case wajib stroke hemoragik
DESCRIPTION
tugas koass jman duluTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS WAJIB
STROKE HEMORAGIK
Disusun oleh :
AYU RAHMI MUTMAINAH
NIM 030.09.038
Pembimbing:
Dr. Hastari Soekardi, Sp.S
KEPANITERAAN KLINIK SMF NEUROLOGI RSUP FATMAWATI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 18 AGUSTUS 2014 – 20 SEPTEMBER 2014
JAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-nya kami dapat
menyelesaikan makalah diskusi topik ini yang berjudul “Stroke Hemoragik”.
Makalah presentasi kasus langsung ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam
kepaniteraan klinik di stase Neurologi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu dalam penyusunan danpenyelesaian makalah ini, terutama kepada :
1. Dr. Hastari Soekardi, Sp.S selaku pembimbing diskusi topik ini.
2. Semua dokter dan staf pengajar di SMF Neurologi Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati Jakarta.
3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Neurologi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Jakarta.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah diskusi topik ini masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan
makalah diskusi topik ini sangat kami harapkan.
Demikian, semoga makalahpresentasikasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan
bisa membuka wawasan serta ilmu pengetahuan kita,terutama dalam bidang neurologi.
Jakarta, Agustus 2014
Penyusun
2
BAB I
PENDAHULUAN
Meningkatnya usia harapan hidup yang didorong oleh keberhasilan pembangunan
nasional dan modernisasi serta globalisasi di Indonesia akan cenderung meningkatkan resiko
terjadinya penyakit vascular (penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit arteri perifer).
Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus stroke baik dalam hal
kematian, kejadian, maupun kecacatan. Angka kematian berdasarkan umur adalah sebesar
15,9% (umur 45-55 tahun), 26,8% (umur 55-64 tahun) dan 23.5% (umur >65 tahun). Kejadian
stroke (insiden) sebesar 51,6/100.000 penduduk dimana 1,6% tidak berubah dan 4,3%
semakin memberat. Penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan, dan profil usia
produktif dan usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun 54,2%, dan usia di atas
65 tahun sebesar 33,5%. Stroke menyerang usia produktif dan usia lanjut, yang berpotensi
menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara nasional di kemudian hari.
Di satu sisi, modernisasi meningkatkan risiko stroke karena perubahan pola hidup,
sedangkan di sisi lain meningkatkan usian harapan hidup juga akan meingkatkan risiko
terjadinya stroke karena bertambahnya jumlah penduduk usia lanjut.
Prinsip dasar diagnosis stroke telah diketahui dengan jelas. Namun, penulusuran factor
risiko belum menjadi pedoman standar dalam pencegahan stroke selanjutnya. Oleh karena itu,
penelusuran faktor risiko pada pasien rawat dengan stroke harus diperhatikan. Setiap pasien
stroke yang pulang dari perawatan perlu diinformasikan mengenai faktor risiko yang dimiliki,
sehingga dapat dilakukan pemeriksaan awal terhadap faktor risiko terhadap kerabat dekat
pasien.
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
3
Nama : Ny. SH
JenisKelamin : wanita
Usia : 46 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jl.kebon kopi
Suku : Betawi
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan terakhir : SLTA
Status Pernikahan : Sudah menikah
No. RM : 00536470
Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati pada tanggal 22 Agustus 2014.pukul 00.02
WIB.
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan suami pasien
pada tanggal 22 Agustus 2014 pukul 06.00.
a. Keluhan Utama
Pasien mendadak tidak bisa menggerakkan lengan dan tungkai kiri sejak 10
jam SMRS.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati dengan keluhan mendadak tidak bisa
menggerakkan lengan dan tungkai kiri sejak 10 jam SMRS. Awalnya pasien sedang
mengepel lantai (pukul 15.10 tanggal 21-08-2014), tiba-tiba terjatuh terduduk di
lantai karena tidak bisa mengerakkan lengan dan tungkai kiri bahkan tidak bisa
menggeser lengan dan tungkai kirinya sama sekali. Hal ini terjadi bersamaan dengan
mulut mencong ke arah kiri, bicara menjadi pelo. Satu jam sebelumnya pasien
mengeluhkan sakit kepala hebat terus menerus dengan kualitas dan intensitas tidak
diketahui. Selain itu pasien mengeluhkan mual tanpa muntah. Pasien tidak mengalmi
pingsan atau mengantuk, dan kejang. Keluhan lain seperti gangguan penghidu,
pandangan kabur, pandangan dobel, gangguan menelan, tersedak, suara serak atau
sengau, baal, kesemutan, pusing berputar, muntah menyemprot, dan sering lupa
4
sebelumnya disangkal. Demam disangkal. Keringat normal. Buang air besar dan
buang air kecil menggunakan pampers.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasein menyangkal pernah terjadi kelemahan, mulut mencong atau bicara pelo
yang sembuh sempurna dalam 24 jam. Pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi
sejak 15 tahun yang lalu, namun tidak rutin minum obat secara teratur. Riwayat
kencing manis, sakit jantung, asam urat, kolesterol tinggi dan trauma disangkal.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat stroke pada keluarga disangkal. Ayah pasien meninggal akibat
serangan jantung. Ibu pasien memiliki riwayat kencing manis. Riwayat asam urat, dan
kolesterol pada keluarga disangkal.
e. Riwayat Sosial dan Kebiasaan
Pasien makan 3 kali sehari, dengan kebiasaan makan makanan berlemak,
gorengan, makanan asin, dan bersantan. Pasien menyukai minuman manis. Pasien
memiliki kebiasaan merokok sejak SMA, setengah bungkus per hari, dan baru berhenti
tiga tahun lalu. Riwayat minum kopi hitam 3 gelas kecil perhari. Riwayat konsumsi
alkohol dan penggunaan obat-obatan terlarang disangkal. Pasien tidak pernah
berolahraga.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik di bangsal Teratai tanggal 22 Agustus 2014.
I. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan darah : 180/120 mmHg / 180/120 mmHg
Nadi : 86 x/menit, regular, kuat angkat, isi cukup
Napas : 20 x/menit, regular, kedalaman cukup
Suhu : 37oC
Berat badan : 70 kg
5
Tinggi badan : 160 cm
BMI : 27, 34 kg/m2
Mata
- Inspeksi : alis mata cukup, enoftalmus (-)/(-), eksoftalmus (-)/(-),
nistagmus (-)/(-), ptosis (-)/(-), lagoftalmus (-)/(-), edema palpebra
(-)/(-),konjungtiva anemis(-)/(-), sklera ikterik (-)/(-), sekret (-)/(-),
tampak berair, pterigium (-)/(-), ulkus kornea (-)/(-), kekeruhan
lensa (-)
- Palpasi : tekanan bola mata secara manual normal
Telinga,Hidung,Tenggorokan
Hidung :
- Inspeksi : Deformitas (-), kavum nasi lapang, sekret (-)/(-), deviasi
septum (-)/(-), konka nasal hiperemis (-)/(-), edema (-)/(-), NCH (-)/(-)
- Palpasi : Nyeri tekan sinus (-), krepitasi (-)
Telinga :
- Inspeksi :
- Preaurikuler : hiperemis (-)/(-), abses (-)/(-), massa (-)/(-),
skar (-)/(-),
- Aurikuler : normotia, hiperemis (-)/(-), cauli flower (-)/(-),
pseudokista (-)/(-),
- Postaurikuler : hiperemis (-)/(-), abses (-)/(-), massa (-)/(-),
skar (-)/(-),
- Liang telinga : lapang, serumen (+)/(+), Ottorhea (-)/(-),
membran timpani intak
Tenggorokan dan Rongga mulut :
- Inspeksi :
- Bucal : warna normal, ulkus (-)
- Lidah : massa (-), ulkus (-), plak (-)
- Palatum : penonjolan (-)
- Tonsil : tidak valid dinilai
- Pursed lips breathing(-), karies gigi (+), kandidisasis oral (-)
Leher
6
- Inspeksi : bentuk simetris, warna normal, penonjolan vena jugularis
(-), tumor (-), retraksi suprasternal (-), tidak tampak perbesaran
KGB
- Palpasi : pulsasi arteri carotis normal, perbesaran thyroid (-), posisi
trakea ditengah, KGB tidak teraba membesar
- Auskultasi : bruit (-),
- Tekanan vena jugularis tidak meningkat, 5+2
Thoraks Depan
- Inspeksi : Penggunaan otot bantuan nafas (-)/(-), retraksi sela iga
(-/-), bentuk dada normal, barrel chest (-), pectus carinatum (-)/(-),
pectus ekskavatum (-)/(-), pelebaran sela iga (-)/(-), tumor (-)/(-),
skar (-), emfisema subkutis (-)/(-), spider naevi (-)/(-), pergerakan
kedua paru simetris statis dan dinamis, pola pernapasan normal
- Palpasi : massa (-)/(-), emfisema subkutis(-)/(-), ekspansi dada
simetris, vocal fremitus sama di kedua lapang paru, pelebaran sela
iga (-)/(-)
- Perkusi :
- Sonor di kedua lapang paru
- Batas paru hati : pada garis midklavikula kanan sela iga 6,
peranjakan hati sebesar 2 jari
- Batas paru lambung : pada garis aksilaris anterior kiri sela iga
8
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
Thoraks Belakang
- Inspeksi : Penggunaan otot bantuan nafas (-)/(-), Retraksi sela iga
(-/-), pelebaran sela iga (-)/(-), tumor (-)/(-), emfisema subkutis
(-)/(-), Pergerakan kedua paru simetris statis dan dinamis, pola
pernapasan normal, scar (-), luka operasi (-), massa (-), gibus (-),
kelainan tulang belakang (-)
- Palpasi : massa (-)/(-), emfisema subkutis(-)/(-), ekspansi dada
simetris,vocal fremitus sama di kedua lapang paru
- Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
7
Jantung
- Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terihat
- Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba 2 jari lateral dari linea
midklavikula sinistra ICS V, thrill (-), heaving (-), lifting (-),
tapping (-)
- Perkusi : Batas jantung kanan ICS IV linea parasternalis dextra,
batas jantung kiri ICS V 2 jari lateral linea midklavikula
sinistra, Pinggang jantung ICS II linea parasternalis sinistra
- Auskultasi : BJ I-II reguler normal, murmur (-), gallop(-)
Abdomen
- Inspeksi : simetris, datar, striae (-), skar (-), penonjolan (-), bekas
operasi (-), kaput medusa (-)
- Auskultasi : BU (+) normal, metalic sound (-), borborigmi (-), bruit
(-)
- Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (-), massa (-)
- Hepar dan lien tidak teraba
- Ginjal : Ballotemen (-)/(-),
- Perkusi : timpani, shifting dullnes (-), undulasi (-), fenomena papan
catur (-), nyeri ketok CVA (-)/(-),
Ekstremitas
Akral teraba hangat, sianosis (-), CRT < 3 detik, edema (-)/(-), jari
tabuh (-), koilonikia (-), hiperemis (-), deformitas (-)
Status neurologis
GCS : E4M6V5
Tanda Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : -
Lasegue : >700 />700
Kernig : >1350 />1350
Brudzinski I : - / -
Brudzinski II : - / -
8
Saraf-saraf Kranialis:
N.I (olfaktorius) : baik/baik
N.II (optikus)
Acies visus : tidak dilakukan
Visus campus : baik/baik
Lihat warna : baik/baik
Funduskopi : tidak dilakukan
N.III, IV, VI (Occulomotorius, Trochlearis, Abducen)
Kedudukan bola mata : ortoposisi + / +
Pergerakan bola mata : kesan baik ke segala arah
Exopthalmus : - / -
Nystagmus : - / -
Palpebra : ptosis (-/-)
Pupil:
o Bentuk : bulat, isokor, Ø 3mm/3mm
o Refleks cahaya langsung : +/+
o Refleks cahaya tidak langsung : +/+
N.V (Trigeminus)
Cabang Motorik : baik/baik
Cabang sensorik :
o Ophtalmikus : baik/baik
o Maksilaris : baik/baik
o Mandibularis : baik/baik
Refleks kornea : (+)
N.VII (Fasialis)
Motorik orbitofrontalis : kesan parese (-)
Motorik orbikularis orbita : kesan parese (-)
Motorik orbikulari oris : plica nasolabialis kiri lebih mendatar daripada
kanan
9
Pengecapan lidah : TVD
Kesan : Parese N.VII sinistra sentral
N.VIII (Vestibulocochlearis)
Vestibular : Vertigo : -
Nistagmus : - / -
Koklearis : baik/baik
N.IX, X (Glossopharyngeus, Vagus)
Arcus faring : simetris ka=ki
Uvula : simetris ka=ki
Refleks muntah : + / +
N.XI (Accesorius)
Mengangkat bahu : baik
Menoleh : baik
N.XII (Hypoglossus)
Posisi lidah : miring ke arah kanan
Pergerakkan lidah : TVD
Atrofi : -
Fasikulasi : -
Tremor : -
Kesan : Parese N.XII sinistra sentral
Sistem Motorik
Ekstremitas atas : Kesan hemiplegia sinistra
Ekstremitas bawah : Kesan hemiplegia sinistra
Gerakkan Involunter
Tremor : - / -
Chorea : - / -
Miokloni : -/ -
10
Tonus : baik
Sistem Sensorik
Propioseptif : baik
Eksteroseptif : baik
Fungsi Serebelar
Ataxia : TVD
Tes Romberg : TVD
Jari-jari : TVD
Jari-hidung : TVD
Tumit-lutut : TVD
Rebound phenomenon : TVD
Hipotoni : (-/-)
Fungsi Luhur
Astereognosia : (-)
Apraxia : (-)
Afasia : (-)
Fungsi Otonom
Miksi : On pempers
Defekasi : On pempers
Sekresi keringat : baik
Refleks Fisiologis
Biceps : +2/+3
Triceps : +2/+3
Radius : +2/+3
Lutut : +2/+3
Tumit : +2/+3
Refleks Patologis
Hoffman Tromer : - / -
Babinsky : - / +
11
Chaddock : - / -
Oppenheim : - / -
Gordon : - / -
Gonda : - / -
Schaefer : - / -
Klonus lutut : - / -
Klonus tumit : - / -
Keadaan Psikis
Intelegensia : baik
Tanda regresi : -
Demensia : -
II. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (22 Agustus 2014)
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
15.1
44
10.3000
310
4,47
11,7-15,5 g/dl
33-45 %
5.0-10,0 ribu/ul
150-440 ribu/ul
3,80-5,20 juta/ul
VER/HER/KHER/RDW
VER
HER
KHER
RDW
89,3
30,7
34,4
13,7
80,0-100,0 fl
26,0-34,0 pg
32,0-36,0 g/dl
11,5-14,5 %
FUNGSI HATI
SGOT
SGPT
22
14
0-34 u/l
0-40 u/l
FUNGSI GINJAL
Ureum
Kreatinin
21
0,6
20-40 mg/dl
0,6-1,5 mg/dl
12
DIABETES
Glukosa Darah
Glukosa Darah Sewaktu 138 70-140 mg/dl
ELEKTROLIT DARAH
Natrium
Kalium
Klorida
145
2.95
103
135-147 mmol/l
3,1-5,1 mmol/l
95-106 mmol/l
Kesan : Leukositosis, Hipokalemi
Pemeriksaan Radiologi
Thorak AP (pada tanggal 22-08-2014 pukul 00.41)
Deskripsi :
- Trakea ditengah,mediastinum superior tidak melebar, jantung kesan membesar,
aorta baik.
- Paru : hilus kedua paru baik, corakan bronkovaskular baik, tidak tampak infiltrate
dikedua lapang paru
- Diafragma dan sinus kostrofrenikus kanan dan kiri baik
- Tulang-tulang kesan baik
Kesan :
- Kardiomegali dengan aorta elongasi
- Paru dalam batas normal
13
CT scan kepala potongan axial dengan tebal irisan 3mm dibasis dari 10mm diserebral
tanpa pemberian kontras iv(22 Agustus 2014 pukul 00.50)
Hasil :
Tampak lesi hiperdens berdensitas perdarahan dengan ukuran + 3,71 x 2,57 x
5cm, estimasi volume 24.8 cc di kortikal dan subkortikal lobus
temporoparietalis kanan dan basal ganglia kanan disertai perifokal edema yang
mendesak dan menyempitkan ventrikel lateralis kanan serta menggeser midline
shift ke kiri sejauh + 1 cm
Sulci hemisfer cerebri kanan menyempit dengan gyri mendatar VIII dan IV
baik.
Fisura sylvii dan sisterna ambiens tidak menyempit
Pons dan cerebellum normal
Tampak kalsifikasi fisiologis di pineal body14
Sinus paranasalis yang tervisualisasi dan air-cells mastoid bilateral normal
Tulang-tulang normal
Kesan :
Perdarahan intraparenkim dengan estimasi volume 24.8 cc di kortikal –
subkortikal lobus temporoparietal kanan dan basal ganglia kanan yang
menyebabkan penyempitan ventrikel lateralis kanan dan midline shift ke kiri
sejauh + 1 cm. Edema hemisfer kanan cerebri
V. Resume
Ny. SH, wanita, 46 tahun datang ke IGD RSUP Fatmawati dengan keluhan mendadak
tidak bisa menggerakkan lengan dan tungkai kiri sejak 10 jam SMRS. Awalnya pasien sedang
mengepel lantai (pukul 15.10 tanggal 21-08-2014), tiba-tiba terjatuh terduduk di lantai karena
tidak bisa mengerakkan lengan dan tungkai kiri bahkan tidak bisa menggeser lengan dan
tungkai kirinya sama sekali. Hal ini terjadi bersamaan dengan mulut mencong ke arah kiri,
bicara menjadi pelo. Satu jam sebelumnya pasien mengeluhkan sakit kepala hebat terus
menerus dengan kualitas dan intensitas tidak diketahui. Selain itu pasien mengeluhkan mual.
Keringat normal. Buang air besar dan buang air kecil menggunakan pampers. Pasien memiliki
riwayat tekanan darah tinggi sejak 15 tahun yang lalu, namun tidak rutin minum obat secara
teratur. Ayah pasien meninggal akibat serangan jantung. Ibu pasien memiliki riwayat kencing
manis. Pasien makan 3 kali sehari, dengan kebiasaan makan makanan berlemak, gorengan,
makanan asin, dan bersantan. Pasien menyukai minuman manis. Pasien memiliki kebiasaan
merokok sejak SMA, setengah bungkus per hari, dan baru berhenti tiga tahun lalu. Riwayat
minum kopi hitam 3 gelas kecil perhari. Pemeriksaan Fisik : tampak sakit sedang, Compos
mentis. Tekanan darah 180/120 mmHg / 180/120 mmHg. Nadi: 86 x/menit, regular, kuat
angkat, isi cukup. Napas : 20 x/menit, regular, kedalaman cukup. Suhu: 37oC. Berat badan: 70
kg. Tinggi badan: 160 cm. BMI: 27, 34 kg/m2. Pulsasi ictus cordis teraba 2 jari lateral dari
linea midklavikula sinistra ICS V. Batas jantung kiri ICS V 2 jari lateral linea midklavikula
sinistra. Status neurologis : GCS E4M6V5. Parese N.XII sinistra sentral. Parese N.VII sinistra
sentral. Refleks Fisiologis: Biceps +2/+3, Triceps +2/+3, Radius +2/+3, Lutut +2/+3, Tumit
+2/+3. Refleks Patologis Babinsky - / +. Leukosit 10.3000, Kalium 2.95. Rontgen thorak AP
Kardiomegali dengan aorta elongasi dan paru dalam batas normal. CT- Scan tanpa kontras
didapatkan adanya perdarahan intraparenkim dengan estimasi volume 24.8cc di kortikal –
subkortikal lobus temporoparietal kanan dan basal ganglia kanan yang menyebabkan
15
penyempitan ventrikel lateralis kanan dan midline shift ke kiri sejauh + 1 cm. Edema hemisfer
kanan cerebri
VI. SCORING
A) Skor Siriraj
Skor = (2,5xKesadaran)+(2xMuntah)+(2xSakit kepala)+(0,1xDiastolik)-(3xAtheroma)-12
= (2,5x0)+(2x0)+(2x1)+(0,1x120)-(3x0)-12 = 2 (stroke hemoragik)
B) Skor menurut Gadjah Mada
C) Skor menurut Prof.Dr.Djoenaedi W
1. Tia sebelum
serangan
1
2. Permulaan serangan - Sangat mendadak (1-2 menit)
- Mendadak ( menit – 1 jam)
6,5
6,5
16
Penderita stroke akut
Penurunan kesadaranNyeri kepala Refleks babinski
Ketiganya atau 2 dari ketiganya ada (+)
Stroke perdarahan intraserebral
Tidak
Penurunan kesadaran (+)Nyeri kepala (-)Refleks babinski (-)
Tidak
Penurunan kesadaran (-)Nyeri kepala (-)Refleks babinski (-)
Stroke perdarahan intraserebral
Stroke iskemik akut atau stroke infark
Ya
Ya
Ya
- Pelan-pelan (beberapa jam) 1
3. Waktu serangan - Bekerja (aktivitas)
- Istirahat/duduk/tidur
- Bangun tidur
6,5
1
1
4. Sakit kepala waktu
serangan
- Sangat hebat
- Hebat
- Ringan
- Tidak ada
10
7,5
1
0
5. Muntah - Langsung sehabis serangan
- Mendadak (beberapa menit-jam)
- Pelan-pelan (1 hari/ >)
- Tidak ada
10
7,5
1
0
6. Kesadaran - Menurun langsung waktu serangan
- Menurun mendadak (menit-jam)
- Menurun pelan-pelan (1 hari/ >)
- Menurun sementara lalu sadar lagi
- Tidak ada gangguan
10
10
1
1
0
7. Tekanan darah sistolik - Waktu serangan sangat tinggi
(> 200/110)
- Waktu MRS sangat tinggi (> 200/110)
- Waktu serangan tinggi (> 140/100)
- Waktu MRS tinggi (> 140/100)
7,5
7,5
1
1
17
8. Tanda serangan
selaput otak
- Kaku kuduk hebat
- Kaku kuduk ringan
- Kaku kuduk tidak didapatkan
10
5
0
9. Pupil - Isokor
- Anisor
- Pinpoint kanan/kiri
- Midriasis kanan/kiri
- Midriasis dan reaksi lambat
- Kecil dan reaktif
5
10
10
10
10
10
10. Pupil - Perdarahan subhialoid
- Perdarahan retina (flame shped)
- Normal
10
7,5
0
Total skor = 6,5+6,5+7,5+0+0+7,5+0+5+0 = 33 (stroke hemoragik)
VII. DIAGNOSIS
- Diagnosis kerja :
o CVD SH
o Hipertensi grade II, HHD
o Hipokalemia
- Diagnosis neurologi :
o Diagnosis klinis :
Kesan hemiplegia sinistra
Kesan parese N.VII sinistra sentral
Kesan parese N.XII sinistra sentral
o Diagnosis etiologi : perdarahan intraserebral
18
o Diagnosis topis : kortek - sub korteks
VIII. Rencana Tata Laksana
a) Non medika mentosa
Tirah baring dengan elevasi kepala 30o
Mengurangi Aktivitas yang bisa meningkatkan tekanan intrakranial:
batuk, mengedan dll.
Menghindari makanan yang berminyak seperti goreng-gorengan dan
santan
Melakukan fisioterapi baik gerakan pasif maupun aktif
b) Medika mentosa
IVFD NaCl 0,9% 500cc/12 jam
Manitol loading 250 cc dilanjutkan 4 x 125 mg IV
Captopril 3 x 25 mg p.o.
Paracetamol 3 x 500 mg p.o.
Laxadyn syr 1 x IIC p.o.
Ranitidine 2 x 50 mg IV
KSR 3 x 500 cc
IX. Rencana Pemeriksaan
EKG
Echocardiography
Profil lipid
X.Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. STROKE
a. Pengertian Stroke dan Stroke Hemoragik 19
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara
cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi
apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke
dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.
b. Epidemiologi Stroke dan Stroke Hemoragik
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama kecacatan.
Sekitar 0,2 % dari populasi barat yang terkena stroke setiap tahunnya yang sepertiganya
akan meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan hidup dengan kecacatan
dan sepertiganya dapat sembuh kembali seperti semula. Dari keseluruhan data di dunia,
stroke merupakan penyebab kematian mencapai 9 % ( sekitar 4 juta ) dari total kematian
per tahunnya. Selain itu ada sekitar 40 – 80 % akhirnya meninggal pada 30 hari setelah
serangan dan sekitar 50 % meninggal pada 48 jam pertama. Insidens kejadian stroke di
Amerika yaitu 500.000 pertahunnya dimana 10-15 % merupakan stroke hemoragik
khususnya perdarahan intraserebral. Dari 251 penderita stroke, 47% wanita dan 53 % laki-
laki dengan rata-rata umur lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun
dan laki-laki menunjukkan outcome yang buruk.
c. Etiologi Stroke Hemoragik
Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu:
Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
Ruptur kantung aneurisma
Ruptur malformasi arteri dan vena
Trauma (termasuk apopleksi tertunda pasca trauma)
Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi hati,
komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan
hemophilia.
Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
Septik embolisme, myotik aneurisma
Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
Amiloidosis arteri
Obat vasipresor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral dan
acute necroting haemorrhagic encephalitis
20
d. Faktor Resiko Stroke Hemoragik
Faktor yang berperan dalam meningkatkan resiko terjadinya stroke hemoragik
dijelaskan dalam tabel berikut :
Faktor Resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke. Sekitar
30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada mereka yang
65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di
atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini berlaku
untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko perdarahan,
atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya, risiko stroke pada
tingkat hipertensi sistolik kurang dengan meningkatnya umur, sehingga
ia menjadi kurang kuat, meskipun masih penting dan bisa diobati, faktor
risiko ini pada orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki
berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum usia
65.
Riwayat
keluarga
Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara kembar
monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-laki dizigotik
yang menunjukkan kecenderungan genetik untuk stroke. Pada 1913
penelitian kohort kelahiran Swedia menunjukkan tiga kali lipat
peningkatan kejadian stroke pada laki-laki yang ibu kandungnya
meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan laki-laki tanpa riwayat
ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga tampaknya berperan
dalam kematian stroke antara populasi Kaukasia kelas menengah atas di
California.
Diabetes
mellitus
Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes
meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat hingga
tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes. Diabetes dapat
mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia serebral melalui
percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang besar, seperti arteri
koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal pada mikrosirkulasi
serebral.
Penyakit Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih dari
21
jantung dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang fungsi
jantungnya normal.
Penyakit Arteri koroner :
Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular
aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural karena
miocard infarction.
Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :
Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke sebesar 17
kali.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti
prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium,
aneurisma septum atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari
ascending aorta.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi, menunjukkan
bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan risiko stroke untuk
segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan jumlah batang
rokok yang dihisap, dan penghentian merokok mengurangi risiko,
dengan resiko kembali seperti bukan perokok dalam masa lima tahun
setelah penghentian.
Peningkatan
hematokrit
Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit
melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah dari
isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan penting.
Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia, hyperfibrinogenemia,
atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan gejala umum, seperti sakit
kepala, kelesuan, tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan
oklusi vena retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi
22
trombosit akibat trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan
subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi.
Peningkatan
tingkat
fibrinogen
dan kelainan
system
pembekuan
Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke
trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat, seperti
antitrombin III dan kekurangan protein C serta protein S dan
berhubungan dengan vena thrombotic.
Penyalahguna
an obat
Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk
methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain. Amfetamin
menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang dapat mengakibatkan
pendarahan petechial menyebar, atau fokus bidang iskemia dan infark.
Heroin dapat timbulkan sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan
alergi . Perdarahan subarachnoid dan difarction otak telah dilaporkan
setelah penggunaan kokain.
Hiperlipidemi
a
Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan
penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke kurang
jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor risiko
untuk aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun.
Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan bertambahnya usia.
Kolesterol berkaitan dengan perdarahan intraserebral atau perdarahan
subarachnoid. Tidak ada hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol
dan infark lakunar.
Kontrasepsi
oral
Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke pada
wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan masalah ini,
tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat
pada wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkat
koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang produksi protein liver, atau
jarang penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid
dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa muda.
Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke termasuk efek
pada darah tekanan, platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel
darah merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati,
23
aritmia, dan perubahan di darah aliran otak dan autoregulasi.
Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas telah
secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh adanya
hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari 30% di atas rata-
rata kontributor independen ke-atherosklerotik infark otak berikutnya.
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui
pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah.
Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat menyebabkan arteritis
otak dan infark.
Sirkadian dan
faktor musim
Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi dan siang
hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa perubahan diurnal
fungsi platelet dan fibrinosis mungkin relevan untuk stroke. Hubungan
antara variasi iklim musiman dan stroke iskemik telah didalihkan.
Peningkatan dalam arahan untuk infark otak diamati di Iowa. Suhu
lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi negatif dengan kejadian
cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman telah berhubungan
dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam usia 40-64 tahun pada
penderita yang nonhipertensif, dan pada orang dengan kolesterol serum
bawah 160mg/dL.
e. Patogenesis Stroke Hemoragik
24
Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis
melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau
amfetamin dapat menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi sangat
tinggi. Pada beberapa orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut amiloid
terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid) melemahkan
arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.
Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat lahir, luka,
tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan
penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Pendarahan gangguan dan
penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari perdarahan intraserebral.
Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun, perdarahan karena
cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap sebagai stroke.
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan yaitu, ketika
perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh.
Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di
sebuah arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah
dari dinding arteri itu.
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul pada saat
kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun
25
dimana tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan
subaraknoid adalah hasil dari aneurisma kongenital.
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari pecahnya
koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau di sekitar
otak. Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya
hanya diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah
pada katup jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang
memasok otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. arteri kemudian dapat
melemah dan pecah.
f. Patofisiologi Stroke Hemoragik
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu
15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh
menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas
(stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang
disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan
pembuluh darah di sekitarnya.
26
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen
pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada
kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan
inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan
oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah
tersebut.
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan
otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan
girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular,
hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial,
apraksia, dan hemineglect.
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik
kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum
anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu.
Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena
kerusakan dari sistem limbik.
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial
dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori.
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang
disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat,
ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus
(hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di
talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik.
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan otot-
otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan
infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang
ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan:
Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular).
Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia
(traktus piramidal).
Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah
ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus
spinotalamikus).
Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus),
singultus (formasio retikularis).
27
Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan
persarafan simpatis).
Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf
hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf
okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran
tetap dipertahankan).
g. Gejala Klinis Stroke Hemoragik
Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan perdarahan
intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik, hipertensi
biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih umum pada stroke
hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal ini disebabkan
peningkatan tekanan intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat adanya darah dalam
ventrikel.
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang terlibat. Jika
belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri dari hemiparesis
kanan, kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan preferensi, bidang visual kana
terpotong, dan aphasia mungkin terjadi. Jika belahan nondominant (biasanya kanan)
terlibat, sebuah sindrom hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke
kanan, dan memotong bidang visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat
mengakibatkan pengabaian dan kekurangan perhatian pada sisi kiri.
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan kompresi
batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat kesadaran, apnea,
dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau batang otak antara lain:
ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah, hemiparesis atau
quadriparesis, hemisensori atau kehilangan sensori dari semua empat anggota, gerakan
mata yang mengakibatkan kelainan diplopia atau nistagmus, kelemahan orofaringeal atau
disfagia, wajah ipsilateral dan kontralateral tubuh.
Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah
penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun,
pada orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak
menggambarkan perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa
28
gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya
mempengaruhi satu sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi
bingung. Visi dapat terganggu atau hilang. Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda
atau menjadi lumpuh. Mual, muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan
dapat terjadi dalam beberapa detik untuk menit.
Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan
pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang
menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:
Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang disebut
sakit kepala halilintar)
Sakit pada mata atau daerah fasial
Penglihatan ganda
Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya aneurisma.
Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan
mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan kehilangan
kesadaran singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum
mencapai rumah sakit. Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan
sebagian lainnya bangun, merasa bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau
bahkan menit, penderita mungkin menjadi tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan.
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi lapisan
jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala terus,
sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang.
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan
kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut:
Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa menit
atau jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama. Sebuah
perdarahan subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya, seperti:
29
Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid dapat
membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan serebrospinal) dari
pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya, darah terakumulasi dalam otak,
peningkatan tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan
gejala seperti sakit kepala, mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah
dan dapat meningkatkan risiko koma dan kematian.
Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat
kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian, jaringan otak tidak
mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati, seperti pada stroke iskemik.
Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip dengan stroke iskemik, seperti kelemahan
atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau
memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu.
Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam seminggu.
h. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik
Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien.
Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain: hemiparesis,
gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia. Vertigo,
afasia, disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang keseluruhannya
terjadi secara mendadak.
Stroke non hemoragik Stroke hemoragik
1. Onset mendadak 1. Onset mendadak
2. Pada waktu istirahat 2. Pada waktu beraktivitas
3. Tanda-tanda TIK meningkat (-) 3. Tanda-tanda TIK meningkat (+) :
Sakit kepala hebat, muntah proyektil, kesadaran
menurun
4. Funduskopi : papil edema (-) 4. Papil edema (+)
5. Rangsang meningeal (-) 5. Rangsang meningeal (+) pada perdarahan
subarakhnoid
6. Lumbal punksi :
- Warna : Jernih
- Tekanan : Normal
- Eritrosit : < 300/mm3
6. Lumbal punksi :
- Warna : Merah
- Tekanan : Meningkat
- Eritrosit : >1000/mm3
7. CT 7. CT Scan : hiperdens
30
Scan : hipodens
Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian berdasarkan
Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan prognosis pada pasien
stroke dengan perdarahan intraserebral.
Khusus untuk manifestasi perdarahan subaraknoid, pada banyak studi mengenai
perdarahan subaraknoid ini dipakai sistem skoring untuk menentukan berat tidaknya keadaan
perdarahan subaraknoid ini dan dihubungkan dengan keluaran pasien. [10]
Sistem grading yang dipakai antara lain :
Hunt & Hess Grading of Sub-Arachnoid Hemorrhage
Grade Kriteria
I Asimptomatik atau minimal sakit keoala atau leher kaku
II Sakit kepala sedang hingga berat, kaku kuduk, tidak ada defisit
neurologis
III Mengantuk, kebingungan, atau gejala fokal ringan
IV Stupor, hemiparese sedang hingga berat, kadang ada gejala deselerasi
awal
V Koma
31
WFNS SAH grade
WFNS grade GCS Score Major facal deficit
01 15 -2 13-14 -3 13-14 +4 7-12 + or -5 3-6 + or -
Sistem skoring pada no 1 dan 2 dipakai pada kasus SAH primer akibat rupturnya
aneurisma.
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan
menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita
stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah, kadar elektrolit, dan
kadar serum glukosa.
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah
langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan.
Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta dapat menidentifikasi
komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak, dan hidrosefalus. Baik CT non
kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang dapat digunakan.
CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari
stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari patologi intrakranial
lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter
lebih dari 1 cm.
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa diandalkan
daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi malformasi vaskular
yang mendasari atau lesi yang menyebabkan perdarahan.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG) untuk
memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia miokard memiliki
kejadian signifikan dengan stroke.
Oleh karena tidak seluruh Rumah Sakit memiliki alat-alat di atas, maka untuk
memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain, misalnya sistem skoring yaitu
sistem yang berdasarkan gejala klinis yang ada pada saat pasien masuk Rumah Sakit. Sistem
skoring yang sering digunakan antara lain:
32
Siriraj Hospital Score
Stroke menurut Gadjah Mada
33
(2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x tekanan darah diastolik) – (3 x atheroma) – 12.
Kesadaran:
Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2
Muntah: tidak = 0 ; ya = 1
Sakit kepala dalam 2 jam: tidak = 0 ; ya = 1
Tanda-tanda ateroma: tidak ada = 0 ; 1 atau lebih tanda ateroma = 1
(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten)
Pembacaan:
Skor > 1 : Perdarahan otak
< -1: Infark otak
Sensivitas : Untuk perdarahan: 89.3%.
Untuk infark: 93.2%.
Ketepatan diagnostic : 90.3%.
Penderita stroke akut
Penurunan kesadaranNyeri kepala Refleks babinski
Ketiganya atau 2 dari ketiganya ada (+)
Stroke perdarahan intraserebral
Tidak
Penurunan kesadaran (+)Nyeri kepala (-)Refleks babinski (-)
Tidak
Penurunan kesadaran (-)Nyeri kepala (-)Refleks babinski (-)
Stroke perdarahan intraserebral
Stroke iskemik akut atau stroke infark
Ya
Ya
Ya
Stroke menurut PROF. DR. DJOENAEDI W
2. Tia sebelum
serangan
1
2. Permulaan serangan - Sangat mendadak (1-2 menit)
- Mendadak ( menit – 1 jam)
- Pelan-pelan (beberapa jam)
6,5
6,5
1
3. Waktu serangan - Bekerja (aktivitas)
- Istirahat/duduk/tidur
- Bangun tidur
6,5
1
1
4. Sakit kepala waktu
serangan
- Sangat hebat
- Hebat
- Ringan
- Tidak ada
10
7,5
1
0
5. Muntah - Langsung sehabis serangan 10
34
- Mendadak (beberapa menit-jam)
- Pelan-pelan (1 hari/ >)
- Tidak ada
7,5
1
0
6. Kesadaran - Menurun langsung waktu serangan
- Menurun mendadak (menit-jam)
- Menurun pelan-pelan (1 hari/ >)
- Menurun sementara lalu sadar lagi
- Tidak ada gangguan
10
10
1
1
0
7. Tekanan darah sistolik - Waktu serangan sangat tinggi
(> 200/110)
- Waktu MRS sangat tinggi (> 200/110)
- Waktu serangan tinggi (> 140/100)
- Waktu MRS tinggi (> 140/100)
7,5
7,5
1
1
8. Tanda serangan
selaput otak
- Kaku kuduk hebat
- Kaku kuduk ringan
- Kaku kuduk tidak didapatkan
10
5
0
9. Pupil - Isokor
- Anisor
- Pinpoint kanan/kiri
- Midriasis kanan/kiri
- Midriasis dan reaksi lambat
- Kecil dan reaktif
5
10
10
10
10
10
35
10. Pupil - Perdarahan subhialoid
- Perdarahan retina (flame shped)
- Normal
10
7,5
0
Ketepatan score ini : 87,5%
Stroke hemoragik : 91,3%
Stroke non hemoragik : 82,4%
Total score : ≥ 20 stroke hemoragik
: ≤20 : stroke non hemoragik
i. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik
Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
2. Terapi umum (suportif)
a.stabilisai jalan napas dan pernapasan
b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi
c.pemeriksaan awal fisik umum
d. pengendalian peninggian TIK
e.penanganan transformasi hemoragik
f. pengendalian kejang
g. pengendalian suhu tubuh
h. pemeriksaan penunjang
Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Terapi medik pada PIS akut:
a. Terapi hemostatik
Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat haemostasis
yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten terhadap pengobatan faktor
VIII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi
yang normal.
Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan.
36
Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-significant,
tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam.
b. Reversal of anticoagulation
Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh frozen
plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K dependent
coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan
FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan
ginjal.
Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90µg/kg pada pasien PIS yang memakai
warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus
tetap diikuti dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K karena efeknya
hanya beberapa jam.
Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight heparin
diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau adanya
gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi
platelet, atau keduanya.
Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian obat
dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap
kontroversial.
Tidak dioperasi bila:
Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal.
Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan
intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.
Dioperasi bila:
Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau
kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus
secepatnya dibedah.
PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma
cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi
strukturnya terjangkau.
Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.
37
Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda
dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.
Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid
1. Pedoman Tatalaksana
a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):
Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk untuk upaya
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan dengan
lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit.
Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-kelainan
neurologi yang timbul.
b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih intensif:
Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang gawat
darurat.
Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas
yang adekuat.
Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan penilaian
status neurologi.
2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA
a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi saja tidak
direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah terjadi PSA, namun
kedua hal tersebut sering dipakai dalam pengobatan pasien dengan PSA.
b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan pada
keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya
vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada operasi yang ditunda.
c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.
d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.
3. Operasi pada aneurisma yang rupture
a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan ulang setelah
rupture aneurisma pada PSA.
38
b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah PSA,
banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir tidak berbeda
dengan operasi yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan pada pasien dengan
grade yang lebih baik serta lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan klinis
lain, operasi yang segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi klinik
khusus.
c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi untuk
perdarahan ulang.
4. Tatalaksana pencegahan vasospasme
a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau secara
oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti
memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. Calcium antagonist
lainnya yang diberikan secara oral atau intravena tidak bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu
hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan mempertahankan “cerebral
perfusion pressure” sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat
vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien
yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping.
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu bermakna.
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien-
pasien yang gagal dengan terapi konvensional.
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
Pencegahan vasospasme:
Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
Jaga keseimbangan cairan.
Delayed vasospasm:
Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure 12-14
mmHg.
Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
Berikan Dobutamine 2-15 µg/kg/menit.
5. Antifibrinolitik
39
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang sering dipakai
adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid dengan dosis 6-
12 g/hari.
6. Antihipertensi
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik
(TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum
tindakan operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih dari
90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai
mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200 mcg/kg/menit.
Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan
memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang
mungkin terjadi akibat vasospasme.
7. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu diberikan
NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam dan
tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg
dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena
menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan
hiponatremi.
8. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan tidak
direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien yang mungkin
timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri media,
kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko perdarahan ulang yang
disebabkan kejang, diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis.
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis
100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis
terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang.
40
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang
tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai
faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada arteri
serebri media.
9. Hidrosefalus
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau drainase
eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi perdarahan ulang
dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara temporer
atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.
10. Terapi Tambahan
a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular. Mencegah
trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic compression
devices.
b. Analgesik:
Asetaminofen ½-1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
Tylanol dengan kodein.
Hindari asetosal.
Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.
Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.
Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.
Propofol 3-10 mg/kg/jam.
Cegah terjadinya “stress ulcer” dengan memberikan:
Antagonis H2
Antasida
Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.
Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari.
Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.
41
j. Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan
deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi
neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering
deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada,
25% akan mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke
dapat muncul. Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah
penyebab utama dari disabilitas permanen.
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta
ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan
prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume
darah yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan
outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya
darah dalam ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang
menggunakan antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga
memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.
k. Pencegahan Stroke Hemoragik
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan
mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok
risiko tinggi yang belum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat
dilakukan adalah :
Mengatur pola makan yang sehat
Melakukan olah raga yang teratur
Menghentikan rokok
Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
Memelihara berat badan yang layak
Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
42
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat
dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan
sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Anatomi, Fisiologi, Tanda,
Gejala. Edisi 4. Jakarta: EGC, 2010. Hal: 358-370.
2. Brunton, LL. Goodman and Gilman’s Pharmacology. Boston: McGraw-Hill. 2006.
3. Current Diagnosis & Treatment in Family Medicine.
4. Ginsberg, L. 2008. Lecture Notes: Neurologi. Edisi-8. Erlangga Medical Series.
Jakarta. 74-75
5. Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
6. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia.Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.
7. Lumbantombing, SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2004
43
8. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2004. hal 303-
20 & 374-75.
9. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6.EGC,
Jakarta. 2006
10. Ropper AH, Brown RH. Adams dan Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8. BAB 4.
Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill:
New York.2005
11. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003
12. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York.
Thieme Stuttgart. 2000.
13. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.
44