blok 13 skenario 9

Upload: andrew-vaughan

Post on 06-Jan-2016

225 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

irkjhgu

TRANSCRIPT

Faktor Tingkah Laku Anak pada Masa Tumbuh Kembang Elike Oktorindah Pamilangan102013412D4Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara no.6 Kebon Jeruk, [email protected] Pertumbuhan dan perkembangan atau yang lebih dikenal dengan istilah tumbuh kembang pada anak meliputi seluruh proses kejadian sejak terjadi pembuahan sampai masa dewasa. Ciri tumbuh-kembang yang utama adalah bahwa dalam periode tertentu terdapat adanya masa percepatan atau masa perlambatan, serta laju tumbuh-kembang yang berlainan di antara organ tubuh.Selama proses tumbuh kembang berlangsung, terdapat beberapa hal yang turut berpengaruh seperti misalnya status gizi, faktor sosial yaitu keluarga dan lingkungan sekitar, serta imunisasi dasar dan ulangan. Apabila salah satu hal / aspek tersebut mengalami gangguan sehingga tidak dapat terpenuhi, maka tumbuh kembang anak menjadi terganggu. Terganggunya proses tumbuh kembang pada anak dapat mengakibatkan kemunduran pada sang anak baik secara fisik maupun mental. Selain itu, segi kognitif dan emosional anak pun akan menjadi tidak stabil. Bahkan, bukan tidak mungkin hal tersebut dapat mengakibatkan kematian pada sang anak. Oleh karena hal inilah, penulis akan membahas berbagai hal mengenai proses tumbuh kembang anak dan bebrapa aspek yang mempengaruhinya, serta berbagai pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk dapat melihat kualitas tumbuh kembang sang anak.1,2

Perkembangan AnakA. Perubahan FisikPerubahan yang paling dirasakan oleh remaja pertama kali adalah perubahan fisik. Terjadi pubertas yaitu proses perubahan yang bertahap dalam internal dan eksternal tubuh anak-anak menjadi dewasa. Perubahan hormon termasuk hormone seksual membuat remaja menjadi tidak nyaman dengan dirinya dan juga sekaligus jadi sering terlalu fokus pada kondisi fisiknya. Misalnya : remaja jadi sering berkaca hanya untuk melihat jerawat atau poninya, jadi terlalu resah dengan bentuk tubuhnya, dan sebagainya.Pada masa remaja ditandai dengan adanya pertumbuhan fisik yang cepat. Keadaan fisik pada masa remaja dipandang sebagai suatu hal yang penting, namun ketika keadaan fisik tidak sesuai dengan harapannya (ketidaksesuaian antara body image dengan self picture) dapat menimbulkan rasa tidak puas dan kurang percaya diri. Begitu juga, perkembangan fisik yang tidak proporsional. Kematangan organ reproduksi pada masa remaja membutuhkan upaya pemuasan dan jika tidak terbimbing oleh norma-norma dapat menjurus pada penyimpangan perilaku seksual.Perkembangan atau pertumbuhan anggota-anggota badan remaja, kadang-kadang lebih cepat daripada perkembangan badan. Oleh karena itu, untuk sementara waktu, seorang remaja mempunyai proporsi tubuh yang tidak seimbang. Hal ini akan menimbulkan kegusaran batin yang mendalam karena pada masa remaja ini, perhatian remaja sangat besar terhadap penampilan dirinya. Jadi remaja sendiri merupakan salah satu penilai yang penting terhadap badannya sendiri sebagai stimulus sosial. Bila sang remaja mengerti badannya telah memenuhi persyaratan, sebagaimana yang diharapkan oleh lingkungan sosialnya, maka hal ini akan berakibat positif terhadap penilaian diri.Secara umum perubahan-perubahan fisik remaja sebagai berikut : Perempuan Pertumbuhan payudara (3 - 8 tahun) Pertumbuhan rambut pubis/kemaluan (8 -14 tahun) Pertumbuhan badan (9,5 - 14,5 tahun) Menarche/menstruasi (10 16 tahun, kadang 7 thn) Pertumbuhan bulu ketiak (2 tahun setelah rambut pubis) Kelenjar menghasilkan minyak dan keringat (sama dengan tumbuhnya bulu ketiak)

Laki-laki Pertumbuhan testis (10 13,5 tahun) Pertumbuhan rambut pubis/kemaluan (10 15 tahun) Pembesaran badan (10,5 16 tahun) Pembesaran penis (11 14,5 tahun) Perubahan suara karena pertumbuhan pita suara (Sama dengan pembesaran penis) Tumbuhnya rambut di wajah dan ketiak (2 tahun setelah rambut pubis) Kelenjar menghasilkan minyak dan keringat (Sama dengan tumbuhnya bulu ketiak)B. Perkembangan PsikoseksualPerkembangan psikoseksual menurut Freud, insting seksual yang semakin dewasa maka, fokusnya akan berpindah dari satu anggota tubuh ke anggota tubuh yang lain dan setiap perpindahan itu akan membawa individu ke tahap perkembangan psikoseksual yang lebih tinggi. Perkembangan psikoseksual menurut freud di bagi menjadi 5 tahap: 1. Tahap oral (0-1 tahun)Selama masa bayi sumber utama mencari kesenangan berpusat pada aktivitas oral seperti mengisap, menggigit, mengunyah dan berbicara. Anak boleh memilih dari salah satu yang disebutkan ini, dan metode pemuasan kebutuhan oral yang dipilih dapat memberikan beberapa indikasi kepribadian yang sedang mereka bentuk.2. Tahap anal (1-3 tahun)Ketertarikan selama tahun kedua kehidupan berpusat pada bagian anal saat otot-otot sfingter berkembang dan anak-anak mampu menahan atau mengeluarkan feses sesuai keinginan. Pada tahap ini suasana di sekitar toilet training dapat menimbulkan efek seumur hidup pada kepribadian anak.3. Tahap falik (3-6 tahun)Selama tahap falik, genital menjadi alat tubuh yang menarik dan sensitif. Anak mengetahui perbedaan jenis kelamin dan menjadi ingin tahu tentang perbedaan tersebut. Pada periode ini terjadi masalah yang kontroversi tentang Cedipus dan Electra kompleks, pelvis envy, dan ansietas terhadap kastrasi.

4. Periode laten (6-12 tahun)Selama periode laten anak-anak melakukan sifat dan keterampilan yang telah diperoleh. Energi fisik dan psikis diarahkan pada mendapatkan pengetahuan dan bermain.5. Tahap genital (12 tahun keatas)Tahap signifikan yang terakhir dimulai pada saat pubertas dengan maturasi sistem reproduksi dan produksi hormon-hormon seks. Organ genital menjadi sumber utama ketegangan dan kesenangan seksual, tetapi energi juga digunakan untuk membentuk persahabatan dan persiapan pernikahan.

C. Perkembangan Psikososial Teori perkembangan kepribadian yang paling banyak diterima adalah teori yang dikembangkan oleh Erikson (1963).Meskipun dibuat berdasarkan teori Freud, teori ini dikenal sebagai teori perkembangan psikososial dan menekankan pada kepribadian yan sehat, bertentangan dengan pendekatan patologik.Erikson juga menggunakan konsep-konsep biologis tentang periode kritis dan epigenesis, menjelaskan konflik atau masalah inti yang harus dikuasai individu selama periode kritis dalam perkembangan kepribadian. Pendekatan tentang kehidupan Erikson terhadap perkembangan kepribadian terdiri atas delapan tahap; namun, hanya lima yang berkaitan dengan masa anak sampai remaja, yaitu: Percaya vs tidak percaya (lahir-1 tahun)Hal pertama yang paling penting bagi perkembangan kepribadian yang sehat adalah rasa percaya dasar. Pembentukan rasa percaya dasar ini mendominasi tahun pertama kehidupan dan menggambarkan semua pengalaman kepuasan anak pada usia ini. Berkaitan dengan tahap oral Freud, saat ini merupakan saat untuk mendapatkan dan mengambil apapun melaui semua indera. Hal ini hanya terjadi dalam kaitannya dengan sesuatu atau seseorang; oleh karena itu asuhan yang konsisten dan penuh kasih oleh orang yang berperan sebagai ibu merupakan hal yang sangat penting bagi perkembangan rasa percaya. Rasa tidak percaya terjadi jika pengalaman yang meningkatkan tidak terpenuhnya rasa percaya atau jika kebutuhan dasar tidak dipenuhi secara konsisten atau adekuat.Meskipun pecahan-pecahan rasa tidak percaya terjadi di seluruh kepribadian, namun rasa percaya dasar terhadap orang tua membentuk rasa percaya terhadap dunia, orang lain, dan diri sendiri. Hasilnya adalah kepercayaan dan optimisme. Autonomi vs malu-malu dan ragu-ragu (1-3 tahun)Jika dikaitkan dengan tahap anal Freud, masalah autonomi dapat diartikan dengan menahan atau merelakan otot sfingter. Perkembangan autonomi selama periode todler berpusat pada peningkatan kemampuan anak untuk mengendalikan tubuh mereka, diri mereka dan lingkungan mereka.Mereka ingin melakukan hal-hal untuk diri mereka sendiri, menggunakan keterampilan motorik yang baru mereka peroleh seperti berjalan, memanjat, dan memanipulasi, serta menggunakan kekuatan mental mereka dalam memilih dan membuat keputusan. Pembelajaran yang mereka peroleh sebagian besar didapat dari meniru aktivitas dan perilaku orang lain. Perasaan negatif seperti ragu dan malu muncul ketika anak-anak diremehkan, ketika pilihan-pilihan mereka membahayakan, atau ketika merek dipaksa untuk bergantung dalam beberapa hal yang sebenarnya mereka mampu melakukannya. Hasil yang diharapkan adalah kontrol diri dan ketekunan. Inisiatif vs rasa bersalah (3-6 tahun)Tahap inisiatif berkaitan dengan tahap falik Freud dan dicirikan dengan perilaku yang instrisif dan penuh semangat, berani berupaya dan imajinasi yang kuat. Anak-anak mengeksplorasi dunia fisik dengan semua indera dan kekuatan mereka. Mereka membentuk suara hati. Tidak lagi hanya dibimbing oleh pihak luar, terdapat suara dari dalam yang memperingatkan dan mengancam. Anak-anak terkadang memiliki tujuan atau melakukan aktivitas yang bertentangan dengan yang dimiliki orang tua atau orang lain, dan dibuat merasa bahwa aktivitas atau imajinasi mereka merupakan hal yang buruk sehingga menimbulkan rasa bersalah. Anak-anak harus belajar mempertahankan rasa inisiatif tanpa mengenai hak dan hak istimewa orang lain. Hasil akhirnya adalah arahan dan tujuan. Industri vs inferioritas (6-12 tahun)Tahap industri adalah periode laten dari Freud. Setelah mencapai tahap yang lebih penting dalam perkembangan kepribadian, anak-anak siap untuk bekerja dan berproduksi.Mereka mau terlibat dalam tugas dan aktivitas yang dapat mereka lakukan sampai selesai; mereka memerlukan dan menginginkan pencapaian yang nyata. Anak-anak belajar berkompetisi dan bekerja sama dengan orang lain, dan mereka juga mempelajari aturan-aturan. Periode ini merupakan periode pemantapan dalam hubungan sosial mereka dengan orang lain. Rasa ketidakadekuatan atau inferioritas dapat terjadi jika terlalu banyak yang diharapka dari mereka atau jika mereka percaya bahwa mereka tidak dapat memenuhi standar yang ditetapkan orang lain untuk mereka. Kualitas ego yang berkembang dari rasa industri adalah kompetensi. Identitas vs kebingungan (12-18 tahun)Berhubungan dengan periode genital Freud, perkembangan identitas dicirikan dengan perubahan fisik yang cepat dan jelas. Rasa percaya terhadap tubuh mereka yang sudah terbentuk sebelumnya mengalami kegoncangan, dan anak-anak menjadi sangat terpaku dengan penampilan mereka di mata orang lain dibandingkan dengan konsep diri mereka. Remaja berusaha menyesuaikan diri dengan peran yang mereka mainkan dan mereka berharap dapat bermain dalam peran dan gaya terbaru yang dilakukan oleh teman-teman sebaya mereka, untuk mengintegrasikan konsep dan nilai-nilai mereka terhadap lingkungan, dan pembuatan keputusan tentang okupasi. Ketidakmampuan untuk menyelesaikan konflik ini menyebabkan terjadinya kebingungan peran. Hasil dari penguasaan yang sukses adalah kesetiaan dan ketaatan terhadap orang lain serta terhadap nilai-nilai dan ideologi.3

D. Perkembangan KognitifPerkembangan kognitif berpusat pada perkembangan cara penerimaan dan mental anak. Menurut Piaget, anak-anak mencoba berusaha memahami hal-hal baru untuk mengembangkan pola pikir anak dan jika pemahaman anak tidak tercapai, maka anak akan berusaha untuk menyesuaikannya dengan cara membatasinya. Piaget mengidentifikasi 4 (empat) tahapan utama perkembangan kognitif yaitu sensorimotor, pra-operasional, operasional konkrit dan operasional formal.3

Tahap Sensorimotor (lahir 2 tahun)Perkembangan kognitif bayi sampai kira-kira berusia 2 tahun pada umumnya mengandalkan observasi dari panca indera dan gerakan tubuh mereka. Satu tanda dari perkembangan ini adalah memahami objek tetap / permanen. Bayi berkembang dengan cara merespon kejadian dengan gerak refleks atau pola kesiapan. Mereka belajar melihat diri mereka sebagai bagian dari objek yang ada di lingkungan. Tahap Pra-operasional (2 7 tahun)Pra-operasional ditandai oleh adanya pemakaian kata-kata lebih awal dan memanipulasi simbol-simbol yang menggambarkan objek atau benda dan keterikatan atau hubungan di antara mereka. Pemikiran atau sifat anak yang aneh /ganjil menunjukkan fakta bahwa mereka pada umumnya tidak mampu menunjukkan operations (eksploitasi) atau jika mereka bisa menunjukkan operation maka keadaannya akan terbatas. Mental operations pada tahap ini sifatnya fleksibel dan dapat berubah. Tahap pra-operasional ini juga ditandai oleh beberapa hal, antara lain : egosentrisme, ketidakmatangan pikiran / ide / gagasan tentang sebab-sebab dunia di fisik, kebingungan antara simbol dan objek yang mereka wakili, kemampuan untuk fokus pada satu dimensi pada satu waktu dan kebingungan tentang identitas orang dan objek. Tahap Concrete Operational (6 atau 7 th 12 tahun)Pada tahap konkrit operasional, penambahan dan pengurangan dalam hitung-hitungan bukan merupakan aktivitas yang mudah. Konkrit operasional anak mengenal bahwa ada hubungan antara angka-angka dan bahwa operasi dapat dilaksanakan menurut aturan tertentu. Pada tahap ini anak menunjukkan permulaan dari kapasitas logika orang-orang dewasa. Mereka mengerti aturan dasar dari logika. Bagaimanapun juga, proses berfikir, atau operasi, pada umumnya melibatkan objek yang kelihatan (konkrit) daripada ide yang abstrak. Egosentrisme pada tahap ini sudah mulai berkurang. Kemampuan mereka untuk menggunakan peran dari orang lain dan melihat dunia, dan mereka sendiri, dari perspektif orang-orang lain sudah berkembang dengan pesat. Mereka mengenal bahwa orang melihat sesuatu dengan cara yang berbeda, karena perbedaan situasi dan perbedaan nilai. Mereka dapat fokus pada lebih dari satu dimensi pada beberapa waktu. Pada tahap ini juga sudah menunjukkan pemahaman akan hukum kekekalan (konservasi).

Tahap Formal Operational ( 12 tahun ke atas)Tingkat operasi formal merupakan tahapan terakhir dari skema Piaget, yang merupakan tingkatan dari kedewasaan kognitif. Formal operational biasanya dimulai pada masa pubertas, sekitar umur 11 atau 12 tahun. Akan tetapi tidak semua anak memasuki tingkatan ini pada saat pubertas, dan beberapa orang tidak pernah mencapainya. Tugas utama pada tahap ini meliputi kemampuan klasifikasi, berpikir logis, dan kemampuan hipotetis.3Ada beberapa feature yang memberi remaja kapasitas lebih besar untuk memanipulasi dan menghargai lingkungan luar dan dunia imajinasi yang mencakup pemikiran hipotetis, penyelesaian masalah yang sistematis, kemampuan untuk menggunakan simbol dan pemikiran deduksi. Remaja dapat memproyeksikan dirinya pada situasi yang melebihi pengalaman mereka saat itu, dan untuk alasan itu, mereka terbungkus dalam fantasi yang panjang.4

Aspek yang mempengaruhi psikososial pada anak sampai remaja:1. Faktor lingkunganPerilaku remaja sangat rentan terhadap pengaruh lingkungan, disatu pihak remaja mempunyai keinginan kuat untuk mengadakan interaksi sosial dalam upaya mendapatkan kepercayaan dari lingkungan, di lain pihak ia mulai memikirkan kehidupan secara mandiri, terlepas dari pengawasan orang tua dan sekolah. Salah satu bagian perkembangan masa remaja yang tersulit adalah penyesuaian terhadap lingkungan sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan interpersonal yang awalnya belum pernah ada, juga harus menyesuaikan diri dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah.Untuk mencapai tujuan polasosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Ia harus mempertimbangkan pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, membentuk kelompok sosial baru dan nilai-nilai baru memilih teman.

Lingkungan KeluargaKeluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan anak. Umur 4 6 tahun dianggap sebagai titik awal proses identifikasi diri menurut jenis kelamin, peranan ibu dan ayah atau orang tua pengganti ( nenek, kakek dan orang dewasa lainnya ) sangat besar. Peran sebagai wanita dan Pria harus jelas. Dalam mendidik, ibu dan ayah harus bersikap konsisten , terbuka, bijaksana, bersahabat, ramah, tegas, dan dapat lancar, maka dapat timbul proses identifikasi yang salah. Masa remaja merupakan pengembangan identitas diri, dimana remaja berusaha mengenal diri sendiri, ingin mengetahui bagaimana orang lain menilainya, dan mencoba menyesuaikan diri dengan harapan orang lain.5

Lingkungan SekolahPengaruh yang juga cukup kuat dalam perkembangan remaja adalah lingkungan sekolah. Umumnya orang-tua menaruh harapan yang besar pada pendidikan di sekolah, oleh karena itu dalam memilih sekolah orangtua perlu mempertimbangkan hal sebagai berikut :1. Susunan SekolahPrasyarat terciptanya lingkungan kondusif bagi kegiatan belajar mengajar adalah suasana sekolah, Baik buruknya suasana sekolah sangat tergantung pada kepemimpinan kepala sekolah, komitmen guru, sarana pendidikan dan disiplin sekolah. Suasana sekolah sangat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa remaja yaitu dalam hal :a. KedisiplinanSekolah yang tertib dan teratur akan membangkitkan sikap dan perilaku disiplin pada siswa. Sebaliknya suasana sekolah yang kacau dan disiplin longgar akan berisiko, bahwa siswa dapat berbuat semaunya dan terbiasa dengan hidup tidak tertib, tidak memiliki sikap saling menghormati, cenderung brutal dan agresif.

b. Kebiasaan belajarSuasana sekolah yang tidak mendukung kegiatan belajar mengajar akan berpengaruh terhadap menurunnya minat dan kebiasaan belajar. Akibatnya, prestasi belajar menurun dan selanjutnya diikuti dengan perilaku yang sesuai dengan norma masyarakat, misalnya sebagai kompensasi kekurangannya di bidang akademik,siswa menjadi nakal dan brutal.

c. Pengendalian diriSuasana bebas di sekolah dapat mendorong siswa berbuat sesukanya tanpa rasa segan terhadap guru. Hal ini akan berakibat siswa sulit untuk dikendalikan , baik selama berada di sekolah maupun di rumah. Suasana sekolah yang kacau akan menimbulkan hal-hal yang kurang sehat bagi remaja, misalnya penyalahgunaan Napza,perkelahian, kebebasan seksual, dan tindak kriminal lainnya.5

Lingkungan Teman SebayaRemaja lebih banyak berada diluar rumah dengan teman sebaya, Jadi dapat dimengerti bahwa sikap, Pembicaraan, minat, Penampilan dan perilaku teman sebaya lebih besar pengaruhnya daripada keluarga misalnya, jika remaja mengenakan model pakaian yang sama dengan pakaian anggota kelompok yang populer, maka kesempatan baginya untuk dapat diterima oleh kelompok menjadi lebih besar Demikian pula bila anggota kelompok mencoba minum alkohol. rokok atau zat adiktif lainnya, maka remaja cenderung mengikuti tanpa mempedulikan akibatnya. Didalam kelompok sebaya, remaja berusaha menemukan dirinya. Disini ia dinilai oleh teman sebayanya tanpa mempedulikan sanksisanksi dunia dewasa. Kelompok sebaya memberikan lingkungan yaitu dunia tempat remaja dapat melakukan sosialisasi dimana nilai yang berlaku bukanlah nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa melainkan oleh teman seusianya, Disinilah letak berbahayanya bagi perkembangan jiwa remaja, apabila nilai yang dikembangkan dalam kelompok sebaya adalah nilai yang negatif, akan lebih berbahaya apabila kelompok sebaya ini cenderung tertutup (closed group), dimana setiap anggota tidak dapat terlepas dari kelompok nya dan harus mengikuti nilai yang dikembangkan oleh pimpinan kelompok, sikap, pikiran, perilaku, dan gaya hidupnya merupakan perilaku dan gaya hidup kelompoknya.5

2. Status sosial ekonomiStatus sosial ekonomi juga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak dengan keluarga yang memiliki sosial ekonomi tinggi umumnya pemenuhan kebutuhan gizinya cukup baik dibandingkan dengan anak dengan social ekonomi rendah. Demikian juga dengan anak berpendidikan rendah, tentu akan sulit untuk menerima arahan dalam pemenuhan gizi dan mereka sering tidak mau atau tidak meyakini pentingnya pemenuhan kebutuhan gizi atau pentingnya pelayanan kesehatan lain yang menunjang dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan anak.6

Gangguam hiperkinetik (gangguan defisit perhatian dengan hiperaktivitas/ADHD)Anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD). Kondisi ini juga disebut sebagai gangguan hiperkinetik. Dahulu kondisi ini sering disebut minimal brain dysfunction syndrome. Gangguan hiperkinetik/ADHD adalah gangguan pada anak yang timbul pada masa perkembangan dengan ciri utama tidak mampu memusatkan perhatian, hiperaktif dan impulsif. Ciri perilaku ini mewarnai berbagai situasi dan dapat berlanjut hingga dewasa.7,8 Hal ini lebih sering ditemukan pada anak laki-laki (laki-laki : perempuan = 3 : 1), dapat bersifat menyebar (baik dirumah maupun disekolah) atau situasional dan sering dihubungkan dengan perilaku antisosial, keterlambatan bicara, atau ceroboh. Komorbiditas memprediksikan prognosis yang lebih buruk. Anak-anak yang komorbid ADHD dan gangguan tingkah laku mempunyai risiko khusus mengalami gangguan penyalahgunaan zat di masa remaja; bentuk-bentuk yang lebih berat seringkali dihubungkan dengan kecerdasan rendah, terutama dalam konteks kerusakan otak (cerebral palsy, epilepsi). Faktor etiologi lain termasuk muatan genetik, kesengsaraan sosial, penyalahgunaan alkohol pada orangtua, unsur-unsur makanan (timbal, tartrazin), dan paparan zat penenang.9

EdukasiUntuk anak yang mengalami retardasi mental harus mencakup program komprehensif yang memberikan pelatihan keterampilan adaptif, pelatihan keterampilan sosial, dan pelatihan kejuruan. Perhatian khusus harus difokuskan pada komunikasi dan upaya untuk memperbaiki kualitas kehidupan. Terapi kelompok sering menjadi format yang berhasil asalkan anak dengan retardasi mental dapat belajar dan mempraktikkan situasi kehidupan nyata yang dihipotesiskan dan mendapatkan umpan baik yang mendukung.Memberikan edukasi kepada keluarga pasien dengan retardasi mental mengenai cara untuk meningkatkan kompetensi dan harga diri sambil mempertahankan pengharapan yang realistik untuk pasien. Orangtua bisa mendapatkan keuntungan dari konseling yang berkelanjutan atau terapi keluarga dan harus diberikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan bersalah, putus asa, sedih, penyesalan berulang, dan kemarahan terhadap gangguan serta masa depan anaknya. Psikiater harus siap untuk memberikan orangtua semua dasar dan informasi medis terkini mengenai penyebab, terapi, dan area terkait lainya (seperti pelatihan khusus dan perbaikan defek sensorik).10

Kesimpulan Tingkah laku anak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dari perkembangan anak, psikoseksual, psikososial, kognitif, faktor lingkungan, dan status sosial ekonomi. Agar tidak memperburuk tingkah laku anak, maka anak harus terus diberikan bimbingan oleh orangtuanya yang terlebih dahulu sudah di edukasi oleh dokter.

Daftar Pustaka1. Rudolph AM, Hoffman JI, Rudolph CD. Pediatri vol I. Edisi ke-20. Jakarta: EGC; 2006.2. Latief A, Napitupulu M, Pudjiadi A, Ghazali MV, Putra ST. Ilmu kesehatan anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia jilid III; 2007.h.1035-63.3. Elvira D, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Cetakan ke-1. Jakarta : FKUI; 2010.P. 393-7.4. Suparno P.Teori perkembangan kognitif. Yogyakarta: Kanisius; 2001.h.26-88.5. Santock JW. Adolescence perkembangan remaja. Edisi ke-6. Jakarta: Erlangga;2003.h.82-46. Hidayat AAA. Pengantar ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika,2008.h.8-13,26,32-3.7. Singgih D, Gunarsa. Psikologi Anak Bermasalah: BPK Gunung Mulia: . Jakarta; 1978. 8. Fadhli A. Buku Kesehatan Anak. Katona C, Cooper C, Robertson M. At a glance psikiatri. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2008.h.46.9. Katona C, Cooper C, Robertson M. At a glance psikiatri. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2008.h.46.10. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan dan sadock buku ajar psikiatri klinis. Edisi 2. Jakarta: EGC, 2010.h.570-1.