bab i. pendahuluan bab i. -...
TRANSCRIPT
BAB I.
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Iklan merupakan salah satu bentuk promosi yang dilakukan oleh suatu
perusahaan untuk mengenalkan dan menjual suatu produknya kepada khalayak atau
audiens yang melihat iklan tersebut. Pengaruh iklan terhadap penjualan suatu produk
itu besar, hal ini dikarenakan secara langsung iklan juga merupakan media pemasaran
yang dilakukan oleh suatu perusahaan. Setiap iklan yang ditampilkan, perusahaan
selalu berusaha menampilkan yang menarik dan dianggap orang akan dapat
mengingat produk tersebut ketika ingin membeli sesuatu produk yang berkaitan
dengan iklan dan yang dia butuhkan. Perusahaan berlomba-lomba ingin menarik
perhatian konsumen.
Ketika perusahaan ingin menarik perhatian konsumen, mereka dituntut untuk
melakukan strategi pendekatan yang sekreatif mungkin. Salah satunya misalnya
dengan menggunakan brand ambassador. Brand ambassador merupakan suatu
strategi yang dilakukan oleh perusahaan dalam upaya menarik perhatian,
meningkatkan minat, menjaga maupun membentuk citra serta mempromosikan
produk kepada calon konsumennya. Brand ambassador yang ditunjuk oleh
perusahaan harus memiliki citra positif yang juga memiliki karakteristik yang sesuai
dengan produk yang dapat menarik banyak kalangan masyarakat karena brand
ambassador memiliki tugas sebagai komunikator antara perusahaan dengan
konsumennya.
Penggunaan brand ambassador dilakukan oleh perusahaan untuk
mempengaruhi atau mengajak konsumen untuk menggunakan produk. Penggunaan
brand ambassador biasanya menggunakan selebriti yang terkenal. Perusahaan
produsen menggunakan selebriti dalam iklannya karena personality sang artis yang
dapat mempengaruhi personality merek, pilihan selebriti yang tepat dapat
mempengaruhi personality merek, personality yang tepat dapat mempengaruhi
tumbuhnya market share, diharapkan personality sang selebriti akan melekat pada
merek dan diharapkan sang selebriti menjadi brand ambassador yang dapat menarik
minat beli konsumen (Royan, 2004: 7).
Ada banyak perusahaan Indonesia yang menggunakan brand ambassador
lokal, namun saat ini sudah mulai ada beberapa perusahaan lokal yang menjadikan
selebriti asing sebagai brand ambassador-nya. Contohnya seperti Luwak White
Koffie yang menggunakan Lee Min Ho, aktor Korea Selatan sebagai brand
ambassador-nya.
Figur asing yang digunakan biasanya memang figur yang sudah mendunia.
Dimana penggemar figur tersebut sudah tersebar dimana-mana, termaksud di
Indonesia. Seperti Lee Min Ho, ia tidak hanya dikenal di Korea Selatan saja.
Penggemar Lee Min Ho tersebar dimana-mana, termaksud di Indonesia.
Pemilihan Lee Min Ho sebagai brand ambassador tentunya mengikuti
perkembangan perubahan perilaku konsumen di Indonesia. Demam Kpop di
Indonesia bukan hal yang asing lagi. Ada banyak sekali penggemar Kpop tersebar di
segala penjuru Indonesia terbukti dari munculnya berbagai website dan blog
Indonesia yang kontennya mengenai Kpop. Sudah sepatutnya apabila para pelaku
pasar di Indonesia mengikuti perkembangan perilaku konsumennya.
Perilaku konsumen dapat tiba-tiba berubah. Budaya memang merupakan salah
satu faktor yang dapat secara signifikan mempengaruhi perubahan perilaku
konsumen. Pada era modernisasi perubahan budaya dapat berlangsung dengat cepat.
Budaya asing dapat dengan mudah masuk ke Indonesia dan lalu membuat perubahan
pada pola pikir , sikap, serta gaya hidup masyarakat yang memengaruhi perilakunya
sebagai konsumen. Selain budaya Korea, budaya barat sudah terlebih dahulu masuk
ke Indonesia dan mengubah pasar di Indonesia. Ranah pasar yang secara signifikan
dapat dilihat mulai berubah yaitu dari pakaian. Budaya Indonesia yang cenderung
menggunakan pakaian tertutup mulai bergeser dengan cara berpakaian budaya barat
yang cenderung berpakaian terbuka.
Perubahan perilaku konsumen yang tidak tentu membuat para pelaku pasar
Indonesia harus siap siaga. Mereka harus secara pintar mengamati perilaku
konsumennya agar dapat mengadaptasi pasar Indonesia sesuai dengan perkembangan
permintaan konsumen Indonesia.
Budaya Korea yang masuk ke Indonesia memang secara signifikan
mempengaruhi pasar Indonesia. Contoh pasar Indonesia yang paling terkena dampak
demam Korea yaitu pasar musik di Indonesia. Selera anak muda Indonesia yang
menyukai girlband dan boyband mendorong produser musik Indonesia untuk
mengikuti selera pasar Indonesia yang berkembang. Maka muncullah boyband dan
girlband Indonesia yang identik dengan Kpop seperti Cherryballe dan Smash. Selain
musik, pengaruh budaya Korea yang masuk ke Indonesia juga mempengaruhi ranah
pasar kecantikan dan kuliner di Indonesia. Sudah banyak produk kecantikan,
aksesoris, dan pakaian yang berbau Korea di jual online di Indonesia. Sedangkan
pada ranah kuliner, tidak hanya restoran yang berbau Korea mulai bermunculan di
Indonesia namun bahkan ada juga pedagang jalanan yang menjual makanan berbau
Korea.
Dalam menanggapi demam Korea tersebut akhirnya Luwak White Koffie
menggunakan Lee Min Ho yang disebut-sebut sebagai Korean number 1 actor untuk
menjadi brand ambassador-nya. Karena memang brand ambassador yang baik
adalah yang dapat membantu membuat hubungan emosional yang lebih kuat antara
perusahaan dengan konsumen (Royan, 2004: 8).
Selain karena alasan bahwa Lee Min Ho merupakan aktor fenomenal yang
terkenal, Marketing Communication Manager PT Java Prima Abadi, Ernie Firmianti
mengaku alasan lain menggunakan Lee Min Ho karena persaingan di pasar kopi
kemasan Indonesia semakin tinggi. Oleh karena itu dengan adanya kemunculan
wajah Lee Min Ho pada iklan Luwak White Koffie diharapkan dapat menjaga
eksistensi brand yang telah didirikan sejak 1965 silam.
Luwak White Koffie memang merupakan produk kemasan kopi putih pertama
di Indonesia. Dengan mengiklankan produknya di berbagai media, kopi putih tersebut
akhirnya terkenal dan populer di kalangan penyuka kopi di Indonesia. Kepopuleran
produk kopi putih di Indonesia oleh Luwak White Koffie ternyata telah membuat
banyak perusahaan kemasan kopi yang sudah menjadi pemain lama di Indonesia
kaget dan akhirnya juga meluncurkan kopi putih dengan menamakannya dengan
“White Coffee”. Tentunya karena makin banyaknya perusahaan kopi kemasan di
Indonesia yang mengeluarkan produk kopi putih, membuat pihak Luwak White
Koffie merasa semangkin tersaingi dan merasa harus melalukan suatu tindakan agar
menciptakan konsumen yang setia.
"Dalam situasi seperti ini, iklan harus menonjolkan sisi emosional brand.
Iklan tidak hanya sebuah pesan, tetapi lebih pada pertalian emosional dengan
konsumen," kata Ernie kepada Money.id, pada Senin 18 Januari 2016.
Pihak Luwak White Koffie juga mengatakan bahwa mereka berharap agar
dengan menggunakan Lee Min Ho yang dekat dengan kalangan anak muda sebagai
brand ambassador, penjualan dapat meningkat dan kalangan anak-anak muda bisa
lebih menyukai Luwak White Koffie. “Dengan Lee Min Ho sebagai brand
ambassador, kami yakin penjualan Luwak akan meningkat dan anak-anak muda bisa
lebih menyukai kopi Luwak White Koffie,” begitu ujar Ronny Chandra selaku
Direktur Marketing Luwak White Koffie.
Ernie selaku Marketing Communication Manager PT Java Prima Abadi juga
menjelaskan bahwa Lee Min Ho merupakan aktor yang berkepribadian rapih, baik,
optimistis, dan cerdas. Dengan kepribadiannya itu, emosional brand dengan
konsumen lebih mudah terbangun (Maris, 2016).
Lee Min Ho sebagai brand ambassador Luwak White Koffie terlihat pada
iklan Luwak White Koffie yang diluncurkan pada awal tahun 2016 yang berdurasi 46
detik. Seolah manajemen Luwak White Koffie sudah merencanakan dan tahu benar
apa yang disukai para penggemar drama Korea di Indonesia, bahkan syuting iklan
pun banyak dilakukan di lokasi-lokasi terkenal yang ikonik di Korea Selatan yang
banyak dijadikan tempat syuting drama Korea seperti Namsan Park, Bukchon
Chiwoon Jung, Hangang Bridge, dan Gyeongbokgung Palace.
Sebagai brand ambassador Luwak White Koffie, dalam iklan tersebut Lee
Min Ho mengajak penggemarnya untuk minum Luwak White Koffie indonesia.
Dalam iklan Luwak White Koffie Lee Min Ho menyelipkan ucapan berbahasa
Indonesia. “Saya suka Luwak White Koffie, mashita [lezat],” kata Lee Min Ho.
Melalui iklan tersebut, Lee Min Ho juga berujar "Untuk semua fans saya di
Indonesia. Saya sangat meminta maaf karena sudah lama belum menyapa kalian.
Karena itu, tetap dukung saya dan terus minum luwak whitte coffe bersama saya,".
Tentunya kalimat berbahasa Indonesia yang diucapkan Lee Min Ho di iklan
Luwak White Koffie ini menjadi magnet tersendiri untuk para penggemarnya di
Indonesia. Penampilan Lee Min Ho dalam iklan Luwak White Koffie tersebut
tentunya menarik perhatian publik, terutama para penggemar drama Korea di
Indonesia. Bahkan Luwak White Koffie juga mengeluarkan kalender edisi khusus
Lee Min Ho yang memang dibuat untuk para fans Lee Min Ho (Minoz) di Indonesia.
Tidak sampai disitu, Luwak White Koffie juga meluncurkan program-
program yang diperuntukan agar konsumen dapat aktif di media sosial Luwak White
Koffie, seperti lomba selfie di booth kopi Luwak White Koffie dengan memberikan
hadiah untuk konsumen yang beruntung yaitu jalan-jalan ke Korea Selatan. Pihak
Luwak White Koffie mengaku memberikan hadiah berupa jalan-jalan ke Korea
karena ingin konsumen lebih “dekat” dengan brand ambassador Luwak White Koffie
(Mujai, 2016).
Strategi komunikasi pemasaran dengan menggunakan Lee Min Ho yang
merupakan artis Korea sebagai brand ambassador Luwak White Koffie unik untuk
diteliti. Hal ini karena walaupun banyak penggemar Korea di Indonesia, namun kopi
merupakan suatu produk minuman, yang suka atau tidaknya tidak dapat dipaksakan.
Melalui penelitian ini, peneliti meneliti sejauh mana perilaku konsumen di kalangan
penggemar Korea di Yogyakarta. Apakah dengan menggunakan Lee Min Ho dapat
mempengaruhi perilaku konsumen di kalangan penggemar Kpop di Yogyakarta.
Melalui penelitian yang berjudul Pengaruh Penggunaan Brand Ambassador Lee
Min Ho dalam Iklan Luwak White Koffie terhadap Perilaku Konsumen di
Kalangan Penggemar Kpop Yogyakarta, peneliti ingin meneliti apa pengaruh
menggunakan Lee Min Ho sebagai brand ambassador Luwak White Koffie terhadap
perilaku konsumen di kalangan penggemar Kpop Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas kemudian munculah pertanyaan
“Bagaimana pengaruh penggunaan brand ambassador Lee Min Ho dalam iklan
Luwak White Koffie terhadap perilaku konsumen di kalangan penggemar Kpop
Yogyakarta?”. Pertanyaan tersebut kemudian berkembang menjadi tiga (3)
pertanyaan penelitian berikut:
1. Bagaimana pengaruh penggunaan brand ambassador Lee Min Ho dalam
iklan Luwak White Koffie terhadap aspek cognitive (thinking) di kalangan
penggemar Kpop Yogyakarta?
2. Bagaimana pengaruh penggunaan brand ambassador Lee Min Ho dalam
iklan Luwak White Koffie terhadap aspek affective (feeling) di kalangan
penggemar Kpop Yogyakarta?
3. Bagaimana pengaruh penggunaan brand ambassador Lee Min Ho dalam
iklan Luwak White Koffie terhadap aspek conative (behavior) di kalangan
penggemar Kpop Yogyakarta?
C. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Manfaat Teoritis. Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk
mengetahui sejauh mana teori-teori yang berhubungan dengan strategi komunikasi
pemasaran yang dapat diterapkan dalam penelitian ini. Analisa yang dilakukan
melalui penelitian ini, diharapkan mampu memberikan suatu pemahaman yang lebih
mendalam terhadap teori-teori komunikasi pemasaran.
- Manfaat Praktis. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat
memberikan gambaran mengenai pengaruh penggunaan brand ambassador Lee Min
Ho dalam iklan Luwak White Koffie terhadap perilaku kosumen di kalangan
penggemar Kpop Yogyakarta.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah berikut :
1. Untuk menganalisis pengaruh penggunaan brand ambassador Lee Min Ho
dalam iklan Luwak White Koffie terhadap aspek cognitive (thinking) di
kalangan penggemar Kpop Yogyakarta.
2. Untuk menganalisis pengaruh penggunaan brand ambassador Lee Min Ho
dalam iklan Luwak White Koffie terhadap aspek affective (feeling) di
kalangan penggemar Kpop Yogyakarta.
3. Untuk menganalisis pengaruh penggunaan brand ambassador Lee Min Ho
dalam iklan Luwak White Koffie terhadap aspek conative (behaviour) di
kalangan penggemar Kpop Yogyakarta.
E. Kerangka Pemikiran
1. Periklanan
Periklanan adalah segala bentuk pesan produk yang disampaikan kepada
sebagian atau keseluruhan masyarakat dan merupakan keseluruhan proses yang
meliputi penyiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penyampaian iklan
(Kasali, 2007: 2011). Sedangkan menurut Cravens dan Nigel iklan adalah salah satu
bentuk utama dari komunikasi pemasaran bersama-sama dengan komponen lainnya
seperti, personal selling, promosi penjualan dan publisitas yang keseluruhannya
merupakan komponen dalam promosi (Cravens dan Piercy, 2004: 77). Ada pula
pengertian periklanan menurut Philip Kotler, bahwa periklanan adalah segala bentuk
penyajian dan promosi ide, barang, atau jasa secara non-personal oleh suatu sponsor
tertentu yang memerlukan pembayaran (Kotler dan Keller, 2005: 277).
Dari paparan ahli diatas dapat disimpulkan bahwan Iklan merupakan
fenomena dari bisnis modern. Iklan adalah suatu bentuk komunikasi yang bertujuan
untuk memengaruhi target audiensnya agar berfikir maupun bertindak sesuai dengan
apa yang diinginkan oleh si pengiklan. Secara sederhana iklan dapat dikatakan
sebagai suatu proses penyampaian informasi dari perusahaan kepada konsumen
dengan bertujuan agar konsumen mau mengkonsumsi produk maupun jasa yang
disediakan oleh perusahaan tersebut. Iklan dapat sangat mempengaruhi pola pikir
seseorang. Keputusan maupun tindakan konsumen biasanya dikonstruksi oleh iklan.
Begitulah kuatnya kekuatan media iklan dalam memengaruhi pola pikir seseorang.
1.1 Fungsi Periklanan
Dengan diiringi pertumbuhan ekonomi yang pesat, iklan menjadi semangkin
penting. Menurut Terence A. Shimp (2003: 357), secara umum periklanan
mempunyai fungsi komunikasi yang penting bagi perusahaan maupun organisasi
yaitu:
1. Informing (memberi informasi)
Periklanan dapat membuat konsumen sadar (aware) akan merek-
merek baru, iklan menginformasikan konsumen kepada manfaat dan
fitur merek, serta memfasilitasi penciptaan citra merek yang positif.
Karena merupakan suatu bentuk komunikasi yang efektif,
berkemampuan menjangkau khalayak luas dengan biaya yang relatif
rendah.
2. Persuading (mempersuasi)
Iklan yang efektif akan mampu mempersuasi pelanggan untuk
mencoba produk atau jasa yang diiklankan. Dengan iklan perusahaan
dapat membangun suatu keinginan pada konsumen terhadap produk
tertentu yang akan membantu perusahaan dalam bersaing dengan
produk lain yang serupa.
3. Reminding (mengingatkan)
Iklan menjaga agar merek perusahaan tetap segar dalam ingatan para
konsumen. Periklanan yang efektif juga meningkatkan minat
konsumen terhadap merek yang sudah ada dan pembelian sebuah
merek yang mungkin tidak akan dipilihnya.
4. Adding Value (memberikan nilai tambah)
Periklanan memberikan nilai tambah pada merek jika dapat
mempengaruhi persepsi konsumen. Periklanan yang efektif
menyebabkan merek dipandang lebih elegan, bergaya, bergengsi dan
lebih unggul dari tawaran pesaing.
5. Assisting (mendampingi)
Peran utama periklanan adalah sebagai pendamping yang
memfasilitasi upaya-upaya lain dari perusahaan dalam proses
komunikasi pemasaran. Sebagai contoh, periklanan mungkin
digunakan sebagai alat komunikasi untuk meluncurkan promosi-
promosi penjualan seperti kupon-kupon dan undian. Peran penting lain
dari periklanan adalah membantu perwakilan dari perusahaan
1.2 Faktor-Faktor Keberpengaruhan Iklan
Tentunya dalam membuat iklan yang efektif, pengiklan harus memperhatikan
struktur iklan dengan memperhatikan model-model komunikasi. Menurut
Djajakusumah (1982: 60), ada enam faktor yang menentukan apakah iklan efektif
atau tidak dan apakah dapat berpengaruh untuk merangsang tindakan dari konsumen
atau tidak. Iklan harus memenuhi kriteria model AIDCA. Model AIDCA ini juga
dapat digunakan untuk mengukur efektivitas iklan. Model AIDCA terdiri dari :
1. Attention (Mengandung daya tarik)
Iklan yang baik yaitu iklan yang memiliki daya tarik untuk mengamati iklan
tersebut. Dapat ditinjau dari ukuran, warna, tata letak, jenis huruf, dan pesan iklan
yang kreatif. Faktor ini dianggap penting karena memang tujuan dari iklan adalah
untuk diperhatikan, sehingga audiens dapat mendapatkan informasi tentang produk
tersebut dan berujung pada terciptanya keinginan untuk menkonsumsi produk
tersebut. Melelaui bukunya, Shimp menjelaskan bahwa perhatian tersebut lebih
dititik beratkan pada fokus akan pertimbangan pesan yang telah disampaikan atau
ditampilkan pada suatu iklan (Shimp, 2003: 182). Berarti audiens akan fokus pada
pesan yang ada di iklan yang ditampilkan.
2. Interest (Mengandung perhatian dan minat atau ketertarikan)
Iklan yang baik yaitu iklan yang dapat menimbulkan ketertarikan terhadap
produk. Apakah iklan tersebut membuat audiens sasaran berminat dan ingin tahu
lebih jauh tentang merek produk tersebut atau tidak.
3. Desire (Memunculkan keinginan untuk mencoba dan memiliki)
Iklan yang efektif yaitu iklan yang dapat memunculkan keinginan untuk
membeli atau mengkonsumi produk yang diiklankan. Pesan iklan harus dapat
menggerakkan keinginan orang untuk mengkonsumsi produk / jasa yang diiklanlan.
4. Conviction (Menimbulkan keyakinan terhadap produk)
Iklan yang baik dapat menimbulkan keyakinan terhadap suatu produk yang
ditampilkan.
5. Action (Mengarah tindakan untuk membeli)
Iklan diakatakan berhasil bila dapat mendorong audiens sasaran untuk benar –
benar melakukan tindakan pembelian terhadap produk yang diiklankan.
1.3 Pengaruh Iklan
Setiap iklan yang baik tentu memiliki pengaruh terhadap audiens yang
melihatnya, baik itu pengaruh besar, kecil, bahkan ada juga iklan yang dianggap
berpegaruh “menyebalkan”. Iklan tergolong berpengaruh besar jika audiens dapat
langsung memiliki hasrat ingin menggunakan produk atau jasa yang ditawarkan
iklan. Iklan tergolong berpengaruh kecil jika audies sebatas mengetahui produk dan
tidak langsung berkeinginan membeli produk yang diiklankan. Sedangkan apakah
dengan iklan yang diangap berpengaruh “menyebalkan” akan membuat konsumen
enggan menggunakan produk? Berdasarkan survei yang dilakukan Marketing.co.id,
28,8% responden mengatakan tidak akan membeli merek/produk yang iklannya
dianggap menyebalkan, namun 71,2% konsumen mengatakan akan tetap membeli
meski iklan tersebut dianggap “menyebalkan”. Malahan, terkadang justru iklan yang
menyebalkan ini gampang diingat oleh konsumen (Ghazali, 2008).
Sebenarnya, untuk menghasilkan iklan yang dapat berpengaruh besar terhadap
audiensnya, tentunya pengiklan harus menghasilkan iklan yang efektif yang dapat
membius audiens. Hal ini membutuhkan strategi perancangan yang matang. Tidak
hanya tampilan visualnya, namun juga mampu mengkomunikasikan pesan
tersembunyi kepada audiens. Pengaruh iklan dikatakan baik jika dapat memunculkan
kesadaran terhadap produk dan juga ketertarikan terhadap produk.
Pertama, kesadaran terhadap suatu merek atau produk berkaitan dengan
bagaimana produk tersebut diingat dengan baik oleh audiens. Yaitu merupakan
kemampuan sebuah merek untuk muncul dalam benak konsumen ketika mereka
sedang memikirkan kategori produk tertentu dan seberapa mudahnya nama tersebut
dimunculkan (Shimp, 2003: 11). Agar suatu produk atau merek dapat benar-benar
tertanam dalam diri konsumen, maka dibuatlah iklan yang dapat mengemas itu
semua, sehingga masyarakat akan ingat dan sadar terhadap suatu produk yang
ditampilkan. Yang kedua yaitu ketertarikan terhadap produk artinya respon terhadap
audiens yang melihat iklan tersebut memiliki sikap positif dengan menginginkan
untuk mengkonsumsi produk yang diiklankan.
Jadi sebenarnya, iklan yang berpengaruh kecil maupun iklan yang
berpengaruh “menyebalkan” itu merupakan suatu bentuk kesalahan yang
ditimbulkan dari pembuat iklan. Iklan seharusnya digunakan untuk mengenalkan dan
mengangkat citra suatu produk atau jasa agar terkenal dan laku dipasaran. Jika iklan
tersebut tidak dapat entah mengenalkan atau mengangkat citra suatu produk atau jasa
agar terkenal dan laku dipasaran, dapat dikatakan bahwa iklan tersebut tidak sukses.
Konsep utama iklan tentu harus memiliki pengaruh besar terhadap khalayak atau
yang melihat iklan tersebut.
Iklan yang baik tentunya iklan yang dapat menghipnotis audiensnya. Disini
yang dimaksud dengan terhipotis yaitu audiens yang melihat iklan tersebut jadi ingin
membeli produk maupun jasa yang diiklankan. Menurut Ogilvy, iklan seharusnya
merangsang pembeli untuk membeli produk yang di iklankan.
2. Brand Ambassador
Menurut Lea-Greenwood, brand ambassador merupakan alat yang digunakan
perusahaan untuk berkomunikasi dan terhubung dengan publik, yaitu yang berkaitan
dengan bagaimana perusahaan meningkatkan penjualan mereka (Greenwood, 2012:
88). Dapat dikatakan bahwa penggunaan brand ambassador merupakan strategi yang
kreatif yang dilakukan oleh perusahaan untuk meningkatkan minat atau membentuk
citra produk terhadap konsumen.
Menurut Ale Bubich (2012) ada beberapa fungsi brand ambassador. Pertama,
brand ambassador dapat “memanusiakan” produk. Brand ambassador secara
emosional dapat terlibat dengan konsumen. “Manusia cenderung meniru ekspresi dan
perilaku orang lain, menciptakan emotional contagion” begitu kata Stephani Booth
dalam majalah Psychology Today. Intinya jika perusahaan dapat secara positif
mengikutsertakan seseorang dalam brand perusahaannya, seseorang tersebut dapat
menjadi sebuah alat dalam strategi pemasaraa perusahaan. Kemudian, brand
ambassador akan menjadi lebih setia terhadap produk tersebut. Selanjutnya, strategi
pemasaran word of mouth biasanya positif. Menurut Keller Fay Group, startegi word
of mouth cenderung positif dibanding negatif. Kemudian, permintaan untuk
pengetahuan produk meningkat. Selanjutnya, ketenaran seorang brand ambassador di
media sosial memberikan dorongan yang baik bagi perusahaan dalam marketing dan
branding produknya di media sosial. Kemudian, dengan menggunakan brand
ambassador, perusahaan mengekspos brand-nya ke lingkungan sosial baru.
Selanjutnya, menggunakan brand ambassador dapat meningkatkan kepercayaan
konsumen. Kemudian, menggunakan brand ambassador biasanya hemat biaya. Dan
yang terakhir, brand ambassador merupakan reputasi online perusahaan.
Biarpun begitu, penunjukan brand ambassador tidak bisa sembarangan.
Penunjukan brand ambassador dilakukan agar terciptanya simbol yang dapat
mewakili keinginan, hasrat, dan kebutuhan yang dapat dengan mudah diterima oleh
konsumen (Kennedy dan Soemanagara, 2006: 135). Brand ambassador biasanya
merupakan seseorang yang memiliki gairah tersendiri terhadap brand yang
diwakilkan, dan maka dari itu ia mau memperkenalkan brand tersebut dan secara
sukarela memberikan informasi terkait brand tersebut. Penunjukan brand
ambassador biasanya dilatarbelakangi dengan citra positif yang ada pada brand
ambassador itu sendiri yang dapat mewakili citra produk. Hal ini bertujuan agar
konsumen tertarik menggunakan produk, terlebih karena pemilihan brand
ambassador biasanya seorang selebriti yang terkenal (Royan, 2004: 7).
Selebriti merupakan individu yang beritanya ada di berbagai media seperti
televisi, majalah, koran, radio, dll. Individu tersebut dapat merupakan musisi, bintang
olahraga, model, bintang film, dll. Selebritis sebagai brand ambassador merupakan
simbol yang merepresentasikan citra dari suatu produk yang diwakili dan diharapkan
dapat memengaruhi calon konsumennya.
Selebriti memberikan manfaat kepada perusahaan, karena sosok selebriti yang
memiliki popularitas, bakat, kredibilitas, dan karisma. Dari empat tersebut,
kredibilitas merupakan hal yang utama yang dilihat kosumen. Kredibilitas selebriti
menggambarkan persepsi konsumen terhadap keahlian dan pengetahuan selebriti
mengenai produk yang diiklankan (Sumarwan,2003: 258).
Dalam menunjuk seseorang sebagai brand ambassador ada beberapa
indikator penting yang perlu diperhatikan. Karakteristik brand ambassador harus
sejalan dengan efek komunikasi yang ingin dimunculkan pada produk. Oleh karena
itu, ada beberapa penelitian yang diperuntukan untuk mengukur persepsi kredibililas
seorang brand ambassador. Pada awalnya Hovland, Janis, dan Keley di tahun 1953
memperkenalkan dua indikator, yaitu expertness dan trustworthiness. Penelitian
mengenai model dasar kredibilas tersebut telah banyak diperbaharui dan diteliti
ulang, akhirnya pada tahun 1985 McGuire menambahkan attractiveness pada model
tersebut. Attractiveness menurut McGuire terdiri dari similarity (resemblance),
familiarity (due to expose), dan like-ability (affection due to celebrity appearance and
behavior).
Pada tahun 1980-an seorang komentator akademik Percy dan Rossiter
memperkenalkan model yang digunakan untuk mengevaluasi brand ambassador
berdasarkan persepsi khalayak terhadap brand ambassador tersebut. Model ini
disebut sebagai model karakteristik VisCAP. Model VisCAP terdiri dari visibility,
credibility, attraction, dan power. Lalu pada tahun 1990-1991 Ohanian
memperbaharui model VisCAP tersebut dengan menambahkan expertise,
trustworthiness, dan attractiveness.Model VisCAP Percy&Rossiter dan Ohanian
adalah berikut :
Percy & Rossiter Ohanian
Visibility
Credibility
- Expertise Expertise
- Objectivity Trustworthiness
Attraction Attractiveness
- Like-ability
- Similarity
Power
Tabel 1.1 Model VisCAP
1. Visibility
Karakteristik visibility dari brand ambassador yaitu seberapa terkenalnya
terhadap masyarakat umum melalui terpaan media sebelum ia menjadi brand
ambassador pada iklan. Bila visibility brand ambassador memang tinggi, berarti ia
merupakan seseorang yang terkenal, tentunya akan terciptanya perhatian besar
terhadap iklan dan akan terciptanya brand awareness pada produk.
2. Credibility
Kredibilitas merupakan seperangkat persepsi komunikan tentang sifat-sifat
komunikator. Dalam definisi ini terkandung dua hal. Pertama kredibilitas adalah
persepsi komunikan. Kedua, kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat komunikator,
yang selanjutnya akan disebutkan sebagai komponen-komponen kredibilitas
(Rakhmat, 2005: 257).
Kriteria kredibilitas merupakan kriteria penting dalam menentukan efektivitas
seorang brand ambassador, karena dengan menggunakan brand ambassador yang
sudah terpercaya di kalangan masyarakat tentunya penerima pesan cenderung
mengurangi keraguannya terhadap produk, bahkan dapat merubah persepsi maupun
kepercayaan terhadap produk itu sendiri. Namun kredibilitas merupakan masalah
persepsi, jadi kredibilitas berubah bergantung pada perilaku komunikan, topik yang
dibahas dan situasi. Sehingga kredibilitas tidak ada pada diri komunikator, tetapi
terletak pada persepsi komunikan. Ada dua poin yang menentukan kredibilitas
seseorang, yaitu keahlian dan kepercayaan:
a. Keahlian
Keahlian merupakan kesan yang dibentuk komunikan tentang kemampuan
komunitaor dalam hubungannya dengan topik yang dibicarakan. Komunikator yang
dinilai tinggi pada keahliannya dinilai cerdas. Jadi dapat dikatakan bahwa yang
dimaksud dengan keahlian yaitu seberapa luas pengetahuan yang dimiliki oleh brand
ambassador. Keahlian ini terlihat dari topik yang dikomunikasikan oleh brand
ambassador. Semakin besar keahlian yang dimiliki brand ambassador terntunya akan
memiliki dampak yang besar juga pada reaksi responden.
b. Kepercayaan
Kepercayaan merupakan kesan komunikan tentang komunikator yang
berkaitan dengan wataknya. Apakah komunikator dinilai jujur, tulus, bermoral, adil,
sopan, dan etis.
3. Attraction
Daya tarik (attraction) brand ambassador terdiri dari dua karakteristik:
a. Kepesonaan (likability)
Kepesonaan merupakan daya tarik dari penampilan fisik dan kepribadian brand
ambassador. Seberapa disukainya brand ambassador. Jika terciptanya kesukaan dari
audiens terhadap brand ambassador, biasanya akan dibarengi dengan perubahan
sikap pada merek. Hal ini karena kesukaan kepada brand ambassador membantu
sebagai pemacu positif yang menyokong pada motivasi gambar yang positif.
b. Kesamaan (similarity)
Seseorang dalam iklan harus dapat memiliki daya tarik emosional yang sesuai
dengan target penonton. Harus adanya tingkat kesamaan antara personality seorang
brand ambassador dengan audiens. Karena jika komunikator dan komunikan
memiliki kesamaan tentunya komunikasi yang terjalin akan lebih efektif. Hal ini
disebabkan:
a. Dapat mempermudah proses decoding yakni proses penerjemah
simbol-simbol yang di terima menjadi sebuah gagasan-gagasan.
b. Dapat membantu membangun premis yang sama
c. Dapat menyebabkan komunikan tertarik pada komunikator
d. Dapat menumbuhkan rasa hormat dan percaya pada komunikator
4. Power
Kekuasaan yang dimiliki brand ambassador dapat meningkatkan intensitas
pembelian walaupun tidak secara langsung memerintah untuk melakukan suatu
tindakan. Kekuasaan yang dimaksud disini yaitu seberapa besar pengaruh yang
dimiliki brand ambassador. Seberapa tinggi pangkat yang dimilikinya dan apakah
namanya dijunjung tinggi di kalangan audiens. Seorang brand ambassador harus
memiliki kemampuan dalam mengajak audiens untuk menggunakan produk.
Walaupun sebenarnya hal ini hanya relevan di situasi tertentu saja. Power dapat
relevan digunakan untuk produk yang menggunakan fear appeal seperti asuransi
maupun kampanye keamanan publik.
Selain menurut model VisCAP, Lea-Greenwood (2012: 77) juga memaparkan
lima hal yang menjadi indikator seorang brand ambassador:
1) Transference, adalah ketika seorang selebritas mendukung sebuah merek yang
terkait dengan profesi mereka
2) Congruence (Kesesuaian), adalah konsep kunci pada brand ambassador, yakni
memastikan bahwa ada 'kecocokan' (kesesuaian) antara merek dan selebriti.
3) Kredibilitas, adalah tingkatan dimana konsumen melihat suatu sumber
(Ambassador) memiliki pengetahuan, keahlian atau pengalaman yang relevan dan
sumber tersebut (ambassador) tersebut dapat dipercaya untuk memberikan informasi
yang objektif dan tidak biasa.
4) Daya tarik, adalah tampilan non fisik yang menarik yang dapat menunjang suatu
produk maupun iklan.
5) Power, adalah kharisma yang dipancarkan oleh narasumber untuk dapat
mempengaruhi konsumen sehingga konsumen terpengaruh untuk membeli maupun
menggunakan produk.
Selain paparan teori diatas, menurut Durianto (2003: 28) ada juga beberapa
hal yang perlu diperhatikan sebelum memilih brand ambassador:
1. Jangan menggunakan terlalu banyak bintang iklan untuk tampil di beberapa
produk (=5 produk)
2. Perhatikan kesesuaian bintang iklan dengan produk. Asosiasikan bintang iklan
yang dipakai dengan apa yang ada dibentuk konsumen. Positioning bintang
iklan dengan produk harus sesuai
3. Integritas bintang brand ambassador agar citra asosiasi produk dapat
terkontrol dan terkendali
4. Perhatikan prestasi brand ambassador agar citra asosiasi produk dapat
terkontrol dan terkendali
5. Jika suatu produk merupakan dominant brand, maka sebenarnya tidak terlalu
penting untuk menggunakan artis. Karena terkadang merek suatu produk
malahan mengangkat brand ambassador.
3. Perilaku Konsumen
3.1 Pengertian Perilaku Konsumen
Definisi perilaku konsumen menurut Schiffman dan Kanuk (1994: 7)
merupakan perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli,
menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka
harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Definisi lain mengenai perilaku
konsumen yaitu suatu tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan,
mengkonsumsi dan menghabiskan produk atau jasa (Setiadi, 2000: 2001).
Sedangkan menurut Peter dan Olson (2000 : 23) perilaku konsumen
merupakan interaksi dinamis antara pengaruh pikiran, perilaku, dan kejadian sekitar
dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka. Dapat
disimpulkan dari berbagai paparan diatas bahwa perilaku konsumen ini merupakan
kegiatan yang sangat berkaitan dengan proses pembelian barang atau jasa. Maka dari
itu, mempelajari perilaku konsumen merupakan kunci dari strategi komunikasi
pemasaran.
Kegiatan pemasaran bertujuan untuk mempengaruhi konsumen agar mau
membeli barang maupun jasa yang ditawarkan perusahaan. Karena semakin
berkembangnya masyarakat, semakin beragam pula produk jasa dan barang yang
ditawarkan. Perkembangan perdagangan saat ini menujukan bahwa lebih banyak
produk yang ditawarkan daripada permintaan. Hal ini dapat disebabkan karena entah
kualitas barang tidak layak, tidak memenuhi keinginan konsumen, atau mungkin
karena konsumen tidak mengetahui keberadaan produk tersebut. Dua faktor
kegagalan tersebut berkaitan langsung dengan konsumen. Oleh karena itu, penting
hukumnya apabila perilaku konsumen menjadi perhatian dalam kunci pemasaran.
Selain itu, dengan mengenal konsumen yang dituju, tentunya biaya yang dikeluarkan
untuk promosi akan lebih murah karena akan lebih tepat sasaran. Intinya, memahami
perilaku konsumen pemasaran yang dilakukan akan lebih efektif.
Mowen dalam bukunya Consumer Behavior juga mengemukakan manfaat
yang diperoleh dalam mempelajari perilaku konsumen:
- Membantu para manager dalam pengambilan keputusan
- Memberikan pengetahuan kepada para peneliti pemasaran dengan dasar
pengetahuan analisis konsumen
- Membantu legislator dan regulator dalam menciptakan hukum dan peraturan
yang berkaitan dengan pembelian dan pejualan barang dan jasa
- Membantu konsumen dalam pembuatan keputusan pembelia yang lebih baik
3.2 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Pada dasarnya perilaku konsumen merupakan hal dasar yang ada pada
konsumen dalam membuat suatu keputusan pembelian. Dan perilaku tersebut dapat
dengan mudah berubah dari waktu ke waktu karena berbagai faktor yang dialami
konsumen. Menurut James F. Engel dan Roger D Blackwell Paul W. Miniard dalam
bukunya consumer behavior ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi konsumen
(Engel dan Miniard, 1994: 27):
1. Pengaruh lingkungan, terdiri dari budaya, kelas sosial, keluarga dan
situasi. Sebagai dasar utama perilaku konsumen adalah memahami
pengaruh lingkungan yang membentuk atau menghambat individu dalam
mengambil keputusan berkonsumsi mereka. Konsumen hidup dalam
lingkungan yang kompleks, dimana perilaku keputusan mereka
dipengaruhi oleh keempat faktor tersebut diatas.
2. Perbedaan dan pengaruh individu, terdiri dari motivasi dan
keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup, dan demografi.
Perbedaan individu merupkan faktor internal (interpersonal) yang
menggerakkan serta mempengaruhi perilaku. Kelima faktor tersebut akan
memperluas pengaruh perilaku konsumen dalam proses keputusannya.
3. Proses psikologis, terdiri dari pengolahan informasi, pembelajaran,
perubahan sikap dan perilaku. Ketiga faktor tersebut menambah minat
utama dari penelitian konsumen sebagai faktor yang turut mempengaruhi
perilaku konsumen dalam penambilan keputusan pembelian.
Sedangkan menurut Kotler dan Keller perilaku konsumen dipengaruhi oleh 4
faktor yaitu faktor budaya, faktor sosial, faktor kepribadian, dan faktor psikologis.
Yang dimaksud dengan faktor budaya menurut Kotler dan Keller yaitu suatu keadaan
sistem nilai budaya, adat istiadat, dan cara hidup masyarakat yang mengelilingi.
Faktor kedua yaitu faktor sosial merupakan pengaruh orang lain baik secara formal
maupun informal. Faktor ketiga yaitu faktor kepribadian merupakan faktor yang
berasal dari diri sendiri. Faktor terakhir yaitu faktor psikologis merupakan faktor
yang berkaitan dengan kejiwaan seseorang.
Berbeda degan model perilaku konsumen Assael. Assael menggambarkan
bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen. Pertama, individu
mempengaruhi perilaku konsumen. Artinya, pilihan konsumen didasarkan pada diri
konsumen, seperti kebutuhan, persepsi terhadap karakteristik merek, sikap, kondisi
demografis, gaya hidup, dan karakteristik kepribadian individu akan mempengaruhi
pilihan individu. Kedua, lingkungan mempengaruhi konsumen. Artinya, Pilihan
konsumen dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Sebagai contoh bila seorang
terdekat oleh konsumen menggunakan produk, konsumen akan terpengaruhi atas
pemilihan dan perilakunya terhadap merek yang ingin dibeli. Ketiga, strategi
pemasaran merek itu sendiri dapat mempengaruhi perilaku konsumen.
Gambar 1.1. Model perilaku konsumen Assael
Berdasarkan pemaparan tersebut dapat dikatakan untuk menciptakan iklan
yang efektif, perilaku konsumen sangat penting untuk dipelajari. Dan perilaku
konsumen terhadap iklan sangat berkorelasi dengan perilaku konsumen terhadap
produk yang diiklankan. Seperti yang dikatakan oleh Hawkins, Best, Coney, sebagai
classical conditioning. Dikatakan bahwa, kalau kita suka terhadap suatu iklan, maka
rasa suka itu juga akan ditularkan pada produk.
4. Traditional Response Hierarchy Models
Respon konsumen merupakan bagaimana konsumen bereaksi terhadap sebuah
rangsangan. Ada 3 proses tahapan reaksi perilaku konsumen terhadap marketing
communication. Tahapan ini dibagi berdasarkan tiga dasar proses psikologi. Tahapan
ini merupakan komponen dari sikap, yaitu cognition, yang merupakan dimensi
“thinking” dari reaksi seseorang. Lalu ada affection yaitu reaksi “feeling” seseorang.
Lalu ada conative yaitu reaksi seseorang yang mengarah pada keputusan. Vakratsas
dan Ambler berindikasi bahwa efek terhadap iklan baiknya dievaluasi menggunakan
ketiga komponen sikap tersebut (Belch&Belch, 2001: 161).
Gambar 1.2. Efek iklan pada konsumen: pergerakan dari awareness ke action
Sumber : Advertising and promotion : an integrated marketing communications perspective,
2001
1. Cognitive (thinking)
Kognisi biasanya didefinisikan sebagai 'aktivitas mental' sebagaimana
tercermin dalam pengetahuan, keyakinan atau pikiran bahwa seseorang
memiliki beberapa aspek dari dunia mereka. Kaitannya pada komunikasi,
pada tahap ini konsumen sadar akan produk dan memiliki inisiatif untuk
mencari informasi lebih lanjut mengenai produk.
2. Affective (feeling)
Tahap ini membuahkan respon emosional dari khalayak terhadap produk.
Konsumen menyukai produk dan memiliki kepercayaan akan produk
tersebut.
3. Conative (behavior)
Tahap ini merupakan tahap perilaku yang merupakan hasil dari tahap
affective. Pada tahap ini, konsumen merespon dengan membuat keputusan
pembelian.
Ada banyak traditional response hierarchy models yang telah diciptakan agar
dapat berguna bagi pengiklan. Karena model hirarki dapat menggambarkan
serangkaian proses bagi calon konsumen dari ketidaksadaran akan produk sampai ke
tahap keputusan untuk membeli. Model hirarki juga dapat digunakan sebagai
pengukur keefektifan komunikasi pemasaran. Model ini penting karena para pelaku
iklan harus tahu di tahap mana konsumen mereka berada pada model hirarki
(Belch&Belch, 2001: 149).
Ada banyak model hierarki tanggapan yang terkenal, namun melalui
penelitian ini peneliti akan membahas tiga model, yaitu model AIDA, model
DAGMAR, dan model hierarki efek. Model AIDA merupakan salah satu model tertua
yang di perkenalkan oleh Strong pada tahun 1925. Model ini digunakan sebagai
kerangka dasar yang menjelaskan bagaimana persuasive communication berkerja.
AIDA singkatan dari Attention, Interest, Desire, dan Action.
Model kedua yaitu DAGMAR (Defining Advertising Goals for Measuring
Advertising Results) yang diperkenalkan oleh Colley pada tahun 1961. Model
DAGMAR memiliki elemen awareness, comprehension, conviction, dan action.
Awareness merupakan tahap dimana periklanan dapat meningkatkan tingkat
kesadaran audiens terhadap pesan iklan. Comprehension merupakan tahap dimana
audiens paham benar inti pesan iklan. Conviction adalah tahap dimana audiens
percaya akan keaslian pesan iklan. Dan terakhir purchase adalah tahap dimana
kepercayaannya terhadap iklan akhirnya konsumen membeli produk yang diiklankan.
Model ketiga yang dikenalkan oleh Robert J Lavidge dan Gary A Steiner
pada tahun 1961 dikenal dengan nama model hierarki efek. Model ini digunakan
untuk menjelaskan elemen-elemen yang mendasari sikap khalayak terhadap iklan.
Lavidge dan Steiner berpendapat bahwa iklan merupakan investasi jangka panjang
yang dapat menggerakan konsumen dari waktu ke waktu dalam beberapa tingkatan.
Lavidge dan Steiner mengatakan bahwa ada 6 tahap melihat produk yang diiklankan
sampai ke tahap pembelian produk. 6 tahap tersebut adalah awareness, knowledge,
liking, preference, conviction, dan purchase.
1. Awareness (Kesadaran)
Konsumen menjadi sadar akan produk melalui iklan.Tahap ini dapat dibilang
tahap yang menantang karena konsumen melihat banyak iklan setiap harinya namun
hanya akan mengingat merek beberapa dari produk yang diiklankan. Oleh karena itu
tugas komunikator adalah membangun kesadaran konsumen.
2. Knowledge (Pengetahuan)
Konsumen mulai mendapatkan pengetahuan tentang produk misalnya melalui
internet, penasihat ritel dan kemasan produk. Jika konsumen tidak memiliki
pengetahuan tentang produk, konsumen akan dengan mudah pindah ke merek pesaing
karena mereka tidak mendapatkan informasi yang mereka inginkan.
3. Liking (Suka)
Langkah ini merupakan langkah dimana konsumen menyukai produk yang
diiklankan. Pengiklan harus memikirkan bagaimana agar konsumen dapat menyukai
produk yang diiklankan. Jika audien sasaran terlihat kurang menyukai suatu produk
maka pengiklan harus mencari tahu penyebabnya dan kemudian mengembangkan
kampanye komunikasi untuk membangun perasaan yang lebih menguntungkan.
4. Preference (Menjadikan produk sebagai pilihan)
Ada kemungkinan ketika konsumen menyukai lebih dari satu merek produk.
Pada tahap ini pengiklan ingin agar konsumen fokus dengan produk yang diiklankan.
Konsumen mungkin menyukai lebih dari satu merek produk dan bisa berakhir
membeli salah satu dari produk tersebut. Dalam hal ini, komunikator harus berusaha
membangun preferensi konsumen dengan menyoroti manfaat produk seperti
mempromosikan kualitas produk, nilai, kinerja atau keistimewaan lainnya agar
konsumen dapat membedakannya dari merek kompetitor.
5. Conviction (Keyakinan)
Konsumen mungkin menyukai produk tertentu tetapi tidak berkembang ke
arah keyakinan untuk membelinya. Tugas komunikator adalah membentuk keyakinan
bahwa produk tersebut memiliki kelebihan dibanding produk lain sejenisnya.
6. Purchase (Pembelian)
Pada akhirnya, konsumen mungkin memiliki keyakinan tetapi tidak cukup
untuk melakukan pembelian. Komunikator harus menuntun konsumen agar
mengambil langkah akhir. Tindakannya dapat berupa menawarkan produk tersebut
dengan diskon ataupun hadiah menarik.
Tabel 1.2. Model-model proses respon
Sumber : Advertising and promotion : an integrated marketing communications
perspective, 2001
Tahap Model AIDA Model DAGMAR Model Hierarki
Efek
Cognitive Attention Awareness
Comprehension
Awareness
Knowledge
Affective Interest
Desire
Conviction Liking
Preference
Conviction
Conative Action Purchase Purchase
Seperti yang dapat dilihat melalui figur 3, ketiga model tersebut
merepresentasikan proses respon sebagai rangkaian gerakan dari tiga tahap dasar.
Pertama tahap cognitive menggambarkan apa yang konsumen tahu atau
mempersepsikan terhadap produk. Tahap ini meliputi kesadaran konsumen akan
merek dan pengetahun akan informasi produk. Lalu selanjutnya tahap affective yang
menggambarkan tingkat perasaan konsumen pada merek. Selanjutnya tahap conative
atau tahap behavioral yang menggambarkan aksi/keputusan konsumen terhadap
merek. Ketiga model memiliki urutan yang serupa terhadap ketiga tahap.
Pengembangan tahap cognitive yang menghasilkan affective, yang dapat
menghasilkan conative (Belch&Belch, 2001 : 150).
5. Teori Pembelajaran Perilaku Konsumen: Classical Conditioning
Behavioural learning theory menekankan peran eksternal dan stimuli yang
menimbulkan adanya perilaku. Behavioural learning theory didasarkan pada orientasi
stimulus – respons (Belch&Belch, 2001: 123). Ada dua behavioural learning theory,
yaitu classical conditioning dan operant conditioning. Namun penelitian ini hanya
akan membahas classical conditioning saja.
Teori classical conditioning berasumsi bahwa pembelajaran adalah suatu
proses asosiatif dengan suatu hubungan yang sudah ada antara stimuli dan respons
(Morissan, 2014: 122). Teori ini pertama kali dikenalkan oleh psikolog Russia,
Pavlov. Teori ini memainkan peran penting dalam pemasaran. Pengiklan akan
mengasosiasikan produk mereka dengan citra dan emosi yang dapat menyenangkan
konsumen agar mereka dapat memberikan reaksi positif terhadap produknya. Merek
produk dipertunjukan dengan stimuli yang dapat menghasilkan perasaan yang
menyenangkan bagi konsumenm.
Teori classical conditioning diterapkan dalam mengasosiasikan suatu produk
dengan kondisi emosi konsumen (Morissan, 2014: 124). Penelitian mengenai
pengaruh latar musik pada iklan mempengaruhi pilihan produk yang dilakukan oleh
Gerald Gorn menggunakan pendekatan teori Classical Conditioning meyatakan
bahwa konsumen cenderung memilih suatu produk yang penyajiannya diiringi latar
belakang musik yang mereka sukai (Gorn, 1982: 125). Penelitian tersebut
membuktikan bahwa emosi yang dikeluarkan suatu iklan penting karena emosi
tersebut dapat diasosiasikan dengan produk itu sendiri. Penelitian tersebut juga
menunjukan bahwa dengan stimuli yang tepat pada iklan akan mendorong konsumen
untuk dapat bereaksi pada merek yang diiklankan.
Melalui hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen
dapat muncul ketika konsumen melihat tampilan stimuli iklan. Brand ambassador
merupakan salah satu elemen iklan yang dominan, yang merupakan bagian dari
stimuli yang diterima oleh audiens ketika melihat iklan. Menurut Belch dan Belch
(2001: 157), terbentuknya perilaku konsumen didasari oleh pengetahuan yang
diterima konsumen mengenai suatu merek melalui tampilan stimuli. Tampilan iklan
yang dilihat audiens akan membentuk cognitive dan affective terhadap merek yang
akan berlanjut pada conative (Belch&Belch, 2001: 157).
Oleh karena itu melalui penelitian ini, peneliti meneliti sejauh mana pengaruh
penggunaan brand ambassador Lee Min Ho dalam iklan Luwak White Koffie
terhadap perilaku cognitive, affective, dan conative konsumen di kalangan penggemar
Korea Yogyakarta.
F. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Arina (2007) dengan judul ”Pengaruh
Selebriti Pendukung (celebrity endorser) Luna Maya dalam Periklanan Sabun
Lux terhadap Pembentukan Brand Image pada Mahasiswa S-1 Ekstensi
Manajemen Universitas Sumatera Utara”. Kesimpulan yang diperoleh dari
menyatakan variabel independen visibility, credibility, attraction dan power secara
bersama-sama berpengaruh signifikan dan positif terhadap pembentukan brand image
pada mahasiswa Ekstensi Universitas Sumatera Utara.
Rosmayanti (2005) dengan judul ”Pengaruh Marketing Endorser Tamara
Bleszinsky terhadap Keputusan Pembelian Lux pada Mahasiswa S-1 Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara”. Hasil yang diperoleh dari penelitian
menyatakan variabel terikat attractiveness, expertise, dan trusworthiness secara
bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian Lux
pada mahasiswa S-1 Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Penelitian Prawira, dkk (2012) tentang “Hubungan Karakteristik Brand
Ambassador Honda Spacy Helm In dengan Tahapan Keputusan Pembelian
Konsumen”. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah ada hubungan
visibility, credibility, attraction, dan power dengan tahapan keputusan pembelian.
Hasil penelitian menunjukan adanya hubungan antara karakteristik brand ambassador
Honda Spacy HELM In Dengan tahapan keputusan pembelian konsumen.
Peneliti Populasi Variabel Hasil Penelitian
Ariana Mahasiswa S1 Ekstensi
Manahemen Universitas
Sumatera Utara angakatan
2004-2006 berujumlah 371
mahasiswa
Visibility (X1)
Credibility (X2)
Attraction (X3)
Power (X4)
Brand Image (Y)
Selebriti
pendukung Luna
Maya
berpengaruh
signifikan
terhadap
pembentukan
brand image
Lux. Variabel
dominan
berpengaruh
terhadap
pembentukan
brand image
adalah attraction
Rosmayanti Mahasiswa s1 Fakultas
Ekonomi Universitas
Sumatera Utara angkatan
2002-2004 berjumlah 1101
mahasiswa
Attraction (X1)
Trustworthiness
(X2)
Expertise (X3)
Keputusan
Pembelian (Y)
Ketiga variabel
berpengaruh
signifikan
terhadap
keputusan
pembelian Lux
Prawira,dkk Konsumen Man Dealer
Honda AHASS Setia Inti
Prima Bandung berjumlah
86 konsumen
Visibility (X1)
Credibility (X2)
Attraction (X3)
Power (X4)
Keputusan
Pembelian (Y)
Karakteristik
brand
ambassador
memiliki
hubungan
dengan tahapan
keputusan
pemnbelian
Tabel 1.3 Penelitian Terdahulu
G. Kerangka Konsep
Penelitian ini bermaksud untuk meneliti apakah ada pengaruh signifikan dalam
penggunaan brand ambassador Lee Min Ho dalam iklan Luwak White Koffie
terhadap perilaku konsumen di kalangan penggemar Kpop Yogyakarta. Strategi
menggunakan brand ambassador dalam iklan merupakan upaya perusahaan untuk
menarik perhatian konsumennya. Dengan persaingan pasar kopi, terutama dalam
kategori kopi putih yang saat ini di Indonesia persaingannya makin meningkat,
Luwak White Koffie merasa perlu dilakukan strategi pemasaran unik agar dapat
menjaga eksistensi perusahaan. Luwak White Koffie menggunakan Lee Min Ho
sebagai brand ambassador-nya dengan harapan dapat menimbulkan sisi emosional
brand perusahaan.
Namun tidak sembarang orang bisa dijadaikan brand ambassador. Perusahaan
harus pintar memilih figur yang dijadikan brand ambassador-nya. Karena memilih
brand ambassador harus dengan mempertimbangkan 4 karakteristik penting. 4
karakteristik ini disebut dengan VisCAP model yang merupakan model pengukur
persepsi konsumen terhadap brand ambassador. Model VisCAP terdiri dari pertama
visibility yaitu seberapa terkenalnya brand ambassador. Kedua credibility yaitu
persepsi komunikan akan brand ambassador, apakah brand ambassador dapat
dipercaya atau tidak. Ketiga attraction yaitu daya tarik brand ambassador. Keempat
power yaitu seberapa besar sifat kekuasaan yang dimiliki brand ambassador.
Pemilihan Lee Min Ho sebagai brand ambassador tentunya didasari akan
berbagai pertimbangan. Tentunya fakta bahwa Lee Min Ho merupakan salah satu
artis Korea terkenal, dimana kehidupannya disorot berbagai media merupakan nilai
positif bagi Luwak White Koffie. Di Indonesia, nama Lee Mi Ho sudah tidak asing
lagi. Lee Min Ho mulai dikenal di Indonesia setelah memainkan peran tokoh Goo Jun
Pyo dalam serial Boys Before Flower di tahun 2009. Sebenarnya pengaruh budaya
Korea di Indonesia sudah masuk sebelumnya yaitu sejak tahun 2002 diawali dengan
drama TV Korea Endless Love.
Luwak White Koffie sadar bahwa saat ini Indonesia sedang dijamuri budaya
Korea. Luwak White Koffie menjadikan Lee Min Ho sebagai brand ambassador
dengan harapan dapat menarik perhatian audiens dan juga agar terciptanya pasar
baru, terutama kalangan anak muda. Luwak White Koffie berharap dengan
menggunakan Lee Min Ho sebagai brand ambassador akan ada terciptanya rasa
penasaran dengan Luwak White Koffie dari para penggemar Korea, tertutama fans
Lee Min Ho sendiri, yaitu Minoz. Karena fans cenderung mengikuti idolanya, mulai
dari fashion sampai ke gaya hidup. Namun budaya meminum kopi bukanlah hal yang
bisa dipaksakan, ada orang yang suka meminum kopi, ada juga yang tidak. Oleh
karena itu, melalui penelitian ini, peneliti meneliti sejauh mana pengaruh penggunaan
Lee Min Ho sebagai brand ambassador Luwak White Koffie terhadap perilaku
konsumen di kalangan penggemar Kpop di Yogyakarta.
Perilaku konsumen terhadap produk merupakan evaluasi individu yang
merefleksikan preferensi individu terhadap merek. Perilaku tersebut merupakan
gambaran perasaan menyenangkan atau tidak menyenangkan dari khalayak terhadap
suatu eksekusi iklan (Belch&Belch, 2001, p.61). Perilaku konsumen memiliki
tahapan. Tahapan ini disebut sebagai komponen dasar sikap. Pertama, cognitive yang
berarti konsumen sadar (aware) akan produk dan memiliki inisiatif untuk mencari
tahu informasi lebih lanjut mengenai produk. Kedua, tingkatan affective, dimana
konsumen mulai menyukai produk dan memiliki kepercayaan akan produk tersebut.
Ketiga, tahapan conative yang berarti konsumen membeli produk tersebut.
Dalam mengukur tahapan perilaku konsumen di kalangan penggemar Kpop di
Yogyakarta, peneliti menggunakan model hierarki efek yang dikenalkan oleh Lavidge
dan Steiner pada tahun 1961. Ada 6 tahap dalam model tersebut. Tahap pertama,
awareness yang berarti konsumen menjadi sadar akan produk melalui iklan. Tahap
kedua yaitu knowledge yang berarti konsumen mulai paham tentang produk karena
konsumen mulai berinisiatif untuk mendapat informasi mengenai produk. Tahap
ketiga, liking yaitu langkah dimana konsumen mulai menyukai produk yang
diiklankan. Tahap keempat preference, dimana konsumen mulai menjadikan produk
yang diiklankan sebagai pilihan. Tahap kelima conviction, konsumen mulai yakin
akan produk yang diiklankan. Tahap keenam purchase, dimana konsumen bertindak
untuk membeli produk yang diiklankan. Berdasarkan kerangka teori yang
digunakan dalam penelitian ini, berikut merupakan kerangka konsep untuk
menggambarkan alur konseptual penelitian ini:
\
H. Definisi Operasional
1. Definisi Variabel
Dapat dikatakan bahwa variabel merupakan ide utama dalam penelitian
kuantitatif. Sugiyono merumuskan variabel sebagai suatu atribut atau sifat atau nilai
dari orang, obyek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya.
Berikut adalah variabel-variabel yang ada dalam penelitian:
Variabel Dimensi Item Skala
Variabel X
(Brand ambassador
Lee Min Ho)
Visibility
(Visibilitas – seberepa
jauh popularitas brand
ambassador)
Berkaitan dengan
seberapa terkenal dan
mudah diingat brand
ambassador
Likert
Model VisCAP
Brand Ambassador
Lee Min Ho
(X)
1. Visibility
2. Credibility
3. Attraction
4. Power
Model Hierarki Efek
Perilaku Konsumen
Kalangan Penggemar Kpop
(Y)
1. Awareness
2. Knowledge
3. Liking
4. Preference
5. Conviction
6. Purchase
Credibility
(Kredibilitas –
seberapa jauh
keahliah dan
objektivitas brand
ambassador)
Berkaitan dengan
expertise (keahlian) dan
trustworthiness (tingkat
kepercayaan) brand
ambassador
Likert
Attraction
(Daya tarik – tingkat
disukai dan tingkat
kesamaan produk)
Berkaitan dengan
likeability (tingkat
disukai) yaitu seberapa
besar pesona, yaitu daya
tarik fisik dan kepribadian
brand ambassador. Dan
juga berkaitan dengan
similarity (tingkat
kessamaan) yaitu daya
tarik emosional yang
sesuai dengan target
penonton.
Likert
Power
(Kekuasaan)
Berkaitan dengan
seberapa besar pengaruh
yang dimiliki brand
ambassador
Likert
Variabel Y
Perilaku konsumen
di kalangan
penggemar Kpop
Cognitive
(kognitif – merupakan
tahapan dimana
konsumen sadar dan
memiliki inisiatif
untuk mencari
-Awareness berkaitan
dengan kesadaran
konsumen terhadap
produk
-Knowledge berkaitan
Likert
informasi produk) dengan pengetahuan
konsumen terhadap
produk
Affective
(afektif – konsumen
menyukai produk dan
memiliki
kepercayaan)
-Liking berkaitan dengan
tahapan konsumen
menyukai produk
-Preference berkaitan
dengan tahapan konsumen
menjadikan produk
sebagai pilihan
-Conviction berkaitan
dengan tahapan konsumen
mempercayai produk
Likert
Conative
(konatif – konsumen
membeli produk)
-Purchase berikaitan
dengan tahapan konsumen
membeli produk
Likert
Tabel 1.4 Definisi Operasional
I. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H1 : Terdapat pengaruh signifikan penggunaan brand ambassador Lee Min Ho pada
karakter visibility terhadap aspek cognitive di kalangan penggemar Kpop Yogyakarta
H2 : Terdapat pengaruh signifikan penggunaan brand ambassador Lee Min Ho pada
karakter visibility terhadap aspek affective di kalangan penggemar Kpop Yogyakarta
H3 : Terdapat pengaruh signifikan penggunaan brand ambassador Lee Min Ho pada
karakter visibility terhadap aspek conative di kalangan penggemar Kpop Yogyakarta
H4 : Terdapat pengaruh signifikan penggunaan brand ambassador Lee Min Ho pada
karakter attraction terhadap aspek cognitive di kalangan penggemar Kpop Yogyakarta
H5 : Terdapat pengaruh signifikan penggunaan brand ambassador Lee Min Ho pada
karakter attraction terhadap aspek affective di kalangan penggemar Kpop Yogyakarta
H6 : Terdapat pengaruh signifikan penggunaan brand ambassador Lee Min Ho pada
karakter attraction terhadap aspek conative di kalangan penggemar Kpop Yogyakarta
H7 : Terdapat pengaruh signifikan penggunaan brand ambassador Lee Min Ho pada
karakter credibility terhadap aspek cognitive di kalangan penggemar Kpop
Yogyakarta
H8 : Terdapat pengaruh signifikan penggunaan brand ambassador Lee Min Ho pada
karakter credibility terhadap aspek affective di kalangan penggemar Kpop Yogyakarta
H9 : Terdapat pengaruh signifikan penggunaan brand ambassador Lee Min Ho pada
karakter credibility terhadap aspek conative di kalangan penggemar Kpop Yogyakarta
H10 : Terdapat pengaruh signifikan penggunaan brand ambassador Lee Min Ho pada
karakter power terhadap aspek cognitive di kalangan penggemar Kpop Yogyakarta
H11 : Terdapat pengaruh signifikan penggunaan brand ambassador Lee Min Ho pada
karakter power terhadap aspek affective di kalangan penggemar Kpop Yogyakarta
H12 : Terdapat pengaruh signifikan penggunaan brand ambassador Lee Min Ho pada
karakter power terhadap aspek conative di kalangan penggemar Kpop Yogyakarta
H13 : Tidak ada pengaruh signifikan penggunaan brand ambassador Lee Min Ho
pada karakter visibility terhadap aspek cognitive di kalangan penggemar Kpop
Yogyakarta
H14 : Tidak ada pengaruh signifikan penggunaan brand ambassador Lee Min Ho
pada karakter visibility terhadap aspek affective di kalangan penggemar Kpop
Yogyakarta
H15 : Tidak ada pengaruh signifikan penggunaan brand ambassador Lee Min Ho
pada karakter visibility terhadap aspek conative di kalangan penggemar Kpop
Yogyakarta
H16 : Tidak ada pengaruh signifikan penggunaan brand ambassador Lee Min Ho
pada karakter attraction terhadap aspek cognitive di kalangan penggemar Kpop
Yogyakarta
H17 : Tidak ada pengaruh signifikan penggunaan brand ambassador Lee Min Ho
pada karakter attraction terhadap aspek affective di kalangan penggemar Kpop
Yogyakarta
H18: Tidak ada pengaruh signifikan penggunaan brand ambassador Lee Min Ho
pada karakter attraction terhadap aspek conative di kalangan penggemar Kpop
Yogyakarta
H19 : Tidak ada pengaruh signifikan penggunaan brand ambassador Lee Min Ho
pada karakter credibility terhadap aspek cognitive di kalangan penggemar Kpop
Yogyakarta
H20 : Tidak ada pengaruh signifikan penggunaan brand ambassador Lee Min Ho
pada karakter credibility terhadap aspek affective di kalangan penggemar Kpop
Yogyakarta
H21 : Tidak ada pengaruh signifikan penggunaan brand ambassador Lee Min Ho
pada karakter credibility terhadap aspek conative di kalangan penggemar Kpop
Yogyakarta
H22 : Tidak ada pengaruh signifikan penggunaan brand ambassador Lee Min Ho
pada karakter power terhadap aspek cognitive di kalangan penggemar Kpop
Yogyakarta
H23 : Tidak ada pengaruh signifikan penggunaan brand ambassador Lee Min Ho
pada karakter power terhadap aspek affective di kalangan penggemar Kpop
Yogyakarta
H24 : Tidak ada pengaruh signifikan penggunaan brand ambassador Lee Min Ho
pada karakter power terhadap aspek conative di kalangan penggemar Kpop
Yogyakarta
J. Metodologi
1. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2015: 2). Metode penelitian yang digunakan
adalah penelitian kuantitatif. Metode ini sebagai metode ilmiah karena telah
memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit, obyektif, terukur, rasional, dan
sistematis. Dan metodenya mengacu pada survei. Dimana survei merupakan studi
yang bersifat kuantitatif yang digunakan untuk meneliti gejala suatu kelompok atau
perilaku individu. Dikatakan survei karena data yang digunakan adalah kuisoner
sebagai instrumen dalam pengumpulan datanya. Digunakan pendekatan survei karena
dirasa mampu memberikan gambaran komprehensif mengenai aspek yang diteliti.
Pendekatan survei juga dirasa dapat mencakup populasi yang luas agar penelitian ini
dapat menggambarkan signifikan pengaruh variabel X terhadap variabel Y.
Jenis survei yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ekplanatif. Survei
ekplanatif digunakan peneliti untuk mengetahui fenomena apa dan hubungan apa
yang terjadi dalam suatu fenomena yang diteliti. Berdasarkan jenis penelitian
ekplanatif ini, maka peneliti menghubungkan atau mencari sebab akibat antara dua
atau lebih konsep yang diteliti. Jenis penelitian ekplanatif adalah penelitian yang
berusaha menjelaskan pengaruh variabel X dan variabel Y, sekaligus menjawab
mengapa hal itu terjadi, melalui hipotesis. Maka, dengan metode penelitian ini
peneliti dapat sesuai menjelaskan dan mencari hubungan yang ada antara kedua
variabel dalam penelitian ini
2. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah anak muda di Yogyakarta. Digunakan anak
muda karena menurut keterangan Luwak White Koffie, penggunaan Lee Min Ho
sebagai brand ambassador ditujukan untuk anak muda, agar anak muda dapat
menyukai Luwak White Koffie. Menurut Princeton dalam Webster Dictionary,
pemuda adalah “the time of life between childhood and maturity; early maturity; the
state of being young or immature or inexperienced; the freshness and vitality
characteristic of a young person”. Yaitu artinya yang dimaksud pemuda adalah
seseorang dengan rentang waktu antara usia kanak-kanak sampai dengan usia
kematangan (kedewasaan).
Sedangkan menurut kerangka strategis EU pemuda adalah seseorang berumur 15
sampai 29 tahun kelompok usia. Hal ini dikarenakan definisi kelompok usia 15
sampai 29 tahun merupakan definisi pemuda yang paling sering digunakan di negara-
negara Eropa. Ada 23 negara dari 47 negara di Eropa (angota dewan Council of
Europe ditambah Belarus, dikurang Monaco), yaitu sekitar 49% menggunakan
kategori tersebut. Figur tersebut tidak mengejutkan pasalnya kebijakan Eropa seperti
EU Youth Strategi, Erasmus+ and Youth in Action Programmes, Eurostat Reports,
dan Eurobarometer Surveys mendefinisikan pemuda sebagai seseorang yang berumur
15 sampai 29 tahun (Perovic, 2016: 4).
Oleh karena itu populasi penelitian ini merupakan anak muda berumur 15-29
tahun di Yogyakarta. Berdasarkan statistik populasi Yogyakarta, ada total 886.500
anak muda berumur 15-29 tahun di Yogyakarta. Dari besarnya populasi tersebut akan
dipilih empat ratus orang sebagai sampel dengan rumus Slovin. Kalkulasi eror yang
dipilih sebesar 5%.
Kelompok Usia
2017
Laki-laki Perempuan
15 – 19 135,5 130,4
20 – 24 152,5 148,6
25- 29 163,2 156,3
TOTAL 886,5
Tabel 1.5 Proyeksi Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di D.I.
Yogyakarta
Sumber: Badan Pusat Statistik DIY (periode 2015-2022)
Rumus Slovin
Keterangan :
N : Jumlah populasi sebanyak 886,500
e : Batas toleransi kesalahan 5%
n : 886,500
1+886,500×5
100×
5
100
n : 886,500
2217,25
n : 399,8 400
Pengambilan sampel menggunakan teknik nonprobability dan purposive
sampling. Non probability sampling artinya setiap individu atau unit yang diambil
dari populasi dipilih dengan sengaja menurut pertimbangan tertentu, berarti tidak
memberi peluang yang sama terhadap populasi untuk dijadikan sampel. Sedangkan
dalam menggunakan teknik purposive sampling artinya setiap unit atau individu yang
diambil dari populasi dipilih dengan sengaja berdasarkan pertimbangan tertentu
(Agus dan Ratih, 2011 : 47). Berarti pemilihan responden harus berdasarkan beberapa
kriteria, yaitu anak muda berusia 15-29 tahun. Responden juga harus merupakan
kelompok penggemar Kpop yang berdomisili di Yogyakarta.
3. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer adalah data
yang dikumpulkan dari situasi aktual ketika peristiwa terjadi (Silalahi, 2010: 289).
Data primer dapat diperoleh melalui:
a) Kuesioner
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab
(Sugiyono, 2015: 142). Kuesioner dilakukan untuk memeroleh informasi yang
relevan dengan tujuan survei (Masri dan Effendi, 2008 : 175). Dalam kuesioner
terdapat pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh responden. Data yang
diperoleh dari kuesioner selanjutnya akan dianalisis.
Penyebaran kuesioner dilakukan online atau daring. Kuesioner akan
disebarkan secara online di Yogyakarta. Kuesioner disebarkan selama dua minggu
dari tanggal 5 Maret 2017 sampai tanggal 19 Maret 2017. Skala penilaian pada
kuesioner yang digunakan dalam penlitian ini adalah skala Likert. Skala Likert
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi dari individu atau
kelompok tentang fenomena sosial. Berikut nilai jawaban dari skala Likert:
Sangat setuju : diberi skor 5
Setuju : diberi skor 4
Netral : diberi skor 3
Tidak setuju : diber skor 2
Sangat tidak setuju : diberi skor 1
Sedangkan, data sekunder merupakan data yang dikumpulkan dari sumber-
sumber lain yang telah tersedia sebelum penelitian dilakukan (Silalahi, 2010: 291).
Data sekunder diperoleh melalui:
b) Studi Pustaka
Studi pustaka ditujukan untuk mencari referensi buku maupun teori yang
sudah ada yang digunakan sebagai panduan untuk memeroleh kerangka teori serta
konsep yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini. Studi pustaka dianggap
penting oleh peneliti karena dapat menggunakan teori untuk memperjelas penjelasan
dalam penelitian ini.
4. Teknik Pengolahan Data
Teknik analisa penelitian ini adalah analisis deskriptif kuantitatif yaitu teknik
analisa yang memberikan informasi hanya mengenai data yang diamati. Analisis
diawali dengan uji instrumen yaitu validitas dan reabilitas.
a. Uji Validitas
Validitas digunakan untuk menunjukan sejauh mana alat ukur dapat
mengukur agar memberikan keyakinan bahwa alat ukur tersebut dapat digunakan
secara cermat. Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk
mendapatkan data dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur
(Sugiyono, 2015: 121).
Dalam penelitian ini, pengukuran uji validitas menggunakan jenis metode
korelasi product moment Pearson. Korelasi product moment adalah istilah statistik
yang menyatakan derajat hubungan linier (searah bukan timbal balik) antara dua
variabel atau lebih yang dikembangkan oleh Karl Pearson, berikut rumusnya:
Keterangan :
r : Koefisien korelasi product moment
X : Skor tiap pertanyaan
Y : Skor total
N : Jumlah responden
b. Uji Reabilitas
Setelah diketahui bahwa setiap item pertanyaan valid, maka selanjutnya dicari
tahu apakah instrumen tersebut cukup konsisten agar selanjutnya dapat mengukur
gejala yang sama dengan pengukuran yang berulang. Reliabilitas digunakan untuk
melihat konsistensi indikator kuesioner, sehingga dapat digunakan dalam penelitan.
Uji reliabilitas dilakukan dengan uji alpha’ cronbach.
Cronbach’s Alpha merupakan sebuah ukuran reabilitas yang memiliki nilai
berkisar dari nol sampai satu (Hair et al., 2010: 92). Berikut skala reabilitas Cronbach
Alpha:
Nilai Cronbach’s Alpha Tingkat Reabilitas
0.0 – 0.2 Kurang realibel
>0.2 – 0.4 Agak realibel
>0.4 – 0.6 Cukup realibel
>0.6 – 0.8 Realibel
>0.8 – 1 Sngat realibel
Tabel 1.6 Tingkat realibel Cronbach’s Alpha
Sumber Hair et al. (2006: 125)
5. Metode Analisis data
Peneliti menggunakan SPSS (Statistical Package for Social Science) yang
merupakan program atau perangkat lunak digital yang digunakan untuk mengolah
data penelitian kuantitatif untuk mengetahui bagaimana pengaruh penggunaan brand
ambassador Lee Min Ho dalam iklan Luwak White Koffie terhadap perilaku
konsumen di kalangan penggemar Kpop Yogyakarta. Pertama peneliti
mempersiapkan kuesioner. Setelah kuesioner diisi peneliti melakukan pengkodean
melalui SPSS.
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis data regresi linier.
Regresi merupakan suatu teknik analisis data yang digunakan untuk melihat bentuk
hubungan dengan menelaah hubungan dua variabel atau lebih, terutama menelusuri
pola hubungan yang modelnya belum diketahui dengan sempurna atau untuk
mengetahui variasi dari beberapa variabel dependen dan independen (Muhidin dan
Abdurahman, 2007: 187). Regresi merupakan suatu teknik analisis data yang
digunakan untuk melihat bentuk pengaruh antar satu variabel terhadap satu atau lebih
variabel. Melalui penelitian ini dilihat pengaruh variabel X (brand ambassador Lee
Min Ho dalam iklan Luwak White Koffie) terhadap variabel Y (perilaku konsumen di
kalangan penggemar Kpop Yogyakarta.