bab i.ii,iii, iv sep.19.new

121
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit asma tidak mengenal umur, ras, dan derajat seseorang. Siapa saja dapat terkena penyakit asma mulai dari masa kanak-kanak sampai dewasa. Jika pada anak-anak penyakit ini bersifat kronis (Musliha 2010). Menurut data dan sumber Asosiasi paru-parudi Amerika mengungkapkan bahwa satu diantara tiga orang penderita asma adalah mereka yang berusia dibawah 18 tahun dan diketahui sekitar 80 % penyakit asma menyerang anak-anak dan 50 % menyerang orang dewasa.Sedangkan angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma. (Medlinux, 2008). Sedangkan dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan 1

Upload: roroayu23

Post on 26-Dec-2015

209 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bab 11

TRANSCRIPT

Page 1: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit asma tidak mengenal umur, ras, dan derajat seseorang.

Siapa saja dapat terkena penyakit asma mulai dari masa kanak-kanak

sampai dewasa. Jika pada anak-anak penyakit ini bersifat kronis (Mus-

liha 2010). Menurut data dan sumber Asosiasi paru-parudi Amerika

mengungkapkan bahwa satu diantara tiga orang penderita asma

adalah mereka yang berusia dibawah 18 tahun dan diketahui sekitar

80 % penyakit asma menyerang anak-anak dan 50 % menyerang

orang dewasa.Sedangkan angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir

ini meningkat sejalan dengan perubahan pola hidup masyarakat

modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam

makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di

masyarakat adalah penyakit asma. (Medlinux, 2008). Sedangkan

dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi

(kekerapan penyakit) asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan

prevalensi asma di Asia seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea

Selatan juga mencolok. Kasus asma meningkat insidennya secara

dramatis selama lebih dari lima belas tahun, baik di negara

berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk penyakit ini

semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas

1

Page 2: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

2

hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah,

peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan

bahkan kematian. (Muchid dkk,2007). Semakin rendah tingkat

pendidikan seseorang, maka pemahaman dan pengetahuan yang

didapat semakin rendah dimana hal tersebut akan mempengaruhi

perilaku dalam menjaga pola hidup (Wawan dan Dewi, 2010).

Menurut data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di

berbagai propinsi di Indonesia, asma menduduki urutan kelima dari

sepuluh penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan

bronkitis kronik dan emfisema. Asma, bronkitis kronik, dan emfisema

sebagai penyebab kematian (mortalitas) keempat di Indonesia atau

sebesar 5,6%. Lalu , dilaporkan prevalensi asma di seluruh Indonesia

sebesar 13 per 1.000 penduduk (PDPI, 2006). Dari hasil penelitian

Riskesdas, prevalensi penderita asma di Indonesia adalah sekitar 4%.

Menurut Sastrawan, dkk (2008), angka ini konsisten dan prevalensi

asma bronkial sebesar 5–15%. Di Sembilan provinsi yang mempunyai

prevalensi Penyakit Asma diatas prevalensi nasional, antara lain

Nanggroe Aceh Darussalam di urutan pertama, diikuti oleh Jawa Barat,

Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan,

Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Papua Barat

(RIKESDAS, 2007). Status asmatikus adalah asma yang berat dan

persisten yang tidak berespons terhadap terapi konvensional.

Serangan dapat berlangsung lebih dari 24 jam. Ini merupakan situasi

Page 3: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

3

yang mengancam kehidupan dan memerlukan tindakan segera.Maka

dari itu peran perawat dalam mengatasi penyakit asma sangatlah

penting dimana perawat sebagai tenaga kesehatan perannya sangat

penting dalam menolong penderita asma.

Asma bronchiale adalah suatu penyakit yang ditandai dengan

tanggap reaksi yang meningkat dari trachea dan bronkus terhadap

berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran

bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari

saluran nafas (Musliha, 2010).

Kekurangan oksigen adalah hal yang berbahaya bagi

keselamatan pasien sehingga perlu diberikannya terapi

oksigen.Pemberian oksigen hendaknya bukan menjadi ritual klinik

tetapi dasar rasional untuk pemberian oksigen harus dikuasai dengan

baik. Pengelolaan oksigenasi pada pasien maka sangat diperlukan

pemahaman yang baik tentang oksigen seperti fungsi oksigen, suplai

oksigen, faktor apa yang berpengaruh pada oksigenasi jaringan,

indikasi, dosis dan cara pemberian oksigen dan kemungkinan bahaya

yang dapat terjadi pada pemberian oksigen (Patria dan Fairuz, 2010).

Studi kasus ini tidak bermaksud menetapkan alogaritma terapi

oksigen, hanya mengamati perlakuan tenaga kesehatan yaitu perawat

dalam memberikan terapi oksigen. Perlu adanya sistematika yang jelas

oleh perawat dalam memberikan terapi oksigen sehingga aspek legal

dalam terapi ini dapat dipertanggungjawabkan.Menurut salah satu

Page 4: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

4

survei di rumah sakit,21% peresapan oksigen tidak tepat dan 85%

pasien tidak diawasi dengan baik (Patria dan Fairuz, 2010).

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa

penyakit asma adalah penyakit yang mempengaruhi paru-paru

dimana penyakit ini adalah penyakit jangka panjang yang paling

umum dari anak-anak, sampai orang dewasa. Asma menyebabkan

episode berulang seperti mengi, sesak napas, sesak dada, dan batuk

pada malam atau dini, episode ini juga dikenal sebagai eksaserbasi

atau serangan. sedangkan asma bronchial adalah suatu penyakit

pernapasan dimana terjadi penigkatan respon saluran pernapasan

yang menimbulkan reaksi obstruksi pernapasan akibat spasme otot

polos bronkus. Upaya yang paling penting dalam penyembuhan

dengan perawatan yangtepat merupakan tindakan yang utama dalam

menghadapi pasien dengan asma bronkial serta untuk mencegah

komplikasi yang lebih fatal di harapkan pasien dapat segera sembuh

kembali dimana Intervensi yang utama adalah mencegah

ketidakefektifan jalan nafas. Perawatan pada pasien asma bronchiale

sangat memerlukan kerja sama antar tim kesehatan maupun dokter

yang menangani. Upaya lain untuk pasien asma bronchiale yaitu

dengan pemberian terapi oksigen dimana bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan O2.

Berdasarkan pengalaman praktek stase KMB di RS Kota

Yogyakarta SOP yang digunakan menggunakan SOP Depkes dan

Page 5: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

5

dalam pemberiaan terapi oksigen pada pasien menggunakan nasal

kanul serta pemberian nebulizer menggunakan NRM untuk indikasi

pemberian pada pasien asma, dan gagal ginjal. Sehubungan dengan

hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk melakukan studi kasus

tentang “Kebutuhan Oksigenasi pada Pasien Asma Bronchiale di

Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Jogja”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam studi

kasus ini adalah: Bagaimanakah kebutuhan oksigenasi pada pasien

asma bronchiale di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Jogja.

C. Tujuan Komprehensif

1. Tujuan umum

Mengetahui kebutuhan oksigenasi pada pasien asma

bronchiale di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Jogja.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui tingkat kepatuhan perawat dalam pemberian terapi

oksigenasi pada pasien asma bronchiale berdasarkan SOP

yang ada di di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Jogja.

b. Mengetahui tingkat kepuasan pasien asma bronchial dengan

indikator pemberian terapi oksigenasi di Instalasi Gawat

Darurat (IGD) RS Jogja.

Page 6: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

6

D. Manfaat Komprehensif

1. Bagi Profesi Keperawatan

Diharapkan studi kasus ini dapat memberikan masukan bagi

profesi keperawatan dalam memberikan oksigenasi pada pasien

asma bronchiale di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Jogja.

2. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan bagi pihak rumah sakit dalam rangka

meningkatkan upaya kesehatan masyarakat khususnya pada

pasien yang mengalami gangguan pernafasan seperti asma

bronchiale.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan studi kasus ini dapat memberikan pengetahuan baru

dan mengembangkan ilmu keperawatan sebagai sumber referensi

tentang proses keperawatan dalam pemberian oksigenasi sebagai

salah satu intervensi meningkatkan kekuatan respirasi pada pasien

dengan asma bronchiale.

4. Bagi observasi

Diharapkan studi kasus ini dapat menambah keterampilan dan

pengetahuan dalam memberikan asuhan keperawatan tentang

terapi oksigenasi sebagai salah satu intervensi untuk meningkatkan

kekuatan respirasi pada pasien dengan asma bronchiale.

Page 7: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

7

E. Ruang Lingkup

1. Materi

Studi kasus ini termasuk dalam ruang lingkup keperawatan gawat

darurat khususnya mengenai asma bronchiale dan terapi

oksigenasi.

2. Responden

Responden dari studi kasus ini yaitu perawat dan pasien asma

bronchiale diInstalasi Gawat Darurat (IGD) RS Jogja.

3. Tempat

Studi kasus ini dilakukan di IGD RS Jogja.

4. Waktu

Studi kasus ini dilaksanakan pada tanggal 19 Agustus- 2 Agustus

2013.

F. Keasliaan Studi Kasus/Penelitian yang Revalen

1. Laporan Studi Kasus oleh Renata (2009) “Asuhan Keperawatan

Ny “S” dengan Asma Bronchiale di Ruang Bogenville 4 IRNA I

RSUP Dr. Sarjidto Yogyakarta”. Asuhan keperawatan ini diberikan

untuk membantu mengatasi masalah yang dihadapi pasien. Tujuan

studi kasus ini mendapat pengalaman nyata dalam melaksanakan

asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan proses

keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,

Page 8: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

8

perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, serta pendokumentasian.

Metode yang digunakan adalah deskriftif dengan studi kasus dan

menggunakan pendekatan proses keperawatan.

2. Jurnal penelitian oleh Isnin Anang (2008) dengan judul “Kolerasi

Saturasi Oksigen Perkuatan Dengan Parameter Derajat Keparahan

(Severity) pada Asma Eksaserbasi Berdasarkan Kriteria Global

Initiative Of Asma”. Tujuan penelitian ini yaitu meneliti korelasi

saturasi oksigen yang diperiksa dengan alat pulse oksimetri dengan

variabel-variabel dari asma eksaserbasi yang terdapat pada GINA

2008 Populasi penelitian adalah pasien asma eksaserbasi akut di

IRD RSU. Dr. Soetomo Surabaya. Kesimpulan: Saturasi oksigen

perkutan mempunyai korelasi yang sangat kuat dengan derajat

keparahan,respiratory rate dan PaO2, serta dapat mencerminkan

derajat keparahan dari asthma eksaserbasi pada kondisi tertentu.

3. Jurnal penelitian oleh Ida Bagus (2012) dengan judul “Terapi

Pasien Asma Perokok dengan Peranan Teofilin Dosis

Rendah.Metode penelitian yaitu sampel memakai kartikosteroid

inhalasi atau kombinasi dengan inhaler LABA dan dilakukan

penurunan dosis selama 6 minggu untuk kemudian dilakukan

penghentian kartikosteroid selama 2 minggu. Kesimpulan penelitian

ini yaitu terdapat masalah ensensial pada pasien asma perokok

terkait dengan terapi yaitu ensensivitas terhadap terapi

kortikosteroid baik inhalasi, maupun oral.

Page 9: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

9

4. Jurnal penelitian oleh Lusiana Tjandra (2013) dengan judul

“Pengunaan Prednison pada Penderita Asma Bronchiale Dikaitkan

dengan Kadar IgE dan IgG”. Metode penelitian yaitu pripitasi

dengan alat imun difusi radial. Hasil penelitian yaitu didapatkan

bahwa kadar IgG rata-rata penderita asma bronchiale yang

menggunakan prednison sebagai terapi yaitu 1332, 09 mg/dl lebih

kecil dibanding dengan kadar IgG rata-rata penderita asma

bronchiale yang tidak menggunakan prednison. Kesimpulan

penelitian ini yaitu penggunaan prednisone tidak mengakibatkan

peningkatan infeksi virus pada penderita asma bronchiale yang

mendapat pengobatan prednison.

G. Metode Komprehensif

1. Instrumen Studi Kasus

a. Lembar observasi

Berupa lembar kinerja perawat dalam melakukan

pemberian terapi oksigenasi pada pasien asma bronchiale

terdiri dari langkah-langkah tindakan keperawatan menurut

SOP/Protap pemberian terapi oksigenasi. Dimana menurut

Lumenta (2011) SOP adalah suatu perangkat intruksi/langkah

yang dilakukan untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan

fungsi. Skala yang digunakan adalah politomi. Jika tidak

dilakukan diberi nilai 1, dilakukan salah diberi nilai 2, dilakukan

Page 10: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

10

kurang tepat diberi nilai 3, dan dilakukan dengan sempurna

diberi nilai 4 (Setiadi, 2007).

Rumus:

Total Nilai Nilai akhir = x 100%

Nilai Tertinggi

Keterangan

Nilai 1 : Tidak dilakukan 0-25%

Nilai 2 : Dilakukan salah 26-50%

Nilai 3 : Dilakukan kurang tepat 51-75%

Nilai 4 : Dilakukan dengan sempurna 76-100%

b. Angket kepuasan pasien

Angket kepuasan pasien digunakan untuk mengetahui sejauh

mana efektifitas tindakan keperawatan dan hasil yang dirasakan

pasien termasuk pelayanan perawat.Jika tidak puas diberi nilai 1,

kurang puas diberi nilai 2, cukup puas diberi nilai 3, dan sangat

puas diberi nilai 4 (Setiadi, 2007).

Rumus:

Total Nilai Nilai akhir = x 100%

Nilai Tertinggi

Page 11: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

11

Keterangan

Nilai 1 : Tidak puas 0-25%

Nilai 2 : Kurang puas 26-50%

Nilai 3 : Cukup puas 51-75%

Nilai 4 : Sangat puas 76-100%

2. Definisi Operasional

a. Asma Bronchiale

Asma bronchiale adalah suatu penyakit yang ditandai den-

gan tanggap reaksi yang meningkat dari trachea dan bronkus

terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi

berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan

yang menyeluruh dari saluran nafas (Musliha, 2010).

b. Terapi Oksigenasi

Terapi oksigen adalah pemberian oksigen pada

konsentrasi yang lebih tinggi dari udara bebas untuk mencegah

terjadinya hipoksemia dan hipoksia yang akan mengakibatkan

yang akan mengakibatkan terjadinya kematiaan sel (Yudha &

Muhammad, 2012).

c. Teknik Pengolahan Data

Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengolah data:

a. Edit data: tahap ini dilakukan untuk memastikan bahwa data

yang diperoleh adalah lengkap, terisi semua dan dapat

dibaca

Page 12: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

12

b. Kode data: tiap lembar observasi diberi kode untuk

memudahkan pada waktu memasukan data

c. Skor : menghitung skor dari masing-masing observasi

d. Tabel : data yang telah dikoding dimasukan dalam tabel

dengan tujuan untuk mempermudah penyajian data dalam

bentuk distribusi frekuensi

3. Proses Pengamatan dan Pelaksanaan

Pasien datang ke ruang IGD dengan keluhan sesak nafas, nyeri dada,

dispnea, dan klien juga batuk berdahak, dan klien lansung diperiksa oleh

dokter yang bertugas di ruangan dan di diagnosa klien mengalami

penyakit asma bronchiale sehingga dokter memerintahkan perawat untuk

memberikan terapi oksigenasi pada pasien asma bronchiale tersebut.

Dengan demikian disinilah tugas sebagai observasi yaitu untuk

mengamati perawat yang akan melakukan pemberian terapi oksigenasi

tersebut. Observasi melakukan penilaian terhadap tindakan keperawatan

yang dilakukan perawat yaitu dalam memberi terapi oksigenasi

berdasarkan SOP yang ada di ruang IGD RS Jogja. Untuk pelaksanaan

pemberian kuisoner angket kepuasan pasien yaitu diberikan pada pasien

asma bronchiale yang sudah dilakukan tindakan keperawatan oleh

perawat di ruang IGD RS Jogja.

Page 13: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Konsep Dasar Penyakit Asma Bronchiale

a. Anatomi fisiologi sistem pernapasan

1) Anatomi sistem pernafasan

a) Hidung

Merupakan saluran udara yang pertama,

mempunyai dua lubang(kavum nasi), dipisahkan oleh

sekat hidung (septum nasi). Didalamnya terdapat bulu-

Page 14: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

14

bulu yang berguna untuk menyaring udara,debu yang

masuk ke dalam hidung (Saifudin, 2008).

b) Sinus paranasalis

Sinus paranasalis rongga dalam tengkorak yang

terletak di dekat hidung dan mata terdapat empat sinus

yaitu: sinus frontalis, etmoidalis, sfenoidalis, dan

maksilaris (Brunner & Suddart, 2008).

c) Faring

Faring atau tenggorok adalah rongga yang

menghubungkan antara hidung dan rongga mulut ke

laring. Faring dibagi menjadi dalam tiga area,yaitu

nasofaring,orofaring dan hipofaring (Evelyn C. Pearce,

2002).

d) Laring

Merupakan unit organ terakhir pada jalan nafas

atas. Laring juga disebut kotak suara karena pita suara

terdapat disini. Terdapat juga kartilago tiroid yang

merupakan kartilago terbesar pada faring (Ngastiyah,

2005)

e) Trakea

Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua

bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkuskiri. Struktur

lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya

13

Page 15: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

15

tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada

bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang

rawannyamelingkari lumen dengan sempurna. Bronkus

bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus (Francis,

2008).

f) Bronkus

Bronkus merupakan lanjutan dari trakea terletak

pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V. bronkus

mempunyai struktur yang sama dengan trakea dan

terletak mengarah ke paru-paru (Elizabeth, 2007).

b. Fisiologi sistem pernapasan menurut Sylvia A. Price, (2002)

a) Ventilasi

Ventilasi adalah proses pergerakan udara masuk dan

keluar paru. Ventilasi terdiri dari dua tahap yaitu,inspirasi dan

ekspirasi.

b) Difusi gas

Difusi adalah proses ketika terjadi pertukaran oksigen

dan karbon dioksida pada tempat pertemuan udara – darah.

c) Tranportasi gas

Bagian ketiga dari proses pernapasan adalah

transportasi gas (oksigen dan karbon dioksida) dari paru

menuju ke sirkulasi tubuh.

Page 16: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

16

Berdasarkan teori-teori diatas dapat disimpulkan bahwa

anatomi pernafasan yaitu terdiri dari dua klasifikasi dimana

ada anatomi pernafasan yang terdiri dari hidung, sinus

parinalis, faring, laring, trakea, dan bronkus. Sedangkan

berdasarkan sistem pernafasan itu sendiri terdiri dari

ventilasi, difusi gas, dan transfortasi gas, dan bernafas

adalah proses keluar masuknya udara ke dalam dan keluar

paru dimana proses bernafas diawali dengan memasukan

udara ke dalam rongga paru untuk kemudian diedarkan ke

dalam sirkulasi serta pengeluaran zat sisa (CO2) dari

sirkulasi menuju keluar tubuh melalui paru.

c. Asma bronchiale

a) Pengertian Asma Bronchiale

Menurut Elizabeth (2007) menjelaskan asma

bronchiale merupakan penyakit paru obstruktif, yang

ditandai dengan penyempitan akut atau sub akut jalan nafas,

berupa bronkospasme yang disertai dengan bertambahnya

sekret dimana menyebabkan naiknya tahanan jalan nafas.

Sedangkan Iman Somantri (2008) menyatakan bahwa

penyakit asma bronchiale adalah penyakit jalan nafas

obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronchi

berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.

Page 17: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

17

Berdasarkan dua teori diatas dapat disimpulkan asma

bronchialemerupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas

obstruktif yang bersifat reversible, biasa ditandai dengan

terjadinya penyempitan bronkus, reaksi obstruksi akibat

spasme otot polos bronkus, obstruksi aliran udara, dan

penurunan ventilasi alveoulus dengan suatu keadaan

hiperaktivitas bronkus yang khas.

b) Klasifikasi Asma Bronchiale

Smeltzer (2008) menjelaskan asma bronchiale berdasarkan

penyebabnya, yaitu terdiri dari ekstrinsik(alergik) ditandai

dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor

pencetus yang spesifik, seperti : debu, serbuk bunga, bulu

binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin), dan spora

jamur. Intrinsik(nonalergik) ditandai dengan adanya reaksi

non alergik yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak

spesifik atau tidak diketahui, seperti : udara dingin, infeksi

saluran pernafasan, latihan, emosi. Serangan asma ini lebih

berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat

berkembang menjadi Bronkhitis Kronik dan Emfisema.

Asma gabungan dimana asma ini mempunyai

karakteristik dari bentuk alergi dan non alergi. Teori klafikasi

lain menurut Rab (2006) yaitu dengan membedakan

Page 18: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

18

tingkatan asma yaitu asma bronchiale intermitten dengan

status asmatikus, dan asma emergency.

Berdasarkan teori-teori diatas maka dapat disimpulkan

bahwa asma bronchiale diklasifikasikan berdasarkan tipe,

tingkatan, dan berat nya asma bronchiale itu sendiri.

c) Etiologi Asma Bronchiale

Heru Sundaru (2007) menyatakan ada beberapa hal

yang merupakan penyebab dari asma bronchiale yaitu

alergen, infeksi saluran pernafasan, stres, olahraga/kegiatan

jasmani, obat-obatan, dan polusi udara. Sedangkan etiologi

lain menurut Yunus (2009) belum diketahui dimana penyakit

ini dikaitkan dengan faktor-faktor risiko yang menyebabkan

asma bronchiale antara lain : Merokok, polusi udara, umur,

jenis kelamin dan ras.

Berdasarkan teori diatas maka dapat disimpulkan

bahwa faktor pemicu penyebab terjadinya asma bronchiale

adalah jenis reaksi alergi, kadang-kadang disebut penyakit

saluran napas reaktif dan setiap orang dengan asma

memiliki faktor pemicu yang berbeda-beda. Sebagian besar

pemicu serangan menyebabkan pada beberapa orang

dengan asma dan tidak pada orang lain antara lain pemicu

serangan asma bronchiale selain alergen ada juga infeksi

Page 19: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

19

saluran nafas, stres, olahraga, obat-obatan, dan polusi

udara.

d) Patofisiologi Asma Bronchiale

Menurut Musliha (2010) bila seseorang menghirup

alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat,

alergen bereaksi dengan antibody yang telah melekat pada

sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan

berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis

yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor

kemotaktik eosinofilik dan bradikinin dimana efek gabungan

dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan edema lokal

pada dinding brokhiolus kecil maupun sekresi mucus yang

kental dalam lumen bronkhiolus dan spasme otot polos

bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran nafas

menjadi sangat meningkat.

Teori lain menurut Muttaqin (2008)menjelaskan

banyak kasus terutama pada anak dan dewasa muda, asma

dihubungkan dengan manifestasi riwayat atopi melalui

mekanisme Ig E dependent. Reaksi imunologik yang timbul

akibat paparan dengan alergen awalnya menimbulkan fase

sensitisasi. Akibatnya terbentuk Ig E spesifik oleh sel

plasma. Ig E melekat pada Fc reseptor pada membran sel

mast dan basofil. Bila ada rangsangan berikutnya dari

Page 20: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

20

alergen serupa, akan timbul reaksi asma cepat (immediate

asthma reaction).

Berdasarkan dari beberapa pendapat diatas maka

dapat disimpulkan bahwa sesorang yang mengalami asma

mempunyai respon imun yang buruk terhadap lingkungan

dimana antibodi yang dihasilkan (Ig E) kemudian menyerang

sel-sel mast dalam paru. Pada asma idiopatik atau non

alargi ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh

faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi

polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat.

Faktor pencetus, segera akan timbul dispnea dimana pasien

akan merasa seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk

dan berusaha penuh mengerahkan tenaga untuk bernafas.

Kesulitan utama terletak pada saat ekspirasi karena

percabangan trakeobronkial melebar dan memanjang

selama inspirasi, tetapi sulit untuk memaksakan udara keluar

dari bronkiolus menjadi sempit, sehingga mengalami edema

dan terisi mukus, yang dalam keadaan normal akan

berkontraksi sampai tingkatan tertentu pada saat ekspirasi.

e) Gejala- Gejala Asma Bronchiale

Menurut Yunus (2009)  menyatakan asma bronchiale

mempunyai beberapa gejala yaitu seperti  mengi, sesak

nafas, alergi hidung, dan bronkitis. Sedangkan pendapat

Page 21: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

21

lain menyatakan tanda dan gejala asma bronchiale adalah

batuk, dispnea, dan mengi dan biasanya pada penderita

yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis,

tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat

dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan,

serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras

sehingga gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak

nafas, mengi (whezing), batuk, dan pada sebagian penderita

ada yang merasa nyeri di dada ( Smeltzer, 2008).

Berdasarkan teori-teori diatas maka dapat

disimpulkan bahwa asma bronchiale memiliki tanda dan

gejala mulai dari yang ringan sampai yang parah, dan

bervariasi pada setiap orang dan sering kali memiliki gejala

seperti napas yang berat secara rutin disertai dengan tanda

dan gejala seperti batuk dan napas berat sepanjang waktu

atau memiliki gejala primer pada malam hari, atau hanya

saat berolah raga.

f) Komplikasi Asma Bronchiale

Vitahealth (2006) menyatakan komplikasi akibat

penyakit asma bronkial, antara lain yaitu

pneumothorax,pneumomedia stinum, emfisema

subkutis,atelektasis,Gagal napas,Bronkhitis, dan fraktur iga.

Sedangkan komplikasi yang lain menurut Arief Mansjoer

Page 22: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

22

(2008) adalah pneumothoraks, pneumomediastinum,

atelektasis, aspergilosis, gagal napas dan bronkhitis.

Berdasarkan kedua teori diatas maka dapat

disimpulkan bahwa komplikasi yang bisa terjadi pada pasien

asma bronchiale yaitu Komplikasi asma dapat mencakup

status ashmatikus, fraktur tulang iga, Pneumonia, dan

atelektasis(adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-

paru akibat penyumbatan saluran udara, kolaps paru dan

pengap di bagian paru).

g) Pemeriksaan Diagnostik Asma Bronchiale

Menurut Arief Mansjoer (2008) diagnosis asma

bronchiale berdasarkan : Anamnesis meliputi pengkajian,

keluhan pasien dan pemeriksaan fisik meliputi inspeksi,

palpasi, perkusi dan auskultasi, pemeriksaan Laboratorium

(sputum), serta tes fungsi paru dengan spirometri atau Peak

Flow Meter untuk menentukan adanya Obstruksi Jalan

napas. Sedangkan teori lain menyatakan pemeriksaan

diagnostik asma bronchiale meliputi : Tes faal paru, tes kulit,

tes darah eusinofil, dan scanning paru (Musliha, 2010).

Berdasarkan dua teori diatas maka dapat disimpulkan

bahwa dalam pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan

pada penderita asma bronchiale antara lain foto dada AP

Page 23: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

23

lateral, analisa gas darah,pemeriksaan deteksi cepat antigen

RSU yang dapat dikerjakan secara bed side.

h) Pemeriksaan Penunjang Asma Bronchiale

Soeparman (2009) menyatakan pemeriksaan sebagai

penunjang asma bronchiale antara lain pemeriksaan

laboratorium meliputi pemeriksaan sputum, pemeriksaan

AGD meliputi ph menurun (N7,35–7,45), PCO2> 45mmHg,

PO2 menurun (N 95-100mmHg) serta fotodada.Sedangkan

teori lain menyatakan pemeriksaan penunjang meliputi X-ray

Dada/Thorax, Pemeriksaan IgE, dan   pemeriksaan

radiologi.

Berdasarkan teori atas maka dapat disimpulkan

pemeriksaan penunjang pada asma bronchiale perlu

dilakukan pemeriksaan LAB yang meliputi pemeriksaan

sputum dan AGD dan disertai dengan pemeriksaan foto

dada untuk menegakan diagnosa keperawatan.

i) Penatalaksanaan Asma Bronchiale

Menurut Bruner dan Suddarth (2002) prinsip umum

penatalaksanaan asma bronchial adalah :

(1) Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.

(2) Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat

mencetuskan serangan asma

Page 24: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

24

(3) Memberikan penerangan kepada penderita ataupun

keluarganya mengenai penyakit asma, baik

pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya

sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan yang

diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat

yang merawatnnya.

Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:

1. Pengobatan non farmakologik yaitu memberikan

penyuluhan, menghindari faktor pencetus, pemberian

cairan,fisiotherapy, dan beri O2 bila perlu.

2. Pengobatan farmakologik :

Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas.

Agonis reseptor beta-adrenergik digunakan dalam bentuk

inhaler (obat hirup) atau sebagai nebulizer (untuk sesak

napas yang sangat berat). Nebulizer mengarahkan udara

atau oksigen dibawah tekanan melalui suatu larutan obat,

sehingga menghasilkan kabut untukdihirup oleh

penderita.Untuk mengatasi serangan akut, obat golongan

beta-agonist misalnya salbutamol: ventolin,

salbuvenmenjadi obat lini pertama yang bekerja sebagai

bronkodilator (merelaksasi bronkus). Obat golongan ini

pun sudah banyak tersedia dalam bentuk inhalasi

sehingga bekerja lebih efektif dalam mengatasi serangan

Page 25: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

25

akut. Pada keadaan darurat dimana pasien mengalami

kesulitan bernapas yang parah digunakan metode

pemberian obat secara nebulisasi. Nebulisasi merupakan

metode semacam pengasapan obat yang diberikan pada

pasien sehingga obat dapat masuk ke saluran nafas

dalam kondisi sulit bernafas sekalipun.

Berdasarkan teori di atas maka dapat disimpulkan

penatalaksanaan dan pengobatan asma bronchiale yaitu

hindari factor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas

elergi udara dingin, dan faktor pesikis gunakan obat local

sepertisalbutamol : ventolin, salbuven. inhalasi atau oral

pada serangan asma ringan untuk pengobatan atau

mengatasi serangan asma bronchiale kita bisa

memberikan terapi oksigen berupa nebulisasi untuk

melonggarkan saluran nafas yang mengalami

penyempitan.

b. Terapi oksigen

1) Pengertian

Menurut Francis (2011) terapi oksigen adalah

pemberian campuran gas yang kaya akan oksigen

mempunyai arti yang sangat terbatas pada hipoksia stagnan,

anemik dan histologik, karena yang dapat dicapai melalui

cara ini hanyalah peningkatan dalam jumlah O2 yang larut

Page 26: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

26

didalam darah arteri. Hal ini berlaku juga bagi hipoksia

hipoksik yang disebabkan oleh pirau darah vena yang tidak

teroksigenasi melewati paru-paru. Sedangkan Yudha &

Muhammad (2012) menjelaskan pemberian oksigen pada

konsentrasi yang lebih tinggi dari udara bebas untuk

mencegah terjadinya hipoksemia dan hipoksia yang akan

mengakibatkan yang akan mengakibatkan terjadinya

kematiaan sel.

Dalam pemberian terapi oksigen memiliki suatu tujuan

dimana Suparmi (2008) menjelaskan tujuan terapi oksigen

yaitu meningkatkan ekspansi dada, memperbaiki status,

oksigenasi klien, membantu kelancaran metabolisme,

mencegah hipoksia, menurunkan kerja jantung, dan

meningkatkan rasa nyaman dan efisiensi frekuensi napas

pada penyakit paru.

2) Indikasi Pemberian Terapi Oksigen

Menurut Tarwoto&Wartonah (2010) terapi oksigen

efektif diberikan pada klien yang mengalami :

a) Gagal nafas

b) Gangguan jantung (gagal jantung)

c) Kelumpuhan alat pernafasan

d) Perubahan pola napas.

e) Keadaan gawat (misalnya : koma)

Page 27: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

27

f) Trauma paru

g) Metabolisme yang meningkat

h) Post operasi

i) Keracunan karbon monoksida

3) Kontraindikasi Pemberian Terapi Oksigen

Aryani (2009) menjelaskan Tidak ada konsentrasi pada

pemberian terapi oksigen dengan syarat pemberian jenis

dan jumlah aliran yang  tepat. Namun demikan, perhatikan

pada khusus berikut ini :

a) Pada klien dengan PPOM (Penyakit Paru Obstruktif

Menahun) yang mulai bernafas spontan maka

pemasangan masker partial rebreathing dan non

rebreathing dapat menimbulkan tanda dan gejala

keracunan oksigen. Hal ini dikarenakan jenis masker

rebreathing dan non-rebreathing dapat mengalirkan

oksigen dengan konsentrasi yang tinggi yaitu sekitar 90-

95%.

b) Face mask tidak dianjurkan pada klien yang mengalami

muntah-muntah

c)  Jika klien terdapat obstruksi nasal maka hindari

pemakaian nasal kanul.

Berdasarkan teori diatas maka dapat disimpulkan

bahwa terapi oksigen pada pasien yang mengalami

Page 28: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

28

gangguan pernafasan mampu memperbaiki aliran oksigen

ke paru dan meningkatkan pertahanan paru dan membantu

transport mukosilier dan pembersihan. Pemberiaan terapi

oksigen diberikan dengan hati-hati karna masing-masing

metode terapi oksigen mempunyai cara yang berbeda dan

ada beberapa kondisi yang harus dipenuhi sebelum

melakukan terapi oksigen yaitu diagnosis yang tepat,

pengobatan optimal dan indikasi yang tepat pada pemberian

terapi oksigen itu sendiri.

4) Terapi Oksigen pada Asma Bronchiale

Berdasarkan jenis pemberian terapi oksigen menurut

Francis (2011) sebagai berikut :

a) Kanula nasal merupakan peralatan yg sederhana dan

nyaman. Kecepatan aliran yang berlebihan 6-8 L/menit

dapat menyebabkan pasien untuk menelan udara dan

menyebabkan iritasi dan kekeringan nasal serta mucosa

faring.

b) Masker oksigen merupakan peralatan yang digunakan

untuk memberikan oksigen, kelembaban,atau

kelembaban yang dipanaskan. Tersedia berbagai bentuk

dan digunakan untuk tujuan yang berbeda. Masker

sederhana digunakan untuk konsentrasi oksigen rendah

sampai sedang sementara masker pernapasan kembali

Page 29: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

29

sebagian (nonbreather parsial) atau tidak bernapas

kembali (nonbreather) digunakan untuk konsentrasi

oksigen yang tinggi sedangkan masker venturi adalah

metode pemberian yang paling akurat dan dapat

diandalkan untuk konsentrasi oksigen yang tepat melalui

cara noninvasif.

c) Oxygen Consentrator dimana alat ini secara relatif

portabel, mudah dioperasikan, namun alat ini juga

membutuhkan pemeliharaan lebih dibandingkan tabung

atau sistem cair dan kemungkinan tidak dapat memberi

aliran lebih dari 4 Liter yang memberikan F1O2 kira-kira

36 %.

d) Nebulizer

Nebulizer adalah alat untuk membantu kelancaran

pernafasan bagi pasien dengan aliran 4-5

L/menit .Nebulizer digunanya untuk yang mempunyai

masalah dengan saluran pernafasan, seperti batuk, pilek,

atau asma, yang juga berfungsi untuk membantu

mengeluarkan dahak.

Tabel.1 Metode dan Cara Kerja Pemberian Terapi Oksigen

Jenis alat Aliran

L/mnt

Konsent

rasi / %

Cara kerja Fungsi

Page 30: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

30

Nasal kanule 1 – 6 24 – 44 Beri pelicin pada

ujung / kedua

ujung kanule,

masukkan

kedua ujung

kanule ke dalam

lobang hidung

pasien. Fiksasi

cocok untuk

pemasangan

jangka pendek

dan jangka

panjang, dan

efektif dalam

mengirimkan 

oksigen.

Kateter nasal 1 – 6 24 – 44 Ukur jarak

antara lubang

hidung sampai

ke ujung daun

telinga. Beri

peliin / jely pada

ujung kateter,

masukkan

melalui lubang

hidung sejauh

yang

diperkirakan

kemudian

difiksasi.

memberian O2

sistem aliran

rendah

ini

ditujukan

untuk pasien

yang

memerlukan O2

tetapi masih

mampu

bernafas.

Page 31: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

31

Sungkup muka non

rebreathing

8–12 60 –

100

Isi oksigen ke

dalam kantong

dengan cara

menutup lubang

antara kantong

dengan

sungkup. Atur

tali pengilat

sungkup

sehingga

menutup rapat

dan nyaman.

mencegah

udara kamar

masuk pada

saat inspirasi

dan akan

membuka pada

saat ekspirasi.

Sungkup muka

rebreathing

4–13 30 – 55 Isi oksigen pada

reservoir

sebelum

disambungkan

ke pasien, dan

pasangkan

sungkup

(masker) dan

pastikan tidak

longgar.

Meningkatkan

kadar tekanan

CO2 yang

rendah.

Page 32: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

32

Sungkup venturi 10 40-60 Sambungkan

sungkup ke

regulator, atur

aliran oksigen

dan pasang

pada pasien

ketatkan pada

daerah wajah.

Memberikan

aliran udara

yang lebih tinggi

dan dipakai

untuk pasien

dengan tife

ventilasi tidak

teratur.

Sumber : Yudha & Muhammad, 2012

a. Pengertian Kepuasan Pasien

Kepuasaan adalah kesesuaian jasa yang diterima atau dirasakan

melebihi apa yang diharapkan, dirasakan setelah menerima jasa

pelayanan yang dapat digambarkan dengan suatu sikap pasien

berupa derajat kesukaan (kepuasan) dan ketidaksukaan (Supranto,

2006).

Kepuasan pasien adalah hasil penilaian pasien berdasarkan

perasaanya, terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan di

rumah sakit yang telah menjadi bagian dari pengalaman atau yang

dirasakan pasien rumah sakit, atau dapat dinyatakan sebagai cara

Page 33: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

33

pasien rumah sakit mengevaluasi sampai seberapa besar tingkat

kualitas pelayanan di rumah sakit, sehingga dapat menimbulkan

tingkat rasa kepuasan (Timothy, 2008).

Berdasarkan kedua teori diatas dapat disimpulkan bahwa

Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena

apabila pasien puas mereka akan terus melakukan pemakaian

terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien merasa tidak puas

mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang

lain tentang pengalaman buruknya. Untuk menciptakan kepuasan

pasien suatu perusahaan atau rumah sakit harus menciptakan dan

mengelola suatu system untuk memperoleh pasien yang lebih

banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pasiennya.

Menurut Supranto (2006) dimensi kepuasan sangat

bervariasi sekali, secara umum dimensi tersebut dapat dibedakan

menjadi 2 macam :

1)  Kepuasaan yang mengacu hanya pada penerapan standar dan

kode etik profesi. Dengan pendapat ini ukuran-ukuran

pelayanan kesehatan yang bermutu hanya mengacu pada

penerapan standar serta kode etik profesi yang baik

saja.Ukuran-ukuran yang dimaksud pada dasarnya mencakup

pemikiran terhadap kepuasan mengenai hubungan petugas,

pasien, kenyamanan pelayanan, efektivitas pelayanan,

Page 34: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

34

kebebasan melakukan pilihan, pengetahuan kompetensi teknik

dan keamanan tindakan.

2)  Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan

pelayanan kesehatan. Disini suatu pelayanan kesehatan disebut

sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu apabila penerapan

semua persyaratan pelayanan kesehatan dapat memuaskan

pasien.Di dalamnya mencakup penilaian terhadap kepuasan

kesehatan, kesinambungan pelayanan kesehatan, penerimaan

pelayanan kesehatan, ketercapaian pelayanan kesehatan,

keterjangkauan pelayanan kesehatan, efisiensi pelayanan

kesehatan dan mutu pelayanan kesehatan.

Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa untuk

menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang memenuhi semua

persyaratan pelayanan tidak mudah, sehingga untuk mengatasi hal

ini diterapkan prinsip kepuasan yang terkombinasi secara selektif

dan efektif dalam arti penerapan dimensi kepuasan kelompok

pertama secara optimal, sedangkan penerapan dimensi kelompok

kedua dilakukan secara selektif yaitu hanya yang sesuai dengan

kebutuhan atau kemampuan.

Faktor penentu kepuasan pelayanan kesehatan yaitu :

reliabilitas (kompetensi dan kehandalan), ketanggapan (kesediaan,

kesiapan dan ketepatan waktu), kompetensi (kemudahan, kontak

dan pendekatan), komunikasi (mendengarkan serta memelihara

Page 35: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

35

hubungan pengertian), kredibilitas (nilai kepercayaan dan

kejujuran), jaminan rasa aman (dari resiko dan keraguan),

pengertian (upaya untuk mengerti keluhan dan keinginan pasien),

dan wujud pelayanan yang dirasakan ( Timothy, 2008).

Menurut Gerson (2010) terdapat lima dimensi untuk

mengukur mutu pelayanan kepada pasien yaitu :

a. Reliabilitas

Suatu kemampuan yang dapat diandalkan, akurat dan

konsisten dalam hal pelayanan sesuai yang diinginkan

konsumen atau pasien.

b. Responsivenees

Suatu kemauan untuk membantu dan memberi pelayanan

dengan segera. Seperti layaknya seorang petugas rumah sakit

dalam memberikan pelayanan kepada pasiennya. Mereka

memberi perhatian terhadap keinginan konsumen dengan

menunjukan “kemauan untuk membantu” melayani keinginan

tersebut sesegera mungkin. Yang terpenting adalah bahwa

standar-standar yang digunakan harus sesuai dengan

permintaan. Kecepatan respon yang diinginkan konsumen serta

persepsi konsumen atau pasien tentang kecepatan dan

kesegeraan.

c.  Assurance

Page 36: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

36

Assurance mencakup keandalan atau jaminan kompetensi,

dapat dipercaya, kejujuran pemberi jasa, pemilikan kecakapan

dan pengetahuan yang diperlukan untuk mengerjakan jasa atau

pelayanan.

d.  Emphaty

Empati dapat mencakup kemudahan akses, komunikasi

yang baik dan pemahaman terhadap konsumen.

e.  Tangibel

Tangibel dapat mencakup penampilan fasilitas atau

elemen-elemen fisikal, peralatan, personel dan material-material

komunikasi. Tujuannya adalah untuk memperkuat kesan tentang

kualitas, kenyamanan dan keamanan dari jasa atau pelayanan

yang ditawarkan kepada konsumen atau pasien.

Berdasarkan teori diatas disimpulkan bahwa apabila jasa

pelayanan yang diterima atau dirasakan sesuai dengan yang

diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan

memuaskan. Jika kualitas pelayanan melampaui harapan

pelanggan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sebagai

kualitas yang ideal.Sebaliknya jika kualitas pelayanan lebih rendah

daripada yang diharapkan maka pelayanan dipersepsikan buruk.

2. Konsep Asuhan Keperawatan Asma Bronchiale

Page 37: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

37

a. Pengkajian Asma Bronchiale di Instalasi Gawat Darurat

Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah bagian dan rawat jalan

yang merupakan juga bagian layanan terdepan rumah sakit

karena kegiatannya berlangsung selama 24 jam, sehingga

merupakan unit yang paling banyak dikunjungi dalam

memberikan pelayanan medik yang optimal, cepat dan tepat

pada penderita gawat darurat harus berdasarkan kriteria

standar baku serta etika kedokteran (Hartanto 2009).

MenurutMusliha (2010) menyatakan fokus pengkajian

keperawatan adalah Head to toe, hal-hal yang perlu dikaji

pada pasien asma bronchiale meliputi:

1). Pengkajian

a) Primary survey meliputi Airway, Breathing, Circulation,

Disability, Eksposure.

b) Secondary survey meliputi kepala dimana dikaji apakah

ada riwayat trauma, atau adanya keluhan sakit kepala

atau pusing, vertigo kelang ataupun hilang

kesadaran.Mata apakah adanya penurunan ketajaman

penglihatan akan menambah stres yang di rasakan klien.

Hidung apakah ada pernafasan menggunakan cuping

Page 38: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

38

hidung. Mulut dan laring dikaji adanya perdarahan pada

gusi. Leher dikaji adanya nyeri leher, kaku pada

pergerakaan, pembesaran tiroid serta penggunaan otot-

otot pernafasan

Thorak, Paru meliputi : Inspeksi, Palpasi. Perkusi,

Auskultasi. Jantung di kaji adanya pembesaran jantung

atau tidak, bising nafas dan hyperinflasi suara jantung

melemah. Abdomen perlu di kaji tentang bentuk, turgor,

nyeri. Ekstrimitas dikaji adanya edema extremitas, tremor

dan tanda-tanda infeksi pada extremitas karena dapat

merangsang serangan asma.

c.    Tertiery survey

1) Spirometri (Tidal volume, kapasitas vital)

2) Pemeriksaan sputum dan pemeriksaan eosinofil total

(biasanya meningkat dalam darah dan sputum).

3) Pemeriksaan  alergi (Radioallergosorbent Test :

RAST) : uji kulit, kadar Ig E  total dan Ig E spesifik

dalam sputum

4) Foto thorak

5) AGD (adanya hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis

respiratorik)

Menurut Carpenito (2006) diagnosa keperawatan yang

muncul pada pasien asma adalah :

Page 39: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

39

1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas, ketidakefektifan

pola pernafasan dan kerusakan pertukaran gas

berhubungan dengan bronkospasme dan peningkatan

sekresi pulmoner.

2) Ansietas yang berhubungan dengan sesak nafas, lapar

udara dan takut.

3) Potensial kekurangan cairan yang berhubungan dengan

efek samping obat dan distress pernafasan.

4) Potensial intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan

pesipitasi atau memburuknya gejala pernafasan dengan

peningkatan aktivitas.

5) Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang

informasi tentang proses penyakit dan tindakan.

Menurut NANDA (2012) diagnosa keperawatan yang muncul

pada pasien asma adalah :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas, ketidakefektifan

pola pernafasan dan kerusakan pertukaran gas

berhubungan dengan bronkospasme dan peningkatan

sekresi pulmoner.

2. Ansietas yang berhubungan dengan sesak nafas, lapar

udara dan takut.

3. Potensial kekurangan cairan yang berhubungan dengan

efek samping obat dan distress pernafasan.

Page 40: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

40

4. Potensial intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan

pesipitasi atau memburuknya gejala pernafasan dengan

peningkatan aktivitas.

5. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang

informasi tentang proses penyakit dan tindakan.

Berdasarkan diagnosa yang mungkin muncul pada pasien

asma bronchiale diatas maka untuk perencanaan keperawatan

secara teori menurut Judith (2012) diuraikan dibawah ini:

Diagnosa 1 :

Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan

akumulasi mukus.

Tujuan :

Jalan nafas kembali efektif.

Kriteria hasil :

Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan

sputum, wheezing berkurang/hilang, vital dalam batas normal

keadaan umum baik.

Intervensi :

a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya :

wheezing, ronkhi.

Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan

obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi

mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).

Page 41: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

41

b. Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan

ekspirasi.

Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat

dan dapat ditemukan pada penerimaan selama stres/adanya

proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan

frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.

c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian

kepala tidak duduk pada sandaran.

Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi

pernafasan dengan menggunakan gravitasi.

d. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek,

basah. Bantu tindakan untuk keefektipan memperbaiki

upaya batuk.

Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif,

khususnya pada klien lansia, sakit akut/kelemahan.

e. Berikan air hangat.

Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan

spasme bronkus.

f. Kolaborasi obat sesuai indikasi.

Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan

produksi mukosa.

Diagnosa 2

Page 42: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

42

Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan

penurunan ekspansi paru.

Tujuan :

Pola nafas kembali efektif.

Kriteria hasil :

Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam

batas normal, batuk berkurang, ekspansi paru mengembang.

Intervensi :

1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.

Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu

pernafasan / pelebaran nasal.

Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman

pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas.

Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan

atelektasis dan atau nyeri dada

2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti

krekels, wheezing.

Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan

nafas / kegagalan pernafasan.

3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.

Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan

memudahkan pernafasan.

Page 43: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

43

4. Observasi pola batuk dan karakter sekret.

Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk

sering/iritasi.

5. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.

Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana

gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya

bernafas.

6. Kolaborasi

Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja

nafas, memberikan kelembaban pada membran mukosa dan

membantu pengenceran sekret.

Diagnosa 3

Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan

suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekret, spasme

bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.

Tujuan              : Menunjukan perbaikan ventilasi dan

oksigenisasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang

normal dan bebas gejala distres pernafasan.

Kriteria Hasil    : Berpartisipasi dalam program pengobatan

dalam meningkatkan kemampuan / situasi.

Intervensi :

Mandiri

Page 44: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

44

1) Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan penggunaan

otot aksesori.

R  :   Berguna dalam evaluasi derajat distres pernafasan.

2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih

posisi yang mudah untuk bernafas.

R  :   pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi

duduk tinggi.

3) Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.

R  :   Sianosis mungkin perifer (pada kuku) atau sentral

(bibir / daun telinga).

4) Dorong mengeluarkan sputum.

R  :   Kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber

utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas kecil.

Kolaborasi :

5) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi.

R :   dapat memperbaiki / mencegah memburuknya hipok-

sia.

6) Berikan penekan SSP misal : sedatif atau narkotik dengan

hati-hati.

R :   digunakan untuk mengontrol ansietas / gelisah yang

meningkatkan konsumsi oksigen.

Page 45: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

45

Page 46: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

46

B. Kerangka Teori

Gambar 1

Sumber : Muttaqin (2008), Sundaru H (2002),Doengoes (2002), Musliha (2010)

Ekstinsik (inhaled alergi)Intrinsik (infeksi, psikososial, stress)

Hiperaktif non spesifik stimuli penggerak

Penurunan stimuli reseptor terhada piritan pada trakeobronkhial

Broncial mukosa menjadi sensitif oleh Ig E

Peningkatan mast cell pada trakheobronkhial

Stimulasi reflek reseptor syarat parasimpatis pada

mukosa bronkhial

Pelepasan histamin terjadi stimulasi pada bronkhial smooth sehingga terjadi kontraksi bronkus

Perangsang reflek reseptor tracheobronkial

Peningkatan permiabilitas vaskuler akibat kebocoran protein dan cairan dalam jaringan

Stumuli bronchial smooth dankontraksi otot bronkhiolus

Perubahan jaringan,peningkatan Ig E dalamserum

Respon dinding bronkus

Hipersekreasi mukosa

Sekret tidak keluar

Wheezing

bronkospasme Udema mukosa

Penumpukan sekret kentalBronkus menyempit

Ketidakefektifan pola nafas

Ventilasi terganggu

Batuk tidak efektif

Bernapas melalui mulut

Intoleransi cemas

Hipoksemia Gangguan pertukaran gas

Bersihan jalan nafas tidak efektif

Keringnya mukosa

Gelisah

Gangguan pola tidur cemas

Resiko infeksi

Page 47: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

47

C. Kerangka Konsep

Keterangan :

= Yang diamati

Gambar 1

Sumber : Betz (2002), Francis (2011), Yudha & Muhammad (2012)

Non Rebreathing Mask(NRM)

Masker

Nasal Kateter

Nasal KanulaTerapi OksigenASMA BRONCHALE

Rebreathing Mask(RM)

VenturiNebulizer

Page 48: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

48

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Gambaran Umum RS Kota Jogja

Rumah Sakit Jogja adalah rumah sakit yang berada di bagian

Selatan Kota Yogyakarta. Pasien yang dilayani tidak hanya berasal

dari wilayah kota Yogya melainkan juga melayani pelanggan dari

wilayah Bantul, Sleman, Gunung Kidul, dan luar Propinsi

DIY.Rumah sakit ini mempunyai visi dan misi sebagai pelaksana

pelayanan prima dalam bidang kesehatan yang sesuai dengan

standar pelayanan dan mewujudkan pengembangan pelayanan

perumah sakitan dan manajemen rumah sakit yang

memuaskan.Dengan motto Pelayanan dengan Senyum, Sapa,

Sopan, Santun dan Sembuh (5S), rumah sakit ini bertekat untuk

menjadi pusat pelayanan kesehatan masyarakat Kota Yogyakarta

dan sekitarnya yang membutuhkan layanan kesehatan..

Dengan demikian maka pengamatan dilakukan mulai tanggal

19-24 agustus2013 dengan mengumpulkan data melalui observasi

dan pemberian kuesioner yang diberikan kepada responden

sebanyak 10 pasien di IGD RS Jogja, dimana meliputi proses

pemberiaan terapi oksigen,dan angket kepuasan pasien terhadap

respon perawat.

Page 49: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

49

2. Karakteristik Ruang IGD RS Jogja

Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah bagian dan rawat jalan

yang merupakan juga bagian layanan terdepan rumah sakit karena

kegiatannya berlangsung selama 24 jam. Pasien yang datang ke

IGD akan menjalani pemilahan terlebih dahulu, kemudian

dianamnesis untuk membantu menentukan sifat dan keparahan

penyakitnya. Penderita yang terkena penyakit serius biasanya lebih

sering mendapat visite lebih sering oleh dokter daripada mereka

yang penyakitnya tidak begitu parah. Setelah penaksiran

dan penanganan awal, pasien bisa dirujuk ke RS, distabilkan dan

dipindahkan ke RS lain karena berbagai alasan, atau dikeluarkan.

Jenis pelayanan emergency yang paling sering dilakukan di IGD

RS Jogja meliputi tindakan penyelamatan jiwa pada pasien henti

napas dan henti jantung, penanganan pasien sesak napas,

penanganan serangan jantung/payah Jantung, penanganan pasien

tidak sadar penanganan pasien kecelakaan, penanganan pasien

cidera, mis. cedera tulang, cidera kepala, penanganan pasien

dengan pendarahan, penanganan kasus stroke, penanganan

pasien kejang dan kejang demam pada anak, penanganan pasien

dengan luka-luka, penanganan pasien keracunan, penanganan

pasien dengan sakit perut hebat, serta penanganan medis korban

bencana /disaster. Fasilitas yang ada di Instalasi Gawat Darurat

yang tersedia meliputi : ruang tunggu, ventilasi mekanik,

Page 50: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

50

defibrilator, bedside monitor, pulse oxymeter , monitor tekanan

darah, elektrokardiografi (EKG), dan peralatan resusitasi.

Pemeriksaan yang dilakukan pada saat masuk pasien masuk IGD,

perawat akan mengantar pasien ke tempat pemeriksaan dan

menanyakan tentang gejala/gangguan yang diderita, memeriksa

nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dll. Selanjutnya petugas

administrasi akan menanyakan mengenai data identitas, nomor

rekammedik dan kartu asuransi (bila ada), dan pasien akan

diperiksa oleh Dokter Jaga. Untuk pemeriksaan medis Dokter Jaga

dapat meminta dilakukan pemeriksaan Laboratorium, FotoRontgen,

USG, EKG dll, dalam rangka menegakkan diagnosa. Adapun

metode Asuhan Keperawatan yang diberikan pada pasien di

ruangan Instalasi Gawat Darurat adalah meliputi penanganan

emergency yang dilakukan secara cepat, akurat dan komprehensif

oleh tenaga medik dan perawat yang profesional.

Penyakit/gangguan yang tidak membahayakan nyawa atau tidak

memerlukan penanganan segera, dapat ditangani diIGD namun

pasien emergency tetap didahulukan, terutama pada pasien yang

mengalami kondisi akut seperti pasien yang mengalami gangguan

sirkulasi, gangguan pernafasan, gangguan fungsi otak dan

penurunan kesadaran di IGD sendiri akan dilakukan pemeriksaan

Head to toe dimana meliputi Pengkajian ABCD yaitu Airway,

Breathing, Circulation, Disability, dan Eksposure.

Page 51: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

51

3. Gambaran Asma Bronchiale di IGD RS Jogja

a. Umur Klien

Hasil dari analisis data didapatkan umur termuda 20 tahun dan

tertua 76 tahun.

b. Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil dari data yang didapat dari 10 orang klien

yang dirawat di ruang IGD 4 laki-laki dan 6 perempuan.

c. Status Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan yaitu sebanyak 3 orang pasien

yang berpendidikanSD, SMA, ada 5 orang dan yang

berpendidikan S-3 ada 2 orang.

d. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data yang ada pada pasien asma bronchiale yang

dilakukan tindakan terapi oksigen diagnosa utama didasarkan

pada perkembangan pasien dan tindakan perawat yag diberikan

pada pasien yang di kelola. Diagnosa utama pada 10 orang

pasien asma bronchiale yaitu rata-rata memiliki diagnosa yang

hampir sama yaitu Tidak efektifnya pola nafas berhubungan

dengan penurunan ekspansi paru, dan ketidakefektifan bersihan

jalan nafas berhubungan dengan bronkospasme dan

peningkatan sekresi pulmoner.

Page 52: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

52

e. Keluhan Pasien yang Datang ke IGD RS Jogja

1) Hari senin 19 agustus 2013 Tn “M” mengeluh sesak napas,

RR 30x/menit,dispnea,nyeri dada, klien juga batuk berdahak,

dada klien terasa ampeg dan klien di diagnosa mengalami

penyakit asma bronchiale sehingga perintah pengobatan

yang di berikan dokter yaitu memberikan terapi oksigen

nebulizermenggunakan obat ventolin 1 respul ditambah

flixotide1 respul dan setelah kondisi klien membaik sudah

tindakan keperawatan pemberiaan oksigenasi oleh perawat

1 sampai 3 jam klien langsung diperbolehkan pulang oleh

dokter.

2) Hari selasa 20 agustus 2013

a. Tn “B” mengeluhsesak napas, RR 30x/menit, takipnea,

dispnea, nyeri dada, klien juga batuk berdahak, dada

klien terasa ampeg, klien di diagnosa mengalami

penyakit asma bronchiale sehingga perintah pengobatan

yang diberikan dokter yaitu memberikan terapi oksigen

nebulizer menggunakan obat ventolin 1 respul ditambah

flixotide 1 respuldan setelah kondisi klien membaik sudah

tindakan keperawatan pemberiaan oksigenasi oleh

perawat 1 sampai 3 jam klien langsung diperbolehkan

pulang oleh dokter.

Page 53: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

53

b. Ny “N” mengeluh sesak nafas dan merasa sesak yang

semaikn berat, dan tubuh lemas RR 28x/menit, setelah

dilakukan pemeriksaan suara paru whezing dan klien di

diagnosa mengalami penyakit asma bronchiale sehingga

perintah pengobatan yang diberikan dokter yaitu

memberikan terapi oksigen nebulizer menggunakan obat

ventolin 1 respuldan setelah kondisi klien membaik sudah

tindakan keperawatan pemberiaan oksigenasi oleh

perawat 1 sampai 3 jam klien langsung diperbolehkan

pulang oleh dokter.

c. Tn “Y” mengeluh merasa sesak nafas RR 30 x/menit,

batuk berdahak susah untuk dikeluarkan suara mengi(+),

dan pasien posisi duduk, sulit berkata dan klien di

diagnosa mengalami penyakitasma bronchiale sehingga

perintah pengobatan yang di berikan dokter yaitu

memberikan terapi oksigen nebulizer menggunakan obat

ventolin 1 respul ditambah flixotide 1 respuldan setelah

kondisi klien membaik sudah tindakan keperawatan

pemberiaan oksigenasi oleh perawat 1 sampai 3 jam

klien langsung diperbolehkan pulang oleh dokter.

3) Hari rabu 21 agustus 2013 Ny “R” mengeluh sesak nafas,

dada terasa ampeg,di auskultasi bunyi nafas whezing. Klien

di diagnosa mengalami penyakit asma bronchiale sehingga

Page 54: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

54

perintah pengobatan yang diberikan dokter yaitu

memberikan terapi oksigen nebulizer menggunakan obat

ventolin 1 respul dan di encerkan dengan aquades 1 ccdan

setelah kondisi klien membaik sudah tindakan keperawatan

pemberiaan oksigenasi oleh perawat 1 sampai 3 jam klien

langsung diperbolehkan pulang oleh dokter.

4) Hari kamis 22 agustus 2013

a. Ny “M” pasien datang ke IGD dengan keluhan dadanya

sesak dan batuk,pasien juga mengatakan tubuhnya

lemas. Klien di diagnosa mengalami penyakit asma

bronchiale sehingga perintah pengobatan yang di berikan

dokter yaitu memberikan terapi oksigen nebulizer

menggunakan obat ventolin 1 respuldan setelah kondisi

klien membaik sudah tindakan keperawatan pemberiaan

oksigenasi oleh perawat 1 sampai 3 jam klien langsung

diperbolehkan pulang oleh dokter.

b. Ny “S” Klien datang ke IGD RS Jogja dengan keluhan

sesak nafas ± 2 hari, sesak sering kambuh, untuk

bernafas sulit, klien mengatakkan saat batuk sekretnya

susah untuk dikeluarkan.Klien di diagnosa mengalami

penyakit asma bronchiale sehingga perintah pengobatan

yang di berikan dokter yaitu memberikan terapi oksigen

nebulizer menggunakan obat ventolin 1 respulditambah

Page 55: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

55

fixsotide 1 respuldan setelah kondisi klien membaik

sudah tindakan keperawatan pemberiaan oksigenasi oleh

perawat 1 sampai 3 jam klien langsung diperbolehkan

pulang oleh dokter.

c. Nn. W mengeluh sesak nafas, sesaknya di rasa cukup

berat di sertai batuk. Pasien mengatakan selama

menderita sesak nafas belum pernah belum pernah

rawat inap di RS karena sesaknya, tetapi Cuma rawat

jalan saja dan biasanya setelah berobat memang

sesaknya berkurang, tapi selang beberapa hari

pengobatan sesaknya kambuh lagi sampai

sekarang.Klien di diagnosa mengalami penyakit asma

bronchiale sehingga perintah pengobatan yang di berikan

dokter yaitu memberikan terapi oksigen nebulizer

menggunakan obat ventolin 1 respulditambah fixsotide

1 respuldan setelah kondisi klien membaik sudah

tindakan keperawatan pemberiaan oksigenasi oleh

perawat 1 sampai 3 jam klien langsung diperbolehkan

pulang oleh dokter.

5) Hari Jumat 23 agustus 2013Ny “C”klien mengeluh sesak

nafas, terutama saat suhu dingin untuk mengurangi

keluhan sesak nafas klien tidur setengah duduk, sesak

nafas berulang pada waktu malam dan pagi. Klien di

Page 56: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

56

diagnosa mengalami penyakit asma bronchiale sehingga

perintah pengobatan yang di berikan dokter yaitu

memberikan terapi oksigen nebulizer menggunakan obat

ventolin 1 respuldi encerkan dengan aquades 1 ccdan

setelah kondisi klien membaik sudah tindakan

keperawatan pemberiaan oksigenasi oleh perawat 1

sampai 3 jam klien langsung diperbolehkan pulang oleh

dokter.

6) Hari sabtu 24 agustus 2013 Tn. J Pasien datang kerumah

sakit dengan keluhan demam, batuk, kepala pusing dan

kelihatan pucat, lemas dan susah tidur dimalam hari,

pasien juga mengatakan sesak dan nyeri pada bagian

dada dan daerah mata tampak cekung. Klien di diagnosa

mengalami penyakit asma bronchiale sehingga perintah

pengobatan yang di berikan dokter yaitu memberikan

terapi oksigen nebulizer menggunakan obat ventolin 1

respul ditambah fixsotide 1 respuldan setelah kondisi

klien membaik sudah tindakan keperawatan pemberiaan

oksigenasi oleh perawat 1 sampai 3 jam klien langsung

diperbolehkan pulang oleh dokter.

4. Proses Pemberian Terapi Oksigen

Tabel 2.

Page 57: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

57

Pemberian Terapi Oksigen yang Dilakukan Perawat pada Pasien

Asma Bronchiale di IGD RS Jogja

No Pasien Umur Terapi Oksigen dan Obat

yang Diberikan

Aliran

L/mnt

Total Nilai

SOP

1 Tn “M” 49 Tahun Nebulizer(Ventolin 1 respul +

fixsotide 1respul)

5 81, 48 %

2 Tn “B” 29 Tahun Nebulizer (Ventolin 1 respul+

fixsotide 1 respul)

4 85,18%

3 Ny “N” 49 Tahun Nebulizer (Ventolin 1 respul) 4 90,74%

4 Tn “Y” 49 Tahun Nebulizer ( Ventolin 1 respul

+ flixotide 1 respul)

4 83,33%

5 Ny “R” 68 Tahun Nebulizer ( Ventolin 1 respul

+ aquades 1 cc)

3 93,51%

6 Ny “M” 50 Tahun Nebulizer ( Ventolin 1

respul)

3 72,22%

7 Ny “S” 51 Tahun Nebulizer ( Ventolin 1

respulditambah fixsotide 1

respul)

4 87,00%

8 Nn“W” 20 Tahun Nebulizer ( Ventolin 1

respulditambah fixsotide 1

respul)

5 85,18%

9 Ny “C” 49 Tahun Nebulizer ( Ventolin 1 respul 3 74,00%

Page 58: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

58

+ aquades 1 cc)

10 Tn “J” 76 Tahun Nebulizer (Ventolin 1 respul+

fixsotide 1 respul)

4 74,00%

Sumber: data primer, 2013 N=10

Berdasarkan Tabel 1. diatas,dapat kita lihat tindakan perawat

berdasarkan SOP dalam pemberian terapi oksigen dengan

nebulizer dapat disimpulkan dari 10 orang perawat yang diamati,

sebanyak7 orang perawat yang melakukan terapi oksigen dengan

sempurna dan 3 orang perawat melakukan terapi oksigen kurang

tepat, serta tidak terdapat perawat yang salah dalam melakukan

terapi oksigen.

5. Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan di IGD RS Jogja

Tabel 3

Kepuasan pasien asma bronchiale terhadap pelayanan yang

diberikan di IGD RS Jogja

KategoriNo Pasien Nilai Tidak

puas Kurang puas Cukup

puas Sangat puas

1 Tn “M” 73,21% - - -

2 Tn “B” 85,71% - - -

3 Ny “N” 92,85 % - - -

4 Tn “Y” 71,42 % - - -

5 Ny “R” 66,00 % - - -

6 Ny “M” 60,71 % - - -

Page 59: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

59

7 Ny “S” 69,64 % - - -

8 Nn “W” 51,78% - - -

9 Ny “C” 39,28% - - -

10 Tn “J” 35,71% - - -

Sumber: data primer, 2013 n = 10

Berdasarkan Tabel 3.diatasdapat kita lihat tingkat kepuasan

pasien asma bronchiale terhadap pelayanan yang di berikan

perawat di ruang IGD RS Jogjadari 10 pasien yang diberi kuisoner

tentang pelayanan yang diberikan perawat yaitu terdapat 2 orang

pasien yang merasa kurang puas, dan terdapat 6 orang merasa

cukup puas, dan 2 orang yang merasa sangat puas.

B. Pembahasan

1. Karakteristik Ruang IGD RS Jogja

Secara umum Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah bagian

dan rawat jalan yang merupakan juga bagian layanan terdepan

rumah sakit karena kegiatannya berlangsung selama 24 jam. IGD

juga merupakan unit yang paling banyak dikunjungi dalam

memberikan pelayanan medik yang optimal, cepat dan tepat pada

penderita gawat darurat harus berdasarkan kriteria standar baku

serta etika kedokteran (Hartanto 2009). Sehubungan hal tersebut

Instalasi Gawat Darurat sebagai ujung tombak pelayanan di Rumah

Sakit yang dituntut untuk selalu siap melayani pasien, kesiapan itu

Page 60: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

60

meliputi peningkatan pelayanan dan sumber daya manusia baik

pelayanan medis, pelayanan keperawatan dan non keperawatan.

Di Unit Gawat Darurat RS Jogja sendiri hampir setiap saat ada

kasus kegawatan yang harus segera mendapat pelayanan dan di

sini perawatlah yang selalu kontak pertama dengan pasien selama

24 jam. Berdasarkan pengamatan yang telah di peroleh selama

praktek di ruang IGD RS Jogja beberapa pemeriksaan yang

dilakukan di IGD membutuhkan waktu 1 sampai 2 jam sehingga

pasien harus menunggu sebelum diberikan pengobatan.

Penanganan emergency akan segera dilakukan Dokter Jaga

sedangkan penanganan definitif setelah diagnosis ditegakkan. Bila

pasien memerlukan perawatan lanjutan maka akan ditempatkan

pada Ruang Perawatan Umum atau Ruang Intensif tergantung

keadaan pasien. Pasien/keluarganya akan diminta persetujuan

perawatan untuk kamar  perawatan dan Dokter yang akan merawat

dan pasien yang tidak memerlukan perawatan akan dipulangkan

setelahmendapatkan pengobatan.

Fasilitas alat yang ada di ruang IGD sudah lengkap sehingga

dalam memberikan tindakan keperawatan perawat bisa melakukan

sesuai dengan kebutuhan pasien. Untuk asuhan keperawatan di

ruang IGD berdasarkan wawancara dikatakan bahwa kalau

perawat IGD tidak sempat menulis askep dikarenakan kesibukan

dan jumlah pasien yang banyak sehingga perlu dilakukan

Page 61: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

61

penangganan segera. Dalam memberikan tindakan perawat harus

berdasarkan pada SOP yang sudah ditetapkan di ruang IGD sendiri

SOP yang digunakan adalah SOP Depkes. Hal ini sudah sesuai

dengan teori yaitu menurut Lumenta (2011) dimana SOP adalah

suatu perangkat intruksi/langkah yang dilakukan untuk

melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi.

2. Gambaran Asma Bronchiale di IGD RS Jogja

Berdasarkan hasil pengamatan selama 1 minggu, pasien yang

menderita asma bronchiale rata-rata berusia 20-76 tahun. Menurut

Medlinux (2008), penyakit asma tidak mengenal umur, ras, derajat

seseorang. Siapa saja bisa terkena penyakit asma mulai dari

kanak-kanak sampai dewasa. Menurut data dan sumber asosiasi

paru-paru di Amerika (2007), mengungkapkan bahwa satu diantara

tiga orang penderita asma adalah mereka yang berusia dibawah 18

tahun dan diketahui sekitar 80 % penyakit asma menyerang anak-

anak dan 50% menyerang orang dewasa. Hal tersebut

menunjukkan bahwa asma bronchial adalah penyakit semua usia.

Berdasarkan jenis kelamin, jumlah pasien berjenis kelamin

perempuan lebih banyak dari pada laki-laki.Sebagian besar pasien

berpendidikan SMA berjumlah 5 orang dan SD 3 orang. Sedangkan

yang berpendidikan S-3 berjumlah 2 orang. Hal tersebut

Page 62: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

62

menunjukkan bahwa tingkat pendidikan seseorang berpengaruh

terhadap perilaku orang tersebut dalam menjaga kesehatan dan

gaya hidup. Semakin rendah tingkat pendidikan seseorang, maka

pemahaman dan pengetahuan yang didapat semakin rendah. Hal

tersebut akan mempengaruhi perilaku dalam menjaga pola hidup

(Wawan dan Dewi, 2010).

Sebagian besar 10 pasien yang menderita asma bronchiale

rata-rata mempunyai diagnosa yang hampir sama yaitu Tidak

efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi

paru, dan ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan

dengan bronkospasme dan peningkatan sekresi pulmoner.

Berdasarkan berbagai macam teori dari berbagai untuk diagnosa

yang mungkin muncul pada pasien asma adalah Ketidakefektifan

bersihan jalan nafas, ketidakefektifan pola pernafasan dan

kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan bronkospasme

dan peningkatan sekresi pulmoner, Ansietas yang berhubungan

dengan sesak nafas, lapar udara dan takut, Potensial kekurangan

cairan yang berhubungan dengan efek samping obat dan distress

pernafasan.

3. Keluhan Pasien yang Datang ke IGD RS Jogja

Sebagian besar pasien yang menderita asma mengalami tanda

dan gejala seperti sesak napas, RR 30x/menit, dispnea, nyeri

Page 63: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

63

dada, klien juga batuk berdahak, dada klien terasa ampeg. Menurut

Yunus (2009), tanda dan gejala pada pasien asma bronchial yaitu

mengi, sesak napas, batuk, dispnea, gelisah, nyeri dada. Sebagian

pasien mengalami sesak napas tanpa disertai batuk. Berdasarkan

berbagai macam teori yang telah disimpulkan oleh penulis,

mengatakan bahwa asma bronchial memiliki tanda dan gejala mulai

dari yang ringan sampai yang parah, dan bervariasi pada setiap

orang dan seringkali memiliki gejala seperti napas yang berat

secara rutin disertai dengan tanda dan gejala seperti batuk dan

napas berat sepanjang waktu atau memiliki gejala primer pada

malam hari atau saat berolah raga.

Pasien yang datang ke IGD sebagian besar adalah pasien

lama yang mengalami serangan berulang dan secara rutin

melakukan pengobatan di IGD RS Jogja. Penanganan yang

diberikan pada psien asma bronchiale di IGDtergantung pada

kondisi klinis pasien dan jangka waktu menderita asma. Pada

pasien dengan tanda dan gejala seperti sesak napas, nyeri dada,

batuk berdahak, dada terasa ampeg, klien dilakukan terapi

nebulizer menggunakan ventolin dicampur flixotide 1 respul.

Menurut Fancis (2011), ventolin merupakan obat bronkodilator yang

berfungsi untuk melebarkan saluran nafas dan mengandung

oksigen dicampur dengan flixotide yaitu untuk meredakan gejala

dan eksaserbasi asma pada pasien yang sebelumnya diterapi

Page 64: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

64

dengan bronkodilator saja atau dengan terapi profilaksis asma

berat pada dewasa dan remaja >16 tahun dan untuk penanganan

rutin jangka panjang. Hal tersebut sesuai dengan kondisi pasien

yang mendapatkan serangan berulang dan melakukan pengoatan

secara rutin. Berdasarkan hal tersebut dapat dinilai bahwa tindakan

perawat tersebut sudah sesuai dengan teori. Sebagian pasien

mendapatkan terapi ventolin dicampur aquades. Terapi ini sesuai

untuk pasien baru yang pertama kali mendapatkan terapi nebulizer.

a. Proses Pemberian Terapi Oksigen.

Asma bronchiale adalah suatu penyakit yang ditandai

dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trachea dan

bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan

manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh

peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas (Musliha,

2010).

Berdasarkan hasil pengamatan penulis selama 1 minggu

di Ruang IGD RS Jogja, sebagian besar perawat yaitu 7 orang

melakukan terapi oksigen dengan sempurna dan sebanyak 3

orangperawat melakukan terapi oksigen kurang tepat. Hal ini

menunjukkan bahwa 70,00 % perawat sudah patuh dan

terdapat 30,00 % perawat yang kurang patuh dalam melakukan

tindakan berdasarkan SOP.

Page 65: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

65

Ruang IGD sendiri merupakan ruang yang membutuhkan

tindakan yang cepat dan tepat. Intensitas kesibukan dan

tindakan keperawatan yang tinggi yang terjadi di ruang IGD

menjadi salah satu alasan perawat dalam melakukan

pelaksanaan terapi oksigen yang kurang tepat berdasarkan

SOP.

Menurut Suparmi (2008), tujuan terapi oksigen yaitu

meningkatkan eskspansi dada, memperbaiki status oksigenasi,

membantu kelancaran metabolisme, mencegah hipoksia,

menurunkan kerja jantung, dan meningkatkan rasa nyaman

serta efisiensi frekuensi napas pada penyakit paru. pemberian

terapi oksigen yang kurang tepat dan kurang sesuai akan

berpengaruh pada kondisi klinis pasien. Perawat dalam hal ini

harus memahami kebutuhan oksigenasi pasien sehingga

dalam penanganannya dapat lebih efektif dan kebutuhan

oksigenasi pasien terpenuhi. Dalam memberikan terapi

oksigen, harus sesuai dengan SOP sebagai pedoman dan

dasar dalam pemberian terapi. Penatalaksanaan yang tidak

sesuai dengan SOP akan memberikan hasil yang minimal dan

kurang berdampak pada pemenuhan kebutuhan oksigen

pasien.

Dalam pemberiaan terapi oksigen di ruang IGD yaitu

dengan menggunakan terapi nebulizer menggunakan masker

Page 66: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

66

oksigen (sungkup NRM) dan obat ventolin. Menurut Fancis

( 2011), masker oksigen merupakan alat yang digunakan untuk

memberikan oksigen, kelembaban, kelembaban yang

dipanaskan dan digunakan untuk konsentrasi oksigen rendah

sampai sedang dan sesuai untuk terapi nebulizer. Sedangkan

obat yang diberikan adalah obat ventolin dimana ventolin itu

mengandung oksigen dan mengencerkan sekret.

b. Kepuasan Pasien Terhadap Respon Perawat

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama 1

minggu, sebagian besar pasien yaitu sebanyak 6 orang merasa

cukup puas dengan pelayanan perawat, sebanyak 2 orang

pasien merasa sangat puas dan 2 orang pasien merasa kurang

puas dengan pelayanan perawat. Hal tersebut menunjukkan

bahwa perawat dalam melakukan asuhan keperawatan sudah

cukup maksimal. Menurut Utama (2007), kepuasan pasien

adalah hasil penilaian pasien berdasarkan perasaanya,

terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit

yang telah menjadi bagian dari pengalaman atau yang

dirasakan pasien rumah sakit, atau dapat dinyatakan sebagai

cara pasien rumah sakit mengevaluasi sampai seberapa besar

Page 67: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

67

tingkat kualitas pelayanan di rumah sakit, sehingga dapat

menimbulkan tingkat rasa kepuasan.

Hasil pengamatan menunjukan bahwa pelayanan yang

diberikan perawat sudah sesuai dengan harapan pasien.

Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini

pasien adalah hal penting yang mempengaruhi kepuasan

pasien. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat

berharga karena apabila pasien puas mereka akan terus

melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika

pasien merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua

kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman

buruknya. Maka perawat harus konsisten dan terus menerus

meningkatkan mutu pelayanan agar pasien merasa nyaman dan

puas terhadap pelayanan yang diberikan.

C. Faktor Pendukung dan Penghambat

1. Faktor Pendukung

a. Adanya perawat yang di observasi dalam melakukan

tindakan pemberian terapi oksigenasi di Instalasi Gawat Darurat

(IGD) RS Jogja

b. Adanya pasien asma bronchiale sehingga tindakan

keperawatan bisa dilakukan oleh perawat di Instalasi Gawat

Darurat Jogja

Page 68: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

68

c. Perawat memberi kesempatan seluasnya untuk

melakukan pengamatan

2. Faktor Penghambat

a. Pengamatan yang dilakukan tidak selama 24 jam jadi

tidak terpantau secara maksimal dan hanya secara acak

b. Metode yang digunakan adalah observasi murni

c. Tidak terdapat dokumentasi asuhan keperawatan atau

pedoman asuhan keperawatan di Instalasi Gawat Darurat RS

Jogja

Page 69: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

69

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Sebagian besar pasien asma bronchial mempunyai mengeluhkan

sesak napas, RR 28-30x/menit, dispnea, nyeri dada, batuk

berdahak, dada terasa ampeg

2. Terapi oksigen yang diberikan adalah dengan nebulizer

menggunakan obat ventolin 1 respul ditambah fixsotide 1 respul

dan ventolin 1 respul dengan aquadest 1cc

3. Sebagian besar dari 10 perawat yang diamati di IGD dalam

melakukan terapi oksigen terdapat 70,00 % perawat yang sudah

mematuhi SOP dan terdapat 30,00 % perawat yang dianggap

kurang mematuhi SOP.

4. Pasien yang menderita asma bronchiale rata-rata semuanya

membutuhkan terapi oksigenasi.

4. Berdasarkan kepuasan pasien terhadap pelayanan di IGD RS

Jogja, 20,00 % pasien sudah merasa sangat puas, dan terdapat

60,00 % pasienmerasa cukup puas, serta 20,00 % pasien yang

merasa kurang puas.

Page 70: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

70

B. Saran

1. Bagi Perawat

a. Dalam melaksanakan tindakan keperawatan harus sesuai

dengan SOP agar mendapatkan hasil yang maksimal dan

sebagai pertanggungjawaban hukum.

b. Mempertahankan dan meningkatkan pelayanan keperawatan

terhadap pasien agar mencapai hasil yang optimal

c. Setiap tindakan yang dilakukan harus didokumentasikan dalam

asuhan keperawatan sehingga setiap penatalaksanaan

dimonitor dengan baik dan sesuai dengan kondisi klinis pasien.

2. Bagi Mahasiswa

Meningkatkan ilmu pengetahuan dan pemahaman tentang asma

bronchiale dan pemberiaan terapi oksigen sehingga menambah

wawasan menjadi perawat yang profesional.

3. Bagi Rumah Sakit

1. Meningkatkan kompetensi perawat melalui pelatihanuntuk

mempertajam keterampilan serta menambah wawasan ilmu

pengetahuan agar yang kurang tepat menjadi lebih tepat dalam

memberikan mutu pelayanan pada pasien teutama pada pasien

yang mengalami kegawatdaruratan.

66

Page 71: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

71

2. Meningkatakan mutu pelayanan dalam pemberiaaan terapi

oksigenasi serta meningkatkan sarana dan prasarana di dalam

ruangan seperti bed tempat tidur pasien bisa tambahkan didalam

ruangan karna di ruang IGD sendiri masih kekurangan bed tempat

tidur sehingga pasien yang datang ke ruang IGD bisa lebih nyaman

dan pelayanan dirasakan bisa leebih memuaskan.

4. Bagi Penulis Selanjutnya

Diharapkan dapat menyempurnakan studi kasus ini dengan

mengembangkan lebih luas lagi dalam pemberiaan terapi

oksigenasi sehingga hasilnya lebih optimal, oleh karena itu

disarankan pada studi kasus berikutnya disarankan untuk

memperpanjang waktu untuk melakukan pengamatan.

DAFTAR PUSTAKA

Aryani. pemberian-oksigen-dengan-berbagai-cara.Dibuka dari http://nikenadipuspita.blogspot. Html. 20/07/2013. Diakses pukul 14.00 WIB

Alsegaff & Mukti. (2002) Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : EGC

Arif Muttaqin. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.

Betz, Cecily L. (2002). Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.

Brunner & Suddart. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : EGC.

Page 72: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

72

Buku Panduan Praktikum Laboratorium (2013). Kebutuhan Dasar Manusia II. STIKES WH Yogyakarta.

Carpenito, Lynda Juall. (2006). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta :EGC

Doenges, Marilynn. ( 2012). Rencana Asuhan Keperawatan . Jakarta : EGC.

Dwi Hartanto. (2009) Manajemen Instalasi Gawat Darurat. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Foster, Timothy. (2008). 101 Cara Meningkatkan Kepuasan Pelanggan. Jakarta : PT Alex Media Komputindo

Gerson, R.F. (2010). Mengukur Kepuasan Pelanggan : Panduan Menciptakan Pelayanan Bermutu. Jakarta : Penerbit PPM

Heru Sundaru. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI.

Ida Bagus. (2012). Terapi Pasien Asma Perokok dengan Peranan Teofilin Dosis Rendah. Jurnal. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar.

Iman Somantri (2008). Makalah Asuhan Keperawatan ASMA BRONKIAL. Yogyakarta.

Isnin Anang. (2008). Kolerasi Saturasi Oksigen Perkuatan dengan Parameter Derajat Keparahan (Severity) Pada Asma Eksaserbasi Berdasarkan Kriteria Global Initiative Of Asma. Jurnal. PPDS I IP Paru FK Unair/RSU Dr.Soetomo Surabaya.

http://hariskumpulanaskep.blogspot.com/2011/09/askep-asma-bronchial.html. 20/07/13. Diakses pukul 12.32 WIB

Http://Medlinux.blogspot.com/2008/07/penatalaksanaan asma.html.Diakses tanggal 5 september 2013

Judith. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9.Jakarta: ECG

Litbangkes Depkes 2002. laporan SKRT 2001.

Lucilla Suparmi. (2008). Konsep Dasar Pemeriksaan Fisik Keperawatan. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Page 73: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

73

Lumenta. (2011). Buku Pedoman Penyusunan SOP untuk RS. Yogyakarta: Nuha Medika.

Lusiana Tjandra . (2013). Pengunaan Prednison pada Penderita Asma Bronchiale Dikaitkan dengan Kadar IgE dan IgG. Jurnal. MedicalPharmacistLecturerFaculty ofMedicine,University ofWijayaKusumaSurabaya.

Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

Muchid, A. dkk. (2007). Pharmaceutical Care Untuk penderita Gangguan Depresif. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik DepKes. RI.

Musliha. (2010). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika.

Nanda. (2009-2011).Diagnosis Keperawata.Jakarta : ECG

Ngastiyah.(2005). Perawatan Anak Sakit. Edisi2. Jakarta : EGC

Patria dan Fairuz. 2012.Aplikasi Klinis Terapi Oksigen. Jakarta: EGC

Pearce,C.Evelyn. (2002). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedic. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Prancis Caia. (2011). Perawatan Respirasi. Jakarta : Erlangga

Rab, T. (2006). Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Hipokrates.

Renata. (2009).Laporan Studi Kasus “Asuhan Keperawatan Ny “S” dengan Asma Bronchiale di Ruang Bogenville 4 IRNA I RSUP DR. Sarjidto Yogyakarta. Fakultas Kedokteran Universitas UGM Yogyakarta.

Riskesdas (2007). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.

Saifudin(2008). Anatomi dan fisiologi. Jakarta : EGC

Setiadi. (2007). Konsep Penulisan Riset Keperawatan. Jogyakarta : Graham Ilmu

Page 74: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

74

Smeltzer, S. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Soeparman. (2009). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Penerbit FKUI. Jakarta.

Supranto, J. 2006. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan.Jakarta: Rineka Cipta.

Sylvia, Price. (2002). Patofisiologi.Jakarta : EGC.Tarwoto & Wartonah.(2010). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses

Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Vitahealth. (2006). Asma : Informasi Lengkap untuk Penderita & Keluarganya. Jakarta: Gramedia.

Wawan, A dan Dewi, M. 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan , Sikap danPerilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika.

Yudha & Muhammad. (2012). Aplikasi Klinis Terapi Oksigen. Jakarta : ECG.

Yunus Cit Musliha. (2009). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika.

Page 75: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

75

LAMPIRAN

Lampiran 1.

SOP OKSIGENASI DI IGD RS JOGJA

RS Kota Yogyakarta

Prosedur Tetap Inhalasi Oksigen

No. Dokumen No. Revisi Halaman6

Prosedur Tetap Tanggal Terbit30 Januari 2013

Pengertian    :

Page 76: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

76

Merupakan prosedur pemenuhan kebutuhan oksigen dengan

menggunakan alat bantu oksigen.Pemberian oksigen pada klien dapat

melalui tiga cara, yaitu: kateter nasal, kanula nasal dan masker oksigen.

Tujuan        :

1. Memenuhi kebutuhan oksigen.

2. Mencegah terjadi hipoksia

Alat dan bahan:

1. Tabung oksigen atau outlet oksigen sentral dengan flowmeter dan

humidifier.

2. Kateter nasal, kanula nasal atau masker.

3. Vaselin / jely.

Prosedur        :

A. Menggunakan kateter nasal

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

2. Cuci tangan

3. Observasi humidifier dengan melihat jumlah air yang sdah

disiapkan sesuai level yang telah ditetapkan.

4. Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan,

kemudian observasi humidifier pada tabung air dengan

menunjukkan adanya gelembung air.

Page 77: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

77

5. Atur posisi dengan semi fowler.

6. Ukur kateter nasal dimulai dari lubang telinga sampai ke hidung

dan berikan tanda.

7. Buka saluran udara dari flommeter oksigen.

8. Berikan minyak pelumas (vaselin/jely).

9. Masukkan ke dalam hidung sampai datas yang ditentukan.

10.Lalukan pengecekan kateter apakah sudah masuk atau belum

dengan menekan lidah pasien dengan menggunakan spatel (akan

terlihat posisinya di bawah uvula).

11.Fiksasi pada daerah hidung.

12.Periksa kateter nasal setiap 6 – 8 jam.

13.Kaji cuping hidung, septum, mukosa hidung serta periksa

kecepatan aliran oksigen, rute pemberian dan respon pasien.

14.Cuci tangan seterlah prosedur dilakukan.

B. Menggunakan kanula nasal

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

2. Cuci tangan

3. Observasi humidifier dengan melihat jumlah air yang sudah

disiapkan sesuai level yang telah ditetapkan.

4. Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan,

kemudian observasi humidifier pada tabung air dengan

menunjukkan adanya gelembung air.

Page 78: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

78

5. Pasang kanula nasal pada hidung dan atur pengikat untuk

kenyamanan pasien.

6. Periksa kanula nasal setiap 6 – 8 jam.

7. Kaji cuping hidung, septum, mukosa hidung serta periksa

kecepatan aliran oksigen, rute pemberian dan respon pasien.

8. Cuci tangan seterlah prosedur dilakukan.

C.  Menggunakan masker oksigen NRM/RM

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

2. Cuci tangan

3. Atur posisi semi fowler.

4. Observasi humidifier dengan melihat jumlah air yang sudah

disiapkan sesuai level yang telah ditetapkan.

5. Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan,

kemudian observasi humidifier pada tabung air dengan

menunjukkan adanya gelembung air.

6. Tempatkan masker oksigen diatas mulut dan hidung pasien dan

atur pengikat untuk kenyamanan pasien.

7. Periksa kanula nasal setiap 6 – 8 jam.

Page 79: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

79

Lampiran 2.

SOP NEBILIZER DI IGD RS JOGJA

No ASPEK YANG DINILAINILAI

1 2 3 4

A ALAT

1 Set nebulizer

2 Obat bronkodilator

3 Bengkok 1 buah

4 Tissue

Page 80: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

80

5 Spuit 5 cc

6 Aquades

7 Tissue

B Tahap Pra Interaksi

1 Melakukan verifikasi program pengobatan klien.

2 Mencuci tangan

3 Menempatkan alat di dekat pasien

C Tahap Orientasi

1 Memberikan salam dan menyapa nama pasien

2 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada

keluarga/klien

3 Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan

dilakukan

D Tahap kerja

1 Menjaga privacy pasien

2 Mengatur pasien dalam posisi duduk

3 Menempatkan meja/troly di depan pasien yang

berisi set nebulizer

4 Mengisi nebulizer dengan aquades sesuai takaran

5 Memastikan alat dapat berfungsi dengan baik

6 Memasukkan obat sesuai dosis

7 Memasang masker pada pasien

Page 81: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

81

8 Menghidupkan nebulizer dan meminta pasien

nafas dalam sampai obat habis

9 Bersihkan mulut dan hidung dengan tissue

E Tahap Terminasi

1 Melakukan evaluasi tindakan

2 Berpamitan dengan klien

3 Membereskan  alat-alat

4 Mencuci tangan

5 Mencatat kegiatan dalam lembar catatan

keperawatan

TOTAL

Lampiran 3.

KUISONER KEPUASAN PASIEN

TERHADAP PELAYANAN DI IGD RS JOGJA

(Lingkari kode huruf sesuai jawaban Bapak/lbu/Saudara)

1. Apa pendapat anda tentang kemudahan proses pelayanan yang

anda jalani pada bagian dimana anda sedang berobat ?

a. Tidak Mudah

b. Kurang Mudah

c. Mudah

d. Sangat Mudah

P*)

1

2

3

4

Page 82: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

82

2. Menurut pendapat anda, apakah sesuai antara syarat-syarat yang

harus anda penuhi dengan jenis pelayanan yang anda terima pada

bagian dimana anda sedang berobat saat ini ?

a. Tidak sesuai

b. Kurang sesuai

c. Sesuai

d. Sangat Sesuai

1

2

3

4

3. Bagaimana pemahamanBapak/Ibu/Saudara tentang kejelasan dan

kepastian petugas yang melayani di unit ini

a. Tidak jelas

b. Kurang jelas

c. Jelas

d. Sangat jelas

1

2

3

4

4. Menurut pendapat anda, bagaimana kedisiplinan para petugas pada

bagian dimana anda sedang berobat saat ini ?

a. Tidak disiplin

b. Kurang disiplin

c. Disiplin

d. Sangat disiplin

1

2

3

4

5. Menurut pendapat anda, bagaimana tanggung jawab para

petugaspada bagian dimana anda berobat saat ini ?

a. Tidak bertanggung jawab

b. Kurang bertanggung jawab

c. Bertanggung jawab

d. Sangat bertanggung jawab

1

2

3

4

6. Menurut pendapat anda, bagaimana kemampuan para petugas, pada

bagian di mana anda berobat saat ini ?

a. Tidak mampu

Page 83: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

83

b. Kurang mampu

c. Mampu

d. Sangat mampu

1

2

3

4

7.Menurut pendapat anda, bagaimana kecepatan para petugas dalam

melayani anda pada bagian dimana anda berobat saat ini ?

a. Tidak cepat

b. Kurang cepat

c. Cepat

d. Sangat cepat

1

2

3

4

8. Menurut pendapat anda, apakah anda diperlakukan secara adil

ketikadilayani pada bagian dimana anda berobat saat ini ?

a. Tidak adil

b. Kurang adil

c. Adil

d. Sangat adil

1

2

3

4

9. Menurut pendapat anda, apakah petugas sopan dan ramah ketika

melayanianda pada bagian dimana anda sedang berobat saat ini ?

a. Tidak sopan dan ramah

b. Kurang sopan dan ramah

c. Sopan dan ramah

d. Sangat sopan dan ramah

1

2

3

4

Page 84: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

84

10. Menurut pendapat anda, apakah biaya yang anda keluarkanwajar

dibandingkan dengan pelayanan yang anda terima pada bagian

dimana anda berobat saat ini ?

a. Tidak wajar

b. Kurang wajar

c. Wajar

d. Sangat wajar

1

2

3

4

11. Menurut pendapat anda apakah besarnya biaya yang anda bayarkan

sudahsesuai dengan jumlah biaya yang ditetapkan oleh petugas

Rumah Sakit?

a. Selalu tidak sesuai

b. Kadang-kadang sesuai

c. Banyak sesuainya

d. Selalu sesuai

1

2

3

4

12. Menurut pendapat anda, apakah pelayanan pada bagian dimana anda

berobat saat ini dimulai tepat waktu ?

a. Selalu tidak tepat

b. Kadang-kadang tepat

c. Banyak tepatnya

d. Selalu tepat

1

2

3

4

13. Menurut pendapat anda, apakah ruangan dan lingkungan pada

bagian dimana anda berobat saat ini NYAMAN ?

a. Tidak nyaman

b. Kurang nyaman

c. Nyaman

d. Sangat nyaman

1

2

3

4

14. Menurut pendapat anda, apakah pelayanan yang anda terima di

Page 85: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

85

bagian anda berobat saat ini terasa AMAN ?

a. Tidak aman

b. Kurang aman

c. Aman

d. Sangataman

1

2

3

4

*) keterangan : P = Nilai pendapat masyarakat/responden (diisi oleh petugas)

Lampiran 4.

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN DI INSTALASI GAWAT DARURAT

(IGD)

Identitas Pasien

Klien : ...................................................................................

Nama initial : ...................................................................................

Page 86: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

86

Umur : Tahun

Status perkawinan : ...................................................................................

Agama/suku : ...................................................................................

Warga Negara : Indonesia

Pekerjaan : Swasta

Alamat rumah : ...................................................................................

Diagnos medik : ...................................................................................

A.Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)

................................................................................................................

................................................................................................................

................................................................................................................

................................................................................................................

................................................................................................................

................................................................................................................

................................................................................................................

B.Pemeriksaan Penunjang (Lab, Rontgen Fokus Ss Kasus Pasien)

................................................................................................................

................................................................................................................

................................................................................................................

................................................................................................................

................................................................................................................

................................................................................................................

Page 87: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

87

................................................................................................................

................................................................................................................

................................................................................................................

C.Riwayat Penyakit Sekarang

................................................................................................................

................................................................................................................

................................................................................................................

................................................................................................................

................................................................................................................

................................................................................................................

................................................................................................................

Pengkajian DX. Kep Jam Intervensi dan tindakan

keperawatan

Paraf

Airway Intervensi :

-

Implementasi :

-

Breating Intervensi :

-

Implementasi :

-

Circulation Intervensi :

-

Implementasi :

-

Page 88: Bab i.ii,III, IV Sep.19.New

88

Disability Intervensi :

-

Implementasi :

-

Exposure Intervensi :

-

Implementasi :

-