laporan skenario b blok 13 l4

103
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK 13 Disusun oleh : Kelompok 4 Suci Fahlevi Masri 04111001001 Nurul Hayatun Nupus 04111001008 Mary Gisca T 04111001036 Agien Tri Wijaya 04111001041 Yuni Paradita Djunaidi 04111001042 Wira Dharma Utama 04111001048 Denis Puja Sakti 04111001049 Dwi Novia Putri 04111001053 Dwi Jaya Sari 04111001056 Nyimas Inas Mellanisa 04111001067 Fajar Ahmad Prasetya 04111001084 Herdwin Limas 04111001089 Randina Dwi Megasari 04111001110 Tutor: dr. Dwi Handayani PENDIDIKAN DOKTER UMUM

Upload: suci-fahlevi-masri

Post on 31-Oct-2015

154 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

tutorial

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Skenario b Blok 13 l4

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO B BLOK 13

Disusun oleh : Kelompok 4

Suci Fahlevi Masri 04111001001

Nurul Hayatun Nupus 04111001008

Mary Gisca T 04111001036

Agien Tri Wijaya 04111001041

Yuni Paradita Djunaidi 04111001042

Wira Dharma Utama 04111001048

Denis Puja Sakti 04111001049

Dwi Novia Putri 04111001053

Dwi Jaya Sari 04111001056

Nyimas Inas Mellanisa 04111001067

Fajar Ahmad Prasetya 04111001084

Herdwin Limas 04111001089

Randina Dwi Megasari 04111001110

Tutor: dr. Dwi Handayani

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN 2012

Page 2: Laporan Skenario b Blok 13 l4

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun haturkan kepada Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya

laporan tutorial scenario blok 13 ini dapat terselesaikan tepat waktu.

Laporan ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang didapat dari proses belajar

tutorial, yang merupakan bagian dari system pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran

Universitas Sriwijaya.

Penyusun tak lupa mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam

pembuatan laporan ini: tutor pembimbing dan anggota kelompok 4.

Seperti pepatah “tak ada gading yang tak retak”, penyusun menyadari bahwa dalam

pembuatan laporan ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik akan

sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.

Penyusun

DAFTAR IS

ii

Page 3: Laporan Skenario b Blok 13 l4

I

KATA PENGANTAR....................................................................................ii

DAFTAR ISI..............................................................................................iii

1. SKENARIO........................................................................................1

2. KLARIFIKASI ISTILAH........................................................................2

3. IDENTIFIKASI MASALAH....................................................................3

4. ANALISIS MASALAH..........................................................................4

5. KETERKAITAN ANTAR MASALAH……………………………………………..32

6. SINTESIS.............................................................................................................2933

A.

Menstruasi………………………………………………………………………...33

B.

Anemia…………………………………………………………………………….38

C.

Hookworm………………………………………………………………………...47

D. PK Darah dan

Feses………………………………………………………………51

7. KERANGKA KONSEP.......................................................................65

8.

KESIMPULAN……………………………………………………………………..66

DAFTAR

PUSTAKA……………………………………………………………………..67

iii

Page 4: Laporan Skenario b Blok 13 l4

1. SKENARIO

Mrs Mona, a 41-year-old woman came to the clinic with chief complaint of weakness

and palpitation. She is having symptom of nauseous and need medication to relieve it. She

has had sufferd from prolonged and excessive menstruation (twice in a month) since 1,5

years ago. She likes planting and taking care of flowers in her garden without gloves.

Physical examination :

General appearance : pale, fatique

HR : 110 x/minute, RR: 22x/minute, temperature : 36,6 C, BP: 120/80 mmHg

Liver and spleen non palpable, no lymphadenopathy, no epigastric pain

Cheilitis positive, tongue : papil atrophy

Koilonychia positive

Laboratory :

Hb : 6,2 g/dL, Ht: 18 vol %, RBC : 2.480.000/mm3, WBC : 7.400/mm3, trombosit :

386.000/mm3, diff.count: 0/2/5/63/26/4, MCV : 72 fl, MCH: 25 pg, MCHC: 30%

Fecal occult blood : negative

Hookworm’s eggs positive

1

Page 5: Laporan Skenario b Blok 13 l4

2. KLARIFIKASI ISTILAH

Palpitation Perasaan berdebar – debar atau denyut jantung tidak teratur

yang sifatnya subjektif

Nauseous Sensasi tidak menyenangkan yang secara samar mengacu pada

episatrum dan abdomen dengan kecenderungan untuk muntah

Menstruation Sekret fisiologi darah dan jaringan mukosa serta bersiklus

melalui vagina dari uterus tidak hamil

Pale Pucat

Fatique Keadaan meningkatnya ketidaknyamanan dan menurunnya

efisiensi akibat pekerjaan yang berlebihan dan berkepanjangan

Lymphadenopathy Penyakit kelenjar limphe

Cheilitis Peradangan pada bibir

Koilonychia Distrofi kuku jari dimana kuku jadi tipis dan cekung dengan

pinggiran yang naik

Feccal occult blood Darah dalam feses tidak terlihat secara kasat mata

MCV Ukuran sel darah merah rata-rata yang dilaporkan sebagai

bagian dari hitungan darah lengkap standar

MCH Kandungan hemoglobin eritrosit rata-rata

MCHC Konsentrasi hemoglobin rata-rata dalam eritrosit

Hookworm Nematoda parasitik dalam usus manusia dan vertebrata lain

2

Page 6: Laporan Skenario b Blok 13 l4

3. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Nyonya Mona, 41 tahun datang ke klinik dengan keluhan utama lemah dan

jantung berdebar-debar

2. Dia mengalami nausea dan membutuhkan penyembuhan untuk menghentikan

(meringankan)

3. Dia mengalami menstruasi yang berkepanjangan dan berlebihan (dua kali

dalam sebulan) sejak 1,5 tahun yang lalu

4. Dia senang menanam dan merawat tumbuhan di kebunnya tanpa

menggunakan sarung tangan

5. Pemeriksaan fisik:

Pemeriksaan umum : pale, fatique

HR : 110 x/minute, RR: 22x/minute, temperature : 36,6 C, BP: 120/80 mmHg

Liver and spleen non palpable, no lymphadenopathy, no epigastric pain

Cheilitis positive, tongue : papil atrophy

Koilonychia positive

6. Pemeriksaan laboratorium:

Hb : 6,2 g/dL, Ht: 18 vol %, RBC : 2.480.000/mm3, WBC : 7.400/mm3,

trombosit : 386.000/mm3, diff.count: 0/2/5/63/26/4, MCV : 72 fl, MCH: 25

pg, MCHC: 30%

Fecal occult blood : negative

Hookworm’s eggs positive

3

Page 7: Laporan Skenario b Blok 13 l4

4. ANALISIS MASALAH

1) Nyonya Mona, 41 tahun datang ke klinik dengan keluhan utama lemah

dan jantung berdebar-debar

a. Bagaimana mekanisme lemah (sesuai skenario)?

pada skenario ini, Mrs Mona mengalami anemia defisiensi zat

besi. Hal ini juga dipengaruhi dengan menstruasi yang

berlebihan. Zat besi adalah salah satu unsur penyusun dari

hemoglobin yang berperan dalam pengangkutan oksigen ke

jaringan sehingga dapat terjadi metabolisme glukosa dan

pembentukan ATP untuk kontraksi otot melalui jalur aerob.

Tapi, apabila terjadi kekurangan oksigen pada jaringan maka

metabolisme terjadi melalui proses anaerob yang pada

akhirnya menghasilkan asam laktat. Penumpukan asam laktat

yang berlebihan ini akan menyababkan kelelahan pada otot.

Kurangnya pembentukan ATP itu sendiri karena terjadinya

metabolisme anaerob juga dapat menyebabkan kelelahan.

b. Bagaimana mekanisme jantung berdebar (palpitation) (sesuai skenario)?

Jantung berdebar-debar (palpitasi) pada skenario

dipengaruhi oleh perdarahan dalam waktu yang lama.

Perdarahan bisa terjadi di saluran cerna karena infeksi cacing

tambang dan karena menstruasi yang lama serta volume

yang banyak. Perdarahan menahun tanpa diimbangi

suplemen penambah darah dan makanan sehat menyebabkan

zat besi yang diikat oleh eritrosit berkurang. Zat besi (Fe)

diperlukan untuk pembentukan hemoglobin (Hb). Kekurangan

Fe akan menyebabkan kekurangan Hb, sehingga Hb tidak

dapat mengikat dan mengangkut oksigen dengan baik.

Akibatnya, Hb tidak dapat membawa oksigen ke seluruh

sistem saraf, terutama sistem saraf di jantung, yaitu SA node

(pacemaker).

Tachycardia yang terjadi karena pengeluaran signal

listrik yang cepat oleh SA node disebut sinus tachycardia.

4

Page 8: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Sinus tachycardia umumnya adalah kontraksi cepat dari

jantung yang normal sebagai reaksi atas kondisi atau keadaan

sakit. Sinus tachycardia dapat menyebabkan debar jantung.

Penyebab sinus tachycardia termasuk sakit, demam, hormon

tiroid yang berlebihan, tingkat oksigen darah yang rendah,

kopi dan obat-obatan seperti cocaine dan amphetamine.

Dalam lingkup ini maka sinus tachycardia merupakan jawaban

yang memadai dari jantung terhadap stres, dan ini tidak

menandakan adanya penyakit otot jantung, klep jantung dan

sistim penghantar listrik. Namun pada beberapa pasien, sinus

tachycardia dapat sebagai gejala gagal jantung atau penyakit

klep jantung yang signifikan.

Selain itu juga, Peningkatan asam laktat karena anemia membuat tubuh

melakukan kompensasi untuk menyuplai oksigen ke jaringan-jaringan. Hal ini

akan menimbulkan meningkatnya HR agar asupan oksigen di jaringan

meningkat

2)Dia mengalami nausea dan membutuhkan penyembuhan untuk

menghentikan (meringankan)

a. Bagaimana mekanisme nausea (sesuai skenario)?Kurangnya eritrosit maupun hemoglobin akan

berdampak juga pada kurangnya asupan oksigen dalam

gastrointestinal. Hal ini dapat menyebabkan penimbunan

asam laktat pada otot-otot polos sehingga gaster, intestinal,

colon, menjadi kelelahan, dan manifestasinya adalah berupa

disritmia dan kontraksinya tidak teratur (Bakta, 2007;

Sherwood, 2001; Guyton, 1996). Selain kekurangan oksigen

keadaan kekurangan besi juga dapat menyebabkan disritmia

dan gangguan kontraksi otot karena penurunan fungsi

mioglobin, enzim sitokrom, dan gliserofosfat oksidase yang

akan menyebabkan glikolisis terganggu sehingga adanya

penumpukan asam laktat (Bakta, 2007). Keadaan ini akan

menyebabkan mual dan rasa penuh pada perut sehingga

pasien sulit untuk makan (Djojoningrat, 2007).

5

Page 9: Laporan Skenario b Blok 13 l4

b. Obat apa yang digunakan untuk mengatasi nausea nya dan bagaimana cara

kerja nya?

Karena Nausea yang terjadi diakibatkan karena adanya stimulasi dari cacing

tambang (Necator americanus atau Ancylostoma duodenale) yang

mengakibatkan inflamasi di usus, maka kita bisa mengatasinya dengan cara

membunuh atau membasmi cacing tambang yang ada dalam tubuh. Jika

kondisi penderita stabil, diberikan obat pirantel pamoat atau mebendazol

selama 1-3 hari untuk membunuh cacing tambang.

Mebendazole

Dosis

Enterobiasis : dewasa &anak >2 tahun : dosis tunggal : 100 mg

Askaris, trikuris dan N. Amerikanus : 2×100 mg (pagi & malam).

Kista hidatid : 3×400-600 mg/hari selama 21-30 hari.

1. Mebendazole. Zat ini mampu membunuh beberapa jenis cacing secara

perlahan dengan menghambat sintesis mikrotubulus dan menghalangi

kemampuan cacing untuk memanfaatkan glukosa. Selain itu ia juga

bekerja dengan menghancurkan sitoplasma yang teradapat dalam sel usus

sehingga cacing tak mendapatkan makanan maka akan mati. Penggunaan

obat cacing berkomposisi mebendazole efektif untuk mengatasi cacing

cambuk, cacing gelang, cacing tambang dan cacing kremi. Nilai lebih dari

zat ini adalah ia tidak mudah diserap oleh tubuh dan hanya menyerang

cacing saja sehingga tidak mempengaruhi konisi tubuh penderita.

2. Pirantel pamoat. Komposisi obat ini bekerja dengan cara menghambat

neuromuskuler yang membuat cacing menjadi tak berdaya secara tiba-tiba

sehingga cacing tak mampu lagi menempel pada dinding usus, akibatnya

cacing akan otomatis keluar bersama feses atau muntah. Obat cacing yang

mengandung zat ini berguna untuk mengatasi jenis cacing tambang,

cacing kremi dan cacing gelang.

3. Albendazole. Senyawa ini bekerja dengan melakukan degenartif sel usus

cacing sehingga cacing tak mampu menyerap glukosa dari manusia dan

membuat cacing menguras habis toko glikogen mereka sebagai pengganti

energi. Hal ini membuat cacing lemah dan kemudian mati. Obat ini untuk

mengatasi cacing pipih, cacing cambuk dan cacing kremi.

Ketika cacing telah dibunuh atau dibasmi maka gejala-gejala lain seperti

nausea dan lain-lain akan teratasi. Namun bila nausea yang dimaksudkan

6

Page 10: Laporan Skenario b Blok 13 l4

adalah nausea secara umum maka dapat diatasi dengan obat-obat simptomatis.

Obat-obat yang tersedia bebas misalnya antasid, histamine 2 antagonis

seperti simetidin, famotidin, dan ranitidine. Obat-obat kelompok antihistimine-

antikolinergik seperti meclizine, cyclizine, dimenhidrinat, dan difenhidramin,

serta cairan fosforilat karbohidrat. Sedangkan obat anti mual muntah yang bisa

didapatkan dengan resep antara lain antihistamin-antikolinergik dan

fenotiazine. Kedua jenis obat ini umumnya efektif, meskipun dalam dosis dan

frekuensi pemberian yang kecil. Untuk kasus yang lebih rumit, disarankan

mengkombinasikan obat.

2) Dia mengalami menstruasi yang berkepanjangan dan berlebihan (dua

kali dalam sebulan) sejak 1,5 tahun yang lalu

a. Bagaimana siklus menstruasi normal? (endometrium, hormon, kondisi

ovarium,dll)

Menstruasi merupakan proses pelepasan dinding rahim (endometrium)

yang disertai dengan perdarahan dan terjadi secara berulang setiap bulan kecuali pada

saat kehamilan. Menstruasi yang berulang setiap bulan tersebut pada

akhirnya akan membentuk siklus menstruasi. Bila siklus haid teratur (28 hari) :

Hari pertama dalam siklus haid dihitung sebagai hari ke-1. Masa subur adalah

hari ke-12 hingga hari ke- 16 dalam siklus haid

Pada tiap siklus dikenal 3 masa utama yaitu:

1. Masa menstruasi

Berlangsung selama 2-8 hari. Pada saat itu endometrium (selaput rahim)

dilepaskan sehingga timbul perdarahan dan hormon-hormon ovarium berada

dalam kadar paling rendah

2. Masa proliferasi

Dimulai dari berhenti darah menstruasi sampai hari ke-14. Setelah menstruasi

berakhir, dimulailah fase proliferasi dimana terjadi pertumbuhan dari desidua

fungsionalis untuk mempersiapkan rahim untuk perlekatan janin. Pada fase ini

endometrium tumbuh kembali. Antara hari ke-12 sampai 14 dapat terjadi pelepasan

sel telur dari indung telur (disebut ovulasi)

3. Masa sekresi.

Masa sekresi adalah masa sesudah terjadinya ovulasi. Hormon progesteron

dikeluarkan dan mempengaruhi pertumbuhan endometrium untuk membuat

kondisi rahim siap untuk implantasi (perlekatan janin ke rahim)

7

Page 11: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Mekanisme Siklus Menstruasi

1. Pada setiap siklus haid FSH dikeluarkan oleh Lobus anterior hipofisis yang

menyebabkan beberapa folikel primer berkembang dalam ovarium.

2. Folikel primer berkembang menjadi folikel de Graaf yang menghasilkan esterogen,

3. Esterogen menekan FSH, sehingga lobus anterior hipofisis mengeluarkan hormon

gonadotropin yang kedua yaitu LH (luteinizing hormone)

4. Produksi FSH dan LH dipengaruhi RH (relasing hormones) yang disalurkan dari

hipotalamus ke hipofisis

5. Dibawah pengruh RH folikel de graff semakin lama semakin matang dan makin

banyak mengeluarkan likuor folikuli yang mengandung esterogen. Esterogen

mempunyai pengaruh terhadap endometrium menyebabkan endometrium tumbuh

(menebal) yang disebut masa proliferasi

6. Dibawah pengaruh LH folikel de graff menjadi lebih matang, mendekati

permukaan ovarium, dan kemudian terjadi ovulasi.

7. Setelah ovulasi terjadi, terbentuklah korpus rubrum (berwarna merah) yang akan

menjadi korpus luteum (berwarna kuning).

8. Korpus luteum menghasilkan hormon progesteron. Hormon progesteron mempunyai

pengaruh terhadap endometrium yang telah berproliferasi menyebabkan kelenjar-

kelenjarnya berlekuk-lekuk dan bersekresi (masa sekresi)

9. Bila tidak ada pembuahan, korpus luteum berdegenerasi yang menyebabkan kadar

esterogen dan progesteron menurun, sehingga terjadi degenerasi serta perdarahan

dan pelepasan endometrium yang nekrotik, yang disebut masa mestruasi.

10. Bilamana ada pembuahan dalam masa ovulasi, maka korpus luteum dipertahankan

dan berkembang menjadi korpus luteum graviditatis

Sistem hormonal yang mempengaruhi siklus menstruasi :

- FSH-RH (follicle stimulating hormone - releasing hormone) yang dikeluarkan

hipotalamus untuk merangsang hipofisis mengeluarkan FSH

- LH-RH (luteinizing hormone- releasing hormone) yang dikeluarkan

hipotalamus untuk merangsang hipofisis mengeluarkan LH

- PIH (prolactine inhibiting hormone) yang menghambat hipofisis untuk

mengeluarkan prolaktin

Bagaimana patofisiologi menstruasi yang berkepanjangan dan berlebihan sesuai

skenario?

8

Page 12: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Menstruasi yang berkepanjangan dan berlebihan dapat dikaitkan

dengan umur penderita, dimana Nyonya Mona telah memasuki

umur 40 tahun. Seorang perempuan akan mengalami

ketidakteraturan pada siklus seksualnya pada usia 40-50 tahun.

Sesudah beberapa bulan sampai beberapa tahun, siklus akan

terhenti sama sekali, dimana periode ketika siklus ini terhenti dan

hormon-hormon reproduksi wanita menghilang dengan cepat

sampai hampir tidak ada disebut sebagai menopause. Sebelum

memasuki masa menopause akan ada masa yang disebut sebagai

perimenopause. Pada masa perimenopause, terjadi

ketidakseimbangan hormonal (hormonal imbalance) pada tubuh

wanita, dimana produksi estrogen dan progesteron menjadi ireguler

dengan fluktuasi kadar hormon yang tidak dapat diperkirakan.

Tanda-tanda dan efek dari masa perimenopause dapat mulai terjadi

sejak usia 35 tahun. Selama masa perimenopause efek umum yang

sering dirasakan oleh wanita antara lain peningkatan suhu tubuh,

insomnia, kelelahan, gangguan mood dan memori.

9

Page 13: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Pada masa perimenopause, hormon ovarian inhibin menurun yang menyebabkan

kadar FSH meningkat. Meningkatnya kadar FSH akan meningkatkan stimulasi

folikel-folikel sehingga kadar hormon estrogen meningkat. Jika terjadi siklus

anovulatory dimana ovulasi tidak terjadi, corpus luteum tidak terbentuk sehingga

tidak ada sekresi progesteron. Tidak adanya progesteron yang seharusnya menekan

estrogen menyebabkan estrogen terus menstimulasi endometrium. Akibatnya lama

kelamaan akan terjadi peningkatan proliferasi endometrium. Sehingga terjadi

menstruasi yang berlebihan.

Ketidakseimbangan hormon pada masa perimenopause ini dapat menyebabkan

gangguan pada siklus menstruasi. Gangguan siklus menstruasi yang dialami Nyonya

Mona pada skenario ini adalah Menorrhagia dan Polymenorrhea. Menoragia atau

disebut juga Hipermenorea adalah terjadinya perdarahan haid yang terlalu banyak dari

normal (>80mL tiap siklus menstruasi) dan lebih lama dari normal (excessive and

prolonged). Menoragia dapat terjadi akibat kelainan uterus, polip endometrium, atau

pada ketidakseimbangan hormon. Pada siklus menstruasi yang normal, keseimbangan

antara hormon estrogen dan progesteron mengatur pembentukan lapisan

endometrium. Namun pada ketidakseimbangan hormon, perkembangan endometrium

menjadi tidak normal.

Polimenorea adalah panjang siklus haid yang memendek dari panjang siklus haid

klasik, yaitu kurang dari 21 hari per siklusnya, sementara volume perdarahannya

kurang lebih sama atau elbih banyak dari volume perdarahan hai biasanya.

Polimenorea yang disertai dengan pengeluaran haid yang lebih banyak dari biasanya

dinamakan Polimenoragia (epimenoragia). Polimenorea dapat disebabkan oleh

gangguan hormonal yang mengakibatkan gangguan pada proses ovulasi atau

memendeknya fase luteal dari siklus haid. Penyebabnya adalah kongesti (bendungan)

pada ovarium akibat peradangan (infeksi), endometriosis, dan sebagainya

b. Apa dampak dari menstruasi yang berkepanjangan dan berlebihan bagi tubuh?

Hipermenore adalah perdarahan berkepanjangan atau berlebihan pada waktu

menstruasi teratur. Bisa disebut juga dengan perdarahan haid yang jumlahnya banyak hingga

6-7 hari, ganti pembalut 5-6 kali/hari tetapi masih memiliki siklus-siklus yang teratur. Pada

hipermenore perdarahan menstruasi berat berlangsung sekitar 8-10 hari dengan kehilangan

darah lebih dari 80ml

10

Page 14: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Pendarahan hebat saat menstruasi dapat mengarah pada kondisi medis lain,

diantaranya:

- Anemia. Menorrhagia seringkali menyebabkan anemia pada wanita menjelang

menopause. Diperkirakan sekitar 10 persen dari wanita usia produktif dalam resiko

tinggi terkena anemia. Walaupun pola diet dapat ikut andil penyebab hal ini, problem

makin berat karena pendarahan menstruasi yang berlebih. Mayoritas kasus anemia

hanya dalam kondisi ringan, tapi walaupun ringan, anemia dapat menyebabkan

kelematah dan keletihan pada tubuh. Anemia stadium lanjut menyebabkan nafas

pendek-pendek, detak jantung cepat, nyeri kepala, telinga berdenging dan

ketidakseimbangan mental. Anemia yang tidak mendapat tindakan medis dalam

jangka panjang mengarah ke masalah jantung. Wanita hamil penderita anemia,

khususnya 3 bulan pertama kehamilan, meningkatkan resiko keguguran.

- Infertilitas. Banyak kondisi terkait ketidaknormalan menstruasi, termasuk pendarahan

hebat, ketikdaknormalan ovulasi, endometriosis, adalah mayoritas yang mempunyai

kontribusi pada infertilitas pada wanita. Siklus menstruasi yang tidak teratur dapat

mempersulit usaha wanita untuk hamil.

- Nyeri hebat. Pendarahan berlebihan saat menstruasi seringkali disertai dysmenorrhea

(kram & nyeri pada perut bagian bawah yang menyertai menstruasi).

3) Dia senang menanam dan merawat tumbuhan di kebunnya tanpa

menggunakan sarung tangan

a. Bagaimana kaitan berkebun tanpa sarung tangan dengan gejala yang terjadi?

Seperti yang diketahui patologi dari infeksi cacing tambang

adalah larva filariform yang masuk ke dalam tubuh dengan

cara menembus kulit dan epidemiologi dari cacing tambang

sendiri berinsiden tinggi pada daerah pedesaan khususnya

perkebunan, kebiasaan defekasi di tanah dan pemakaian tinja

sebagai pupuk kebun penting dalam penyebaran infeksi.

Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah

gembur (pasir, humus) dengan suhu optimum untuk N.

americanus 28-32 derajat celcius dan untuk A. duodenale

adalah 23-25 derajat celcius.

11

Page 15: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Jadi dapat disimpulkan kalau kegiatan berkebun Mrs. Mona yang tidak

menggunakan sarung tangan akan meningkatkan resiko terjangkit atau terinfeksi

cacing tambang. Namun terjadinya infeksi tidak bisa ditentukan dari penggunaan

sarung tangan melainkan banyak factor lain terutama menyangkut imunitas dari

penderita.

Infeksi cacing tambang dapat menyebabkan anemia defisiensi Fe yang kemudian

akan menimbulkan gejala-gejala seperti mudah lemah, wajah pucat, kuku sendok atau

koilonychias, atrophic glossitis . Anemia defisiensi Fe juga memberikan hasil pada

pemeriksaan laboratorium terjadi penurunan konsentrasi Hb namun RBC bisa saja

ikut berkurang atau tetap normal dan tentu saja pengurangan besi dalam tubuh. MCV,

MCH, dan MCHC juga mengalami penurunan

4) Pemeriksaan fisik

a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal?

No Perihal Nilai skenario Nilai normal Interpretasi

1. General appearance Pucat, kelelahanTidak pucat, tida mudah

normal abnormal

2. HR 110 x / menit 60-100 x / menit takikardi

3. RR 22 x / menit 16-24 x / menit Normal

4. Temperatur 36,6o C 36,5-37,5oC Normal

5. BP 120/80 mmHgSistolik: 90-120 mmHg

Diastolik: 60-80 mmHgNormal

6. Hati dan limpa Tidak teraba Tidak teraba Normal

7. Lymphadenopathy Tidak ada Tidak ada Normal

8. Epigastric pain Tidak ada Tidak ada Normal

9. Cheilitis Positif Negative abnormal

10. Papil Papil atrofi Negative abnormal

11. Koilonychia Positif Negative abnormal

12

Page 16: Laporan Skenario b Blok 13 l4

- pucat: terjadi karena anemia

- kelelahan: pada skenario ini, Mrs Mona mengalami anemia defisiensi zat besi yang juga

dipengaruhi menstruasi berlebihan. Zat besi adalah salah satu unsur penyusun dari

hemoglobin yang berperan dalam pengangkutan oksigen ke jaringan sehingga dapat

terjadi metabolisme glukosa dan pembentukan ATP untuk kontraksi otot melalui jalur

aerob. Tapi, apabila terjadi kekurangan oksigen pada jaringan maka metabolisme terjadi

melalui proses anaerob yang pada akhirnya menghasilkan asam laktat. Penumpukan asam

laktat yang berlebihan ini akan menyababkan kelelahan pada otot. Kurangnya

pembentukan ATP itu sendiri karena terjadinya metabolisme anaerob juga dapat

menyebabkan kelalahan.

- HR takikardi: akibat anemia, maka jumlah oksigen di jaringan akan berkurang. Untuk

mencukupi oksigen tersebut maka pompa jantung akan meningkat sehingga terjadi

takikardia.

- Cheilitis positif, atrofi papil lidah, dan Koilonychia positif merupakan tanda dari

kekurangan zat besi. Zat besi yang kurang dapat menyebabkan reduksi enzim yang

mengandung besi di epitel dan traktus gastrointestinal, sehingga produksi saliva menurun.

Produksi saliva yang menurun inilah yang menyebabkan cheilitis dan atrofi papil lidah.

Koilonikia (kuku berbentuk sendok) terjadi karena pertumbuhan lambat dari lapisan kuku.

5) Pemeriksaan laboratorium

a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal?

Pemeriksaan Normal Hasil Pemeriksaan Interpretasi

13

Page 17: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Hb Pria: 13,0-18,0 g/dL

Wanita: 12,0-15,0 g/dL

6,2 g/dL Rendah (tidak

normal)

Ht Pria: 40-48 %

Wanita: 37-43 %

18 vol% Rendah (tidak

normal)

RBC Pria: 4,5-5,5 juta/mm3

Wanita: 4,0-5,0

juta/mm3

2.480.000/mm3 Rendah (tidak

normal)

WBC 5.000-10.000 /mm3 7.400 /mm3 Normal

Trombosit 200.000-500.000 /mm3 386.000 /mm3 Normal

Diff.count

- Basofil

- Eosinofil

- N.batang

- N.segmen

- Limfosit

- Monosit

0-1 %

1-3 %

2-6 %

50-70 %

20-40 %

2-8 %

(0/2/5/63/26/4)

0 %

2 %

5 %

63 %

26 %

4 %

Normal

MCV 80-100 fL 72 fL Rendah (tidak

normal)

MCH 26-32 pg 25 pg Rendah (tidak

normal)

MCHC 32-36 % 30 % Rendah (tidak

normal)

Fecal Occult

Blood- (negative) - (negative) Normal

Hookworm’s

eggs

- (negative) Positif Tidak normal

Mekanisme dari hasil pemeriksaan laboratorium yang tidak normal:

14

Page 18: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Cacing tambang : menyebabkan perdarahan kronis GIT à besi hilang dari tubuh à

gangguan eritropoiesis à Hb, Ht, jumlah eritrosit, MCH, MCV, MCHC turun à

berlangsung lama à anemia mikrositik hipokrom.

Hb turun

Adanya anemia yang terjadi pada pasien dengan infeksi cacing tambang menyebabkan

menurunnya cadangan besi dalam usus maupun hati. Menurunnya cadangan besi ini akan

mempengaruhi dalam pembentukan hemoglobin sebab Fe++ (ion ferro) dibutuhkan untuk

membentuk hemoglobin dengan cara berikatan proroporfirin IX yang akan membentuk hem

kemudian yang akhirnya setiap molekul hem bergabung dengan rantai polipeptida yaitu

globin yang disinteisis oleh ribosom, membentuk rantai hemoglobin. Jadi ketika cadangan

besi dalam usus maupun hati menurun, maka pembentukan Hb pun akan berkurang.

Ht dan RBC

Hematokrit dan sel darah merah yang menurun pada Nyonya Mona terjadi karena anemia.

Hematokrit adalah persentase volume seluruh SDM yang ada dalam darah yang diambil

dalam volume tertentu. Jadi ketika Nyonya Mona kehilangan banyak darah akibat infeksi

cacing tambang dan menstruasi yang panjang dan berlebihan maka Nilai Hematokrit dan

jumlah sel darah merah pun akan menurun.

MCV menurun

MCV mengindikasikan ukuran eritrosit. Ukuran eritrosit menjadi kecil akibat infeksi

cacing tambang yang menganggu pembentukan Hb dengan adanya defisiensi besi. Akibatnya

struktur RBC menjadi abnormal (mengecil).

MCH menurun

MCH mengindikasikan bobot hemoglobin di dalam eritrosit tanpa memperhatikan

ukurannya. Jadi ketika Hemoglobin dalam tubuh berkurang maka nilai MCH pun akan

menurun.

MCHC Menurun

MCHC mengindikasikan konsentrasi hemoglobin per unit volume eritrosit. Jadi ketika

Hemoglobin dalam tubuh berkurang maka nilai MCHC pun akan menurun.

b. Bagaimana cara dan prosedur pemeriksaan lab

Hb

Prosedur Pemeriksaan HB metode Sahli

15

Page 19: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Metode pemeriksaan Hemoglobin (HB) secara Sahli memang sudah ketinggalan

jaman dan makin ditinggalkan orang, mengingat kelemahan yang dimiliki oleh metode ini.

Prinsip : Hemoglobin diubah menjadi hematin asam, kemudian warna yang terjadi

dibandingkan dengan standar warna dalam alat sahli.

Alat :

- Standar Sahli Hemometer.

- Pipet HB 20 µl.

- Pipet Tetes.

- Batang pengaduk.

- Tabung Pengencer haemometer

Bahan :

- Hcl 0,1 N

- Aquadest

Cara Kerja :

1. Masukan 5 tetes Hcl 0,1N ke dalam tabung pengencer Hemometer.

2. Isaplah darah (kapiler, EDTA/Oxalat) dengan pipet HB sampai garis tanda 20µl.

hapus darah yang melekat pada sebelah luar ujung pipet.

3. Catatlah waktunya dan segeralah alirkan darah dari pipet kedalam dasar tabung

pengencer yang berisi Hcl 0,1N tadi. Jangan sampai terjadi gelembung udara.

4. Angkat pipet sedikit, lalu isap Hcl 0,1N yang jernih ke dalam pipet 2-3 kali untuk

membersihkan darah yang masih tertinggal di pipet.

5. Campurlah isi tabung itu supaya darah dan Hcl bersenyawa; warna campuran

menjadi coklat tua.

6. Tambahkan aquadest setetes demi setetes, aduk dengan batang pengaduk.

Perbandingan warna campuran dengan warna standar harus dicapai dalam waktu

3-5 menit setelah saat darah dan Hcl dicampurkan. Pada saat menyamakan warna

tabung diputar hingga garis bagi tidak terlihat.

7. Baca kadar HB dalam gram/100 ml darah.

Keterangan :

Parameter Laki-Laki Perempuan

Hemoglobin (g/dl) 15.7 (14.0–17.5) 13.8 (12.3–15.3)

.

Pada Skenario ini Hb : 6,2 g/dL (TIDAK NORMAL)

16

Page 20: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Hemoglobin

Adalah molekul yang terdiri dari kandungan heme (zat besi) dan rantai polipeptida

globin (alfa,beta,gama, dan delta), berada di dalam eritrosit dan bertugas untuk mengangkut

oksigen. Kualitas darah ditentukan oleh kadar haemoglobin. Stuktur Hb dinyatakan dengan

menyebut jumlah dan jenis rantai globin yang ada. Terdapat 141 molekul asama amino pada

rantai alfa, dan 146 mol asam amino pada rantai beta, gama dan delta.

Terdapat berbagai cara untuk menetapkan kadar hemoglobin tetapi yang sering

dikerjakan di laboratorium adalah yang berdasarkan kolorimeterik visual cara Sahli dan

fotoelektrik cara sianmethemoglobin atau hemiglobinsianida. Cara Sahli kurang baik, karena

tidak semua macam hemoglobin diubah menjadi hematin asam misalnya

karboksihemoglobin, methemoglobin dan sulfhemoglobin. Selain itu alat untuk pemeriksaan

hemoglobin cara Sahli tidak dapat distandarkan, sehingga ketelitian yang dapat dicapai hanya

±10%.

- Cara sianmethemoglobin adalah cara yang dianjurkan untuk penetapan kadar

hemoglobin di laboratorium karena larutan standar sianmethemoglobin sifatnya

stabil, mudah diperoleh dan pada cara ini hampir semua hemoglobin terukur

kecuali sulfhemoglobin. Pada cara ini ketelitian yang dapat dicapai ± 2%.

- Berhubung ketelitian masing-masing cara berbeda, untuk penilaian basil

sebaiknya diketahui cara mana yang dipakai. Nilai rujukan kadar hemoglobin

tergantung dari umur dan jenis kelamin. Pada bayi baru lahir, kadar hemoglobin

lebih tinggi dari pada orang dewasa yaitu berkisar antara 13,6 – 19, 6 g/dl.

Kemudian kadar hemoglobin menurun dan pada umur 3 tahun dicapai kadar

paling rendah yaitu 9,5 – 12,5 g/dl. Setelah itu secara bertahap kadar hemoglobin

naik dan pada pubertas kadarnya mendekati kadar pada dewasa yaitu berkisar

antara 11,5 – 14,8 g/dl. Pada laki-laki dewasa kadar hemoglobin berkisar antara

13 – 16 g/dl sedangkan pada perempuan dewasa antara 12 – 14 g/dl.

Pada perempuan hamil terjadi hemodilusi sehingga batas terendah nilai rujukan

ditentukan 10 g/dl. Penurunan Hb terdapat pada penderita: Anemia, kanker, penyakit ginjal,

pemberian cairan intravena berlebih, dan hodgkin. Dapat juga disebabkan oleh obat seperti:

Antibiotik, aspirin, antineoplastik(obat kanker), indometasin, sulfonamida, primaquin,

rifampin, dan trimetadion.

Peningkatan Hb terdapat pada pasien dehidrasi, polisitemia, PPOK, gagal jantung

kongesti, dan luka bakar hebat. Obat yang dapat meningkatkan Hb adalah metildopa dan

gentamicin. Kadar hemoglobin dapat dipengaruhi oleh tersedianya oksigen pada tempat

tinggal, misalnya Hb meningkat pada orang yang tinggal di tempat yang tinggi dari

17

Page 21: Laporan Skenario b Blok 13 l4

permukaan laut. Selain itu, Hb juga dipengaruhi oleh posisi pasien (berdiri, berbaring),

variasi diurnal (tertinggi pagi hari).

Ht

MENGHITUNG HEMATOKRIT

Nilai hematokrit adalah volume semua eritrosit dalam 100 mL darah dan disebut dengan

persen (%) dari volume darah tersebut. Biasanya nilai hematokrit ini ditentukan dengan

menggunakan darah vena atau darah kapiler. Ada 2 (dua) cara dalam menentukan nilai

hematokrit, yaitu :

MAKROMETODE (MENURUT WINTROBE)

1.Isilah tabung Wintrobe dengan darah antikoagulan oxalat, heparin, atau EDTA sampai

garis tanda 100 di atas.

2.Masukkan tabung tersebut ke dalam sentrifuge (pemusing) yang cukup besar, pusinglah

selama 30 menit dengan kecepatan 3000 rpm.

3.Bacalah hasilnya denan memperhatikan :

Warna plasma di atas : warna kuning itu dapat dibandingkan dengan larutan kalium

bicarbonat dan intensitasnya disebut dengan satuan. Satu satuan sesuai dengan warna

kalium bicarbonat 1 : 10000.

Tebalnya lapisan putih di atas sel-sel merah yang tersusun dari leukosit dan trombosit

(buffy coat)

Bagian paling bawah yang bewarna merah adalah sel sel eritrosit. Dengan

membandingkam volumenya dengan keseluruhan volume darah, bisa dihitung dalam persen,

misal 40ml/100ml berarti nilai hematokritnya 40%

RBC

18

Page 22: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Prinsip hitung eritrosit manual adalah darah diencerkan dalam larutan isotonis untuk

memudahkan menghitung eritrosit dan mencegah hemolisis. Larutan Pengencer yang

digunakan adalah:

Larutan Hayem : Natrium sulfat 2.5 g, Natrium klorid 0.5 g, Merkuri klorid 0.25 g,

aquadest 100 ml. Pada keadaan hiperglobulinemia, larutan ini tidak dapat

dipergunakan karena dapat menyebabkan precipitasi protein, rouleaux, aglutinasi.

Larutan Gower : Natrium sulfat 12.5 g, Asam asetat glasial 33.3 ml, aquadest 200 ml.

Larutan ini mencegah aglutinasi dan rouleaux.

Natrium klorid 0.85 %

Nilai Rujukan

Dewasa laki-laki : 4.50 – 6.50 (x106/μL)

Dewasa perempuan : 3.80 – 4.80 (x106/μL)

Bayi baru lahir : 4.30 – 6.30 (x106/μL)

Anak usia 1-3 tahun : 3.60 – 5.20 (x106/μL)

Anak usia 4-5 tahun : 3.70 – 5.70 (x106/μL)

Anak usia 6-10 tahun : 3.80 – 5.80 (x106/μL)

WBC

PRINSIP

Darah diencerkan dalam pipet leukosità masukkan dalam kamar hitungà hitung

jumlah leukosit dalam volume tertentu

Alat dan bahan:

1. Pipet leukosit

2. Kamar hitung Improved Neubauer

3. Kaca penutup

4. Larutan pengencer (larutan Turk)

Darah kapiler, EDTA, oxalate

Cara kerja

Mengisi pipet leukosit :

1. Darah EDTA diisap sp garis tanda 0,5 ,

19

Page 23: Laporan Skenario b Blok 13 l4

2. Hapus darah yg melekat pada ujung pipet

3. Masukkan ujung pipet dlm lar Turk dengan sudut 450 dan isap sp garis tanda 11

4. Angkat pipet dari cairan, tutup ujung pipet dg ujung jari, lepaskan karet penghisap

5. Kocok pipet selama 15-30 detik

Mengisi kamar hitung:

1. Letakkan kamar hitung mendatar di atas meja, dg kaca penutup

2. Kocok pipet selama 3 menit

3. Buang cairan dalam batang kapiler (3-4 tetes)

4. Sentuhkan ujung pipet dg sudut 300 pada permukaan kamar hitung dg menyinggung

pinggir kaca penutup

5. Biarkan 2-3 menit supaya leukosit mengendap

Menghitung jumlah sel

1. Objektif 10X, turunkan kondensor kecilkan diafragma

2. Hitung semua leukosit yang terdapat dalam keempat ‘bidang besar’ pada

sudut-sudut ‘seluruh permukaan yang dibagi’

3. Hitung sel mulai dari kiri ke kanan dan dari kanan ke kiri

Perhitungan

1. Pengenceran 20 kali

2. Jumlah semua sel yang dihitung dalam keempat bidang itu dibagi 4

menunjukkan jumlah leukosit dalam 0,1uL

3. Jumlah sel yang dihitung kali 50 à 20x10

4

Interpretasi hasil

nilai rujukan

Leukosit normal:

Dewasa 5.000-10.000/uL

Neonatus 10.000-25.000/uL

1-7 tahun 6.000-18.000/uL

8-12 tahun 4.500-13.500/uL

20

Page 24: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Leukosit Abnormal

>10.000/uL leukositosis

< 5.000/uL leukopenia

10.000-15.000/uL leukositosis ringan

15.000-20.000/uL leukositosis sedang

20.000-50.000/uL leukositosis berat

>50.000/uL reaksi leukomoid

Trombosit

1. Metode Rees-Echer

Prinsip : darah diencerkan dan dicat dengan larutan Rees Echer → lalu

dihitung jumlah trombosit dalam volume tertentu

Tujuan : menghitung jumlah trombosit dalam darah

Alat yg digunakan :

1. Pipet eritrosit

2. Kamar hitung (Improved Neubauer)

3. Mikroskop

4. Counter tally

Reagen: Larutan Rees Ecker

Cara pemeriksaan:

Hisap darah EDTA dengan pipet lekosit → sampai tanda 0,5

Hapus kelebihan darah dengan kertas tisu

Hisap larutan Rees Echer sampai tanda 101

Kocok darah dan larutan ± 2 – 3 menit

Buang larutan 3 – 4 tetes → masukan kedalam kamar hitung

Hitung trombosit dengan mikroscop → lap 1,3,7,9 → hasil x 500

Nilai Normal: 150.000 – 400.000 / mm3

2. Metode fase-kontras

21

Page 25: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Pada hitung trombosit metode fase kontras, darah diencerkan ke dalam larutan

ammonium oksalat 1% sehingga semua eritrosit dihemolisis. Sel trombosit dihitung

dengan menggunakan kamar hitung standar dan mikroskop fase kontras. Sel-sel

lekosit dan trombosit tampak bersinar dengan latar belakang gelap. Trombosit tampat

bulat atau bulat telur dan berwarna biru muda/lila terang. Bila fokus dinaik-turunkan

tampak perubahan yang bagus/kontras, mudah dibedakan dengan kotoran karena sifat

refraktilnya. Kesalahan dengan metode ini sebesar 8 – 10%.

Metode fase kontras adalah pengitungan secara manual yang paling baik. Penyebab

kesalahan yang utama pada cara ini, selain faktor teknis atau pengenceran yang tidak

akurat, adalah pencampuran yang belum merata dan adanya perlekatan trombosit atau

agregasi.

3. Modifikasi metode fase-kontras dengan plasma darah

Metodenya sama seperti fase-kontras tetapi sebagai pengganti pengenceran dipakai

plasma. Darah dibiarkan pada suhu kamar sampai tampak beberapa mm plasma.

Selanjutnya plasma diencerkan dengan larutan pengencer dan dihitung trombosit

dengan kamar hitung seperti pada metode fase-kontras.

4. Metode tidak langsung 

Cara ini menggunakan sediaan apus darah yang diwarnai dengan pewarna Wright,

Giemsa atau May Grunwald. Sel trombosit dihitung pada bagian sediaan dimana eritrosit

tersebar secara merata dan tidak saling tumpang tindih.

MCV

Cara menghitung MCV (Mean Corpuscular Volume / Volume Eritrosit Rata-rata) yaitu

dengan menggunakan rumus berikut:

Sebelum menggunakan rumus ini, jumlah eritrosit dan nilai hematokrit harus dihitung

terlebih dahulu. Contoh : eritrosit 2,5 juta/mm3, Ht: 18 %.

22

MCV = Ht x 10 =…………..fL

MCV = 18 x 10 = 72 fL

Page 26: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Nilai rata-rata eritrosit memberi keterangan tentang ukuran rata-rata eritrosit. Jika nilai

MCV normal, disebut : normositer. Jika nilai MCV di bawah normal, disebut: mikrositer.

Dan jika nilai MCV melebihi nilai normal, disebut: makrositer.

MCH

Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (HER) atau mean corpuscular hemoglobin

(MCH) dan Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (KHER) atau mean

corpuscular hemoglobin concentration (MCHC atau CHCM) masing-masing

mengukur jumlah dan kepekatan hemoglobin. HER dihitung dengan membagi

hemoglobin total dengan jumlah sel darah merah total.

MCH (pg) = Hemoglobin (g/l) / Jumlah eritrosit (106/µL)

Normal 27-33 pg

MCHC

Menghitung Kadar hemoglobin eritrosit rata-rata (KHER) atau mean corpuscular

hemoglobin concentration (MCHC). MCHC mengindikasikan konsentrasi hemoglobin per

unit volume eritrosit. Penurunan nilai MCHC dijumpai pada anemia hipokromik,

defisiensi zat besi serta talasemia. Nilai MCHC dihitung dari nilai MCH dan MCV atau

dari hemoglobin dan hematokrit.

MCHC = ( MCH : MCV ) x 100 % atau MCHC = ( Hb : Hmt ) x 100 %

Nilai rujukan :

Dewasa : 32 - 36 %

Bayi baru lahir : 31 - 35 %

Anak usia 1.5 - 3 tahun : 26 - 34 %

Anak usia 5 - 10 tahun : 32 - 36 %

Feccal occult blood

FOB menunjukkan darah pada feses yang tidak terlihat secara kasat mata.

Pemeriksaan FOB adalah dengan Fecal Occult Blood Test (FOBT).

Fecal Occult Blood Test (FOBT)

Bertujuan untuk mendeteksi kehilangan darah dalam traktus gastrointestinal.

Hasil tes positif menunjukkan terjadinya perdarahan pada gastrointestinal bagian atas

23

Page 27: Laporan Skenario b Blok 13 l4

ataupun bawah dan dapat dilakukan investigasi lebih lanjut akan adanya peptic ulcers

atau malignansi (kanker kolorektal atau kanker lambung).

Metodologi

Ada empat metode dalam uji klinis untuk tes darah samar di feses. Tes ini

digunakan untuk melihat beberapa komponen berbeda seperti antibodi, heme, globin,

atau porfirin dalam darah, atau DNA dari bahan seluler seperti lesi mukosa intestinal.

Dalam pengambilan spesimen gunakan sarung tangan bersih, jumlah feses tergantung

pemeriksaan, umumnya 2,5cm untuk feses padat atau 15-30mL untuk cair.

a. Fecal Immunochemical Testing (FIT), dan Immunochemical Fecal Occult

Blood Test (iFOBT).

Pemeriksaan FIT menggunakan antibodi spesifik untuk mendeteksi globin.

B. Stool Guaiac Test for Fecal Occult Blood (gFOBT)

Uji guaiac dengan cara memulas feses pada beberapa kertas penyerap yang

telah diberi bahan kimia tertentu. Kemudian teteskan Hidrugen Peroksida di

atas kertas. Jika terdapat darah dalam feses, kertas kan berubah warna dalam

satu atau dua detik. Metode ini bekerja dengan teori bahwa komponen heme

dalam hemoglobin memiliki efek seperti peroksidase, yang secara cepat

memecah hidrogen peroksida. Pada kasus perdarahan di lambung atau usus

atas bagian proksimal, metode guaiac lebih sensitif dibandingkan dengan tes

deteksi globin, karena globin dipecah dalam usus bagian atas.

C. Fecal Porphyrin Quantification: - HemoQuant

Tidak seperti gFOBT dan FIT, tes ini memungkinkan kuantifikasi tepat dari

hemoglobin, dan divalidasi secara analitis dengan gastric juice dan urin, serta

sampel feses. Gugus heme dari hemoglobin utuh akan dikonversi secara

kimia oleh asam oksalat dan ferrous oxalate atau ferrous sulfat menjadi

protoporphyrin, dan kandungan porfirin dalam kedua sampel (original dan

setelah dikonversi) akan diukur dengan komparatif fluoresensi dari standar;

spesifikasi hemoglobin akan meningkat dengan mengurangi fluoresensi dari

sampel kosong yang disiapkan dengan asam sitrat untuk mengoreksi efek

pembaur potensial dari zat non-spesifik yang telah ada.

D. Fecal DNA Test

Ekstraksi DNA manusia dari sampel feses yang akan diperiksa untuk melihat

perubahan pada DNA yang dikaitkan dengan kanker.

Hookworm’s positive

24

Page 28: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Spesimen yang digunakan dalam penentuan diagnosis infeksi kecacingan biasanya

berasal dari feses, bilasan lambung dan apusan rektal atau swab anus. Spesimen yang akan

diperiksa harus ditampung dalam botol bersih, bermulut lebar, dan mempunyai tutup. Untuk

feses yang diminta pada tersangka infeksi biasanya berasal dari hasil defekasi spontan dan

biasanya setelah dilakukan pengobatan, cara pengambilan sampel feses juga dapat dilakukan

secara rectal touch, untuk pemeriksaan feses rutin dibutuhkan sampel sebanyak 2-3 gram,

yang perlu diperhatikan adalah feses harus bebas minyak dan bahan-bahan kimia seperti

barium.

Feses segar dapat disimpan semalam pada suhu rendah yaitu pada suhu 4°C tanpa

mengurangi nilai diagnostiknya, akan tetapi jika feses tersebut dalam bentuk cair, berlendir

dan mengandung darah maka harus dilakukan pemeriksaan dengan segera dalam batas waktu

2 jam atau dilakukan fiksasi terlebih dahulu jika hendak dilakukan penyimpanan (Hadidjaja,

P., 1994).\

Pengawet Sampel

Untuk pemerikaan feses dalam jumlah yang besar maka tidak mungkin dilakukan

pada semua spesimen pemeriksaan dalam waktu beberapa jam saja, untuk itu perlu dilakukan

pengawetan sampel feses, biasanya reagen yang digunakan dalam fiktatif atau pengawet

sampel yang berasal dari feses adalah:

- Larutan Formalin 50% atau 10%

- Larutam Schauddin

- Larutan Polivinil Alkohol yang mengandung Larutan Schauddin

- Larutan Mertiolad-Iodium Formaldehid (MIF)

Syarat untuk memperoleh pengawetan yang baik adalah sebagai berikut:

- Jumlah presentatif yang dipakai harus cukup banyak

- Presentatif dan spesimen harus dicampur secara homogen (Hadidjaja, P., 1994).

Metode pemeriksaan

Metode yang digunakan dalam membantu menegakkan diagnosis infeksi kecacingan

meliputi:

1. Pemeriksaan Makroskopis

Pemeriksaan makroskopis meliputi:

- Warna Feses : Kuning, putih, hijau atau hitam

- Bau Feses : Amis seperti bau ikan atau bau busuk

- Konsistensi : padat, lembek atau cair

25

Page 29: Laporan Skenario b Blok 13 l4

- Adanya lendir, darah, potongan jaringan, sisa makanan yang belum dicerna atau

bahan sisa pengobatan seperti lemak, zat besi, magnesium dan barium.

2. Pemeriksaan Mikroskopis

Metode pemeriksaan secara mikroskopis yang sering dilakukan adalah:

1. Pemeriksaan feses dengan cara langsung (sediaan basah)

Untuk metode ini dibagi dalam beberapa metode lagi yaitu pemeriksaan feses

dengan cara langsung dengan kaca penutup dan pemeriksaan feses dengan cara

langsung tanpa kaca penutup.

2. Pemeriksaan feses dengan cara konsentrasi untuk telur cacing

Dibagi dalam beberapa metode lagi meliputi:

a) Pemeriksaan feses dengan cara sedimentasi (Metode Faust & Russell)

b) Pemeriksaan dengan cara Flotasi dengan larutan NaCl jenuh (Metode Willis)

c) Pemeriksaan feses dengan teknik Kato (Metode Kato & Miura)

d) Pemeriksaan feses dengan teknik modifikasi Kato katz

e) Pemeriksaan feses dengan teknik formalin-eter

f) Teknik AMS III (Acid-sodium sulfat-tritone-eter concentration)

g) Teknik hitung telur

h) Pemeriksaan feses langsung dengan kaca penutup metode Beaver

i) Pemeriksaan feses dengan cara menghitung telur cacing

Pada penelitian ini digunakan metode pemeriksaan sedimentasi (Hadidjaja, P., 1994).

c. apa saja pemeriksaan tambahan yang diperlukan pada skenario ini? (berhubungan

dengan anemia defisiensi besi)

Untuk menegakkan diagnosis ADB diperlukan pemeriksaan laboratorim yang

meliputi pemeriksaan darah rutin seperti Hb, PCV, leukosit, trombosit, ditambah pemeriksaan

indeks eritrosit, retikulosit, morfologi darah tepi dan pemeriksaan status besi (Fe serum, total

iron binding capacity (TIBC), saturasi transferin, FEP, feritin), dan apus sumsum tulang.

Menentukan adanya anemia dengan pemeriksaan kadar Hb dan atau PCV merupakan

hal pertama yang penting untuk memutuskan pemeriksaan lebih lanjut dalam menegakkan

diagnosis ADB. Pada ADB nilai indeks eritrosit MCV, MCH dan MCHC menurun sejajar

dengan penurunan kadar Hb. Jumlah retikulosit biasanya normal, pada keadaan berat karena

perdarahan jumlahnya meningkat. Gambaran morfologi darah tepi ditemukaan keadaan

hipokromik, mikrositik, anisositosis dan poikolisitiosis (dapat ditemukan sel pensil, sel target,

ovalosit, mikrosit dan sel fragmen).

26

Page 30: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Jumlah leukosit biasanya normal, tetapi pada ADB yang berlangsung lama terjadi

granulositopenia. Pada keadaan ini disebabkan infestasi cacing sering ditemukan eosinofilia.

Jumlah trombosit meningkat 2-4 kali dari nilai normal, trombositosis hanya dapat

terjadi pada penderita dengan perdarahan yang massif. Kejadian trombositopenia

dihubungkan dengan anemia yang sangat berat. Namun demikian kejadian trombositosis dan

trombositopenia pada bayi dan anak hampir sama, yaitu trombositosis sekitar 35% dan

trombositpenia 28%.

Pada pemeriksaan status besi didapatkan kadar Fe serum menurun dan TIBC

meningkat, Pemeriksaan Fe serum untuk menentukan jumlah besi yang terikat pada transferin

, sedangkan TIBC untuk mengetahui jumah transferin yang berada dalam sirkulasi darah.

Perbandingan antara Fe serum dan TIBC (saturasi transferin) yang dapat diperoleh dengan

cara menghitung Fe serum:TIBC x 100% merupakan suatu nilai yang menggambarkan suplai

besi ke eritroid sumsum tulang dan penilaian terbaik untuk mengetahui pertukaran besi antara

plasma dan cadangan besi dalam tubuh. Bila saturasi transferin (ST) <16 menunjukkan suplai

besi yang tidak adekuat untuk mendukung eritropoisis. ST < 7% diagnosis ADB dapat

ditegakkan, sedangkan pada kadar ST 7-16% dapat dipakai untuk mendiagnosis ADB bila

didukung oleh nilai MCV yang rendah atau pemeriksaan lainnya.

Untuk mengetahui kecukupan penyediaan besi ke eritroid sumsum tulang dapat

diketahui kadar Free Erytrcyte Protopoephyrin (FEP). Pada pembentukan eritrosit akan

dibentuk cincin porfirin sebelum besi terikat untuk membentuk heme. Bila penyediaan besi

tidak adekuat menyebabkan terjadinya penumpukan porfirin di dalam sel. Nilai FEP >100

ug/dl eritrosit menunjukan adanya ADB. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya ADB

lebih dini. Meningkatnya FEP disertai ST yang menurun merupakan tanda ADB yang

progresif.

Jumlah cadangan besi tubuh dapat diketahui dengan memeriksa kadar feritin serum.

Bila kadar feritin < 10-12ug/dl menunjukan telah terjadi penurunan cadangan besi dalam

tubuh.

Pada pemeriksaan apusan tulang dapat ditemukan gambaran yang khas ADB yaitu

hiperplasia sistem ertropoitik dan berkurangnya hemosiderin. Unutuk mengetahui ada atau

tidaknya besi dapat diketahui dengan pewarnaan Prussian blue.

d. bagaimana siklus hidup hookworm?

Cacing tambang jantan berukuran 8-11 mm sedangkan yang betina berukuran 10-

13 mm. Cacing betina menghasilkan telur yang keluar bersama feses pejamu (host)

27

Page 31: Laporan Skenario b Blok 13 l4

dan mengalami pematangan di tanah. Setelah 24 jam telur akan berubah menjadi larva

tingkat pertama (L1) yang selanjutnya berkembang menjadi larva tingkat kedua (L2)

atau larva rhabditiform dan akhirnya menjadi larva tingkat ketiga (L3) yang bersifat

infeksius. Larva tingkat ketiga disebut sebagai larva filariform. Proses perubahan

telur sampai menjadi larva filariform terjadi dalam 24 jam. Larva filariform kemudian

menembus kulit terutama kulit tangan dan kaki, meskipun dikatakan dapat juga

menembus kulit perioral dan transmamaria. Adanya paparan berulang dengan larva

filariform dapat berlanjut dengan menetapnya cacing di bawah kulit (subdermal).

Secara klinis hal ini menyebabkan rasa gatal serta timbulnya lesi papulovesikular dan

eritematus yang disebut sebagai ground itch. Dalam 10 hari setelah penetrasi

perkutan, terjadi migrasi larva filariform ke paru-paru setelah melewati sirkulasi

ventrikel kanan. Larva kemudian memasuki parenkim paruparu lalu naik ke saluran

nafas sampai di trakea, dibatukkan, dan tertelan sehingga masuk ke saluran cerna lalu

bersarang terutama pada daerah 1/3 proksimal usus halus. Pematangan larva menjadi

cacing dewasa terjadi disini. Proses dari mulai penetrasi kulit oleh larva sampai

terjadinya cacing dewasa memerlukan waktu 6-8 minggu. Cacing jantan dan betina

berkopulasi di saluran cerna selanjutnya cacing betina memproduksi telur yang akan

dikeluarkan bersama dengan feses manusia. Pematangan telur menjadi larva terutama

terjadi pada lingkungan pedesaan dengan tanah liat dan lembab dengan suhu antara

23-33o C. Penularan A. Duodenale selain terjadi melalui penetrasi kulit juga melalui

jalur orofekal, akibat kontaminasi feses pada makanan. Didapatkan juga bentuk

penularan melalui hewan vektor (zoonosis) seperti pada anjing yang menularkan A.

brazilienze dan A. caninum. Hewan kucing dan anjing juga menularkan A.

ceylanicum. Jenis cacing yang yang ditularkan melalui hewan vektor tersebut tidak

mengalami maturasi dalam usus manusia.Cacing N. americanus dewasa dapat

memproduksi 5.000 - 10.000 telur/hari dan masa hidup cacing ini mencapai 3-5 tahun,

sedangkan A. duodenale menghasilkan 10.000-30.000 telur/hari, dengan masa hidup

sekitar 1 tahun.

28

Page 32: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Manusia merupakan satu-satunya hospes definitive. Telur yang infektif keluar bersama tinja

penderita. Di dala m tanah, dalam waktu 2 hari menetas menjadi larva filariform yang

infektif. Kemudian larva filaform menembus kulit lalu memasuki pembuluh darah dan

jantung kemudian akan mencapai paru-paru. Setelah melewati bronkus dan trakea, larva

masuk ke laring dan faring akhirnya masuk ke usus halus dan tumbuh menjadi dewasa dalam

waktu 4 minggu. Manusia merupakan satu-satunya hospes definitive. Telur yang infektif

keluar bersama tinja penderita. Di dalam tanah, dalam waktu 2 hari menetas menjadi larva

filariform yang infektif. Kemudian larva filaform menembus kulit lalu memasuki pembuluh

darah dan jantung kemudian akan mencapai paru-paru. Setelah melewati bronkus dan trakea,

larva masuk ke laring dan faring akhirnya masuk ke usus halus dan tumbuh menjadi dewasa

dalam waktu 4 minggu

e. apa saja gejala klinis yang ditimbulkan hookworm ? (buatlah perbedaan spesifik dari

masing2 cacing)

Beberapa spesies cacing tambang yang penting adalah:

Necator americanus (manusia) : ditemukan di daerah tropis Afrika, Asia, dan

Amerika.

Ancylostoma duodenale (manusia) : ditemukan di daerah Mediterania, India, Cina, dan

Jepang.

Ancylostoma braziliense (kucing,anjing)

29

Page 33: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Ancylostoma ceylanicum (kucing,anjing)

Ancylostoma caninum (kucing,anjing)

Cacing tambang yang mungkin menginfeksi Mrs.Mona pada skenario ini adalah Necator

americanus dan Ancylostoma duodenale.

Gejala klinis nekatoriasia dan ankilostomiasis:

1. Stadium larva

Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit

yang disebut ground itch (ruam yang menonjol dan terasa gatal). Perubahan pada paru

biasanya ringan. Infeksi larva filariform Ancylostoma duodenale secara oral

menyebabkan penyakit wakana dengan gejala mual, muntah, iritasi faring, batuk, sakit

leher, dan serak.

2. Stadium dewasa

Gejala tergantung pada:

a. Spesies dan jumlah cacing

b. Keadaan gizi penderita (Fe dan protein)

Tiap cacing Necator americanus menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,005-

0,1 cc sehari, sedangkan Ancylostoma duodenale 0,08-0,34 cc sehari. Pada infeksi

kronik atau infeksi berat terjadi anemia hipokrom mikrositer. Disamping itu juga

terdapat eosinofilia. Cacing tambang biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi

daya tahan berkurang dan prestasi kerja turun.

f. Apa diagnosis dari skenario ini? (berhubungan dengan anemia)

Anemia hipokrom microcyter et causa defisiensi zat besi

g. Bagaimana tatalaksana dan terapi nya? (sesuai diagnosis)

Diagnosis yang didapatkan adalah Anemia hipokrom mikrositer, disebabkan oleh

menstruasi yang berlebihan akibat gangguan hormonal pre-menopouse, serta infeksi

ancylostomiosis. Penalaksanaan anemia harus dimulai dengan penyebab anemia itu sendiri.

Jadi, terdapat tiga hal yang harus dilakukan. Pertama, pemberantasan cacing-parasit dalam

tubuh ny. Mona dan sanitasi serta higienisasi kehidupan ny. Mona. Kedua, masalah

hormonal... Ketiga, pemberian tambahan suplemen untuk meningkatkan kadar Hb dan ukuran

eritrosit kembali normal dengan cepat.

1. Pemberantasan Cacing Tambang (medikamentosa)

30

Page 34: Laporan Skenario b Blok 13 l4

a. Pemberantasan cacing tambang bisa dilakukan dengan pemberian

mebendazol sebagai drug of choice. Sangat efektif untuk melawan cacing

tambang. Dosisnya 2 kali 100mg selama 3 hari.

b. Bila tidak terdapat mebendazol bisa digunakan pirantel pamoat, dosisnya

untuk A. Duodenale berupa dosis tunggal 10mg/kgBB. Bisa juga digunakan

Albendazol sebagai pilihan kedua dengan dosis tunggal 400mg.

2. Untuk perbaikan gizi ny. Mona bisa dilakukan : (suportif)

a. Meningkatkan konsumsi zat besi terutama yang hewani seperti ikan, daging,

dan lain lain. (diet)

b. Konsumsi asam askorbat yang alami terkandung dalam buah buahan dan

sayuran membantu penyerapan zat besi. Selain itu konsumsi asam folat dan

vitamin B12 akan membantu sintesis Hb.

31

Page 35: Laporan Skenario b Blok 13 l4

5. KETERKAITAN ANTAR MASALAH

32

Ny. Mona 41 tahun suka

berkebun tanpa menggunakan

sarung tangan

Terinfeksi

Hookworm

Menstruasi

yang

berkepanjangan

dan berlebihan

nause

a

Lemah

dan

palpitasi

Ke klinik

Hasil

pemeriksaan

Fisik

Hasil

pemeriksaan

Lab

Page 36: Laporan Skenario b Blok 13 l4

6. SINTESIS

A. MENSTRUASI

Menstruasi adalah pelepasan dinding rahim (endometrium) yang disertai dengan

pendarahan dan terjadi setiap bulannya kecuali pada saat kehamilan. Menstruasi yang terjadi

terus menerus setiap bulannya disebut sebagai siklus menstruasi. menstruasi biasanya terjadi

pada usia 11 tahun dan berlangsung hingga anda menopause (biasanya terjadi sekitar usia 45

– 55 tahun). Normalnya, menstruasi berlangsung selama 3 – 7 hari.

Siklus menstruasi bervariasi pada tiap wanita dan hampir 90% wanita memiliki siklus

25 – 35 hari dan hanya 10-15% yang memiliki panjang siklus 28 hari, namun beberapa

wanita memiliki siklus yang tidak teratur dan hal ini bisa menjadi indikasi adanya masalah

kesuburan.

Panjang siklus menstruasi dihitung dari hari pertama periode menstruasi – hari dimana

pendarahan dimulai disebut sebagai hari pertama yang kemudian dihitung sampai dengan hari

terakhir – yaitu 1 hari sebelum perdarahan menstruasi bulan berikutnya dimulai.

Seorang wanita memiliki 2 ovarium dimana masing-masing menyimpan sekitar

200,000 hingga 400,000 telur yang belum matang/folikel (follicles). Normalnya, hanya satu

atau beberapa sel telur yang tumbuh setiap periode menstruasi dan sekitar hari ke 14 sebelum

menstruasi berikutnya, ketika sel telur tersebut telah matang maka sel telur tersebut akan

dilepaskan dari ovarium dan kemudian berjalan menuju tuba falopi untuk kemudian dibuahi.

Proses pelepasan ini disebut dengan “OVULASI”.

Pada permulaan siklus, sebuah kelenjar didalam otak melepaskan hormon yang

disebut Follicle Stimulating Hormone (FSH) kedalam aliran darah sehingga membuat sel-sel

telur tersebut tumbuh didalam ovarium. Salah satu atau beberapa sel telur kemudian tumbuh

lebih cepat daripada sel telur lainnya dan menjadi dominant hingga kemudian mulai

memproduksi hormon yang disebut estrogen yang dilepaskan kedalam aliran darah. Hormone

estrogen bekerjasama dengan hormone FSH membantu sel telur yang dominan tersebut

tumbuh dan kemudian memberi signal kepada rahim agar mempersiapkan diri untuk

menerima sel telur tersebut. Hormone estrogen tersebut juga menghasilkan lendir yang lebih

banyak

Ketika sel telur telah matang, sebuah hormon dilepaskan dari dalam otak yang disebut

dengan Luteinizing Hormone (LH). Hormone ini dilepas dalam jumlah banyak dan memicu

terjadinya pelepasan sel telur yang telah matang dari dalam ovarium menuju tuba falopi. Jika

33

Page 37: Laporan Skenario b Blok 13 l4

pada saat ini, sperma yang sehat masuk kedalam tuba falopi tersebut, maka sel telur tersebut

memiliki kesempatan yang besar untuk dibuahi.

Sel telur yang telah dibuahi memerlukan beberapa hari untuk berjalan menuju tuba

falopi, mencapai rahim dan pada akhirnya “menanamkan diri” didalam rahim. Kemudian, sel

telur tersebut akan membelah diri dan memproduksi hormon Human Chorionic

Gonadotrophin (HCG) yang dapat dideteksi dengan GEATEL ®. Hormone tersebut

membantu pertumbuhan embrio didalam rahim.

Jika sel telur yang telah dilepaskan tersebut tidak dibuahi, maka endometrium akan

meluruh dan terjadinya proses menstruasi berikutnya.

Siklus Menstruasi Normal

Sikuls menstruasi normal dapat dibagi menjadi 2 segmen yaitu, siklus ovarium

(indung telur) dan siklus uterus (rahim). Siklus indung telur terbagi lagi menjadi 2 bagian,

yaitu siklus folikular dan siklus luteal, sedangkan siklus uterus dibagi menjadi masa

proliferasi (pertumbuhan) dan masa sekresi.

Perubahan di dalam rahim merupakan respon terhadap perubahan hormonal. Rahim

terdiri dari 3 lapisan yaitu perimetrium (lapisan terluar rahim), miometrium (lapisan otot

rehim, terletak di bagian tengah), dan endometrium (lapisan terdalam rahim). Endometrium

34

Page 38: Laporan Skenario b Blok 13 l4

adalah lapisan yangn berperan di dalam siklus menstruasi. 2/3 bagian endometrium disebut

desidua fungsionalis yang terdiri dari kelenjar, dan 1/3 bagian terdalamnya disebut sebagai

desidua basalis.

Sistem hormonal yang mempengaruhi siklus menstruasi adalah:

- FSH-RH (follicle stimulating hormone releasing hormone) yang dikeluarkan hipotalamus untuk merangsang hipofisis mengeluarkan FSH

- LH-RH (luteinizing hormone releasing hormone) yang dikeluarkan hipotalamus untuk merangsang hipofisis mengeluarkan LH

- PIH (prolactine inhibiting hormone) yang menghambat hipofisis untuk mengeluarkan prolaktin

Pada setiap siklus menstruasi, FSH yang dikeluarkan oleh hipofisis merangsang

perkembangan folikel-folikel di dalam ovarium (indung telur). Pada umumnya hanya 1

folikel yang terangsang namun dapat perkembangan dapat menjadi lebih dari 1, dan folikel

tersebut berkembang menjadi folikel de graaf yang membuat estrogen. Estrogen ini menekan

produksi FSH, sehingga hipofisis mengeluarkan hormon yang kedua yaitu LH. Produksi

hormon LH maupun FSH berada di bawah pengaruh releasing hormones yang disalurkan

hipotalamus ke hipofisis. Penyaluran RH dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik estrogen

terhadap hipotalamus. Produksi hormon gonadotropin (FSH dan LH) yang baik akan

menyebabkan pematangan dari folikel de graaf yang mengandung estrogen. Estrogen

mempengaruhi pertumbuhan dari endometrium. Di bawah pengaruh LH, folikel de graaf

menjadi matang sampai terjadi ovulasi. Setelah ovulasi terjadi, dibentuklah korpus rubrum

yang akan menjadi korpus luteum, di bawah pengaruh hormon LH dan LTH (luteotrophic

hormones, suatu hormon gonadotropik). Korpus luteum menghasilkan progesteron yang

dapat mempengaruhi pertumbuhan kelenjar endometrium. Bila tidak ada pembuahan maka

korpus luteum berdegenerasi dan mengakibatkan penurunan kadar estrogen dan progesteron.

Penurunan kadar hormon ini menyebabkan degenerasi, perdarahan, dan pelepasan dari

35

Page 39: Laporan Skenario b Blok 13 l4

endometrium. Proses ini disebut haid atau menstruasi. Apabila terdapat pembuahan dalam

masa ovulasi, maka korpus luteum tersebut dipertahankan.

Pada tiap siklus dikenal 3 masa utama yaitu:

1. Masa menstruasi yang berlangsung selama 2-8 hari. Pada saat itu endometrium

(selaput rahim) dilepaskan sehingga timbul perdarahan dan hormon-hormon

ovarium berada dalam kadar paling rendah

2. Masa proliferasi dari berhenti darah menstruasi sampai hari ke-14. Setelah

menstruasi berakhir, dimulailah fase proliferasi dimana terjadi pertumbuhan dari

desidua fungsionalis untuk mempersiapkan rahim untuk perlekatan janin. Pada

fase ini endometrium tumbuh kembali. Antara hari ke-12 sampai 14 dapat terjadi

pelepasan sel telur dari indung telur (disebut ovulasi)

3. Masa sekresi. Masa sekresi adalah masa sesudah terjadinya ovulasi. Hormon

progesteron dikeluarkan dan mempengaruhi pertumbuhan endometrium untuk

membuat kondisi rahim siap untuk implantasi (perlekatan janin ke rahim)

Siklus ovarium :

- Fase folikular. Pada fase ini hormon reproduksi bekerja mematangkan sel telur

yang berasal dari 1 folikel kemudian matang pada pertengahan siklus dan siap

untuk proses ovulasi (pengeluaran sel telur dari indung telur). Waktu rata-rata fase

folikular pada manusia berkisar 10-14 hari, dan variabilitasnya mempengaruhi

panjang siklus menstruasi keseluruhan Fase luteal.

- Fase luteal adalah fase dari ovulasi hingga menstruasi dengan jangka waktu rata-

rata 14 hari

Siklus hormonal dan hubungannya dengan siklus ovarium serta uterus di dalam siklus

menstruasi normal:

Setiap permulaan siklus menstruasi, kadar hormon gonadotropin (FSH, LH) berada

pada level yang rendah dan sudah menurun sejak akhir dari fase luteal siklus sebelumnya.

Hormon FSH dari hipotalamus perlahan mengalami peningkatan setelah akhir dari

korpus luteum dan pertumbuhan folikel dimulai pada fase folikular. Hal ini merupakan

pemicu untuk pertumbuhan lapisan endometrium.

Peningkatan level estrogen menyebabkan feedback negatif pada pengeluaran FSH

hipofisis. Hormon LH kemudian menurun sebagai akibat dari peningkatan level estradiol,

tetapi pada akhir dari fase folikular level hormon LH meningkat drastis (respon bifasik)

36

Page 40: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Pada akhir fase folikular, hormon FSH merangsang reseptor (penerima) hormon LH

yang terdapat pada sel granulosa, dan dengan rangsangan dari hormon LH, keluarlah hormon

progesteron.

Setelah perangsangan oleh hormon estrogen, hipofisis LH terpicu yang menyebabkan

terjadinya ovulasi yang muncul 24-36 jam kemudian. Ovulasi adalah penanda fase transisi

dari fase proliferasi ke sekresi, dari folikular ke luteal.

Kadar estrogen menurun pada awal fase luteal dari sesaat sebelum ovulasi sampai fase

pertengahan, dan kemudian meningkat kembali karena sekresi dari korpus luteum.

Progesteron meningkat setelah ovulasi dan dapat merupakan penanda bahwa sudah

terjadi ovulasi

Kedua hormon estrogen dan progesteron meningkat selama masa hidup korpus luteum

dan kemuadian menurun untuk mempersiapkan siklus berikutnya

Fisiologi Menstruasi

Pada siklus menstruasi normal, terdapat produksi hormon-hormon yang paralel dengan

pertumbuhan lapisan rahim untuk mempersiapkan implantasi (perlekatan) dari janin (proses

kehamilan). Gangguan dari siklus menstruasi tersebut dapat berakibat gangguan kesuburan,

abortus berulang, atau keganasan. Gangguan dari sikluas menstruasi merupakan salah satu

alasan seorang wanita berobat ke dokter.

Siklus menstruasi normal berlangsung selama 21-35 hari, 2-8 hari adalah waktu keluarnya

darah haid yang berkisar 20-60 ml per hari. Penelitian menunjukkan wanita dengan siklus

mentruasi normal hanya terdapat pada 2/3 wanita dewasa, sedangkan pada usia reproduksi

yang ekstrim (setelah menarche <pertama kali terjadinya menstruasi> dan menopause) lebih

banyak mengalami siklus yang tidak teratur atau siklus yang tidak mengandung sel telur.

Siklus mentruasi ini melibatkan kompleks hipotalamus-hipofisis-ovarium.

37

Page 41: Laporan Skenario b Blok 13 l4

B. ANEMIA

1. Pengertian Anemia

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) lebih rendah

dari keadaan normal untuk kelompok yang bersangkutan. WHO telah menggolongkan

penetapan kadar normal hemoglobin dalam berbagai kelompok seperti dibawah ini:

Kelompok Hemoglobin (%)

Dewasa Wanita

Wanita hamil

Laki-laki

12

11

14

Anak-anak 6 bulan-6 tahun

6 tahun-14 tahun

11

12

Fungsi sel darah merah adalah untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke

jaringan dalam tubuh dan mengangkut karbon dioksida dari jaringan kembali ke paru-

paru, melalui hemoglobin (protein tetramer yang terdiri dari heme dan globin). Sel

darah merah dapat hidup selama 120 hari, diproduksi di sumsum tulang, dimana

dalam produksinya membutuhkan zat besi, asam folat dan vitamin B12.Anemia

termasuk salah satu masalah kesehatan umum di negara berkembang, sering kita

jumpai pada anak-anak dan wanita hamil (eropa 10%, afrika 46-90%, asia tenggara

57-90%). Disebut anemia ketika kadar Hemoglobin (Hb) dibawah kadar normal.

Secara umum untuk mengukur anemia, pada hasil pemeriksaan laboratorium darah,

yang kita lihat adalah jumlah sel darah merah, konsentrasi hemoglobin, dan kadar

hematokrit.

2. Klasifikasi Anemia

Menurut Morfologi (MCV dan MCH)

A. Macrocyter normochrome: volume dan ukuran eritrosite lebih besar dari

normal, nilai MCV meningkat, kandungan Hb dalam tiap eritrosit normal.

(anemia megaloblast, retikulositosis, penyakit hati)

B. Normocyter normochrome: volume, ukuran, dan kandungan Hb dalam tiap

eritrosit normal. (anemia perdarahan akut, produksi darah menurun)

C. Microcyter normochrome: volume dan ukuran eritrosit lebih kecil, nilai MCV

turun, kandungan Hb dalam tiap eritrosit normal. (anemia penyakit kronis)

D. Microcyter hypochrome: volume dan ukuran eritrosit lebih kecil, nilai MCV

turun, kandungan Hb dalam tiap eritrosit menurun. ( anemia defisiensi Fe,

thalassemia)

Menurut Etiologi

38

Page 42: Laporan Skenario b Blok 13 l4

- Anemia hemorrhagic

- Anemia hemolytic

- Anemia karena pembentukan RBC menurun: anemia defisiensi, anemia aplastik,

penekanan sumsum tulang karena toksik atau infeksi

- Sumsum tulang diganti jaringan lain

- Kerusakan sumsum tulang akibat radiasi

3. Manifestasi klinis anemia

Anemia kronis (sudah lama eksis) cenderung asimtomatik (tidak menunjukkan

gejala), dimana gejala anemia sendiri biasanya tidak spesifik, seperti mudah

letih,lelah dan lesu, sakit kepala, pusing, pingsan, sesak nafas, jantung

berdebar debar, dan menurunnya kemampuan kerja dan konsentrasi. Pada kulit

dan kuku sering dijumpai tampak pucat.Menelusuri riwayat keluarga penderita

juga penting dilakukan untuk mengetahui penyebab anemia, karena yang perlu

kita pahami adalah anemia itu sendiri bisa merupakan manifestasi dari gejala

penyakit tertentu seperti kelainan haemogolobinopathy, yaitu defek genetis

berupa struktur abnormal dari rantai globin pada molekul hemoglobin (Hb

terdiri dari heme dan globin); atau juga defisiensi G6PD (glucose-6-phospate

dehydrogenase), yaitu suatu keadaan berkurangnya enzim G6PD dimana

defisiensi G6PD merupakan penyakit turunan yang resesif (jarang

muncul).Riwayat penyakit penderita juga penting kita telusuri, apakah

penderita baru saja menjalani operasi, dan juga yang perlu dicari tahu pada

pemeriksaan klinis adalah apakah ada pembesaran limfa, urin kehitaman dan

jaundice (sakit kuning), tanda – tanda malaria, diare, kecacingan, dan riwayat

defisiensi nutrisi. Infeksi kronis seperti HIV dan TB (tuberculosis),

penggunaan obat-obatan tertentu, gagal ginjal dan penyakit rematik artritis

juga bisa menyebabkan anemia.

Anemia Defisiensi Zat Besi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya

penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted

iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin

berkurang (Bakta, 2006). Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi

besi yang paling parah, yang ditandai oleh penurunan cadangan besi,

39

Page 43: Laporan Skenario b Blok 13 l4

konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan konsentrasi

hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun (Abdulmuthalib, 2009).

Etiologi

Menurut Bakta (2006) anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena

rendahnya asupan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat

perdarahan menahun:

1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:

a. Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID,

kanker lambung, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.

b. Saluran genitalia (perempuan): menorrhagia.

c. Saluran kemih: hematuria.

d. Saluran nafas: hemoptisis.

2. Faktor nutrisi, yaitu akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan

(asupan yang kurang) atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang rendah.

3. Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam masa

pertumbuhan, dan kehamilan.

4. Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau

dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi),

polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu).

FARMAKOKINETIK

Absorbsi fe malalui saluran cerna terutama berlangungsung di duodenum, makin ke

distal absorbsinya makin berkurang. Secara umum, bila cadangan dalam tubuh tinggi

dan kebutuhan akan zat besi rendah, maka lebih banyak Fe diubah menjadi feritin.

Bila cadangan rendah atau kebutuhan meningkat, maka Fe yang baru diserap akan

segera diangkut dari sel mukosa ke sumsum tulang tulang untuk eritropoesis.

Makanan yang mengandung ± 6 mg fe/1000 kilokalori akan diabsorbsi 5-10% pada

orang normal. Absorbsi dapat ditingkatkan oleh kobal, inosin, etionin, vitamin c, HCl,

suksinat dan senyawa asam lain. Sebaliknya absorbsi Fe akan menurun bila terdapat

fosfat atau antasida misalnya kalsium karbonat, alumnium hidroksida dan magnesium

hidroksida. Setelah diabsorbsi fe dalam darah akan diikat oleh tranferin (suatu beta-1-

globulin glikoprotein) kemudian diangkut ke berbagai jaringan, terutama ke sumsum

tulang dan depot Fe.

40

Page 44: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Bila tidak digunakan dalam eritropoesis, fe akan disimpan sebagai cadangan, dalam

bentuk terikat sebagai feritin.

Bila Fe diberikan IV, cepat sekali diikat oleh apoferitin (protein yang membentuk feritin)

dan disimpan terutama dalam hati, sedangkan setelah pemberian oral terutama akan disimpan

di limpa dan sumsum tulang.

Jumlah Fe yang diekskresi tiap hari sedikit sekali, biasanya sekitar 0.5-1 mg sehari.

Ekskresi terutama berlangsung melalui saluran sel epitel kulit dan saluran cerna yang

terkelupas, selain itu juga melalui keringat, urin, feses, serta kuku dan rambut yang dipotong.

Pada Wanita usia subur dengan siklus haid 28 hari, jumlah Fe yang diekskresi sehubungan

denga haid diperkirakan sebanyak 0.5- 1 mg sehari.

PATOFISIOLOGI

Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme dan hemoglobin (Hb).Kekurangan Fe

mengakibatkan kekurangan Hb.Walaupun pembuatan eritrosit juga menurun, tiap eritrosit

mengandung Hb lebih sedikit daripada biasa sehingga timbul anemia hipokromik mikrositik.

ETIOLOGI

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan

absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.

1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal  dari :

Saluran Cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis,

hemoroid, dan infeksi cacing tambang.

Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau metrorhagia.

Saluran kemih : hematuria

Saluran napas : hemoptoe.

2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi

(bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah

daging).

3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan

dan kehamilan.

4. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.

41

Page 45: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Pada orang dewasa, anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan

perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai

penyebab utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki ialah perdarahan

gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sementara itu,

pada wanita paling sering karena menormetrorhagia.

EPIDEMIOLOGI

Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50% penderita ini

adalah ADB da terutama mengenai bayi, anak sekolah, ibu hamil dan menyusui. Di Indonesia

masih merupakan masalah gizi utama selain kekurangan kalori protein, vitamin A dan

yodium. Penelitian di Indonesia mendapatkan prevalensi ADB pada anak balita sekitar 30 –

40%, pada anak sekolah 25 – 35% sedangkan hasil SKRT 1992 prevalensi ADB pada balita

sebesar 5,55%. ADB mempunyai dampak yang merugikan bagi kesehatan anak berupa

gangguan tumbuh kembang, penurunan daya tahan tubuh dan daya konsentrasi serta

kemampuan belajar sehingga menurunkan prestasi belajar di sekolah.

Patogenesis

Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau kebutuhan besi yang

meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi makin menurun (Bakta, 2006).

Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang negatif,

yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar

feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum

tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong

sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan

pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai

iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah

peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi

transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total iron binding capacity = TIBC)

meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila penurunan jumlah

besi terus terjadi maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai

menurun (Tabel 2.2). Akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositik, disebut sebagai

anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia).

Manifestasi Klinis

1. Gejala Umum Anemia

42

Page 46: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome) dijumpai

pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin kurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini berupa

badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada

pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di

bawah kuku (Bakta, 2006). Pada umumnya sudah disepakati bahwa bila kadar hemoglobin <

7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas.

2. Gejala Khas Defisiensi Besi

Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis

lain adalah (Bakta, 2006):

a. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis

vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok

b. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil

lidah menghilang.

c. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut mulut sehingga

tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.

d. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.

Pemeriksaan

Menurut Guillermo dan Arguelles (Riswan, 2003) pemeriksaan yang dapat dilakukan

antara lain:

A. Pemeriksaan Laboratorium

1. Hemoglobin (Hb)

Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran kuantitatif

tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang. Pada pemeriksaan dan

pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sederhana seperti Hb sachli, yang

dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu trimester I dan III.

2. Penentuan Indeks Eritrosit

Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau menggunakan

rumus:

a. Mean Corpusculer Volume (MCV)

MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila

kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai berkembang.

MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang spesiflk setelah 43

Page 47: Laporan Skenario b Blok 13 l4

thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan

membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70-100 fl,

mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.

b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)

MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah. Dihitung

dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-

31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.

c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)

MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan

membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30- 35% dan hipokrom

< 30%.

3. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer

Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan

menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti,

sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah

dapat dilihat pada kolom morfology flag.

DIAGNOSIS BANDING

Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya, seperti :

1. Thalasemia (khususnya thallasemia minor) :

Hb A2 meningkat

Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun.

2. Anemia kaena infeksi menahun :

Biasanya anemia normokromik normositik. Kadang-kadang terjadi anemia hipokromik

mikrositik.

Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun.

3.  Keracunan timah hitam (Pb) :

Terdapat gejala lain keracunan P.

Terdapat ring sideroblastik pada pemeriksaan sumsum tulang.1

44

Page 48: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Anemia sideroblastik : 

PENATALAKSANAAN

1. Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan

antelmintik yang sesuai.

2. Pemberian preparat Fe :

Pemberian preparat besi  (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi

elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan. Preparat besi

ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal.

3. Bedah

Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena

diverticulum Meckel.

4. Suportif

Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar besi tinggi yang bersumber dari

hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan).

TERAPI

            Setelah diagnosis ditegakan  maka dibuat rencana pemberian terapi, terapi terhadap

anemia difesiensi besi dapat berupa :

Terapi kausal: tergantung penyebabnya,misalnya : pengobatan cacing tambang,

pengobatan hemoroid, pengubatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau

tidak maka anemia akan kambuh kembali.

Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh :

1. Besi per oral : merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah, dan

aman.preparat yang tersedia, yaitu:

A. Ferrous sulphat (sulfas ferosus): preparat pilihan pertama (murah dan efektif).

Dosis: 3 x 200 mg.

B. Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate,harga

lebih mahal, tetepi efektivitas dan efek samping hampir sama.

2. Besi parenteral

Efek samping lebih berbahaya,serta harganya lebih mahal. Indikasi, yaitu :

1.  Intoleransi oral berat;

Kepatuhan berobat kurang;

45

Page 49: Laporan Skenario b Blok 13 l4

2.  Kolitis ulserativa;

3.   Perlu peningkatan Hb secara cepat (misal preoperasi, hamil trimester akhir).4

46

Page 50: Laporan Skenario b Blok 13 l4

C. HOOKWORMa. Morfologi

Spesies Hookworm yang paling sering menginfeksi manusia adalah A. duodenale dan N.

americanus. Keduanya dibedakan berdasarkan bentuk dan ukuran cacing dewasa, buccal

cavity (rongga mulut), bursa copulatrix pada jantan. A. duodenale mempunyai ukuran lebih

besar dan panjang dari pada N. americanus.

N. americanus jantan mempunyai panjang 8-11 mm dengan diameter 0,4-0,5 mm, sedangkan

cacing betina mempunyai panjang 10-13 mm dan diameter 0,6 mm. Pada buccal cavity

(rongga mulut) mempunyai 2 pasang “cutting plates” yaitu sepasang di ventral dan sepasang

di dorsal. Dalam keadaan istirahat tubuhnya menyerupai huruf “S”. A. Duodenale jantan

mempunyai panjang 7-9 mm dan diameter 0,3 mm sedang cacing betinanya mempunyai

panjang 9-11 mm dan diameter 0.4 mm. Pada buccal cavity (rongga mulut) mempunyai 2

pasang gigi di anterior dan di posterior. Dalam keadaan istirahat tubuhnya menyerupai huruf

“C” (Agustin, D., 2008).

Telur Hookworm sulit dibedakan antara spesies. Bentuk oval dengan ukuran 40-60 mikron

dengan dinding tipis transparan dan berisi blastomer” (Agustin, D., 2008).

47

Page 51: Laporan Skenario b Blok 13 l4

c. Siklus Hidup

Telur keluar bersama feses yang merupakan telur tidak infektif, biasanya berisi blastomer.

Pada tanah yang teduh, gembur, berpasir dan hangat memudahkan untuk pertumbuhan telur

biasanya telur menetas dalam 1-2 hari dalam bentuk rhabditiform larva. Setelah waktu

kurang lebih 5-10 hari tubuh menjadi larva filariform yang merupakan bentuk infektife.

Bentuk dari larva filariform ini dapat dikenal dari buccal cavity yang menutup. Bila selama

periode infektif terjadi kontak dengan kulit manusia, maka filariform larva akan menembus

kulit dan masuk ke jaringan kemudian memasuki peredaran darah dan pembuluh lympe,

dengan mengikuti peredaran darah vena sampai ke jantung kanan masuk ke paru-paru lewat

arteri pulmonalis kemudian masuk kekapiler, karena ukuran larva lebih besar akhirnya

kapiler pecah (lung migration) kemudian bermigrasi menuju alveoli, bronchus, larink,

pharink dan akhirnya ikut tertelan masuk kedalam usus. Setelah di usus halus larva

melepaskan kulitnya lalu melekatkan diri pada mukosa usus, tumbuh sampai menjadi dewasa.

Waktu yang dibutuhkan infeksi melalui kulit sampai cacing dewasa betina menghasilkan

telur kurang lebih 5 minggu. Infeksi juga bisa melalui mulut apabila manusia tanpa sengaja

menelan filariform larva langsung ke usus dan tumbuh menjadi dewasa tanpa melalui lung

migration ” (Tjitra, 1991).

48

Page 52: Laporan Skenario b Blok 13 l4

c. Patogenesis

Larva cacing menembus kulit akan menyebabkan reaksi erythematus. Larva di paru-paru

menyebabkan perdarahan, eosinophilia dan pneumonia. Kehilangan banyak darah akibat

kerusakan intestinal dapat menyebabkan anemia(Gandahusada, dkk., 1998).

d. Manifestasi Klinik

Gejala klinik yang dapat muncul akibat infeksi Hookworm antara lain pneumonia, batuk

terus-menerus, dyspnue dan hemoptysis yang dapat menandai adanya migrasi larva ke

paru-paru. Bergantung pada infeksi cacing dewasa, infeksi pencernaan dapat

menyebabkan anorexia, panas, diare, berat badan turun dan anemia(Gandahusada, dkk.,

1998).

49

Page 53: Laporan Skenario b Blok 13 l4

e. Epidemologi

Hookworm menyebabkan infeksi pada lebih dari 900 juta orang dan mengakibatkan

hilangnya darah sebanyak 7 liter. Cacing ini ditemukan di daerah tropis dan subtropis.

Kondisi yang optimal untuk daya tahan larva adalah kelembaban sedang dengan suhu

berkisar 23°-33° celcius. Prevalensi infeksi cacing ini terjadi pada anak-anak” (Ginting,

2003). A. duodenale terbanyak kedua setelah A. lumbricoides, sedangkan N. americanus

paling banyak dijumpai di Amerika, Afrika Selatan dan Pusat, Asia Selatan, Indonesia,

Australia dan Kepulauan Pasifik” (Agustin, D., 2008).

F. Diagnosis

Diagnosa dapat ditegakkan dengan ditemukannya telur/cacing dewasa pada feses penderita

(Gandahusada,dkk., 1998).

g. Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan memutus rantai lingkaran hidup cacing dengan

cara : terhadap sumber infeksi dengan mengobati penderita, memperbaiki cara dan

sarana pembuangan feses dan memakai alas kaki.

50

Page 54: Laporan Skenario b Blok 13 l4

D. PK darah dan feses

PENGAMBILAN SPESIMEN

Alat: pipet, spuit, lancet, tourniquet, kapas alkohol 70%

Wadah: tertutup, bersih, kering, berlabel

Cara pengambilan:

Dewasa: ujung jari tengah, manis

Anak: tumit, ibu jari kaki bag pinggir

Darah vena: vena cubiti

Antikoagulan:

EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetate) → 1½ mg/ml

Larutan Oxalat → 0,2 ml/ml darah

PEMERIKSAAN HEMOGLOBIN METODE SAHLI

Prinsip: Hb → asam hematin (oleh HCl) → warna as hematin

dibandingkan dengan standart

Tujuan: menetapkan kadar Hb dlm darah

Reagen: lar HCl 0,1N, aquadest

Alat:

1. Gelas berwarna sbg standart

2. Tabung hemometer

3. Pengaduk dari gelas

4. Pipet Sahli, pipet Pasteur

5. Kertas saring

Cara pemeriksaan:

Tab hemometer diisi lar HCl 0,1N → sampai tanda 2

Hisap darah kapiler dng pipet Sahli smpi tanda 20 μl

Hapus kelebihan darah dng kertas tisu

Masukan darah kedalam tabung hemometer

51

Page 55: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Bilas darah dengan larutan HCl didlm tabung

Cara pemeriksaan:

Tunggu 5 menit → pembentukan as. Hematin

Tambah aquadest → sampai warna sama dengan standart → baca

dalam gr/dl

Nilai Normal:

Laki-laki: 14 – 18 gr/dl

Wanita : 12 – 16 gr/dl

PEMERIKSAAN HITUNG LEUKOSIT

Prinsip: darah diencerkan dan dicat dengan larutan Turk → lalu

dihitung jumlah leukosit dalam volume tertentu

Tujuan: menghitung jumlah lekosit dalam darah

Alat yg digunakan:

1. Pipet leukosit

2. Kamar hitung (Improved Neubauer)

3. Mikroskop

4. Counter tally

5. Reagen: Larutan Turk

Cara pemeriksaan:

Hisap darah EDTA dng pipet lekosit → sampai tanda 0,5

Hapus kelebihan darah dng kertas tisu

Hisap lar. Turk sampai tanda 11

Kocok darah dan larutan ± 2 – 3 menit

Buang lar 3 – 4 tetes → masukan kedalam kamar hitung

Hitung leukosit dengan mikroscop → lap 1,3,7,9 → hasil x 50

Nilai Normal: 5.000 – 10.000 / mm3

PEMERIKSAAN HITUNG ERITROSIT

52

Page 56: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Prinsip: darah diencerkan dan dicat dengan larutan Hayem → lalu

dihitung jumlah eritrosit dalam volume tertentu

Tujuan: menghitung jumlah eritrosit dalam darah

Alat yg digunakan:

1. Pipet eritrosit

2. Kamar hitung (Improved Neubauer)

3. Mikroskop

4. Counter tally

Reagen: Larutan Hayem

Cara pemeriksaan:

Hisap darah EDTA dng pipet eritrosit → sampai tanda 0,5

Hapus kelebihan darah dng kertas tisu

Hisap lar. Hayem sampai tanda 101

Kocok darah dan larutan ± 2 – 3 menit

Buang lar 3 – 4 tetes → masukan kedalam kamar hitung

Hitung leukosit dengan mikroscop → lap A, B, C, D dan E → hasil x

10.000

Nilai Normal: 

Pria : 4,5 – 5,5 juta/ mm3

Wanita : 4 – 5 juta/ mm3

PEMERIKSAAN HITUNG TROMBOSIT

Prinsip: darah diencerkan dan dicat dengan larutan Rees Echer →

lalu dihitung jumlah trombosit dalam volume tertentu

Tujuan: menghitung jumlah trombosit dalam darah

Alat yg digunakan:

1. Pipet eritrosit

2. Kamar hitung (Improved Neubauer)

3. Mikroskop

4. Counter tally

53

Page 57: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Reagen: Larutan Rees Ecker

Cara pemeriksaan:

Hisap darah EDTA dng pipet lekosit → sampai tanda 0,5

Hapus kelebihan darah dng kertas tisu

Hisap lar. Rees Echer sampai tanda 101

Kocok darah dan larutan ± 2 – 3 menit

Buang lar 3 – 4 tetes → masukan kedalam kamar hitung

Hitung trombosit dengan mikroscop → lap 1,3,7,9 → hasil x 500

Nilai Normal: 150.000 – 400.000 / mm3

PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH (LED)

Prinsip (Cara Westergren) →darah EDTA didiamkan dlm waktu

tertentu, maka sel sel darah akan mengendap

Tujuan: Untuk mengetahui kecepatan eritrosit mengendap dalam

waktu tertentu

Alat yang digunakan:

1. Tabung Westergren

2. Rak Westergren

3. Penghisap

4. Pencatat waktu

5. Pipet berskala

6. Spuit 5cc

7. Botol kecil

Reagen: Natrium sitrat 3,8%

Cara Pemeriksaan:

Sediakan botol yang telah diberi 0,4cc Na Sitrat 3,8%

Hisap darah vena 1,6cc dan masukan kedalam botol yg telah diisi

Na sitrat 3,8%

Campur baik-baik

Hisap campuran tsb kedlm tab Westergren → sampai tanda 0

54

Page 58: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Biarkan pipet tegak lurus dalam rak Westergren

Baca tingginya plasma selama 1 dan 2 jam

Nilai Normal

Laki-laki : 0 – 10 mm/jam

Wanita : 0 – 20 mm/jam

PEMERIKSAAN HITUNG JENIS LEUKOSIT

Prinsip: terdapat perbedaan daya serap terhadap zat asam

Tujuan: menghitung jumlah tiap-tiap jenis leukosit dalam darah

Alat yang digunakan:

1. Mikroskop

2. Obyek glass

3. Lancet steril

4. Pencatat waktu

5. Rak pengecatan

6. Rak pengering

7. Minyak imersi

8. Kaca penggeser

9. Pinsil kaca

Reagen: 

Larutan Wright

Larutan buffer pH 6,4

Cara Pemeriksaan

Buat hapusan darah tepi

Cat hapusan dengan lar. Wright → 2 menit

Tetesi dengan lar buffer sama banyak → selama 5 menit

Siram dengan aquadest

Keringkan dan baca dengan mikroskop

55

Page 59: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Nilai Normal:

1. Eosinofil : 1 – 3 %

2. Basofil : 0 – 1 %

3. Batang : 2 – 6 %

4. Segmen : 50 – 70 %

5. Limfosit : 20 – 40 %

6. Monosit : 2 – 8 %

PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH ABO

Prinsip: aglutinasi sel darah merah dengan anti serum tertentu

Tujuan: untuk mengetahui golongan darah seseorang

Alat yang diperlukan:

1. Obyek glass

2. Lancet

3. Kapas alkohol

Reagen:

Serum anti A, Serum anti B, Serum anti AB

Cara Pemeriksaan:

Taruh pada masing-masing obyek glass serum anti A, B dan AB

Tetesi serum dengan darah dan aduk

Lihat penggumpalan yang terjadi

WAKTU PERDARAHAN

(BLEEDING TIME)

Prinsip :

Ialah pemeriksaan terhadap fungsi pembuluh darah (kapilaria)

jumlah dan fungsi trombosit (ekstrinsik faktor)

Cara Pemeriksaan

56

Page 60: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Cuping telinga ditusuk pinset → dihitung sampai darah berhenti

Harga Normal : 1 – 7 menit

WAKTU PEMBEKUAN

(CLOTING TIME)

Prinsip :

Dengan pemeriksaan waktu pembekuan dapat dilihat adanya

kelainan / kekurangan dari faktor intrinsik

Cara pemeriksaan

Darah dimasukan tabung reaksi → dihitung waktunya sampai beku

Harga Normal : 5 – 15 menit

PEMERIKSAAN PAPANICOLAOU SMEAR

Prinsip :

Mendeteksi adanya sel sel ganas pada hapusan sekret vagina /

servik

Cara Pemeriksaan:

Px tidak boleh irigasi vagina, memasukan obat pervagina, tidak

coitus 24 – 48 jam sebelumnya

Pemeriksaan dilakukan diantara waktu mens dengan posisi litotomi

Dengan spekulum, ambil permukaan servik dengan spatula → bahan

difiksasi dlm obyek glass

Hasil:

1. Kelas 1: tidak ada sel atipikal/abnormal

2. Kelas 2: sel atipikal, tidak terbukti maligna

3. Kelas 3: dugaan, tp tdk disimpulkan maligna

4. Kelas 4: dugaan kuat maligna

5. Kelas 5: kesimpulan maligna

PEMERIKSAAN JAMUR

Prinsip :

57

Page 61: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Larutan KOH 10 % atau 20 % akan melisiskan kulit, rambut, kuku

sehingga bila mengandung jamur akan terlihat adanya Hypha atau

spora

Cara pemeriksaan: dilihat dibawah mikroskop

PEMERIKSAAN SEREBRO SPINAL

Cairan serebro spinal diperoleh dari lumbal pungsi pada ruang antar

lumbal L3-4 atau L4-5.

Tekanan pertama diukur, kemudian cairan diaspirasi dan dimasukan

dalam tabung pemeriksaan yang steril.

Data analisa cairan spinal sangat penting dalam mendiagnosa

penyakit medulla spinalis dan otak

Volume :

Bayi : 40 – 60 ml

Anak : 80 – 120 ml

Dewasa : 100 – 160 ml

Glukosa :

Neonatus : 1.1 – 2.2 mmol / l

Bayi/anak : 3.9 – 5.0 mmol / l

Dewasa : 2.8 – 4.4 mmol / l

Protein Total : 15 – 45 mg / 100 ml

Albumin : 52 %

Alpha 1 globulin : 5 %

Alpha 2 globulin : 14 %

Beta globulin : 10 %

Gamma globulin : 19 %

Pemeriksaan Klinik Feses

Dibawah ini merupakan syarat dalam pengumpulan sampel untuk

pemeriksaan feses :

58

Page 62: Laporan Skenario b Blok 13 l4

1) Wadah sampel bersih, kedap, bebas dari urine

2) Harus diperiksa 30 – 40 menit sejak dikeluarkan jika ada penundaan

simpan di almari es 

3) Tidak boleh menelan barium, bismuth dan minyak 5 hari sebelum

pemeriksaan 

4) Diambil dari bagian yang paling mungkin memberi kelainan. misalnya

bagian yang bercampur darah atai lender

5) Paling baik dari defekasi spontan atau Rectal Toucher sebagai

pemeriksaan tinja sewaktu.

6) Pasien konstipasi dapat diberikan saline cathartic terlebih dahulu

7) Pada Kasus Oxyuris dapat digunakan metode schoth tape & object

glass

8) Untuk mengirim tinja, wadah yang baik ialah yang terbuat dari kaca

atau sari bahan lain yang tidak dapat ditembus seperti plastic. Kalau

konsistensi tinja keras,dos karton berlapis paraffin juga boleh dipakai.

Wadah harus bermulut lebar

9) Oleh karena unsure-unsur patologik biasanya tidak dapat merata,

maka hasil pemeriksaan mikroskopi tidak dapat dinilai derajat

kepositifannya dengan tepat, cukup diberi tanda –(negatif),(+),(++),(++

+) saja

Berikut adalah uraian tentang berbagai macam pemeriksaan secara

makroskopis dengan sampel feses.

1) Pemeriksaan Jumlah

Dalam keadaan normal jumlah tinja berkisar antara 100-250gram per

hari. Banyaknya tinja dipengaruhi jenis makanan bila banyak makan

sayur jumlah tinja meningkat.

2) Pemeriksaan Warna

a) Tinja normal kuning coklat dan warna ini dapat berubah mejadi lebih

tua dengan terbentuknya urobilin lebih banyak. Selain urobilin warna

59

Page 63: Laporan Skenario b Blok 13 l4

tinja dipengaruhi oleh berbagai jenis makanan, kelainan dalam saluran

pencernaan dan obat yang dimakan. Warna kuning juga dapat

disebabkan karena susu,jagung, lemak dan obat santonin. 

b) Tinja yang berwarna hijau dapat disebabkan oleh sayuran yang

mengandung khlorofil atau pada bayi yang baru lahir disebabkan oleh

biliverdin dan porphyrin dalam mekonium. 

c) Warna kelabu mungkin disebabkan karena tidak ada urobilinogen

dalam saluran pencernaan yang didapat pada ikterus obstruktif, tinja

tersebut disebut akholis.

Keadaan tersebut mungkin didapat pada defisiensi enzim pankreas

seperti pada steatorrhoe yang menyebabkan makanan mengandung

banyak lemak yang tidak dapat dicerna dan juga setelah pemberian

garam barium setelah pemeriksaan radiologik. 

d) Tinja yang berwarna merah muda dapat disebabkan oleh perdarahan

yang segar dibagian distal, mungkin pula oleh makanan seperti bit atau

tomat. 

e) Warna coklat mungkin disebabkan adanya perdarahan dibagian

proksimal saluran pencernaan atau karena makanan seperti coklat, kopi

dan lain-lain. Warna coklat tua disebabkan urobilin yang berlebihan

seperti pada anemia hemolitik. Sedangkan warna hitam dapat

disebabkan obat yang yang mengandung besi, arang atau bismuth dan

mungkin juga oleh melena.

3) Pemeriksaan Bau

Indol, skatol dan asam butirat menyebabkan bau normal pada tinja. Bau

busuk didapatkan jika dalam usus terjadi pembusukan protein yang tidak

dicerna dan dirombak oleh kuman.Reaksi tinja menjadi lindi oleh

pembusukan semacam itu.

Tinja yang berbau tengik atau asam disebabkan oleh peragian gula yang

tidak dicerna seperti pada diare. Reaksi tinja pada keadaan itu menjadi

asam. Konsumsi makanan dengan rempah-rempah dapat mengakibatkan

rempah-rempah yang tercerna menambah bau tinja.

4) Pemeriksaan Konsistensi

Tinja normal mempunyai konsistensi agak lunak dan bebentuk. Pada

diare konsistensi menjadi sangat lunak atau cair, sedangkan sebaliknya

60

Page 64: Laporan Skenario b Blok 13 l4

tinja yang keras atau skibala didapatkan pada konstipasi. Peragian

karbohidrat dalam usus menghasilkan tinja yang lunak dan bercampur

gas. Konsistensi tinja berbentuk pita ditemukan pada penyakit hisprung.

feses yang sangat besar dan berminyak menunjukkan alabsorpsi usus

5) Pemeriksaan Lendir

Dalam keadaan normal didapatkan sedikit sekali lendir dalam tinja.

Terdapatnya lendir yang banyak berarti ada rangsangan atau radang

pada dinding usus.

a) Lendir yang terdapat di bagian luar tinja, lokalisasi iritasi itu mungkin

terletak pada usus besar. Sedangkan bila lendir bercampur baur dengan

tinja mungkin sekali iritasi terjadi pada usus halus.

b) Pada disentri, intususepsi dan ileokolitis bisa didapatkan lendir saja

tanpa tinja. 

c) Lendir transparan yang menempel pada luar feces diakibatkan spastik

kolitis, mucous colitis pada anxietas.

d) Tinja dengan lendir dan bercampur darah terjadi pada keganasan serta

peradangan rektal anal.

e) Tinja dengan lendir bercampur nanah dan darah dikarenakan adanya

ulseratif kolitis, disentri basiler, divertikulitis ulceratif, intestinal tbc. 

f) Tinja dengan lendir yang sangat banyak dikarenakan adanya vilous

adenoma colon.

6) Pemeriksaan Darah.

Adanya darah dalam tinja dapat berwarna merah muda,coklat atau

hitam. Darah itu mungkin terdapat di bagian luar tinja atau bercampur

baur dengan tinja.

a) Pada perdarahan proksimal saluran pencernaan darah akan bercampur

dengan tinja dan warna menjadi hitam, ini disebut melena seperti pada

tukak lambung atau varices dalam oesophagus.

b) Pada perdarahan di bagian distal saluran pencernaan darah terdapat

di bagian luar tinja yang berwarna merah muda yang dijumpai pada

hemoroid atau karsinoma rektum. Semakin proksimal sumber

61

Page 65: Laporan Skenario b Blok 13 l4

perdarahan semakin hitam warnanya.

7) Pemeriksaan Nanah

Pada pemeriksaan feses dapat ditemukan nanah. Hal ini terdapat pada

pada penyakit Kronik ulseratif Kolon , Fistula colon sigmoid, Lokal

abses.Sedangkan pada penyakit disentri basiler tidak didapatkan nanah

dalam jumlah yang banyak.

8) Pemeriksaan Parasit

Diperiksa pula adanya cacing ascaris, anylostoma dan spesies cacing

lainnya yang mungkin didapatkan dalam feses.

9) Pemeriksaan adanya sisa makanan

Hampir selalu dapat ditemukan sisa makana yang tidak tercerna, bukan

keberadaannya yang mengindikasikan kelainan melainkan jumlahnya

yang dalam keadaan tertentu dihubungkan dengan sesuatu hal yang

abnormal. Sisa makanan itu sebagian berasal dari makanan daun-daunan

dan sebagian lagi makanan berasal dari hewan, seperti serta otot, serat

elastic dan zat-zat lainnya.

Untuk identifikasi lebih lanjut emulsi tinja dicampur dengan larutan Lugol

maka pati (amylum) yang tidak sempurna dicerna nampak seperti butir-

butir biru atau merah. Penambahan larutan jenuh Sudan III atau Sudan IV

dalam alkohol 70% menjadikan lemak netral terlihat sebagai tetes-tetes

merah atau jingga.

b. Mikroskopis

Pemeriksaan mikroskopik meliputi pemeriksaan protozoa, telur cacing,

leukosit, eritosit, sel epitel, kristal, makrofag dan sel ragi. Dari semua

pemeriksaan ini yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap protozoa

dan telur cacing.

1) Protozoa

Biasanya didapati dalam bentuk kista, bila konsistensi tinja cair baru

didapatkan bentuk trofozoit.

62

Page 66: Laporan Skenario b Blok 13 l4

2) Telur cacing

Telur cacing yang mungkin didapat yaitu Ascaris lumbricoides, Necator

americanus, Enterobius vermicularis, Trichuris trichiura, Strongyloides

stercoralis dan sebagainya.

3) Leukosit

Dalam keadaan normal dapat terlihat beberapa leukosit dalam seluruh

sediaan. Pada disentri basiler, kolitis ulserosa dan peradangan didapatkan

peningkatan jumlah leukosit. Eosinofil mungkin ditemukan pada bagian

tinja yang berlendir pada penderita dengan alergi saluran pencenaan.

Untuk mempermudah pengamatan leukosit dapat ditambah 1 tetes asam

acetat 10% pada 1 tetes emulsi feces pada obyek glass.

4) Eritrosit

Eritrosit hanya terlihat bila terdapat lesi dalam kolon, rektum atau anus.

Sedangkan bila lokalisasi lebih proksimal eritrosit telah hancur. Adanya

eritrosit dalam tinja selalu berarti abnormal.

5) Epitel

Dalam keadaan normal dapat ditemukan beberapa sel epite lyaitu yang

berasal dari dinding usus bagian distal. Sel epitel yang berasal dari bagian

proksimal jarang terlihat karena sel inibiasanya telah rusak. Jumlah sel

epitel bertambah banyak kalau ada perangsangan atau peradangan

dinding usus bagian distal.

6) Kristal

Kristal dalam tinja tidak banyak artinya. Dalam tinja normal mungkin

terlihat kristal tripel fosfat, kalsium oksalat dan asam lemak. Kristal tripel

fosfat dan kalsium oksalat didapatkan setelah memakan bayam atau

strawberi, sedangkan kristal asam lemak didapatkan setelah banyak

makan lemak.

63

Page 67: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Sebagai kelainan mungkin dijumpai kristal Charcoat Leyden Tinja, Butir-

butir amilum dan kristal hematoidin. Kristal Charcoat Leyden didapat pada

ulkus saluran pencernaan seperti yang disebabkan amubiasis. Pada

perdarahan saluran pencernaan mungkin didapatkan kristal hematoidin.

7) Makrofag

Sel besar berinti satu dengan daya fagositosis, dalam sitoplasmanya

sering dapat dilihat bakteri selain eritrosit, lekosit .Bentuknya menyerupai

amuba tetapi tidak bergerak.

8) Sel ragi

Khusus Blastocystis hominis jarang didapat. Pentingnya mengenal

strukturnya ialah supaya jangan dianggap kista amoeba

9) Jamur

a. Pemeriksaan KOH 

Pemeriksaan KOH adalah pemeriksaan tinja dengan menggunakan larutan

KOH (kalium hidroksida) untuk mendeteksi adanya jamur, sedangkan

pemeriksaan tinja rutin adalah pemeriksaan tinja yang biasa dilakukan

dengan menggunakan lugol.

Untuk membedakan antara Candida dalam keadaan normal dengan

Kandidiasis adalah pada kandidiasis, selain gejala kandidiasis, dari hasil

pemeriksaan dapat ditemukan bentuk pseudohifa yang merupakan

bentuk invasif dari Candida pada sediaan tinja.

Timbulnya kandidiasis juga dapat dipermudah dengan adanya faktor risiko

seperti diabetes melitus, AIDS, pengobatan antikanker, dan penggunaan

antibiotika jangka panjang. Kalau memang positif kandidiasis dan

terdapat gejala kandidiasis, maka biasanya dapat sembuh total dengan

obat jamur seperti fluconazole, tetapi tentu saja bila ada faktor risiko juga

harus diatasi.

Swap adalah mengusap mukosa atau selaput lendir atau pseudomembran

kemudian hasil usapan diperiksa secara mikroskopik, sedangkan biopsi

adalah pengambilan jaringan atau sel untuk dilakukan pemeriksaan

secara mikroskopik juga.

64

Page 68: Laporan Skenario b Blok 13 l4

c. Kimia

1) Darah samar

Pemeriksaan kimia tinja yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap

darah samar. Tes terhadap darah samar dilakukan untuk mengetahui

adanya perdarahan kecil yang tidak dapat dinyatakan secara makroskopik

atau mikroskopik.

Adanya darah dalam tinja selalau abnormal. Pada keadaan normal tubuh

kehilangan darah 0,5 – 2 ml / hari. Pada keadaan abnormal dengan tes

darah samar positif (+) tubuh kehilangan darah > 2 ml/ hari 

Macam-macam metode tes darah samar yang sering dilakukan adalah

guajac tes, orthotoluidine, orthodinisidine, benzidin tes berdasarkan

penentuan aktivitas peroksidase / oksiperoksidase dari eritrosit (Hb)

a) Metode benzidine basa

i. Buatlah emulsi tinja dengan air atau dengan larutan garam kira-kira 10

ml dan panasilah hingga mendidih.

ii. Saringlah emulsi yang masih panas itu dan biarkan filtrat sampai

menjadi dingin kembali.

iii. Ke dalam tabung reaksi lain dimasukkan benzidine basa sebanyak

sepucuk pisau.

iv. Tambahkan 3 ml asam acetat glacial, kocoklah sampai benzidine itu

v. Bubuhilah 2ml filtrate emulsi tinja, campur.

vi. Berilah 1ml larutan hydrogen peroksida 3 %, campur.

vii. Hasil dibaca dalam waktu 5 menit ( jangan lebih lama )

b) Metode Benzidine Dihidrochlorida

Jika hendak memakai benzidine dihirochlorida sebagai pengganti

benzidine basa dengan maksud supaya test menjadi kurang peka dan

mengurangi hasil positif palsu, maka caranya sama seperti diterangkan

diatas.

c) Cara Guajac

65

Page 69: Laporan Skenario b Blok 13 l4

Prosedur Kerja :

i. Buatlah emulsi tinja sebanyak 5ml dalam tabung reaksi dan tambahkan

1ml asam acetat glacial, campur.

ii. Dalam tabung reaksi lain dimasukkan sepucuk pisau serbuk guajac dan

2ml alcohol 95 %, campur.

iii. Tuang hati-hati isi tabung kedua dalam tabung yang berisi emulsi tinja

sehingga kedua jenis campuran tetap sebagai lapisan terpisah.

iv. Hasil positif kelihatan dari warna biru yang terjadi pada batas kedua

lapisan itu. Derajat kepositifan dinilai dari warna itu.

Zat yang mengganggu pada pemeriksaan darah samar diantara lain

adalah preparat Fe, chlorofil, extract daging, senyawa merkuri, Vitamin C

dosis tinggi dan anti oxidant dapat menyebabkan hasil negatif (-) palsu,

sedangkan Lekosit, formalin, cupri oksida, jodium dan asam nitrat dapat

menyebabkan positif (+) palsu

10) Urobilin

Dalam tinja normal selalu ada urobilin. Jumlah urobilin akan berkurang

pada ikterus obstruktif, pada kasus obstruktif total hasil tes menjadi

negatif, tinja dengan warna kelabu disebut akholik.

Prosedur kerja :

1. Taruhlah beberapa gram tinja dalam sebuah mortir dan campurlah

dengan larutan mercurichlorida 10 % dengan volume sama dengan

volume tinja

2. Campurlah baik-baik dengan memakai alunya

3. Tuanglah bahan itu ke dalam cawan datar agar lebih mudah menguap

dan biarkan selama 6-24 jam

4. Adanya urobilin dapat dilihat dengan timbulnya warna merah

2) Urobilinogen

Penetapan kuantitatif urobilinogen dalam tinja memberikan hasil yang

lebih baik jika dibandingkan terhadap tes urobilin,karena dapat

menjelaskan dengan angka mutlak jumlah urobilinogen yang

66

Page 70: Laporan Skenario b Blok 13 l4

diekskresilkan per 24 jam sehingga bermakna dalam keadaan seperti

anemia hemolitik dan ikterus obstruktif.

Tetapi pelaksanaan untuk tes tersebut sangat rumit dan sulit, karena itu

jarang dilakukan di laboratorium. Bila masih diinginkan penilaian ekskresi

urobilin dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan urobilin urin.

3) Bilirubin

Pemeriksaan bilirubin akan beraksi negatif pada tinja normal,karena

bilirubin dalam usus akan berubah menjadi urobilinogen dan kemudian

oleh udara akan teroksidasi menjadi urobilin.

Reaksi mungkin menjadi positif pada diare dan pada keadaan yang

menghalangi perubahan bilirubin menjadi urobilinogen, seperti

pengobatan jangka panjang dengan antibiotik yang diberikan peroral,

mungkin memusnakan flora usus yang menyelenggarakan perubahan

tadi.Untuk mengetahui adanya bilrubin dapat digunakan metode

pemeriksaan Fouchet

67

Page 71: Laporan Skenario b Blok 13 l4

7. KERANGKA KONSEP

68

Umur 41

th (masa

peri

menopau

Mrs.Mona

berkebun

tanpa

sarung

Menstruasi berkepanjangan

dan

Infeksi cacing

tambang

Pendarahan kronis

Inflamasi GI tract Hookworm’s eggs +

nausea

Defisiensi zat besi

(Fe2+)

Anemia hipokrom

microcyter

Takikardi&palpitasi

-MCHC menurun-MCV menurun-MCH menurun-RBC: hipokrom,anisopoikilositosis, cigar-shaped

Bibir cheilitis

Koilonychia

Lemah&

pucat

Asam

laktat

Menumpuk di

mukosa

nausea

Page 72: Laporan Skenario b Blok 13 l4

69

Page 73: Laporan Skenario b Blok 13 l4

8. KESIMPULAN

Mrs. Mona mengalami anemia hipokrom microcyter yang disebabkan oleh defisiensi zat besi.

Hal ini dikarenakan dua hal,yaitu infeksi cacing tambang ke dalam tubuh dan menstruasi

yang berlebihan.

70

Page 74: Laporan Skenario b Blok 13 l4

DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I.M ., 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC.

Barnes, R. 1987. Avertebrata Zoology. Orlando, Florida: Dryden Press.

Beigal, Y.,Z. Greenburg, I. Noble, E.R, dan Noble, G.A. 1989. Parasitologi.

Biologi Parasit Hewan. Edisi lima. Gadjah Mada University Press.

Colby, 1992, Ringkasan Biokimia Harper, Alih Bahasa: Adji Dharma, Jakarta, EGC

Cynthia. 2010. Pengaruh Pemberian Suplemen Besi Terhadap Otot. [Tesis]

Abdulsalam, Maria, Daniel, Albert. Diagnosis, Pengobatan, dan

Pencegahan Anemia Defisiensi Besi. Seri Pediatri, Vol. 4, No. 2: hal 74-77.

Dunn, A., Carter, J., Carter, H., 2003. Anemia at the end of life: prevalence, significance, and

causes in patients receiving palliative care. Medlineplus. 26:1132-1139.Gandahusada, Srisasi.

2006. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta, FKUI.

Harjasasmita, 1996, Ikhtisar Biokimia Dasar B, Jakarta, FKUI

Harper, Rodwell, Mayes, 1977, Review of Physiological Chemistry

Hoffbrand, A.V, J.E Pettit, P.A.H Moss. Pembentukan sel darah (hemopoiesis). Dalam

Kapita Selekta Hematologi edisi 4. Jakarta : EGC. 2005.

Poedjiadi, Supriyanti, 2007, Dasr-Dasar Biokimia, Bandung, UI Press

Pohan, H.T. 2006. Penyakit Cacing yang Ditularkan Melalui Tanah. Dalam: Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta, FKUI.

Prof. Dr. Sri Oemijati, MPHTM dalam buku “Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

Melalui Promosi Budaya Hidup Sehat Dengan Pendekatan Kemitraan

Tim Patologi Klinik FK-UNSOED. Buku Petunjuk Praktikum Patologi Klinik. Laboratorium

PK FK-UNSOED. 2006.

Radiopoetro. Prof. , Drs. 1991. Zoologi. Jakarta: Penerbit Erlangga

Toha, 2001, Biokimia, Metabolisme Biomolekul, Bandung, Alfabeta

Weiss, G.,Goodnough, L.T., 2005. Anemia of Chronic Disease.Nejm, 352 : 1011-1023.

Wirahadikusumah, 1985, Metabolisme Energi, Karbohidrat dan Lipid, Bandung, ITB

71