laporan skenario b blok 13 l4
DESCRIPTION
tutorialTRANSCRIPT
LAPORAN TUTORIAL
SKENARIO B BLOK 13
Disusun oleh : Kelompok 4
Suci Fahlevi Masri 04111001001
Nurul Hayatun Nupus 04111001008
Mary Gisca T 04111001036
Agien Tri Wijaya 04111001041
Yuni Paradita Djunaidi 04111001042
Wira Dharma Utama 04111001048
Denis Puja Sakti 04111001049
Dwi Novia Putri 04111001053
Dwi Jaya Sari 04111001056
Nyimas Inas Mellanisa 04111001067
Fajar Ahmad Prasetya 04111001084
Herdwin Limas 04111001089
Randina Dwi Megasari 04111001110
Tutor: dr. Dwi Handayani
PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun haturkan kepada Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya
laporan tutorial scenario blok 13 ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Laporan ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang didapat dari proses belajar
tutorial, yang merupakan bagian dari system pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya.
Penyusun tak lupa mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
pembuatan laporan ini: tutor pembimbing dan anggota kelompok 4.
Seperti pepatah “tak ada gading yang tak retak”, penyusun menyadari bahwa dalam
pembuatan laporan ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik akan
sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.
Penyusun
DAFTAR IS
ii
I
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................iii
1. SKENARIO........................................................................................1
2. KLARIFIKASI ISTILAH........................................................................2
3. IDENTIFIKASI MASALAH....................................................................3
4. ANALISIS MASALAH..........................................................................4
5. KETERKAITAN ANTAR MASALAH……………………………………………..32
6. SINTESIS.............................................................................................................2933
A.
Menstruasi………………………………………………………………………...33
B.
Anemia…………………………………………………………………………….38
C.
Hookworm………………………………………………………………………...47
D. PK Darah dan
Feses………………………………………………………………51
7. KERANGKA KONSEP.......................................................................65
8.
KESIMPULAN……………………………………………………………………..66
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………………..67
iii
1. SKENARIO
Mrs Mona, a 41-year-old woman came to the clinic with chief complaint of weakness
and palpitation. She is having symptom of nauseous and need medication to relieve it. She
has had sufferd from prolonged and excessive menstruation (twice in a month) since 1,5
years ago. She likes planting and taking care of flowers in her garden without gloves.
Physical examination :
General appearance : pale, fatique
HR : 110 x/minute, RR: 22x/minute, temperature : 36,6 C, BP: 120/80 mmHg
Liver and spleen non palpable, no lymphadenopathy, no epigastric pain
Cheilitis positive, tongue : papil atrophy
Koilonychia positive
Laboratory :
Hb : 6,2 g/dL, Ht: 18 vol %, RBC : 2.480.000/mm3, WBC : 7.400/mm3, trombosit :
386.000/mm3, diff.count: 0/2/5/63/26/4, MCV : 72 fl, MCH: 25 pg, MCHC: 30%
Fecal occult blood : negative
Hookworm’s eggs positive
1
2. KLARIFIKASI ISTILAH
Palpitation Perasaan berdebar – debar atau denyut jantung tidak teratur
yang sifatnya subjektif
Nauseous Sensasi tidak menyenangkan yang secara samar mengacu pada
episatrum dan abdomen dengan kecenderungan untuk muntah
Menstruation Sekret fisiologi darah dan jaringan mukosa serta bersiklus
melalui vagina dari uterus tidak hamil
Pale Pucat
Fatique Keadaan meningkatnya ketidaknyamanan dan menurunnya
efisiensi akibat pekerjaan yang berlebihan dan berkepanjangan
Lymphadenopathy Penyakit kelenjar limphe
Cheilitis Peradangan pada bibir
Koilonychia Distrofi kuku jari dimana kuku jadi tipis dan cekung dengan
pinggiran yang naik
Feccal occult blood Darah dalam feses tidak terlihat secara kasat mata
MCV Ukuran sel darah merah rata-rata yang dilaporkan sebagai
bagian dari hitungan darah lengkap standar
MCH Kandungan hemoglobin eritrosit rata-rata
MCHC Konsentrasi hemoglobin rata-rata dalam eritrosit
Hookworm Nematoda parasitik dalam usus manusia dan vertebrata lain
2
3. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Nyonya Mona, 41 tahun datang ke klinik dengan keluhan utama lemah dan
jantung berdebar-debar
2. Dia mengalami nausea dan membutuhkan penyembuhan untuk menghentikan
(meringankan)
3. Dia mengalami menstruasi yang berkepanjangan dan berlebihan (dua kali
dalam sebulan) sejak 1,5 tahun yang lalu
4. Dia senang menanam dan merawat tumbuhan di kebunnya tanpa
menggunakan sarung tangan
5. Pemeriksaan fisik:
Pemeriksaan umum : pale, fatique
HR : 110 x/minute, RR: 22x/minute, temperature : 36,6 C, BP: 120/80 mmHg
Liver and spleen non palpable, no lymphadenopathy, no epigastric pain
Cheilitis positive, tongue : papil atrophy
Koilonychia positive
6. Pemeriksaan laboratorium:
Hb : 6,2 g/dL, Ht: 18 vol %, RBC : 2.480.000/mm3, WBC : 7.400/mm3,
trombosit : 386.000/mm3, diff.count: 0/2/5/63/26/4, MCV : 72 fl, MCH: 25
pg, MCHC: 30%
Fecal occult blood : negative
Hookworm’s eggs positive
3
4. ANALISIS MASALAH
1) Nyonya Mona, 41 tahun datang ke klinik dengan keluhan utama lemah
dan jantung berdebar-debar
a. Bagaimana mekanisme lemah (sesuai skenario)?
pada skenario ini, Mrs Mona mengalami anemia defisiensi zat
besi. Hal ini juga dipengaruhi dengan menstruasi yang
berlebihan. Zat besi adalah salah satu unsur penyusun dari
hemoglobin yang berperan dalam pengangkutan oksigen ke
jaringan sehingga dapat terjadi metabolisme glukosa dan
pembentukan ATP untuk kontraksi otot melalui jalur aerob.
Tapi, apabila terjadi kekurangan oksigen pada jaringan maka
metabolisme terjadi melalui proses anaerob yang pada
akhirnya menghasilkan asam laktat. Penumpukan asam laktat
yang berlebihan ini akan menyababkan kelelahan pada otot.
Kurangnya pembentukan ATP itu sendiri karena terjadinya
metabolisme anaerob juga dapat menyebabkan kelelahan.
b. Bagaimana mekanisme jantung berdebar (palpitation) (sesuai skenario)?
Jantung berdebar-debar (palpitasi) pada skenario
dipengaruhi oleh perdarahan dalam waktu yang lama.
Perdarahan bisa terjadi di saluran cerna karena infeksi cacing
tambang dan karena menstruasi yang lama serta volume
yang banyak. Perdarahan menahun tanpa diimbangi
suplemen penambah darah dan makanan sehat menyebabkan
zat besi yang diikat oleh eritrosit berkurang. Zat besi (Fe)
diperlukan untuk pembentukan hemoglobin (Hb). Kekurangan
Fe akan menyebabkan kekurangan Hb, sehingga Hb tidak
dapat mengikat dan mengangkut oksigen dengan baik.
Akibatnya, Hb tidak dapat membawa oksigen ke seluruh
sistem saraf, terutama sistem saraf di jantung, yaitu SA node
(pacemaker).
Tachycardia yang terjadi karena pengeluaran signal
listrik yang cepat oleh SA node disebut sinus tachycardia.
4
Sinus tachycardia umumnya adalah kontraksi cepat dari
jantung yang normal sebagai reaksi atas kondisi atau keadaan
sakit. Sinus tachycardia dapat menyebabkan debar jantung.
Penyebab sinus tachycardia termasuk sakit, demam, hormon
tiroid yang berlebihan, tingkat oksigen darah yang rendah,
kopi dan obat-obatan seperti cocaine dan amphetamine.
Dalam lingkup ini maka sinus tachycardia merupakan jawaban
yang memadai dari jantung terhadap stres, dan ini tidak
menandakan adanya penyakit otot jantung, klep jantung dan
sistim penghantar listrik. Namun pada beberapa pasien, sinus
tachycardia dapat sebagai gejala gagal jantung atau penyakit
klep jantung yang signifikan.
Selain itu juga, Peningkatan asam laktat karena anemia membuat tubuh
melakukan kompensasi untuk menyuplai oksigen ke jaringan-jaringan. Hal ini
akan menimbulkan meningkatnya HR agar asupan oksigen di jaringan
meningkat
2)Dia mengalami nausea dan membutuhkan penyembuhan untuk
menghentikan (meringankan)
a. Bagaimana mekanisme nausea (sesuai skenario)?Kurangnya eritrosit maupun hemoglobin akan
berdampak juga pada kurangnya asupan oksigen dalam
gastrointestinal. Hal ini dapat menyebabkan penimbunan
asam laktat pada otot-otot polos sehingga gaster, intestinal,
colon, menjadi kelelahan, dan manifestasinya adalah berupa
disritmia dan kontraksinya tidak teratur (Bakta, 2007;
Sherwood, 2001; Guyton, 1996). Selain kekurangan oksigen
keadaan kekurangan besi juga dapat menyebabkan disritmia
dan gangguan kontraksi otot karena penurunan fungsi
mioglobin, enzim sitokrom, dan gliserofosfat oksidase yang
akan menyebabkan glikolisis terganggu sehingga adanya
penumpukan asam laktat (Bakta, 2007). Keadaan ini akan
menyebabkan mual dan rasa penuh pada perut sehingga
pasien sulit untuk makan (Djojoningrat, 2007).
5
b. Obat apa yang digunakan untuk mengatasi nausea nya dan bagaimana cara
kerja nya?
Karena Nausea yang terjadi diakibatkan karena adanya stimulasi dari cacing
tambang (Necator americanus atau Ancylostoma duodenale) yang
mengakibatkan inflamasi di usus, maka kita bisa mengatasinya dengan cara
membunuh atau membasmi cacing tambang yang ada dalam tubuh. Jika
kondisi penderita stabil, diberikan obat pirantel pamoat atau mebendazol
selama 1-3 hari untuk membunuh cacing tambang.
Mebendazole
Dosis
Enterobiasis : dewasa &anak >2 tahun : dosis tunggal : 100 mg
Askaris, trikuris dan N. Amerikanus : 2×100 mg (pagi & malam).
Kista hidatid : 3×400-600 mg/hari selama 21-30 hari.
1. Mebendazole. Zat ini mampu membunuh beberapa jenis cacing secara
perlahan dengan menghambat sintesis mikrotubulus dan menghalangi
kemampuan cacing untuk memanfaatkan glukosa. Selain itu ia juga
bekerja dengan menghancurkan sitoplasma yang teradapat dalam sel usus
sehingga cacing tak mendapatkan makanan maka akan mati. Penggunaan
obat cacing berkomposisi mebendazole efektif untuk mengatasi cacing
cambuk, cacing gelang, cacing tambang dan cacing kremi. Nilai lebih dari
zat ini adalah ia tidak mudah diserap oleh tubuh dan hanya menyerang
cacing saja sehingga tidak mempengaruhi konisi tubuh penderita.
2. Pirantel pamoat. Komposisi obat ini bekerja dengan cara menghambat
neuromuskuler yang membuat cacing menjadi tak berdaya secara tiba-tiba
sehingga cacing tak mampu lagi menempel pada dinding usus, akibatnya
cacing akan otomatis keluar bersama feses atau muntah. Obat cacing yang
mengandung zat ini berguna untuk mengatasi jenis cacing tambang,
cacing kremi dan cacing gelang.
3. Albendazole. Senyawa ini bekerja dengan melakukan degenartif sel usus
cacing sehingga cacing tak mampu menyerap glukosa dari manusia dan
membuat cacing menguras habis toko glikogen mereka sebagai pengganti
energi. Hal ini membuat cacing lemah dan kemudian mati. Obat ini untuk
mengatasi cacing pipih, cacing cambuk dan cacing kremi.
Ketika cacing telah dibunuh atau dibasmi maka gejala-gejala lain seperti
nausea dan lain-lain akan teratasi. Namun bila nausea yang dimaksudkan
6
adalah nausea secara umum maka dapat diatasi dengan obat-obat simptomatis.
Obat-obat yang tersedia bebas misalnya antasid, histamine 2 antagonis
seperti simetidin, famotidin, dan ranitidine. Obat-obat kelompok antihistimine-
antikolinergik seperti meclizine, cyclizine, dimenhidrinat, dan difenhidramin,
serta cairan fosforilat karbohidrat. Sedangkan obat anti mual muntah yang bisa
didapatkan dengan resep antara lain antihistamin-antikolinergik dan
fenotiazine. Kedua jenis obat ini umumnya efektif, meskipun dalam dosis dan
frekuensi pemberian yang kecil. Untuk kasus yang lebih rumit, disarankan
mengkombinasikan obat.
2) Dia mengalami menstruasi yang berkepanjangan dan berlebihan (dua
kali dalam sebulan) sejak 1,5 tahun yang lalu
a. Bagaimana siklus menstruasi normal? (endometrium, hormon, kondisi
ovarium,dll)
Menstruasi merupakan proses pelepasan dinding rahim (endometrium)
yang disertai dengan perdarahan dan terjadi secara berulang setiap bulan kecuali pada
saat kehamilan. Menstruasi yang berulang setiap bulan tersebut pada
akhirnya akan membentuk siklus menstruasi. Bila siklus haid teratur (28 hari) :
Hari pertama dalam siklus haid dihitung sebagai hari ke-1. Masa subur adalah
hari ke-12 hingga hari ke- 16 dalam siklus haid
Pada tiap siklus dikenal 3 masa utama yaitu:
1. Masa menstruasi
Berlangsung selama 2-8 hari. Pada saat itu endometrium (selaput rahim)
dilepaskan sehingga timbul perdarahan dan hormon-hormon ovarium berada
dalam kadar paling rendah
2. Masa proliferasi
Dimulai dari berhenti darah menstruasi sampai hari ke-14. Setelah menstruasi
berakhir, dimulailah fase proliferasi dimana terjadi pertumbuhan dari desidua
fungsionalis untuk mempersiapkan rahim untuk perlekatan janin. Pada fase ini
endometrium tumbuh kembali. Antara hari ke-12 sampai 14 dapat terjadi pelepasan
sel telur dari indung telur (disebut ovulasi)
3. Masa sekresi.
Masa sekresi adalah masa sesudah terjadinya ovulasi. Hormon progesteron
dikeluarkan dan mempengaruhi pertumbuhan endometrium untuk membuat
kondisi rahim siap untuk implantasi (perlekatan janin ke rahim)
7
Mekanisme Siklus Menstruasi
1. Pada setiap siklus haid FSH dikeluarkan oleh Lobus anterior hipofisis yang
menyebabkan beberapa folikel primer berkembang dalam ovarium.
2. Folikel primer berkembang menjadi folikel de Graaf yang menghasilkan esterogen,
3. Esterogen menekan FSH, sehingga lobus anterior hipofisis mengeluarkan hormon
gonadotropin yang kedua yaitu LH (luteinizing hormone)
4. Produksi FSH dan LH dipengaruhi RH (relasing hormones) yang disalurkan dari
hipotalamus ke hipofisis
5. Dibawah pengruh RH folikel de graff semakin lama semakin matang dan makin
banyak mengeluarkan likuor folikuli yang mengandung esterogen. Esterogen
mempunyai pengaruh terhadap endometrium menyebabkan endometrium tumbuh
(menebal) yang disebut masa proliferasi
6. Dibawah pengaruh LH folikel de graff menjadi lebih matang, mendekati
permukaan ovarium, dan kemudian terjadi ovulasi.
7. Setelah ovulasi terjadi, terbentuklah korpus rubrum (berwarna merah) yang akan
menjadi korpus luteum (berwarna kuning).
8. Korpus luteum menghasilkan hormon progesteron. Hormon progesteron mempunyai
pengaruh terhadap endometrium yang telah berproliferasi menyebabkan kelenjar-
kelenjarnya berlekuk-lekuk dan bersekresi (masa sekresi)
9. Bila tidak ada pembuahan, korpus luteum berdegenerasi yang menyebabkan kadar
esterogen dan progesteron menurun, sehingga terjadi degenerasi serta perdarahan
dan pelepasan endometrium yang nekrotik, yang disebut masa mestruasi.
10. Bilamana ada pembuahan dalam masa ovulasi, maka korpus luteum dipertahankan
dan berkembang menjadi korpus luteum graviditatis
Sistem hormonal yang mempengaruhi siklus menstruasi :
- FSH-RH (follicle stimulating hormone - releasing hormone) yang dikeluarkan
hipotalamus untuk merangsang hipofisis mengeluarkan FSH
- LH-RH (luteinizing hormone- releasing hormone) yang dikeluarkan
hipotalamus untuk merangsang hipofisis mengeluarkan LH
- PIH (prolactine inhibiting hormone) yang menghambat hipofisis untuk
mengeluarkan prolaktin
Bagaimana patofisiologi menstruasi yang berkepanjangan dan berlebihan sesuai
skenario?
8
Menstruasi yang berkepanjangan dan berlebihan dapat dikaitkan
dengan umur penderita, dimana Nyonya Mona telah memasuki
umur 40 tahun. Seorang perempuan akan mengalami
ketidakteraturan pada siklus seksualnya pada usia 40-50 tahun.
Sesudah beberapa bulan sampai beberapa tahun, siklus akan
terhenti sama sekali, dimana periode ketika siklus ini terhenti dan
hormon-hormon reproduksi wanita menghilang dengan cepat
sampai hampir tidak ada disebut sebagai menopause. Sebelum
memasuki masa menopause akan ada masa yang disebut sebagai
perimenopause. Pada masa perimenopause, terjadi
ketidakseimbangan hormonal (hormonal imbalance) pada tubuh
wanita, dimana produksi estrogen dan progesteron menjadi ireguler
dengan fluktuasi kadar hormon yang tidak dapat diperkirakan.
Tanda-tanda dan efek dari masa perimenopause dapat mulai terjadi
sejak usia 35 tahun. Selama masa perimenopause efek umum yang
sering dirasakan oleh wanita antara lain peningkatan suhu tubuh,
insomnia, kelelahan, gangguan mood dan memori.
9
Pada masa perimenopause, hormon ovarian inhibin menurun yang menyebabkan
kadar FSH meningkat. Meningkatnya kadar FSH akan meningkatkan stimulasi
folikel-folikel sehingga kadar hormon estrogen meningkat. Jika terjadi siklus
anovulatory dimana ovulasi tidak terjadi, corpus luteum tidak terbentuk sehingga
tidak ada sekresi progesteron. Tidak adanya progesteron yang seharusnya menekan
estrogen menyebabkan estrogen terus menstimulasi endometrium. Akibatnya lama
kelamaan akan terjadi peningkatan proliferasi endometrium. Sehingga terjadi
menstruasi yang berlebihan.
Ketidakseimbangan hormon pada masa perimenopause ini dapat menyebabkan
gangguan pada siklus menstruasi. Gangguan siklus menstruasi yang dialami Nyonya
Mona pada skenario ini adalah Menorrhagia dan Polymenorrhea. Menoragia atau
disebut juga Hipermenorea adalah terjadinya perdarahan haid yang terlalu banyak dari
normal (>80mL tiap siklus menstruasi) dan lebih lama dari normal (excessive and
prolonged). Menoragia dapat terjadi akibat kelainan uterus, polip endometrium, atau
pada ketidakseimbangan hormon. Pada siklus menstruasi yang normal, keseimbangan
antara hormon estrogen dan progesteron mengatur pembentukan lapisan
endometrium. Namun pada ketidakseimbangan hormon, perkembangan endometrium
menjadi tidak normal.
Polimenorea adalah panjang siklus haid yang memendek dari panjang siklus haid
klasik, yaitu kurang dari 21 hari per siklusnya, sementara volume perdarahannya
kurang lebih sama atau elbih banyak dari volume perdarahan hai biasanya.
Polimenorea yang disertai dengan pengeluaran haid yang lebih banyak dari biasanya
dinamakan Polimenoragia (epimenoragia). Polimenorea dapat disebabkan oleh
gangguan hormonal yang mengakibatkan gangguan pada proses ovulasi atau
memendeknya fase luteal dari siklus haid. Penyebabnya adalah kongesti (bendungan)
pada ovarium akibat peradangan (infeksi), endometriosis, dan sebagainya
b. Apa dampak dari menstruasi yang berkepanjangan dan berlebihan bagi tubuh?
Hipermenore adalah perdarahan berkepanjangan atau berlebihan pada waktu
menstruasi teratur. Bisa disebut juga dengan perdarahan haid yang jumlahnya banyak hingga
6-7 hari, ganti pembalut 5-6 kali/hari tetapi masih memiliki siklus-siklus yang teratur. Pada
hipermenore perdarahan menstruasi berat berlangsung sekitar 8-10 hari dengan kehilangan
darah lebih dari 80ml
10
Pendarahan hebat saat menstruasi dapat mengarah pada kondisi medis lain,
diantaranya:
- Anemia. Menorrhagia seringkali menyebabkan anemia pada wanita menjelang
menopause. Diperkirakan sekitar 10 persen dari wanita usia produktif dalam resiko
tinggi terkena anemia. Walaupun pola diet dapat ikut andil penyebab hal ini, problem
makin berat karena pendarahan menstruasi yang berlebih. Mayoritas kasus anemia
hanya dalam kondisi ringan, tapi walaupun ringan, anemia dapat menyebabkan
kelematah dan keletihan pada tubuh. Anemia stadium lanjut menyebabkan nafas
pendek-pendek, detak jantung cepat, nyeri kepala, telinga berdenging dan
ketidakseimbangan mental. Anemia yang tidak mendapat tindakan medis dalam
jangka panjang mengarah ke masalah jantung. Wanita hamil penderita anemia,
khususnya 3 bulan pertama kehamilan, meningkatkan resiko keguguran.
- Infertilitas. Banyak kondisi terkait ketidaknormalan menstruasi, termasuk pendarahan
hebat, ketikdaknormalan ovulasi, endometriosis, adalah mayoritas yang mempunyai
kontribusi pada infertilitas pada wanita. Siklus menstruasi yang tidak teratur dapat
mempersulit usaha wanita untuk hamil.
- Nyeri hebat. Pendarahan berlebihan saat menstruasi seringkali disertai dysmenorrhea
(kram & nyeri pada perut bagian bawah yang menyertai menstruasi).
3) Dia senang menanam dan merawat tumbuhan di kebunnya tanpa
menggunakan sarung tangan
a. Bagaimana kaitan berkebun tanpa sarung tangan dengan gejala yang terjadi?
Seperti yang diketahui patologi dari infeksi cacing tambang
adalah larva filariform yang masuk ke dalam tubuh dengan
cara menembus kulit dan epidemiologi dari cacing tambang
sendiri berinsiden tinggi pada daerah pedesaan khususnya
perkebunan, kebiasaan defekasi di tanah dan pemakaian tinja
sebagai pupuk kebun penting dalam penyebaran infeksi.
Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah
gembur (pasir, humus) dengan suhu optimum untuk N.
americanus 28-32 derajat celcius dan untuk A. duodenale
adalah 23-25 derajat celcius.
11
Jadi dapat disimpulkan kalau kegiatan berkebun Mrs. Mona yang tidak
menggunakan sarung tangan akan meningkatkan resiko terjangkit atau terinfeksi
cacing tambang. Namun terjadinya infeksi tidak bisa ditentukan dari penggunaan
sarung tangan melainkan banyak factor lain terutama menyangkut imunitas dari
penderita.
Infeksi cacing tambang dapat menyebabkan anemia defisiensi Fe yang kemudian
akan menimbulkan gejala-gejala seperti mudah lemah, wajah pucat, kuku sendok atau
koilonychias, atrophic glossitis . Anemia defisiensi Fe juga memberikan hasil pada
pemeriksaan laboratorium terjadi penurunan konsentrasi Hb namun RBC bisa saja
ikut berkurang atau tetap normal dan tentu saja pengurangan besi dalam tubuh. MCV,
MCH, dan MCHC juga mengalami penurunan
4) Pemeriksaan fisik
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal?
No Perihal Nilai skenario Nilai normal Interpretasi
1. General appearance Pucat, kelelahanTidak pucat, tida mudah
normal abnormal
2. HR 110 x / menit 60-100 x / menit takikardi
3. RR 22 x / menit 16-24 x / menit Normal
4. Temperatur 36,6o C 36,5-37,5oC Normal
5. BP 120/80 mmHgSistolik: 90-120 mmHg
Diastolik: 60-80 mmHgNormal
6. Hati dan limpa Tidak teraba Tidak teraba Normal
7. Lymphadenopathy Tidak ada Tidak ada Normal
8. Epigastric pain Tidak ada Tidak ada Normal
9. Cheilitis Positif Negative abnormal
10. Papil Papil atrofi Negative abnormal
11. Koilonychia Positif Negative abnormal
12
- pucat: terjadi karena anemia
- kelelahan: pada skenario ini, Mrs Mona mengalami anemia defisiensi zat besi yang juga
dipengaruhi menstruasi berlebihan. Zat besi adalah salah satu unsur penyusun dari
hemoglobin yang berperan dalam pengangkutan oksigen ke jaringan sehingga dapat
terjadi metabolisme glukosa dan pembentukan ATP untuk kontraksi otot melalui jalur
aerob. Tapi, apabila terjadi kekurangan oksigen pada jaringan maka metabolisme terjadi
melalui proses anaerob yang pada akhirnya menghasilkan asam laktat. Penumpukan asam
laktat yang berlebihan ini akan menyababkan kelelahan pada otot. Kurangnya
pembentukan ATP itu sendiri karena terjadinya metabolisme anaerob juga dapat
menyebabkan kelalahan.
- HR takikardi: akibat anemia, maka jumlah oksigen di jaringan akan berkurang. Untuk
mencukupi oksigen tersebut maka pompa jantung akan meningkat sehingga terjadi
takikardia.
- Cheilitis positif, atrofi papil lidah, dan Koilonychia positif merupakan tanda dari
kekurangan zat besi. Zat besi yang kurang dapat menyebabkan reduksi enzim yang
mengandung besi di epitel dan traktus gastrointestinal, sehingga produksi saliva menurun.
Produksi saliva yang menurun inilah yang menyebabkan cheilitis dan atrofi papil lidah.
Koilonikia (kuku berbentuk sendok) terjadi karena pertumbuhan lambat dari lapisan kuku.
5) Pemeriksaan laboratorium
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal?
Pemeriksaan Normal Hasil Pemeriksaan Interpretasi
13
Hb Pria: 13,0-18,0 g/dL
Wanita: 12,0-15,0 g/dL
6,2 g/dL Rendah (tidak
normal)
Ht Pria: 40-48 %
Wanita: 37-43 %
18 vol% Rendah (tidak
normal)
RBC Pria: 4,5-5,5 juta/mm3
Wanita: 4,0-5,0
juta/mm3
2.480.000/mm3 Rendah (tidak
normal)
WBC 5.000-10.000 /mm3 7.400 /mm3 Normal
Trombosit 200.000-500.000 /mm3 386.000 /mm3 Normal
Diff.count
- Basofil
- Eosinofil
- N.batang
- N.segmen
- Limfosit
- Monosit
0-1 %
1-3 %
2-6 %
50-70 %
20-40 %
2-8 %
(0/2/5/63/26/4)
0 %
2 %
5 %
63 %
26 %
4 %
Normal
MCV 80-100 fL 72 fL Rendah (tidak
normal)
MCH 26-32 pg 25 pg Rendah (tidak
normal)
MCHC 32-36 % 30 % Rendah (tidak
normal)
Fecal Occult
Blood- (negative) - (negative) Normal
Hookworm’s
eggs
- (negative) Positif Tidak normal
Mekanisme dari hasil pemeriksaan laboratorium yang tidak normal:
14
Cacing tambang : menyebabkan perdarahan kronis GIT à besi hilang dari tubuh à
gangguan eritropoiesis à Hb, Ht, jumlah eritrosit, MCH, MCV, MCHC turun à
berlangsung lama à anemia mikrositik hipokrom.
Hb turun
Adanya anemia yang terjadi pada pasien dengan infeksi cacing tambang menyebabkan
menurunnya cadangan besi dalam usus maupun hati. Menurunnya cadangan besi ini akan
mempengaruhi dalam pembentukan hemoglobin sebab Fe++ (ion ferro) dibutuhkan untuk
membentuk hemoglobin dengan cara berikatan proroporfirin IX yang akan membentuk hem
kemudian yang akhirnya setiap molekul hem bergabung dengan rantai polipeptida yaitu
globin yang disinteisis oleh ribosom, membentuk rantai hemoglobin. Jadi ketika cadangan
besi dalam usus maupun hati menurun, maka pembentukan Hb pun akan berkurang.
Ht dan RBC
Hematokrit dan sel darah merah yang menurun pada Nyonya Mona terjadi karena anemia.
Hematokrit adalah persentase volume seluruh SDM yang ada dalam darah yang diambil
dalam volume tertentu. Jadi ketika Nyonya Mona kehilangan banyak darah akibat infeksi
cacing tambang dan menstruasi yang panjang dan berlebihan maka Nilai Hematokrit dan
jumlah sel darah merah pun akan menurun.
MCV menurun
MCV mengindikasikan ukuran eritrosit. Ukuran eritrosit menjadi kecil akibat infeksi
cacing tambang yang menganggu pembentukan Hb dengan adanya defisiensi besi. Akibatnya
struktur RBC menjadi abnormal (mengecil).
MCH menurun
MCH mengindikasikan bobot hemoglobin di dalam eritrosit tanpa memperhatikan
ukurannya. Jadi ketika Hemoglobin dalam tubuh berkurang maka nilai MCH pun akan
menurun.
MCHC Menurun
MCHC mengindikasikan konsentrasi hemoglobin per unit volume eritrosit. Jadi ketika
Hemoglobin dalam tubuh berkurang maka nilai MCHC pun akan menurun.
b. Bagaimana cara dan prosedur pemeriksaan lab
Hb
Prosedur Pemeriksaan HB metode Sahli
15
Metode pemeriksaan Hemoglobin (HB) secara Sahli memang sudah ketinggalan
jaman dan makin ditinggalkan orang, mengingat kelemahan yang dimiliki oleh metode ini.
Prinsip : Hemoglobin diubah menjadi hematin asam, kemudian warna yang terjadi
dibandingkan dengan standar warna dalam alat sahli.
Alat :
- Standar Sahli Hemometer.
- Pipet HB 20 µl.
- Pipet Tetes.
- Batang pengaduk.
- Tabung Pengencer haemometer
Bahan :
- Hcl 0,1 N
- Aquadest
Cara Kerja :
1. Masukan 5 tetes Hcl 0,1N ke dalam tabung pengencer Hemometer.
2. Isaplah darah (kapiler, EDTA/Oxalat) dengan pipet HB sampai garis tanda 20µl.
hapus darah yang melekat pada sebelah luar ujung pipet.
3. Catatlah waktunya dan segeralah alirkan darah dari pipet kedalam dasar tabung
pengencer yang berisi Hcl 0,1N tadi. Jangan sampai terjadi gelembung udara.
4. Angkat pipet sedikit, lalu isap Hcl 0,1N yang jernih ke dalam pipet 2-3 kali untuk
membersihkan darah yang masih tertinggal di pipet.
5. Campurlah isi tabung itu supaya darah dan Hcl bersenyawa; warna campuran
menjadi coklat tua.
6. Tambahkan aquadest setetes demi setetes, aduk dengan batang pengaduk.
Perbandingan warna campuran dengan warna standar harus dicapai dalam waktu
3-5 menit setelah saat darah dan Hcl dicampurkan. Pada saat menyamakan warna
tabung diputar hingga garis bagi tidak terlihat.
7. Baca kadar HB dalam gram/100 ml darah.
Keterangan :
Parameter Laki-Laki Perempuan
Hemoglobin (g/dl) 15.7 (14.0–17.5) 13.8 (12.3–15.3)
.
Pada Skenario ini Hb : 6,2 g/dL (TIDAK NORMAL)
16
Hemoglobin
Adalah molekul yang terdiri dari kandungan heme (zat besi) dan rantai polipeptida
globin (alfa,beta,gama, dan delta), berada di dalam eritrosit dan bertugas untuk mengangkut
oksigen. Kualitas darah ditentukan oleh kadar haemoglobin. Stuktur Hb dinyatakan dengan
menyebut jumlah dan jenis rantai globin yang ada. Terdapat 141 molekul asama amino pada
rantai alfa, dan 146 mol asam amino pada rantai beta, gama dan delta.
Terdapat berbagai cara untuk menetapkan kadar hemoglobin tetapi yang sering
dikerjakan di laboratorium adalah yang berdasarkan kolorimeterik visual cara Sahli dan
fotoelektrik cara sianmethemoglobin atau hemiglobinsianida. Cara Sahli kurang baik, karena
tidak semua macam hemoglobin diubah menjadi hematin asam misalnya
karboksihemoglobin, methemoglobin dan sulfhemoglobin. Selain itu alat untuk pemeriksaan
hemoglobin cara Sahli tidak dapat distandarkan, sehingga ketelitian yang dapat dicapai hanya
±10%.
- Cara sianmethemoglobin adalah cara yang dianjurkan untuk penetapan kadar
hemoglobin di laboratorium karena larutan standar sianmethemoglobin sifatnya
stabil, mudah diperoleh dan pada cara ini hampir semua hemoglobin terukur
kecuali sulfhemoglobin. Pada cara ini ketelitian yang dapat dicapai ± 2%.
- Berhubung ketelitian masing-masing cara berbeda, untuk penilaian basil
sebaiknya diketahui cara mana yang dipakai. Nilai rujukan kadar hemoglobin
tergantung dari umur dan jenis kelamin. Pada bayi baru lahir, kadar hemoglobin
lebih tinggi dari pada orang dewasa yaitu berkisar antara 13,6 – 19, 6 g/dl.
Kemudian kadar hemoglobin menurun dan pada umur 3 tahun dicapai kadar
paling rendah yaitu 9,5 – 12,5 g/dl. Setelah itu secara bertahap kadar hemoglobin
naik dan pada pubertas kadarnya mendekati kadar pada dewasa yaitu berkisar
antara 11,5 – 14,8 g/dl. Pada laki-laki dewasa kadar hemoglobin berkisar antara
13 – 16 g/dl sedangkan pada perempuan dewasa antara 12 – 14 g/dl.
Pada perempuan hamil terjadi hemodilusi sehingga batas terendah nilai rujukan
ditentukan 10 g/dl. Penurunan Hb terdapat pada penderita: Anemia, kanker, penyakit ginjal,
pemberian cairan intravena berlebih, dan hodgkin. Dapat juga disebabkan oleh obat seperti:
Antibiotik, aspirin, antineoplastik(obat kanker), indometasin, sulfonamida, primaquin,
rifampin, dan trimetadion.
Peningkatan Hb terdapat pada pasien dehidrasi, polisitemia, PPOK, gagal jantung
kongesti, dan luka bakar hebat. Obat yang dapat meningkatkan Hb adalah metildopa dan
gentamicin. Kadar hemoglobin dapat dipengaruhi oleh tersedianya oksigen pada tempat
tinggal, misalnya Hb meningkat pada orang yang tinggal di tempat yang tinggi dari
17
permukaan laut. Selain itu, Hb juga dipengaruhi oleh posisi pasien (berdiri, berbaring),
variasi diurnal (tertinggi pagi hari).
Ht
MENGHITUNG HEMATOKRIT
Nilai hematokrit adalah volume semua eritrosit dalam 100 mL darah dan disebut dengan
persen (%) dari volume darah tersebut. Biasanya nilai hematokrit ini ditentukan dengan
menggunakan darah vena atau darah kapiler. Ada 2 (dua) cara dalam menentukan nilai
hematokrit, yaitu :
MAKROMETODE (MENURUT WINTROBE)
1.Isilah tabung Wintrobe dengan darah antikoagulan oxalat, heparin, atau EDTA sampai
garis tanda 100 di atas.
2.Masukkan tabung tersebut ke dalam sentrifuge (pemusing) yang cukup besar, pusinglah
selama 30 menit dengan kecepatan 3000 rpm.
3.Bacalah hasilnya denan memperhatikan :
Warna plasma di atas : warna kuning itu dapat dibandingkan dengan larutan kalium
bicarbonat dan intensitasnya disebut dengan satuan. Satu satuan sesuai dengan warna
kalium bicarbonat 1 : 10000.
Tebalnya lapisan putih di atas sel-sel merah yang tersusun dari leukosit dan trombosit
(buffy coat)
Bagian paling bawah yang bewarna merah adalah sel sel eritrosit. Dengan
membandingkam volumenya dengan keseluruhan volume darah, bisa dihitung dalam persen,
misal 40ml/100ml berarti nilai hematokritnya 40%
RBC
18
Prinsip hitung eritrosit manual adalah darah diencerkan dalam larutan isotonis untuk
memudahkan menghitung eritrosit dan mencegah hemolisis. Larutan Pengencer yang
digunakan adalah:
Larutan Hayem : Natrium sulfat 2.5 g, Natrium klorid 0.5 g, Merkuri klorid 0.25 g,
aquadest 100 ml. Pada keadaan hiperglobulinemia, larutan ini tidak dapat
dipergunakan karena dapat menyebabkan precipitasi protein, rouleaux, aglutinasi.
Larutan Gower : Natrium sulfat 12.5 g, Asam asetat glasial 33.3 ml, aquadest 200 ml.
Larutan ini mencegah aglutinasi dan rouleaux.
Natrium klorid 0.85 %
Nilai Rujukan
Dewasa laki-laki : 4.50 – 6.50 (x106/μL)
Dewasa perempuan : 3.80 – 4.80 (x106/μL)
Bayi baru lahir : 4.30 – 6.30 (x106/μL)
Anak usia 1-3 tahun : 3.60 – 5.20 (x106/μL)
Anak usia 4-5 tahun : 3.70 – 5.70 (x106/μL)
Anak usia 6-10 tahun : 3.80 – 5.80 (x106/μL)
WBC
PRINSIP
Darah diencerkan dalam pipet leukosità masukkan dalam kamar hitungà hitung
jumlah leukosit dalam volume tertentu
Alat dan bahan:
1. Pipet leukosit
2. Kamar hitung Improved Neubauer
3. Kaca penutup
4. Larutan pengencer (larutan Turk)
Darah kapiler, EDTA, oxalate
Cara kerja
Mengisi pipet leukosit :
1. Darah EDTA diisap sp garis tanda 0,5 ,
19
2. Hapus darah yg melekat pada ujung pipet
3. Masukkan ujung pipet dlm lar Turk dengan sudut 450 dan isap sp garis tanda 11
4. Angkat pipet dari cairan, tutup ujung pipet dg ujung jari, lepaskan karet penghisap
5. Kocok pipet selama 15-30 detik
Mengisi kamar hitung:
1. Letakkan kamar hitung mendatar di atas meja, dg kaca penutup
2. Kocok pipet selama 3 menit
3. Buang cairan dalam batang kapiler (3-4 tetes)
4. Sentuhkan ujung pipet dg sudut 300 pada permukaan kamar hitung dg menyinggung
pinggir kaca penutup
5. Biarkan 2-3 menit supaya leukosit mengendap
Menghitung jumlah sel
1. Objektif 10X, turunkan kondensor kecilkan diafragma
2. Hitung semua leukosit yang terdapat dalam keempat ‘bidang besar’ pada
sudut-sudut ‘seluruh permukaan yang dibagi’
3. Hitung sel mulai dari kiri ke kanan dan dari kanan ke kiri
Perhitungan
1. Pengenceran 20 kali
2. Jumlah semua sel yang dihitung dalam keempat bidang itu dibagi 4
menunjukkan jumlah leukosit dalam 0,1uL
3. Jumlah sel yang dihitung kali 50 à 20x10
4
Interpretasi hasil
nilai rujukan
Leukosit normal:
Dewasa 5.000-10.000/uL
Neonatus 10.000-25.000/uL
1-7 tahun 6.000-18.000/uL
8-12 tahun 4.500-13.500/uL
20
Leukosit Abnormal
>10.000/uL leukositosis
< 5.000/uL leukopenia
10.000-15.000/uL leukositosis ringan
15.000-20.000/uL leukositosis sedang
20.000-50.000/uL leukositosis berat
>50.000/uL reaksi leukomoid
Trombosit
1. Metode Rees-Echer
Prinsip : darah diencerkan dan dicat dengan larutan Rees Echer → lalu
dihitung jumlah trombosit dalam volume tertentu
Tujuan : menghitung jumlah trombosit dalam darah
Alat yg digunakan :
1. Pipet eritrosit
2. Kamar hitung (Improved Neubauer)
3. Mikroskop
4. Counter tally
Reagen: Larutan Rees Ecker
Cara pemeriksaan:
Hisap darah EDTA dengan pipet lekosit → sampai tanda 0,5
Hapus kelebihan darah dengan kertas tisu
Hisap larutan Rees Echer sampai tanda 101
Kocok darah dan larutan ± 2 – 3 menit
Buang larutan 3 – 4 tetes → masukan kedalam kamar hitung
Hitung trombosit dengan mikroscop → lap 1,3,7,9 → hasil x 500
Nilai Normal: 150.000 – 400.000 / mm3
2. Metode fase-kontras
21
Pada hitung trombosit metode fase kontras, darah diencerkan ke dalam larutan
ammonium oksalat 1% sehingga semua eritrosit dihemolisis. Sel trombosit dihitung
dengan menggunakan kamar hitung standar dan mikroskop fase kontras. Sel-sel
lekosit dan trombosit tampak bersinar dengan latar belakang gelap. Trombosit tampat
bulat atau bulat telur dan berwarna biru muda/lila terang. Bila fokus dinaik-turunkan
tampak perubahan yang bagus/kontras, mudah dibedakan dengan kotoran karena sifat
refraktilnya. Kesalahan dengan metode ini sebesar 8 – 10%.
Metode fase kontras adalah pengitungan secara manual yang paling baik. Penyebab
kesalahan yang utama pada cara ini, selain faktor teknis atau pengenceran yang tidak
akurat, adalah pencampuran yang belum merata dan adanya perlekatan trombosit atau
agregasi.
3. Modifikasi metode fase-kontras dengan plasma darah
Metodenya sama seperti fase-kontras tetapi sebagai pengganti pengenceran dipakai
plasma. Darah dibiarkan pada suhu kamar sampai tampak beberapa mm plasma.
Selanjutnya plasma diencerkan dengan larutan pengencer dan dihitung trombosit
dengan kamar hitung seperti pada metode fase-kontras.
4. Metode tidak langsung
Cara ini menggunakan sediaan apus darah yang diwarnai dengan pewarna Wright,
Giemsa atau May Grunwald. Sel trombosit dihitung pada bagian sediaan dimana eritrosit
tersebar secara merata dan tidak saling tumpang tindih.
MCV
Cara menghitung MCV (Mean Corpuscular Volume / Volume Eritrosit Rata-rata) yaitu
dengan menggunakan rumus berikut:
Sebelum menggunakan rumus ini, jumlah eritrosit dan nilai hematokrit harus dihitung
terlebih dahulu. Contoh : eritrosit 2,5 juta/mm3, Ht: 18 %.
22
MCV = Ht x 10 =…………..fL
MCV = 18 x 10 = 72 fL
Nilai rata-rata eritrosit memberi keterangan tentang ukuran rata-rata eritrosit. Jika nilai
MCV normal, disebut : normositer. Jika nilai MCV di bawah normal, disebut: mikrositer.
Dan jika nilai MCV melebihi nilai normal, disebut: makrositer.
MCH
Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (HER) atau mean corpuscular hemoglobin
(MCH) dan Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (KHER) atau mean
corpuscular hemoglobin concentration (MCHC atau CHCM) masing-masing
mengukur jumlah dan kepekatan hemoglobin. HER dihitung dengan membagi
hemoglobin total dengan jumlah sel darah merah total.
MCH (pg) = Hemoglobin (g/l) / Jumlah eritrosit (106/µL)
Normal 27-33 pg
MCHC
Menghitung Kadar hemoglobin eritrosit rata-rata (KHER) atau mean corpuscular
hemoglobin concentration (MCHC). MCHC mengindikasikan konsentrasi hemoglobin per
unit volume eritrosit. Penurunan nilai MCHC dijumpai pada anemia hipokromik,
defisiensi zat besi serta talasemia. Nilai MCHC dihitung dari nilai MCH dan MCV atau
dari hemoglobin dan hematokrit.
MCHC = ( MCH : MCV ) x 100 % atau MCHC = ( Hb : Hmt ) x 100 %
Nilai rujukan :
Dewasa : 32 - 36 %
Bayi baru lahir : 31 - 35 %
Anak usia 1.5 - 3 tahun : 26 - 34 %
Anak usia 5 - 10 tahun : 32 - 36 %
Feccal occult blood
FOB menunjukkan darah pada feses yang tidak terlihat secara kasat mata.
Pemeriksaan FOB adalah dengan Fecal Occult Blood Test (FOBT).
Fecal Occult Blood Test (FOBT)
Bertujuan untuk mendeteksi kehilangan darah dalam traktus gastrointestinal.
Hasil tes positif menunjukkan terjadinya perdarahan pada gastrointestinal bagian atas
23
ataupun bawah dan dapat dilakukan investigasi lebih lanjut akan adanya peptic ulcers
atau malignansi (kanker kolorektal atau kanker lambung).
Metodologi
Ada empat metode dalam uji klinis untuk tes darah samar di feses. Tes ini
digunakan untuk melihat beberapa komponen berbeda seperti antibodi, heme, globin,
atau porfirin dalam darah, atau DNA dari bahan seluler seperti lesi mukosa intestinal.
Dalam pengambilan spesimen gunakan sarung tangan bersih, jumlah feses tergantung
pemeriksaan, umumnya 2,5cm untuk feses padat atau 15-30mL untuk cair.
a. Fecal Immunochemical Testing (FIT), dan Immunochemical Fecal Occult
Blood Test (iFOBT).
Pemeriksaan FIT menggunakan antibodi spesifik untuk mendeteksi globin.
B. Stool Guaiac Test for Fecal Occult Blood (gFOBT)
Uji guaiac dengan cara memulas feses pada beberapa kertas penyerap yang
telah diberi bahan kimia tertentu. Kemudian teteskan Hidrugen Peroksida di
atas kertas. Jika terdapat darah dalam feses, kertas kan berubah warna dalam
satu atau dua detik. Metode ini bekerja dengan teori bahwa komponen heme
dalam hemoglobin memiliki efek seperti peroksidase, yang secara cepat
memecah hidrogen peroksida. Pada kasus perdarahan di lambung atau usus
atas bagian proksimal, metode guaiac lebih sensitif dibandingkan dengan tes
deteksi globin, karena globin dipecah dalam usus bagian atas.
C. Fecal Porphyrin Quantification: - HemoQuant
Tidak seperti gFOBT dan FIT, tes ini memungkinkan kuantifikasi tepat dari
hemoglobin, dan divalidasi secara analitis dengan gastric juice dan urin, serta
sampel feses. Gugus heme dari hemoglobin utuh akan dikonversi secara
kimia oleh asam oksalat dan ferrous oxalate atau ferrous sulfat menjadi
protoporphyrin, dan kandungan porfirin dalam kedua sampel (original dan
setelah dikonversi) akan diukur dengan komparatif fluoresensi dari standar;
spesifikasi hemoglobin akan meningkat dengan mengurangi fluoresensi dari
sampel kosong yang disiapkan dengan asam sitrat untuk mengoreksi efek
pembaur potensial dari zat non-spesifik yang telah ada.
D. Fecal DNA Test
Ekstraksi DNA manusia dari sampel feses yang akan diperiksa untuk melihat
perubahan pada DNA yang dikaitkan dengan kanker.
Hookworm’s positive
24
Spesimen yang digunakan dalam penentuan diagnosis infeksi kecacingan biasanya
berasal dari feses, bilasan lambung dan apusan rektal atau swab anus. Spesimen yang akan
diperiksa harus ditampung dalam botol bersih, bermulut lebar, dan mempunyai tutup. Untuk
feses yang diminta pada tersangka infeksi biasanya berasal dari hasil defekasi spontan dan
biasanya setelah dilakukan pengobatan, cara pengambilan sampel feses juga dapat dilakukan
secara rectal touch, untuk pemeriksaan feses rutin dibutuhkan sampel sebanyak 2-3 gram,
yang perlu diperhatikan adalah feses harus bebas minyak dan bahan-bahan kimia seperti
barium.
Feses segar dapat disimpan semalam pada suhu rendah yaitu pada suhu 4°C tanpa
mengurangi nilai diagnostiknya, akan tetapi jika feses tersebut dalam bentuk cair, berlendir
dan mengandung darah maka harus dilakukan pemeriksaan dengan segera dalam batas waktu
2 jam atau dilakukan fiksasi terlebih dahulu jika hendak dilakukan penyimpanan (Hadidjaja,
P., 1994).\
Pengawet Sampel
Untuk pemerikaan feses dalam jumlah yang besar maka tidak mungkin dilakukan
pada semua spesimen pemeriksaan dalam waktu beberapa jam saja, untuk itu perlu dilakukan
pengawetan sampel feses, biasanya reagen yang digunakan dalam fiktatif atau pengawet
sampel yang berasal dari feses adalah:
- Larutan Formalin 50% atau 10%
- Larutam Schauddin
- Larutan Polivinil Alkohol yang mengandung Larutan Schauddin
- Larutan Mertiolad-Iodium Formaldehid (MIF)
Syarat untuk memperoleh pengawetan yang baik adalah sebagai berikut:
- Jumlah presentatif yang dipakai harus cukup banyak
- Presentatif dan spesimen harus dicampur secara homogen (Hadidjaja, P., 1994).
Metode pemeriksaan
Metode yang digunakan dalam membantu menegakkan diagnosis infeksi kecacingan
meliputi:
1. Pemeriksaan Makroskopis
Pemeriksaan makroskopis meliputi:
- Warna Feses : Kuning, putih, hijau atau hitam
- Bau Feses : Amis seperti bau ikan atau bau busuk
- Konsistensi : padat, lembek atau cair
25
- Adanya lendir, darah, potongan jaringan, sisa makanan yang belum dicerna atau
bahan sisa pengobatan seperti lemak, zat besi, magnesium dan barium.
2. Pemeriksaan Mikroskopis
Metode pemeriksaan secara mikroskopis yang sering dilakukan adalah:
1. Pemeriksaan feses dengan cara langsung (sediaan basah)
Untuk metode ini dibagi dalam beberapa metode lagi yaitu pemeriksaan feses
dengan cara langsung dengan kaca penutup dan pemeriksaan feses dengan cara
langsung tanpa kaca penutup.
2. Pemeriksaan feses dengan cara konsentrasi untuk telur cacing
Dibagi dalam beberapa metode lagi meliputi:
a) Pemeriksaan feses dengan cara sedimentasi (Metode Faust & Russell)
b) Pemeriksaan dengan cara Flotasi dengan larutan NaCl jenuh (Metode Willis)
c) Pemeriksaan feses dengan teknik Kato (Metode Kato & Miura)
d) Pemeriksaan feses dengan teknik modifikasi Kato katz
e) Pemeriksaan feses dengan teknik formalin-eter
f) Teknik AMS III (Acid-sodium sulfat-tritone-eter concentration)
g) Teknik hitung telur
h) Pemeriksaan feses langsung dengan kaca penutup metode Beaver
i) Pemeriksaan feses dengan cara menghitung telur cacing
Pada penelitian ini digunakan metode pemeriksaan sedimentasi (Hadidjaja, P., 1994).
c. apa saja pemeriksaan tambahan yang diperlukan pada skenario ini? (berhubungan
dengan anemia defisiensi besi)
Untuk menegakkan diagnosis ADB diperlukan pemeriksaan laboratorim yang
meliputi pemeriksaan darah rutin seperti Hb, PCV, leukosit, trombosit, ditambah pemeriksaan
indeks eritrosit, retikulosit, morfologi darah tepi dan pemeriksaan status besi (Fe serum, total
iron binding capacity (TIBC), saturasi transferin, FEP, feritin), dan apus sumsum tulang.
Menentukan adanya anemia dengan pemeriksaan kadar Hb dan atau PCV merupakan
hal pertama yang penting untuk memutuskan pemeriksaan lebih lanjut dalam menegakkan
diagnosis ADB. Pada ADB nilai indeks eritrosit MCV, MCH dan MCHC menurun sejajar
dengan penurunan kadar Hb. Jumlah retikulosit biasanya normal, pada keadaan berat karena
perdarahan jumlahnya meningkat. Gambaran morfologi darah tepi ditemukaan keadaan
hipokromik, mikrositik, anisositosis dan poikolisitiosis (dapat ditemukan sel pensil, sel target,
ovalosit, mikrosit dan sel fragmen).
26
Jumlah leukosit biasanya normal, tetapi pada ADB yang berlangsung lama terjadi
granulositopenia. Pada keadaan ini disebabkan infestasi cacing sering ditemukan eosinofilia.
Jumlah trombosit meningkat 2-4 kali dari nilai normal, trombositosis hanya dapat
terjadi pada penderita dengan perdarahan yang massif. Kejadian trombositopenia
dihubungkan dengan anemia yang sangat berat. Namun demikian kejadian trombositosis dan
trombositopenia pada bayi dan anak hampir sama, yaitu trombositosis sekitar 35% dan
trombositpenia 28%.
Pada pemeriksaan status besi didapatkan kadar Fe serum menurun dan TIBC
meningkat, Pemeriksaan Fe serum untuk menentukan jumlah besi yang terikat pada transferin
, sedangkan TIBC untuk mengetahui jumah transferin yang berada dalam sirkulasi darah.
Perbandingan antara Fe serum dan TIBC (saturasi transferin) yang dapat diperoleh dengan
cara menghitung Fe serum:TIBC x 100% merupakan suatu nilai yang menggambarkan suplai
besi ke eritroid sumsum tulang dan penilaian terbaik untuk mengetahui pertukaran besi antara
plasma dan cadangan besi dalam tubuh. Bila saturasi transferin (ST) <16 menunjukkan suplai
besi yang tidak adekuat untuk mendukung eritropoisis. ST < 7% diagnosis ADB dapat
ditegakkan, sedangkan pada kadar ST 7-16% dapat dipakai untuk mendiagnosis ADB bila
didukung oleh nilai MCV yang rendah atau pemeriksaan lainnya.
Untuk mengetahui kecukupan penyediaan besi ke eritroid sumsum tulang dapat
diketahui kadar Free Erytrcyte Protopoephyrin (FEP). Pada pembentukan eritrosit akan
dibentuk cincin porfirin sebelum besi terikat untuk membentuk heme. Bila penyediaan besi
tidak adekuat menyebabkan terjadinya penumpukan porfirin di dalam sel. Nilai FEP >100
ug/dl eritrosit menunjukan adanya ADB. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya ADB
lebih dini. Meningkatnya FEP disertai ST yang menurun merupakan tanda ADB yang
progresif.
Jumlah cadangan besi tubuh dapat diketahui dengan memeriksa kadar feritin serum.
Bila kadar feritin < 10-12ug/dl menunjukan telah terjadi penurunan cadangan besi dalam
tubuh.
Pada pemeriksaan apusan tulang dapat ditemukan gambaran yang khas ADB yaitu
hiperplasia sistem ertropoitik dan berkurangnya hemosiderin. Unutuk mengetahui ada atau
tidaknya besi dapat diketahui dengan pewarnaan Prussian blue.
d. bagaimana siklus hidup hookworm?
Cacing tambang jantan berukuran 8-11 mm sedangkan yang betina berukuran 10-
13 mm. Cacing betina menghasilkan telur yang keluar bersama feses pejamu (host)
27
dan mengalami pematangan di tanah. Setelah 24 jam telur akan berubah menjadi larva
tingkat pertama (L1) yang selanjutnya berkembang menjadi larva tingkat kedua (L2)
atau larva rhabditiform dan akhirnya menjadi larva tingkat ketiga (L3) yang bersifat
infeksius. Larva tingkat ketiga disebut sebagai larva filariform. Proses perubahan
telur sampai menjadi larva filariform terjadi dalam 24 jam. Larva filariform kemudian
menembus kulit terutama kulit tangan dan kaki, meskipun dikatakan dapat juga
menembus kulit perioral dan transmamaria. Adanya paparan berulang dengan larva
filariform dapat berlanjut dengan menetapnya cacing di bawah kulit (subdermal).
Secara klinis hal ini menyebabkan rasa gatal serta timbulnya lesi papulovesikular dan
eritematus yang disebut sebagai ground itch. Dalam 10 hari setelah penetrasi
perkutan, terjadi migrasi larva filariform ke paru-paru setelah melewati sirkulasi
ventrikel kanan. Larva kemudian memasuki parenkim paruparu lalu naik ke saluran
nafas sampai di trakea, dibatukkan, dan tertelan sehingga masuk ke saluran cerna lalu
bersarang terutama pada daerah 1/3 proksimal usus halus. Pematangan larva menjadi
cacing dewasa terjadi disini. Proses dari mulai penetrasi kulit oleh larva sampai
terjadinya cacing dewasa memerlukan waktu 6-8 minggu. Cacing jantan dan betina
berkopulasi di saluran cerna selanjutnya cacing betina memproduksi telur yang akan
dikeluarkan bersama dengan feses manusia. Pematangan telur menjadi larva terutama
terjadi pada lingkungan pedesaan dengan tanah liat dan lembab dengan suhu antara
23-33o C. Penularan A. Duodenale selain terjadi melalui penetrasi kulit juga melalui
jalur orofekal, akibat kontaminasi feses pada makanan. Didapatkan juga bentuk
penularan melalui hewan vektor (zoonosis) seperti pada anjing yang menularkan A.
brazilienze dan A. caninum. Hewan kucing dan anjing juga menularkan A.
ceylanicum. Jenis cacing yang yang ditularkan melalui hewan vektor tersebut tidak
mengalami maturasi dalam usus manusia.Cacing N. americanus dewasa dapat
memproduksi 5.000 - 10.000 telur/hari dan masa hidup cacing ini mencapai 3-5 tahun,
sedangkan A. duodenale menghasilkan 10.000-30.000 telur/hari, dengan masa hidup
sekitar 1 tahun.
28
Manusia merupakan satu-satunya hospes definitive. Telur yang infektif keluar bersama tinja
penderita. Di dala m tanah, dalam waktu 2 hari menetas menjadi larva filariform yang
infektif. Kemudian larva filaform menembus kulit lalu memasuki pembuluh darah dan
jantung kemudian akan mencapai paru-paru. Setelah melewati bronkus dan trakea, larva
masuk ke laring dan faring akhirnya masuk ke usus halus dan tumbuh menjadi dewasa dalam
waktu 4 minggu. Manusia merupakan satu-satunya hospes definitive. Telur yang infektif
keluar bersama tinja penderita. Di dalam tanah, dalam waktu 2 hari menetas menjadi larva
filariform yang infektif. Kemudian larva filaform menembus kulit lalu memasuki pembuluh
darah dan jantung kemudian akan mencapai paru-paru. Setelah melewati bronkus dan trakea,
larva masuk ke laring dan faring akhirnya masuk ke usus halus dan tumbuh menjadi dewasa
dalam waktu 4 minggu
e. apa saja gejala klinis yang ditimbulkan hookworm ? (buatlah perbedaan spesifik dari
masing2 cacing)
Beberapa spesies cacing tambang yang penting adalah:
Necator americanus (manusia) : ditemukan di daerah tropis Afrika, Asia, dan
Amerika.
Ancylostoma duodenale (manusia) : ditemukan di daerah Mediterania, India, Cina, dan
Jepang.
Ancylostoma braziliense (kucing,anjing)
29
Ancylostoma ceylanicum (kucing,anjing)
Ancylostoma caninum (kucing,anjing)
Cacing tambang yang mungkin menginfeksi Mrs.Mona pada skenario ini adalah Necator
americanus dan Ancylostoma duodenale.
Gejala klinis nekatoriasia dan ankilostomiasis:
1. Stadium larva
Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit
yang disebut ground itch (ruam yang menonjol dan terasa gatal). Perubahan pada paru
biasanya ringan. Infeksi larva filariform Ancylostoma duodenale secara oral
menyebabkan penyakit wakana dengan gejala mual, muntah, iritasi faring, batuk, sakit
leher, dan serak.
2. Stadium dewasa
Gejala tergantung pada:
a. Spesies dan jumlah cacing
b. Keadaan gizi penderita (Fe dan protein)
Tiap cacing Necator americanus menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,005-
0,1 cc sehari, sedangkan Ancylostoma duodenale 0,08-0,34 cc sehari. Pada infeksi
kronik atau infeksi berat terjadi anemia hipokrom mikrositer. Disamping itu juga
terdapat eosinofilia. Cacing tambang biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi
daya tahan berkurang dan prestasi kerja turun.
f. Apa diagnosis dari skenario ini? (berhubungan dengan anemia)
Anemia hipokrom microcyter et causa defisiensi zat besi
g. Bagaimana tatalaksana dan terapi nya? (sesuai diagnosis)
Diagnosis yang didapatkan adalah Anemia hipokrom mikrositer, disebabkan oleh
menstruasi yang berlebihan akibat gangguan hormonal pre-menopouse, serta infeksi
ancylostomiosis. Penalaksanaan anemia harus dimulai dengan penyebab anemia itu sendiri.
Jadi, terdapat tiga hal yang harus dilakukan. Pertama, pemberantasan cacing-parasit dalam
tubuh ny. Mona dan sanitasi serta higienisasi kehidupan ny. Mona. Kedua, masalah
hormonal... Ketiga, pemberian tambahan suplemen untuk meningkatkan kadar Hb dan ukuran
eritrosit kembali normal dengan cepat.
1. Pemberantasan Cacing Tambang (medikamentosa)
30
a. Pemberantasan cacing tambang bisa dilakukan dengan pemberian
mebendazol sebagai drug of choice. Sangat efektif untuk melawan cacing
tambang. Dosisnya 2 kali 100mg selama 3 hari.
b. Bila tidak terdapat mebendazol bisa digunakan pirantel pamoat, dosisnya
untuk A. Duodenale berupa dosis tunggal 10mg/kgBB. Bisa juga digunakan
Albendazol sebagai pilihan kedua dengan dosis tunggal 400mg.
2. Untuk perbaikan gizi ny. Mona bisa dilakukan : (suportif)
a. Meningkatkan konsumsi zat besi terutama yang hewani seperti ikan, daging,
dan lain lain. (diet)
b. Konsumsi asam askorbat yang alami terkandung dalam buah buahan dan
sayuran membantu penyerapan zat besi. Selain itu konsumsi asam folat dan
vitamin B12 akan membantu sintesis Hb.
31
5. KETERKAITAN ANTAR MASALAH
32
Ny. Mona 41 tahun suka
berkebun tanpa menggunakan
sarung tangan
Terinfeksi
Hookworm
Menstruasi
yang
berkepanjangan
dan berlebihan
nause
a
Lemah
dan
palpitasi
Ke klinik
Hasil
pemeriksaan
Fisik
Hasil
pemeriksaan
Lab
6. SINTESIS
A. MENSTRUASI
Menstruasi adalah pelepasan dinding rahim (endometrium) yang disertai dengan
pendarahan dan terjadi setiap bulannya kecuali pada saat kehamilan. Menstruasi yang terjadi
terus menerus setiap bulannya disebut sebagai siklus menstruasi. menstruasi biasanya terjadi
pada usia 11 tahun dan berlangsung hingga anda menopause (biasanya terjadi sekitar usia 45
– 55 tahun). Normalnya, menstruasi berlangsung selama 3 – 7 hari.
Siklus menstruasi bervariasi pada tiap wanita dan hampir 90% wanita memiliki siklus
25 – 35 hari dan hanya 10-15% yang memiliki panjang siklus 28 hari, namun beberapa
wanita memiliki siklus yang tidak teratur dan hal ini bisa menjadi indikasi adanya masalah
kesuburan.
Panjang siklus menstruasi dihitung dari hari pertama periode menstruasi – hari dimana
pendarahan dimulai disebut sebagai hari pertama yang kemudian dihitung sampai dengan hari
terakhir – yaitu 1 hari sebelum perdarahan menstruasi bulan berikutnya dimulai.
Seorang wanita memiliki 2 ovarium dimana masing-masing menyimpan sekitar
200,000 hingga 400,000 telur yang belum matang/folikel (follicles). Normalnya, hanya satu
atau beberapa sel telur yang tumbuh setiap periode menstruasi dan sekitar hari ke 14 sebelum
menstruasi berikutnya, ketika sel telur tersebut telah matang maka sel telur tersebut akan
dilepaskan dari ovarium dan kemudian berjalan menuju tuba falopi untuk kemudian dibuahi.
Proses pelepasan ini disebut dengan “OVULASI”.
Pada permulaan siklus, sebuah kelenjar didalam otak melepaskan hormon yang
disebut Follicle Stimulating Hormone (FSH) kedalam aliran darah sehingga membuat sel-sel
telur tersebut tumbuh didalam ovarium. Salah satu atau beberapa sel telur kemudian tumbuh
lebih cepat daripada sel telur lainnya dan menjadi dominant hingga kemudian mulai
memproduksi hormon yang disebut estrogen yang dilepaskan kedalam aliran darah. Hormone
estrogen bekerjasama dengan hormone FSH membantu sel telur yang dominan tersebut
tumbuh dan kemudian memberi signal kepada rahim agar mempersiapkan diri untuk
menerima sel telur tersebut. Hormone estrogen tersebut juga menghasilkan lendir yang lebih
banyak
Ketika sel telur telah matang, sebuah hormon dilepaskan dari dalam otak yang disebut
dengan Luteinizing Hormone (LH). Hormone ini dilepas dalam jumlah banyak dan memicu
terjadinya pelepasan sel telur yang telah matang dari dalam ovarium menuju tuba falopi. Jika
33
pada saat ini, sperma yang sehat masuk kedalam tuba falopi tersebut, maka sel telur tersebut
memiliki kesempatan yang besar untuk dibuahi.
Sel telur yang telah dibuahi memerlukan beberapa hari untuk berjalan menuju tuba
falopi, mencapai rahim dan pada akhirnya “menanamkan diri” didalam rahim. Kemudian, sel
telur tersebut akan membelah diri dan memproduksi hormon Human Chorionic
Gonadotrophin (HCG) yang dapat dideteksi dengan GEATEL ®. Hormone tersebut
membantu pertumbuhan embrio didalam rahim.
Jika sel telur yang telah dilepaskan tersebut tidak dibuahi, maka endometrium akan
meluruh dan terjadinya proses menstruasi berikutnya.
Siklus Menstruasi Normal
Sikuls menstruasi normal dapat dibagi menjadi 2 segmen yaitu, siklus ovarium
(indung telur) dan siklus uterus (rahim). Siklus indung telur terbagi lagi menjadi 2 bagian,
yaitu siklus folikular dan siklus luteal, sedangkan siklus uterus dibagi menjadi masa
proliferasi (pertumbuhan) dan masa sekresi.
Perubahan di dalam rahim merupakan respon terhadap perubahan hormonal. Rahim
terdiri dari 3 lapisan yaitu perimetrium (lapisan terluar rahim), miometrium (lapisan otot
rehim, terletak di bagian tengah), dan endometrium (lapisan terdalam rahim). Endometrium
34
adalah lapisan yangn berperan di dalam siklus menstruasi. 2/3 bagian endometrium disebut
desidua fungsionalis yang terdiri dari kelenjar, dan 1/3 bagian terdalamnya disebut sebagai
desidua basalis.
Sistem hormonal yang mempengaruhi siklus menstruasi adalah:
- FSH-RH (follicle stimulating hormone releasing hormone) yang dikeluarkan hipotalamus untuk merangsang hipofisis mengeluarkan FSH
- LH-RH (luteinizing hormone releasing hormone) yang dikeluarkan hipotalamus untuk merangsang hipofisis mengeluarkan LH
- PIH (prolactine inhibiting hormone) yang menghambat hipofisis untuk mengeluarkan prolaktin
Pada setiap siklus menstruasi, FSH yang dikeluarkan oleh hipofisis merangsang
perkembangan folikel-folikel di dalam ovarium (indung telur). Pada umumnya hanya 1
folikel yang terangsang namun dapat perkembangan dapat menjadi lebih dari 1, dan folikel
tersebut berkembang menjadi folikel de graaf yang membuat estrogen. Estrogen ini menekan
produksi FSH, sehingga hipofisis mengeluarkan hormon yang kedua yaitu LH. Produksi
hormon LH maupun FSH berada di bawah pengaruh releasing hormones yang disalurkan
hipotalamus ke hipofisis. Penyaluran RH dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik estrogen
terhadap hipotalamus. Produksi hormon gonadotropin (FSH dan LH) yang baik akan
menyebabkan pematangan dari folikel de graaf yang mengandung estrogen. Estrogen
mempengaruhi pertumbuhan dari endometrium. Di bawah pengaruh LH, folikel de graaf
menjadi matang sampai terjadi ovulasi. Setelah ovulasi terjadi, dibentuklah korpus rubrum
yang akan menjadi korpus luteum, di bawah pengaruh hormon LH dan LTH (luteotrophic
hormones, suatu hormon gonadotropik). Korpus luteum menghasilkan progesteron yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan kelenjar endometrium. Bila tidak ada pembuahan maka
korpus luteum berdegenerasi dan mengakibatkan penurunan kadar estrogen dan progesteron.
Penurunan kadar hormon ini menyebabkan degenerasi, perdarahan, dan pelepasan dari
35
endometrium. Proses ini disebut haid atau menstruasi. Apabila terdapat pembuahan dalam
masa ovulasi, maka korpus luteum tersebut dipertahankan.
Pada tiap siklus dikenal 3 masa utama yaitu:
1. Masa menstruasi yang berlangsung selama 2-8 hari. Pada saat itu endometrium
(selaput rahim) dilepaskan sehingga timbul perdarahan dan hormon-hormon
ovarium berada dalam kadar paling rendah
2. Masa proliferasi dari berhenti darah menstruasi sampai hari ke-14. Setelah
menstruasi berakhir, dimulailah fase proliferasi dimana terjadi pertumbuhan dari
desidua fungsionalis untuk mempersiapkan rahim untuk perlekatan janin. Pada
fase ini endometrium tumbuh kembali. Antara hari ke-12 sampai 14 dapat terjadi
pelepasan sel telur dari indung telur (disebut ovulasi)
3. Masa sekresi. Masa sekresi adalah masa sesudah terjadinya ovulasi. Hormon
progesteron dikeluarkan dan mempengaruhi pertumbuhan endometrium untuk
membuat kondisi rahim siap untuk implantasi (perlekatan janin ke rahim)
Siklus ovarium :
- Fase folikular. Pada fase ini hormon reproduksi bekerja mematangkan sel telur
yang berasal dari 1 folikel kemudian matang pada pertengahan siklus dan siap
untuk proses ovulasi (pengeluaran sel telur dari indung telur). Waktu rata-rata fase
folikular pada manusia berkisar 10-14 hari, dan variabilitasnya mempengaruhi
panjang siklus menstruasi keseluruhan Fase luteal.
- Fase luteal adalah fase dari ovulasi hingga menstruasi dengan jangka waktu rata-
rata 14 hari
Siklus hormonal dan hubungannya dengan siklus ovarium serta uterus di dalam siklus
menstruasi normal:
Setiap permulaan siklus menstruasi, kadar hormon gonadotropin (FSH, LH) berada
pada level yang rendah dan sudah menurun sejak akhir dari fase luteal siklus sebelumnya.
Hormon FSH dari hipotalamus perlahan mengalami peningkatan setelah akhir dari
korpus luteum dan pertumbuhan folikel dimulai pada fase folikular. Hal ini merupakan
pemicu untuk pertumbuhan lapisan endometrium.
Peningkatan level estrogen menyebabkan feedback negatif pada pengeluaran FSH
hipofisis. Hormon LH kemudian menurun sebagai akibat dari peningkatan level estradiol,
tetapi pada akhir dari fase folikular level hormon LH meningkat drastis (respon bifasik)
36
Pada akhir fase folikular, hormon FSH merangsang reseptor (penerima) hormon LH
yang terdapat pada sel granulosa, dan dengan rangsangan dari hormon LH, keluarlah hormon
progesteron.
Setelah perangsangan oleh hormon estrogen, hipofisis LH terpicu yang menyebabkan
terjadinya ovulasi yang muncul 24-36 jam kemudian. Ovulasi adalah penanda fase transisi
dari fase proliferasi ke sekresi, dari folikular ke luteal.
Kadar estrogen menurun pada awal fase luteal dari sesaat sebelum ovulasi sampai fase
pertengahan, dan kemudian meningkat kembali karena sekresi dari korpus luteum.
Progesteron meningkat setelah ovulasi dan dapat merupakan penanda bahwa sudah
terjadi ovulasi
Kedua hormon estrogen dan progesteron meningkat selama masa hidup korpus luteum
dan kemuadian menurun untuk mempersiapkan siklus berikutnya
Fisiologi Menstruasi
Pada siklus menstruasi normal, terdapat produksi hormon-hormon yang paralel dengan
pertumbuhan lapisan rahim untuk mempersiapkan implantasi (perlekatan) dari janin (proses
kehamilan). Gangguan dari siklus menstruasi tersebut dapat berakibat gangguan kesuburan,
abortus berulang, atau keganasan. Gangguan dari sikluas menstruasi merupakan salah satu
alasan seorang wanita berobat ke dokter.
Siklus menstruasi normal berlangsung selama 21-35 hari, 2-8 hari adalah waktu keluarnya
darah haid yang berkisar 20-60 ml per hari. Penelitian menunjukkan wanita dengan siklus
mentruasi normal hanya terdapat pada 2/3 wanita dewasa, sedangkan pada usia reproduksi
yang ekstrim (setelah menarche <pertama kali terjadinya menstruasi> dan menopause) lebih
banyak mengalami siklus yang tidak teratur atau siklus yang tidak mengandung sel telur.
Siklus mentruasi ini melibatkan kompleks hipotalamus-hipofisis-ovarium.
37
B. ANEMIA
1. Pengertian Anemia
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) lebih rendah
dari keadaan normal untuk kelompok yang bersangkutan. WHO telah menggolongkan
penetapan kadar normal hemoglobin dalam berbagai kelompok seperti dibawah ini:
Kelompok Hemoglobin (%)
Dewasa Wanita
Wanita hamil
Laki-laki
12
11
14
Anak-anak 6 bulan-6 tahun
6 tahun-14 tahun
11
12
Fungsi sel darah merah adalah untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke
jaringan dalam tubuh dan mengangkut karbon dioksida dari jaringan kembali ke paru-
paru, melalui hemoglobin (protein tetramer yang terdiri dari heme dan globin). Sel
darah merah dapat hidup selama 120 hari, diproduksi di sumsum tulang, dimana
dalam produksinya membutuhkan zat besi, asam folat dan vitamin B12.Anemia
termasuk salah satu masalah kesehatan umum di negara berkembang, sering kita
jumpai pada anak-anak dan wanita hamil (eropa 10%, afrika 46-90%, asia tenggara
57-90%). Disebut anemia ketika kadar Hemoglobin (Hb) dibawah kadar normal.
Secara umum untuk mengukur anemia, pada hasil pemeriksaan laboratorium darah,
yang kita lihat adalah jumlah sel darah merah, konsentrasi hemoglobin, dan kadar
hematokrit.
2. Klasifikasi Anemia
Menurut Morfologi (MCV dan MCH)
A. Macrocyter normochrome: volume dan ukuran eritrosite lebih besar dari
normal, nilai MCV meningkat, kandungan Hb dalam tiap eritrosit normal.
(anemia megaloblast, retikulositosis, penyakit hati)
B. Normocyter normochrome: volume, ukuran, dan kandungan Hb dalam tiap
eritrosit normal. (anemia perdarahan akut, produksi darah menurun)
C. Microcyter normochrome: volume dan ukuran eritrosit lebih kecil, nilai MCV
turun, kandungan Hb dalam tiap eritrosit normal. (anemia penyakit kronis)
D. Microcyter hypochrome: volume dan ukuran eritrosit lebih kecil, nilai MCV
turun, kandungan Hb dalam tiap eritrosit menurun. ( anemia defisiensi Fe,
thalassemia)
Menurut Etiologi
38
- Anemia hemorrhagic
- Anemia hemolytic
- Anemia karena pembentukan RBC menurun: anemia defisiensi, anemia aplastik,
penekanan sumsum tulang karena toksik atau infeksi
- Sumsum tulang diganti jaringan lain
- Kerusakan sumsum tulang akibat radiasi
3. Manifestasi klinis anemia
Anemia kronis (sudah lama eksis) cenderung asimtomatik (tidak menunjukkan
gejala), dimana gejala anemia sendiri biasanya tidak spesifik, seperti mudah
letih,lelah dan lesu, sakit kepala, pusing, pingsan, sesak nafas, jantung
berdebar debar, dan menurunnya kemampuan kerja dan konsentrasi. Pada kulit
dan kuku sering dijumpai tampak pucat.Menelusuri riwayat keluarga penderita
juga penting dilakukan untuk mengetahui penyebab anemia, karena yang perlu
kita pahami adalah anemia itu sendiri bisa merupakan manifestasi dari gejala
penyakit tertentu seperti kelainan haemogolobinopathy, yaitu defek genetis
berupa struktur abnormal dari rantai globin pada molekul hemoglobin (Hb
terdiri dari heme dan globin); atau juga defisiensi G6PD (glucose-6-phospate
dehydrogenase), yaitu suatu keadaan berkurangnya enzim G6PD dimana
defisiensi G6PD merupakan penyakit turunan yang resesif (jarang
muncul).Riwayat penyakit penderita juga penting kita telusuri, apakah
penderita baru saja menjalani operasi, dan juga yang perlu dicari tahu pada
pemeriksaan klinis adalah apakah ada pembesaran limfa, urin kehitaman dan
jaundice (sakit kuning), tanda – tanda malaria, diare, kecacingan, dan riwayat
defisiensi nutrisi. Infeksi kronis seperti HIV dan TB (tuberculosis),
penggunaan obat-obatan tertentu, gagal ginjal dan penyakit rematik artritis
juga bisa menyebabkan anemia.
Anemia Defisiensi Zat Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted
iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin
berkurang (Bakta, 2006). Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi
besi yang paling parah, yang ditandai oleh penurunan cadangan besi,
39
konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan konsentrasi
hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun (Abdulmuthalib, 2009).
Etiologi
Menurut Bakta (2006) anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena
rendahnya asupan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat
perdarahan menahun:
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:
a. Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID,
kanker lambung, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
b. Saluran genitalia (perempuan): menorrhagia.
c. Saluran kemih: hematuria.
d. Saluran nafas: hemoptisis.
2. Faktor nutrisi, yaitu akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan
(asupan yang kurang) atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang rendah.
3. Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam masa
pertumbuhan, dan kehamilan.
4. Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau
dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi),
polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu).
FARMAKOKINETIK
Absorbsi fe malalui saluran cerna terutama berlangungsung di duodenum, makin ke
distal absorbsinya makin berkurang. Secara umum, bila cadangan dalam tubuh tinggi
dan kebutuhan akan zat besi rendah, maka lebih banyak Fe diubah menjadi feritin.
Bila cadangan rendah atau kebutuhan meningkat, maka Fe yang baru diserap akan
segera diangkut dari sel mukosa ke sumsum tulang tulang untuk eritropoesis.
Makanan yang mengandung ± 6 mg fe/1000 kilokalori akan diabsorbsi 5-10% pada
orang normal. Absorbsi dapat ditingkatkan oleh kobal, inosin, etionin, vitamin c, HCl,
suksinat dan senyawa asam lain. Sebaliknya absorbsi Fe akan menurun bila terdapat
fosfat atau antasida misalnya kalsium karbonat, alumnium hidroksida dan magnesium
hidroksida. Setelah diabsorbsi fe dalam darah akan diikat oleh tranferin (suatu beta-1-
globulin glikoprotein) kemudian diangkut ke berbagai jaringan, terutama ke sumsum
tulang dan depot Fe.
40
Bila tidak digunakan dalam eritropoesis, fe akan disimpan sebagai cadangan, dalam
bentuk terikat sebagai feritin.
Bila Fe diberikan IV, cepat sekali diikat oleh apoferitin (protein yang membentuk feritin)
dan disimpan terutama dalam hati, sedangkan setelah pemberian oral terutama akan disimpan
di limpa dan sumsum tulang.
Jumlah Fe yang diekskresi tiap hari sedikit sekali, biasanya sekitar 0.5-1 mg sehari.
Ekskresi terutama berlangsung melalui saluran sel epitel kulit dan saluran cerna yang
terkelupas, selain itu juga melalui keringat, urin, feses, serta kuku dan rambut yang dipotong.
Pada Wanita usia subur dengan siklus haid 28 hari, jumlah Fe yang diekskresi sehubungan
denga haid diperkirakan sebanyak 0.5- 1 mg sehari.
PATOFISIOLOGI
Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme dan hemoglobin (Hb).Kekurangan Fe
mengakibatkan kekurangan Hb.Walaupun pembuatan eritrosit juga menurun, tiap eritrosit
mengandung Hb lebih sedikit daripada biasa sehingga timbul anemia hipokromik mikrositik.
ETIOLOGI
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan
absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari :
Saluran Cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis,
hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau metrorhagia.
Saluran kemih : hematuria
Saluran napas : hemoptoe.
2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah
daging).
3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan
dan kehamilan.
4. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
41
Pada orang dewasa, anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan
perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai
penyebab utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki ialah perdarahan
gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sementara itu,
pada wanita paling sering karena menormetrorhagia.
EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50% penderita ini
adalah ADB da terutama mengenai bayi, anak sekolah, ibu hamil dan menyusui. Di Indonesia
masih merupakan masalah gizi utama selain kekurangan kalori protein, vitamin A dan
yodium. Penelitian di Indonesia mendapatkan prevalensi ADB pada anak balita sekitar 30 –
40%, pada anak sekolah 25 – 35% sedangkan hasil SKRT 1992 prevalensi ADB pada balita
sebesar 5,55%. ADB mempunyai dampak yang merugikan bagi kesehatan anak berupa
gangguan tumbuh kembang, penurunan daya tahan tubuh dan daya konsentrasi serta
kemampuan belajar sehingga menurunkan prestasi belajar di sekolah.
Patogenesis
Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau kebutuhan besi yang
meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi makin menurun (Bakta, 2006).
Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang negatif,
yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar
feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum
tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong
sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan
pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai
iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah
peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi
transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total iron binding capacity = TIBC)
meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila penurunan jumlah
besi terus terjadi maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai
menurun (Tabel 2.2). Akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositik, disebut sebagai
anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia).
Manifestasi Klinis
1. Gejala Umum Anemia
42
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome) dijumpai
pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin kurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini berupa
badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada
pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di
bawah kuku (Bakta, 2006). Pada umumnya sudah disepakati bahwa bila kadar hemoglobin <
7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas.
2. Gejala Khas Defisiensi Besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis
lain adalah (Bakta, 2006):
a. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis
vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok
b. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil
lidah menghilang.
c. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut mulut sehingga
tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
d. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
Pemeriksaan
Menurut Guillermo dan Arguelles (Riswan, 2003) pemeriksaan yang dapat dilakukan
antara lain:
A. Pemeriksaan Laboratorium
1. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran kuantitatif
tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang. Pada pemeriksaan dan
pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sederhana seperti Hb sachli, yang
dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu trimester I dan III.
2. Penentuan Indeks Eritrosit
Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau menggunakan
rumus:
a. Mean Corpusculer Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila
kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai berkembang.
MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang spesiflk setelah 43
thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan
membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70-100 fl,
mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.
b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah. Dihitung
dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-
31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.
c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan
membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30- 35% dan hipokrom
< 30%.
3. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer
Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan
menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti,
sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah
dapat dilihat pada kolom morfology flag.
DIAGNOSIS BANDING
Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya, seperti :
1. Thalasemia (khususnya thallasemia minor) :
Hb A2 meningkat
Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun.
2. Anemia kaena infeksi menahun :
Biasanya anemia normokromik normositik. Kadang-kadang terjadi anemia hipokromik
mikrositik.
Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun.
3. Keracunan timah hitam (Pb) :
Terdapat gejala lain keracunan P.
Terdapat ring sideroblastik pada pemeriksaan sumsum tulang.1
44
Anemia sideroblastik :
PENATALAKSANAAN
1. Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan
antelmintik yang sesuai.
2. Pemberian preparat Fe :
Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi
elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan. Preparat besi
ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal.
3. Bedah
Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena
diverticulum Meckel.
4. Suportif
Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar besi tinggi yang bersumber dari
hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan).
TERAPI
Setelah diagnosis ditegakan maka dibuat rencana pemberian terapi, terapi terhadap
anemia difesiensi besi dapat berupa :
Terapi kausal: tergantung penyebabnya,misalnya : pengobatan cacing tambang,
pengobatan hemoroid, pengubatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau
tidak maka anemia akan kambuh kembali.
Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh :
1. Besi per oral : merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah, dan
aman.preparat yang tersedia, yaitu:
A. Ferrous sulphat (sulfas ferosus): preparat pilihan pertama (murah dan efektif).
Dosis: 3 x 200 mg.
B. Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate,harga
lebih mahal, tetepi efektivitas dan efek samping hampir sama.
2. Besi parenteral
Efek samping lebih berbahaya,serta harganya lebih mahal. Indikasi, yaitu :
1. Intoleransi oral berat;
Kepatuhan berobat kurang;
45
2. Kolitis ulserativa;
3. Perlu peningkatan Hb secara cepat (misal preoperasi, hamil trimester akhir).4
46
C. HOOKWORMa. Morfologi
Spesies Hookworm yang paling sering menginfeksi manusia adalah A. duodenale dan N.
americanus. Keduanya dibedakan berdasarkan bentuk dan ukuran cacing dewasa, buccal
cavity (rongga mulut), bursa copulatrix pada jantan. A. duodenale mempunyai ukuran lebih
besar dan panjang dari pada N. americanus.
N. americanus jantan mempunyai panjang 8-11 mm dengan diameter 0,4-0,5 mm, sedangkan
cacing betina mempunyai panjang 10-13 mm dan diameter 0,6 mm. Pada buccal cavity
(rongga mulut) mempunyai 2 pasang “cutting plates” yaitu sepasang di ventral dan sepasang
di dorsal. Dalam keadaan istirahat tubuhnya menyerupai huruf “S”. A. Duodenale jantan
mempunyai panjang 7-9 mm dan diameter 0,3 mm sedang cacing betinanya mempunyai
panjang 9-11 mm dan diameter 0.4 mm. Pada buccal cavity (rongga mulut) mempunyai 2
pasang gigi di anterior dan di posterior. Dalam keadaan istirahat tubuhnya menyerupai huruf
“C” (Agustin, D., 2008).
Telur Hookworm sulit dibedakan antara spesies. Bentuk oval dengan ukuran 40-60 mikron
dengan dinding tipis transparan dan berisi blastomer” (Agustin, D., 2008).
47
c. Siklus Hidup
Telur keluar bersama feses yang merupakan telur tidak infektif, biasanya berisi blastomer.
Pada tanah yang teduh, gembur, berpasir dan hangat memudahkan untuk pertumbuhan telur
biasanya telur menetas dalam 1-2 hari dalam bentuk rhabditiform larva. Setelah waktu
kurang lebih 5-10 hari tubuh menjadi larva filariform yang merupakan bentuk infektife.
Bentuk dari larva filariform ini dapat dikenal dari buccal cavity yang menutup. Bila selama
periode infektif terjadi kontak dengan kulit manusia, maka filariform larva akan menembus
kulit dan masuk ke jaringan kemudian memasuki peredaran darah dan pembuluh lympe,
dengan mengikuti peredaran darah vena sampai ke jantung kanan masuk ke paru-paru lewat
arteri pulmonalis kemudian masuk kekapiler, karena ukuran larva lebih besar akhirnya
kapiler pecah (lung migration) kemudian bermigrasi menuju alveoli, bronchus, larink,
pharink dan akhirnya ikut tertelan masuk kedalam usus. Setelah di usus halus larva
melepaskan kulitnya lalu melekatkan diri pada mukosa usus, tumbuh sampai menjadi dewasa.
Waktu yang dibutuhkan infeksi melalui kulit sampai cacing dewasa betina menghasilkan
telur kurang lebih 5 minggu. Infeksi juga bisa melalui mulut apabila manusia tanpa sengaja
menelan filariform larva langsung ke usus dan tumbuh menjadi dewasa tanpa melalui lung
migration ” (Tjitra, 1991).
48
c. Patogenesis
Larva cacing menembus kulit akan menyebabkan reaksi erythematus. Larva di paru-paru
menyebabkan perdarahan, eosinophilia dan pneumonia. Kehilangan banyak darah akibat
kerusakan intestinal dapat menyebabkan anemia(Gandahusada, dkk., 1998).
d. Manifestasi Klinik
Gejala klinik yang dapat muncul akibat infeksi Hookworm antara lain pneumonia, batuk
terus-menerus, dyspnue dan hemoptysis yang dapat menandai adanya migrasi larva ke
paru-paru. Bergantung pada infeksi cacing dewasa, infeksi pencernaan dapat
menyebabkan anorexia, panas, diare, berat badan turun dan anemia(Gandahusada, dkk.,
1998).
49
e. Epidemologi
Hookworm menyebabkan infeksi pada lebih dari 900 juta orang dan mengakibatkan
hilangnya darah sebanyak 7 liter. Cacing ini ditemukan di daerah tropis dan subtropis.
Kondisi yang optimal untuk daya tahan larva adalah kelembaban sedang dengan suhu
berkisar 23°-33° celcius. Prevalensi infeksi cacing ini terjadi pada anak-anak” (Ginting,
2003). A. duodenale terbanyak kedua setelah A. lumbricoides, sedangkan N. americanus
paling banyak dijumpai di Amerika, Afrika Selatan dan Pusat, Asia Selatan, Indonesia,
Australia dan Kepulauan Pasifik” (Agustin, D., 2008).
F. Diagnosis
Diagnosa dapat ditegakkan dengan ditemukannya telur/cacing dewasa pada feses penderita
(Gandahusada,dkk., 1998).
g. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan memutus rantai lingkaran hidup cacing dengan
cara : terhadap sumber infeksi dengan mengobati penderita, memperbaiki cara dan
sarana pembuangan feses dan memakai alas kaki.
50
D. PK darah dan feses
PENGAMBILAN SPESIMEN
Alat: pipet, spuit, lancet, tourniquet, kapas alkohol 70%
Wadah: tertutup, bersih, kering, berlabel
Cara pengambilan:
Dewasa: ujung jari tengah, manis
Anak: tumit, ibu jari kaki bag pinggir
Darah vena: vena cubiti
Antikoagulan:
EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetate) → 1½ mg/ml
Larutan Oxalat → 0,2 ml/ml darah
PEMERIKSAAN HEMOGLOBIN METODE SAHLI
Prinsip: Hb → asam hematin (oleh HCl) → warna as hematin
dibandingkan dengan standart
Tujuan: menetapkan kadar Hb dlm darah
Reagen: lar HCl 0,1N, aquadest
Alat:
1. Gelas berwarna sbg standart
2. Tabung hemometer
3. Pengaduk dari gelas
4. Pipet Sahli, pipet Pasteur
5. Kertas saring
Cara pemeriksaan:
Tab hemometer diisi lar HCl 0,1N → sampai tanda 2
Hisap darah kapiler dng pipet Sahli smpi tanda 20 μl
Hapus kelebihan darah dng kertas tisu
Masukan darah kedalam tabung hemometer
51
Bilas darah dengan larutan HCl didlm tabung
Cara pemeriksaan:
Tunggu 5 menit → pembentukan as. Hematin
Tambah aquadest → sampai warna sama dengan standart → baca
dalam gr/dl
Nilai Normal:
Laki-laki: 14 – 18 gr/dl
Wanita : 12 – 16 gr/dl
PEMERIKSAAN HITUNG LEUKOSIT
Prinsip: darah diencerkan dan dicat dengan larutan Turk → lalu
dihitung jumlah leukosit dalam volume tertentu
Tujuan: menghitung jumlah lekosit dalam darah
Alat yg digunakan:
1. Pipet leukosit
2. Kamar hitung (Improved Neubauer)
3. Mikroskop
4. Counter tally
5. Reagen: Larutan Turk
Cara pemeriksaan:
Hisap darah EDTA dng pipet lekosit → sampai tanda 0,5
Hapus kelebihan darah dng kertas tisu
Hisap lar. Turk sampai tanda 11
Kocok darah dan larutan ± 2 – 3 menit
Buang lar 3 – 4 tetes → masukan kedalam kamar hitung
Hitung leukosit dengan mikroscop → lap 1,3,7,9 → hasil x 50
Nilai Normal: 5.000 – 10.000 / mm3
PEMERIKSAAN HITUNG ERITROSIT
52
Prinsip: darah diencerkan dan dicat dengan larutan Hayem → lalu
dihitung jumlah eritrosit dalam volume tertentu
Tujuan: menghitung jumlah eritrosit dalam darah
Alat yg digunakan:
1. Pipet eritrosit
2. Kamar hitung (Improved Neubauer)
3. Mikroskop
4. Counter tally
Reagen: Larutan Hayem
Cara pemeriksaan:
Hisap darah EDTA dng pipet eritrosit → sampai tanda 0,5
Hapus kelebihan darah dng kertas tisu
Hisap lar. Hayem sampai tanda 101
Kocok darah dan larutan ± 2 – 3 menit
Buang lar 3 – 4 tetes → masukan kedalam kamar hitung
Hitung leukosit dengan mikroscop → lap A, B, C, D dan E → hasil x
10.000
Nilai Normal:
Pria : 4,5 – 5,5 juta/ mm3
Wanita : 4 – 5 juta/ mm3
PEMERIKSAAN HITUNG TROMBOSIT
Prinsip: darah diencerkan dan dicat dengan larutan Rees Echer →
lalu dihitung jumlah trombosit dalam volume tertentu
Tujuan: menghitung jumlah trombosit dalam darah
Alat yg digunakan:
1. Pipet eritrosit
2. Kamar hitung (Improved Neubauer)
3. Mikroskop
4. Counter tally
53
Reagen: Larutan Rees Ecker
Cara pemeriksaan:
Hisap darah EDTA dng pipet lekosit → sampai tanda 0,5
Hapus kelebihan darah dng kertas tisu
Hisap lar. Rees Echer sampai tanda 101
Kocok darah dan larutan ± 2 – 3 menit
Buang lar 3 – 4 tetes → masukan kedalam kamar hitung
Hitung trombosit dengan mikroscop → lap 1,3,7,9 → hasil x 500
Nilai Normal: 150.000 – 400.000 / mm3
PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH (LED)
Prinsip (Cara Westergren) →darah EDTA didiamkan dlm waktu
tertentu, maka sel sel darah akan mengendap
Tujuan: Untuk mengetahui kecepatan eritrosit mengendap dalam
waktu tertentu
Alat yang digunakan:
1. Tabung Westergren
2. Rak Westergren
3. Penghisap
4. Pencatat waktu
5. Pipet berskala
6. Spuit 5cc
7. Botol kecil
Reagen: Natrium sitrat 3,8%
Cara Pemeriksaan:
Sediakan botol yang telah diberi 0,4cc Na Sitrat 3,8%
Hisap darah vena 1,6cc dan masukan kedalam botol yg telah diisi
Na sitrat 3,8%
Campur baik-baik
Hisap campuran tsb kedlm tab Westergren → sampai tanda 0
54
Biarkan pipet tegak lurus dalam rak Westergren
Baca tingginya plasma selama 1 dan 2 jam
Nilai Normal
Laki-laki : 0 – 10 mm/jam
Wanita : 0 – 20 mm/jam
PEMERIKSAAN HITUNG JENIS LEUKOSIT
Prinsip: terdapat perbedaan daya serap terhadap zat asam
Tujuan: menghitung jumlah tiap-tiap jenis leukosit dalam darah
Alat yang digunakan:
1. Mikroskop
2. Obyek glass
3. Lancet steril
4. Pencatat waktu
5. Rak pengecatan
6. Rak pengering
7. Minyak imersi
8. Kaca penggeser
9. Pinsil kaca
Reagen:
Larutan Wright
Larutan buffer pH 6,4
Cara Pemeriksaan
Buat hapusan darah tepi
Cat hapusan dengan lar. Wright → 2 menit
Tetesi dengan lar buffer sama banyak → selama 5 menit
Siram dengan aquadest
Keringkan dan baca dengan mikroskop
55
Nilai Normal:
1. Eosinofil : 1 – 3 %
2. Basofil : 0 – 1 %
3. Batang : 2 – 6 %
4. Segmen : 50 – 70 %
5. Limfosit : 20 – 40 %
6. Monosit : 2 – 8 %
PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH ABO
Prinsip: aglutinasi sel darah merah dengan anti serum tertentu
Tujuan: untuk mengetahui golongan darah seseorang
Alat yang diperlukan:
1. Obyek glass
2. Lancet
3. Kapas alkohol
Reagen:
Serum anti A, Serum anti B, Serum anti AB
Cara Pemeriksaan:
Taruh pada masing-masing obyek glass serum anti A, B dan AB
Tetesi serum dengan darah dan aduk
Lihat penggumpalan yang terjadi
WAKTU PERDARAHAN
(BLEEDING TIME)
Prinsip :
Ialah pemeriksaan terhadap fungsi pembuluh darah (kapilaria)
jumlah dan fungsi trombosit (ekstrinsik faktor)
Cara Pemeriksaan
56
Cuping telinga ditusuk pinset → dihitung sampai darah berhenti
Harga Normal : 1 – 7 menit
WAKTU PEMBEKUAN
(CLOTING TIME)
Prinsip :
Dengan pemeriksaan waktu pembekuan dapat dilihat adanya
kelainan / kekurangan dari faktor intrinsik
Cara pemeriksaan
Darah dimasukan tabung reaksi → dihitung waktunya sampai beku
Harga Normal : 5 – 15 menit
PEMERIKSAAN PAPANICOLAOU SMEAR
Prinsip :
Mendeteksi adanya sel sel ganas pada hapusan sekret vagina /
servik
Cara Pemeriksaan:
Px tidak boleh irigasi vagina, memasukan obat pervagina, tidak
coitus 24 – 48 jam sebelumnya
Pemeriksaan dilakukan diantara waktu mens dengan posisi litotomi
Dengan spekulum, ambil permukaan servik dengan spatula → bahan
difiksasi dlm obyek glass
Hasil:
1. Kelas 1: tidak ada sel atipikal/abnormal
2. Kelas 2: sel atipikal, tidak terbukti maligna
3. Kelas 3: dugaan, tp tdk disimpulkan maligna
4. Kelas 4: dugaan kuat maligna
5. Kelas 5: kesimpulan maligna
PEMERIKSAAN JAMUR
Prinsip :
57
Larutan KOH 10 % atau 20 % akan melisiskan kulit, rambut, kuku
sehingga bila mengandung jamur akan terlihat adanya Hypha atau
spora
Cara pemeriksaan: dilihat dibawah mikroskop
PEMERIKSAAN SEREBRO SPINAL
Cairan serebro spinal diperoleh dari lumbal pungsi pada ruang antar
lumbal L3-4 atau L4-5.
Tekanan pertama diukur, kemudian cairan diaspirasi dan dimasukan
dalam tabung pemeriksaan yang steril.
Data analisa cairan spinal sangat penting dalam mendiagnosa
penyakit medulla spinalis dan otak
Volume :
Bayi : 40 – 60 ml
Anak : 80 – 120 ml
Dewasa : 100 – 160 ml
Glukosa :
Neonatus : 1.1 – 2.2 mmol / l
Bayi/anak : 3.9 – 5.0 mmol / l
Dewasa : 2.8 – 4.4 mmol / l
Protein Total : 15 – 45 mg / 100 ml
Albumin : 52 %
Alpha 1 globulin : 5 %
Alpha 2 globulin : 14 %
Beta globulin : 10 %
Gamma globulin : 19 %
Pemeriksaan Klinik Feses
Dibawah ini merupakan syarat dalam pengumpulan sampel untuk
pemeriksaan feses :
58
1) Wadah sampel bersih, kedap, bebas dari urine
2) Harus diperiksa 30 – 40 menit sejak dikeluarkan jika ada penundaan
simpan di almari es
3) Tidak boleh menelan barium, bismuth dan minyak 5 hari sebelum
pemeriksaan
4) Diambil dari bagian yang paling mungkin memberi kelainan. misalnya
bagian yang bercampur darah atai lender
5) Paling baik dari defekasi spontan atau Rectal Toucher sebagai
pemeriksaan tinja sewaktu.
6) Pasien konstipasi dapat diberikan saline cathartic terlebih dahulu
7) Pada Kasus Oxyuris dapat digunakan metode schoth tape & object
glass
8) Untuk mengirim tinja, wadah yang baik ialah yang terbuat dari kaca
atau sari bahan lain yang tidak dapat ditembus seperti plastic. Kalau
konsistensi tinja keras,dos karton berlapis paraffin juga boleh dipakai.
Wadah harus bermulut lebar
9) Oleh karena unsure-unsur patologik biasanya tidak dapat merata,
maka hasil pemeriksaan mikroskopi tidak dapat dinilai derajat
kepositifannya dengan tepat, cukup diberi tanda –(negatif),(+),(++),(++
+) saja
Berikut adalah uraian tentang berbagai macam pemeriksaan secara
makroskopis dengan sampel feses.
1) Pemeriksaan Jumlah
Dalam keadaan normal jumlah tinja berkisar antara 100-250gram per
hari. Banyaknya tinja dipengaruhi jenis makanan bila banyak makan
sayur jumlah tinja meningkat.
2) Pemeriksaan Warna
a) Tinja normal kuning coklat dan warna ini dapat berubah mejadi lebih
tua dengan terbentuknya urobilin lebih banyak. Selain urobilin warna
59
tinja dipengaruhi oleh berbagai jenis makanan, kelainan dalam saluran
pencernaan dan obat yang dimakan. Warna kuning juga dapat
disebabkan karena susu,jagung, lemak dan obat santonin.
b) Tinja yang berwarna hijau dapat disebabkan oleh sayuran yang
mengandung khlorofil atau pada bayi yang baru lahir disebabkan oleh
biliverdin dan porphyrin dalam mekonium.
c) Warna kelabu mungkin disebabkan karena tidak ada urobilinogen
dalam saluran pencernaan yang didapat pada ikterus obstruktif, tinja
tersebut disebut akholis.
Keadaan tersebut mungkin didapat pada defisiensi enzim pankreas
seperti pada steatorrhoe yang menyebabkan makanan mengandung
banyak lemak yang tidak dapat dicerna dan juga setelah pemberian
garam barium setelah pemeriksaan radiologik.
d) Tinja yang berwarna merah muda dapat disebabkan oleh perdarahan
yang segar dibagian distal, mungkin pula oleh makanan seperti bit atau
tomat.
e) Warna coklat mungkin disebabkan adanya perdarahan dibagian
proksimal saluran pencernaan atau karena makanan seperti coklat, kopi
dan lain-lain. Warna coklat tua disebabkan urobilin yang berlebihan
seperti pada anemia hemolitik. Sedangkan warna hitam dapat
disebabkan obat yang yang mengandung besi, arang atau bismuth dan
mungkin juga oleh melena.
3) Pemeriksaan Bau
Indol, skatol dan asam butirat menyebabkan bau normal pada tinja. Bau
busuk didapatkan jika dalam usus terjadi pembusukan protein yang tidak
dicerna dan dirombak oleh kuman.Reaksi tinja menjadi lindi oleh
pembusukan semacam itu.
Tinja yang berbau tengik atau asam disebabkan oleh peragian gula yang
tidak dicerna seperti pada diare. Reaksi tinja pada keadaan itu menjadi
asam. Konsumsi makanan dengan rempah-rempah dapat mengakibatkan
rempah-rempah yang tercerna menambah bau tinja.
4) Pemeriksaan Konsistensi
Tinja normal mempunyai konsistensi agak lunak dan bebentuk. Pada
diare konsistensi menjadi sangat lunak atau cair, sedangkan sebaliknya
60
tinja yang keras atau skibala didapatkan pada konstipasi. Peragian
karbohidrat dalam usus menghasilkan tinja yang lunak dan bercampur
gas. Konsistensi tinja berbentuk pita ditemukan pada penyakit hisprung.
feses yang sangat besar dan berminyak menunjukkan alabsorpsi usus
5) Pemeriksaan Lendir
Dalam keadaan normal didapatkan sedikit sekali lendir dalam tinja.
Terdapatnya lendir yang banyak berarti ada rangsangan atau radang
pada dinding usus.
a) Lendir yang terdapat di bagian luar tinja, lokalisasi iritasi itu mungkin
terletak pada usus besar. Sedangkan bila lendir bercampur baur dengan
tinja mungkin sekali iritasi terjadi pada usus halus.
b) Pada disentri, intususepsi dan ileokolitis bisa didapatkan lendir saja
tanpa tinja.
c) Lendir transparan yang menempel pada luar feces diakibatkan spastik
kolitis, mucous colitis pada anxietas.
d) Tinja dengan lendir dan bercampur darah terjadi pada keganasan serta
peradangan rektal anal.
e) Tinja dengan lendir bercampur nanah dan darah dikarenakan adanya
ulseratif kolitis, disentri basiler, divertikulitis ulceratif, intestinal tbc.
f) Tinja dengan lendir yang sangat banyak dikarenakan adanya vilous
adenoma colon.
6) Pemeriksaan Darah.
Adanya darah dalam tinja dapat berwarna merah muda,coklat atau
hitam. Darah itu mungkin terdapat di bagian luar tinja atau bercampur
baur dengan tinja.
a) Pada perdarahan proksimal saluran pencernaan darah akan bercampur
dengan tinja dan warna menjadi hitam, ini disebut melena seperti pada
tukak lambung atau varices dalam oesophagus.
b) Pada perdarahan di bagian distal saluran pencernaan darah terdapat
di bagian luar tinja yang berwarna merah muda yang dijumpai pada
hemoroid atau karsinoma rektum. Semakin proksimal sumber
61
perdarahan semakin hitam warnanya.
7) Pemeriksaan Nanah
Pada pemeriksaan feses dapat ditemukan nanah. Hal ini terdapat pada
pada penyakit Kronik ulseratif Kolon , Fistula colon sigmoid, Lokal
abses.Sedangkan pada penyakit disentri basiler tidak didapatkan nanah
dalam jumlah yang banyak.
8) Pemeriksaan Parasit
Diperiksa pula adanya cacing ascaris, anylostoma dan spesies cacing
lainnya yang mungkin didapatkan dalam feses.
9) Pemeriksaan adanya sisa makanan
Hampir selalu dapat ditemukan sisa makana yang tidak tercerna, bukan
keberadaannya yang mengindikasikan kelainan melainkan jumlahnya
yang dalam keadaan tertentu dihubungkan dengan sesuatu hal yang
abnormal. Sisa makanan itu sebagian berasal dari makanan daun-daunan
dan sebagian lagi makanan berasal dari hewan, seperti serta otot, serat
elastic dan zat-zat lainnya.
Untuk identifikasi lebih lanjut emulsi tinja dicampur dengan larutan Lugol
maka pati (amylum) yang tidak sempurna dicerna nampak seperti butir-
butir biru atau merah. Penambahan larutan jenuh Sudan III atau Sudan IV
dalam alkohol 70% menjadikan lemak netral terlihat sebagai tetes-tetes
merah atau jingga.
b. Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopik meliputi pemeriksaan protozoa, telur cacing,
leukosit, eritosit, sel epitel, kristal, makrofag dan sel ragi. Dari semua
pemeriksaan ini yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap protozoa
dan telur cacing.
1) Protozoa
Biasanya didapati dalam bentuk kista, bila konsistensi tinja cair baru
didapatkan bentuk trofozoit.
62
2) Telur cacing
Telur cacing yang mungkin didapat yaitu Ascaris lumbricoides, Necator
americanus, Enterobius vermicularis, Trichuris trichiura, Strongyloides
stercoralis dan sebagainya.
3) Leukosit
Dalam keadaan normal dapat terlihat beberapa leukosit dalam seluruh
sediaan. Pada disentri basiler, kolitis ulserosa dan peradangan didapatkan
peningkatan jumlah leukosit. Eosinofil mungkin ditemukan pada bagian
tinja yang berlendir pada penderita dengan alergi saluran pencenaan.
Untuk mempermudah pengamatan leukosit dapat ditambah 1 tetes asam
acetat 10% pada 1 tetes emulsi feces pada obyek glass.
4) Eritrosit
Eritrosit hanya terlihat bila terdapat lesi dalam kolon, rektum atau anus.
Sedangkan bila lokalisasi lebih proksimal eritrosit telah hancur. Adanya
eritrosit dalam tinja selalu berarti abnormal.
5) Epitel
Dalam keadaan normal dapat ditemukan beberapa sel epite lyaitu yang
berasal dari dinding usus bagian distal. Sel epitel yang berasal dari bagian
proksimal jarang terlihat karena sel inibiasanya telah rusak. Jumlah sel
epitel bertambah banyak kalau ada perangsangan atau peradangan
dinding usus bagian distal.
6) Kristal
Kristal dalam tinja tidak banyak artinya. Dalam tinja normal mungkin
terlihat kristal tripel fosfat, kalsium oksalat dan asam lemak. Kristal tripel
fosfat dan kalsium oksalat didapatkan setelah memakan bayam atau
strawberi, sedangkan kristal asam lemak didapatkan setelah banyak
makan lemak.
63
Sebagai kelainan mungkin dijumpai kristal Charcoat Leyden Tinja, Butir-
butir amilum dan kristal hematoidin. Kristal Charcoat Leyden didapat pada
ulkus saluran pencernaan seperti yang disebabkan amubiasis. Pada
perdarahan saluran pencernaan mungkin didapatkan kristal hematoidin.
7) Makrofag
Sel besar berinti satu dengan daya fagositosis, dalam sitoplasmanya
sering dapat dilihat bakteri selain eritrosit, lekosit .Bentuknya menyerupai
amuba tetapi tidak bergerak.
8) Sel ragi
Khusus Blastocystis hominis jarang didapat. Pentingnya mengenal
strukturnya ialah supaya jangan dianggap kista amoeba
9) Jamur
a. Pemeriksaan KOH
Pemeriksaan KOH adalah pemeriksaan tinja dengan menggunakan larutan
KOH (kalium hidroksida) untuk mendeteksi adanya jamur, sedangkan
pemeriksaan tinja rutin adalah pemeriksaan tinja yang biasa dilakukan
dengan menggunakan lugol.
Untuk membedakan antara Candida dalam keadaan normal dengan
Kandidiasis adalah pada kandidiasis, selain gejala kandidiasis, dari hasil
pemeriksaan dapat ditemukan bentuk pseudohifa yang merupakan
bentuk invasif dari Candida pada sediaan tinja.
Timbulnya kandidiasis juga dapat dipermudah dengan adanya faktor risiko
seperti diabetes melitus, AIDS, pengobatan antikanker, dan penggunaan
antibiotika jangka panjang. Kalau memang positif kandidiasis dan
terdapat gejala kandidiasis, maka biasanya dapat sembuh total dengan
obat jamur seperti fluconazole, tetapi tentu saja bila ada faktor risiko juga
harus diatasi.
Swap adalah mengusap mukosa atau selaput lendir atau pseudomembran
kemudian hasil usapan diperiksa secara mikroskopik, sedangkan biopsi
adalah pengambilan jaringan atau sel untuk dilakukan pemeriksaan
secara mikroskopik juga.
64
c. Kimia
1) Darah samar
Pemeriksaan kimia tinja yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap
darah samar. Tes terhadap darah samar dilakukan untuk mengetahui
adanya perdarahan kecil yang tidak dapat dinyatakan secara makroskopik
atau mikroskopik.
Adanya darah dalam tinja selalau abnormal. Pada keadaan normal tubuh
kehilangan darah 0,5 – 2 ml / hari. Pada keadaan abnormal dengan tes
darah samar positif (+) tubuh kehilangan darah > 2 ml/ hari
Macam-macam metode tes darah samar yang sering dilakukan adalah
guajac tes, orthotoluidine, orthodinisidine, benzidin tes berdasarkan
penentuan aktivitas peroksidase / oksiperoksidase dari eritrosit (Hb)
a) Metode benzidine basa
i. Buatlah emulsi tinja dengan air atau dengan larutan garam kira-kira 10
ml dan panasilah hingga mendidih.
ii. Saringlah emulsi yang masih panas itu dan biarkan filtrat sampai
menjadi dingin kembali.
iii. Ke dalam tabung reaksi lain dimasukkan benzidine basa sebanyak
sepucuk pisau.
iv. Tambahkan 3 ml asam acetat glacial, kocoklah sampai benzidine itu
v. Bubuhilah 2ml filtrate emulsi tinja, campur.
vi. Berilah 1ml larutan hydrogen peroksida 3 %, campur.
vii. Hasil dibaca dalam waktu 5 menit ( jangan lebih lama )
b) Metode Benzidine Dihidrochlorida
Jika hendak memakai benzidine dihirochlorida sebagai pengganti
benzidine basa dengan maksud supaya test menjadi kurang peka dan
mengurangi hasil positif palsu, maka caranya sama seperti diterangkan
diatas.
c) Cara Guajac
65
Prosedur Kerja :
i. Buatlah emulsi tinja sebanyak 5ml dalam tabung reaksi dan tambahkan
1ml asam acetat glacial, campur.
ii. Dalam tabung reaksi lain dimasukkan sepucuk pisau serbuk guajac dan
2ml alcohol 95 %, campur.
iii. Tuang hati-hati isi tabung kedua dalam tabung yang berisi emulsi tinja
sehingga kedua jenis campuran tetap sebagai lapisan terpisah.
iv. Hasil positif kelihatan dari warna biru yang terjadi pada batas kedua
lapisan itu. Derajat kepositifan dinilai dari warna itu.
Zat yang mengganggu pada pemeriksaan darah samar diantara lain
adalah preparat Fe, chlorofil, extract daging, senyawa merkuri, Vitamin C
dosis tinggi dan anti oxidant dapat menyebabkan hasil negatif (-) palsu,
sedangkan Lekosit, formalin, cupri oksida, jodium dan asam nitrat dapat
menyebabkan positif (+) palsu
10) Urobilin
Dalam tinja normal selalu ada urobilin. Jumlah urobilin akan berkurang
pada ikterus obstruktif, pada kasus obstruktif total hasil tes menjadi
negatif, tinja dengan warna kelabu disebut akholik.
Prosedur kerja :
1. Taruhlah beberapa gram tinja dalam sebuah mortir dan campurlah
dengan larutan mercurichlorida 10 % dengan volume sama dengan
volume tinja
2. Campurlah baik-baik dengan memakai alunya
3. Tuanglah bahan itu ke dalam cawan datar agar lebih mudah menguap
dan biarkan selama 6-24 jam
4. Adanya urobilin dapat dilihat dengan timbulnya warna merah
2) Urobilinogen
Penetapan kuantitatif urobilinogen dalam tinja memberikan hasil yang
lebih baik jika dibandingkan terhadap tes urobilin,karena dapat
menjelaskan dengan angka mutlak jumlah urobilinogen yang
66
diekskresilkan per 24 jam sehingga bermakna dalam keadaan seperti
anemia hemolitik dan ikterus obstruktif.
Tetapi pelaksanaan untuk tes tersebut sangat rumit dan sulit, karena itu
jarang dilakukan di laboratorium. Bila masih diinginkan penilaian ekskresi
urobilin dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan urobilin urin.
3) Bilirubin
Pemeriksaan bilirubin akan beraksi negatif pada tinja normal,karena
bilirubin dalam usus akan berubah menjadi urobilinogen dan kemudian
oleh udara akan teroksidasi menjadi urobilin.
Reaksi mungkin menjadi positif pada diare dan pada keadaan yang
menghalangi perubahan bilirubin menjadi urobilinogen, seperti
pengobatan jangka panjang dengan antibiotik yang diberikan peroral,
mungkin memusnakan flora usus yang menyelenggarakan perubahan
tadi.Untuk mengetahui adanya bilrubin dapat digunakan metode
pemeriksaan Fouchet
67
7. KERANGKA KONSEP
68
Umur 41
th (masa
peri
menopau
Mrs.Mona
berkebun
tanpa
sarung
Menstruasi berkepanjangan
dan
Infeksi cacing
tambang
Pendarahan kronis
Inflamasi GI tract Hookworm’s eggs +
nausea
Defisiensi zat besi
(Fe2+)
Anemia hipokrom
microcyter
Takikardi&palpitasi
-MCHC menurun-MCV menurun-MCH menurun-RBC: hipokrom,anisopoikilositosis, cigar-shaped
Bibir cheilitis
Koilonychia
Lemah&
pucat
Asam
laktat
Menumpuk di
mukosa
nausea
69
8. KESIMPULAN
Mrs. Mona mengalami anemia hipokrom microcyter yang disebabkan oleh defisiensi zat besi.
Hal ini dikarenakan dua hal,yaitu infeksi cacing tambang ke dalam tubuh dan menstruasi
yang berlebihan.
70
DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I.M ., 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC.
Barnes, R. 1987. Avertebrata Zoology. Orlando, Florida: Dryden Press.
Beigal, Y.,Z. Greenburg, I. Noble, E.R, dan Noble, G.A. 1989. Parasitologi.
Biologi Parasit Hewan. Edisi lima. Gadjah Mada University Press.
Colby, 1992, Ringkasan Biokimia Harper, Alih Bahasa: Adji Dharma, Jakarta, EGC
Cynthia. 2010. Pengaruh Pemberian Suplemen Besi Terhadap Otot. [Tesis]
Abdulsalam, Maria, Daniel, Albert. Diagnosis, Pengobatan, dan
Pencegahan Anemia Defisiensi Besi. Seri Pediatri, Vol. 4, No. 2: hal 74-77.
Dunn, A., Carter, J., Carter, H., 2003. Anemia at the end of life: prevalence, significance, and
causes in patients receiving palliative care. Medlineplus. 26:1132-1139.Gandahusada, Srisasi.
2006. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta, FKUI.
Harjasasmita, 1996, Ikhtisar Biokimia Dasar B, Jakarta, FKUI
Harper, Rodwell, Mayes, 1977, Review of Physiological Chemistry
Hoffbrand, A.V, J.E Pettit, P.A.H Moss. Pembentukan sel darah (hemopoiesis). Dalam
Kapita Selekta Hematologi edisi 4. Jakarta : EGC. 2005.
Poedjiadi, Supriyanti, 2007, Dasr-Dasar Biokimia, Bandung, UI Press
Pohan, H.T. 2006. Penyakit Cacing yang Ditularkan Melalui Tanah. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta, FKUI.
Prof. Dr. Sri Oemijati, MPHTM dalam buku “Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
Melalui Promosi Budaya Hidup Sehat Dengan Pendekatan Kemitraan
Tim Patologi Klinik FK-UNSOED. Buku Petunjuk Praktikum Patologi Klinik. Laboratorium
PK FK-UNSOED. 2006.
Radiopoetro. Prof. , Drs. 1991. Zoologi. Jakarta: Penerbit Erlangga
Toha, 2001, Biokimia, Metabolisme Biomolekul, Bandung, Alfabeta
Weiss, G.,Goodnough, L.T., 2005. Anemia of Chronic Disease.Nejm, 352 : 1011-1023.
Wirahadikusumah, 1985, Metabolisme Energi, Karbohidrat dan Lipid, Bandung, ITB
71