bab i pendahuluan -...

33
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang, saat ini mengalami pertumbuhan di berbagai sektor salah satunya sektor ekonomi. Pertumbuhan yang terjadi pada sektor ekonomi dipengaruhi oleh pertumbuhan kawasan perkotaan khususnya kota metropolitan dan kota-kota besar. Kota metropolitan dan kota-kota besar mempunyai peran penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional sebagai sumber dan pusat pertumbuhan perekonomian. Di Indonesia pada tahun 2007 kontribusi kota metropolitan pada Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 23.2% sedangkan kota-kota besar sebesar 8.8% dan kota-kota menengah sebesar 7.6% (BKPRN, 2012). Pertumbuhan ekonomi yang terjadi berdampak pada pesatnya pertumbuhan kawasan perkotaan yang terlihat dari meningkatnya pembangunan serta urbanisasi. Pertumbuhan kota yang begitu cepat dapat menimbulkan permasalahan perkotaan baik permasalahan lingkungan maupun permasalahan sosial. Permasalahan lingkungan yang umumnya terjadi di kawasan perkotaan adalah terjadinya berbagai pencemaran, perubahan fisik lahan perkotaan dan penurunan kualitas lingkungan hidup. Indonesia merupakan negara ketiga penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia, terutama pada kawasan perkotaan yang merupakan sumber penghasil emisi gas rumah kaca tertinggi hasil dari penggunaan bahan bakar fosil untuk keperluan listrik, industri, rumah tangga, transportasi, perdagangan dan lain sebagainya. Hal tersebut membuat kawasan perkotaan sangat rentan terhadap dampak pemanasan global serta perubahan iklim (BKPRN, 2012). Selain permasalahan lingkungan, pertumbuhan kawasan perkotaan juga berakibat pada timbulnya berbagai permasalahan sosial. Permasalahan sosial yang terjadi di kawasan perkotaan adalah terjadinya peningkatan jumlah penduduk, terjadinya kesenjangan sosial, dan peningkatan jumlah pengangguran. Ketiga

Upload: truongtu

Post on 06-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara berkembang, saat ini mengalami pertumbuhan di

berbagai sektor salah satunya sektor ekonomi. Pertumbuhan yang terjadi pada

sektor ekonomi dipengaruhi oleh pertumbuhan kawasan perkotaan khususnya kota

metropolitan dan kota-kota besar. Kota metropolitan dan kota-kota besar

mempunyai peran penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional sebagai sumber

dan pusat pertumbuhan perekonomian. Di Indonesia pada tahun 2007 kontribusi

kota metropolitan pada Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 23.2%

sedangkan kota-kota besar sebesar 8.8% dan kota-kota menengah sebesar 7.6%

(BKPRN, 2012). Pertumbuhan ekonomi yang terjadi berdampak pada pesatnya

pertumbuhan kawasan perkotaan yang terlihat dari meningkatnya pembangunan

serta urbanisasi. Pertumbuhan kota yang begitu cepat dapat menimbulkan

permasalahan perkotaan baik permasalahan lingkungan maupun permasalahan

sosial.

Permasalahan lingkungan yang umumnya terjadi di kawasan perkotaan

adalah terjadinya berbagai pencemaran, perubahan fisik lahan perkotaan dan

penurunan kualitas lingkungan hidup. Indonesia merupakan negara ketiga

penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia, terutama pada kawasan

perkotaan yang merupakan sumber penghasil emisi gas rumah kaca tertinggi hasil

dari penggunaan bahan bakar fosil untuk keperluan listrik, industri, rumah tangga,

transportasi, perdagangan dan lain sebagainya. Hal tersebut membuat kawasan

perkotaan sangat rentan terhadap dampak pemanasan global serta perubahan iklim

(BKPRN, 2012).

Selain permasalahan lingkungan, pertumbuhan kawasan perkotaan juga

berakibat pada timbulnya berbagai permasalahan sosial. Permasalahan sosial yang

terjadi di kawasan perkotaan adalah terjadinya peningkatan jumlah penduduk,

terjadinya kesenjangan sosial, dan peningkatan jumlah pengangguran. Ketiga

2

permasalahan sosial di kawasan perkotaan tersebut saling berkaitan satu dengan

yang lainnya namun, dari ketiga permasalahan tersebut urbanisasi merupakan

permasalahan yang sering menjadi isu utama dalam pembangunan perkotaan.

Menurut Asian Development Bank, populasi penduduk perkotaan di kawasan Asia

pada tahun 2050 akan mencapai 64%. Hal yang sama diperkirakan akan terjadi

pada populasi penduduk perkotaan Indonesia dengan persentasi sebesar 67.5 %.

Peningkatan ini tentu saja dapat berpengaruh terhadap perkembangan dan

pembangunan kawasan perkotaan di Indonesia.

Adanya berbagai permasalahan perkotaan tersebut dan sesuai dengan

amanah dan tujuan UU No 27 tahun 2007 tentang pembangunan yang

berkelanjutan serta perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif

terhadap lingkungan, maka Pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya

untuk mencegah berbagai dampak yang akan ditimbulkan baik oleh masalah-

masalah perkotaan maupun akibat permanasan global dan perubahan iklim. Salah

satu upaya pemerintah yaitu dibentuknya Program Pengembangan Kota Hijau

(P2KH).

P2KH adalah program yang dicanangkan pemerintah melalui Kementerian

Pekerjaan Umum untuk mewujudkan kota hijau yang merupakan konsep

pengembangan perkotaan berkelanjutan yang ramah lingkungan. Terdapat 8

beberapa atribut atau komponen dalam pengembangan kota hijau (lihat gambar

1.1) yaitu, green planning and design, green community, green open space, green

waste, green water, green transportation, green energy, dan green building.

Atribut-atribut kota hijau sangat penting dimiliki oleh sebuah kota karena atribut-

atribut tersebut merupakan komponen-komponen sebuah kota hijau yang

merupakan suatu kesatuan yang saling mendukung dalam menciptakan kota hijau.

3

Gambar 1.1 Kota Hijau (info publik P2KH, 2012)

Pada tahun 2012 terdapat 60 kota/kabupaten yang berpartisipasi dalam

P2KH. Salah satu Kota yang berpartisipasi dalam program kota hijau adalah Kota

Yogyakarta. Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang

berkembangan terutama di sektor pariwisata dan pendidikan. Perkembangan Kota

Yogyakarta dapat dilihat dari meningkatnya tingkat urbanisasi dan banyaknya

pembangunan yang dilakukan baik pembangunan fisik maupun infrastruktur.

Peningkatan kepadatan penduduk yang merupakan salah satu permasalahan

perkotaan juga terjadi di kota Yogyakarta yang mengalami peningkatan kepadatan

penduduk dari 11.958 jiwa/Km2 di tahun 2010 menjadi 12.123 jiwa/Km

2 di tahun

2012 (BPS, 2010/2012) yang berdampak terhadap menurunnya kualitas

lingkungan kota Yogyakarta. Seperti kota-kota besar lainnya, Kota Yogyakarta

juga menghadapi berbagai permasalah perkotaan. Adanya berbagai permasalahan

perkotaan tersebut membuat Kota Yogyakarta ikut berpartisipasi dalam program

pengembangan kota hijau.

Adanya kota hijau sebagai konsep pengembangan kawasan perkotaan yang

ramah lingkungan serta berkelanjutan, membuat perlunya dilakukan analisis

terhadap fenomena-fenomena yang berpotensi sebagai pendukung dalam

mewujudkan kota hijau. Dibutuhkan metode serta media yang mendukung proses

analisis terhadap berbagai fenomena di Kota Yogyakarta yang memiliki potensi

4

mendukung terwujudnya kota hijau. Peta dapat digunakan sebagai media untuk

menganalisis fenomena – fenomena keruangan di Kota Yogyakarta yang

berpotensi untuk mendukung perwujudan Kota Yogyakarta sebagai kota hijau.

Peta memiliki peran penting dan strategis sebagai media penyajian

fenomena spasial atau keruangan yang juga merupakan sarana untuk memahami

potensi suatu wilayah (Handoyo, 2009). Selain memahami potensi wilayah, peta

juga dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan analisis terhadap

permasalahan keruangan yang berhubungan dengan lingkungan, ekonomi, sosial

dan budaya. Fungsi peta menurut Sukwardjono et al (1997) yaitu sebagai alat

untuk menganalisa kenampakan permukaan bumi dan juga alat yang digunakan

dalam melakukan perencanaan suatu wilayah. Dengan melakukan pemetaan

terhadap atribut-atribut kota hijau yang ada di Kota Yogyakarta, dapat dilakukan

analisis mengenai sebaran atribut kota hijau yang ada di Kota Yogyakarta.

1.2 Perumusan Masalah

Perkembangan kawasan perkotaan yang pesat dapat berdampak terhadap

timbulnya berbagai permasalahan perkotaan, baik permasalahan lingkungan

maupun permasalahan sosial. Berbagai permasalahan kota yang terjadi membuat

pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mencegah dan mengurangi berbagai

dampak yang terjadi akibat permasalahan lingkungan. Salah satu upaya yang

dilakukan pemerintah adalah dengan membentuk gerakan kota hijau melalui

Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) di berbagai kota/kabupaten di

Indonesia. Kota hijau mempunyai delapan atribut yang menjadi komponen

pembentuk sebuah kota hijau sebagai kota yang ramah lingkungan

Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota yang berpartisipasi dalam

P2KH, namun pemetaan terhadap atribut-atribut kota hijau di Kota Yogyakarta

belum banyak dilakukan sehingga sulit untuk mengetahui sebaran spasial atribut-

atribut di Kota Yogyakarta. Pemetaan terhadap sebaran atribut-atribut kota hijau

yang dilakukan sesuai dengan kaidah kartografis yang berlaku juga masih sangat

jarang dilakukan, hal tersebut dapat dilihat dari minimnya informasi spasial

5

terutama berupa peta yang menampilkan atribut-atribut kota hijau. Hal tersebut

menunjukan perlunya dibuat peta-peta yang menampilkan informasi spasial

tentang atribut-atribut kota hijau yang ada di Kota Yogyakarta. Selain itu, peta

yang akan dihasilkan dalam penelitian ini juga akan digunakan untuk

menganalisis pola sebaran atribut-atribut kota hijau. Analisis terhadap pola

persebaran atribut-atribut kota hijau dilakukan untuk mengetahui bagaimana

persebaran spasial atribut-atribut kota hijau di Kota Yogyakarta yang dapat

digunakan dalam pengembangan konsep kota hijau di Kota Yogyakarta

kedepannya.

Berdasarkan uraian rumusan masalah diatas, maka timbul pertanyaan

penelitian yaitu :

1. Bagaimana menyajikan informasi tentang atribut-atribut kota hijau di

Kota Yogyakarta dalam bentuk peta sesuai dengan kaidah kartografis

yang berlaku?

2. Bagaimana pola persebaran spasial atribut-atribut kota hijau di Kota

Yogyakarta?

Berdasarkan permasalahan yang muncul, maka penelitian ini mengambil judul:

“Pemetaan atribut-atribut kota hijau di Kota Yogyakarta”.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menyajikan informasi mengenai atribut-atribut kota hijau di Kota

Yogyakarta kedalam bentuk peta sesuai dengan kaidah kartografis.

2. Mengetahui pola sebaran spasial atribut-atribut kota hijau di Kota

Yogyakarta melalui analisis peta-peta yang dihasilkan.

1.4 Kegunaan dan Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai “Pemetaan atribut-atribut kota hijau Kota

Yogyakarta” diharapkan dapat mencapai tujuan yang diinginkan oleh peneliti

serta dapat menghasilkan informasi yang mendukung serta bermanfaat bagi

6

pengembangan Kota Yogyakarta sebagai kota hijau. Kegunaan dan manfaat

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai salah satu persyaratan dalam menuntaskan studi di Fakultas

Geografi Universitas Gadjah Mada.

2. Bermanfaat sebagai informasi pendukung bagi pemerintah Kota

Yogyakarta dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan

pengembangan kota hijau baik di Kota Yogyakarta maupun daerah

lainnya.

3. Bermanfaat bagi peneliti lainnya yang melakukan penelitian sejenis

yang berkaitan dengan pengembangan kota hijau.

4. Bermanfaat bagi pengguna peta yang membutuhkan informasi

mengenai kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan atribut kota

hijau di Kota Yogyakarta.

7

1.5 Tinjauan Pustaka

1.5.1 Kartografi

1.5.1.1 Pengertian Kartografi

Pengertian kartografi menurut Taylor (1991, dalam Handoyo, 2009)

adalah pengorganisasian, penyajian, pengkomunikasian, dan pemeliharaan geo-

informasi dalam bentuk grafis, digital, dan taktil. Pengertian lainnya menurut

International Cartographic Association (1973, dalam Sukwardjono et al 1997)

adalah seni, ilmu pengetahuan serta teknologi tentang pembuatan peta yang

mencakup studinya sebagai dokumen ilmiah dan hasil karya seni. Kartografi juga

merupakan suatu teknik dalam melakukan kegiatan memperkecil keruangan suatu

daerah yang berhubungan dengan kenampakan yang ada dipermukaan bumi

sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan komunikasi.

1.5.1.2 Proses Komunikasi Kartografis

Kartografi sebagai salah satu sistem komunikasi yang telah banyak

digunakan dari sebelum berkembangnya seni menulis. Sistem komunikasi

kartografis merupakan suatu sistem komunikasi visual yang saat ini digunakan

oleh berbagai kalangan untuk berbagai kepentingan (Sukwardjono et al, 1997).

Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam sistem komunikasi

kartografis adalah pembuat peta harus memahami mental process atau

kemampuan imaginatif pembaca peta, karena kemampuan tiap pembaca peta

berbeda-beda sehingga pembuat peta harus sangat terampil dan memahami teknik-

teknik penciptaan simbol-simbol dalam penyusunan sebuah peta (Sukwardjono et

al, 1997).

Titik awal yang terkait dengan proses komunikasi kartografi adalah data

atau informasi yang umumnya dikumpulkan oleh pihak ketiga (ahli geodesi, ahli

photogrametri, dan orang-orang statistik). Kartograf harus mempelajari informasi

yang dikumpulkan tersebut, seperti halnya dengan penyampaian informasi

sebelum mereka mampu menyajikan informasi dengan tepat dalam format peta.

Seiring peta yang dihasilkan tidak berisi setiap unsur informasi yang telah

disediakan, hal ini dikarenakan informasi tersebut telah klasifikasi atau

8

generalisasi. Pengguna atau pembaca peta akan memperoleh informasi tertentu

dari peta tersebut. Perolehan informasi dari suatu peta tidak pernah sepenuhnya

tepat atau persis dengan informasi yang asli, hal tersebut dikarenakan selama

proses komunikasi data terdapat informasi yang dihilangkan baik dengan sengaja

maupun tidak sengaja dilakukan oleh kartograf. Kartografi bertujuan untuk

menghilangkan berbagai sumber kesalahan ini dengan pemindahan data yang

benar dengan penyajian secara grafis sehingga pembaca dapat menarik

kesimpulan dengan baik (Kraak et al, 2007)

Gambar 1. 2 Diagram proses komunikasi kartografis (Muchreke, dalam Handoyo 2009).

Menurut Muchreke (1992, dalam Handoyo 2009), dalam proses

kartografis, pembuat memperoleh data realitas medan dan melakukan absraksi

kartografis untuk menghasilkan peta. Adapun penggunaan peta mengalami relasi

timbal balik dengan peta dalam proses membaca dan menganalisis peta, dan juga

mengalamu relasi timbal balik dengan realitas fisik dalam proses interpretasi peta

9

1.5.1.3 Pengertian Peta

Peta menurut International Cartographic Association (1973) adalah suatu

representasi atau gambaran unsur-unsur atau kenampakan abstrak, yang dipilih

dari permukaan bumi atau yang ada kaitannya dengan permukaan bumi atau

benda-benda angkasa, dan umumnya digambarkan pada suatu bidang datar dan

diperkecil atau diskalakan. Peta merupakan salah satu alat komunikasi yang

bersifat universal yang banyak digunakan diberbagai belahan dunia. Sebelum

berkembangnya seni menulis penggunaan peta telah banyak digunakan untuk

keperluan navigasi baik dalam berlayar maupun berburu. Seiring

perkembangannya, saat ini kegunaan peta tidak hanya sebatas sebagai alat

navigasi namun banyak digunakan untuk berbagai kepentingan oleh banyak

disiplin ilmu. Banyak ilmuan yang sepakat bahwa peta merupakan alat bantu yang

tidak dapat ditinggalkan dan sangat penting digunakan terutama dalam kegiatan

penelitian dan perencanaan yang berhubungan dengan ilmu keteknikan dan ilmu

dasar.

1.5.1.4 Fungsi Peta

Beberapa contoh yang dapat disebutkan sebagai fungsi peta menurut

Sukwardjono et.al (1997) adalah sebagai berikut :

Ada beberapa fungsi peta dalam kegiatan perencanaan antara lain :

1. Untuk memberikan informasi pokok dari aspek keruangan tentang

karakteristik suatu wilayah.

2. Sebagai alat dalam menganalisis untuk mendapatkan kesimpulan dari

permasalahan suatu wilayah

3. Sebagai alat untuk menjelaskan penemuan-penemuan dari suatu

peneliatian yang dilakukan.

4. Sebagai alat untuk menjelaskan rencana-rencana yang akan diajukan.

Selain penting digunakan dalam kegiatan perencanaan, peta juga

merupakan alat bantu yang sangat penting dalam kegiatan penelitian, beberapa

fungsi peta dalam kegiatan penelitian antara lain:

10

1. Sebagai alat bantu sebelum melakukan survei untuk mendapatkan

gambaran tentang daerah yang akan diteliti.

2. Sebagai alat yang digunakan selama penelitian, misalnya memasukan

data yang ditemukan di lapangan

3. Sebagai alat untuk melaporkan hasil penelitian yang dilakukan.

1.5.1.5 Visualisasi Peta

Visualisasi melalui peta merupakan suatu metode geografis, Philbrick

(1953, dalam Handoyo 2009) mengemukakan bahwa “bukan hanya sebuah

gambar yang bermakna seribu kata tetapi interpretasi atas suatu fenomena

bergantung pada visualisasi secara geografis melalui sebuah peta”. Hal ini

menunjukan peran visualisasi yang sangat penting dalam interpretasi sebuah peta.

Visualisasi merupakan sebuah aktivitas yang menggambarkan sebuah ide

kedalam sebuah media agar dapat dimengerti oleh orang lain. Visualisasi

kartografis sendiri menurut MacEachren (1994, dalam Handoyo 2009) adalah

visualisasi data dan informasi keruangan menggunakan peta sebagai alat utama.

Peterson (1994 dalam Handoyo) memandang visualisasi kartografis sebagai

perkembangan logis dari komunikasi kartografis. Visualisasi peta sangat

dipengaruhi oleh desain yang dimiliki oleh sebuah peta, apabila desain peta yang

dibuat sesuai dengan kaidah kartografis dan disajikan secara informatif maka

visualisasi yang ditampilkan akan memudahkan pembaca peta untuk mengerti isi

serta informasi yang terdapat dalam peta tersebut.

Pembuatan sebuah peta dilakukan dengan menggunakan persepsi visual,

imajinasi visual dan pemahaman visual yang sangat berpengaruh pada respon

pembaca atau pengguna peta. Seorang pembaca atau pengguna peta akan

merespon informasi yang terdapat dalam peta berdasarkan karakteristik visual dari

peta sesuai dengan kemampuan dan ketrampilan dalam memproses informasi

secara visual. Hubungan antara visualisasi ukuran data dapat dilihat dalam tabel

1.1

11

Tabel 1.1 Hubungan variable visual terhadap sifat ukuran data Ukuran Data

Variabel Visual

Nominal Ordinal Interval Ratio

Ukuran √ √ √

Nilai √ √

Tekstur √ √

Warna √

Orientasi √

Bentuk √

Sumber : Bertin (1983, dalam Kraak et al 2007)

Variabel visual yang ada pada tabel 1.1 tersebut digambarkan sesuai

dengan karakter tiap variable dalam memvisualisasikan sebuah simbol yang

digunakan dalam sebuah peta. Keenam variable visual tersebut dapat digambarkan

seperti pada gambar 1.3

Gambar 1.3 Variabel Visual (Bertin, 1983 dalam Carpendale)

Keterangan :

Sh : Shape (bentuk)

Si : Size (ukuran)

V : Value (nilai)

T : Teksture (teksur)

C : Color (warna)

Or : Orientation (orientasi)

12

1.5.1.6 Desain Peta

Desain peta adalah perancangan untuk menyajikan fenomena geografis

dalam komposisi secara grafis, dan merupakan intensitas disiplin ilmu kartografi

(Bos, 1982, dalam Handoyo 2009). Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam

mendesain sebuah peta yaitu :

1. Desain Peta Dasar

Peta dasar merupakan peta yang memuat berbagai macam unsur geografi

seperti grid, pola aliran, relief, jalan, batas administrasi serta nama-nama geografi.

Dalam penyusunan sebuah peta dasar diperlukan sebagai kerangka untuk

penempatan unsur-unsur ataupun obyek yang dipetakan. Unsur-unsur tersebut

tidak ditampilkan seluruhnya, namun unsur-unsur yang terkait dengan tema

pemetaan yang dilakukan saja yang ditampilkan. Peta dasar sendiri merupakan

peta yang dapat diturunkan dari peta topografi, peta dunia, dan peta dunia lainnya

dengan berbagai variasi skala yang berbeda (Sukwardjono et.al, 1997).

2. Desain Simbol

Sebagai media komunikasi grafis, peta memberikan informasi berupa

gambar atau simbol. Hal tersebut membuat peta mempunyai peran yang sangat

penting dalam sistem komunikasi kartografis. Dalam peta-peta tematik simbol

merupakan informasi utama dalam menunjukan informasi yang ada dalam sebuah

peta. Secara sederhana simbol dapat diartikan sebagai suatu gambar atau tanda

yang mempunyai makna atau arti. (Sukwardjono et.al, 1997).

Menurut bentuknya simbol dikelompokan menjadi simbol titik, simbol garis

dan simbol bidang atau area. Sedangkan menurut wujudnya, simbol dibedakan

atas simbol geometri, huruf atau angka dan simbol piktorial.. Simbol huruf pada

sebuah peta berupa huruf yang menjadi huruf awal pada kata obyek yang

dipetakan. Bentuk dan wujud simbol merupakan komponen yang penting dalam

sebuah peta, hubungan kedua komponen ini dapat dilihat pada tabel 1.2

13

Tabel 1.2 Hubungan bentuk dan wujud simbol

Simbol

Wujud

Bentuk

Piktorial

Geometri

Huruf/Angka

Titik

Taman Publik Parkir Sepeda

Perpustakaan

Umum

Taman Publik Parkir Sepeda Perpustakaan Umum

T : Taman Publik Ps : Parkir Sepeda Pu : Perpusatakaan Umum

Garis

Jalan Kereta Api

Jalur Sepeda

Jalur Kereta Api

Jalur Sepeda

Jalur Kereta

Jalur Sepeda

Area

Sumber : Green Map System, 2008

Dalam mendesain sebuah simbol peta, pembuat peta haruslah mendesain

sebuah simbol yang sederhana, mudah digambar, dan dapat mencerminkan

informasi yang ada dibalik simbol tersebut. Sedangkan bagi pengguna peta,

sebuah simbol haruslah jelas gambarnya, mudah dibaca, dan diinterpretasi baik

arti maupun nilainya.

3. Desain Layout

Layout atau tata letak peta merupakan proses dimana dilakukan penempatan

informasi-informasi tentang peta yang dibuat. Menurut Sukwardjono (1997), pada

umumnya informasi-informasi tentang sebuah peta ditempatkan dalam informasi

tepi yang mencakup berbagai informasi penting tentang sebuah peta, misalnya :

Permukiman

Sawah

Kebun

Permukiman

Sawah

Kebun

P =

Permukiman

S = Sawah

K= Kebun

14

1. Judul peta

2. Skala peta

3. Legenda

4. Gratikul (bujur dan lintang)

5. Sumber data

6. Informasi penting lainnya.

Penentuan tata letak pada suatu peta harus mempertimbangkan

perasaan pembaca peta dan juga unsur keindahan pada peta yang didesain.

Penentuan tata letak peta menentukan menarik tidaknya sebuah peta.

Komposisi atau tata letak sebuah peta yang baik adalah sebagai berikut :

Gambar 1.4 Layout Peta (Sukwardjono et al. 1997)

Keterangan :

1. Judul peta tematik 5. Inset

2. Skala angka dan grafis 6. Pembuat peta

3. Orientas 7. Sumber Data

4. Legenda

1

2

4

3

6

5

15

1.5.2 Kota Hijau

1.5.2.1 Pengertian Kota Hijau

Kota hijau merupakan sebuah konsep yang belakangan ini mulai di

terapkan di berbagai kota di Indonesia. Penggunaan konsep kota hijau sendiri

merupakan konsep pengembangan kota yang disepakati pada pertemuan PBB

dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Sedunia dengan tema "Green cities

: Plan for the planet" di tahun 2005, yang dihadiri oleh 100 gubernur dan walikota

dari berbagai negara yang diadakan di San Fransisco, Amerika Serikat. Deklarasi

konsep kota hijau untuk pembangunan serta pengembangan perkotaan merupakan

salah satu upaya yang dilakukan dalam menghadapi tantangan terhadap

permasalahan pemanasan global dan perubahan iklim yang terjadi saat ini.

Beberapa pengertian kota hijau yaitu :

1. Kota hijau merupakan suatu konsep pengembangan perkotaan yang tidak

hanya mengedepankan pembangunan ruang terbuka hijau (RTH), namun juga

konsep pengembangan kota yang menciptakan sebuah kota yang sehat,

ekologis dan ramah lingkungan (Ernawi, 2012 dalam BKPRN, 2012).

2. Menurut DeKay dan McClean dari Green Vision Studio College of

Architecture and Design University of Tennessee, konsep kota hijau adalah

konsep yang mencakup banyak hal mengenai perubahan dari ide-ide yang

telah ada menjadi inovasi-inovasi baru yang mewujudkan kota yang

berkelanjutan dan ramah terhadap lingkungan.

3. Konsep kota hijau adalah sebuah kota yang memiliki rencana nol emisi, bebas

timbunan sampah serta mempromosikan berbagai jenis energi terbarukan serta

membangun serta memperbaiki kota terutama lingkungan kota dan

menumbuhkan pusat kota paska industri (Lehmann 2012, dalam Sholekah

2012).

16

Gambar 1.5 Contoh Kota Dengan Konsep Kota Hijau, Vancouver, Canada. (Greenest City 2020

Action Plan, Vancouver.)

1.5.2.2 Atribut Kota Hijau

Atribut kota hijau merupakan elemen-elemen yang harus dimiliki oleh

sebuah kota yang ramah lingkungan. Dalam pengembangan kota hijau terdapat 8

atribut yang harus dimiliki oleh sebuah kota hijau. Kedelapan atribut ini

merupakan sebuah formulasi untuk mewujudkan pembangunan kota yang

berorientasi terhadap pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, pelestarian ekologi,

serta keadilan sosial. Kedelapan atribut kota hijau adalah:

1. Green Planning and Design

Atribut pertama kota hijau yaitu green planning and design atau

perencanaan dan perancangan kota. Atribut perencanaan dan perancangan kota

hijau merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas rencana tata ruang dan

rancangan kota yang lebih sensitif terhadap lingkungan serta mitigasi terhadap

perubahan iklim. Masterplan sebuah kota merupakan keluaran dari green

planning and design.

2. Green Open Space

Pembangunan ruang terbuka hijau merupakan salah satu indikator penting

dalam pengembangan kota hijau, yaitu untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas

ruang terbuka hijau (RTH) sesuai dengan karakteristik kabupaten/kota dengan

target 30% dari luas kota. Peningkatan ruang terbuka hijau ini dibutuhkan untuk

membuat daerah perkotaan menjadi lingkungan yang lebih nyaman untuk

17

ditinggali. Pengertian ruang terbuka hijau sendiri adalah area memanjang/jalur

dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat

tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam

(UU No 26, Tahun 2007).

Gambar 1.6 Contoh Ruang Terbuka Hijau yang digunakan sebagai berkumpulnya warga kota

(Green Space, 2004)

Beberapa fungsi dasar RTH secara umum adalah sebagai berikut :

a. Fungsi bio-ekologis

b. Fungsi sosial, ekonomi serta budaya

c. Fungsi estetis RTH

Berikut ini merupakan tipologi RTH di perkotaan :

Gambar 1.7 Tipologi Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan (Dokumen P2KH, 2012)

18

3. Green Community

Green community atau komunitas hijau merupakan kelompok masyarakat

yang melakukan berbagai aksi serta kegiatan untuk menciptakan keberlangsungan

lingkungan sekitar secara ekologis dengan membantu menjaga kelestarian sumber

daya, mencegah polusi, dan melindungi serta meningkatkan proses ekologi alami

(Maynes, 2008). Komunitas-komunitas hijau mempunyai peran yang sangat

penting dalam pengembangan kota hijau. Keterlibatan masyarakat dalam

pengembangan kota hijau sangat penting karena masyarakat sebagai penghuni

kawasan perkotaan juga mempunyai tanggung jawab dalam menjaga

keberlangsungan lingkungan perkotaan yang tiap saat semakin menurun akibat

pembangunan di kawasan perkotaan.

4. Green Waste

Green waste adalah bagian vegetatif dari aliran limbah yang timbul dari

berbagai sumber baik limbah domestik maupun limbah komersil serta limbah

yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan di kawasan perkotaan (EPA, 2009).

Pengertian lainnya tentang green waste menurut United Nation (2011) yaitu suatu

metode pengolahan sampah yang mengacuh pada pengolahan sampah yang

dilakukan dengan tidak menggunakan energi yang dapat merusak lingkungan, dan

lebih mengutamakan pencegahan terhadap produksi sampah serta limbah buangan

baik dari sektor rumah tangga maupun industri. Salah satu konsep pengolahan

sampah yang saat ini banyak digunakan adalah konsep 3R yaitu reduce

(mengurangi), reuse (menggunakan kembali) dan recyle (mengdaur ulang).

5. Green Transportation

Green transporatation atau transportasi yang ramah lingkungan

didefenisikan sebagai jenis transportasi berkelanjutan yang merupakan salah satu

pendukung upaya melestarikan lingkungan dan mengurangi berbagai berbagai

dampak akibat pemanasan global

19

Gambar 1.8 Jalur sepeda dan rambu-rambu untuk pesepeda di Kota Vancouver, Canada (Greenest

City 2020 Action Plan, Vancouver.)

Transportasi berkelanjutan merupakan transportasi yang tidak

menimbulkan dampak yang membahayakan kesehatan masyarakat atau ekosistem

dan dapat memenuhi kebutuhan mobilitas masyarakat, terutama masayarakat di

kawasan perkotaan secara konsisten dengan memperhatikan : (a) penggunaan

sumberdaya energi yang terbarukan pada tingkat yang lebih rendah dari tingkat

regenerasinya, dan (b) penggunaan sumber daya yang tidak terbarukan pada

tingkat yang lebih rendah dari tingkat pengembangan sumberdaya alternatif yang

terbarukan (Organization for Economic Co-Operation and Development, 1994

dalam Gusnita 2010).

Menurut Widiantono (2008), bentuk-bentuk moda transportasi yang ramah

lingkungan antara lain :

a. Pedestrian

b. Sepeda

c. Sepeda listrik

d. Kendaraan berbahan bakar alternatif.

6. Green Water

Menurut Ernawi (dalam Buletin Tata Ruang, 2012), green water sebagai

atribut kota hijau merupakan upaya dalam peningkatan kualitas air dengan

menerapkan konsep ekodrainase dan zero runoff. Selain itu, hal yang penting

20

dalam penerapan konsep green water adalah pengolahan sumberdaaya air dan

efisiensi penggunaan air.

Gambar 1.9 Green water (UNEP Report, 2011)

Pada gambar 1.9 menerangkan bahwa green water mengacu pada air hujan

yang tersimpan di dalam tanah atau pada vegetasi, yang tidak dapat dialihkan

kepenggunaan yang berbeda sedangkan blue water adalah permukaan dan air

tanah, yang dapat disimpan dan dialihkan untuk tujuan tertentu Berdasarkan

gambar diatas, kebutuhan air di perkotaan dan sektor industri hanya sebesar 0.1 %

yang bersumber dari sungai, danau, lahan basah, dan air tanah. Kebutuhan air

bersih di berbagai daerah di Indonesia umumnya didominasi oleh sektor pertanian,

namun seiring berkembangnya sektor industri serta kawasan perumahan, air

bersih lebih banyak dikonsumsi oleh kedua sektor tersebut. Hal tersebut

menyebabkan sering terjadi krisis air bersih di musim kemarau. Sebagai salah satu

atribut kota hijau, ada 3 indikator penting dalam pengembangan konsep Green

water, yaitu kualitas, kuantitas, serta kontinuitas (Kementrian Pekerjaan Umum,

2011).

7. Green Energy

Pengertian green energy menurut Ernawi (2012, dalam Buletin Tata Ruang,

2012) adalah pemanfaatan sumberdaya energi secara efisien, berkelanjutan serta

ramah lingkungan.

21

Gambar 1.10 Sistem Penyediaan dan Kebutuhan Energi (batan.go.id)

Kebutuhan energi dalam negeri sampai saat ini masih bersumber pada

sumber energi minyak bumi. Minyak bumi sebagai sumber utama energi di

Indonesia, tidak hanya digunakan untuk berbagai keperluan dalam negeri tetapi

juga diekspor keluar negeri sebagai penghasil penerimaan dan devisa negara, hal

tersebut tentu saja membuat ketersediaan sumber energi di Indonesia akan

semakin berkurang dimasa mendatang. baik terhadap limbah dari penggunaan

energi untuk berbagai keperluan tersebut. Trend kebutuhan energi dalam

Indonesia Energy Outlook (2010) menunjukan kebutuhan akan energi di massa

mendatangan akan didominasi oleh sector industri, transportasi serta rumah

tangga. Kawasan perkotaan sebagai konsumen energi terbesar merupakan

kawasan yang juga rentan terhadap dampak konsumsi energi secara berlebihan.

8. Green Building

Green building sendiri dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai

bangunan hijau, namun pengertian sebenarnya merupakan sebuah konsep

perencanaan pembangunan terhadap suatu bangunan yang ramah terhadap

lingkungan (BKPRN, 2012).

Konsep bangunan hijau merupakan pembangunan yang memperhatikan

beberapa aspek yaitu :

a. Uji AMDAL

b. Efisiensi Struktur Bangunan

c. Efisiensi Energi

22

Gambar 1.11 Rumah dengan roof garden dan green wall (makassarberkebun.org)

Selain aspek-aspek tersebut, penerapan aspek hjau pada sebuah bangunan

juga sangat penting dilakukan, seperti menerapkan komposisi 60:40 antara

bangunan dan lahan hijau, penerapan roof garden (taman pada atap) dan green

wall (dinding hijau)

Ada empat manfaat penerapan konsep bangunan hijau (BKPRN 2012) yaitu :

a. Bangunan yang dibangun dapat digunakan dalam jangka waktu yang panjang

dengan perawatan minimal.

b. Efisiensi energi dapat meminimalkan pengeluaran.

c. Mendapatkan kehidupan yang lebih sehat.

d. Ikut berperan dalam kepedulian terhadap lingkungan.

23

1.6 Penelitian Sebelumnya

Penelitian tentang pengembangan kawasan perkotaan dengan konsep kota

hijau telah dilakukan di berbagai kota-kota besar di negara-negara maju, namun

penelitian tentang pengembangan kawasan perkotaan khususnya konsep

pengembangan kota hijau yang dilakukan di kota-kota besar di Indonesia saat ini

belum banyak dilakukan karena penerapan konsep pengembangan kota tersebut

merupakan hal baru dalam pengembangan kawasan perkotaan di Indonesia.

Penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan kota hijau yaitu

penelitian yang dilakukan Banda Miratu Sholekha (2012), Yohanes Dicky

Ekaputra yang dilakukan bersama Margareth Maria Sudarwani (2013) dan

Bakhtiar Arif Mujianto (2013).

Sholekha mengkaji tentang penerapan konsep kota hijau pada tiga kota yaitu,

Freinburg (Jerman) Curitibi (Brazil) dan Malmo (Swedia). Tujuan dari penelitian

yang dilakukan Sholekha yaitu mendeskripsikan konsep perencanaan pada ketiga

kota yang dikaji dan melakukan perbandingan terhadap ketiga kota tersebut.

Persamaan dalam penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis

hanya terletak pada objek yang dikaji yaitu kota hijau, sedangkan perbedaan

penelitian dengan penelitian yang dilakukan yaitu pada tujuan, metode dan hasil

penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Sholekha bertujuan untuk

mendeskripsikan konsep perencanaan pada ketiga kota yang dikaji dan melakukan

perbandingan terhadap ketiga kota tersebut dengan menggunakan metode

penelitian content analysis. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sholekha yaitu

deskripsi konsep green city planning pada kota-kota yang menjadi kajian pada

penelitian yang dilakukan yaitu, (Jerman) Curitibi (Brazil) dan Malmo (Swedia).

Penelitian lainnya yang mengakaji tentang kota hijau yaitu penelitian yang

dilakukan oleh Ekaputra dan Sudarwani pada tahun 2013 dengan judul “Implikasi

Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) Terhadap Pemenuhan Luasan Ruang

Terbuka Hijau (RTH) Perkotaan” yang dilakukan di kota Semarang. Penelitian ini

bertujuan untuk mengkaji seberapa besar pencapaian program pengembangan kota

hijau yang dirintis oleh pemerintah dalam memenuhi luasan RTH di Kota

24

Semarang. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu

pada objek kajian yaitu mengenai kota hijau, namun penelitian yang dilakukan

Ekaputra dan Sudarwani hanya menganalisis salah satu atribut kota hijau.

Perbedaan penelitian yang dilakukan peneliti dengan penelitian yang dilakukan

oleh Ekaputra dan Sudarwani yaitu pada tujuan peneliitian, metode yang

digunakan, dan hasil penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian yang

dilakukan oleh Ekaputra dan Sudarwani yaitu metode rasionalistrik. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Ekaputra dan Sudarwani yaitu analisis terhadap

luasan Ruang Terbukan Hijau (RTH) serta analisis implikasi P2KH terhadap

luasan RTH

Bakhtiar Arif Mujianto (2013) melakukan pemetaan ruang publik di Kota

Yogyakarta dengan menggunakan Citra Quickbird yang disajikan dalam bentuk

webgis. Mujianto melakukan integrasi antara teknik penginderaan jauh dalam

perolehan data dan sistem informasi geografis dalam pengolahan data. Persamaan

penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah objek

yang diteliti. Objek penelitian Mujianto yaitu ruang publik, yang dalam terdiri

dari beberapa tipe yang beberapa diantaranya merupakan indikator yang

digunakan dalam melakukan pemetaan atribut-atribut kota hijau. Perbedaan

penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan penelitian yang dilakukan

Mujianto yaitu terletak pada sumber data, tujuan penelitian dan metode yang

digunakan. Sumber data yang digunakan Mujianto yaitu Citra Quickbird, dan

tujuan dari penelitian ini yaitu memetakan ruang publik yang ada di Kota

Yogyakarta, sedangkan metode yang digunakan yaitu interpretasi citra , klasifikasi

data, pembuatan sistem basisdata dan pembuatan sistem informasi.

Nurwinda Latifah H (2013) melakukan pemetaan tentang sebaran penyakit

menular yaitu Penyakit BDB, TB Paru+, Diare, dan Pneumonia yang ada di Kota

Semarang. Persamaan penelitian yang dilakukan peneliti dengan penelitian yang

dilakukan oleh Latifah, yaitu terletak pada cara penggambaran peta dengan

menggunakan data sekunder yang dilakukan sesuai dengan kaidah kartografis

dengan memperhatikan karakteristik data yang digunakan. Perbedaann penelitian

yang dilakukan peneliti dengan penelitian Latifah terletak pada sumber data serta

25

objek yang dikaji. Perbandingan penelitian yang dilakukan peneliti dengan

penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dapat dilihat pada tabel 1.3.

26

NO NAMA PENELITI JUDUL PENELITIAN TUJUAN PENELITIAN OBJEK DAN METODE PENELITIAN HASIL PENELITIAN

1 Banda Miratu

Sholekha (2012)

Keragaman Penerapan

konsep Green City Planning

dalam Upaya Menciptakan

Keberlanjutan Lingkungan

Kota, Studi Kasus:

Freinburg (Jerman) Curitibi

(Brazil) dan Malmo

(Swedia).

Mendeskripsikan konsep green city

planning serta membandingkan

penerapan konsep green city

planning pada beberapa kota yang

dijadikan objek dalam penelitian.

Objek kajian dalam penelitian ini yaitu

kota Freiburg (Jerman), Curitiba (Brazil),

dan Malmo (Swedia). Metode yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu

metode Content Analysis yaitu metode

penelitian yang digunakan untuk membuat

suatu kesimpulan dari objek penelitian

yang dilakukan.

Deskripsi konsep green city

planning secara umum,

maupun pada kota-kota yang

menjadi kajian penelitian.

Persamaan serta

perbandingan penerapan

konsep green city planning

pada kota-kota yang menjadi

objek kajian

2 Yohanes Dicky

Ekaputra, Margareth

Maria Sudarwani

(2013)

Implikasi Program

Pengembangan Kota Hijau

(P2KH) Terhadap

Pemenuhan Luasan Ruang

Terbuka Hijau (RTH)

Perkotaan.

Melakukan analisis implikasi P2KH

terhadap pemenuhan luasan ruang

terbuka hijau perkotaan.

Mengkaji seberapa besar capaian

sasaran dan manfaat yang diperoleh

dari pelaksaaan kegiatan Program

Pengembangan Kota Hijau (P2KH)

dalam menambah besaran luasan

Ruang Terbuka Hijau (RTH) di

Kawasan Perkotaan

Objek dalam penelitian ini adalah ruang

terbuka hijau perkotaan. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah

metode rasionalistik.

Hasil penelitian ini adalah

analisis terhadap luasan RTH

perkotaan.

TABEL 1.3 PERBANDINGAN PENELITIAN-PENELITIAN YANG DILAKUKAN SEBELUMNYA

27

NO NAMA PENELITI JUDUL PENELITIAN TUJUAN PENELITIAN OBJEK DAN METODE PENELITIAN HASIL PENELITIAN

3 Bakhtiar Arif

Mujianto (2013)

Penyusunan Sistem

Informasi Geografis Ruang

Publik Berbasis WEBGIS

Memanfaatkan

Penginderaan Jauh dan

Sistem Informasi Geografis

di Kota Yogyakarta

Memetakan ruang publik di Kota

Yogyakarta berdasarkan Citra

Qucikbird dan menyusun sistem

informasi publik Kota Yogyakarta

berbasis webgis.

Objek dalam penelitian ini adalah ruang

publik. Penelitian ini merupakan integrasi

antara teknik penginderaan jauh dalam

perolehan data dan sistem informasi

geografis dalam pengolahan data.

Hasil penelitian ini adalah

Sistem Informasi Geografis

Ruang Publik berbasis

webgis Kota Yogyakarta

4 Nurwinda Latifah H

(2013)

Pemetaan Data Penyakit

Menular di Kota Semarang

(Studi Kasus : Penyakit

BDB, TB Paru+, Diare,

dan Pneumonia)

Menyajikan data penyakit menular

yang terjadi di Kota Semarang

tahun 2006-2010 dalam bentuk

peta, mengetahui pola distribusi

penyakit menular di Kota Semarang

tahun 2006 2010, dan mengetahui

tingkat kerentanan penyakit

menular di Kota Semarang.

Objek dalam penelitian ini yaitu Penyakit-

penyakit mnukar, yaitu penyakit BDB, TB

Paru+, Diare, dan Pneumonia

Hasil penelitian ini yaitu Peta

Tingkat Kejadian Penyakit

Menular di Kota Semarang,

Peta Tingkat Kondisi

Lingkungan di Kota

Semarang, dan Peta

Kerentanan Penyakit

Menular di Kota Semarang.

5 Jamilah Ulfayanti

Siladja (2013)

Pemetaan Atribut-Atribut

Kota Hijau di Kota

Yogyakarta

Memperoleh dan menyajikan data

sebaran atribut kota hijau di Kota

Yogyakarta.

Objek dalam penelitian ini yaitu atribut-

atribut kota hijau yang ada di Kota

Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan

dengan menggunakan berbagai data primer

maupun data sekunder yang mendukung

Hasil yang diperoleh dari

penelitian ini yaitu Peta

atribut-atribut kota hijau dan

analisis pola persebaran

atribut-atribut kota hjau di

28

pembuatan peta atribut-atribut kota hijau.

Metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah metode tumpang susun

(overlay) untuk memperoleh informasi

spasial atribut-atribut kota hijau dan

metode nearest-neighbour analysist untuk

menganalisis pola persebaran atribut-

atribut kota hijau.

Kota Yogyakarta.

Lanjutan Tabel 1.3

29

1.7 Kerangka Pemikiran

Pembangunan yang dilakukan di kawasan perkotaan merupakan dampak dari

pertumbuhan ekonomi yang ada, seperti halnya kota-kota besar di Indonesia lainnya,

berbagai pembangunan juga terjadi di Kota Yogyakarta. Kota Yogyakarta sebagai kota

pelajar dan salah satu tujuan wisata di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat,

terutama pembangunan fasilitas pendukung sektor wisata seperti hotel dan pusat

perbelanjaaan. Perkembangan kota yang pesat tentu akan berdampak pada timbulnya

permasalahan perkotaan. Permasalahan perkotaan yang terjadi akibat pesatnya

pembangunan berpengaruh terhadap kondisi lingkungan maupun sosial kawasan

perkotaan.

Permasalahan sosial yang sering terjadi di kawasan perkotaan adalah

meningkatnya jumlah penduduk, penggangguran serta terjadinya kesenjangan sosial,

sedangkan permasalahan lingkungan yang terjadi di kawasan perkotaan adalah

penurunan kualitas lingkungan hidup yang umumnya terjadi akibat pencemaran yang

terjadi di kawasan perkotaan. Selain permasalahan lingkungan yang timbul akibat

pembangunan, dampak pemanasan global juga berpengaruh pada lingkungan kawasan

perkotaan. Kawasan perkotaan sebagai pusat berbagai kegiatan perekonomian menjadi

penyumbang terbesar emisi gas serta polusi tertinggi. Tingginya polusi yang terjadi di

kawasan perkotaan salah satunya disebabkan oleh tingginya jumlah kendaraan bermotor

yang menjadi sumber polusi baik polusi udara maupun polusi suara. Selain kendaraan

bermotor, industri juga merupakan salah satu penyebab terjadinya polusi di kawasan

pekotaan

Permasalahan kota yang terjadi akibat faktor lingkungan yaitu, akibat dari

pembangunan di kawasan perkotaan yang merusak lingkungan seperti, pembangunan

berbagai gedung yang dibangun tanpa memperhatikan pembangunan terhadap

lingkungan sekitar. Selain permasalahan lingkungan yang ditimbulkan akibat

pembangunan, permasalahan perkotaan lainnya yaitu adanya dampak pemanasan global

yang sangat berpengaruh pada kawasan perkotaan. Kawasan perkotaan sebagai pusat

berbagai kegiatan perekonomian menjadi penyumbang terbesar emisi gas serta polusi

tertinggi. Tingginya polusi yang terjadi di kawasan perkotaan salah satunya disebabkan

oleh tingginya jumlah kendaraan bermotor yang menjadi sumber polusi baik polusi

30

udara maupun polusi suara. Selain kendaraan bermotor, industri juga merupakan salah

satu penyebab terjadinya polusi di kawasan pekotaan.

Berbagai permasalahan perkotaan tersebut merupakan hal yang terjadi apabila

pembangunan sebuah kawasan perkotaan tidak dilakukan dengan perencanaan yang

baik dan memperhatikan faktor keberlangsungan lingkungan Salah satu konsep yang

saat ini banyak digunakan dalam pembangunan kawasan perkotaan di berbagai kota di

dunia adalah konsep pengembangan kota hijau, yang merupakan konsep pembangunan

kota yang ramah lingkungan serta berkelanjutan. Pembangunan kawasan perkotaan

dengan konsep kota hijau ini mempunyai delapan atribut yaitu green planning and

design, green community, green openspace, green waste, green water, green

transportation, green energy, dan green building. Atribut-atribut tersebut menjadi unsur

penting dalam terciptanya sebuah kota hijau atau kota yang ramah lingkungan.

Peta sebagai salah satu media untuk menampilkan infomasi spasial, dapat

digunakan untuk menampilkan informasi-infomasi atribut-atribut kota hijau. Selain

sebagai media untuk menampilkan informasi spasial, peta juga dapat digunakan untuk

menganalisis berbagai permasalahan perkotaan dapat digunakan untuk menganalisis

potensi Kota Yogyakarta untuk berkembang sebagai kota yang ramah lingkungan serta

berkelanjutan.

Penelitian ini dilakukan untuk memetakan sebaran atribut-atribut kota hijau yang

ada di Kota Yogykarta dengan sumber data berupa data primer dan sekunder yang

menampilkan sebaran atribut-atribut kota hjau yang ada di Kota Yogyakarta. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penggambaran peta dalam penelitian

ini yaitu penggambaran peta secara grafis sesuai dengan kaidah kartografis dengan

memperhatikan karakteristik data yang dimiliki yaitu tipe data, ukuran data, sifat data,

variabel visual, bentuk variabel, dan persepsi visual. Selain itu, untuk analisis peta

dilakukan dengan menggunakan metode analisis pola spasial tetangga terdekat

(nearest-neighbour analysis) untuk menganalisis pola sebaran spasial atribut-atribut

kota hijau yang ada di Kota Yogyakarta.

Pertumbuhan ekonomi sangat berpengaruh dalam pengembangan

kawasan perkotaan, beberapa dampak dari pertumbuhan ekonomi pada

perkotaan adalah:

- Pembangunan yang semakin pesat

- Peningkatan jumlah penduduk

- Peningkatan taraf hidup penduduk perkotaan

31

Gambar 1.12 Kerangka Pemikiran Penelitian

1.8 Batasan Istilah Operasional

1. Kartografi adalah seni, ilmu pengetahuan serta teknologi tentang pembuatan

peta yang mencakup studinya sebagai dokumen ilmiah dan hasil karya seni.

(ICA, 1973)

Pertumbuhan kawasan perkotaan tidak terlepas dari

timbulnya berbagai permasalahan perkotaan yang

berdampak terhadap lingkungan maupun sosial.

Permasalahan lingkungan kawasan perkotaan :

- Penurunan kualitas lingkungan hidup

- Terjadinya perubahan fisik lahan

- Terjadinya berbagai pencemaran

Permasalahan sosial kawasan perkotaan :

- Peningkatan jumlah penduduk

- Peningkatan jumlah pengangguran

- Terjadi kesenjangan sosial

Permasalahan perkotaan dapat diatasi dengan konsep

pengembangan perkotaan yang bersifat berkelanjutan, salah satu

konsep yang dapat digunakan yaitu konsep kota hijau

Atrbut kota hijau :

- Green Planning & Design

- Green Open Space

- Green community

- Green Transportation

- Green water

- Green waste

- Green Energy

- Green Building

Data Sekunder Data Primer

Desain Peta dan Simbol Secara Kartografis

Peta sebaran atribut - atribut kota hijau

Analisis Pola Persebaran Spasial Atribu-Atribut

Kota Hijau

32

2. Peta adalah suatu representatsi atau gambaran unsur-unsur atau kenampakan

abstrak, yang dipilih dari permukaan bumi atau yang ada kaitannya dengan

permukaan bumi atau benda-benda angkasa, dan umumnya dogambarkan

pada suatu bidang datar dan diperkecil atau diskalakan (ICA, 1973)

3. Peta Komunitas Hijau merupakan peta yang dibuat oleh komunitas hijau

dengan menampilkan sumber-sumber daya lingkungan maupun aktivitas

masyarakat yang terkait dengan delapan atribut-atribut kota hijau

(infodepokhijau.blogspot.com).

4. Kota Hijau adalah Kota hijau merupakan suatu konsep pengembangan

perkotaan yang tidak hanya mengedepankan pembangunan ruang terbuka

hijau (RTH), namun juga konsep pengembangan kota yang menciptakan

sebuah kota yang sehat, ekologis dan ramah lingkungan (Ernawi, 2012

dalam BKPRN, 2012).

5. Atribut kota hijau adalah syarat-syarat serta kelengkapan ideal yang dimiliki

oleh sebuah kota yang ramah lingkungan serta berkelanjutan (Kementrian

PU 2012).

6. Green planning and design merupakan suatu upaya untuk meningkatkan

kualitas rencana tata ruang dan rancangan kota yang lebih sensitif terhadap

lingkungan serta mitigasi terhadap perubahan iklim. (Ernawi, 2012 dalam

BKPRN, 2012).

7. Green open space adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok,

yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik

yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (UU No 26,

Tahun 2007).

8. Green community merupakan kelompok masyarakat melakukan berbagai

aksi serta kegiatan untuk menciptakan keberlangsungan lingkungan sekitar

secara ekologis dengan membantu menjaga kelestarian sumber daya,

mencegah polusi, dan melindungi serta meningkatkan proses ekologi alami

(Maynes, 2008).

9. Green waste adalah bagian vegetatif dari aliran limbah yang timbul dari

berbagai sumber baik limbah domestic maupun limbah komersil serta

33

limbah yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan di kawasan perkotaan (EPA,

2009)

10. Green transportation adalah sistem transportasi berkelanjutan merupakan

transportasi yang tidak menimbulkan dampak yang membahayakan

kesehatan masyarakat atau ekosistem dan dapat memenuhi kebutuhan

mobilitas masyarakat, terutama masayarakat di kawasan perkotaan secara

konsisten (Organization for Economic Co-Operation and Development

(1994, dalam Gusnita 2010)).

11. Green water adalah pengolahan sumberdaaya air dan efisiensi penggunaan

air (Kementrian PU, 2012).

12. Green energy adalah pemanfaatan sumberdaya energi secara efisien.

berkelanjutan serta ramah lingkungan (Kementrian PU, 2012)

13. Green building adalah konsep perencanaan pembangunan terhadap suatu

bangunan yang ramah terhadap lingkungan (BKPRN, 2012).