bab i pendahuluan -...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara berkembang, saat ini mengalami pertumbuhan di
berbagai sektor salah satunya sektor ekonomi. Pertumbuhan yang terjadi pada
sektor ekonomi dipengaruhi oleh pertumbuhan kawasan perkotaan khususnya kota
metropolitan dan kota-kota besar. Kota metropolitan dan kota-kota besar
mempunyai peran penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional sebagai sumber
dan pusat pertumbuhan perekonomian. Di Indonesia pada tahun 2007 kontribusi
kota metropolitan pada Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 23.2%
sedangkan kota-kota besar sebesar 8.8% dan kota-kota menengah sebesar 7.6%
(BKPRN, 2012). Pertumbuhan ekonomi yang terjadi berdampak pada pesatnya
pertumbuhan kawasan perkotaan yang terlihat dari meningkatnya pembangunan
serta urbanisasi. Pertumbuhan kota yang begitu cepat dapat menimbulkan
permasalahan perkotaan baik permasalahan lingkungan maupun permasalahan
sosial.
Permasalahan lingkungan yang umumnya terjadi di kawasan perkotaan
adalah terjadinya berbagai pencemaran, perubahan fisik lahan perkotaan dan
penurunan kualitas lingkungan hidup. Indonesia merupakan negara ketiga
penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia, terutama pada kawasan
perkotaan yang merupakan sumber penghasil emisi gas rumah kaca tertinggi hasil
dari penggunaan bahan bakar fosil untuk keperluan listrik, industri, rumah tangga,
transportasi, perdagangan dan lain sebagainya. Hal tersebut membuat kawasan
perkotaan sangat rentan terhadap dampak pemanasan global serta perubahan iklim
(BKPRN, 2012).
Selain permasalahan lingkungan, pertumbuhan kawasan perkotaan juga
berakibat pada timbulnya berbagai permasalahan sosial. Permasalahan sosial yang
terjadi di kawasan perkotaan adalah terjadinya peningkatan jumlah penduduk,
terjadinya kesenjangan sosial, dan peningkatan jumlah pengangguran. Ketiga
2
permasalahan sosial di kawasan perkotaan tersebut saling berkaitan satu dengan
yang lainnya namun, dari ketiga permasalahan tersebut urbanisasi merupakan
permasalahan yang sering menjadi isu utama dalam pembangunan perkotaan.
Menurut Asian Development Bank, populasi penduduk perkotaan di kawasan Asia
pada tahun 2050 akan mencapai 64%. Hal yang sama diperkirakan akan terjadi
pada populasi penduduk perkotaan Indonesia dengan persentasi sebesar 67.5 %.
Peningkatan ini tentu saja dapat berpengaruh terhadap perkembangan dan
pembangunan kawasan perkotaan di Indonesia.
Adanya berbagai permasalahan perkotaan tersebut dan sesuai dengan
amanah dan tujuan UU No 27 tahun 2007 tentang pembangunan yang
berkelanjutan serta perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif
terhadap lingkungan, maka Pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya
untuk mencegah berbagai dampak yang akan ditimbulkan baik oleh masalah-
masalah perkotaan maupun akibat permanasan global dan perubahan iklim. Salah
satu upaya pemerintah yaitu dibentuknya Program Pengembangan Kota Hijau
(P2KH).
P2KH adalah program yang dicanangkan pemerintah melalui Kementerian
Pekerjaan Umum untuk mewujudkan kota hijau yang merupakan konsep
pengembangan perkotaan berkelanjutan yang ramah lingkungan. Terdapat 8
beberapa atribut atau komponen dalam pengembangan kota hijau (lihat gambar
1.1) yaitu, green planning and design, green community, green open space, green
waste, green water, green transportation, green energy, dan green building.
Atribut-atribut kota hijau sangat penting dimiliki oleh sebuah kota karena atribut-
atribut tersebut merupakan komponen-komponen sebuah kota hijau yang
merupakan suatu kesatuan yang saling mendukung dalam menciptakan kota hijau.
3
Gambar 1.1 Kota Hijau (info publik P2KH, 2012)
Pada tahun 2012 terdapat 60 kota/kabupaten yang berpartisipasi dalam
P2KH. Salah satu Kota yang berpartisipasi dalam program kota hijau adalah Kota
Yogyakarta. Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang
berkembangan terutama di sektor pariwisata dan pendidikan. Perkembangan Kota
Yogyakarta dapat dilihat dari meningkatnya tingkat urbanisasi dan banyaknya
pembangunan yang dilakukan baik pembangunan fisik maupun infrastruktur.
Peningkatan kepadatan penduduk yang merupakan salah satu permasalahan
perkotaan juga terjadi di kota Yogyakarta yang mengalami peningkatan kepadatan
penduduk dari 11.958 jiwa/Km2 di tahun 2010 menjadi 12.123 jiwa/Km
2 di tahun
2012 (BPS, 2010/2012) yang berdampak terhadap menurunnya kualitas
lingkungan kota Yogyakarta. Seperti kota-kota besar lainnya, Kota Yogyakarta
juga menghadapi berbagai permasalah perkotaan. Adanya berbagai permasalahan
perkotaan tersebut membuat Kota Yogyakarta ikut berpartisipasi dalam program
pengembangan kota hijau.
Adanya kota hijau sebagai konsep pengembangan kawasan perkotaan yang
ramah lingkungan serta berkelanjutan, membuat perlunya dilakukan analisis
terhadap fenomena-fenomena yang berpotensi sebagai pendukung dalam
mewujudkan kota hijau. Dibutuhkan metode serta media yang mendukung proses
analisis terhadap berbagai fenomena di Kota Yogyakarta yang memiliki potensi
4
mendukung terwujudnya kota hijau. Peta dapat digunakan sebagai media untuk
menganalisis fenomena – fenomena keruangan di Kota Yogyakarta yang
berpotensi untuk mendukung perwujudan Kota Yogyakarta sebagai kota hijau.
Peta memiliki peran penting dan strategis sebagai media penyajian
fenomena spasial atau keruangan yang juga merupakan sarana untuk memahami
potensi suatu wilayah (Handoyo, 2009). Selain memahami potensi wilayah, peta
juga dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan analisis terhadap
permasalahan keruangan yang berhubungan dengan lingkungan, ekonomi, sosial
dan budaya. Fungsi peta menurut Sukwardjono et al (1997) yaitu sebagai alat
untuk menganalisa kenampakan permukaan bumi dan juga alat yang digunakan
dalam melakukan perencanaan suatu wilayah. Dengan melakukan pemetaan
terhadap atribut-atribut kota hijau yang ada di Kota Yogyakarta, dapat dilakukan
analisis mengenai sebaran atribut kota hijau yang ada di Kota Yogyakarta.
1.2 Perumusan Masalah
Perkembangan kawasan perkotaan yang pesat dapat berdampak terhadap
timbulnya berbagai permasalahan perkotaan, baik permasalahan lingkungan
maupun permasalahan sosial. Berbagai permasalahan kota yang terjadi membuat
pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mencegah dan mengurangi berbagai
dampak yang terjadi akibat permasalahan lingkungan. Salah satu upaya yang
dilakukan pemerintah adalah dengan membentuk gerakan kota hijau melalui
Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) di berbagai kota/kabupaten di
Indonesia. Kota hijau mempunyai delapan atribut yang menjadi komponen
pembentuk sebuah kota hijau sebagai kota yang ramah lingkungan
Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota yang berpartisipasi dalam
P2KH, namun pemetaan terhadap atribut-atribut kota hijau di Kota Yogyakarta
belum banyak dilakukan sehingga sulit untuk mengetahui sebaran spasial atribut-
atribut di Kota Yogyakarta. Pemetaan terhadap sebaran atribut-atribut kota hijau
yang dilakukan sesuai dengan kaidah kartografis yang berlaku juga masih sangat
jarang dilakukan, hal tersebut dapat dilihat dari minimnya informasi spasial
5
terutama berupa peta yang menampilkan atribut-atribut kota hijau. Hal tersebut
menunjukan perlunya dibuat peta-peta yang menampilkan informasi spasial
tentang atribut-atribut kota hijau yang ada di Kota Yogyakarta. Selain itu, peta
yang akan dihasilkan dalam penelitian ini juga akan digunakan untuk
menganalisis pola sebaran atribut-atribut kota hijau. Analisis terhadap pola
persebaran atribut-atribut kota hijau dilakukan untuk mengetahui bagaimana
persebaran spasial atribut-atribut kota hijau di Kota Yogyakarta yang dapat
digunakan dalam pengembangan konsep kota hijau di Kota Yogyakarta
kedepannya.
Berdasarkan uraian rumusan masalah diatas, maka timbul pertanyaan
penelitian yaitu :
1. Bagaimana menyajikan informasi tentang atribut-atribut kota hijau di
Kota Yogyakarta dalam bentuk peta sesuai dengan kaidah kartografis
yang berlaku?
2. Bagaimana pola persebaran spasial atribut-atribut kota hijau di Kota
Yogyakarta?
Berdasarkan permasalahan yang muncul, maka penelitian ini mengambil judul:
“Pemetaan atribut-atribut kota hijau di Kota Yogyakarta”.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Menyajikan informasi mengenai atribut-atribut kota hijau di Kota
Yogyakarta kedalam bentuk peta sesuai dengan kaidah kartografis.
2. Mengetahui pola sebaran spasial atribut-atribut kota hijau di Kota
Yogyakarta melalui analisis peta-peta yang dihasilkan.
1.4 Kegunaan dan Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai “Pemetaan atribut-atribut kota hijau Kota
Yogyakarta” diharapkan dapat mencapai tujuan yang diinginkan oleh peneliti
serta dapat menghasilkan informasi yang mendukung serta bermanfaat bagi
6
pengembangan Kota Yogyakarta sebagai kota hijau. Kegunaan dan manfaat
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai salah satu persyaratan dalam menuntaskan studi di Fakultas
Geografi Universitas Gadjah Mada.
2. Bermanfaat sebagai informasi pendukung bagi pemerintah Kota
Yogyakarta dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
pengembangan kota hijau baik di Kota Yogyakarta maupun daerah
lainnya.
3. Bermanfaat bagi peneliti lainnya yang melakukan penelitian sejenis
yang berkaitan dengan pengembangan kota hijau.
4. Bermanfaat bagi pengguna peta yang membutuhkan informasi
mengenai kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan atribut kota
hijau di Kota Yogyakarta.
7
1.5 Tinjauan Pustaka
1.5.1 Kartografi
1.5.1.1 Pengertian Kartografi
Pengertian kartografi menurut Taylor (1991, dalam Handoyo, 2009)
adalah pengorganisasian, penyajian, pengkomunikasian, dan pemeliharaan geo-
informasi dalam bentuk grafis, digital, dan taktil. Pengertian lainnya menurut
International Cartographic Association (1973, dalam Sukwardjono et al 1997)
adalah seni, ilmu pengetahuan serta teknologi tentang pembuatan peta yang
mencakup studinya sebagai dokumen ilmiah dan hasil karya seni. Kartografi juga
merupakan suatu teknik dalam melakukan kegiatan memperkecil keruangan suatu
daerah yang berhubungan dengan kenampakan yang ada dipermukaan bumi
sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan komunikasi.
1.5.1.2 Proses Komunikasi Kartografis
Kartografi sebagai salah satu sistem komunikasi yang telah banyak
digunakan dari sebelum berkembangnya seni menulis. Sistem komunikasi
kartografis merupakan suatu sistem komunikasi visual yang saat ini digunakan
oleh berbagai kalangan untuk berbagai kepentingan (Sukwardjono et al, 1997).
Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam sistem komunikasi
kartografis adalah pembuat peta harus memahami mental process atau
kemampuan imaginatif pembaca peta, karena kemampuan tiap pembaca peta
berbeda-beda sehingga pembuat peta harus sangat terampil dan memahami teknik-
teknik penciptaan simbol-simbol dalam penyusunan sebuah peta (Sukwardjono et
al, 1997).
Titik awal yang terkait dengan proses komunikasi kartografi adalah data
atau informasi yang umumnya dikumpulkan oleh pihak ketiga (ahli geodesi, ahli
photogrametri, dan orang-orang statistik). Kartograf harus mempelajari informasi
yang dikumpulkan tersebut, seperti halnya dengan penyampaian informasi
sebelum mereka mampu menyajikan informasi dengan tepat dalam format peta.
Seiring peta yang dihasilkan tidak berisi setiap unsur informasi yang telah
disediakan, hal ini dikarenakan informasi tersebut telah klasifikasi atau
8
generalisasi. Pengguna atau pembaca peta akan memperoleh informasi tertentu
dari peta tersebut. Perolehan informasi dari suatu peta tidak pernah sepenuhnya
tepat atau persis dengan informasi yang asli, hal tersebut dikarenakan selama
proses komunikasi data terdapat informasi yang dihilangkan baik dengan sengaja
maupun tidak sengaja dilakukan oleh kartograf. Kartografi bertujuan untuk
menghilangkan berbagai sumber kesalahan ini dengan pemindahan data yang
benar dengan penyajian secara grafis sehingga pembaca dapat menarik
kesimpulan dengan baik (Kraak et al, 2007)
Gambar 1. 2 Diagram proses komunikasi kartografis (Muchreke, dalam Handoyo 2009).
Menurut Muchreke (1992, dalam Handoyo 2009), dalam proses
kartografis, pembuat memperoleh data realitas medan dan melakukan absraksi
kartografis untuk menghasilkan peta. Adapun penggunaan peta mengalami relasi
timbal balik dengan peta dalam proses membaca dan menganalisis peta, dan juga
mengalamu relasi timbal balik dengan realitas fisik dalam proses interpretasi peta
9
1.5.1.3 Pengertian Peta
Peta menurut International Cartographic Association (1973) adalah suatu
representasi atau gambaran unsur-unsur atau kenampakan abstrak, yang dipilih
dari permukaan bumi atau yang ada kaitannya dengan permukaan bumi atau
benda-benda angkasa, dan umumnya digambarkan pada suatu bidang datar dan
diperkecil atau diskalakan. Peta merupakan salah satu alat komunikasi yang
bersifat universal yang banyak digunakan diberbagai belahan dunia. Sebelum
berkembangnya seni menulis penggunaan peta telah banyak digunakan untuk
keperluan navigasi baik dalam berlayar maupun berburu. Seiring
perkembangannya, saat ini kegunaan peta tidak hanya sebatas sebagai alat
navigasi namun banyak digunakan untuk berbagai kepentingan oleh banyak
disiplin ilmu. Banyak ilmuan yang sepakat bahwa peta merupakan alat bantu yang
tidak dapat ditinggalkan dan sangat penting digunakan terutama dalam kegiatan
penelitian dan perencanaan yang berhubungan dengan ilmu keteknikan dan ilmu
dasar.
1.5.1.4 Fungsi Peta
Beberapa contoh yang dapat disebutkan sebagai fungsi peta menurut
Sukwardjono et.al (1997) adalah sebagai berikut :
Ada beberapa fungsi peta dalam kegiatan perencanaan antara lain :
1. Untuk memberikan informasi pokok dari aspek keruangan tentang
karakteristik suatu wilayah.
2. Sebagai alat dalam menganalisis untuk mendapatkan kesimpulan dari
permasalahan suatu wilayah
3. Sebagai alat untuk menjelaskan penemuan-penemuan dari suatu
peneliatian yang dilakukan.
4. Sebagai alat untuk menjelaskan rencana-rencana yang akan diajukan.
Selain penting digunakan dalam kegiatan perencanaan, peta juga
merupakan alat bantu yang sangat penting dalam kegiatan penelitian, beberapa
fungsi peta dalam kegiatan penelitian antara lain:
10
1. Sebagai alat bantu sebelum melakukan survei untuk mendapatkan
gambaran tentang daerah yang akan diteliti.
2. Sebagai alat yang digunakan selama penelitian, misalnya memasukan
data yang ditemukan di lapangan
3. Sebagai alat untuk melaporkan hasil penelitian yang dilakukan.
1.5.1.5 Visualisasi Peta
Visualisasi melalui peta merupakan suatu metode geografis, Philbrick
(1953, dalam Handoyo 2009) mengemukakan bahwa “bukan hanya sebuah
gambar yang bermakna seribu kata tetapi interpretasi atas suatu fenomena
bergantung pada visualisasi secara geografis melalui sebuah peta”. Hal ini
menunjukan peran visualisasi yang sangat penting dalam interpretasi sebuah peta.
Visualisasi merupakan sebuah aktivitas yang menggambarkan sebuah ide
kedalam sebuah media agar dapat dimengerti oleh orang lain. Visualisasi
kartografis sendiri menurut MacEachren (1994, dalam Handoyo 2009) adalah
visualisasi data dan informasi keruangan menggunakan peta sebagai alat utama.
Peterson (1994 dalam Handoyo) memandang visualisasi kartografis sebagai
perkembangan logis dari komunikasi kartografis. Visualisasi peta sangat
dipengaruhi oleh desain yang dimiliki oleh sebuah peta, apabila desain peta yang
dibuat sesuai dengan kaidah kartografis dan disajikan secara informatif maka
visualisasi yang ditampilkan akan memudahkan pembaca peta untuk mengerti isi
serta informasi yang terdapat dalam peta tersebut.
Pembuatan sebuah peta dilakukan dengan menggunakan persepsi visual,
imajinasi visual dan pemahaman visual yang sangat berpengaruh pada respon
pembaca atau pengguna peta. Seorang pembaca atau pengguna peta akan
merespon informasi yang terdapat dalam peta berdasarkan karakteristik visual dari
peta sesuai dengan kemampuan dan ketrampilan dalam memproses informasi
secara visual. Hubungan antara visualisasi ukuran data dapat dilihat dalam tabel
1.1
11
Tabel 1.1 Hubungan variable visual terhadap sifat ukuran data Ukuran Data
Variabel Visual
Nominal Ordinal Interval Ratio
Ukuran √ √ √
Nilai √ √
Tekstur √ √
Warna √
Orientasi √
Bentuk √
Sumber : Bertin (1983, dalam Kraak et al 2007)
Variabel visual yang ada pada tabel 1.1 tersebut digambarkan sesuai
dengan karakter tiap variable dalam memvisualisasikan sebuah simbol yang
digunakan dalam sebuah peta. Keenam variable visual tersebut dapat digambarkan
seperti pada gambar 1.3
Gambar 1.3 Variabel Visual (Bertin, 1983 dalam Carpendale)
Keterangan :
Sh : Shape (bentuk)
Si : Size (ukuran)
V : Value (nilai)
T : Teksture (teksur)
C : Color (warna)
Or : Orientation (orientasi)
12
1.5.1.6 Desain Peta
Desain peta adalah perancangan untuk menyajikan fenomena geografis
dalam komposisi secara grafis, dan merupakan intensitas disiplin ilmu kartografi
(Bos, 1982, dalam Handoyo 2009). Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam
mendesain sebuah peta yaitu :
1. Desain Peta Dasar
Peta dasar merupakan peta yang memuat berbagai macam unsur geografi
seperti grid, pola aliran, relief, jalan, batas administrasi serta nama-nama geografi.
Dalam penyusunan sebuah peta dasar diperlukan sebagai kerangka untuk
penempatan unsur-unsur ataupun obyek yang dipetakan. Unsur-unsur tersebut
tidak ditampilkan seluruhnya, namun unsur-unsur yang terkait dengan tema
pemetaan yang dilakukan saja yang ditampilkan. Peta dasar sendiri merupakan
peta yang dapat diturunkan dari peta topografi, peta dunia, dan peta dunia lainnya
dengan berbagai variasi skala yang berbeda (Sukwardjono et.al, 1997).
2. Desain Simbol
Sebagai media komunikasi grafis, peta memberikan informasi berupa
gambar atau simbol. Hal tersebut membuat peta mempunyai peran yang sangat
penting dalam sistem komunikasi kartografis. Dalam peta-peta tematik simbol
merupakan informasi utama dalam menunjukan informasi yang ada dalam sebuah
peta. Secara sederhana simbol dapat diartikan sebagai suatu gambar atau tanda
yang mempunyai makna atau arti. (Sukwardjono et.al, 1997).
Menurut bentuknya simbol dikelompokan menjadi simbol titik, simbol garis
dan simbol bidang atau area. Sedangkan menurut wujudnya, simbol dibedakan
atas simbol geometri, huruf atau angka dan simbol piktorial.. Simbol huruf pada
sebuah peta berupa huruf yang menjadi huruf awal pada kata obyek yang
dipetakan. Bentuk dan wujud simbol merupakan komponen yang penting dalam
sebuah peta, hubungan kedua komponen ini dapat dilihat pada tabel 1.2
13
Tabel 1.2 Hubungan bentuk dan wujud simbol
Simbol
Wujud
Bentuk
Piktorial
Geometri
Huruf/Angka
Titik
Taman Publik Parkir Sepeda
Perpustakaan
Umum
Taman Publik Parkir Sepeda Perpustakaan Umum
T : Taman Publik Ps : Parkir Sepeda Pu : Perpusatakaan Umum
Garis
Jalan Kereta Api
Jalur Sepeda
Jalur Kereta Api
Jalur Sepeda
Jalur Kereta
Jalur Sepeda
Area
Sumber : Green Map System, 2008
Dalam mendesain sebuah simbol peta, pembuat peta haruslah mendesain
sebuah simbol yang sederhana, mudah digambar, dan dapat mencerminkan
informasi yang ada dibalik simbol tersebut. Sedangkan bagi pengguna peta,
sebuah simbol haruslah jelas gambarnya, mudah dibaca, dan diinterpretasi baik
arti maupun nilainya.
3. Desain Layout
Layout atau tata letak peta merupakan proses dimana dilakukan penempatan
informasi-informasi tentang peta yang dibuat. Menurut Sukwardjono (1997), pada
umumnya informasi-informasi tentang sebuah peta ditempatkan dalam informasi
tepi yang mencakup berbagai informasi penting tentang sebuah peta, misalnya :
Permukiman
Sawah
Kebun
Permukiman
Sawah
Kebun
P =
Permukiman
S = Sawah
K= Kebun
14
1. Judul peta
2. Skala peta
3. Legenda
4. Gratikul (bujur dan lintang)
5. Sumber data
6. Informasi penting lainnya.
Penentuan tata letak pada suatu peta harus mempertimbangkan
perasaan pembaca peta dan juga unsur keindahan pada peta yang didesain.
Penentuan tata letak peta menentukan menarik tidaknya sebuah peta.
Komposisi atau tata letak sebuah peta yang baik adalah sebagai berikut :
Gambar 1.4 Layout Peta (Sukwardjono et al. 1997)
Keterangan :
1. Judul peta tematik 5. Inset
2. Skala angka dan grafis 6. Pembuat peta
3. Orientas 7. Sumber Data
4. Legenda
1
2
4
3
6
5
15
1.5.2 Kota Hijau
1.5.2.1 Pengertian Kota Hijau
Kota hijau merupakan sebuah konsep yang belakangan ini mulai di
terapkan di berbagai kota di Indonesia. Penggunaan konsep kota hijau sendiri
merupakan konsep pengembangan kota yang disepakati pada pertemuan PBB
dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Sedunia dengan tema "Green cities
: Plan for the planet" di tahun 2005, yang dihadiri oleh 100 gubernur dan walikota
dari berbagai negara yang diadakan di San Fransisco, Amerika Serikat. Deklarasi
konsep kota hijau untuk pembangunan serta pengembangan perkotaan merupakan
salah satu upaya yang dilakukan dalam menghadapi tantangan terhadap
permasalahan pemanasan global dan perubahan iklim yang terjadi saat ini.
Beberapa pengertian kota hijau yaitu :
1. Kota hijau merupakan suatu konsep pengembangan perkotaan yang tidak
hanya mengedepankan pembangunan ruang terbuka hijau (RTH), namun juga
konsep pengembangan kota yang menciptakan sebuah kota yang sehat,
ekologis dan ramah lingkungan (Ernawi, 2012 dalam BKPRN, 2012).
2. Menurut DeKay dan McClean dari Green Vision Studio College of
Architecture and Design University of Tennessee, konsep kota hijau adalah
konsep yang mencakup banyak hal mengenai perubahan dari ide-ide yang
telah ada menjadi inovasi-inovasi baru yang mewujudkan kota yang
berkelanjutan dan ramah terhadap lingkungan.
3. Konsep kota hijau adalah sebuah kota yang memiliki rencana nol emisi, bebas
timbunan sampah serta mempromosikan berbagai jenis energi terbarukan serta
membangun serta memperbaiki kota terutama lingkungan kota dan
menumbuhkan pusat kota paska industri (Lehmann 2012, dalam Sholekah
2012).
16
Gambar 1.5 Contoh Kota Dengan Konsep Kota Hijau, Vancouver, Canada. (Greenest City 2020
Action Plan, Vancouver.)
1.5.2.2 Atribut Kota Hijau
Atribut kota hijau merupakan elemen-elemen yang harus dimiliki oleh
sebuah kota yang ramah lingkungan. Dalam pengembangan kota hijau terdapat 8
atribut yang harus dimiliki oleh sebuah kota hijau. Kedelapan atribut ini
merupakan sebuah formulasi untuk mewujudkan pembangunan kota yang
berorientasi terhadap pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, pelestarian ekologi,
serta keadilan sosial. Kedelapan atribut kota hijau adalah:
1. Green Planning and Design
Atribut pertama kota hijau yaitu green planning and design atau
perencanaan dan perancangan kota. Atribut perencanaan dan perancangan kota
hijau merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas rencana tata ruang dan
rancangan kota yang lebih sensitif terhadap lingkungan serta mitigasi terhadap
perubahan iklim. Masterplan sebuah kota merupakan keluaran dari green
planning and design.
2. Green Open Space
Pembangunan ruang terbuka hijau merupakan salah satu indikator penting
dalam pengembangan kota hijau, yaitu untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas
ruang terbuka hijau (RTH) sesuai dengan karakteristik kabupaten/kota dengan
target 30% dari luas kota. Peningkatan ruang terbuka hijau ini dibutuhkan untuk
membuat daerah perkotaan menjadi lingkungan yang lebih nyaman untuk
17
ditinggali. Pengertian ruang terbuka hijau sendiri adalah area memanjang/jalur
dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat
tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam
(UU No 26, Tahun 2007).
Gambar 1.6 Contoh Ruang Terbuka Hijau yang digunakan sebagai berkumpulnya warga kota
(Green Space, 2004)
Beberapa fungsi dasar RTH secara umum adalah sebagai berikut :
a. Fungsi bio-ekologis
b. Fungsi sosial, ekonomi serta budaya
c. Fungsi estetis RTH
Berikut ini merupakan tipologi RTH di perkotaan :
Gambar 1.7 Tipologi Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan (Dokumen P2KH, 2012)
18
3. Green Community
Green community atau komunitas hijau merupakan kelompok masyarakat
yang melakukan berbagai aksi serta kegiatan untuk menciptakan keberlangsungan
lingkungan sekitar secara ekologis dengan membantu menjaga kelestarian sumber
daya, mencegah polusi, dan melindungi serta meningkatkan proses ekologi alami
(Maynes, 2008). Komunitas-komunitas hijau mempunyai peran yang sangat
penting dalam pengembangan kota hijau. Keterlibatan masyarakat dalam
pengembangan kota hijau sangat penting karena masyarakat sebagai penghuni
kawasan perkotaan juga mempunyai tanggung jawab dalam menjaga
keberlangsungan lingkungan perkotaan yang tiap saat semakin menurun akibat
pembangunan di kawasan perkotaan.
4. Green Waste
Green waste adalah bagian vegetatif dari aliran limbah yang timbul dari
berbagai sumber baik limbah domestik maupun limbah komersil serta limbah
yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan di kawasan perkotaan (EPA, 2009).
Pengertian lainnya tentang green waste menurut United Nation (2011) yaitu suatu
metode pengolahan sampah yang mengacuh pada pengolahan sampah yang
dilakukan dengan tidak menggunakan energi yang dapat merusak lingkungan, dan
lebih mengutamakan pencegahan terhadap produksi sampah serta limbah buangan
baik dari sektor rumah tangga maupun industri. Salah satu konsep pengolahan
sampah yang saat ini banyak digunakan adalah konsep 3R yaitu reduce
(mengurangi), reuse (menggunakan kembali) dan recyle (mengdaur ulang).
5. Green Transportation
Green transporatation atau transportasi yang ramah lingkungan
didefenisikan sebagai jenis transportasi berkelanjutan yang merupakan salah satu
pendukung upaya melestarikan lingkungan dan mengurangi berbagai berbagai
dampak akibat pemanasan global
19
Gambar 1.8 Jalur sepeda dan rambu-rambu untuk pesepeda di Kota Vancouver, Canada (Greenest
City 2020 Action Plan, Vancouver.)
Transportasi berkelanjutan merupakan transportasi yang tidak
menimbulkan dampak yang membahayakan kesehatan masyarakat atau ekosistem
dan dapat memenuhi kebutuhan mobilitas masyarakat, terutama masayarakat di
kawasan perkotaan secara konsisten dengan memperhatikan : (a) penggunaan
sumberdaya energi yang terbarukan pada tingkat yang lebih rendah dari tingkat
regenerasinya, dan (b) penggunaan sumber daya yang tidak terbarukan pada
tingkat yang lebih rendah dari tingkat pengembangan sumberdaya alternatif yang
terbarukan (Organization for Economic Co-Operation and Development, 1994
dalam Gusnita 2010).
Menurut Widiantono (2008), bentuk-bentuk moda transportasi yang ramah
lingkungan antara lain :
a. Pedestrian
b. Sepeda
c. Sepeda listrik
d. Kendaraan berbahan bakar alternatif.
6. Green Water
Menurut Ernawi (dalam Buletin Tata Ruang, 2012), green water sebagai
atribut kota hijau merupakan upaya dalam peningkatan kualitas air dengan
menerapkan konsep ekodrainase dan zero runoff. Selain itu, hal yang penting
20
dalam penerapan konsep green water adalah pengolahan sumberdaaya air dan
efisiensi penggunaan air.
Gambar 1.9 Green water (UNEP Report, 2011)
Pada gambar 1.9 menerangkan bahwa green water mengacu pada air hujan
yang tersimpan di dalam tanah atau pada vegetasi, yang tidak dapat dialihkan
kepenggunaan yang berbeda sedangkan blue water adalah permukaan dan air
tanah, yang dapat disimpan dan dialihkan untuk tujuan tertentu Berdasarkan
gambar diatas, kebutuhan air di perkotaan dan sektor industri hanya sebesar 0.1 %
yang bersumber dari sungai, danau, lahan basah, dan air tanah. Kebutuhan air
bersih di berbagai daerah di Indonesia umumnya didominasi oleh sektor pertanian,
namun seiring berkembangnya sektor industri serta kawasan perumahan, air
bersih lebih banyak dikonsumsi oleh kedua sektor tersebut. Hal tersebut
menyebabkan sering terjadi krisis air bersih di musim kemarau. Sebagai salah satu
atribut kota hijau, ada 3 indikator penting dalam pengembangan konsep Green
water, yaitu kualitas, kuantitas, serta kontinuitas (Kementrian Pekerjaan Umum,
2011).
7. Green Energy
Pengertian green energy menurut Ernawi (2012, dalam Buletin Tata Ruang,
2012) adalah pemanfaatan sumberdaya energi secara efisien, berkelanjutan serta
ramah lingkungan.
21
Gambar 1.10 Sistem Penyediaan dan Kebutuhan Energi (batan.go.id)
Kebutuhan energi dalam negeri sampai saat ini masih bersumber pada
sumber energi minyak bumi. Minyak bumi sebagai sumber utama energi di
Indonesia, tidak hanya digunakan untuk berbagai keperluan dalam negeri tetapi
juga diekspor keluar negeri sebagai penghasil penerimaan dan devisa negara, hal
tersebut tentu saja membuat ketersediaan sumber energi di Indonesia akan
semakin berkurang dimasa mendatang. baik terhadap limbah dari penggunaan
energi untuk berbagai keperluan tersebut. Trend kebutuhan energi dalam
Indonesia Energy Outlook (2010) menunjukan kebutuhan akan energi di massa
mendatangan akan didominasi oleh sector industri, transportasi serta rumah
tangga. Kawasan perkotaan sebagai konsumen energi terbesar merupakan
kawasan yang juga rentan terhadap dampak konsumsi energi secara berlebihan.
8. Green Building
Green building sendiri dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai
bangunan hijau, namun pengertian sebenarnya merupakan sebuah konsep
perencanaan pembangunan terhadap suatu bangunan yang ramah terhadap
lingkungan (BKPRN, 2012).
Konsep bangunan hijau merupakan pembangunan yang memperhatikan
beberapa aspek yaitu :
a. Uji AMDAL
b. Efisiensi Struktur Bangunan
c. Efisiensi Energi
22
Gambar 1.11 Rumah dengan roof garden dan green wall (makassarberkebun.org)
Selain aspek-aspek tersebut, penerapan aspek hjau pada sebuah bangunan
juga sangat penting dilakukan, seperti menerapkan komposisi 60:40 antara
bangunan dan lahan hijau, penerapan roof garden (taman pada atap) dan green
wall (dinding hijau)
Ada empat manfaat penerapan konsep bangunan hijau (BKPRN 2012) yaitu :
a. Bangunan yang dibangun dapat digunakan dalam jangka waktu yang panjang
dengan perawatan minimal.
b. Efisiensi energi dapat meminimalkan pengeluaran.
c. Mendapatkan kehidupan yang lebih sehat.
d. Ikut berperan dalam kepedulian terhadap lingkungan.
23
1.6 Penelitian Sebelumnya
Penelitian tentang pengembangan kawasan perkotaan dengan konsep kota
hijau telah dilakukan di berbagai kota-kota besar di negara-negara maju, namun
penelitian tentang pengembangan kawasan perkotaan khususnya konsep
pengembangan kota hijau yang dilakukan di kota-kota besar di Indonesia saat ini
belum banyak dilakukan karena penerapan konsep pengembangan kota tersebut
merupakan hal baru dalam pengembangan kawasan perkotaan di Indonesia.
Penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan kota hijau yaitu
penelitian yang dilakukan Banda Miratu Sholekha (2012), Yohanes Dicky
Ekaputra yang dilakukan bersama Margareth Maria Sudarwani (2013) dan
Bakhtiar Arif Mujianto (2013).
Sholekha mengkaji tentang penerapan konsep kota hijau pada tiga kota yaitu,
Freinburg (Jerman) Curitibi (Brazil) dan Malmo (Swedia). Tujuan dari penelitian
yang dilakukan Sholekha yaitu mendeskripsikan konsep perencanaan pada ketiga
kota yang dikaji dan melakukan perbandingan terhadap ketiga kota tersebut.
Persamaan dalam penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis
hanya terletak pada objek yang dikaji yaitu kota hijau, sedangkan perbedaan
penelitian dengan penelitian yang dilakukan yaitu pada tujuan, metode dan hasil
penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Sholekha bertujuan untuk
mendeskripsikan konsep perencanaan pada ketiga kota yang dikaji dan melakukan
perbandingan terhadap ketiga kota tersebut dengan menggunakan metode
penelitian content analysis. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sholekha yaitu
deskripsi konsep green city planning pada kota-kota yang menjadi kajian pada
penelitian yang dilakukan yaitu, (Jerman) Curitibi (Brazil) dan Malmo (Swedia).
Penelitian lainnya yang mengakaji tentang kota hijau yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Ekaputra dan Sudarwani pada tahun 2013 dengan judul “Implikasi
Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) Terhadap Pemenuhan Luasan Ruang
Terbuka Hijau (RTH) Perkotaan” yang dilakukan di kota Semarang. Penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji seberapa besar pencapaian program pengembangan kota
hijau yang dirintis oleh pemerintah dalam memenuhi luasan RTH di Kota
24
Semarang. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu
pada objek kajian yaitu mengenai kota hijau, namun penelitian yang dilakukan
Ekaputra dan Sudarwani hanya menganalisis salah satu atribut kota hijau.
Perbedaan penelitian yang dilakukan peneliti dengan penelitian yang dilakukan
oleh Ekaputra dan Sudarwani yaitu pada tujuan peneliitian, metode yang
digunakan, dan hasil penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian yang
dilakukan oleh Ekaputra dan Sudarwani yaitu metode rasionalistrik. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Ekaputra dan Sudarwani yaitu analisis terhadap
luasan Ruang Terbukan Hijau (RTH) serta analisis implikasi P2KH terhadap
luasan RTH
Bakhtiar Arif Mujianto (2013) melakukan pemetaan ruang publik di Kota
Yogyakarta dengan menggunakan Citra Quickbird yang disajikan dalam bentuk
webgis. Mujianto melakukan integrasi antara teknik penginderaan jauh dalam
perolehan data dan sistem informasi geografis dalam pengolahan data. Persamaan
penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah objek
yang diteliti. Objek penelitian Mujianto yaitu ruang publik, yang dalam terdiri
dari beberapa tipe yang beberapa diantaranya merupakan indikator yang
digunakan dalam melakukan pemetaan atribut-atribut kota hijau. Perbedaan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan penelitian yang dilakukan
Mujianto yaitu terletak pada sumber data, tujuan penelitian dan metode yang
digunakan. Sumber data yang digunakan Mujianto yaitu Citra Quickbird, dan
tujuan dari penelitian ini yaitu memetakan ruang publik yang ada di Kota
Yogyakarta, sedangkan metode yang digunakan yaitu interpretasi citra , klasifikasi
data, pembuatan sistem basisdata dan pembuatan sistem informasi.
Nurwinda Latifah H (2013) melakukan pemetaan tentang sebaran penyakit
menular yaitu Penyakit BDB, TB Paru+, Diare, dan Pneumonia yang ada di Kota
Semarang. Persamaan penelitian yang dilakukan peneliti dengan penelitian yang
dilakukan oleh Latifah, yaitu terletak pada cara penggambaran peta dengan
menggunakan data sekunder yang dilakukan sesuai dengan kaidah kartografis
dengan memperhatikan karakteristik data yang digunakan. Perbedaann penelitian
yang dilakukan peneliti dengan penelitian Latifah terletak pada sumber data serta
25
objek yang dikaji. Perbandingan penelitian yang dilakukan peneliti dengan
penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dapat dilihat pada tabel 1.3.
26
NO NAMA PENELITI JUDUL PENELITIAN TUJUAN PENELITIAN OBJEK DAN METODE PENELITIAN HASIL PENELITIAN
1 Banda Miratu
Sholekha (2012)
Keragaman Penerapan
konsep Green City Planning
dalam Upaya Menciptakan
Keberlanjutan Lingkungan
Kota, Studi Kasus:
Freinburg (Jerman) Curitibi
(Brazil) dan Malmo
(Swedia).
Mendeskripsikan konsep green city
planning serta membandingkan
penerapan konsep green city
planning pada beberapa kota yang
dijadikan objek dalam penelitian.
Objek kajian dalam penelitian ini yaitu
kota Freiburg (Jerman), Curitiba (Brazil),
dan Malmo (Swedia). Metode yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu
metode Content Analysis yaitu metode
penelitian yang digunakan untuk membuat
suatu kesimpulan dari objek penelitian
yang dilakukan.
Deskripsi konsep green city
planning secara umum,
maupun pada kota-kota yang
menjadi kajian penelitian.
Persamaan serta
perbandingan penerapan
konsep green city planning
pada kota-kota yang menjadi
objek kajian
2 Yohanes Dicky
Ekaputra, Margareth
Maria Sudarwani
(2013)
Implikasi Program
Pengembangan Kota Hijau
(P2KH) Terhadap
Pemenuhan Luasan Ruang
Terbuka Hijau (RTH)
Perkotaan.
Melakukan analisis implikasi P2KH
terhadap pemenuhan luasan ruang
terbuka hijau perkotaan.
Mengkaji seberapa besar capaian
sasaran dan manfaat yang diperoleh
dari pelaksaaan kegiatan Program
Pengembangan Kota Hijau (P2KH)
dalam menambah besaran luasan
Ruang Terbuka Hijau (RTH) di
Kawasan Perkotaan
Objek dalam penelitian ini adalah ruang
terbuka hijau perkotaan. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
metode rasionalistik.
Hasil penelitian ini adalah
analisis terhadap luasan RTH
perkotaan.
TABEL 1.3 PERBANDINGAN PENELITIAN-PENELITIAN YANG DILAKUKAN SEBELUMNYA
27
NO NAMA PENELITI JUDUL PENELITIAN TUJUAN PENELITIAN OBJEK DAN METODE PENELITIAN HASIL PENELITIAN
3 Bakhtiar Arif
Mujianto (2013)
Penyusunan Sistem
Informasi Geografis Ruang
Publik Berbasis WEBGIS
Memanfaatkan
Penginderaan Jauh dan
Sistem Informasi Geografis
di Kota Yogyakarta
Memetakan ruang publik di Kota
Yogyakarta berdasarkan Citra
Qucikbird dan menyusun sistem
informasi publik Kota Yogyakarta
berbasis webgis.
Objek dalam penelitian ini adalah ruang
publik. Penelitian ini merupakan integrasi
antara teknik penginderaan jauh dalam
perolehan data dan sistem informasi
geografis dalam pengolahan data.
Hasil penelitian ini adalah
Sistem Informasi Geografis
Ruang Publik berbasis
webgis Kota Yogyakarta
4 Nurwinda Latifah H
(2013)
Pemetaan Data Penyakit
Menular di Kota Semarang
(Studi Kasus : Penyakit
BDB, TB Paru+, Diare,
dan Pneumonia)
Menyajikan data penyakit menular
yang terjadi di Kota Semarang
tahun 2006-2010 dalam bentuk
peta, mengetahui pola distribusi
penyakit menular di Kota Semarang
tahun 2006 2010, dan mengetahui
tingkat kerentanan penyakit
menular di Kota Semarang.
Objek dalam penelitian ini yaitu Penyakit-
penyakit mnukar, yaitu penyakit BDB, TB
Paru+, Diare, dan Pneumonia
Hasil penelitian ini yaitu Peta
Tingkat Kejadian Penyakit
Menular di Kota Semarang,
Peta Tingkat Kondisi
Lingkungan di Kota
Semarang, dan Peta
Kerentanan Penyakit
Menular di Kota Semarang.
5 Jamilah Ulfayanti
Siladja (2013)
Pemetaan Atribut-Atribut
Kota Hijau di Kota
Yogyakarta
Memperoleh dan menyajikan data
sebaran atribut kota hijau di Kota
Yogyakarta.
Objek dalam penelitian ini yaitu atribut-
atribut kota hijau yang ada di Kota
Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan berbagai data primer
maupun data sekunder yang mendukung
Hasil yang diperoleh dari
penelitian ini yaitu Peta
atribut-atribut kota hijau dan
analisis pola persebaran
atribut-atribut kota hjau di
28
pembuatan peta atribut-atribut kota hijau.
Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode tumpang susun
(overlay) untuk memperoleh informasi
spasial atribut-atribut kota hijau dan
metode nearest-neighbour analysist untuk
menganalisis pola persebaran atribut-
atribut kota hijau.
Kota Yogyakarta.
Lanjutan Tabel 1.3
29
1.7 Kerangka Pemikiran
Pembangunan yang dilakukan di kawasan perkotaan merupakan dampak dari
pertumbuhan ekonomi yang ada, seperti halnya kota-kota besar di Indonesia lainnya,
berbagai pembangunan juga terjadi di Kota Yogyakarta. Kota Yogyakarta sebagai kota
pelajar dan salah satu tujuan wisata di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat,
terutama pembangunan fasilitas pendukung sektor wisata seperti hotel dan pusat
perbelanjaaan. Perkembangan kota yang pesat tentu akan berdampak pada timbulnya
permasalahan perkotaan. Permasalahan perkotaan yang terjadi akibat pesatnya
pembangunan berpengaruh terhadap kondisi lingkungan maupun sosial kawasan
perkotaan.
Permasalahan sosial yang sering terjadi di kawasan perkotaan adalah
meningkatnya jumlah penduduk, penggangguran serta terjadinya kesenjangan sosial,
sedangkan permasalahan lingkungan yang terjadi di kawasan perkotaan adalah
penurunan kualitas lingkungan hidup yang umumnya terjadi akibat pencemaran yang
terjadi di kawasan perkotaan. Selain permasalahan lingkungan yang timbul akibat
pembangunan, dampak pemanasan global juga berpengaruh pada lingkungan kawasan
perkotaan. Kawasan perkotaan sebagai pusat berbagai kegiatan perekonomian menjadi
penyumbang terbesar emisi gas serta polusi tertinggi. Tingginya polusi yang terjadi di
kawasan perkotaan salah satunya disebabkan oleh tingginya jumlah kendaraan bermotor
yang menjadi sumber polusi baik polusi udara maupun polusi suara. Selain kendaraan
bermotor, industri juga merupakan salah satu penyebab terjadinya polusi di kawasan
pekotaan
Permasalahan kota yang terjadi akibat faktor lingkungan yaitu, akibat dari
pembangunan di kawasan perkotaan yang merusak lingkungan seperti, pembangunan
berbagai gedung yang dibangun tanpa memperhatikan pembangunan terhadap
lingkungan sekitar. Selain permasalahan lingkungan yang ditimbulkan akibat
pembangunan, permasalahan perkotaan lainnya yaitu adanya dampak pemanasan global
yang sangat berpengaruh pada kawasan perkotaan. Kawasan perkotaan sebagai pusat
berbagai kegiatan perekonomian menjadi penyumbang terbesar emisi gas serta polusi
tertinggi. Tingginya polusi yang terjadi di kawasan perkotaan salah satunya disebabkan
oleh tingginya jumlah kendaraan bermotor yang menjadi sumber polusi baik polusi
30
udara maupun polusi suara. Selain kendaraan bermotor, industri juga merupakan salah
satu penyebab terjadinya polusi di kawasan pekotaan.
Berbagai permasalahan perkotaan tersebut merupakan hal yang terjadi apabila
pembangunan sebuah kawasan perkotaan tidak dilakukan dengan perencanaan yang
baik dan memperhatikan faktor keberlangsungan lingkungan Salah satu konsep yang
saat ini banyak digunakan dalam pembangunan kawasan perkotaan di berbagai kota di
dunia adalah konsep pengembangan kota hijau, yang merupakan konsep pembangunan
kota yang ramah lingkungan serta berkelanjutan. Pembangunan kawasan perkotaan
dengan konsep kota hijau ini mempunyai delapan atribut yaitu green planning and
design, green community, green openspace, green waste, green water, green
transportation, green energy, dan green building. Atribut-atribut tersebut menjadi unsur
penting dalam terciptanya sebuah kota hijau atau kota yang ramah lingkungan.
Peta sebagai salah satu media untuk menampilkan infomasi spasial, dapat
digunakan untuk menampilkan informasi-infomasi atribut-atribut kota hijau. Selain
sebagai media untuk menampilkan informasi spasial, peta juga dapat digunakan untuk
menganalisis berbagai permasalahan perkotaan dapat digunakan untuk menganalisis
potensi Kota Yogyakarta untuk berkembang sebagai kota yang ramah lingkungan serta
berkelanjutan.
Penelitian ini dilakukan untuk memetakan sebaran atribut-atribut kota hijau yang
ada di Kota Yogykarta dengan sumber data berupa data primer dan sekunder yang
menampilkan sebaran atribut-atribut kota hjau yang ada di Kota Yogyakarta. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penggambaran peta dalam penelitian
ini yaitu penggambaran peta secara grafis sesuai dengan kaidah kartografis dengan
memperhatikan karakteristik data yang dimiliki yaitu tipe data, ukuran data, sifat data,
variabel visual, bentuk variabel, dan persepsi visual. Selain itu, untuk analisis peta
dilakukan dengan menggunakan metode analisis pola spasial tetangga terdekat
(nearest-neighbour analysis) untuk menganalisis pola sebaran spasial atribut-atribut
kota hijau yang ada di Kota Yogyakarta.
Pertumbuhan ekonomi sangat berpengaruh dalam pengembangan
kawasan perkotaan, beberapa dampak dari pertumbuhan ekonomi pada
perkotaan adalah:
- Pembangunan yang semakin pesat
- Peningkatan jumlah penduduk
- Peningkatan taraf hidup penduduk perkotaan
31
Gambar 1.12 Kerangka Pemikiran Penelitian
1.8 Batasan Istilah Operasional
1. Kartografi adalah seni, ilmu pengetahuan serta teknologi tentang pembuatan
peta yang mencakup studinya sebagai dokumen ilmiah dan hasil karya seni.
(ICA, 1973)
Pertumbuhan kawasan perkotaan tidak terlepas dari
timbulnya berbagai permasalahan perkotaan yang
berdampak terhadap lingkungan maupun sosial.
Permasalahan lingkungan kawasan perkotaan :
- Penurunan kualitas lingkungan hidup
- Terjadinya perubahan fisik lahan
- Terjadinya berbagai pencemaran
Permasalahan sosial kawasan perkotaan :
- Peningkatan jumlah penduduk
- Peningkatan jumlah pengangguran
- Terjadi kesenjangan sosial
Permasalahan perkotaan dapat diatasi dengan konsep
pengembangan perkotaan yang bersifat berkelanjutan, salah satu
konsep yang dapat digunakan yaitu konsep kota hijau
Atrbut kota hijau :
- Green Planning & Design
- Green Open Space
- Green community
- Green Transportation
- Green water
- Green waste
- Green Energy
- Green Building
Data Sekunder Data Primer
Desain Peta dan Simbol Secara Kartografis
Peta sebaran atribut - atribut kota hijau
Analisis Pola Persebaran Spasial Atribu-Atribut
Kota Hijau
32
2. Peta adalah suatu representatsi atau gambaran unsur-unsur atau kenampakan
abstrak, yang dipilih dari permukaan bumi atau yang ada kaitannya dengan
permukaan bumi atau benda-benda angkasa, dan umumnya dogambarkan
pada suatu bidang datar dan diperkecil atau diskalakan (ICA, 1973)
3. Peta Komunitas Hijau merupakan peta yang dibuat oleh komunitas hijau
dengan menampilkan sumber-sumber daya lingkungan maupun aktivitas
masyarakat yang terkait dengan delapan atribut-atribut kota hijau
(infodepokhijau.blogspot.com).
4. Kota Hijau adalah Kota hijau merupakan suatu konsep pengembangan
perkotaan yang tidak hanya mengedepankan pembangunan ruang terbuka
hijau (RTH), namun juga konsep pengembangan kota yang menciptakan
sebuah kota yang sehat, ekologis dan ramah lingkungan (Ernawi, 2012
dalam BKPRN, 2012).
5. Atribut kota hijau adalah syarat-syarat serta kelengkapan ideal yang dimiliki
oleh sebuah kota yang ramah lingkungan serta berkelanjutan (Kementrian
PU 2012).
6. Green planning and design merupakan suatu upaya untuk meningkatkan
kualitas rencana tata ruang dan rancangan kota yang lebih sensitif terhadap
lingkungan serta mitigasi terhadap perubahan iklim. (Ernawi, 2012 dalam
BKPRN, 2012).
7. Green open space adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok,
yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik
yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (UU No 26,
Tahun 2007).
8. Green community merupakan kelompok masyarakat melakukan berbagai
aksi serta kegiatan untuk menciptakan keberlangsungan lingkungan sekitar
secara ekologis dengan membantu menjaga kelestarian sumber daya,
mencegah polusi, dan melindungi serta meningkatkan proses ekologi alami
(Maynes, 2008).
9. Green waste adalah bagian vegetatif dari aliran limbah yang timbul dari
berbagai sumber baik limbah domestic maupun limbah komersil serta
33
limbah yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan di kawasan perkotaan (EPA,
2009)
10. Green transportation adalah sistem transportasi berkelanjutan merupakan
transportasi yang tidak menimbulkan dampak yang membahayakan
kesehatan masyarakat atau ekosistem dan dapat memenuhi kebutuhan
mobilitas masyarakat, terutama masayarakat di kawasan perkotaan secara
konsisten (Organization for Economic Co-Operation and Development
(1994, dalam Gusnita 2010)).
11. Green water adalah pengolahan sumberdaaya air dan efisiensi penggunaan
air (Kementrian PU, 2012).
12. Green energy adalah pemanfaatan sumberdaya energi secara efisien.
berkelanjutan serta ramah lingkungan (Kementrian PU, 2012)
13. Green building adalah konsep perencanaan pembangunan terhadap suatu
bangunan yang ramah terhadap lingkungan (BKPRN, 2012).