bab iv hasil penelitian dan pembahasanmedia.unpad.ac.id/thesis/210110/2005/kx0050744_4_6231.pdf ·...
TRANSCRIPT
96
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, Penulis menggunakan analisis framing untuk
mengetahui bagaimana Majalah Rolling Stone Indonesia membingkai realitas dari
rencana pemerintah untuk menutup blog-blog musik dan memblokir situs-situs
file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia. Metode penelitian yang
penulis gunakan adalah model analisis framing yang dikembangkan oleh Robert
N. Entman.
Pada dasarnya Entman membagi framing ke dalam dua dimensi besar, yaitu
seleksi isu dan penonjolan aspek tertentu dari realitas atau isu. Seleksi isu adalah
aspek yang berhubungan dengan pemilihan fakta dari realitas yang beragam, yang
dilakukan dengan menggunakan empat strategi media atau elemen utama, yaitu
pendefinisian masalah, perkiraan sumber masalah, membuat keputusan moral dan
rekomendasi penyelesaian. Sementara, penonjolan aspek dari isu adalah aspek
yang berhubungan dengan penulisan fakta (Eriyanto 2002: 197 - 201).
Seleksi isu dan penonjolan aspek tertentu dari isu merupakan tahap untuk
menemukan bingkai (frame) yang dibentuk oleh Majalah Rolling Stone Indonesia
dalam menyampaikan informasi tentang rencana penutupan blog-blog musik dan
pemblokiran situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia oleh
pemerintah dalam artikel opini yang diterbitkannya.
97
4.1 Seleksi Isu
Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Sumadiria (2004: 93 - 94), topik
rencana penutupan blog-blog musik dan pemblokiran situs-situs file sharing
terkait pembajakan musik di Indonesia merupakan peristiwa aktual, penting untuk
diketahui khalayak, serta berdampak luas terhadap khalayak. Oleh sebab itu, telah
memenuhi kriteria topik rencana yang baik.
Proses seleksi isu dilakukan melalui tahapan empat strategi media yang
disebut juga elemen-elemen framing dalam analisis model Entman, Pendefinisian
Masalah (Define Problems), Perkiraan Sumber Masalah (Diagnose Causes),
Membuat Keputusan Moral (Make Moral Judgement) dan Rekomendasi
Penyelesaian (Treatment Recommendation ).
4.1.1 Pendefinisian Masalah (Define Problems)
4.1.1.1 Rubrik National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia
Rubrik National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia mendefinisikan
rencana penutupan blog-blog musik dan pemblokiran situs-situs file sharing
terkait masalah pembajakan musik di Indonesia sebagai permasalahan hukum dan
sosial. Dikatakan sebagai persoalan hukum, karena berkaitan dengan pelanggaran
atas ketentuan hukum yang berlaku tentang penyebaran konten digital serta
penerapan Undang-undang yang tepat untuk digunakan dalam menangani masalah
penyebaran konten-konten ilegal di Internet. Sementara rencana penutupan blog-
blog musik dan pemblokiran situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di
Indonesia juga dapat dikatakan sebagai masalah sosial kerena berkaitan dengan
sosialisasi program pemerintah yang mengatur mengenai pembajakan musik di
98
Indonesia serta reaksi masyarakat yang timbul terhadap pemerintah ketika
mengetahui rencana pemblokiran blog dan situs bersangkutan.
Sosialisasi rencana pemerintah untuk menutup blog-blog musik dan situs-
situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia tersebut dianggap sebagai
permasalahan sosial juga karena reaksi yang timbul atas kebijakan tersebut datang
dari masyarakat, dalam hal ini para musisi dan pemilik label rekaman. Paragraf
pertama menunjukan bahwa tuntutan atas penerapan kebijakan tersebut datang
dari masyarakat;
Asosiasi-asosiasi musik tersebut meminta agar Kementerian Komunikasi
dan Informatika menutup situs-situs Internet yang memberikan fasilitas
mengunduh lagu secara ilegal atau menyebarkan lagu tanpa izin yang
memiliki hak atas lagu-lagu tersebut. Setidaknya ada 20 (dua puluh) situs
Internet yang mereka anggap menyediakan akses pengunduhan lagu secara
ilegal.
Tuntutan tersebut berujung pada sebuah siaran pers dari Kementrian
Komunikasi dan Informatika, yang menyatakan pembajakan musik adalah sebuah
masalah pelanggaran hukum dan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya akan
mendapat tindakan hukum sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku,
pemerintah berencana untuk menutup blog-blog musik dan memblokir situs-situs
file sharing yang menyebarkan konten musik ilegal. Pembahasan mengenai
pembajakan musik sebagai sebuah tindakan pelanggaran hukum yang cukup
serius mendapat porsi paling besar dalam artikel ini, terutama tentang bagaimana
tindakan yang akan diambil oleh pemerintah berkaitan dengan hal tersebut. Hal ini
dapat dilihat pada paragraf kedua;
Bersamaan dengan hal tersebut, Menteri Komunikasi dan Informatika
Tifatul Sembiring juga menyampaikan pernyataan yang dikutip berbagai
media bahwa mengunduh lagu-lagu di situs Internet tanpa seizin pemiliknya
dapat dikenakan pidana penjara maksimum 12 (dua belas) tahun. Menurut
99
beliau, adanya ancaman pidana penjara tersebut adalah karena tindakan
tersebut melanggar ketentuan dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Pemerintah menganggap ada dua pihak yang dianggap sebagai pokok
permasalahan dalam pembajakan musik di tahan air, pertama para pemilik situs
yang menyediakan materi untuk diunduh secara ilegal, lalu kedua adalah para
pengunduh musik-musik ilegal tersebut. Paragraf ketiga menjelaskan tentang hal
tersebut;
Dengan demikian, ada dua hal yang menjadi perhatian dari Kementerian
Komunikasi dan Informatika, yaitu situs-situs Internet yang menyediakan
fasilitas mengunduh lagu secara ilegal dan orang yang mengunduh lagu
tanpa izin penciptanya atau pemegang hak ciptanya dari situs-situs Internet
tersebut. Kementerian Komunikasi dan Informatika menganggap dua hal
tersebut berada dalam lingkup tugas dan tanggung jawabnya, sehingga
merasa yakin untuk menerapkan ketentuan-ketentuan UU ITE dalam rangka
menanggulanginya.”
Sementara Majalah Rolling Stone Indonesia mengajak para pembacanya
untuk menelaah lebih lanjut mengenai kebijakan pemerintah mengenai
pembajakan musik tersebut. Seperti yang dapat ditemukan dalam paragraf
keempat;
Untuk melihat apakah memang penanggulangan terhadap dua hal tersebut
masuk dalam lingkup tugas dan tanggung jawab Kementerian Komunikasi
dan Informatika, ada baiknya kita melihat lebih jauh ketentuan-ketentuan
dalam UU ITE yang dianggap relevan dengan dua hal tersebut. Hal ini
penting untuk mengetahui apakah memang tepat digunakan ketentuan-
ketentuan dalam UU ITE terhadap dua hal tersebut.
Dalam paragraf di atas, Majalah Rolling Stone Indonesia merasa bahwa
perlu untuk bersikap skeptis pada kebijakan pemerintah mengenai pembajakan ini,
sikap tersebut dianggap penting karena kebijakan yang tepat akan memberikan
dampak positif dalam penanganan masalah pembajakan musik di Indonesia. Hal
100
tersebut juga ditegaskan oleh Redaktur Majalah Rolling Stone Indonesia dalam
wawancaranya dengan penulis:
Selama ini pemerintah kurang begitu antusias dalam menangani masalah
pembajakan musik, sekalinya masalah tersebut mendapat perhatian yang
serius, timbul keraguan dari para praktisi dan pengamat musik tanah air.
Timbul beberapa pertanyaan seperti: Apakah kebijakan tersebut sudah
tepat? Apakah kebijakan tersebut mampu untuk setidaknya mengurangi
tingkat pembajakan musik di Indonesia? Karena kebijakan yang tepat akan
berdampak sangat besar terhadap kelangsungan hidup industri musik tanah
air. (Adib Hidayat, wawancara tanggal 02 Mei 2012)
Realitas yang terjadi pada permasalahan pembajakan musik di Indonesia ini
adalah terdapat kebutuhan yang sangat besar dari masyarakat atas kebijakan
pemerintah tentang masalah pembajakan musik, serta adanya keraguan yang
timbul terhadap kebijakan pemerintah yang akan diterapkan, dalam hal ini
penggunaan Undang-undang yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut.
Kebijakan pemerintah yang akan menutup blog-blog musik dan memblokir situs-
situs file sharing tampak seperti keputusan yang diambil dengan terburu-buru
tanpa kajian lebih lanjut terhadap dasar permasalahan serta dampak lebih lanjut
yang akan ditimbulkannya.
Berdasarkan pemaparan-pemaparan di atas, fungsi penulisan National
Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia penulis anggap telah sesuai dengan salah
satu fungsi penulisan artikel yang dikemukakan Suhandang (2004: 158) yaitu
untuk menafsirkan masalah.
Penulis berpendapat bahwa sikap Majalah Rolling Stone Indonesia yang
memilih menjelaskan peristiwa ini dari aspek hukum dan sosial adalah untuk
memberikan pemahaman yang benar mengenai alasan kuat munculnya keraguan
dalam penggunaan Undang-undang yang tepat untuk mengatasi masalah
101
pembajakan musik di Indonesia. Majalah Rolling Stone Indonesia juga berupaya
memberikan pandangan dan sikap yang tetap menempatkan diri pada posisi netral
dalam menanggapi isu tersebut.
4.1.1.2 Rubrik Music Biz Majalah Rolling Stone Indonesia
Dalam Rubrik Music Biz-nya, Majalah Rolling Stone Indonesia
mendefinisikan rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs file sharing
terkait pembajakan musik di Indonesia sebagai persoalan bisnis, sosial, dan
teknologi. Disebut sebagai persoalan bisnis karena pembajakan musik sangat erat
kaitannya dengan industri musik di tanah air. Tingginya tingkat pembajakan
musik di Indonesia mempunyai pengaruh langsung terhadap kelangsungan
industri musik di tanah air. Sementara persoalan sosial karena kebijakan yang
diterapkan pemerintah, akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah. Dari sisi teknologi, perkembangan teknologi baik itu perangkat keras
maupun perangkat lunak menjadi tantangan tersendiri bagi industri musik
Indonesia dalam memerangi para pembajak.
Majalah Rolling Stone Indonesia menganggap bahwa awal kemunculan
blog-blog serta situs-situs file sharing yang menyebarkan konten musik digital
secara ilegal yang berujung kepada masalah pembajakan musik justru pada
awalnya diawali oleh komersialisme musik yang membangun sebuah industri di
dalamnya. Hal tersebut dapat kita lihat dalam paragraf kedua:
Industri musik rekaman yang kita kenal sekarang berawal dari mulainya
komersialisasi produk musik lewat piringan hitam. Musik yang ingin kita
nikmati hanya bisa kita nikmati lewat pertunjukan langsung, dan pembelian
piringan hitam (dan dalam gilirannya, kaset dan CD). Para pelaku industri
musik rekaman memiliki kekuasaan cukup ketat terhadap distribusi musik,
karena akses ke musik dibatasi pada sebuah produk fisik, berupa piringan
102
hitam, kaset atau CD. Sebuah pola bisnis yang relatif sempurna terbentuk –
sebuah struktur industri yang menjual beraneka ragam musik, dalam format
dan harga yang relatif sama, yang dapat dipertahankan nyaris secara tak
terhingga, selama tidak ada kondisi pasar yang bergeser.
Paragraf di atas menunjukan bahwa kuasa industri musik rekaman begitu kuat
dalam proses komersialisme musik sejak awal, hal tersebut memberikan sisi
positif dengan terbentuknya iklim bisnis yang ideal dimana musisi dan perusahaan
rekaman dapat mengontrol peredaran musik mereka di pasaran. Hal tersebut
dimungkinkan karena penjualan musik dibatasi oleh penjualan musik dalam
bentuk musik saja: Piringan Hitam, Kaset dan CD.
Inovasi terus dilakukan, seiring perkembangan teknologi, industri musik
juga ikut berkembang. Kemunculan CD Audio adalah tonggak menuju era
kejayaan industri musik. Majalah Rolling Stone Indonesia menggambarkan
peristiwa tersebut dalam paragraf ketiga:
Salah satu inovasi yang mengembangkan industri musik rekaman juga jadi
salah satu penyebab besar industrinya secara relatif turun drastis. Musik
dikemas dalam CD diperkenalkan ke publik pada tahun ’80-an, dan
menawarkan kemurnian suara yang nyaris menandingi piringan hitam
(bahkan, bedanya mungkin tidak dapat terdeteksi oleh sebagian banyak
orang). Setelah meng-alami masa kaset yang memiliki beberapa
keterbatasan teknologi, misalnya kalau terlalu lama didengarkan lagunya
jadi ngageol kalau kata orang Sunda, CD memberikan sebuah pengalaman
mendengarkan musik yang cukup konsisten, yang hanya akan dibatasi oleh
perangkat audio yang digunakan. Dilengkapi dengan pola media dan berita
yang pada zaman itu masih relatif tersentralisasi, promosi dan penjualan
produk musik sangat berkembang. Zaman CD adalah zaman keemasan
industri musik rekaman. Tapi pasar berubah.
Namun kemudian perkembangan tenologi pula yang kemudian
menenggelamkan kedigdayaan industri musik, penemuan format MP3 salah
satunya. Keberadaan format MP3 serta populernya Internet memungkinkan
103
sebuah produk musik untuk disebar dan diunduh siapa saja tanpa ada pemasukan
untuk sang pemegang hak cipta. Paragraf keempat menjelaskan tentang hal ini:
Pertumbuhan pemakaian Personal Computer (PC) pada tahun ’90-an
memicu industri perangkat lunak untuk makin berkembang – bukan saja
oleh perusahaan-perusahaan besar seperti Microsoft dan Apple, tapi juga
pengembang-pengembang lunak independen dan open source – yang
menemukan cara supaya isi CD Audio dapat disalin ke dalam komputer,
dalam format MP3, yang semula dimaksudkan oleh Moving Picture Experts
Group sebagai bagian dari protokol enkripsi video. Software pertama yang
bisa membuat file format MP3 dikeluarkan oleh Fraunhofer Society pada
tahun 1994, yang kemudian disusul oleh berdirinya website MP3.com untuk
musisi-musisi independen, dan keluarnya WinAmp yang mempopulerkan
MP3 sebagai format penyebaran musik, sampai akhir ’90-an. CD yang
semula tidak mudah dibuat duplikatnya (dibandingkan dengan kaset yang
sangat mudah diduplikasi dengan perangkat dubbing), ternyata dapat
diduplikasi dengan mudah melalui perangkat lunak khusus dan CD writer,
dan bahkan disalin isinya menjadi MP3 yang dapat disebar dengan mudah
melalui Internet! Penyebaran penggunaan MP3 sebagai format musik
pilihan seperti dikukuhkan oleh berdirinya Napster pada tahun 1999.
Mudahnya sebuah karya musik disebar dan diunduh melalui Internet inilah
yang menghentikan era kejayaan industri musik era label rekaman sekaligus
merubah industri musik menjadi sebuah industri yang mempunyai masalah yang
tidak kunjung terselesaikan. Musisi dan label rekaman mengalami penurunan
pendapatan, dari sisi bisnis hal ini tentu saja bukan berita baik. Paragraf keenam
menjelaskan tentang ini:
Sekarang, dunia musik seolah sudah terbalik: penjualan CD turun terus (dan
kaset sudah nyaris punah) karena pembajakan lewat Internet maupun CD
palsu, album sekaligus diperlakukan sebagai alat promosi artis/band supaya
orang maumenonton konsernya, media sudah terdesentralisasi dengan
berkembangnya Internet dan jutaan blog, dan sampai saat ini MP3 masih
banyak beredar bebas lewat Internet. Promosi berpola lebih sulit dilakukan
karena fragmentasi media (dan fragmentasi penikmat musik), dan akses
konsumen ke musik secara umum sulit dilakukan, karena hadirnya suatu file
musik di Internet bisa berarti penyebaran otomatis ke seluruh dunia,
sehingga mengurangi potensi konsumen membeli produk musik tersebut.
104
Penggambaran tentang meningkatnya jumlah pembajakan melalui Internet
tersebut menjadi alasan kuat bagi para praktisi musik untuk mendesak pemerintah
agar menerapkan kebijakan yang tepat untuk memberi tindakan terhadap para
pembajak musik di tanah air. Seperti yang diterangkan oleh paragraf pertama
Rubrik Music Biz Majalah Rolling Stone Indonesia tersebut:
Akhir Juli lalu sempat semarak berita bahwa 20 situs atau blog musik
ternama akan ditutup oleh Kemenkominfo; tepatnya, para asosiasi pelaku
industri musik yang tergabung dalam kampanye ’Heal Our Music’ telah
melayangkan sebuah surat kepada Kemenkominfo, yang juga disebar
kepada kantor-kantor media berita. Sampai penulisan artikel ini, belum
terlihat ada tindakan apapun terhadap situs-situs yang tertera pada surat
permintaan tersebut. Ini merupakan sebuah gejala zaman, yang memiliki
akar sejarah yang cukup panjang.
Majalah Rolling Stone Indonesia membingkai rencana penutupan blog-blog
musik dan situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia dari segi
bisnis, teknologi serta sosial dengan memposisikan diri sebagai pihak yang netral.
Majalah Rolling Stone Indonesia mencoba untuk menjelaskan duduk
permasalahan sehingga pembaca mengerti bahwa masalah pembajakan musik di
Indonesia merupakan masalah yang aktual dan penting untuk diketahui oleh
khalayak.
4.1.2 Perkiraan Sumber Masalah
4.1.2.1 Rubrik National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia
Dalam masalah pembajakan musik di Indonesia yang diangkat oleh Rubrik
National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia, Majalah Rolling Stone
Indonesia menggambarkan bahwa kebijakan pemerintah dalam penanganan
masalah pembajakan musik di Indonesia, dalam hal ini Kementerian Komunikasi
105
dan Informasi, merupakan sesuatu yang diperkirakan sebagai sumber masalah.
Hal ini tersebut dapat dilihat dalam pemaparan berikut:
Dalam Siaran Pers Kementrian Komunikasi dan Informasi 27 Juli 2011
lalu, disampaikan bahwa pemerintah akan menggunakan UU ITE untuk menjerat
situs-situs yang memuat karya musik bajakan dalam bentuk digital serta para
pengguna Internet yang mengunduh lagu secara ilegal dari situs-situs tersebut
seperti yang diterangkan dalam paragraf ketiga:
Bersamaan dengan hal tersebut, Menteri Komunikasi dan Informatika
Tifatul Sembiring juga menyampaikan pernyataan yang dikutip berbagai
media bahwa mengunduh lagu-lagu di situs Internet tanpa seizin pemiliknya
dapat dikenakan pidana penjara maksimum 12 (dua belas) tahun. Menurut
beliau, adanya ancaman pidana penjara tersebut adalah karena tindakan
tersebut melanggar ketentuan dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Kementrian Komunikasi dan Informasi bahkan menjelaskan pasal-pasal
yang akan digunakan dalam rangka menjerat para pembajak tersebut, hal tersebut
dapat dilihat pada paragraf kelima sampai dengan kedelapan:
Dalam Siaran Pers Kementerian Komunikasi dan Informatika tertanggal 27
Juli 2011, diketahui beberapa pasal dalam UU ITE yang digunakan sebagai
dasar hukum untuk perlindungan hak cipta di dunia maya. Siaran Pers
tersebut antara lain mengutip ketentuan Pasal 25 UU ITE yang mengatur
bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun
menjadi karya intelektual, situs interneI, dan karya intelektual yang ada di
dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, terdapat pula ketentuan dalam Pasal 32 ayat 1 UU ITE yang
mengatur me-ngenai larangan bagi setiap orang yang de-ngan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun mengubah, menambah,
mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan,
menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
milik orang lain atau milik publik. Atas pelanggaran Pasal 32 ayat 1 UU
ITE tersebut, Pasal 48 ayat 1 UU ITE mengatur sanksi pidana penjara
maksimum 8 (delapan) tahun dan/atau denda maksimum Rp 2 miliar.
106
Demikian pula Pasal 32 ayat 2 UU ITE yang mengatur larangan bagi setiap
orang yang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara
apapun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik kepada sistem elektronik orang lain yang tidak berhak.
Apabila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 32 ayat 2 UU ITE
tersebut, maka orang yang melakukannya dapat dipidana penjara maksimum
9 tahun dan/atau denda maksimum Rp 3 miliar menurut ketentuan Pasal 48
ayat 2 UU ITE.
Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud Pasal 32 ayat (1) dan (2) UU ITE
tersebut mengakibatkan kerugian bagi orang lain, maka ancaman pidananya
menjadi lebih besar. Pasal 36 juncto Pasal 51 ayat 2 UU ITE mengatur
ancaman pidana perbuatan tersebut menjadi maksimum 12 (dua belas) tahun
penjara dan/atau denda maksimum Rp 12 miliar.
Sementara Majalah Rolling Stone Indonesia beranggapan bahwa penerapan
UU ITE untuk kepentingan penanganan pembajakan musik digital adalah
kebijakan yang kurang tepat, Majalah Rolling Stone Indonesia menganggap
bahwa UU tersebut memiliki kelemahan ketika diterapkan sebagai dasar hukum
untuk mengatur tentang penyebaran musik digital di Internet. Hal tersebut dapat
dilihat dalam paragraf kesembilan:
Apabila ketentuan pasal-pasal dalam UU ITE di atas diterapkan terhadap
situs-situs Internet yang menyediakan fasilitas mengunduh lagu secara
ilegal, dan juga terhadap orang yang mengunduh lagu tanpa izin
penciptanya atau pemegang hak ciptanya dari situs-situs Internet tersebut,
tentu akan mengundang perdebatan teknis. Salah satu contoh, apakah
kegiatan mengunduh dapat dipersamakan dengan kegiatan memindahkan
atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik?
Dalam praktik, mengunduh suatu file itu merupakan tindakan
memperbanyak file, karena misalnya semula hanya ada satu file pada suatu
situs, setelah selesai diunduh akan ada satu file lagi pada media
penyimpanan tanpa meng-hilangkan file pada situs tersebut. Hal ini berbeda
dengan tindakan memindahkan atau mentransfer yang dalam pemahaman
umum tidak menambah jumlah barang yang dipindahkan atau ditransfer.
Sebagaimana fungsi penulisan artikel opini sebagai penambah wawasan
pembaca dan mendorong mereka untuk berpikir lebih kritis terhadap berbagai
107
permasalahan yang masih hangat, National Affairs Majalah Rolling Stone
Indonesia mengajak para pembacanya untuk menelaah kembali penerapan UU
ITE untuk dijadikan landasan hukum dalam penanganan masalah pembajakan
musik di Indonesia yang disampaikan oleh Kementrian Komunikasi dan Informasi
dalam siaran pers 27 Juli 2011 lalu.
Majalah Rolling Stone Indonesia berpendapat bahwa UU HKI lebih tepat
untuk mengatasi masalah pembajakan di Indonesia, mereka berpendapat bahwa
materi ilegal yang disebarkan oleh situs-situs tersebut sebenarnya sudah memiliki
perlindungan hukum dari UU HKI, seperti yang disampaikan pada paragraf
kesepuluh:
Kalau lebih jeli memperhatikan ketentuan Pasal 25 UU ITE, diterangkan
bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun
menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di
dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, ketika suatu
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik mengandung Hak
Kekayaan Intelektual (HKI), maka ketentuan yang mengatur mengenai
pelanggaran terhadapnya seharusnya adalah ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang HKI, bukan UU ITE. Hal ini sesuai dengan
asas hukum lex specialis derogate lex generali, yang artinya peratutan atau
UU yang bersifat khusus mengesampingkan peraturan atau UU yang
umum.
Penulis berpendapat, Majalah Rolling Stone Indonesia berupaya melihat dan
menjelaskan peristiwa ini secara proporsional, yaitu dengan menyajikan ulasan
mendalam atas usaha untuk menangani pembajakan musik di Indonesia, UU ITE
dan UU Hak Cipta sebagai alternatifnya.
108
4.1.2.2 Rubrik Music Biz Majalah Rolling Stone Indonesia
Rubrik Music Biz Majalah Rolling Stone Indonesia edisi #78 menyoroti
rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs file sharing terkait pembajakan
musik di Indonesia yang menimbulkan kekhawatiran para praktisi musik tanah air
dan pemerintah akan tingginya tingkat pembajakan di Indonesia. Majalah Rolling
Stone Indonesia melihat bahwa sumber permasalahan dari kekhawatiran tersebut
adalah belum siapnya para praktisi musik maupun pemerintah dalam menghadapi
perkembangan teknologi yang berkaitan dengan industri musik saat ini. Hal ini
dapat dilihat pada awal paragraf kedelapan:
Kita lihat bahwa industri musik rekaman, walaupun pola pikirnya sudah
sangat jauh berkembang pada awal 2000-an, masih berusaha
memperlakukan musik rekaman sebagai komoditas. Ini sama sekali tidak
salah – memperlakukan produk musik sebagai komoditas adalah sebuah
prinsip bisnis yang bagus, dan mempermudah perhitungan pembiayaan,
prakiraan keuntungan, dan berapa jumlah uang yang dapat diinvestasikan
kembali ke produk berikutnya. Tapi bisnis komoditas sangat bergantung
kepada pertanyaan apakah akses dan distribusi komoditas tersebut bisa
dilakukan dengan baik dan terukur. Kaset bisa. CD bisa. Tapi kalau sebuah
file digital, sulit, dengan Digital Rights Management sekalipun. Dilema ini
yang sedang melanda industri-industri musik, film, buku, dan perangkat
lunak. Dan sampai sekarang, belum tampak solusi yang dapat
menyelesaikan masalah semua orang dengan praktis dan, tentunya, dapat
menghasilkan keuntungan yang signifikan.
Tingginya tingkat pembajakan musik di Indonesia mempunyai pengaruh
sangat besar akan kelangsungan industri musik di negeri ini. Akhir paragraf
kedelapan menunjukan betapa besarnya pengaruh tersebut:
Karena tanpa keuntungan, sebuah bisnis dapat berlanjut – sebuah label
musik tidak akan dapat menginvestasikan uangnya ke artis baru atau album
baru; tidak dapat membayar berbagai pekerja industri yang bekerja di
belakang layar supaya hasil rekamannya bagus, supaya pertunjukan artisnya
bagus, dan sebagainya.
109
Majalah Rolling Stone Indonesia juga menggambarkan pembajakan musik
digital melalui media Internet merupakan sebuah permasalahan yang sulit dicari
jalan keluarnya. Persaingan harga dengan para pembajak adalah sesuatu yang sulit
untuk disiasati, penutupan blog-blog yang membagi musik ilegal tidak akan
menutup akses publik terhadap materi-materi bajakan yang tersebar di Internet,
dan yang lebih penting untuk diketahui, wilayah hukum Indonesia tidak akan
dapat menjangkau sumber peredaran materi-materi tersebut. Kalimat pertama
dalam paragraf kesebelas menjelaskan tentang hal ini:
Salah satu hal yang diajarkan pada saya saat awal bekerja di sebuah
perusahaan rekaman adalah, “You can’t fight the pirates.”
Rubrik Music Biz Majalah Rolling Stone Indonesia menyampaikan sebuah
kutipan yang cukup menakutkan, “Anda tidak dapat bersaing dengan para
pembajak.”, lalu menjelaskan bagaimana pernyataan tersebut menjadi sesuatu
yang nyata pada kalimat-kalimat selanjutnya:
Percuma. Kalau harga CD diturunkan dari Rp 75.000, menjadi Rp 30.000,
para pembajak masih untung dengan menjual CD bajakannya sebesar Rp
10.000, arena tidak harus membayar berbagai royalti dan bagi hasil. Dan
MP3 ilegal bisa mudah didapatkan dari berbagai sumber; Internet, kios-kios
ringtone yang banyak terdapat di pusat perbelanjaan, atau dikirim lewat
Bluetooth dari teman.
Melalui paragraf tersebut, Majalah Rolling Stone Indonesia menunjukan
kalau pembajakan musik di Indonesia bukanlah masalah yang dapat diselesaikan
dengan hanya menurunkan harga jual, yang notabene juga akan mengurangi
pendapatan label rekaman dan, terutama, para musisi.
Masalah lain dengan ditutupnya blog-blog musik dan situs-situs file sharing
yang menyediakan konten musik digitl secara ilegal tersebut adalah akan tertutup
pula media penyebaran musik legal yang selama ini dimanfaatkan oleh para
110
musisi independen (indie), hal tersebut sudah seharusnya menjadi bahan
pertimbangan karena industri musik tidak hanya milik label dan musisi besar
(major). Paragraf kesembilan menjelaskan tentang hal tersebut:
Ada satu hal yang terlewat – industri musik bukan ‘hanya’ industri musik
rekaman. Kalau orang sempat ramai mengatakan kalau ‘industri musik akan
mati’, justru itu pernyataan yang salah. Industri musik yang bergantung
pada penjalan CD itu yang akan mati. Industrinya sendiri masih dalam
transisi mencari bentuk baru. Tapi apakah pencarian bentuk baru tersebut,
harus melibatkan penutupan berbagai situs dan blog musik, yang notabene
tidak hanya digunakan untuk penyebaran MP3 secara ilegal, tapi juga
dijadikan saluran penyebaran MP3 legal oleh band-band indie?
Penulis menganggap Majalah Rolling Stone Indonesia melalui Rubrik
Music Biz-nya dapat menjelaskan inti permasalahan dari isu pembajakan musik di
Indonesia. Majalah Rolling Stone Indonesia juga menjabarkan permasalahan yang
sepertinya luput dari tinjauan pemerintah serta para praktisi musik yang mendesak
ditutupnya blog-blog musik dan situs-situs file sharing terkait pembajakan musik
di Indonesia, dalam hal ini mereka yang mengusung kampanye Heal Our Music.
Hal tersebut, sejalan dengan fungsi pers sebagai alat didik (to educate) seperti
yang dijelaskan oleh Effendy (2002 : 149 – 150).
4.1.3 Penilaian/Keputusan Moral (Make Moral Judgement)
4.1.3.1 Rubrik National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia
Berdasarkan pendefinisian dan perkiraan masalah, Majalah Rolling Stone
Indonesia melihat penerapan UU ITE untuk mengatasi pembajakan musik di
Indonesia adalah kebijakan yang kurang tepat. Menurut Majalah Rolling Stone
Indonesia, munculnya keraguan tersebut dikarenakan ketakutan terhadap
ketidakmampuan kebijakan yang diterapkan pemerintah untuk menutup
kesempatan bagi situs-situs yang menyediakan musik-musik ilegal untuk terus
111
online dan membuka kesempatan bagi para penggunjungnya untuk dapat
mengunduh lagu-lagu tersebut.
Dalam paragraf kesembilan Majalah Rolling Stone Indonesia
mengemukakan keraguan tersebut:
Apabila ketentuan pasal-pasal dalam UU ITE di atas diterapkan terhadap
situs-situs Internet yang menyediakan fasilitas mengunduh lagu secara
ilegal, dan juga terhadap orang yang mengunduh lagu tanpa izin
penciptanya atau pemegang hak ciptanya dari situs-situs Internet tersebut,
tentu akan mengundang perdebatan teknis. Salah satu contoh, apakah
kegiatan mengunduh dapat dipersamakan dengan kegiatan memindahkan
atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik?
Dalam praktik, mengunduh suatu file itu merupakan tindakan
memperbanyak file, karena misalnya semula hanya ada satu file pada suatu
situs, setelah selesai diunduh akan ada satu file lagi pada media
penyimpanan tanpa meng-hilangkan file pada situs tersebut. Hal ini berbeda
dengan tindakan memindahkan atau mentransfer yang dalam pemahaman
umum tidak menambah jumlah barang yang dipindahkan atau ditransfer.
Paragraf tersebut menjelaskan bahwa kesalahan penerapan hukum dalam
menangani masalah pembajakan musik digital akan menimbulkan masalah baru
yaitu perdebatan teknis. Apabila perdebatan teknis ini terjadi, besar kemungkinan
dapat dijadikan jalan oleh para pembajak untuk terus melanggar hukum, dan situs-
situs penyedia musik ilegal akan terus menyebarkan konten musik ilegal tanpa ada
tindakan yang bisa diambil oleh pemerintah.
Majalah Rolling Stone Indonesia mengangap penerapan Undang-undang
yang tidak tepat dalam penanganan masalah pembajakan musik di Indonesia akan
membahayakan para pihak yang terkait seperti musisi dan perusahaan rekaman.
Paragraf terakhir menjelaskan tentang hal ini:
Oleh karena itu, harus dipikirkan dengan benarpenggunaan ketentuan
hukum yang tepat untuk melindungi kepentingan hukum para pihak yang
terkait di dalam proses penegakan hukum, serta menjamin proses hukum
dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang benar.
112
Majalah Rolling Stone Indonesia melalui Rubrik National Affairsnya
mengingatkan para pembaca dan pemerintah tentang pentingnya peninjauan
kembali atas UU ITE sebagai dasar hukum untuk menyelesaikan masalah
pembajakan musik di Indonesia. UU ITE dianggap mempunyai kelemahan ketika
harus mengatur tentang penyebaran musik ilegal secara digital di Internet.
4.1.3.2 Rubrik Music Biz Majalah Rolling Stone Indonesia
Berdasarkan pendefinisian dan perkiraan sumber masalah, Majalah Rolling
Stone Indonesia menganggap rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs
file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia erat kaitannya dengan
kelangsungan hidup industri musik di tanah air, komersialisme musik yang pada
awalnya memberikan banyak keuntungan untuk para pelaku industri musik telah
berubah menjadi sesuatu yang menakutkan bagi mereka yang da di dalamnya.
Paragraf ketiga menjelaskan tentang hal ini:
Salah satu inovasi yang mengembangkan industri musik rekaman juga jadi
salah satu penyebab besar industrinya secara relatif turun drastis. Musik
dikemas dalam CD diperkenalkan ke publik pada tahun ’80-an, dan
menawarkan kemurnian suara yang nyaris menandingi piringan hitam
(bahkan, bedanya mungkin tidak dapat terdeteksi oleh sebagian banyak
orang). Setelah meng-alami masa kaset yang memiliki beberapa
keterbatasan teknologi, misalnya kalau terlalu lama didengarkan lagunya
jadi ngageol kalau kata orang Sunda, CD memberikan sebuah pengalaman
mendengarkan musik yang cukup konsisten, yang hanya akan dibatasi oleh
perangkat audio yang digunakan. Dilengkapi dengan pola media dan berita
yang pada zaman itu masih relatif tersentralisasi, promosi dan penjualan
produk musik sangat berkembang. Zaman CD adalah zaman keemasan
industri musik rekaman. Tapi pasar berubah.
Kemudian diperjelas lagi oleh paragraf keenam yang menyatakan bahwa
seiring perkembangan teknologi, tantangan bagi industri musik semakin besar:
113
Sekarang, dunia musik seolah sudah terbalik: penjualan CD turun terus (dan
kaset sudah nyaris punah) karena pembajakan lewat Internet maupun CD
palsu, album sekaligus diperlakukan sebagai alat promosi artis/band supaya
orang maumenonton konsernya, media sudah terdesentralisasi dengan
berkembangnya Internet dan jutaan blog, dan sampai saat ini MP3 masih
banyak beredar bebas lewat Internet. Promosi berpola lebih sulit dilakukan
karena fragmentasi media (dan fragmentasi penikmat musik), dan akses
konsumen ke musik secara umum sulit dilakukan, karena hadirnya suatu file
musik di Internet bisa berarti penyebaran otomatis ke seluruh dunia,
sehingga mengurangi potensi konsumen membeli produk musik tersebut.
Majalah Rolling Stone Indonesia menganggap bahwa pembajakan musik
yang merajalela di era internet merupakan sebuah tantangan bagi industri musik
itu sendiri, bukan sebuah rintangan. Industri musik perlu berkembang, sehingga
sebagai konsumen, masyarakat tidak terus menerus dieksploitasi dengan harga
dari sebuah karya musik yang semakin hari memang semakin membumbung.
Industri rekaman, serta para musisi harus mulai mempertimbangkan bagaimana
mereka menjalankan industri musik. Menjadikan karya musik sebagai sebuah
komoditas memang sebuah jalan keluar yang paling mudah, namun hal tersebut
mempunyai banyak efek buruk terhadap kelangsungan industri itu sendiri.
Paragraf kesepuluh mencoba untuk menjelaskan hal tersebut kepada pembaca:
Kita lihat di seluruh dunia, perusahaan rekaman sedang berusaha berubah
bentuk: beberapa telah membentuk event organizer sendiri, ada yang
memiliki manajemen artis sendiri, sampai mengelola merchandise sendiri,
sebagai usaha diversivikasi pemasukan uang, dan memaksimalkan
pengembalian invesatasi atas uang yang dikeluarkan perusahaan tersebut
untuk artis atau album yang dikelola. Sisi buruknya adalah artis menjadi
terikat ke kontrak yang cukup komprehensif mengambil keuntungan dari
semua lini pemasukan artis tersebut, dan segala kegiatan artis tersebut –
pertunjukan, merchandise, album – diperlakukan sebagai komoditas. Tidak
salah, tapi bukan satu-satunya cara.
Keputusan moral lain yang dibingkai oleh Majalah Rolling Stone Indonesia
pada artikel Music Biz ini adalah pengaruh penutupan stitus dan blog musik
114
terhadap keberadaan musik independen. Tidak seperti musisi yang bernaung di
bawah label rekaman besar, para musisi independen ini memanfaatkan situs dan
blog musik tersebut untuk meperkenalkan karya mereka.
Penutupan blog-blog musik akan berpengaruh besar terhadap cara mereka
memperkenalkan karya-karyanya, begitu juga dengan pemblokiran situs-situs file
sharing seperti Mediafire, Rapidshare, dsb. Selama ini, situs-situs file sharing
tersebut menjadi tempat untuk para musisi indie menyimpan file-file lagunya
secara gratis sehingga juga dapat diunduh secara gratis oleh para penggemarnya.
Paragraf kesembilan sedikit menjelaskan tentang hal tersebut:
Ada satu hal yang terlewat – industri musik bukan ‘hanya’ industri musik
rekaman. Kalau orang sempat ramai mengatakan kalau ‘industri musik akan
mati’, justru itu pernyataan yang salah. Industri musik yang bergantung
pada penjalan CD itu yang akan mati. Industrinya sendiri masih dalam
transisi mencari bentuk baru. Tapi apakah pencarian bentuk baru tersebut,
harus melibatkan penutupan berbagai situs dan blog musik, yang notabene
tidak hanya digunakan untuk penyebaran MP3 secara ilegal, tapi juga
dijadikan saluran penyebaran MP3 legal oleh band-band indie?
Penyebaran musik digital di Internet merupakan sebuah fenomena yang
terjadi karena perkembangan teknologi, dan seperti halnya fenomena lain,
perkembangan teknologi memiliki sisi negatif sekaligus positif. Tuntutan para
label rekaman dan musisi untuk memblokir situs-situs file sharing dan menutup
blog-blog musik bukanlah sebuah jalan keluar untuk mengatasi pembajakan di
Indonesia, Majalah Rolling Stone Indonesia cukup jelas menjabarkan tentang hal
ini dalam Rubrik Music Biz yang tayang dalam edisi #78 bulan November 2011
ini.
115
4.1.4 Rekomendasi Penyelesaian Masalah (Treatment Recommendation)
4.1.4.1 Rubrik National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia
Sebuah artikel opini sebagai karya jurnalistik sebisa mungkin harus dapat
membawa opini media massanya untuk memberikan jalan penyelesaian terhadap
masalah yang diangkat dalam isi artikel tersebut.
Sejalan dengan fungsi penulisan artikel opini yaitu untuk menyampaikan
hal-hal yang positif, maka Majalah Rolling Stone Indonesia melalui Rubrik
National Affair-nya merekomendasikan penyelesaian masalah dengan cara
mengajak pemerintah serta pihak-pihak yang terkait untuk meninjau kembali
penerapan UU ITE sebagai dasar hukum dalam penindakan masalah pembajakan
musik di Indonesia. Seperti yang dapat dilihat pada paragraf ke-lima belas:
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penindakan atas
situs-situs Internet yang menyediakan fasilitas mengunduh lagu secara ilegal
seharusnya mengutamakan penerapan ketentuan dalam UU Hak Cipta.
Dengan demikian, penanganan dugaan pelanggaran hak cipta tersebut lebih
tepat diserahkan kepada aparat kepolisian atau penyidik pegawai negeri sipil
di lingkungan Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Kementrian
Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Majalah Rolling Stone Indonesia juga mengingatkan, bahwa usaha untuk
memberikan tindakan hukum atas penyebaran musik ilegal di Internet harus tetap
dijalankan. Paragraf terakhir menjelaskan tentang hal ini:
Apa yang disampaikan di atas tidak dimaksudkan untuk mengendurkan
semangat untuk melawan pembajakan di era digital. Hal tersebut hanya
sebagai pengingat bahwa penegakan hukum tidak sepatutny dilakukan
secara sembarangan. Apalagi jika semata-mata didasarkan pada desakan
publik. Oleh karena itu, harus dipikirkan dengan benarpenggunaan
ketentuan hukum yang tepat untuk melindungi kepentingan hukum para
pihak yang terkait di dalam proses penegakan hukum, serta menjamin
proses hukum dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang benar.
116
Dalam paragraf di atas, bisa dilihat bahwa Majalah Rolling Stone Indonesia
berusaha untuk menjelaskan kepada pembacanya bahwa tindakan hukum tersebut
harus didasari oleh Undang-undang yang tepat, serta bukan sekedar adanya
tuntutan dari pihak-pihak tertentu saja, agar tidak membuka kesempatan bagi para
pembajak untuk menemukan celah di kemudian hari.
Melalui artikel ini, Majalah Rolling Stone Indonesia mengajak pemerintah
serta khalayak khususnya para praktisi musik tanah air untuk berpikir dan
bertindak dengan tepat serta sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Sikap yang diambil Majalah Rolling Stone Indonesia melalui Rubrik
National Affair-nya, merupakan perwujudan fungsi utama pers (Effendy, 2002 :
149 - 150), yaitu fungsi mendidik (to educate) dan memengaruhi (to influence),
terlebih dengan melakukan kontrol sosial (social control) terhadap masyarakat,
khususnya para praktisi musik tanah air, juga pemerintah Indonesia.
4.1.4.2 Rubrik Music Biz Majalah Rolling Stone Indonesia
Sebuah artikel opini yang baik sebisa mungkin harus dapat mewakili media
massanya dalam memberikan jalan keluar terhadap permasalahan yang diangkat
sebagai pokok bahasan dari isi artikel tersebut. Rencana penutupan blog-blog
musik dan situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia dibingkai
oleh Majalah Rolling Stone Indonesia sebagai sebuah permasalahan yang erat
kaitannya dengan bisnis, sosial serta perkembangan teknologi. Setelah tahap
pendefinisian masalah, serta identifikasi sumber masalah, Majalah Rolling Stone
Indonesia memberikan alternatif penyelesaian masalah yang diantaranya
disampaikan pada paragraf keempatbelas:
117
Satu hal yang sering saya kedepankan adalah hentikan memberlakukan
musik sebagai komoditas. Metode komoditas ini akan mati perlahan, karena
sangat tergantung ke kontrol distribusi. Jangan tergantung ke musik sebagai
komoditas, tapi model bisnis baru harus dikembangkan ke arah yang lebih
mendekati produknya sendiri: pengalaman.
Dalam paragraf di atas, Majalah Rolling Stone Indonesia mencoba untuk
memberikan alternatif dalam mensiasati pembajakan musik di Indonesia selain
dengan memblokir situs-situs file sharing yang ada dan menutup blog-blog musik
yaitu dengan membangun model bisnis yang sesuai dengan keberadaan pasar serta
perkembangan teknologi sekarang ini, yaitu pengalaman konsumen. Mengenai
pengalaman konsumen ini dijelaskan lebih lanjut dalam paragraf kelimabelas:
Kenapa kita suka sebuah lagu? Kenapa kita berulang kali melihat remaja-
remaja umur tanggung menjerit-jerit lagu favoritnya saat mereka menonton
artis favoritnya di TV, bahka dipertnjukan yang sangat pagi? Karena lagu
menggugah emosi. Lagu menjadi cerminan ekspresi kita: cinta, benci, sedih,
senang, anti pemerintah, konyol, dan sebagainya. Ikatan antara lagu – atau
artisnya – adalah sesuatu yang tidak bsa ‘diciptakan’, dan akan timbul
sendiri. Dan ikatan emosi ini, adalah langkah pertama dari pengembangan
sebuah ‘pengalaman konsumen’.
Majalah Rolling Stone Indonesia menegaskan bahwa model bisnis yang
berkonsentrasi pada pengalaman konsumen bukanlah satu-satunya jalan keluar
alternatif yang dapat diambil oleh para praktisi industri musik tanah air. Paragraf
terakhir menjelaskan tentang hal tersebut:
Masih banyak contoh model bisnis dan kegiatan yang dapat dijadikan acuan,
tapi pada dasarnya sama: penggabungan berbagai kegiatan dan produk
untuk memberi penawaran musik kepada konsumen, yang sulit ditiru oleh
pembajak. Pembajak mungkin dengan mudah mendapatkan akses pada file
digital sebuah lagu, tapi akan sulit mendapatkan akses pada artisnya, dan
pastinya akan sulit menginvestasikan uang dan waktu untuk membuat
pengalaman konsumen yang lebih canggih. Artis atau band harus lebih jeli
dan berpikir seperti entreprenuer, dan perusahaan rekaman perlu
mengembangkan diri menjadi business enabler. Para perusahaan penerbit
musik, yang mewakili pencipta lagu, juga perlu mengembangkan diri dan
118
lebih fleksibel menghadapi perkembangan teknologi. Inovasi teknologi dan
inovasi model bisnis akan berkembang terus, sehingga metode penrhitungan
royalti juga perlu berkembang. Sebagain besar pembajakan adalah gejala
perkembangan teknologi, bukan tindakan sengaja melawan hak cipta.
Pembajakan adalah tren konsumsi hiburan yang perlu diteliti dan disikapi,
karena yang pasti, hampir tidak mungkin dihapuskan. Pendidikan untuk
apresiasi hak cipta masih bisa dilakukan dengan inovasi bisnis, tapi tidak
dengan represi.
Majalah Rolling Stone Indonesia mengingatkan para pembacanya, bahwa
masih banyak alternatif lain dalam penyelesaian masalah pembajakan musik di
Indonesia, mereka menuntut para praktisi industri rekaman baik itu musisi
maupun label rekaman untuk lebih jeli dalam mengelola sisi bisnis mereka.
Inovasi adalah keharusan serta mengikuti perkembangan teknologi adalah sebuah
kewajiban yang harus dilakukan oleh para praktisi musik tersebut. Hal ini penting,
karena dengan begitu para pelaku industri musik akan mampu bersaing dengan
para pembajak dalam memikat perhatian konsumen.
Sikap yang diambil Majalah Rolling Stone Indonesia melalui Rubrik Music
Biz-nya, merupakan perwujudan fungsi utama pers (Effendy, 2002 : 149 - 150),
yaitu fungsi mendidik (to educate) dan memengaruhi (to influence), terlebih
dengan melakukan kontrol sosial (social control) terhadap masyarakat, khususnya
para praktisi musik tanah air, juga pemerintah Indonesia.
4.2 Penonjolan Aspek dari Isu
4.2.1 Rubrik National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia
Konstruksi atas peristiwa siaran pers Kementrian Komunikasi dan Informasi
mengenai pembajakan musik digital di Indonesia dilakukan penulis Rubrik
National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia melalui proses seleksi isu,
119
dengan menggunakan empat strategi atau elemen Entman, selanjutnya dibentuk
dengan cara melakukan penonjolan aspek tertentu.
Pada tajuk Rubrik National affairs Majalah Rolling Stone Indonesia,
rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs file sharing terkait pembajakan
musik di Indonesia didefinisikan sebagai persoalan hukum dan sosial, di mana
sosial terkait tuntutan publik terhadap pemerintah, sementara hukum terkait
kebijakan pemerintah terhadap permasalahan pembajakan musik di Indonesia.
Oleh karena itu, penonjolan aspek dari isu yang dipilih ini dilakukan dengan
menggunakan bahasa tertentu (pilihan kata, istilah, rangkaian kata, dan
sebagainya) yang berhubungan dengan aspek hukum dan sosial. Penonjolan
dilakukan Majalah Rolling Stone Indonesia melalui cara berikut ini:
1. Pilihan Kata
Majalah Rolling Stone Indonesia melakukan penonjolan melalui pilihan
kata atau istilah yang berkaitan dengan aspek hukum. Pilihan kata yang
mengandung aspek hukum terlihat dalam rangkaian kata;
1. Ilegal
“Asosiasi-asosiasi musik tersebut meminta agar Kementerian
Komunikasi dan Informatika menutup situs-situs Internet yang
memberikan fasilitas mengunduh lagu secara ilegal atau menyebarkan
lagu tanpa izin yang memiliki hak atas lagu-lagu tersebut.” (Paragraf
1)
2. Relevan
“Untuk melihat apakah memang penanggulangan terhadap dua hal
tersebut masuk dalam lingkup tugas dan tanggung jawab Kementerian
120
Komunikasi dan Informatika, ada baiknya kita melihat lebih jauh
ketentuan-ketentuan dalam UU ITE yang dianggap relevan dengan
dua hal tersebut.” (Paragraf 4)
3. Melawan Hukum
“Demikian pula Pasal 32 ayat 2 UU ITE yang mengatur larangan bagi
setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
dengan cara apapun memindahkan atau mentransfer Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada sistem elektronik
orang lain yang tidak berhak.” (Paragraf 7)
2. Istilah
Majalah Rolling Stone Indonesia dalam tajuk recananya menggunakan
beberapa istilah seperti;
1. Mengunduh Lagu
“Asosiasi-asosiasi musik tersebut meminta agar Kementerian
Komunikasi dan Informatika menutup situs-situs Internet yang
memberikan fasilitas mengunduh lagu secara ilegal atau
menyebarkan lagu tanpa izin yang memiliki hak atas lagu-lagu
tersebut.” (Paragraf 1)
2. Ancaman Pidana
“Menurut beliau, adanya ancaman pidana penjara tersebut adalah
karena tindakan tersebut melanggar ketentuan dalam UU No. 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).”
(Paragraf 2)
3. Lingkup Tugas
121
“Kementerian Komunikasi dan Informatika menganggap dua hal
tersebut berada dalam lingkup tugas dan tanggung jawabnya,
sehingga merasa yakin untuk menerapkan ketentuan-ketentuan UU
ITE dalam rangka menang-gulanginya.” (Paragraf 3)
4. Pemegang Hak Cipta
“Apabila ketentuan pasal-pasal dalam UU ITE di atas diterapkan
terhadap situs-situs Internet yang menyediakan fasilitas mengunduh
lagu secara ilegal, dan juga terhadap orang yang mengunduh lagu
tanpa izin penciptanya atau pemegang hak ciptanya dari situs-situs
Internet tersebut, tentu akan mengundang perdebatan teknis.”
(Paragraf 9)
5. Karya Intelektual
“Kalau lebih jeli memperhatikan ketentuan Pasal 25 UU ITE,
diterangkan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan
karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak
Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.” (Paragraf 10)
6. Lex Specialis Derogate Lex Generali
“Hal ini sesuai dengan asas hukum lex specialis derogate lex
generali, yang artinya peraturan atau UU yang bersifat khusus
mengesampingkan peraturan atau UU yang umum.” (Paragraf 10)
122
7. Mengendurkan Semangat
“Apa yang disampaikan di atas tidak dimaksudkan untuk
mengendurkan semangat untuk melawan pembajakan di era digital.
Hal tersebut hanya sebagai pengingat bahwa penegakan hukum tidak
sepatutnya dilakukan secara sembarangan.” (Paragraf 16)
8. Era Digital
“Apa yang disampaikan di atas tidak dimaksudkan untuk
mengendurkan semangat untuk melawan pembajakan di era digital.
Hal tersebut hanya sebagai pengingat bahwa penegakan hukum tidak
sepatutnya dilakukan secara sembarangan.” (Paragraf 16)
9. Desakan Publik
“Apalagi jika semata-mata didasarkan pada desakan publik. Oleh
karena itu, harus dipikirkan dengan benarpenggunaan ketentuan
hukum yang tepat untuk melindungi kepentingan hukum para pihak
yang terkait di dalam proses penegakan hukum, serta menjamin proses
hukum dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang benar.” (Paragraf
16)
10. Maju Terus
“Maju terus musik Indonesia!” (Paragraf 16)
4.2.2 Rubrik Music Biz Majalah Rolling Stone Indonesia
Konstruksi atas peristiwa atau isu mengenai rencana penutupan blog-blog
musik dan situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia yang
dilakukan melalui proses seleksi isu, dengan menggunakan empat strategi atau
123
elemen Entman, selanjutnya dibentuk dengan melakukan penonjolan aspek
tertentu.
Pada Rubrik Music Biz Majalah Rolling Stone Indonesia, rencana penutupan
blog-blog musik dan situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di
Indonesia didefinisikan sebagai persoalan bisnis, sosial dan teknologi, sedikit
berbeda dengan pendefinisian Rubrik National Affairs Majalah Rolling Stone
Indonesia. Oleh karena itu, penonjolan aspek dari isu yang dipilih dilakukan
dengan menggunakan bahasa tertentu (pilihan kata, istilah, rangkaian kata, dan
sebagainya) yang berhubungan dengan aspek bisnis, sosial dan teknologi.
Penonjolan dilakukan Majalah Rolling Ston Indonesia melalui beberapa cara
berikut ini:
1. Pilihan Kata
Majalah Rolling Stone Indonesia dalam Rubrik Music Biz-nya berupaya
menonjolkan rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs file sharing
terkait pembajakan musik di Indonesia ini dari sisi bisnis, sosial dan teknologi
melalui pilihan kata yang bersifat atau erat kaitannya dengan segi bisnis, sosial
dan teknologi. Beberapa kata yang berkaitan dengan ketiga aspek tersebut terdapat
pada beberapa paragraf dalam artikel ini, sehingga secara umum paragraf-paragraf
tersebut bersifat atau bermakna bisnis, sosial, atau teknologi seperti:
1. Industri
“Industri musik rekaman yang kita kenal sekarang berawal dari mulainya
komersialisasi produk musik lewat piringan hitam.” (Paragraf 2)
2. Komersialisasi
124
“Industri musik rekaman yang kita kenal sekarang berawal dari mulainya
komersialisasi produk musik lewat piringan hitam.” (Paragraf 2)
3. Inovasi
“Salah satu inovasi yang mengembangkan industri musik rekaman juga jadi
salah satu penyebab besar industrinya secara relatif turun drastis.” (Paragraf
3)
4. Fragmentasi
“Promosi berpola lebih sulit dilakukan karena fragmentasi media (dan
fragmentasi penikmat musik), dan akses konsumen ke musik secara umum
sulit dilakukan, karena hadirnya suatu file musik di Internet bisa berarti
penyebaran otomatis ke seluruh dunia, sehingga mengurangi potensi
konsumen membeli produk musik tersebut.” (Paragraf 6)
5. Komoditas
“Kita lihat bahwa industri musik rekaman, walaupun pola pikirnya sudah
sangat jauh berkembang pada awal 2000-an, masih berusaha
memperlakukan musik rekaman sebagai komoditas.” (Paragraf 8)
6. Transisi
“Industrinya sendiri masih dalam transisi mencari bentuk baru.” (Paragraf
9)
7. Investasi
“Kita lihat di seluruh dunia, perusahaan rekaman sedang berusaha berubah
bentuk: beerapa telah membentuk event organizer sendiri, ada yang
memiliki manajemen artis sendiri, sampai mengelola merchandise sendiri,
sebagai usaha diversivikasi pemasukan uang, dan memaksimalkan
125
pengembalian investasi atas uang yang dikeluarkan perusahaan tersebut
untuk artis atau album yang dikelola.” (Paragraf 10)
8. Bertempur
“Satu-satunya cara bertempur dengan para pembajak adalah dengan
bergerak lebih cerdik.” (Paragraf 11)
9. Entrepreneur
“Artis atau band harus lebih jeli dan berpikir seperti entreprenuer, dan
perusahaan rekaman perlu mengembangkan diri menjadi business enabler.”
(Paragraf 17)
2. Istilah
Majalah Rolling Stone Indonesia dalam tajuk recananya menggunakan
beberapa istilah untuk menonjolkan tiga aspek tersebut di atas, seperti;
1. Industri Musik Rekaman
“Industri musik rekaman yang kita kenal sekarang berawal dari
mulainya komersialisasi produk musik lewat piringan hitam.” (Paragraf
2)
2. Zaman Keemasan
“Zaman CD adalah zaman keemasan industri musik rekaman.”
(Paragraf 3)
3. Musisi Independen
“Software pertama yang bisa membuat file format MP3 dikeluarkan oleh
Fraunhofer Society pada tahun 1994, yang kemudian disusul oleh
berdirinya website MP3.com untuk musisi-musisi independen, dan
126
keluarnya WinAmp yang mempopulerkan MP3 sebagai format
penyebaran musik, sampai akhir ’90-an.” (Paragraf 4)
4. Pembajakan Lewat Internet
“Sekarang, dunia musik seolah sudah terbalik: penjualan CD turun terus
(dan kaset sudah nyaris punah) karena pembajakan lewat Internet
maupun CD palsu, album sekaligus diperlakukan sebagai alat promosi
artis/band supaya orang maumenonton konsernya, media sudah
terdesentralisasi dengan berkembangnya Internet dan jutaan blog, dan
sampai saat ini MP3 masih banyak beredar bebas lewat Internet.”
(Paragraf 6)
5. Produk Gaya Hidup
“Industri musik rekaman di Indonesia berkembang pesat lagi setelah
hadirnya ringbacktone, yang sebenarnya sudah berkembang jadi produk
gaya hidup atau produk ekspresi, seperti layaknya status message pada
Yahoo! Messenger atau Blackberry Messenger.” (Paragraf 7)
6. Bergerak Lebih Cerdik
“Satu-satunya cara ‘bertempur’ dengan para pembajak adalah dengan
bergerak lebih cerdik.” (Paragraf 11)
7. Solusi Ajaib
“Tentunya, tidak ada solusi ajaib yang akan menyelesaikan persoalan
penggunaan hak cipta versus pembajakan.” (Paragraf 13)
8. Pahlawan Industri Musik Digital
127
“Digital Rights Management? Akhirnya pahlawan-pahlawan industri
musik digital seperti iTunes Store dan Amazon MP3 Music Store sudah
menjual musik tanpa DRM semenjak tahun lalu.” (Paragraf 13)
9. Pengalaman Konsumen
“Ikatan antara lagu – atau artisnya – adalah sesuatu yang tidak bsa
‘diciptakan’, dan akan timbul sendiri. Dan ikatan emosi ini, adalah
langkah pertama dari pengembangan sebuah pengalaman konsumen.”
(Paragraf 15)
10. Business Enabler
“Artis atau band harus lebih jeli dan berpikir seperti entreprenuer, dan
perusahaan rekaman perlu mengembangkan diri menjadi business
enabler.” (Paragraf 17)
4.3 Pembahasan
Setiap media massa memaknai sebuah peristiwa secara berbeda dan setiap
media pun membuat penonjolan-penonjolan aspek-aspek tertentu dalam berita
yang disajikan. Penonjolan aspek tertentu inilah yang disebut framing. Hal yang
pertama kali dilakukan dalam analisis framing, adalah melihat bagaimana media
mengkonstruksi realitas. Realitas itu sendiri aktif dibentuk oleh wartawan yang
tetap mengedepankan visi dan misi media.
Robert N. Entman membagi framing menjadi dua bagian, yaitu seleksi isu
dan penekanan isu atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas. Berdasarkan
kedua dimensi tersebut, penulis mencoba membahas hasil analisis dua artikel
opini yang terbit dalam Majalah Rolling Stone Indonesia edisi #78 November
2011.
128
Berdasarkan hasil analisis, penulis melihat bahwa Majalah Rolling Stone
Indonesia menilai rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs file sharing
terkait pembajakan musik di Indonesia sebagai permasalahan yang menyangkut
penegakan hukum, bisnis, tanggungjawab sosial, dan perkembangan teknologi.
Penerapan Undang-undang yang tepat serta pola bisnis yang inovatif akan
menjamin terbentuknya sebuah industri musik yang kuat dan mampu bersaing
dengan para pembajak sehingga kekhawatiran akan matinya industri musik di
Indonesia dapat ditanggulangi.
Paragraf ke-15 Rubrik National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia
menjelaskan bahwa penggunaan UU Hak Cipta lebih tepat dibandingkan
menerapkan UU ITE untuk mengatasi masalah pembajakan musik di Indonesia.
Sementara pada paragraf ke-14 Rubrik Music Biz Majalah Rolling Stone
Indonesia ditegaskan bahwa penting bagi industri musik untuk tidak lagi
memperlakukan karya musik sebagai komoditas, industri musik juga harus
mengedepankan inovasi bisnis agar dapat terus hidup sejalan dengan
perkembangan teknologi. Rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs file
sharing tidak lantas akan menyelesaikan masalah pembajakan musik di Indonesia,
Majalah Rolling Stone Indonesia menganggap rencana tersebut akan memberikan
dampak yang beragam bagi masyarakat musik di tanah air.
1. Seleksi Isu
Seleksi isu berhubungan dengan pemilihan fakta. Pemilihan fakta ini yang
menunjukan bagaimana sebuah media memaknai sebuah peristiwa. Fakta-fakta
yang mewakili pemahaman media massa tersebut akan ditampilkan, dibandingkan
129
dengan fakta lainnya. Proses pemilihan fakta ini, tidak dapat dipahami semata-
mata sebagai bagian dari teknis jurnalistik, tetapi juga politik pemberitaan.
Seleksi isu yang dilakukan Rubrik National Affairs Majalah Rolling Stone
Indonesia dalam mengkonstruksi realitas rencana penutupan blog-blog musik dan
situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia adalah dengan
meninjau kembali dasar hukum yang digunakan untuk menjalankan kebijakan
pemerinta tersebut, hal tersebut tentu saja terkait dengan reaksi atau rasa
kepercayaan masyarakat yang akan timbul terhadap pemerintah dalam mengtasi
masalah pembajakan musik di Indonesia.
Kebijakan pemerintah akan berujung kepada reaksi pro-kontra yang muncul
di kalangan musisi Indonesia yang akan terkena dampak dari penutupan blog-
blog musik dan situs-situs file sharing tersebut, dan ini merupakan permasalahan
sosial. Majalah Rolling Stone Indonesia dalam pemberitaan mengedepankan
sudut pandang yang luas dengan tidak menampilkan adanya keberpihakan
terhadap pihak manapun, namun lebih kritis terhadap masalah yang akan timbul
diakibatkan oleh sosialisasi rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs file
sharing terkait pembajakan musik di Indonesia ke masyarakat luas. Dari tajuk
rencana ini menunjukkan bahwa Majalah Rolling Stone Indonesia menerapkan
syarat-syarat dan kaidah dalam memproduksi sebuah berita; berimbang (balance),
objektif, dan faktual.
Melengkapi Rubrik National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia,
Rubrik Music Biz Majalah Rolling Stone Indonesia menilai rencana penutupan
blog-blog musik dan situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di
Indonesia ini dari sisi bisnis, Majalah Rolling Stone Indonesia menganggap
130
kebijakan tersebut perlu dipertimbangkan lebih jauh karena akan memberikan
dampak negatif bagi perkembangan musik di Indonesia. Ketidaksiapan industri
musik tanah air dalam menghadapi perkembangan teknologi dinilai sebagai pokok
permasalahan yang mendorong sebagian pihak untuk mendesak penerapan
kebijakan tersebut, hal tersebut sebenarnya dapat dihindari apabila Industri musik
Indonesia mau menerapkan pola bisnis yang berbeda, yang tidak memperlakukan
karya musik sebagai komoditas. Dari isi artikelnya Rubrik Music Biz Majalah
Rolling Stone Indonesia cenderung menanggapi sikap pemerintah yang akan
menutup blog-blog musik serta situs-situs file sharing tersebut sebagai kebijakan
yang terburu-buru dan muncul karena adanya tekanan dari pihak tertentu.
Tabel 4.1
Seleksi Isu Rencana Penutupan Blog-blog Musik dan Pemblokiran Situs-situs
File Sharing terkait Pembajakan Musik di Indonesia
Rubrik National Affairs Rubrik Music Biz
Define Problems
Masalah hukum dan sosial;
aspek hukum berkaitan dengan
kebijakan pemerintah dan UU
yang digunakan dalam
menangani pembajakan musik
di Indonesia, sementara aspek
sosial terkait tuntutan dan
reaksi dari masyarakat
terhadap kebijakan tersebut.
Masalah bisnis dan sosial;
aspek bisnis terkait dengan
penurunan minat konsumen
terhadap karya musik yang
diperlakukan oleh industri
musik sebagai komoditas.
Sementara aspek sosial
berkaitan dengan tekanan
masyarakat terhadap
pemerintah untuk segera
mengeluarkan kebijakan
tentang penyebaran musik
ilegal melalui Internet.
Penerapan UU ITE yang Perlakuan industri musik
131
Diagnose Causes
memiliki kelemahan dalam
mengatasi masalah
pembajakan musik di
Indonesia.
terhadap karya musik yang
dijadikan sebagai komoditas.
Rencana penutupan blog-blog
musik serta situs-situs file
sharing yang menyebarkan
musik ilegal melalui Internet,
yang dipicu oleh desakan
Heal Our Music kepada
Kemenkominfo.
Make Moral
Judgement
Kekhawatiran akan terus
berjalannya situs-situs yang
menyediakan musik bajakan
karena kebijakan pemerintah
yang kurang tepat.
Pembajakan musik adalah
sebuah fenomena yang
memiliki dua sisi, negatif dan
positif. Penutupan blog-blog
musik dan pemblokiran situs-
situ file sharing akan
memberikan dampak yang
beragam terhadap dunia
musik tanah air.
Treatment
Recommendation
Penggunaan UU HKI sebagai
dasar hukum yang mengatur
tentang peredaran musik
digital di Internet. Dengan
begitu, penanganan masalah
pembajakan musik melalui
Internet menjadi kewajiban
kepolisian atau penyidik
pegawai negeri sipil dari
Dirjen HKI Kemenhukam.
Industri musik harus berhenti
menjadikan karya musik
sebagai komoditas, kemudian
menerapkan inovasi-inovasi
bisnis baru sebagai jalan
alternatif untuk
menyelematkan industri
musik tanah air, diantaranya
adalah dengan
mengembangkan bisnis yang
berkonsentrasi kepada
peningkatan pengalaman
konsumen.
(Sumber: Hasil Penelitian)
132
2. Penonjolan Aspek Tertentu
Bagian ini berhubungan dengan penulisan fakta. Hal ini berkaitan pula
dengan penggunaan kata, kalimat, gambar, dan citra tertentu untuk
menggambarkan realitas yang ingin ditonjolkan sebuah media kepada khalayak.
Pemilihan bahasa oleh media dapat menciptakan realitas tertentu, dari sebuah
peristiwa.
Dalam penulisan tajuk rencananya, Majalah Rolling Stone Indonesia lebih
menonjolkan aspek dari isu yang dipilih dengan menggunakan bahasa tertentu
(pilihan kata dan penggunaan istilah) yang berhubungan dengan aspek-aspek
tertentu.
Pilihan kata yang berkaitan dengan aspek hukum dalam Rubrik National
Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia adalah; ilegal, relevan dan melawan
hukum. Selain itu, Rubrik National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia juga
menggunakan beberapa istilah yang berkaitan dengan aspek hukum dalam
penulisannya; mengunduh lagu, ancaman pidana, lingkup tugas, pemegang hak
cipta, karya intelektual, lex specialis derogate lex generali, mengendurkan
semangat, era digital, desakan publik, dan maju terus.
Berbeda dengan Rubrik National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia,
Rubrik Music Biz Majalah Rolling Stone Indonesia lebih bayak memilih kata-kata
yang berkaitan dengan aspek bisnis dan teknologi, seperti; industri,
komersialisasi, fragmentasi, inovasi, transisi, komoditas, bertempur, investasi,
dan entepreneur. Begitu juga dengan penggunaan istilah, Rubrik Music Biz
Majalah Rolling Sone Indonesia memilih untuk menggunakan istilah-istilah yang
erat kaitannya dengan sisi bisnis dan teknologi, seperti; industri musik rekaman,
133
zaman keemasan, musisi independen, pembajakan lewat internet, produk gaya
hidup, bergerak lebih cerdik, solusi ajaib, pahlawan industri musik digital,
pengalaman konsumen, dan business enabler.
Tabel 4.2
Penonjolan Aspek Tertentu dari Rencana Penutupan Blog-blog Musik dan
Pemblokiran Situs-situs File Sharing terkait Pembajakan Musik di Indonesia
Rubrik National Affairs Rubrik Music Biz
a. Pilihan kata terkait bidang hukum dan
sosial
b. Pemakaian istilah terkait aspek hukum
dan sosial
a. Pilihan kata terkait bidang bisnis,
sosial dan teknologi
b. Pemakaian istilah terkait aspek
bisnis, sosial dan teknologi
(Sumber: Hasil Penelitian)
Dalam media massa, penggunaan bahasa atau rangkaian kata ikut
menentukan konstruksi realitas yang sekaligus menentukan makna yang muncul.
Oleh karena itu, penggunaan kata tertentu diupayakan agar dapat mendukung atau
memperkuat konstruksi atau frame yang terbentuk. Pilihan kata atau istilah yang
digunakan menentukan makna kedua teks tajuk, sehingga dapat menunjukkan
sikap Majalah Rolling Stone Indonesia sebagai sebuah media massa terhadap
rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs file sharing terkait pembajakan
musik di Indonesia. Dalam hal ini terlihat bahwa Majalah Rolling Stone Indonesia
pada dasarnya selalu menampilkan pemberitaan atau penilaian dari berbagai sudut
pandang.
Rubrik National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia banyak
memberikan pandangan tentang rencana penutupan blog-blog musik dan situs-
134
situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia dari sisi penegakan
hukum, sementara dalam Rubrik Music Biz Majalah Rolling Stone Indonesia
memberikan banyak pandangan dari sisi bisnis dan teknologi. Hal tersebut, sesuai
dengan fungsi pers sebagai alat didik (to educate) dan penyampai berita (to
inform). Kedua artikel opini yang terbit pada Majalah Rolling Stone Indonesia
edisi #78 itu juga memenuhi fungsi pers sebagai alat koreksi (to influence),
keduanya mengajak pembacanya untuk melakukan kontrol terhadap kebijakan
pemerintah mengenai masalah pembajakan musik di Indonesia.