case anestesi

Upload: nurdianah-atikah-siregar

Post on 06-Mar-2016

38 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

obat-obatan anestesi

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthtos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846 yang artinya tidak ada rasa sakit.1 Anestesi menurut arti kata adalah hilangnya kesadaran rasa sakit, namun obat anestasi umum tidak hanya menghilangkan rasa sakit akan tetapi juga menghilangkan kesadaran. Pada operasi-operasi daerah tertentu seperti operasi pada bagian perut, maka selain hilangnya rasa sakit dan kesadaran, dibutuhkan juga relaksasi otot yang optimal agar operasi dapat berjalan dengan lancar.2Obat anestesi yang baik harus memenuhi trias anestesi yaitu, efek hipnotik, efek analgesia dan efek relaksasi otot. Akan tetapi, dari berbagai obat anestesi hanya eter yang memiliki trias anestesia. Oleh karena itu anestesi modern saat ini menggunakan obat-obat selain eter, maka anestesi diperoleh dengan menggabungkan berbagai macam obat.2 Obat anestesi dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu anestesi lokal yang merupakan penghilang rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran dan anestesi umum sebagai penghilang rasa sakit yang disertai hilangnya kesadaran. Semua zat anestesi umum menghambat susunan saraf secara bertahap, mula-mula fungsi yang kompleks akan dihambat dan yang paling akhir adalah medula oblongata yang mengandung pusat vasomotor dan pusat pernafasan yang vital. Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter menjadi 4 stadium, yaitu stadium analgesia, stadium delirium, stadium pembedahan dan stadium paralisis medulla.1Obat anestetik lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Obat ini bekerja pada setiap bagian saraf. Pemberian anestetik lokal pada kulit akan menghambat transmisi impuls sensorik, sebaliknya pemberian anestetik lokal pada batang saraf menyebabkan paralisis sensorik dan motorik di daerah yang dipersarafinya. Mekanisme kerja anestetik lokal adalah mencegah konduksi dan timbulnya impuls saraf. Tempat kerjanya terutama di membran sel.1Prinsip dasar farmakologi obat anestetik, meliputi transfer membran, absorbsi, metabolisme, distribusi dan eliminasi obat. Pada anestetik lokal, peristiwa farmakologik ini lebih sederhana tanpa mempengaruhi pusat kesadaran di SSP.1Kepentingan utama farmakologi anestetik secara klinis adalah dalam menentukan dosis yang optimal untuk suatu obat, dimana dalam selang dosis tersebut obat akan mempunyai efek terapi tanpa menimbulkan efek toksik. Seberapa besar jumlah yang diperlukan ditentukan dengan menentukan tingkat konsentrasi minimal yang dapat menimbulkan efek separuh dari efek terapi yang diharapkan, dan tingkat konsentrasi maksimal yang umumnya ditentukan pada jumlah konsentrasi obat.3BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Anestesi Inhalasi

Obat anestesia inhalasi adalah obat anestesia yang berupa gas atau cairan mudah menguap, yang diberikan melalui pernafasan pasien. Campuran gas atau uap obat anestesia dan oksigen masuk mengikuti udara inspirasi, mengisi seluruh rongga paru, selanjutnya mengalami difusi dari alveoli ke kapiler sesuai dengan sifat fisik masing-masing gas.2Anestesi inhalasi adalah obat yang paling sering digunakan pada anestesia umum. Penambahan sekurang-kurangnya 1% anestetik volatil pada oksigen inspirasi dapat menyebabkan keadaan tidak sadar dan amnesia, yang merupakan hal yang penting dari anestesia umum. Bila ditambahkan obat intravena seperti opioid atau benzodiazepin, serta menggunakan teknik yang baik, akan menghasilkan keadaan sedasi/hipnosis dan analgesi yang lebih dalam.

Obat anestesi inhalasi biasanya dipakai untuk pemeliharaan pada anestesi umum, akan tetapi juga dapat dipakai sebagai induksi, terutama pada pasien anak-anak. Gas anestesi inhalasi yang banyak dipakai adalah isofluran dan dua gas baru lainnya yaitu sevofluran dan desfluran. sedangkan pada anak-anak, halotan dan sevofluran paling sering dipakai. Walaupun dari obat-obat ini memiliki efek yang sama (sebagai contoh : penurunan tekanan darah tergantung dosis), namun setiap gas ini memiliki efek yang unik, yang menjadi pertimbangan bagi para klinisi untuk memilih obat mana yang akan dipakai. Perbedaan ini harus disesuaikan dengan kesehatan pasien dan efek yang direncanakan sesuai dengan prosedur bedah. 2EterEter merupakan obat anestesi inhalasi yang orisinal dibuat oleh Valerius Cardus pada tahun 1540, dengan memanaskan etil alkohol dengan asam sulfur dibawah suhu 130C. Eter tidak berwarna , mudah menguap, dan berbau khas.Secara farmakologi klinis, eter mempengaruhi sejumlah fungsi sistem organ tubuh. Eter mampu meningkatkan denyut nadi, merangsang simpatis, dan mendepresi vagal. Aritmia jarang terjadi. Frekuensi napas bertambah pada permulaan anestesi, dan kemudian melambat. Sekresi saluran napas meningkat. Tekanan intrakranial juga meningkat akibat dilatasi pembuluh darah otak.4Halotan

Halotan merupakan anestetik umum inhalasi dengan nama IUPAC 2-bromo-2-kloro-1,1,1-trifluoroetan. Halotan merupakan satu dari dua agen anestetik inhalasi yang terdaftar dalam formulasi WHO 2004 untuk anestesi induksi dan pemeliharaan, selain eter. Perbedaannya adalah, halotan merupakan agen anestetik yang bersifat terfluorinasi.2Penggunaan halotan perlu mempertimbangkan fisiologis hepar, karena halotan secara bermakna dapat memicu hepatitis fulminan. Halotan juga bersifat mendepresi miokardial sehingga menyebabkan bradikardi dan hipotensi. Peningkatan sensitivitas terhadap katekolamin mampu menyebabkan aritmia jantung. Efek samping lainnya adalah PONVS (Postoperative nausea, vomiting, and Shivering), peningkatan tekanan intrakrnial, penurunan aliran darah renal dan GFR, hipertermia. 4Enfluran

Enfluran merupakan eter terhalogenasi yang telah digunakan sebagai anestesi inhalasi sejak dikembangkan tahun 1963. Enfluran berbentuk cair pada suhu kamar, mudah menguap dan berbau enak. Enfluran merupakan anestesi poten, mendepresi SSP dan menimbulkan efek hipnotik. Pada anestesi yang dalam dapat menimbulkan penurunan tekanan darah disebabkan depresi pada miokard. Selain itu, enfluran juga mendepresi napas dengan menurunkan volume tidal. Pada otot, terjadi efek relaksasi sedang dan efek ini meningkatkan kinerja obat-obat relaksan otot.Desfluran

Desfluran (2,2,2-trifluoro-1-fluoroetil-difluorometil eter) merupakan etil metil eter berfluorinasi yang digunakan sebagai agen pemelihara anestesi umum. Bersama dengan sevofluran, penggunaannya mulai menggantikan isofluran, meskipun harganya lebih mahal. Desfluran memiliki onset kerja yang sangat singkat dan kelarutan dalam darahnya sangat rendah.1Isofluran

Seperti anestesi inhalasi yang lain, isofluran juga mendepresi napas.Volume tidal dan frekuensi napas dapat menurun menimbulkan dilatasi bronkus, sehingga baik untuk kasus penyakit paru obstruksi menahun.4Depresi terhadap jantung minimal dibandingkan enfluran dan halotan. Pada beberapa kasus dapat menyebabkan takikardi. Isofluran memiliki efek relaksasi otot yang baik dan berpotensiasi dengan obat relaksan otot, namun tidak terlalu merelaksasi otot uterus pada kasus obstetri.4Berbeda dengan enfluran, obat ini tidak menimbulkan perubahan gambaran epileptiform pada EEG, serta tidak begitu mempengaruhi aliran darah otak. Metabolisme yang minimal menyebabkan obat ini aman bagi fungsi hepar dan ginjal.4Sevofluran

Penggunaan sevofluran dapat diberikan bersama oksigen dan N2O. Onset kerja obat sangat cepat, dan konsentrasinya dalam darah relatif rendah.4Sevofluran dapat membentuk 2 senyawa hasil degradasi selama anestesi dilakukan, yaitu senyawa A dan senyawa B, yang pembentukannya akan meningkat terutama bila suhu terlalu tinggi atau sodalime telah rusak. Senyawa A dapat menyebabkan nekrosis renal pada tikus, sedangkan pada manusia, derajat kerusakan jaringan ginjal masih sedang dalam penelitian. Dengan memperhatikan hal ini, sevofluran dianjurkan diberikan dengan minimum aliran gas 2 liter/menit, karena aliran yang rendah akan memicu peningkatan temperatur sodalime.2Nitrous Oksida

Nitrous oksida merupakan gas inhalan yang digunakan sebagai agen pemelihara anestesi umum. Penggunaan nitrous oksida bersama dengan oksigen atau udara. Efek anestesi nitrous oksida menurun bila digunakan secara tunggal, sehingga perlu pula penambahan agen anstetik lainnya dengan dosis rendah. Nitrous oksida memiliki efek analgetik yang baik. N2O nerupakan zat anestesi lemah, menimbulkan efek analgesia dan hipnotik lemah. Efek kardiovaskular minimal, sehingga perubahan pada frekuensi jantung, irama dan curah jantung maupun EKG juga minimal. Pernapasan tidak banyak dipengaruhi. Depresi napas terjadi pada pemakaian N2O tanpa oksigen. Sensitivitas laring dan trakea terhadap manipulasi menurun.32.2.Anestetik Intravena

Obat anestesi intravena adalah obat anestesi yang diberikan melalui jalur intravena, baik obat yang berkhasiat hipnotik atau analgetik maupun pelumpuh otot. Setelah berada didalam pembuluh darah vena, obat-obat ini akan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi umum, selanjutnya akan menuju target organ masing-masing dan akhirnya diekskresikan sesuai dengan farmakodinamiknya masing-masing.5Propofol

Penggunaan propofol 1,5 2,5 mg/kgBB (atau setara dengan thiopental 4-5 mg/kgBB atau methohexital 1,5 mg/kgBB) dengan penyuntikan cepat (< 15 detik) menimbulkan turunnya kesadaran dalam waktu 30 detik. Propofol lebih cepat dan sempurna mengembalikan kesadaran dibandingkan obat anestesia lain yang disuntikan secara cepat. Selain cepat mengembalikan kesadaran, propofol memberikan gejala sisa yang minimal pada SSP. Nyeri pada tempat suntikan lebih sering apabila obat disuntikan pada pembuluh darah vena yang kecil. Propofol menjadi pilihan obat induksi terutama karena cepat dan efek mengembalikan kesadaran yang komplit. Infus intravena propofol dengan atau tanpa obat anestesia lain menjadi metode yang sering digunakan sebagai sedasi atau sebagai bagian penyeimbang atau anestesi total iv. Penggunaan propofol melalui infus secara terus menerus sering digunakan di ruang ICU. 1Ditemukan bradikardia dan asistol setelah pemberian propofol telah pada pasien dewasa sehat sebagai propilaksis antikolinergik. Risiko bradycardia-related death selama anestesia propofol sebesar 1,4 / 100.000. Bentuk bradikardi yang parah dan fatal pada anak di ICU ditemukan pada pemberian sedasi propofol yang lama. Anestesi propofol dibandingkan anestesi lain meningkatkan refleks okulokardiak pada pembedahan strabismus anak selama pemberian antikolonergik.Pada Hepar dan ginjal, propofol tidak menggangu fungsi hepar dan ginjal yang dinilai dari enzim transamin hati dan konsentrasi kreatinin. Infus propofol yang lama menimbulkan luka pada sel hepar akibat asidosis laktat, bradidisritmia, dan rhabdomyolisis. Infus propifol yang lama menyebabkan urin yang berwarna kehijauan akibat adanya rantai phenol. Namun perubahan warna urin ini tidak mengganggu fungsi ginjal. Namun ekskresi asam urat meningkat pada pasien yang mendapat propofol yang ditandai dengan urin yang keruh, terdapat kristal asam urat, pH dan suhu urin yang rendah. BarbituratBarbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai hipnotik dan sedatif. Namun sekarang, kecuali untuk beberapa penggunaan yang spesifik, barbiturat telah banyak digantikan dengan benzodiazepine yang lebih aman, pengecualian fenobarbital, yang memiliki anti konvulsi yang masih banyak digunakan. Efek utama barbiturat ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai dari sedasi, hipnosis, koma sampai dengan kematian. Efek antiansietas barbiturat berhubungan dengan tingkat sedasi yang dihasilkan. Efek hipnotik barbiturat dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu. Efek anastesi umumnya diperlihatkan oleh golongan tiobarbital dan beberapa oksibarbital untuk anastesi umum. Untuk efek antikonvulsi umumnya diberikan oleh berbiturat yang mengandung substitusi 5-fenil misalnya fenobarbital.6Benzodiazepin

Benzodiazepin adalah obat yang memiliki lima efek farmakologi sekaligus, yaitu anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui medula spinalis, dan amnesia retrograde. Benzodiazepine banyak digunakan dalam praktik klinik. Keunggulan benzodiazepine dari barbiturate yaitu rendahnya tingkat toleransi obat, potensi penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang lebar, rendahnya toleransi obat dan tidak menginduksi enzim mikrosom di hati. Benzodiazepin telah banyak digunakan sebagai pengganti barbiturat sebagai premedikasi dan menimbulkan sedasi pada pasien dalam monitorng anestesi. Dalam masa perioperatif, midazolam telah menggantikan penggunaan diazepam. Selain itu, benzodiazepine memiliki antagonis khusus yaitu flumazenil.7Kelelahan dan mengantuk adalah efek samping yang biasa pada penggunaan lama benzodiazepine. Sedasi akan menggangu aktivitas setidaknya selama 2 minggu. Penggunaan yang lama benzodiazepine tidak akan mengganggu tekanan darah, denyut jantung, ritme jantung dan ventilasi. Namun penggunaannya sebaiknya hati-hati pada pasien dengan penyakit paru kronis. 1 Ketamin

Ketamin mempuyai efek analgesi yang kuat sekali akan tetapi efek hipnotiknya kurang (tidur ringan) yang disertai penerimaan keadaan lingkungan yang salah (anestesi disosiasi).8Ketamin merupakan zat anestesi dengan aksi satu arah yang berarti efek analgesinya akan hilang bila obat itu telah didetoksikasi/dieksresi, dengan demikian pemakaian lama harus dihindarkan. Anestetik ini adalah suatu derivat dari pencyclidin suatu obat anti psikosa. Induksi ketamin pada prinsipnya sama dengan tiopental. Namun penampakan pasien pada saat tidak sadar berbeda dengan bila menggunakan barbiturat. Pasien tidak tampak tidur. Mata mungkin tetap terbuka tetapi tidak menjawab bila diajak bicara dan tidak ada respon terhadap rangsangan nyeri. Tonus otot rahang biasanya baik setelah pemberian ketamin. Demikian juga reflek batuk. Untuk prosedur yang singkat ketamin dapat diberikan secara iv/im setiap beberapa menit untuk mencegah rasa sakit.8Ketamin adalah obat yang memiliki efek analgesia pada pemberian dengan dosis subanestesia dan menimbulkan induksi pada pemberian intravena dan dosis yang lebih besar. Ketamin juga memiliki efek menurunkan refleks batuk, laringospasm yang disebabkan ketamine induced salivary secretions. Glycopyrrolatr lebih disukai daripada atropin dan scopolamin karena dapat melewati sawar darah otak dan meningkatkan insiden delirium emergensi. 9Intensitas analgesia pada dosis subanestesia yakni 0,2 0,5 mg/kgBB secara intravena. Konsentrasi plasma ketamin memiliki efek analgesia lebih rendah dari pada pemakaian secara oral daripada intramuskular yang dinilai dari konsentrasi norketamin akibat metabolisme awal di hati yang terjadi pada pemakaian secara oral. Efek analgesia ini lebih nyata pada nyeri somatik dibandingkan nyeri viseral. Efek ketamin ini disebabkan aktifitasnya pada talamus dan sistem limbik yang bertanggung jawab terhadap interpretasi nyeri. Dosis yang lebih rendah dapat juga digunakan sebagai tambahan analgesia opioid.Induksi ketamin didapatkan dari pemakaian ketamin 1-2 mg/kgBB secara intravena dan 4-8 mg/kgBB pada pemakaian secara intramuskular. Suntikan ketamin tidak menimbulkan nyeri dan iritasi pada vena. Dosis yang lebih besar meningkatkan metabolisme katamin. Kesadaran hilang 30-60 detik setelah pemakaian secara intravena dan 2-4 menit pemakaian secara intramuskular. Penurunan kesadaran sebading atau berbeda sedikit terhadap penurunan refleks faring dan laring. Pengembalian kesadaran terjadi 10-20 menit seletal dosis induksi ketamin, namun orientasi kembali sepenuh nya setelah 60-90 menit. Amnesia terjadi pada menit ke 60- 90 setelah pemulihan kesadaran namun ketamin tidak menimbulkan amnesia retrograde.2.3.Obat Anestesi Lokal

Anestetik lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila digunakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Anestetik lokal bekerja pada tiap bagian susunan saraf.5Anestetik lokal bekerja merintangi secara bolak-balik penerusan impuls-impuls saraf ke Susunan Saraf Pusat (SSP) dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal, rasa panas atau rasa dingin. Anestetik lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf. Tempat kerjanya terutama di mukosa. Disamping itu, anestesia lokal mengganggu fungsi semua organ dimana terjadi konduksi/transmisi dari beberapa impuls. Artinya, anestesi lokal mempunyai efek yang penting terhadap SSP, ganglia otonom, cabang-cabang neuromuskular dan semua jaringan otot.6Anestesi lokal sering kali digunakan secara parenteral (injeksi) pada pembedahan kecil dimana anestesi umum tidak perlu atau tidak diinginkan. Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak digunakan adalah:

Anestesi permukaan.

Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh dokter gigi untuk mencabut geraham atau oleh dokter keluarga untuk pembedahan kecil seperti menjahit luka di kulit. Sediaan ini aman dan pada kadar yang tepat tidak akan mengganggu proses penyembuhan luka.

Anestesi Infiltrasi.

Tujuannya untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi pada atau sekitar jaringan yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya daerah kecil di kulit atau gusi (pada pencabutan gigi).Anestesi Blok

Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untuk tujuan diagnostik dan terapi.Anestesi Spinal

Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari kaki sampai tulang dada hanya dalam beberapa menit. Anestesi spinal ini bermanfaat untuk operasi perut bagian bawah, perineum atau tungkai bawah.Anestesi Epidural

Anestesi epidural (blokade subarakhnoid atau intratekal) disuntikkan di ruang epidural yakni ruang antara kedua selaput keras dari sumsum belakang.

Anestesi Kaudal

Anestesi kaudal adalah bentuk anestesi epidural yang disuntikkan melalui tempat yang berbeda yaitu ke dalam kanalis sakralis melalui hiatus skralis. Efek sampingnya adalah akibat dari efek depresi terhadap SSP dan efek kardiodepresifnya (menekan fungsi jantung) dengan gejala penghambatan penapasan dan sirkulasi darah. Anestesi lokal dapat pula mengakibatkan reaksi hipersensitasi.

Contoh obat-obatan anestesi lokal :

Dibukain2Devirat kuinon ini, merupakan anestetik lokal yang paling kuat, paling toksik dan mempunyai masa kerja panjang. Dibandingkan dengan prokain, dibukain kira-kira 15 kali lebih kuat dan toksik dengan masa kerja 3 kali lebih panjang. Dibukain HCl digunakan untuk anesthesia suntikan pada kadar 0,05-0,1%; untuk anesthesia topical telinga 0,5-2%; dan untuk kulit berupa salep 0.5-1%. Dosis total dibukain pada anesthesia spinal ialah 7,5-10mg.Lidokain2Lidokain (Xilokain) adalah anestetik lokal yang kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian topical dan suntikan. Anestesi terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain. Lidokain merupakan aminoetilamid. Pada larutan 0,5% toksisitasnya sama, tetapi pada larutan 2% lebih toksik daripada prokain.

Larutan lidokain 0,5% digunakan untuk anesthesia infiltrasi, sedangkan larutan 1,0-2% untuk anesthesia blok dan topical. Anesthesia ini efektif bila digunakan tanpa vasokonstriktor, tetapi kecepatan absorbs dan toksisitasnya bertambah dan masa kerjanya lebih pendek. Lidokain merupakan obat terpilih bagi mereka yang hipersensitif terhadap prokain dan juga epinefrin. Lidokain dapat menimbulkan kantuk sediaan berupa larutan 0,5%-5% dengan atau tanpa epinefrin. (1:50.000 sampai 1: 200.000).

Bupivakain (Markain)2Struktur mirip dengan lidokain, kecuali gugus yang mengandung amin dan butyl piperidin. Merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja yang panjang, dengan efek blockade terhadap sensorik lebih besar daripada motorik. Karena efek ini bupivakain lebih popular digunakan untuk memperpanjang analgesia selama persalinan dan masa pascapembedahan. Suatu penelitian menunjukan bahwa bupivakain dapat mengurangi dosis penggunaan morfin dalam mengontrol nyeri pada pasca pembedahan Caesar. Pada dosis efektif yang sebanding, bupivakain lebih kardiotoksik daripada lidokain. Lidokain dan bupivakain, keduanya menghambat saluran Na+ jantung (cardiac Na+ channels) selama sistolik. Namun bupivakain terdisosiasi jauh lebih lambat daripada lidokain selama diastolic, sehingga ada fraksi yang cukup besar tetap terhambat pada akhir diastolik. Manifestasi klinik berupa aritma ventrikuler yang berat dan depresi miokard. Keadaan ini dapat terjadi pada pemberian bupivakain dosis besar. Toksisitas jantung yang disebabkan oleh bupivakain sulit diatasi dan bertambah berat dengan adanya asidosis, hiperkarbia, dan hipoksemia. Ropivakain juga merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja panjang, dengan toksisitas terhadap jantung lebih rendah daripada bupivakain pada dosis efektif yang sebanding, namun sedikit kurang kuat dalam menimbulkan anestesia dibandingkan bupivakain. Larutan bupivakain hidroklorida tersedia dalam konsentrasi 0,25% untuk anestesia infiltrasi dan 0,5% untuk suntikan paravertebral. Tanpa epinefrin, dosis maksimum untuk anesthesia infiltrasi adalah sekitar 2 mg/KgBB.2.4.Analgetik

Obat analgetik adalah obat yang mempunyai efek menghilangkan atau mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran atau fungsi sensorik lainnya. Obat analgesik bekerja dengan meningkatkan ambang nyeri, mempengaruhi emosi (sehingga mempengaruhi persepsi nyeri), menimbulkan sedasi atau sopor (sehingga nilai ambang nyeri naik) atau mengubah persepsi modalitas nyeri. Pada dasarnya obat analgesik dapat digolongkan ke dalam analgesik golongan narkotik dan analgesik golongan non-narkotik. Narkotik adalah bahan atau zat yang punya efek mirip Morfin yang menimbulkan efek narkosis (keadaan seperti tidur). Analgesik opiat adalah obat yang mempunyai efek analgesik kuat tetapi tidak menimbulkan efek narkosis dan adiksi sebagaimana Morfin, maka nama analgesik narkotik kurang tepat.4Definisi nyeri menurut The International Association for the Study of Pain adalah pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang disertai oleh kerusakan jaringan secara potensial dan aktual. Nyeri sering dilukiskan sebagai suatu yang berbahaya (noksius, protofatik) atau yang tidak berbahaya (non-noksius, epikritik) misalnya sentuhan ringan, kehangatan, tekanan ringan.7Mekanisme terjadinya nyeri melewati 4 tahapan yaitu: 7 Transduksi

Kemudian terjadi perubahan patofisiologis karena mediator-mediator nyeri mempengaruhi juga nosiseptor diluar daerah trauma sehingga lingkaran nyerimeluas. Selanjutnya terjadi proses sensitisasi perifer yaitu menurunnya nilai ambang rangsang nosiseptor karena pengaruh mediator-mediator tersebut di atas dan penurunan pH jaringan. Akibatnya nyeri dapat timbul karena rangsang yang sebelumnya tidak menimbulkan nyeri misalnya rabaan. Sensitisasi perifer ini mengakibatkan pula terjadinya sensitisasi sentral yaitu hipereksitabilitas neuron pada korda spinalis, terpengaruhnya neuron simpatis dan perubahan intraseluler yang menyebabkan nyeri dirasakan lebih lama. Rangsangan nyeri diubah menjadi depolarisasi membrane reseptor yang kemudian menjadi impuls syaraf.

Transmisi

Transmisi adalah proses penerusan impuls nyeri dari nosiseptor saraf perifer melewati kornu dorsalis, korda spinalis menuju korteks serebri. Transmisi sepanjang akson berlangsung karena proses polarisasi, sedangkan dari neuron presinaps ke pasca sinaps melewati neurotransmitter.

Modulasi

Modulasi adalah proses pengendalian internal oleh sistem saraf, dapat meningkatkan atau mengurangi penerusan impuls nyeri. Hambatan terjadi melalui sistem analgesia endogen yang melibatkan bermacam-macam neurotansmiter antara lain golongan endorphin yang dikeluarkan oleh sel otak dan neuron di korda spinalis. Impuls ini bermula dari area periaquaductuagrey (PAG) dan menghambat transmisi impuls pre maupun pasca sinaps di tingkat korda spinalis. Modulasi nyeri dapat timbul di nosiseptor perifer medula spinalis atau supraspinalis.

Persepsi

Persepsi adalah hasil rekonstruksi susunan saraf pusat tentang impuls nyeri yang diterima. Rekonstruksi merupakan hasil interaksi sistem saraf sensoris, informasi kognitif (korteks serebri) dan pengalaman emosional (hipokampus dan amigdala). Persepsi menentukan berat ringannya nyeri yang dirasakan.1. Opioid

Opioid ialah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat berikatan dengan reseptor Morfin. Opioid sering digunakan dalam anestesi untuk mengendalikan nyeri saat pembedahan dan nyeri pasca pembedahan. Bahkan terkadang digunakan untuk anestesi narkotik total pada pembedahan jantung. Opium adalah getah candu. Opiat adalah obat yang dibuat dari opium. Analgesik opioid digolongkan dalam 3 kelompok, di antaranya adalah agonis opiat, antagonis opiat dan kombinasi.10Reseptor opioid sebenarnya tersebar luas di seluruh jaringan sistem saraf pusat, tetapi lebih terkonsentrasi di otak tengah yaitu di sistem limbik, thalamus, hipotalamus, korpus striatum, sistem aktivasi retikular dan di korda spinalis yaitu substansia gelatinosa dan dijumpai pula di pleksus saraf usus. Molekul opioid dan polipeptida endogen (metenkefalin, beta-endorfin, dinorfin) berinteraksi dengan reseptor morfin dan menghasilkan efek. Jenis Analgetik OpioidBerdasarkan struktur kimia, analgetik opioid di bedakan menjadi 3 kelompok : 1 Alkaloid opium (natural) : morfin dan kodein Derivate semisintetik : diasetilmorfin (heroin), hidromorfin, oksimorfon, hidrokodon, dan oksikodon. Derifat sintetik

Fenilpiperidine : petidin, fentanil, dan alfentanil.

Benzmorfans : pentazosin, fenazosin dan siklasozin.Morfinans : lavorvanolPropionanilides : metadon

TramadolReseptor Reseptor Opioid1,2Sebagai analgetik, opioid bekerja secara sentral pada reseptor reseptor opioid yang diketahui ada 4 reseptor, yaitu : Reseptor MuMorfin bekerja secara agonis pada reseptor ini. Stimilasi pada reseptor ini akan menimbulkan analgesia, rasa segar, euphoria dan depresi respirasi.

Reseptor KappaStimulasi reseptor ini menimbulkan analgesia, sedasi dan anesthesia. Morfin bekerja pada reseptor ini.

Reseptor SigmaStimulasi reseptor ini menimbulkan perasaan disforia, halusinasi, pupil medriasis, dan stimulasi respirasi.

Reseptor DeltaPada manusia peran reseptor ini belum diketahui dengan jelas. Diduga memperkuat reseptor Mu.

Efek FarmakologiGolongan opioid yang sering digunakan sebagai obat premedikasi pada anestesi adalah : petidin dan morfin. Sedangkan fentanil digunakan sebagai suplemen anesthesia.1Terhadap susunan saraf pusatSebagai analgetik, obat ini bekerja pada thalamus dan substansia gelatinosa medulla spinalis, di samping itu, narkotik juga mempunyai efek sedasi.1,2Terhadap respirasi

Menimbulkan depresi pusat nafas terutama pada bayi dan orang tua. Efek ini semakin manifest pada keadaan umum pasien yang buruk sehingga perlu pertimbangan seksama dalam penggunaanya. Namun demikian efek ini dapat dipulihkan dengan nalorpin atau nalokson.1,2,3Terhadap bronkus, petidin menyebabkan dilatasi bronkus, sedangakan morfin menyebabkan konstriksi akibat pengaruh pelepasan histamine.4Terhadap sirkulasi1Tidak menimbulkan depresi system sirkulasi, sehingga cukup aman diberikan pada semua pasien kecuali bayi dan orang tua.

Pada kehamilan, opiod dapat melewati bairer plasenta sehingga bisa menimbulkan depresi nafas pada bayi baru lahir.Terhadap system lain1Merangsang pusat muntah, menimbulkan spasme spinter kandung empedu sehingga menimbulkan kolik abdomen. Morfin merangsang pelepasa histamine sehingga bisa menimbulkan rasa gatal seluruh tubuh atu minimal pada daerah hidung, sedangkan petidin, pelepasan histaminnya bersifat local ditempat suntikan.

MORFINMeskipun morfin dapat dibuat secara sintetik, tetapi secara komersial lebih mudah dan menguntungkan, yang dibuat dari bahan getah papaver somniferum. Morfin paling mudah larut dalam air dibandingkan golongan opioid lain dan kerja analgesinya cukup panjang (long acting).1,2Efek kerja dari morfin (dan juga opioid pada umumnya) relatife selektif, yakni tidak begitu mempengaharui unsur sensoris lain, yaitu rasa raba, rasa getar (vibrasi), penglihatan dan pendengaran ; bahkan persepsi nyeripun tidak selalu hilang setelah pemberian morfin dosis terapi.2,3Efek analgesi morfin timbul berdasarkan 3 mekanisme ; (1) morfin meninggikan ambang rangsang nyeri ; (2) morfin dapat mempengaharui emosi, artinya morfin dapat mengubah reaksi yang timbul dikorteks serebri pada waktu persepsi nyeri diterima oleh korteks serebri dari thalamus ; (3) morfin memudahkan tidur dan pada waktu tidur ambang rangsang nyeri meningkat.2FarmakodinamikEfek morfin terjadi pada susunan syaraf pusat dan organ yang mengandung otot polos. Efek morfin pada system syaraf pusat mempunyai dua sifat yaitu depresi dan stimulasi. Digolongkan depresi yaitu analgesia, sedasi, perubahan emosi, hipoventilasi alveolar. Stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis, miosis, mual muntah, hiper aktif reflek spinal, konvulsi dan sekresi hormone anti diuretika (ADH).2FarmakokinetikMorfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit yang luka. Morfin juga dapat mmenembus mukosa. Morfin dapat diabsorsi usus, tetapi efek analgesik setelah pemberian oral jauh lebih rendah daripada efek analgesik yang timbul setelah pemberian parenteral dengan dosis yang sama. Morfin dapat melewati sawar uri dan mempengaharui janin. Ekresi morfin terutama melalui ginjal. Sebagian kecil morfin bebas ditemukan dalam tinja dan keringat.2IndikasiMorfin dan opioid lain terutama diidentifikasikan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid. Lebih hebat nyerinya makin besar dosis yang diperlukan. Morfin sering diperlukan untuk nyeri yang menyertai ; (1) Infark miokard ; (2) Neoplasma ; (3) Kolik renal atau kolik empedu ; (4) Oklusi akut pembuluh darah perifer, pulmonal atau koroner ; (5) Perikarditis akut, pleuritis dan pneumotorak spontan ; (6) Nyeri akibat trauma misalnya luka bakar, fraktur dan nyeri pasca bedah.3Efek sampingEfek samping morfin (dan derivat opioid pada umumnya) meliputi depresi pernafasan, nausea, vomitus, dizzines, mental berkabut, disforia, pruritus, konstipasi kenaikkan tekanan pada traktus bilier, retensi urin, dan hipotensi.

Dosis dan sediaanMorfin tersedia dalam tablet, injeksi, supositoria. Morfin oral dalam bentuk larutan diberikan teratur dalam tiap 4 jam. Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengguranggi nyeri sedang adalah 0,1-0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena dan dapat diulang sesuai yamg diperlukan.2PETIDINPetidin ( meperidin, demerol) adalah zat sintetik yang formulanya sangat berbeda dengan morfin, tetapi mempunyai efek klinik dan efek samping yang mendekati sama. Secara kimia petidin adalah etil-1metil-fenilpiperidin-4-karboksilat.2FarmakodinamikMeperidin (petidin) secara farmakologik bekerja sebagai agonis reseptor m (mu). Seperti halnya morfin, meperidin (petidin) menimbulkan efek analgesia, sedasi, euforia, depresi nafas dan efek sentral lainnya. Waktu paruh petidin adalah 5 jam. Efektivitasnya lebih rendah dibanding morfin, tetapi leih tinggi dari kodein. Durasi analgesinya pada penggunaan klinis 3-5 jam. Dibandingkan dengan morfin, meperidin lebih efektif terhadap nyeri neuropatik. Perbedaan antara petidin (meperidin) dengan morfin sebagai berikut :

1. Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang larut dalam air.

2. Metabolisme oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan normeperidin, asam meperidinat dan asam normeperidinat. Normeperidin adalah metabolit yang masih aktif memiliki sifat konvulsi dua kali lipat petidin, tetapi efek analgesinya sudah berkurang 50%. Kurang dari 10% petidin bentuk asli ditemukan dalam urin.

3. Petidin bersifat atropin menyebabkan kekeringan mulut, kekaburan pandangan dan takikardia.

4. Seperti morpin ia menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap sfingter oddi lebih ringan.

5. Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran pasca bedah yang tidak ada hubungannya dengan hipiotermi dengan dosis 20-25 mg i.v pada dewasa. Morfin tidak.

6. Lama kerja petidin lebih pendek dibandingkan morfin.

Farmakokinetik2Absorbsi meperidin setelah cara pemberian apapun berlangsung baik. Akan tetapi kecepatan absorbsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM. Kadar puncak dalam plasma biasanya dicapai dalam 45 menit dan kadar yang dicapai antar individu sangat bervariasi. Setelah pemberian meperidin IV, kadarnya dalam plasma menurun secara cepat dalam 1-2 jam pertama, kemudian penurunan berlangsung lebih lambat. Kurang lebih 60% meperidin dalam plasma terikat protein. Metabolisme meperidin terutama dalam hati. Pada manusia meperidin mengalami hidrolisis menjadi asam meperidinat yang kemudian sebagian mengalami konyugasi. Meperidin dalam bentuk utuh sangat sedikit ditemukan dalam urin. Sebanyak 1/3 dari satu dosis meperidin ditemukan dalam urin dalam bentuk derivat N-demitilasi.

Meperidin dapat menurunkan aliran darah otak, kecepatan metabolik otak, dan tekanan intra kranial. Berbeda dengan morfin, petidin tidak menunda persalinan, akan tetapi dapat masuk kefetus dan menimbulkan depresi respirasi pada kelahiran.

IndikasiMeperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa keadaan klinis, meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih pendek daripada morfin. Meperidin digunakan juga untuk menimbulkan analgesia obstetrik dan sebagai obat preanestetik, untuk menimbulkan analgesia obstetrik dibandingkan dengan morfin, meperidin kurang karena menyebabkan depresi nafas pada janin.2,3,4Dosis dan sediaan

Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml, 25 mg/ml, 50 mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian besar pasien tertolong dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.2Efek sampingEfek samping meperidin dan derivat fenilpiperidin yang ringan berupa pusing, berkeringat, euforia, mulut kering, mual-muntah, perasaan lemah, gangguan penglihatan, palpitasi, disforia, sinkop dan sedasi.1,2,3,4FENTANILFentanil adalah zat sintetik seperti petidin dengan kekuatan 100 x morfin. Fentanil merupakan opioid sintetik dari kelompok fenilpiperedin. Lebih larut dalam lemak dan lebih mudah menembus sawar jaringan.2,3FarmakodinamikTurunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu analgesik, fentanil 75-125 kali lebih potendibandingkan dengan morfin. Awitan yang cepat dan lama aksi yang singkat mencerminkan kelarutan lipid yang lebih besar dari fentanil dibandingkan dengan morfin. Fentanil (dan opioid lain) meningkatkan aksi anestetik lokal pada blok saraf tepi. Keadaan itu sebagian disebabkan oleh sifat anestetsi lokal yamg lemah (dosis yang tinggi menekan hantara saraf) dan efeknya terhadap reseptor opioid pada terminal saraf tepi. Fentanil dikombinasikan dengan droperidol untuk menimbulkan neureptanalgesia.2

FarmakokinetikSetelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif hampir sama dengan dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru ketika pertama kali melewatinya. Fentanil dimetabolisir oleh hati dengan N-dealkilase dan hidrosilasidan, sedangkan sisa metabolismenya dikeluarkan lewat urin.2IndikasiEfek depresinya lebih lama dibandingkan efek analgesinya. Dosis 1-3 /kg BB analgesianya hanya berlangsung 30 menit, karena itu hanya dipergunakan untuk anastesia pembedahan dan tidak untuk pasca bedah. Dosis besar 50-150 mg/kg BB digunakan untuk induksi anastesia dan pemeliharaan anastesia dengan kombinasi bensodioazepam dan inhalasi dosis rendah, pada bedah jantung. Sediaan yang tersedia adalah suntikan 50 mg/ml.1,2,3,4Efek sampingEfek yang tidak disukai ialah kekakuan otot punggung yang sebenarnya dapat dicegah dengan pelumpuh otot. Dosis besar dapat mencegah peningkatan kadar gula, katekolamin plasma, ADH, rennin, aldosteron dan kortisol.

Obat terbaru dari golongan fentanil adalah remifentanil, yang dimetabolisir oleh esterase plasma nonspesifik, yang menghasilkan obat dengan waktu paruh yang singkat, tidak seperti narkotik lain durasi efeknya relatif tidak tergantung dengan durasi infusinya..2. Non Steroid Anti Inflammatory Drugs (NSAID)NSAID adalah suatu kelompok obat yang berfungsui sebagai anti inflamasi, analgetik dan antipiretik. NSAID merupakan obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimiawi. Walaupun demikian, obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping.

Hampir semua obat NSAID mempunyai tiga jenis efek yang penting yaitu : a. Efek anti-inflamatori : memodifikasi reaksi inflamasi b. Efek analgesik : meredakan suatu rasa nyeri c. Efek antipiretik : menurunkan suhu badan yang meningkat Secara umumnya, semua efek-efek ini berhubungan dengan tindakan awal obat-obat tersebut yaitu penghambatan arakidonat siklooksigenase sekaligus menghambat sintesa prostaglandin dan tromboksan (Rang et al., 2003). Terdapat dua tipe enzim siklooksigenase yaitu COX-1 dan COX-2. COX-1 merupakan enzim konstitutif yang dihasilkan oleh kebanyakan jaringan termasuklah platlet darah (Rang et al., 2003). Enzim ini memainkan peranan penting dalam menjaga homeostasis jaringan tubuh khususnya ginjal, saluran cerna dan trombosit. Di mukosa lambung, aktivasi COX-1 menghasilkan prostasiklin yang bersifat sitoprotektif. COX-2 pula diinduksi dalam sel-sel inflamatori sebaik sahaja diaktivasi. Dalam hal ini, stimulus inflamatoar seperti sitokin inflamatori primer yaitu interleukin-1 (IL-1) dan tumour necrosis factor- (TNF- ), endotoksin dan factor pertumbuhan (growth factors) yang dilepaskan menjadi sangat penting dalam aktivasi enzim tersebut.Ternyata sekarang COX-2 juga mempunyai fungsi fisiologis yaitu di ginjal, jaringan vaskular dan pada proses pembaikan jaringan. Tromboksan A2, yang disentesis trombosit oleh COX-1, menyebabkan agregasi trombosit, vasokonstriksi dan proliferasi otot polos. Sebaliknya prostasiklin yang disintesis oleh COX-2 di endotel makrovaskular melawan efek tersebut dan menyebabkan penghambatan agregasi trombosit, vasodilatasi dan efek anti-proliferatif. Efek Antipiretik Suhu tubuh yang normal diregulasi oleh pusat suhu di hipotalamus dengan cara mengatur keseimbangan antara penggunaan dan penghasilan panas. Demam berlaku apabila terdapat suatu gangguan pada termostat hipotalamus ini yang kemudiannya dapat menyebabkan suhu set-point tubuh meningkat. Di sinilah peran OAINS dalam mengembalikan suhu tubuh seperti semula. Selepas set-point kembali normal, bermulalah mekanisme regulasi (seperti dilatasi pembuluh darah superfisial, berkeringat dan lain-lain) beroperasi untuk menurunkan suhu tubuh. Walaubagaimanapun, suhu tubuh yang normal tidak akan terpengaruh oleh OAINS (Rang et al., 2003). OAINS dikenali juga sebagai antipiretik karena kebolehannya dalam menginhibisi produksi prostaglandin di hipotalamus. Sewaktu terjadi reaksi inflamasi, endotoksin dari bakteri akan menyebabkan perlepasan pirogen interleukin-1 (IL-1) dari makrofag yang seterusnya akan menstimulasi penghasilan prostaglandin tipe-E (PGEs) di hipotalamus di mana hal ini akan menyebabkan peningkatan set-point suhu tubuh. Pada waktu ini, COX-2 mungkin memainkan peranan penting karena ia diinduksi oleh IL-1 dalam pembuluh darah di hipotalamus. Enzim COX-3 juga mungkin memainkan peranan penting dalam mekanisme demam. Namun, terdapat bukti yang mengatakan bahawa prostaglandin bukan satu-satunya mediator demam, maka oleh itu OAINS mungkin mempunyai efek antipiretik tambahan dalam mekanisme yang masih lagi belum diketahui. Efek Analgesik OAINS terutamanya sangat efektif dalam meredakan rasa nyeri yang berhubungan dengan inflamasi atau kerusakan jaringan karena ia menurunkan produksi prostaglandin yang mensensitisasikan nosiseptor kepada mediator-mediator inflamasi seperti bradikinin. Oleh itu, zat-zat ini efektif dalam menanggulangi artritis, bursitis, nyeri pada otot dan vaskuler, nyeri gigi, dismenorea, nyeri semasa postpartum dan nyeri akibat metastase kanker tulang (semua kondisi yang berhubungan dengan peningkatan sintesis prostaglandin). Jika dikombinasikan dengan opioid, gabungan tersebut bisa meredakan nyeri paska operasi. Kebolehan obat ini dalam meredakan nyeri kepala mungkin berkait rapat dengan menurunkan efek vasodilatasi oleh prostaglandin pada pembuluh darah di serebri. Terdapat juga bukti yang mengatakan bahawa ia mempunyai efek sentral yang bertindak terutamanya pada medulla spinalis.

Efek Anti-inflamatori Terdapat berbagai mediator kimiawi yang menyebabkan reaksi inflamasi dan alergi. Setiap respon seperti vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskuler, akumulasi sel dan lain-lain bisa ditimbulkan oleh berbagai mekanisme yang berlainan. Lebih-lebih lagi, mediator- mediator yang berlainan diperlukan untuk berlakunya setiap reaksi inflamasi dan alergi yang berbeda dan sesetengah mediator juga mempunyai interaksi yang kompleks dengan zat-zat lain misalnya nitrik oksida (NO) dalam jumlah yang sedikit akan menstimulasi aktivitas siklooksigenase, tetapi dalam jumlah yang banyak akan menghambatnya. OAINS menurunkan hampir semua komponen respon inflamasi dan reaksi imun di mana COX-2 memainkan peranannya seperti : 1. Vasodilatasi 2. Edema (oleh mekanisme tidak langsung: vasodilatasi membantu tindakan mediator inflamasi seperti histamin yang meningkatkan permeabilitas venul postkapiler) 3. Nyeri Penghambat siklooksigenase tidak mempunyai efek terhadap proses (perembesan enzim lisosom, produksi oksigen radikal yang toksik) yang menyebabkan kerusakan jaringan pada kondisi inflamasi kronis seperti arteritis reumatoid, vaskulitis dan nefritis. Kesimpulannya, golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan kekuatan dan selektivitas yang berbeda (Gunawan et al., 2008). Efek Samping Obat Selain menimbulkan efek terapi yang sama, OAINS juga memiliki efek samping serupa, karena didasari oleh hambatan pada sistem biosintesis prostaglandin. Secara umum, golongan obat ini berpotensi menyebabkan efek samping pada berbagai sistem organ yaitu saluran cerna, ginjal, hati dan kulit. Efek samping terutama meningkat pada pasien usia lanjut karena paling sering membutuhkan OAINS dan umumnya membutuhkan banyak obat-obatan karena menderita berbagai penyakit. Hal ini juga bisa berlaku jika obat golongan ini digunakan pada jangka masa panjang. 1. Gangguan pada saluran cerna. Gangguan pada gastrointestinal merupakan efek samping yang paling sering terjadi dari pemakaian obat ini yang disebabkan oleh hambatan dari enzim COX-1. Enzim COX-1 penting untuk sintesa prostaglandin yang normalnya menghambat sekresi asam dan sebagai pelindung mukosa lambung. Gejala-gejala gastrointestinal yang sering berlaku adalah dispepsia, diare (tetapi kadang-kadang bisa konstipasi), mual dan muntah dan pada sesetengah kasus bisa terjadi perdarahan lambung dan tukak peptik. Terdapat kajian yang mengatakan bahawa penggunaan agen COX-2 selektif bisa mengurangkan kerusakan mukosa lambung tetapi berpotensi menimbulkan perubahan terhadap sistem kardiovaskuler pada sesetengah pasien.

2. Efek samping pada ginjal. Dosis terapeutik bagi OAINS pada individu yang sehat bisa menyebabkan sedikit gangguan pada faal ginjal, tetapi pada pasien yang tidak sehat bisa menyebabkan insufisiensi ginjal akut (masih reversibel untuk menghentikan kerja obat). Hal ini berlaku karena obat ini menghambat biosintesa dari prostanoid (PGE2 dan prostaglandin I2 (PGI2, prostasiklin)) yang terlibat dalam pengaturan keseimbangan hemodinamik ginjal terutama sekali pada penyakit ginjal yang berhubungan dengan PGE2 . Penggunaan berlebihan OAINS secara habitual bertahun-tahun dihubungkan dengan terjadinya nefropati analgesik.

3. Efek samping pada kulit (reaksi inflamasi pada kulit). Reaksi pada kulit merupakan gejala kedua paling sering terjadi dari penggunaan obat ini, terutama asam mefenamik (frekuensi: 10-15%) dan sulindac (frekuensi:5-10%). Jenis-jenis reaksi pada kulit yang bisa dilihat adalah seperti ras ringan, urtikaria dan reaksi fotosensitifitas, hingga kejadian yang lebih fatal (jarang).

4. Efek samping lain. Efek-efek samping yang jarang berlaku termasuk gangguan pada sum-sum tulang dan penyakit hati (lebih cenderung terkena pada pasien yang mengalami gangguan hati). Kelebihan dosis parasetamol bisa menyebabkan gagal hati dan penggunaan aspirin pada pasien asma yang sensitif terhadap OAINS bisa menyebabkan asma lebih sering terjadi.Obat NSAID dikelompokan sebagai berikut :1. Derivate asam salisilat, misalnya aspirin

2. Derivate paraaminofenol, misalnya parasetamol

3. Derivate asam propiont, misalnya ibuprofen, ketoprofen4. Derivate asam fenamat, misalnya asam mefenamat

5. Derivate asam fenilasetat, misalnya diklofenak

6. Derivate asam asetat indol, misalnya indometasin

7. Derivate pirazolon, misaalnya fenilbutazon dan oksifenbutazon

8. Derivate oksikam, misalnya piroksikam, meloksikamAspirin (Asam Asetisalisilat atau asetosal)

Mempunyai efek analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi

Efek samping utama : perpanjangan masa perdarahan, hepatotoxic (dosis besar) dan iritasi lambung

Di indikasikan pada demam, nyeri tidak spesifik seperti sakit kepala, nyeri otot dan sendi (arthritis rematoid)

Aspirin juga digunakan untuk pencegahan terjadinya thrombus (bekuan darah) pada pembuluh darah koroner jantung dan pembuluh darah otak

Asetaminofen (Parasetamol) Merupakan penghambat prostaglandin yang lemah

Parasetamol memiliki efek analgetik dan antipiretik,tetapi kemampuan antinflasi sangat lemah

Intoksikasi akut parasetamol adalah N-asetilsistein, yang harus diberikan dalam 24 jam sejak intake parasetamol

Ibuprofen Mempunyai efek analgetik, antipiretik,dan antiinflamasi, namun efek antiinflamasinya memerlukan dosis lebih besar.

Efek sampingnya ringan, seperti sakit kepala dan iritasi lambung ringan.Asam Mefenamat Mempunyai efek analgetik dan antiinflamasi, tetai tidak memberikan efek antipiretikDiklofenak Diberikan untuk antiinflamasi dan bisa diberikan untuk terapi simpomatik jangka panjang untuk arthritis rematoid, osteoarthritis, dan spondilitis ankilosa.Indometasin Mempunyai efek antipiretik, antiinflamasi dan analgetik sebanding dengan aspirin, tetapi lebih toxicFenilbutazon Hanya digunakan untuk antiinflamasi dan mempunyai efek meningkatkan ekskresi asam urat melalui urin sehingga bisa digunakan pada arthritis goutPiroksikam Hanya diindikasikan untuk inflamasi sendi.DAFTAR PUSTAKA1. Katzung, Bertram G. Basic and Clinical Pharmacology 10th edition. Singapore : Mc Graw Hill Lange. 2007. 2. Mangku, Gde.; Senapathi, Tjokorda Gde Agung Senaphati. Obat-obat anestetika. Buku Ajar Ilmu Anestesi dan Reanimasi. Jakarta : Indeks Jakarta. 2010. 3. Barash, Paul G.; Cullen, Bruce F.; Stoelting, Robert K. Basic principles of clinical pharmacology. Dalam Clinical Anesthesia 5th edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2006. 4. Dachlan R. Farmakologi obat-obat anestesia. Dalam Anestesiologi FKUI. Editor: Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dachlan R. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI, Jakarta, 1989

5. Santoso S, Hadi RD. Farmakologi dan Terapi, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Indonesia., Jakarta, 1995.6. Kedokteran dan Linux. Barbiturat. 2007. (Diakses dari www.medlinux.blogspot.com, tanggal 6 November 2015)

7. Tjay TH, Rahardja K. Sedativa dan Hipnotika. In : Obat-obat Penting Edisi Ke-5. Jakarta : Gramedia; 2002.8. Kedokteran dan Linux. Ketamin. 2009. (Diakses dari www.medlinux.blogspot.com, tanggal 6 November 2015)

9. Stoelting RK, Hillier SC. Nonbarbiturate Intravenous Anesthetic Drugs. In : Pharmacology & Physiology in Anestetic Practice 4th Edition. Philadelphia : Lipincott William & Wilkins; 2006.10. Stoelting RK, Hillier SC. Opioid Agonists and Antagonists. In : Pharmacology & Physiology in Anestetic Practice 4th Edition. Philadelphia : Lipincott William & Wilkins; 2006.28