bab iii revici new

21
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 RANCANGAN PENELITIAN 3.1.1 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental. Penelitian dilakukan dengan pendekatan post test only control group design, untuk mengetahui efek perlakuan pada unit eksperimen. 3.1.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitan dilakukan di Laboratorium Farmasetika dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura (pemeliharaan hewan uji dan pemberian perlakuan), pembuatan ekstrak dilakukan di Laboratorium Teknologi Kayu Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Sedangkan pembuatan sediaan, dan pengecatan sediaan dengan pewarnaan Haematoxylin-eosin (HE) dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi RSUD Dr Soedarso. Penelitian dan pengumpulan data dilakukan selama 16 minggu yaitu dari bulan Agustus-November 2014 dengan rincian sebagai berikut: Tabel 3.1. Jadwal Penelitian Kegiatan/ Pelaksanaan Bula n 8 Bula n 9 Bula n 10 Bula n 11 Bula n 12 Bula n 1 Bula n 2 Bula n 3 Bula n 4 Bula n 5 Bula n 6 Bula n 7 46

Upload: doddy-novriadie

Post on 29-Jan-2016

242 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fff

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III Revici New

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 RANCANGAN PENELITIAN

3.1.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental.

Penelitian dilakukan dengan pendekatan post test only control group design,

untuk mengetahui efek perlakuan pada unit eksperimen.

3.1.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitan dilakukan di Laboratorium Farmasetika dan Farmakologi

Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura (pemeliharaan hewan uji dan

pemberian perlakuan), pembuatan ekstrak dilakukan di Laboratorium

Teknologi Kayu Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Sedangkan

pembuatan sediaan, dan pengecatan sediaan dengan pewarnaan

Haematoxylin-eosin (HE) dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi

RSUD Dr Soedarso. Penelitian dan pengumpulan data dilakukan selama 16

minggu yaitu dari bulan Agustus-November 2014 dengan rincian sebagai

berikut:

Tabel 3.1. Jadwal Penelitian

Kegiatan/PelaksanaanBulan

8Bulan

9Bulan

10Bulan

11Bulan

12Bulan

1Bulan

2Bulan

3Bulan

4Bulan

5Bulan

6Bulan

7Pengambilan Tanaman √

Determinasi √

Pembuatan Simplisia dan

Ekstrak

√ √ √ √ √ √ √ √ √

Persiapan Hewan Uji √

Pengujian Terhadap

Hewan Uji

√ √

Pembedahan dan

Pembuatan preparat

histopatologi

Pembacaan preparat

histology

46

Page 2: BAB III Revici New

47

Pengolahan Data √

3.2 SUBJEK PENELITIAN

3.2.1 Hewan Coba

Pada penelitian ini yang digunakan adalah tikus putih (Rattus

novergicus) jantan galur wistar yang berumur 3 bulan dan berat badan 150-

250gr, diadaptasi selama 7 hari, diberi makanan dan minuman secara at

libitum, serta kebersihan kandang dijaga setiap hari dan sekam diganti tiap 3

hari. Hewan coba diperoleh dari peternakan tikus yang beralamat di Jl. Dr.

Wahidin Sudiro Husodo Komp. Mitra Utama IV Pontianak.

3.2.2 Besar Sampel

Kelompok perlakuan terdiri dari 5 kelompok. Jumlah sampel

penelitian yang digunakan dihitung dengan menggunakan Rumus Federer,

yaitu :

(t-1) (n-1) ≥ 15

Keterangan:

t = Jumlah kelompok perlakuan dimana dalam penelitian ini ada 5 kelompok

n = Jumlah ulangan pada masing-masing kelompok

maka,

(5-1)(n-1) ≥ 15

4n-4 ≥ 15

4n ≥ 15+4

4n ≥ 19

n ≥ 4.75 (n=5)

Sehingga total tikus yang digunakan 25 ekor, terdiri dari 5 kelompok

sebagai berikut:

1. Kelompok kontrol positif (K+): 5 ekor tikus yang dioleskan salep

sanoskin® 2 kali sehari selama 9 hari pasca insisi.

2. Kelompok kontrol negative (K -): 5 ekor tikus yang dioleskan salep basis

(plasebo) 2 kali sehari selama 9 hari pasca insisi.

Page 3: BAB III Revici New

48

3. Kelompok Perlakuan 1 (P1): 5 ekor tikus dioleskan salep ekstrak daun

karamunting 2.5% 2 kali sehari selama 9 hari pasca insisi.

4. Kelompok Perlakuan 2 (P2): 5 ekor tikus dioleskan salep ekstrak daun

karamunting 5% 2 kali sehari selama 9 hari pasca insisi.

5. Kelompok Perlakuan 3 (P3): 5 ekor tikus dioleskan salep ekstrak daun

karamunting 10% 2 kali sehari selama 9 hari pasca insisi.

3.2.3 Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling

dengan kriteria:

a. Kriteria Inklusi

1. Tikus jantan galur wistar dalam keadaan sehat

2. Berusia 3 bulan

3. Berat badan 150-250gr

4. Tidak ada abnormalitas anatomis yang tampak

b. Kriteria Eksklusi

1. Tikus mati selama penelitian

2. Sakit selama masa adaptasi 7 hari

3. Infeksi selama penelitian berlangsung

3.3 VARIABEL PENELITIAN

3.3.1 Variabel Bebas

Variabel bebas penelitian ini adalah ekstrak etanol 70% daun

karamunting (Rhodomyrtus tomentosa (Aiton) Hassk) dengan konsentrasi

beringkat.

3.3.2 Variabel Terikat

Variabel terikat penelitian ini adalah Epitelisasi

Page 4: BAB III Revici New

49

3.4 DEFINISI OPERASIONAL

Tabel 3.2. Definisi Operasional

No Variabel Penelitian

Definisi Operasional

Cara Pengukuran

Hasil Ukur Skala

1 Ekstrak etanol 70% daun karamunting (Rhodomyrtus tomentosa) dengan konsentrasi bertingkat

Simplisia kering yang telah dilakukan ekstraksi dengan pelarut 70% etanol

Dilakukan dengan menggunakan timbangan digital

Konsentrasi ekstrak (%).

Kategorik

2 Epitelisasi Epitelisasi adalah tahapan perbaikan luka, terjadi migrasi keratinosit, proliferasi keratinosit, diferensiasi neoepitel menjadi epitel berlapis-lapis.17

Pengukuran kerapatan epitel dengan mengukur tebal celah epitel dan lebar celah epitel luka menggunakan metode morfometri dan satuannya mikrometer dengan memakai mikrofotograf.17

Tebal dan lebar celah epitel luka dengan satuannya mikrometer16

Numerik

3 Salep plasebo Salep plasebo adalah sediaan salep yang hanya mengandung bahan dasar salep tanpa penambahan zat aktif.17 Pada penelitian ini digunakan sebagai kontrol negatif

Dilakukan dengan menggunakan timbangan digital dengan formulasi yang sama dengan salep daun karamunting

Diaplikasikan dalam jumlah yang sama dengan salep daun karamunting sehari 2 kali.

Kategorik

4 Salep sanoskin Salep sanoskin adalah salah satu obat dermatological dengan bahan aktif madu (eco honey) dan bahan lainnya berupa glycerin, propylene glycol dan PEG 4000.65 Pada penelitian ini digunakan sebagai kontrol positif

Diaplikasikan dalam jumlah yang sama dengan salep daun karamunting sehari 2 kali.

Kategorik

Page 5: BAB III Revici New

50

3.5 INSTRUMEN PENELITIAN

3.5.1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Neraca

digital, blender, timbangan analitik, bejana maserasi, batang pengaduk kaca,

beaker, tabung reaksi, labu erlenmeyer, labu ukur, gelas ukur, penangas air,

cawan penguap, desikator, toples, termometer, mortir, stamper, kertas

perkamen, kertas saring Whatman no.1, pot plastik, bejana, corong, sudip,

minor set, handscoon, jarum suntik, spuit, wadah pewarnaaan, lembaran

silikon, Mikrotom, Bak bedah, Objek dan cover glass, Mikroskop, Piranti

komputer Image Raster dan Optilab Camera, dan Kandang Tikus

3.5.2 Bahan

a) Bahan Perlakuan

1. Salep sanoskin

2. Salep plasebo

3. Ekstrak daun karamunting

4. Hewan coba (tikus putih galur wistar)

5. eter 10% untuk anestesi

b) Bahan Pembuatan Salep

1. Cera alba

2. Vaselin

3. Butylated Hydroxy Toluene (BHT)

4. Metil paraben

5. propil paraben

c) Pemeriksaan Histopatologis

Bahan yang digunakan adalah Formalin buffer 10%, Alkohol 70%, 80%,

90%, 95% dan alkohol absolut, Larutan xylol, Parafin cair (histoplast),

Hematoxylin_Eosin, Larutan asam periodat, Larutan Schiff, dan eter.

d) Makanan hewan coba

Page 6: BAB III Revici New

51

3.6 TAHAP PENELITIAN

3.6.1 Pengambilan Tanaman

Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah daun

karamunting. Tanaman ini diambil di Cagar Alam Mandor Kecamatan

Mandor Kabupaten Landak Kalimantan Barat. Tanaman ini diambil secara

purposif yaitu tanpa membandingkan dengan daerah lain.

3.6.2 Determinasi Tanaman

Tanaman yang digunakan bebas hama, penyakit dan kerusakan lain.

Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Biologi Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tanjungpura

Pontianak dengan menyerahkan sampel berupa tanaman utuh dari akar,

batang, daun, bunga dan buah.

3.6.3 Pembuatan Simplisia

Proses pembuatan simplisia pada prinsipnya meliputi tahap-tahap

pencucian, pengecilan ukuran, dan pengeringan.

1. Daun karamunting dicuci.

2. Daun dipotong-potong kecil, kemudian lakukan perajangan untuk

mempercepat proses pengeringan.

3. Rajangan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan di tempat terbuka

yang terlindung dari sinar matahari lansung.

4. Daun yang kering kemudian dihaluskan menjadi serbuk simplisia dengan

menggunakan blender.

5. Simplisia disimpan didalam wadah kering tertutup dan diletakkan di

tempat yang terlindung dari sinar matahari.

3.6.4 Pembuatan Ektrak Etanol 70% Daun Karamunting

Page 7: BAB III Revici New

52

Metode ekstrak yang digunakan adalah metode ekstraksi maserasi.

Simplisia dimasukkan ke dalam bejana maserasi dan ditambahkan pelarut

etanol 70%. Tambahkan pelarut etanol sampai terendam dan didiamkan

sambil sesekali diaduk. Proses dilakukan dengan mengganti pelarut tiap

1x24 jam selama 5 hari. Hasil maserasi dikumpulkan dan disaring,

pemekatan dilakukan dengan rotatory evaporator. Hingga diperoleh ekstrak

daun karamunting. Selanjutnya pengentalan dilakukan dalam waterbath pada

suhu 400 C sehingga diperoleh ekstrak kental.

3.6.5 Skrining Fitokimia

a. Alkaloid

Sampel daun karamunting di timbang secukupnya, minimal 2gr,

kemudian larutan kloroform dan NH3 ditambahkan secukupnya. Sampel

yang telah tercampur di masukkan ke dalam tabung reaksi dan

ditambahkan H2SO4 2 M secukupnya. Sampel diaduk, hingga membentuk

dua lapis larutan, H2SO4 dan kloroform tidak akan bersatu, oleh karena

itu larutan yang berada di atas (asam) diambil. Larutan asam dituangkan

pada vial tetes droplet, pisahkan menjadi tiga bagian. Masing-masing

bagian akan ditetesi oleh pereaksi yang berbeda yaitu Dragon roff,

Meiyer dan Wragner. Pada pereaksi Dragon roff dinyatakan positif

mengandung alkaloid jika terdapat endapan jingga. Pada pereaksi Meiyer

dinyatakan positif mengandung alkaloid jika terdapat endapan putih.

Pada pereaksi Wragner dinyatakan positif mengandung alkaloid jika

terdapat endapan coklat.24

b. Saponin

Larutan ekstrak sebanyak 1ml ditambahkan 10ml aquades dalam tabung

reaksi dikocok kuat sampai berbuih, apabila buih bertahan lama (± 5

menit), maka sampel dinyatakan positif mengandung saponin. 24

c. Flavonoid

Ekstrak sampel sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu

ditambahkan dengan serbuk Mg sebanyak 1 gr dan larutan HCl pekat.

Page 8: BAB III Revici New

53

Perubahan warna larutan menjadi warna jingga hingga merah

menandakan adanya flavonoid.80

d. Steroid dan Triterpenoid

Sampel diteteskan dengan pereaksi Liebermann Burchard yang terdiri

dari 3 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Jika

terbentuk cincin berwarna hijau, menandakan adanya senyawa steroid

dan triterpenoid.34

e. Fenolik

Ekstrak tanaman sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi,

lalu ditambahkan larutan FeCl3 1%. Perubahan warna menjadi warna

hijau, merah, ungu, biru atau hitam kuat menandakan adanya fenol.34

f. Tanin

Sebanyak 1 ml sampel ditambahkan 1 ml NaCl 10% kemudian

ditambahkan gelatin1%.81

g. Glikosida

Ekstrak sampel sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu

ditambahkan 2 mL air dan 5 tetes Molisch, ditambahkan dengan hati-hati

2 mL asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya cincin ungu

pada batas kedua cairan menunjukkan adanya gula, dengan demikian

menunjukkan adanya glikosida. 82

3.6.6 Penentuan Dosis

Dosis ekstrak berdasarkan kepada hasil pengujian penentuan dosis

yang sudah dilakukan sebelumnya. Pada penelitian sebelumnya

menggunakan ekstrak etanol daun seduduk (Melasthoma malabathricum)

yang memiiki kesamaan ordo dengan daun karamunting yaitu Myrtales

dengan konsentrasi 5% dapat memberikan efek penyembuhan luka bakar,59

sehingga dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan konsentrasi

2,5%, 5% dan 10% .

3.6.7 Pembuatan dan Formulasi Salep

Page 9: BAB III Revici New

54

Formulasi salep menggunakan zat aktif ekstrak daun karamunting

dengan basis salep yang digunakan merupakan salep berbasis hidrokarbon

(basis berminyak) karena basis ini memiliki waktu bertahan pada kulit,

cenderung stabil dan tidak dipengaruhi oleh waktu selain itu, dapat

memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai

penutup.71

Pembuatan salep diawali dengan menimbang bahan-bahan yang

diperlukan, yaitu: 83

1. Cera alba dilelehkan diatas penangas air

2. Ditambahkan vaselin putih, diaduk sampai homogen dan dingin.

3. Butytlated Hydroxy Toluen(BHT) yang telah dilarutkan dengan etanol

dimasukkan kedalam basis salep dan digerus homogen.

4. Metil paraben dan propil paraben yang telah dilarutkan dengan etanol

dicampurkan dengan ekstrak.

5. Setelah basis jadi, maka ditambahkan ekstrak kental karamunting ke

dalam basis sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai homogen sejumlah

konsentrasi yang diinginkan dalam salep

Komposisi formulasi salep menurut Moerfiah,83 dapat dilihat pada

tabel 3.3 berikut ini:

Tabel 3.3 Formulasi salep ekstrak daun karamunting

No. Nama Bahan F0 (g) F1 (g) F2 (g) F3 (g)

1 Ekstrak daun karamunting - 2.5 5 10

2 Metil paraben 0.15 0.15 0.15 0.15

3 Propil paraben 0.02 0.02 0.02 0.02

4 BHT 0.01 0.01 0.01 0.01

5 Cera Alba 4.75 4.75 4.75 4.75

6 Vaselin putih 90.07 90.07 90.07 90.07

Berat salep total 95 97.5 100 110

Keterangan:F0 : Formula salep plasebo tanpa bahan aktifF1 : Formula salep dengan bahan aktif ekstrak daun karamunting 2.5 %

Page 10: BAB III Revici New

55

F2 : Formula salep dengan bahan aktif ekstrak daun karamunting 5 %F3 : Formula salep dengan bahan aktif ekstrak daun karamunting 10%

3.6.8 Persiapan Tikus dan Pemberian Salep Ekstrak Daun Karamunting

1. Tikus 25 ekor diseleksi sesuai kriteria inklusi dan eksklusi yang telah

ditentukan.

2. Tikus diadaptasikan selama 7 hari dan diberi makanan dan minuman secara

ad libitum.

3. Seluruh tikus (25 ekor) yang sudah diadaptasikan, pada hari pertama

penelitian dibagi menjadi 5 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari

5 ekor tikus, yaitu kelompok K(+), kelompok K(-), P1, P2, dan P3 secara

acak. Masing-masing tikus diberi tanda atau label pada ekornya dengan

menggunakan spidol tahan air sesuai kelompoknya.

4. Bulu tikus sekitar sayatan (daerah punggung) dicukur sampai licin,

kemudian dibersihkan dengan kapas beralkohol 70%.

5. Tikus dianestesi dengan menggunakan ether 10% secara inhalasi 84

6. Setelah itu, pada keempat kelompok sampel tersebut dilakukan insisi

dibagian punggung sepanjang 2 cm dengan kedalaman 0,2 cm sejajar os

vertebrae, berjarak 5 cm dari telinga.2

7. Setelah dilukai, kelompok 1 dioleskan salep sanoskin®, kelompok 2 dan 4

dioleskan salep plasebo, kelompok 3,4 dan 5 dioleskan salep ekstrak daun

karamunting pada bagian luka dengan menggunakan cotton buds steril sehari

2 kali, setiap hari selama 9 hari.

8. Pada hari ke 10, tikus-tikus pada masing-masing kelompok diambil sampel

kulit dari lukanya untuk dibuat preparat histopatologi. Penentuan hari ke 9

hari ini berdasarkan laporan jurnal dari Li et al.47 yang menyebutkan bahwa

pembentukan kembali dermis di mulai kira-kira hari ke 3-4 setelah

perlukaan, dengan ciri pembentukan neovaskularisasi dan penumpukan

fibroblas, juga laporan yang menyebutkan bahwa kolagen tipe III

disekresikan maksimal oleh fibroblas antara hari ke 5 dan 7, dan setelah itu

terjadi perubahan fenotip fibroblas menjadi miofibroblas. Sedangkan pada

Page 11: BAB III Revici New

56

hari ke 7-9 epitelisasi dan basement membrane zone (BMZ) sesudah

terbentuk.

9. Pada proses pengambilan sampel kulit, tikus sebelumnya dianestesi terlebih

dahulu dengan menggunakan ether 10% secara inhalasi

10. Daerah punggung yang akan diambil kulitnya, dibersihkan dari bulu, kulit

digunting dengan ketebalan kurang lebih 3mm sampai dengan subkutan,

sepanjang 2cm. Setelah itu dibuat sediaan histopatologi. Kemudian tikus

dieutanasia menggunakan metode dislokasi cervicalis.66

11. Selama penelitian tikus diperlakukan sebaik-baiknya, tikus diusahakan tidak

lapar, tidak haus, bebas stres dan leluasa bergerak. Pemberian makan dan

minum dilakukan tiap hari secara ad libitum. Kandang ditempatkan di

ruangan yang tenang, tidak bising, diatur suhu, kelembaban dan cukup

cahaya. Kebersihan kandang dijaga setiap hari dan sekam diganti tiap 3 hari.

3.6.9 Prosedur Pengambilan Jaringan

1. Tikus dieutanasia menggunakan metode dislokasi cervicalis, selanjutnya

diambil organ kulit yang ingin diteliti, yaitu kulit dibagian punggung

terluka yang telah diberi salep ekstrak daun karamunting.

2. Amati bentuk dan keadaan organ, kemudian ambil/potong organ tikus-

tikus pada masing-masing kelompok sebanyak 1 potong pada tiap tikus

dengan ketebalan kurang lebih 3mm sampai dengan subkutan, sepanjang

2cm.

3.6.10Prosedur Pembuatan Preparat Histopatologi

1. Fiksasi

Organ yang diangkat diletakkan di cawan petri kecil yang telah

terlebih dahulu dicuci dengan garam fisiologis dan dimasukkan dalam

larutan formalin buffer (larutan formalin 10% dalam buffer Natrium

asetat mencapai pH 7.0). Waktu fiksasi jaringan 18-24 jam. Setelah

fiksasi selesai, jaringan dimasukkan dalam larutan aquadest selama 1 jam

untuk proses penghilangan larutan fiksasi.

Page 12: BAB III Revici New

57

2. Dehidrasi

Potongan organ yang dimasukkan dalam alkohol konsentrasi

bertingkat. Jaringan menjadi lebih jernih dan transparan. Organ

kemudian dimasukkan dalam larutan alkohol-xylol selama 1 jam dan

kemudian xylol selama 5 menit.

3. Impregnasi (Organ dimasukkan dalam paraffin cair selama 5 menit).

4. Embedding

Organ ditanam dalam paraffin padat yang mempunyai titik lebur

56-58 0C, ditunggu sampai paraffin padat. Organ dalam paraffin dipotong

setebal 5 mikron dengan mikrotom. Potongan jaringan ditempelkan pada

kaca obyek yang sebelumnya telah diolesi poly-L-Lysine. Jaringan pada

kaca obyek dipanaskan dalam Airplate suhu sampai paraffin mencair.

5. Pewarnaan dengan HE

Pada pewarnaan HE, (Secara berurutan pada kaca obyek

dimasukkan ke dalam): 1) Xylol 1 menit, 2) Xylol 2 menit, 3) Xylol 2

menit, 4) Alkohol 100% 2 menit, 5) Alkohol 90% 2 menit, 6) Alkohol

70% 2 menit, 7) Air 1 menit, 8) Haematoxylin/ 7.5 menit, 9) Air 7.5

menit, 10) Eosin-alcohol-asam asetat (1min), 11) Air 15 detik, 12)

Alkohol 80% 15 detik, 13) Alkohol 90% 30 detik, 14) Alkohol 100% 45

detik, 15) Xylol 1 menit, 16) Xylol 1 menit.

6. Pengamatan sajian histologi masing-masing organ dibawah mikroskop

cahaya dengan perbesaran 10x pada 1 lapang pandang.

Page 13: BAB III Revici New

dilakukan insisi dibagian punggung sepanjang 2cm dengan kedalaman 0.2cm sejajar os vertebrae, berjarak 5cm dari telinga2

Pengambilan sampel kulit (hari ke 10) dan pembuatan sediaan preparat histologi

Analisis data: One Way ANOVA

Amati dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x pada 1 lapang pandang: tampak epitelisasi

Dioleskan salep sanoskin® :2x sehari selama 9

hari

Dioleskan salep Ekstrak Daun

karamunting 2.5% :2x sehari selama

9 hari

Dioleskan salep Ekstrak Daun

karamunting 5%: 2x sehari selama 9

hari

Dioleskan salep plasebo(tanpa

bahan aktif): 2x sehari selama 9

hari

Kelompok K- (5 ekor)

Kelompok K+ (5 ekor)

Kelompok P2 (5 ekor)

Kelompok P1 (5 ekor)

Kelompok P3 (5 ekor)

Dioleskan salep Ekstrak Daun karamunting

10% :2x sehari selama 9 hari

anestesi dengan menggunakan ether 10% secara inhalasi84

Bulu tikus sekitar sayatan (daerah punggung ) dicukur sampai licin, kemudian dibersihkan dengan kapas beralkohol 70%.

K. K(+) (5 ekor)

K. P2 (5 ekor)

K. P1 (5 ekor)

K. K(-) (5 ekor)

K. P3 (5 ekor)

Randomisasi

Adaptasi selama 7 hari

25 Ekor tikus jantan galur Wistar usia 3 bulan; BB 150 – 250 gram

Sortasi basah, pencucian, pengeringan, sortasi kering

Simplisia

Formulasi Salep

Ekstraksi

Determinasi tanaman

Pengambilan tanaman

58

3.7 Alur Penelitian

Gambar 3.1. Alur Penelitian

Page 14: BAB III Revici New

59

3.8 Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan SPSS 20.0. Dilakukan uji

normalitas data dengan menggunakan Shapiro-Wilk. Kemudian dilanjutkan

dengan uji homogenitas dengan Levene test. Jika didapat distribusi data

normal dan varian data homogen maka dilakukan uji statistic parametric

One Way Anova, dilanjutkan dengan analisis Post Hoc Test untuk

mengetahui perbedaan masing-masing kelompok menggunakan uji Least

Significant Difference (LSD). Jika didapat distribusi data tidak normal maka

dapat dilakukan Transformasi Data. Jika transformasi data tidak berhasil,

maka dilakukan uji Kruskal-Wallis, dilanjutkan dengan analisis Post Hoc

Test untuk mengetahui perbedaan masing-masing kelompok menggunakan

uji Mann-Whitney.85

3.9 Etika Penelitian

Penelitian ini telah memperoleh surat lolos kaji etik yang dilakukan

oleh tim etik Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak

dengan no. 3985/UN22.9/DT/2014.