan DD/infark) supratentorial yang luas
dalam hal ini yang terkena adalah traktus retikularis
- Kombinasi berbagai saraf otak yang terganggu disertai vertigo diplopia dan gangguan
bulbar
- Kombinasi beberapa gangguan saraf otak dan gangguan long tract sign : vertigo dan
parestesi keempat anggota gerak (ujung – ujung distal). Jika ditemukan long tract sign pada
kedua sisi maka penyakit vertebro basilar hampir pasti.
- Gangguan bulbar juga hampir pasti disebabkan karena stroke vertebro basilar.
Beberapa ciri khusus lain adalah: parestesia perioral, hemianopia latudinal dan skew
deviation merupakan ciri disfungsi vaskuler sistem vertebro basiler
Pemeriksaan fisik Gejala-gejala penyumbatan sistem karotis :
1. Gejala penyumbatan arteri karotis interna :
• Buta mendadak sementara(amaourosis fugax)
• Disfasia jika gangguan pada sisi yang dominan
• Hemiparesis kontralateral
2. Gejala penyumbatan arteri cerebri anterior
• Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol
• Gangguan mental
• Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh
• Inkontinensia
• Kejang-kejang
3. Gejala penyumbatan arteri cerebri media
• Hemihipestesia
• Gangguan fungsi luhur pada korteks hemisfer dominan yang terserang a.l afasia
sensorik/motorik
4. Gangguan pada kedua sisi
24
• Hemiplegi dupleks
• Sukar menelan
• Gangguan emosional, mudah menangis
Gejala-gejala gangguan sistem Vertebro-basiler :
1. Gangguan pada arteri cerebri posterior
• Hemianopsia homonim kontralateral dari sisi lesi
• Hemiparesis kontralateral
• Hilangnya rasa sakit, suhu, sensorik propioseptif kontralateral (hemianestesia)
2. Gangguan pada arteri vertebralis
• Vertigo, muntah, disertai cegukan
• Analgesi dan termoanestesi wajah homolateral dan pada badan dan anggota pada sisi
kontralateral
• Disfagia
3. Gangguan pada arteri cerebri posterior inferior
• Disfagia
• Nistagmus
• Hemihipestesia
Infark lakunar otak
Tanda- tanda klinis:
1. Tidak ada defisit visual
2. Tidak ada gangguan fungsi luhur
3. Tidak ada gnagguan fungsi batang otak
4. Defisit maksimum pada satu cabang arteri kecil
5. Gambaran klinik dari LACI: Pure motorik stroke, pure sensorik stroke,
ataksik hemiparesis (termasuk ataksia dan paresis krural unilateral,
dysarthria clumsy hand syndrome)
25
Jika terjadi peningkatan TIK maka dijumpai tanda dan gejala :
Perubahan tingkat kesadaran : penurunan orientasi dan respons terhadap stimulus.
Perubahan ukuran pupil : bilateral atau unilateral dilatasi.Unilateral tanda dari
perdarahan cerebral.
Muntah projectile ( tanpa adanya rangsangan ).
Perubahan kemampuan gerak ekstrimitas : kelemahan sampai paralysis.
Perubahan tanda vital : nadi rendah, tekanan nadi melebar, nafas irreguler, peningkatan
suhu tubuh.
Keluhan kepala pusing.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap, kimia darah lengkap ( GDS, fungsi ginjal , fungsi
hati , asam urat, profil lipid dan kolesterol ), pemeriksaan elektrolit, pemeriksaan
hemostasis ( protrombin time, APTT, kadar fibrinogen, D dimer).
Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi: pemeriksaan prokoagulan
(aktivitas protein C, aktivitas protein S, aktivitas antitrombin 3), kultur darah jika
mencurigai endokarditis, pemeriksaan AGD, pemeriksaan untuk vaskulitis ( antibodi
anti nuklear, rheumatoid factor, laju endap darah, serologi virus hepatitis, serologi
virus herpes simpleks, regaen plasma cepat, elektroforesis protein serum).
2. Elektrokardiografi
Ini penting karena salah satu penyebab stroke adalah akibat jantung juga berperan
dalam peredaran darah ke otak selain pembuluh darah dan darah.
3. Foto Thorax
Memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang
merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke dan adakah
kelainan lain pada jantung. Selain itu dapat mengidentifikasi kelainan paru yang
potensial mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk prognosis.
26
4. CT scan Otak
Merupakan pemeriksaan gold standard untuk membedakan infark atau perdarahan.
Jika adanya sumbatan yang tergambar sebagai hipodens atau perdarahan yang terlihat
hiperdens. Ini berguna dalam penatalaksanaan stroke. Pada infark otak pemeriksaan
CT scan mungkin belum memberikan gambaran jelas jika dikerjakan pada hari – hari
pertama, baisanya tampak setelah 72 jam serangan.
5. MRI
MRI lebih sensitif dari CT scan untuk mengidentifikasi perubahan patologis di batang
otak karena iskemia atau perdarahan di batang otak sulit diidentifikasi hanya dengan
CT scan.
6. Echocardiografi
Pemeriksaan non invasif untuk mendeteksi adanya sumber emboli dari jantung. Pada
banyak pasien, ekokardiografi transtorakal sudah memadai. Ekokardiografi
transesofageal memberikan hasil yang lebih mendetail terutama kondisi atrium kiri
dan arkus aorta serta lebih sensitif untuk mendeteksi trombus mural atau vegetasi
katup.
7. Ultrasonografi doppler
USG doppler karotis diperlukan untuk menyingkirkan stenosis karotis yang
simtomatis serta lebih dari 70 % yang merupakan indikasi untuk enarterketomi
karotis. USG doppler transkranial dipaaki untuk mendiagnosis oklusi atau aliran
intrakranial besar. Gelombang intrakranial yang abnormal dan pola aliran kolateral
dapat juga dipakai untuk menentukan apakah suatu stenosis di leher menimbulkan
gangguan hemodinamik yang bermakna.
8. Angiografi resonansi magnetik
Dapat digunakan untuk mendiagnosis stenosis atau oklusi arteri ekstrakranial atau
intrakranial.
27
PENATALAKSANAAN
Terapi Umum stroke iskemik fase akut
Waktu adalah otak merupakan ungkapan yang tepat untuk menunjukkan betapa
pentingnya pengobatan stroke sedini mungkin karena jendela terapi dari strok hanya 3 – 6
jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar dalam
menentukan hasil akhir pengobatan. Hal yang harus dilakukan adalah:
a. Airway and breathing
Pembebasan jalan nafas bagian atas merupakan prioritas yang pertama. Setelah itu
dilakukan asesmen kesadaran, kemampuan bicara dan kontrol pernafasan dengan cepat
hanya dengan menanyakan “nama dan alamat” penderita. Pemeriksaan orofarinx dan
mulut untuk menilai adakah sumbatan jalan nafas. Umumnya karena kesadaran menurun
diperlukan gudel atau nasal airway. Jika penderita dengan kesadaran sangat menurun
(stupor, koma) dan tidak mampu mengendalikan sekret oral, pertimbangkan untuk
intubasi dan ventilasi mekanik. Setelah potensi dan jalan nafas terkendali, observasi harus
terus menerus terhadap irama dan frekuensi pernafasan harus dilakukan. Tujuannya ialah
mendeteksi tanda awal gagal nafas.
b. Circulation
Stabilisasi sirkulasi penting untuk perfusi organ – organ tubuh yang adekuat.
Termasuk komponen sirkulasi adalah denyut nadi, frekuensi detak jantung, dan tekanan
darah. Jadi pemeriksaan tekanan darah harus dilakukan pada kedua sisi, jika terjadi
perbedaan nyata maka kemungkinan terdapat diseksi aorta atau carotis. Setelah itu
dilakuka pemeriksaan denyut nadi pada empat ekstremitas secara simetrik. Jika mungkin,
monitor kardiak dan tekanan darah serta pulse oksimetri dapat dipasang dan dilakukan
juga pemeriksaan EKG.
Pasang jalur infus intravena dengan larutan salin normal 0,9% dengan kecepatan 20
ml/ jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa 5 % dalam air dan Sali 0,45%
karena dapat memperhebat edema otak.
c. Diberikan O2 adekuat sebanyak 2-4 liter/menit
d. Jangan memberikan makanan atau minuman lewat mulut
28
Menilai kemampuan menelan penderita untuk menentukan apakah dapat diberikan
makanan per oral atau dengan NGT.
e. Buat rekaman EKG dan lakukan foto rontgen thoraks
Perubahan EKG dapat terjadi mislanya inversi gelombang T pada 15 - 70 % kasus
stroke akut. Disritmia jantung dapat terjadi.
f. Ambil sampel untuk pemeriksaan darah: pemeriksaan darah perifer lengkap dan
trombosit, kimi adarah (glukosa, elektrolit, ureum dan kreatinin) masa protrombin dan
masa tromboplastin parsial
g. Jika ada indikasi lakukan tes tes berikut: kadar alkohol, fungsi hati, gas darah arteri
dan skrining toksikologi
h. lakukan CT scan atau MRI bila alat tersedia, jika tidak gunakan skor siriraj untuk
menentukan jenis strok
i. Mencegah infeksi sekunder ada traktus respiratorius dan urinarius
j. Mencegah timbulnya stress ulcer dengan pemberian obat antasida atau proton pump
inhibitor
Terapi medik stroke iskemik fase akut
1. Terapi trombolisis
Satu – satunya obat yang diakui FDA adalah pemakaian r –TPA (recombinant tissue
plasminogen activator) yang diberikan pada penderita stroke akut dengan sayrat – syarat
tertentu baik intravena maupun intra raterial dalam wkatu kurang dari 3 jam setelah onset
stroke. Diharapkan dengan pengobatan dini terapi penghancuran trombus dan reperfusi
jaringan otak terjadi sebelum ada erubahan irreversibel pada otak.
Pertimbangkan pemberian r-TPA intravena 0,9 mg/kgBB IV (dosis max 90 mg).
Sepuluh persen diberikan bolus intravena dan sisanya diberikan perdrip dalam waktu 1
jam jika onset gejala strok dapat diapstikan kurang dari 3 jam dan hasil CT scan otak
tidak memperlihatkan infark dini yang luas.
Terapi reperfusi lainnya adalah pemberian antikoagulan misalnya heparin. Obat ini
diharapkan dapat melakukan trombolisis dan mencegah pembentukan trombus baru.
29
Pemberian heparin IV dimuali dari dosis 800 unit/jam, 20.000 unit dalam 500 ml slain
normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai masa tromboplastin parsial mendekati 1,5
kontrol pada kondisi berikut: kemungkinan besar strok kardioemboli, TIA, infark stenosis
arteri karotis, stroke in evolution, diseksi arteri dan trombosis sinus dura. Kontraindikasi:
pasien dengan infark luas yang berhubungan dengan edek masa atau konversi atau
transformasi hemoragik
2. Terapi neuroproteksi
Obat – obat neuroprotektor yaitu obat yang mencegah dan memblok proses yang
menyebabkan kematian sel – sel terutama di daerah penumbra. obat – obat ini misalnya:
citicoline, pentoxyfilline, pirasetam.
3. Terapi aritmia jantung
Pemantauan aritmia jantung atau iskemia miokard. Jika terdapat fibrilasi atrium
respon cepat maka dapat diberikan digoksin 0,125 – 0,5 mg IV atau amiodaron 200 mg
drip dalam 12 jam.
4. Terapi anti – hipertensi
Tekanan darah tinggi pada stroke iskemik tidak boleh cepat – cepat diturunkan.
Karena penurunan tekanan darha yang terlalu agresif dapat memperluas infark dan
perburukan neurologis. Aliran darah yang meningkat akibat tekanan perfusi otak yang
meningkat bermanfaat bagi daerah otak yang mendapat perfusi marginal. Tetapi tekanan
darah yang terlalu tinggi, dapat menimbulkan infark hemoragik dan memperluas edema
serebri. Hipertensi pada stroke iskemik akut adalah bila terdapat salah satu hal berikut:
1. hipertensi diobati jiak terdapat kegawatdaruratan hipertensi non neurologis (MCI,
Edema paru kardiogenik, hipertensi maligna, nefropati hipertensif, diseksi aorta),
hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada pengukuran selang 15 menit
(sistolik > 220, diastolik > 120, MAP > 140 ) atau pada pasien kandidat r-TPA dimana
sistolik > 180 mmHg dan diastolik > 110 mmHg.
30
Dengan obat – obat anti hipertensi golongan enyekat alfa beta (labetalol), penghambat
ACE (kaptopril) atau antagonis kalsium yang bekerj adi perifer (nifedipin, dll), penurunan
tekanan darah pada stroke iskemik hanya boleh 20 % dari tekanan darah sebelumnya.
Terapi Fase Pasca Akut
Sasaran pengobatan dititikberatkan pada tindakan Rehabilitasi Medis dan pencegahan
terulangnya stroke.
• Rehabilitasi Dini
Rehabilitasi baru mungkin dilakukan bila kondisi pasien sudah stabil. Rehabilitasi ini
meliputi pengaturan posisi, perawatan kulit, fisioterapi dada, fungsi menelan, fungsi
berkemih dan gerakan pasif pada sendi dan ekstremitas.
Mobilisasi dini sesuai tahap toleransi setelah kondisi neurologis dan hemodinamik stabil
Terapi wicara sedini mungkin pada pasien afasia dengan stimulasi sedini mungkin.
• Terapi Preventif
Pencegahan sekunder yaitu modifikasi gaya hidup berisiko strok dan faktor risiko lainnya.
Misalnya pengobatan dan diet hipertensi, diet dan obat hipoglikemik untuk DM, Diet
rendah lemak dan antidislipidemia pada dislipdemia, berhenti merokok, menghindari
stress, alkohol, obesitas dan harus banyak olah raga.
Mencegah stroke berulang dini (dalam 30 hari sejak onset gejala strok). Sekitar 5 %
pasien yang dirawat dengan strok iskemik mengalami serangan strok kedua dalam 30 hari
pertama. Risiko ini paling tinggi (lebih besar dari 10 %) pada pasien dengan stenosis
karotis yang berat dan kardioemboli, serta paling rendah 1 % pada pasien dengan infark
31
lakunar. Terapi dini dengan heparin dapat mengurangi risiko strok berulang dini pada
pasien dengan kardioemboli.
KOMPLIKASI
1. Neurologis :
a. Nyeri kepala
b. Hiccup akibat kontraksi otot-otot diafragma.
c. Gangguan fungsi menelan
d. Transformasi infark menjadi hemoragik
2. Non neurologis :
a. Stress ulcer
b. Pneumonia
c. DVT
d. Infeksi saluran kemih
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Marshall, RS. On Call Neurology. 1998
2. Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia. PERDOSSI. 1999
3. Warlow, et al. Stroke: a practicall guide to management. 1996: 385 – 430
4. Caplan LR. Stroke a clinical approach. 3rd ed. Wellington : Butterworth, 1993; 3,517
5. Lindsay KW. Neurology and neurosurgery illustrated. 3rd ed. New York: Churchill,
1997: 241
6. Wolf PA. Epidemiology of stroke, in Barnett HM. (ed). Stroke, pathophysiology
diagnosis and management 2nd (ed). New York: Churchill, 1992: 29-48
7. Mastuti L. Infark tromboemboli. Available at:
repository.usu.ac.id/bitstream/.../1995/1/bedah-iskandar%20japardi33.pdf. Accessed
on January 1st, 2011.
8. Snell R. Neuroanatomi klinik, Jakarta : EGC, 1996.p.504-506
9. Mahar M, Priguna D. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta. Dian Rakyat.p.p 38-73
33