bab ii kajian pustaka 2.1 review penelitian...

36
16 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Review Penelitian Sejenis Untuk kepentingan dalam penelitian ini salah satu cara yang dilakukan peneliti untuk memperoleh data pendukung adalah dengan menggunakan studi kepustakaan. Studi kepustakaan yang dilakukan dapat berupa mencari teori pendukung, pengertian dan penelitian – penelitian sejenis dari berbagai sumber dan buku yang berkaitan dengan penelitian. Berikut ini adalah empat penelitian terdahulu yang penulis jadikan referensi untuk penelitian yang akan dilakukan: A. Strategi Rebranding Bank Jabar Banten Penelitian yang dilakukan oleh Rendy Martiandita ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus deskriptif mengenai strategi rebranding yang dilakukan oleh Bank Jabar Banten. Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui bagaimana strategi rebranding yang dilakukan oleh Bank Jabar Banten. 2. Mengetahu mengapa strategi rebranding dilakukan oleh Bank Jabar Banten. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Bank Jabar Banten melakukan rebranding melalui lima tahap, yaitu riset pra transformasi, analisis STP,

Upload: vuongmien

Post on 22-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

16  

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Review Penelitian Sejenis

Untuk kepentingan dalam penelitian ini salah satu cara yang dilakukan

peneliti untuk memperoleh data pendukung adalah dengan menggunakan studi

kepustakaan. Studi kepustakaan yang dilakukan dapat berupa mencari teori

pendukung, pengertian dan penelitian – penelitian sejenis dari berbagai sumber

dan buku yang berkaitan dengan penelitian. Berikut ini adalah empat penelitian

terdahulu yang penulis jadikan referensi untuk penelitian yang akan dilakukan:

A. Strategi Rebranding Bank Jabar Banten

Penelitian yang dilakukan oleh Rendy Martiandita ini merupakan penelitian

kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus deskriptif mengenai strategi

rebranding yang dilakukan oleh Bank Jabar Banten. Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui bagaimana strategi rebranding yang dilakukan oleh Bank

Jabar Banten.

2. Mengetahu mengapa strategi rebranding dilakukan oleh Bank Jabar

Banten.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Bank Jabar Banten melakukan

rebranding melalui lima tahap, yaitu riset pra transformasi, analisis STP,

  17  

kepurusan nama merek, sosialisasi transformasi kepada stakeholder dan

masyarakat, dan melakukan audit pasca transformasi. Bank Jabar Banten

melakukan strategi rebranding dengan tujuan untuk meningkatkan corporate

image agar dapat diterima baik oleh stakeholder dan masyarakat baik di provinsi

Jawa Barat dan Banten maupun di luar Jawa Barat dan Banten. Berdasarkan hasil

penelitian, kesimpulan yang didapat strategi rebranding Bank Jabar tertuju pada

implementasi rebranding guna meningkatkan corporate image dalam mencapai visi

Bank Jabar Banten yakni “Menjadi 10 bank terbesar dan berkinerja baik di

Indonesia”.

B. Strategi Corporate Branding Sinergi Sinar Mas Land

Penelitian ini dilakukan oleh Fioleta Kumalaningrum pada 2013 dari Fakultas

Ilmu Komunikasi Program Studi Hubungan Masyarakat Universitas Padjadjaran

ini berjudul “Strategi Corporate Branding Sinergi Sinar Mas Land”. Penelitian ini

menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus dengan paradigma

konstruktivisme Penelitian ini mempunyai tujuan:

1. Mengetahui alasan Sinar Mas melakukan integrasi.

2. Mengetahui proses corporate branding PT BSD Tbk dan PT Duta Pertiwi

Tbk menjadi Sinar Mas Land.

3. Mengetahui makna corporate branding PT BSD Tbk dan PT Duta Pertiwi

Tbk menjadi Sinar Mas Land oleh pihak Sinar Mas.

  18  

Hasil dari penelitian ini adalah Tim Branding Sinar Mas Land hendaknya

melaksanakan evaluasi secara berkala sehingga perusahaan dapat melihat

perkembangan awareness terhadap perusahaan dari tahun ke tahun dan dapat

menganalisis posisi perusahaan dalam bisnis properti secara berkala.

C. Strategi Brand Image Vivere di Jakarta Selatan

Strategi Brand Image Vivere di Jakarta Selatan ini menggunakan studi kasus

deskriptif tentang strategi brand image perusahaan furniture PT Vivere Multi

Kreasi di Jakarta Selatan yang diteliti oleh Sifa Ayu Sastriani. Penelitian ini

mempunyai tujuan:

1. Mengetahui bagaimana pencitraan yang diinginkan oleh Vivere di Jakarta

Selatan

2. Mengetahui segmentasi pasar yang diinginkan oleh Vivere di Jakarta

Selatan

3. Mengetahui mengapa nama Vivere yang dipilih oleh perusahaan.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa pencitraan yang diinginkan oleh

Vivere di Jakarta Selatan ini adalah brand furniture dengan desain modern dan

simple, dengan target pasar yang dituju adalah kalangan menengah ke atas. Alasan

pemilihan Vivere sendiri dikarenakan Vivere ingin memiliki brand dengan image

Internasional, sehingga nantinya dia dapat bersaing dikancah internasional.

  19  

D. Proses Corporate Branding BPJS Ketenagakerjaan

Penelitian ini dilakukan oleh Yeni Bela Pramadita pada 2015 dari Fakultas

Ilmu Komunikasi Program Studi Hubungan Masyarakat Universitas Padjadjaran

yang berjudul “Proses Corporate Branding BPJS Ketenagakerjaan”. Penelitian ini

menggunakan metode kualitatif studi deskriptif.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tahapan analisis, perencanaan, dan

evaluasi corporate branding PT. Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan

sebagai identitas baru dalam meningkatkan awareness publik. Hasil penelitian

menunjukkan tahapan analisis dilakukan dengan menganalisis pasar,

mengidentifikasi peluang dan audit merek. Dalam tahapan perencanaan dengan

menentukan tujuan kemudian menentukan target audiens, yaitu intermal customer

dan eksternal customer. Adapun perencanaan kepada internal customer dengan

melakukan office branding, brand application, sosialisasi massif, promosi dan

publikasi melalui berbagai media (above the line dan below the line). Tahapan

akhir yang dilakukan dengan mengevaluasi kegiatan melalui teknik survey/angket,

pembuatan KPI (Key Performance Indicator), dan audit brand.

Simpulan dari penelitian ini adalah BPJS Ketenagakerjaan mampu melakukan

proses rebranding perusahaan menjadi lebih baik dengan mengubah nilai-nilai

perusahaan yang disesuaikan dengan hasil dari analisis yang telah dilakukan

sebelumnya, kemudian membuat perencanaan komunikasi melalui beberapa

program untuk menggapai awareness dari publik baik internal ataupun eksternal.

  20  

Untuk tahapan evaluasi sudah dilakukan dan masih berlangsung dalam upaya

meningkatkan awareness publik terhadap perusahaan.

E. Proses Rebranding Mal Grand Indonesia Oleh Departemen Marketing

Communication PT Grand Indonesia

Penelitian ini dilakukan oleh Fitria Adianti Putri pada 2016 dari Fakultas Ilmu

Komunikasi Program Studi Hubungan Masyarakat Universitas Padjadjaran yang

berjudul “Proses Rebranding Mal Grand Indonesia Oleh Departemen Marketing

Communication PT Grand Indonesia”. Penelitian ini menggunakan metode

kualitatif studi deskriptif.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proses repositioning, renaming,

redesigning, dan relaunching Mal Grand Indonesia oleh Departemen Marketing

Communication PT Grand Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Grand

Indonesia melakukan rebranding melalui empat tahap. Pertama, repositioning

dengan perubahan target market dan konsep mal. Kedua, renaming perusahaan

yang semula Grand Indonesia Shopping Town menjadi Grand Indonesia. Ketiga,

redesigning elemen tangible dan visual lainnya. Keempat, relaunching konsep dan

brand baru berupa publikasi secara implisit kepada publik.

Simpulan dari penelitian ini adalah pada tahap repositioning, perubahan target

market yang menjadi fokus rebranding direncanakan dengan matang dengan

  21  

upaya pergantian tenant dan konsep mal. Pada tahap renaming dan redesigning

yang berupa perubahan nama dan logo disesuaikan dengan baik berdasarkan

konsep baru mal. Namun, tahap relaunching yang menjadi akhir dari proses

rebranding belum optimal, dikarenakan masih banyak publik yang belum

mengetahui proses rebranding Grand Indonesia tersebut.

   

  22  

Tabel 2.2 Review Penelitian Sejenis

No Penelitia

n 1 Penelitian 2

Penelitia

n 3

Penelitian

4

Penelitian

5

Penelitia

n 6

Nama Rendy

Martiandita

Fioleta Kumalaningr

um

Sifa Ayu Sastriani

Yeni Bela Pramadita

Fitria Adianti

Putri

Ifa Utami Putri

Tahun

UNPAD/

2011

UNPAD/201

3

UNPAD/

2010

UNPAD/20

15

UNPAD/2

016

UNPAD/

2016

Judul

Strategi Rebranding Bank

Jabar Banten

Strategi Corporate Branding

Sinergi Sinar Mas Land

Strategi Brand Image

Vivere di Jakarta Selatan

Proses Corporate Branding

BPJS Ketenagake

rjaan

Proses Rebrandin

g Mal Grand

Indonesia oleh

Departemen

Marketing Communication PT Grand

Indonesia

Proses Rebrandi

ng Cipaganti

Travel Menjadi

MGo Shuttle

Metode Kualitatif – Studi Kasus

Kualitatif – Studi Kasus

Kualitatif – Studi Kasus

Kualitatif - Deskriptif

Kualitatif - Deskriptif

Kualitatif -

Deskriptif

Hasil Peneliti

an

Hasil penelitian ini adalah

Bank Jabar

Banten melakuka

n rebranding melalui

lima

Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa penerapan

strategi branding

yang dilaksanakan tim branding

Sinar Mas

Hasil penelitian

ini menunjuk

kan bahwa

pencitraan yang

diinginkan oleh

Vivere di

Hasil penelitian ini adalah

BPJS Ketenagake

rjaan mampu

melakukan proses

rebranding perusahaan

Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa

Grand Indonesia melakukan rebranding

melalui empat

Hasil penelitian

ini menunjuk

kan bahwa MGo

Shuttle telah

melalui proses

  23  

tahap, yaitu riset

pra transform

asi, analisis

STP, kepurusan

nama merek,

sosialisasi transform

asi kepada

stakeholder dan

masyarakat, dan

melakukan audit pasca

transformasi.

Dengan tujuan untuk

meningkatkan

corporate image

agar dapat diterima baik oleh stakehold

er dan masyarakat baik di provinsi

Jawa Barat dan

Banten maupun

Land dilatarbelaka

ngi oleh kurangnya awareness masyarakat

terhadap holding

company perusahaan

properti milik Sinar

Mas, masuknya

CEO baru ke dalam

perusahaan, strategi baru perusahaan

dan perlunya visi baru bagi perusahaan. Rebranding

ini dilaksanakan

selama beberapa tahap dan

diimplementasikan bagi

pihak internal dan

eksternal perusahaan.

Jakarta Selatan

ini adalah brand

furniture dengan desain modern

dan simple, dengan target pasar yang dituju adalah

kalangan menengah

ke atas. Alasan

pemilihan Vivere sendiri

dikarenakan Vivere

ingin memiliki

brand dengan image

Internasional,

sehingga nantinya dia dapat bersaing dikancah internasio

nal.

menjadi lebih baik

dengan mengubah nilai-nilai

perusahaan yang

disesuaikan dengan

hasil dari analisis

yang telah dilakukan

sebelumnya, kemudian membuat

perencanaan

komunikasi melalui

beberapa program

untuk menggapai awareness dari publik

baik internal ataupun

eksternal. Untuk

tahapan evaluasi sudah

dilakukan dan masih berlangsun

g dalam upaya

meningkatkan

awareness

tahap. Pertama,

repositioning dengan perubahan

target market dan

konsep mal.

Kedua, renaming

perusahaan yang

semula Grand

Indonesia Shopping

Town menjadi Grand

Indonesia. Ketiga,

redesigning elemen tangible

dan visual lainnya.

Keempat, relaunching konsep dan brand

baru berupa

publikasi secara

implisit kepada publik.

rebranding melalui 4 tahapan

yaitu reposition

ing, renaming, redesigning, dan

relaunching.

Dimana proses

rebranding ini

bertujuan untuk

memperbaiki brand Image di masyarak

at terhadap

brand MGo

Shuttle yang

tadinya merupaka

n perusahaan travel

Cipaganti yang citra nya sudah

sangat buruk di masyarakat karena terlibat kasus

korupsi

  24  

di luar Jawa

Barat dan Banten.

publik terhadap

perusahaan.

yang merugika

n perusahaa

n.

Perbedaan

Penelitian ini

menggunakan

metode studi

kasus, penelitian

ini mengupas keberhasil

an rebrandin

g Menteng Square.

Penelitian ini menggunaka

n metode studi kasus,

menganalisis Bank Jabar

Banten menggunaka

n strategi rebranding.

Penelitian ini

menggunakan

metode studi

kasus, penelitian

ini berfokus

pada bagaimana seorang PR dapat membentuk brand

Image Vivere ke

ranah Internatio

nal

Penelitian ini

mengkaji corporate branding

yang dilakukan oleh BPJS

berdasarkan tahap

analisis, perencanaa

n, dan evaluasi.

Penelitian ini

menggunakan metode deskriptif, mengkaji

proses rebranding melalui 4 tahapan

yaitu repositioni

ng, renaming, redesignin

g, dan relaunchin

g.

Penelitian ini

menggunakan

metode deskriptif

dan berfokus

pada konsep

rebranding MIX oleh

Laurent Muzellec,

Manus Doogan, dan Mary Lambkin.

  25  

Sejalan dengan proses rebranding, para pakar rebranding mendiskusikan

mengenai fenomena rebranding dengan menganalisis beberapa institusi seperti

perusahaan retail, konsultan, dan keuangan. Dimulai dengan meneliti alasan

perusahaan melakukan rebranding hingga implikasi dari teori rebranding. Berikut

beberapa literatur rebranding yang dirangkum dalam Goi & Goi, 2011:445-446.

Tabel 2.2 Literatur Rebranding (Goi & Goi, 2011:445-446)

Peneliti Tujuan Penelitian Hasil Penelitian

Laurent Muzellec,

Manus Doogan, and

Mary Lambkin (2003)

Menginvestigasi

fenomena rebranding

perushaan

Rebranding mix terdiri

dari repositioning,

renaming, redesigning,

dan relaunching.

A. Daly and D.

Moloney (2004)

Melanjutkan penelitian

Muzellec et al (2003)

Kerangka rebranding

perusahaan: analisis-

perencanaan-evaluasi

H. Stuart and L.

Muzellec (2004)

Memperkenalkan

konsep rebranding,

alasan rebranding, dan

diskusi mengenai nama,

logo, dan slogan

Membentuk definisi

rebranding

  26  

L. Muzellec and M.

Doogan (2006)

Mengetahui alasan dari

fenomena rebranding

perusahaan dan

menganalisis dampak

dari strategi ekuitas

merek perusahaan

Faktor rebranding

dipengaruhi oleh

perusahaan struktur

kepemilikan, strategi

perusahaan, faktor

eksternal dan situasi

kompetitif

Berdasarkan literatur rebranding tersebut, peneliti menggunakan konsep

rebranding mix yang diungkapkan oleh L. Muzellec, M. Doogan, dan M. Lambkin

(2003) dalam Corporate Rebranding – An Exploratory Review Vol. 16 sebagai

dasar peneliti melakukan penelitian mengenai proses rebranding yang dilakukan

oleh MGo Shuttle.

2.3 Landasan Konseptual

2.3.1 Public Relations

Secara umum, public relations didefinisikan sebagai fungsi manajemen yang

mengelola seluruh aspek komunikasi perusahaan atau organisasi dan menjadi

jembatan penghubung antar publik perusahaan, yaitu publik internal dan publik

eksternal.

  27  

Rex F. Harlow menemukan 472 definisi public relations yang ditulis antara

tahun 1900 sampai dengan 1976. Dia merangkum definisi public relations dari

hasil penemuannya, yaitu:

“Public Relations is destinctive management function which helps establish and maintain mutual lines of communication, understanding, acceptence, and cooperation between organization and it’s public; involves the management of problems or issues; helps management to keep informed on and responsive to public opinions; defines and emphasize the responsibility of management to serve the public interest; helps management keep abreast of and effectively utilize change; serving as an early warning system to help anticipate trends; and uses research an ethical communication techniques as it’s principal tools.” (Harlow 1976:36 dalam Tench & Yeomans, 2006:4)

Definisi tersebut menjelaskan bahwa public relations merupakan fungsi

manajemen yang membantu membangun komunikasi, pemahaman, penerimaan,

dan kerjasama antara organisasi dan publik, baik itu masalah dan isu manajemen,

opini publik, atau antisipasi perubahan yang akan terjadi di manajemen.

Definisi ini pun tertuai dalam buku Effective Public Relations (Cutlip et. al,

2011:6) bahwa PR adalah fungsi manajemen yang membangun dan

mempertahankan hubungan yang baik dan bermanfaat antara organisasi dengan

publik yang memengaruhi kesuksesan atau kegagalan organisasi tersebut.

Fungsi manajemen seorang public relations tertuai dalam “Official Statement

on Public Relations” dari Public Relations Society of America dalam buku

Effective Public Relations (Cutlip et. al, 2011: 7) sebagai berikut:

  28  

1. Memperkirakan, menganalisis, dan menginterpretasikan opini dan sikap

publik, dan isu-isu yang mungkin memengaruhi operasi dan rencana

organisasi, baik itu pengaruh buruk maupun baik.

2. Memberi saran kepada manajemen di semua level di dalam organisasi

sehubungan dengan pembuatan keputusan, jalannya tindakan, dan

komunikasi, dan mempertimbangkan ramifikasi public dan tanggung

jawab sosial atau kewarganegaraan organisasi.

3. Meriset, melaksanakan, dan mengevaluasi secara rutin program-program

aksi dan komunikasi untuk mendapatkan pemahaman publik yang

dibutuhkan untuk kesuksesan tujuan organisasi.

4. Merencanakan dan mengimplementasikan usaha organisasi untuk

memengaruhi atau mengubah kebijakan publik.

5. Menentukan tujuan, rencana, anggaran, rekrutmen, dan training staf,

mengembangkan fasilitas ringkasnya, mengelola sumber daya yang

dibutuhkan untuk melakukan hal tersebut diatas.

2.3.2 Brand

2.3.2.1 Tinjauan Mengenai Brand

Brand merupakan salah satu atribut yang penting dari sebuah produk,

terutama dalam menumbuhkan persepsi yang positif dan konsumen dan konsumen

akan percaya setelah menilai atribut yang dimiliki suatu brand. Agar mempunyai

  29  

gambaran yang jelas mengenai pengertian brand, maka dikemukakan beberapa

pengertian brand.

A. Definisi Brand

Menurut Philip Kotler (1993 : 13) pengertian merek (brand) adalah sebagai

berikut:

“A brand is a name, term, symbol, or design or combination of them, intended to identify the goods or services of one seller of group of sellers and differentiate them from those competitors.”

Jadi merek membedakan penjual, produsen, atau produk dari penjual,

produsen, atau produk yang lain. Merek dapat berupa nama, merek dagang, logo,

atau simbol lain. Berdasarkan Undang Undang Merek Dagang, penjual diberi hak

eklusif untuk menggunakan mereknya selama-lamanya. Jadi merek berbeda dari

aktiva lainnya, seperti paten dan hak cipta yang mempunyai batas waktu.

Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten

memberikan feature, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek-merek

terbaik memberikan jaminan kualitas. Tetapi merek lebih dari sekedar simbol.

Merek dapat memiliki empat pengertian, yaitu:

(1) Atribut, yaitu merek mengingatkan pada atribut-atribut tertentu. (2) Manfaat, yaitu suatu merek lebih daripada serangkaian atribut. Pelanggan tidak membeli atribut, mereka membeli manfaat. Atribut diperlukan untuk diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan/atau emosional. (3) Nilai, yaitu merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. (4) Budaya, yaitu merek juga mencerminkan kepribadian tertentu. (5) Pemakai, yaitu

  30  

merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. (Rangkuti, 2008 : 35-36)

Pengertian merek menurut David A. Aaker (1997 : 9) adalah nama dan atau

simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap, atau kemasan) dengan

maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari penjual atau sebuah kelompok

penjual tertentu. Dengan demikian suatu merek membedakannya dari barang dan

jasa yang dihasilkan oleh kompetitor.

Sedangkan menurut William J. Stanton (1996 : 269), merek adalah nama,

istilah, simbol, atau desain khusus atau beberapa kombinasi unsur-unsur ini yang

dirancang untuk mengidentifikasikan barang atau jasa yang ditawarkan oleh

penjual. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa merek mempunyai dua

unsur, yaitu brand name yang terdiri dari huruf-huruf atau kata-kata yang dapat

terbaca, serta brand mark yang berbentuk simbol, desain, atau warna tertentu yang

spesifik. Kedua unsur dari sebuah merek, selain berguna untuk membedakan satu

produk dari produk pesaingnya juga berguna untuk mempermudah konsumen

untuk mengenali dan mengidentifikasi barang atau jasa yang hendak dibeli.

Dengan demikian, merek tersebut meliputi:

a. Nama merek harus menunjukkan manfaat dan mutu produk tersebut.

b. Nama merek harus mudah diucapkan, dikenal, dan diingat. Nama yang

singkat sangat membantu.

  31  

c. Nama merek harus mudah terbedakan, artinya harus spesifik dan khas.

d. Nama merek harus mudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing.

e. Nama merek harus bisa memperoleh hak untuk didaftarkan dan mendapat

perlindungan hukum.

Brand atau yang dikenal dengan merek, merupakan atribut yang sangat

penting bagi suatu produk, hal ini dikarenakan brand atau merek memberikan

suatu identitas tersendiri bagi suatu produk sehingga produk tersebut dapat

dibedakan dengan produk-produk lainnya yang sejenis. Pemberian merek secara

tidak langsung memberikan suatu nilai tambah bagi produk itu sendiri.

Merek pada hakikatnya merupakan janji pemasar untuk memberikan beberapa

ciri, layanan, dan manfaat tertentu secara terus-menerus kepada konsumen,

pemasar tersebut harus membangun visi dan misi untuk merek tersebut agar bisa

terus diterima konsumen kedepannya.

Terdapat enam level pengertian merek menurut Philip Kotler (2006 : 260),

tingkatan itu meliputi:

(1) Atribut: brand itu mengutamakan sesuatu tentang nilai produsen. (2) Manfaat: atribut perlu diterjemahkan menjadi manfaat fungsional. (3) Nilai: brand juga mengutamakan sesuatu tentang nilai produsen. (4) Budaya: brand juga mewakili budaya tertentu yang dianut. (5) Kepribadian: brand juga mencerminkan atau memproyeksikan suatu kepribadian tertentu. (6) Pemakai: brand juga memperhatikan jenis konsumen yang menggunakan atau membeli produk tersebut. (Kotler, 2006 : 260).

  32  

B. Manfaat Brand

Manfaat brand bagi penjual menurut Kotler dan Amstrong (2008 ; 212) adalah

sebagai berikut :

1. Brand name menjadi dasar dari keseluruhan tingkat yang dapat dibangun

sekitar

2. Brand name dan merek dagang penjual memberikan perlindungan hukum

untuk fitur produk yang unik dengan kata lain mungkin akan ditiru oleh

pesaing,

3. Brand membantu penjual dalam mensegmenkan pasar. kualitas produk

yang special,

Sedangkan manfaat brand bagi konsumen menurut Kotler dan Amstrong

(2008 ;212), adalah sebagai berikut :

1. Brand name membantu konsumen mengidentifikasi produk yang mungkin

akan bermanfaat bagi mereka,

2. Brand juga menyatakan tentang mutu dan konsistensi produk.

C. Elemen-Elemen Brand

Menurut Keller (2003 ; 175) terdapat beberapa elemen-elemen brand yang

utama, yaitu sebagai berikut :

  33  

1. Brand name (Nama Merek)

Pada dasarnya brand name merupakan keputusan yang penting karena sering

kali menangkap pusat tema atau pedoman asosiasi-asosiasi suatu produk yang

sangat terstruktur, brand name bisa menjadi suatu stenografi yang sangat efektif

dalam komunikasi. Karena brand names menjadi sangat dekat terkait dengan

produk dalam benak konsumen, bagaimanapun, brand name merupakan unsur

brand yang paling sulit dirubah oleh pemasar.

2. URLs (uniform Resource Locators)

Digunakan untuk menentukan lokasi-lokasi yang lebih spesifik dari halaman

sebuah web, dan biasanya juga dikenal daerah kekuasaan. Siapapun yang

menginginkan untuk memiliki suatu URL yang khusus harus mendaftar dan

membayar atas namanya ke penyedia jasa.

3. Logos and Symbols (Logo dan Simbol)

Meski pada umumnya brand name adalah pusat elemen brand, unsure brand

visual sering kali memainkan peran yang penting dalam membangun brand

equity, terutama dalam kaitan dengan brand awerness. Logo tanpa kata sering kali

disebut simbol. Beberapa elemen dari produk atau perusahaan bisa menjadi suatu

simbol. Oleh karena sifat logo dan simbol yang visual, maka dapat diperbaharui

jika dibutuhkan dari waktu ke waktu. Menurut Duncan (2002 ; 51) logo adalah

suatu simbol brand, atau suatu desai grafis yang khusus digunakan untuk

menandai produsen atau pemilik sebuah produk. Sama halnya dengan brand

  34  

name, logo yang baik harus mengkomunikasikan citra dan positioning, harus

sederhana, dan harus relevan.

4. Characters (karakter)

Menggambarkan suatu jenis yang khusus dari simbol brand, bisa

menggunakan sosok manusia atau karakter hidup. Karakter brand pada umumnya

diperkenalkan melalui periklanan dan dapat memainkan suatu peran pusat dan

berikutnya berkampanye dan desain kemasan. Seperti elemen brand lainnya,

karakter brand terdapat dalam berbagai wujud, beberapa karakter brand berupa

animasi. Karakter brand dapat menghasilkan sejumlah manfaat brand equity

karena mereka cenderung menarik perhatian. Karakter brand dapat menjadi

sangat bermanfaat karena menciptakan brand awereness. Karakter brand dapat

membantu brand menembus kesemrawutan pasar seperti juga membantu dalam

mengkomunikasikan manfaat utama produk.

5. Slogans (Slogan)

Bersikap ungkapan pendek dalam komunikasi informasi yang berbentuk

deskriptif atau persuasi tentang brand. Slogan sering kali muncul dalam

periklanan tetapi dapat memainkan satu peran penting dalam kemasan dan dalam

aspek yang lain dari program pemasaran. Slogan merupakan alat-alat brand yang

kuat karena brand name, slogan sangat efisien, makna singkat dalam membangun

brand equity. Manfaat, slogan dapat dibuat dalam berbagai cara yang berbeda

untuk membantu membangun brand equity. Beberapa slogan membangun brand

awareness dengan memainkan brand name dalam berbagai cara. Slogan lainnya

  35  

membangun brand awaereness lebih tegas dengan membuat jaringan kuat antara

brand dan kategori produk yang sesuai dengan kombinasi keduanya.

6. Jingles (Jingel)

Bersifat pesan music seputar brand. Pada umumnya diciptakan oleh para

penulis lagu professional, jingle seringkali mempunyai cukup ketertarikan yang

menarik dan mudah diingat yang akan terekam selamanya dalam benak para

pendengarnya. Jingle dapat dimengerti sebagai slogan music yang diperluas dan

dalam pengertian itu dapat digolongkan sebagai suatu elemen brand, oleh karena

sifat jingle yang music, bagaimanapun jingle tidak sama dengan elemen brand

lainnya yang dapat dipindahkan. Jingle dapat mengkomunikasikan manfaat brand,

tetapi jingle sering kali menyampaikan arti produk secara tidak langsung.

7. Packages (Kemasan)

Pengemasan melibatkan aktivitas dari perancangan dan memproduksi tempat

atau pembungkus untuk sebuah produk. Seperti elemen brand yang lain, kemasan

mempunyai sejarah yang panjang. Awalnya manusia menggunakan dedaunan dan

kulit binatang untuk menutupi dan membawa makanan dan air. Pengemasan dapat

mempunyai manfaat brand equity yang penting bagi untuk suatu perusahaan.

Perubahan kemasan dapat mempengaruhi dengan cepat terhadap penjualan.

  36  

D. Ekuitas Merek (Brand)

Menurut Kotler dan Keller (2012:265) mengemukakan pengertian brand equity

adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa yang dapat tercermin

dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak dalam hubungannya dengan

merek, dan juga harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang diberikan merek bagi

perusahaan.

Menurut Aaker (Tjiptono, 2011:97), brand equity dapat di formulasikan dari

sudut pandang manajerial dan strategi korporat, meskipun landasan utamanya

adalah perilaku konsumen. Aaker menjabarkan aset brand yang berkontribusi pada

penciptaan brand equity ke dalam empat dimensi: brand awareness (kesadaran

merek), brand association (asosiasi merek), perceived quality (persepsi kualitas),

dan brand loyalty (loyalitas merek).

1. Brand Awareness (Kesadaran Merek)

Menurut Aaker (Tjiptono, 2011:97) brand awareness adalah kemampuan

konsumen untuk mengenali atau mengingat bahwa sebuah merek merupakan

anggota dari kategori produk tertentu. Menurut Keller (2008:54) brand

awareness terdiri dari performasi brand recognition dan brand recall. Brand

recognition adalah kemampuan konsumen memaparkan suatu merek ketika

mengingat merek tersebut sebagai petunjuk. Sedangkan brand recall adalah

kemampuan konsumen dalam mengingat merek ketika diberikan informasi

suatu kategori produk sebagai petunjuk. Berdasarkan definisi di atas dapat

  37  

disimpulkan bahwa kesadaran merek merupakan kemampuan konsumen untuk

mengenali atau mengingat kembali suatu merek dari suatu kategori produk

tertentu. Menurut Aaker (Darianto, et al, 2004:7) brand awareness terdiri dari

empat tingkatan:

a) Unware of Brand (tidak menyadari merek) adalah tingkatan paling

rendah dalam piramida brand awareness, dimana konsumen tidak

menyadari adanya suatu brand.

b) Brand Recognition (pengenalan merek) adalah tingkat minimal brand

awareness, dimana pengenalan suatu brand muncul lagi setelah

dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall).

c) Brand Recall (pengingatan kembali merek) adalah pengingatan kembali

brand tanpa bantuan (unaided recall).

d) Top of Mind (puncak pikiran) adalah brand yang disebutkan pertama

kali oleh konsumen atau yang pertama kali muncul dalam benak

konsumen. Piramida brand awareness terdapat tingkatan-tingkatan

dalam brand awareness yang menunjukkan perbedaan tingkat

kesadaran yang berbedabeda pada masing-masing konsumen dalam

memaparkan suatu merek.

2. Brand Association (Asosiasi Merek)

Menurut Aaker (Tjiptono, 2011:98) brand association adalah segala hal

yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek. Brand association

berkaitan erat dengan brand image, yang didefinisikan sebagai serangkaian

  38  

asosiasi merek dengan makna tertentu. Asosiasi merek memiliki tingkat

kekuatan tertentu dan akan semakin kuat seiring dengan bertambahnya

pengalaman konsumen atau eksposur dengan merek spesifik. Menurut Kotler

dan Keller (2012:G1) sebagai berikut: “Brand association is all brand-related

thoughts, feelings, perceptions, images, experiences, beliefs, attitudes, and so

on that become linked to the brand node”. Berdasarkan definisi diatas dapat

disimpulkan bahwa brand association adalah segala hal yang berkaitan

persepsi, kepercayaan, dan ingatan mengenai suatu merek.

3. Perceived Quality (Persepsi Kualitas)

Menurut Aaker (Tjiptono, 2011:97) perceived quality merupakan

penilaian konsumen terhadap keunggulan atau superioritas produk secara

keseluruhan. Oleh sebab itu, perceived quality didasarkan paa evaluasi

subyektif konsumen (bukan manajer atau pakar) terhadap kualitas produk.

Menurut Keller (2008:195) mengemukakan bahwa persepsi kualitas adalah

persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas suatu produk atau layanan

yang dibandingkan dengan produk lainnya. Berdasarkan beberapa definisi dari

para ahli dapat disimpulkan bahwa persepsi kualitas adalah persepsi dan

evaluasi penilaian konsumen terhadap suatu kualitas atau layanan.

4. Brand Loyalty (Loyalitas Merek)

Brand loyalty merupakan suatu ukuran keterkaitan seorang pelanggan

kepada sebuah merek (Tjiptono, 2011:98). Sedangkan, menurut Schiffman &

Kanuk (2010:88) brand loyalty adalah: “consumers consistent preference

  39  

and/or purchase of the same brand in a specific product or servie category”.

Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan brand loyalty terjadi apabila

konsumen melakukan pembelian terhadap suatu merek tertentu secara

berulang.

2.3.3 Proses Rebranding

Menurut Thurtle (2002:24) dalam Consognia Plays The Re-Branding Name

Games – and Loses, Rebranding adalah lebih dari sekedar mengubah brand name.

Rebranding memerlukan banyak penelitian dan biaya, hal ini sama juga dengan

melakukan banyak pekerjaan berat, maupun itu akan menghidupkan kembali suatu

produk yang sekarat dan rebranding hanya untuk kepentingan yang benar-benar

mendesak, karena rebranding dapat mengakibatkan kondisi yang sangat berbahaya,

lebih berbahaya dari kehilangan beberapa klien saja.

Re-branding adalah sebuah praktek dari pembentukan nama baru yang

mempresentasikan perubahan posisi dalam mind frame para stakeholder dan

pembedaan identitas dari kompetitornya. Rebranding juga dapat didefinisikan

sebagai the process of taking an existing brand and reworking the brand into

something different and better than before.

Rebranding secara definisi berarti perubahan identitas yang harus dilihat

sebagai sebuah keputusan strategis dengan rencana yang matang. (Daly &

Moloney, 2004:30)

  40  

Rebranding perusahaan (corporate rebranding) bertujuan untuk membentuk

citra (image) dan atau merefleksikan perubahan identitas. Kata rebranding itu

sendiri dapat diartikan secara etimologis, yang merupakan kombinasi kata yaitu re-

dan brand. Re- berarti kembali sedangkan brand berarti merek, jadi jika diartikan

berdasarkan asal katanya rebranding memiliki arti pemberian nama merek

kembali. Rebranding mengindikasikan adanya tujuan penghapusan pernyataan atas

sesuatu yang sebelumnya, misalnya penghapusan citra atau reputasi yang terbentuk

sebelumnya.

Jadi, rebranding adalah suatu upaya atau usaha yang dilakukan oleh

perusahaan atau lembaga untuk mengubah total atau memperbaharui sebuah brand

yang telah ada agar menjadi lebih baik. Dengan kata lain, ketika melakukan

rebranding maka yang berubah ialah nilai-nilai dalam merek itu sendiri.

Goi & Goi (2011:447) dalam jurnal Models and Reasons of Rebranding

terbagi menyatakan empat langkah dalam melakukan alasan proses rebranding,

diantaranya mengidentifikasi alasan perusahaan melakukan rebranding,

mengevaluasi merek awal, mengidentifikasi tujuan rebranding, dan mengawasi

dan mengendalikan keterlibatan tim dalam manajemen kegiatan rebranding.

Setelah mengetahui empat langkah awal dalam melakukan alasan proses

rebranding, maka dapat dilaksanakan proses rebranding tersebut. Dimana proses

yang dimaksudkan merupakan “aktivitas” atau “jalannya kegiatan” yang terdiri

dari beberapa tahapan. Sehubungan dengan proses rebranding, Muzellec, Doogan,

  41  

dan Lambkin dalam jurnal Corporate Rebranding – An Exploratory Review (2003)

menyatakan bahwa proses rebranding terdiri dari empat tahapan, yaitu

repositioning, renaming, redesigning, dan relaunching.

2.3.3.1 Repositioning

Ries & Trout (2001:34) dalam jurnal Corporate Rebranding – An Exploratory

Review, Repositioning adalah fase tujuan dimana keputusan diambil untuk

membuat posisi baru bagi perusahaan dalam benak costumers, competitors,

maupun stakeholders.

Brand positioning merupakan proses yang dinamis, yang harus disesuaikan

secara berkala dari waktu ke waktu untuk tetap selaras dengan pergeseran tren

pasar, atau ketatnya persaingan, maupun kondisi eksternal yang lebih luas, seperti,

kondisi sekitar yang dapat mendikte perombakan posisi perusahaan sebelumnya.

Repositioning dibutuhkan ketika keputusan untuk membuat posisi baru di

benak konsumen dan benak para stakeholder. Repositioning pada dasarnya

didorong oleh membesarnya gap antara kebutuhan yang timbul di market dan

kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan tersebut. (Corstjens & Doyle,

1989:171)

Menurut Hermawan Kartajaya dalam bukunya “Seri 9 Elemen Marketing on

Positioning”, menyebutkan bahwa positioning sebagai the strategy to lend your

customer credibly, (upaya mengarahkan pelanggan anda secara kredibel) tak lain

  42  

adalah upaya kita untuk membangun dan mendapatkan kepercayaan pelanggan.

(Kartajaya, H, 2005:11)

Brand positioning adalah semua tentang perubahan status brand yang telah

dimodifikasi daya tariknya untuk pelanggan. (Cheryl Isen, 2012:34). Dalam

artikelnya Brand Repositioning: When Does Your Business Need it?, Cheryl Isen

mengungkapkan enam alasan untuk mereposisi suatu brand, dikarenakan:

1. Kompetitor telah merebut positioning brand kita

2. Positioning brand awal menjadi membingungkan

3. Perusahaan bernuansa baru dengan keunggulan kompetitif yang eksklusif

4. Adanya perubahan strategi perusahaan dalam lini bisnis seperti akuisisi

atau perkembangan dengan target market baru

5. Kompetitor perusahaan mengubah permainan, perubahan tren tidak bisa

dihindari. Saatnya memikirkan kembali untuk merubah positioning

brand.

6. Adanya perubahan yang signifikan pada struktur perusahaan.

Adapun dalam melakukan repositioning perlu dilakukan beberapa tahap, yaitu

mendefinisikan bagaimana perusahaan akan menyentuh market (situation

analysis), mengetahui dengan jelas pemikiran konsumen (audience analysis), lalu

menganalisis tren consumer dan tren bisnis yang sedang hangat (marketplace

analysis), serta tidak meninggalkan customer lama demi repositioning (know what

to keep, and what to throw away).

  43  

2.3.3.2 Renaming

Nama merek adalah indikator inti dari sebuah brand, yaitu dasar kesadaran

dan komunikasi. Kapferer (1995:24) menyiratkan bahwa nama mendefinisikan dan

menjadi representatif dari perusahaan atau identitas produknya dan citra

perusahaan tersebut.

Menurut Kapferer (2002:34) dalam jurnal Corporate Rebranding – An

Exploratory Review (2003), Renaming menjadi tahapan di mana nama baru

menjadi media mengirimkan sinyal kuat kepada seluruh stakeholder bahwa

perusahaan atau brand melakukan perubahan strategi, perubahan fokus, atau

perubahan struktur kepemilikan.

Jelasnya, penamaan memegang kunci antara hubungan penjual dan pembeli

atau dalam kasus branding perusahaan, yaitu antara perusahaan dan

stakeholdernya. Sebuah nama brand yang kuat adalah aset yang sangat berharga

sebagai literatur ekuitas merek (Aaker, 1992; Keller, 1993; Rangaswamy et al.,

1993; dalam Muzellec, et al., 2003:34).

Renaming (memberikan nama kembali) diklarifikasikan dalam tiga kategori:

1. Nama deskriptif (Contoh: Rent-A-Car, Aspirin Direct) untuk disukai oleh

lembaga karena mereka membuat tugas komunikasi lebih mudah

(Murphy, 1992; dalam Muzellec, et al., 2003:35),

2. Nama asosiatif atau sugestif (misalnya, Jaguar, yang membawa asosiasi

dengan keanggunan dan agresivitas) yang menyampaikan asosiasi nilai

  44  

yang sesuai dengan tawaran merek (Boze and Patton, 1995; Sage, 2002;

dalam Muzellec, et al., 2003:35),

3. Berdiri sendiri, nama abstraksi, atau diciptakan adalah yang terkuat jenis

nama dalam hal merek dagang dan mungkin lebih tepat untuk

penggunaan internasional (Hemnes, 1987; Pavia dan Costa, 1993; dalam

Muzellec, et al., 2003:35),

Handi Irawan (2004:47) dalam bukunya Smarter Marketing Moves membahas

lima pedoman pemilihan nama suatu merek, yaitu nama suatu merek hendaklah

mudah diingat, nama merek seharusnya mempertimbangkan asosiasi atau relevansi

terhadap kategori produk dari merek tersebut, nama merek memiliki keunikan atau

relatif berbeda dengan nama merek-merek yang sejenis, nama merek yang

konsisten dengan positioning, dan nama merek yang tidak bermakna negatif dalam

bahasa lain.

Pedoman tersebut sejalan dengan beberapa petunjuk dalam merancang dan

menamai merek yang diungkapkan Jeffrey J Fox (2007:102-106), yaitu:

1. Memberikan nama yang baik, nama yang membantu mendapatkan dan

menjaga konsumen

2. Tidak menggunakan kategori perusahaan sebagai nama perusahaan.

Misalnya “Brand Terbesar”. Ini merupakan kategori perusahaan.

3. Tidak menamai perusahaan dengan inisial. Biarkan pasar yang memilih

untuk menggunakan inisial (misalnya ESPN)

  45  

4. Pemilihan nama merek atau perusahaan bukanlah konteks popularitas

nama diantara para manajer, akan tetapi mewakili atau menggambarkan

perusahaan secara keseluruhan

5. Kriteria utama untuk penamaan perusahaan adalah penetapan positioning.

Positioning dimulai dengan memahami segmen target perusahaan dan

mengetahui persepsi konsumen terhadap kompetitor

6. Menilai penamaan perusahaan yang diusulkan tersebut berdasarkan

positioning statement yang disusun sangat cermat dan teruji oleh

konsumen

7. Penamaan perusahaan yang menghubungkan/mengasosiasikan produk

dengan kategori atau manfaat produk adalah nama yang bagus

8. Penamaan yang konsisten dengan manfaat utama produk

9. Penamaan yang menguatkan personalitas dan sifat perusahaan

10. Beberapa mereka dengan pemasaran yang kuat menghasilkan nama

panggilan dari konsumen yang dengan sendirinya menjadi nama merek

(misalnya McDonald’s = Mickey D’s)

11. Pemilihan nama perusahaan yang nontradisional/tidak lazim bagi kategori

atau industri produk akan mudah diingat dan mengurangi biaya penciptaan

awareness (misalnya Apple customer)

12. Nama merek tidak harus berarti sesuatu (misalnya Kodak, Exxon)

13. Nama merek sebaiknya mudah diingatkan, mudah diucapkan, legal, dan

mudah terbaca

  46  

14. Pengujian nama merek untuk mengetahui sisi negatifnya.

15. Dan nama merek yang bagus tidak akan menjual produk yang buruk.

Tetapi produk yang bagus dengan banyak dukungan pemasaran dapat

membangun nama merek yang biasa-biasa saja menjadi merek yang

memperoleh loyalitas konsumen.

2.3.3.3 Redesigning

Redesigning, difokuskan pada perubahan estetika brand dan elemen tangible

seperti logo, jingle, iklan, atau elemen visual lain yang mencitrakan posisi brand

menjadi simbol tunggal. (Murphy and Rowe, 1988; Schmitt and Simonson, 1997;

dalam Muzellec, et al., 2003:35). Redesigning ini dilakukan melalui semua elemen

dari livery organisasi seperti alat tulis, brosur, iklan, laporan tahunan, kantor dan

truk pengiriman, yang terlihat manifestasi dari posisi yang diinginkan perusahaan.

Walaupun redesigning pada proses rebranding merupakan elemen pusat dari

suatu perusahaan, desain visual seperti logo, jingle, iklan, atau elemen visual

lainnya memegang peranan penting dalam membangun ekuitas brand, terutama

pada bagian tingkat kesadaran (brand awareness) untuk melahirkan brand baru

(re-brand). Dalam merancang suatu logo, terdapat ilmu yang mendukung dan

mempelajari tata cara perancangan desain yang tepat, yakni desain komunikasi

visual.

Desain Komunikasi Visual (DKV) adalah ilmu yang mempelajari konsep

komunikasi dan ungkapan kreatif, teknik dan media untuk menyampaikan pesan

  47  

dan gagasan secara visual, termasuk audio dengan mengolah elemen desain grafis

berupa bentuk gambar, huruf, dan warna, serta tata letaknya, sehingga pesan dan

gagasan dapat diterima oleh sasarannya.

Pesan visual harus kreatif, komunikatif, efisien, dan efektif, sekaligus indah

atau estetis. Sebagaimana layaknya informasi yang disampaikan menggunakan

bahasa lisan (suara) yang dapat disampaikan secara tefas, ceria, keras, lembut,

penuh gurauan, formal, dan sebagainya dengan menggunakan gaya bahasa dan

volume suara yang sesuai.

2.3.3.4 Relaunching

Relaunching secara garis besar adalah tentang mengkomunikasikan brand

baru kepada para pemangku kepentingan (stakeholders). Relaunch merupakan

tahap terakhir, dimana pada tahap ini dilakukan usaha untuk mengkomunikasikan

perubahan yang dilakukan kepada publik agar membentuk kesadaran masyarakat

secara luas. (Muzellec, et al., 2003:35).

Brand Relaunching adalah pemberitaan atau pemberitahuan brand baru ke

dalam internal dan eksternal perusahaan. Untuk internal dapat dilakukan dengan

brosur atau buletin, internal meeting, dan juga melalui workshop atau intranet.

Sedangkan untuk eksternal dapat melalui press relase, advertising untuk

menarik perhatian akan brand baru tersebut dan juga dapat memfasilitasi proses

adopsi dari nama baru tersebut kepada para stakeholder. (Muzellec, et al.,

2003:35).

  48  

Relaunching, akan menentukan bagaimana stakeholder melihat brand baru

yang akan diperkenalkan, yaitu dengan mempublikasikan brand baru adalah tahap

akhir dan menentukan bagaimana masyarakat luas (karyawan, pelanggan, investor,

dan wartawan) mungkin menganggap nama baru. Untuk para pemangku

kepentingan internal, nama baru dapat diperkenalkan melalui brosur intern atau

koran, pada kesempatan pertemuan tahunan, atau melalui lokakarya dan internet.

Brand baru hasil rebranding dikomunikasikan kepada eksternal, pemangku

kepentingan melalui siaran pers dan iklan untuk menciptakan awareness mengenai

nama baru dan untuk menfasilitasi adopsi dari nama baru oleh berbagai pemangku

kepentingan.

Nykiel (2007:226) dalam bukunya “Handbook of Marketing Research

Methodologies for Hospitality and Tourism” menjelaskan beberapa strategi untuk

me-launching brand baru, yaitu:

1. Timing. dimana ini merupakan kesiapan dari brand itu sendiri, brand baru

tersebut harus siap untuk di perkenalkan. Nama, logo, atau perubahan

grafis lainnya telah didaftarkan. Identifikasi brand harus siap untuk

ditempatkan, ini termasuk tampilan atau desain dari brand atau elemen

visual lainnya.

2. Memo/catatan. Dimana ini menggambarkan posisi brand tersebut agar

seluruh pihak mengerti bagaimana representatif brand baru tersebut,

bagaimana brand baru tersebut dinyatakan lebih baik dari sebelumnya,

bagaimana mempromosikannya, dan lainnya.

  49  

3. Internal launch. Dimana ini tahap penting sebelum eksternal launch.

Tahap ini dimaksudkan agar semua karyawan perusahaan mengerti segala

perubahan.

4. “New brand grand opening” event. dimana semua elemen yang termasuk

dalam brand baru hendaknya diperkenalkan kepada publik maupun

komunitas.

5. Informasi untuk customer harus dikembangkan dan di pantau untuk

memastikan positioning brand baru tersebut tercapai atau tidak.

6. Briefing. Mengadakan briefing kepada seluruh pihak terkait untuk

menyebarkan informasi mengenai brand baru.

7. Rencana media yang didesain oleh praktisi public relations secara

komprehensif untuk menyediakan spoke person atau executive perusahaan

untuk menjelaskan positioning dari brand baru tersebut.

8. Semua hal yang berkaitan dengan brand baru baik informasi perusahaan,

alamat website, iklan, promosi, foto, semua di publikasikan secara

serentak.

9. Informasi mengenai launch brand baru di update setiap bulannya di tiga

bulan pertama setelah event launching tersebut dilaksanakan, selanjutnya

dipantau secara berkala setiap enam bulan dan setiap tahunnya.

10. Mengganti semua hal yang tidak sesuai dengan positioning brand baru.

  50  

Tahap relaunching yang dimaksud adalah untuk memenuhi keingintahuan

hadirin. Oleh sebab itu, seyogyanya perusahaan mengadakan event dan

mengundang beberapa orang wakil untuk menyaksikan launching brand baru

tersebut. Dengan beberapa agenda pembukaan, presentasi maupun acara hiburan

untuk launching brand baru tersebut. Khususnya pada acara presentasi akan

dijelaskan brand knowledge, keunggulan brand serta benefit dibandingkan dengan

pesaing (kompetitor). Oleh sebab itu, launching pertama kali adalah moment yang

tepat untuk memperkenalkan kembali brand baru tersebut kepada publik atau pihak

yang berkepentingan dalam memasarkan brand baru tersebut.

Launching kembali ini dapat diukur dengan melihat tanggapan dari publik

yang hadir saat diundang ke event launching tersebut atau melihat tanggapan

media menuliskan artikel pasca event launching tersebut. event launching brand

baru ini harus dipersiapkan dengan matang agar setelah launching didapatkan

komentar dan feedback yang baik dari publik.

  51  

2.3 Kerangka Pemikiran

PROSES REBRANDING MGO SHUTTLE

 

PAR

AD

IGM

A P

OSI

TIV

ISM

E

MASALAH • Cipaganti Travel mengalami kebangkrutan karena tiga petinggi Cipaganti terlibat kasus

penggelapan dana. Brand Image Cipaganti sangat-sangat down. Kemudian saham diakuisisi oleh Hong Kong Terra Investment Holding Ltd dan merubah nama menjadi MGo Shuttle.

• Perubahan nama baru menjadi MGo Shuttle membuat awareness masyarakat terhadap MGo Shuttle masih sangat kurang.

• MGo Shuttle sudah melakukan beberapa langkah komunikasi public relations namun awareness masyarakat terhadap MGo Shuttle masih kurang.

• Hal ini dikarenakan terdapat masalah dalam proses rebranding yang dilakukan oleh MGo Shuttle yaitu pada proses relaunching.

KONSEP Penelitian ini menggunakan

konsep yang dipaparkan oleh Muzellec, et al dalam jurnal Corporate Rebranding – An Exploratory Review (2003)

yang menyatakan bahwa proses rebranding terdiri dari empat

tahapan, yaitu: • Repositioning • Renaming

• Redesigning, dan • Relaunching

PERTANYAAN PENELITIAN

1. Bagaimana tahapan repositioning Cipaganti Travel dalam proses rebranding menjadi MGO Shuttle?

2. Bagaimana tahapan renaming Cipaganti Travel dalam proses rebranding menjadi MGO Shuttle?

3. Bagaimana tahapan redesigning Cipaganti Travel dalam proses rebranding menjadi MGO Shuttle?

4. Bagaimana tahapan relaunching Cipaganti Travel dalam proses rebranding menjadi MGO Shuttle?