bab i pendahuluan -...

37
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Studi ini bermaksud mengkaji tata kelola penggunaan dana desa, yang merupakan salah satu sumber pendapatan desa yang langsung berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Kapasitas pemerintah desa dalam pengelolaan dana desa secara langsung akan berimplikasi pada pemanfaatan dana desa tersebut untuk kemajuan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat desa. Kajian ini penting untuk dilakukan karena berdasarkan berbagai regulasi yang ada, setiap desa di Indonesia mendapatkan alokasi anggaran dana desa dalam jumlah yang cukup besar. Regulasi tersebut adalah Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014, PP No. 60 Tahun 2014 yang kemudian direvisi menjadi PP No. 22 Tahun 2015. Untuk tahun 2015 pelaksanaan teknisnya didasarkan pada Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No. 5 Tahun 2015, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.07/2015, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 113 Tahun 2014, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 114 Tahun 2014, dan Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi tentang Percepatan Penyaluran, Pengelolaan dan Penggunaan Dana Desa Tahun 2015. Sedangkan untuk tahun 2016 didasarkan pada Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No. 21 Tahun 2015 yang kemudian diubah menjadi

Upload: duongkhanh

Post on 27-Mar-2019

250 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Studi ini bermaksud mengkaji tata kelola penggunaan dana desa, yang

merupakan salah satu sumber pendapatan desa yang langsung berasal dari

anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Kapasitas pemerintah desa

dalam pengelolaan dana desa secara langsung akan berimplikasi pada

pemanfaatan dana desa tersebut untuk kemajuan pembangunan dan kesejahteraan

masyarakat desa. Kajian ini penting untuk dilakukan karena berdasarkan berbagai

regulasi yang ada, setiap desa di Indonesia mendapatkan alokasi anggaran dana

desa dalam jumlah yang cukup besar. Regulasi tersebut adalah Undang-Undang

No.6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014, PP No.

60 Tahun 2014 yang kemudian direvisi menjadi PP No. 22 Tahun 2015. Untuk

tahun 2015 pelaksanaan teknisnya didasarkan pada Peraturan Menteri Desa,

Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No. 5 Tahun 2015, Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.07/2015, Peraturan Menteri Dalam Negeri

No. 113 Tahun 2014, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 114 Tahun 2014, dan

Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri

Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi tentang Percepatan

Penyaluran, Pengelolaan dan Penggunaan Dana Desa Tahun 2015. Sedangkan

untuk tahun 2016 didasarkan pada Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah

Tertinggal dan Transmigrasi No. 21 Tahun 2015 yang kemudian diubah menjadi

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No. 8

Tahun 2016, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 247/PMK.07/2015, yang

kemudian direfisi menjadi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/PMK.07/2016,

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 113 Tahun 2014, dan Peraturan Menteri

Dalam Negeri No. 114 Tahun 2014. Meskipun demikian, pelaksanaan kebijakan

dana desa tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan dengan baik oleh pemerintah

desa. Beberapa permasalahan yang terjadi antara lain terlambatnya perencanaan

dan pencairan dana desa, belum maksimalnya keterlibatan masyarakat, dan

penggunaan dana yang masih tidak sesuai dengan peruntukannya. Persoalan-

persoalan ini erat kaitannya dengan kapasitas pemerintah desa yang belum mampu

menciptakan tata kelola dana desa yang baik.

Desa (menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 2014) adalah wilayah yang

memiliki hak otonomi terkait penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan

wilayah dan pemberdayaan masyarakat. Salah satu fokus utama UU No. 6 Tahun

2014 adalah peningkatan pembangunan di wilayah desa. Oleh sebab itu, desa

diberi kepercayaan untuk menjalankan pemerintahan dan membangun daerahnya

dengan cara mengatur serta mengelola keuangannya sendiri berdasarakan

peraturan yang berlaku. Untuk melaksanakan hal tersebut desa memerlukan

sumber-sumber keuangannya sendiri yang dapat digunakan untuk membiayai

berbagai macam urusan rumah tangganya seperti pendapatan asli desa, bagi hasil

pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota, bagian dari dana perimbangan

keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota, bantuan keuangan

dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) provinsi dan

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

kabupaten/kota, hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga serta

alokasi anggaran dari APBN ke kas desa.

Dana desa dinilai sebagai bentuk kepercayaan pemerintah pusat kepada

desa sebagai pemerintahan otonom yang mampu mengelola anggaranya sendiri.

Dalam tujuannya, dana desa digunakan untuk membiayai penyelenggaraan

pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan

pemberdayaan masyarakat desa. Hal ini dimaksudkan agar peningkatan

pelayanan publik di desa dapat terwujud sehingga berdampak pada peningkatan

kesejahteraan dan pemerataan pembangunan desa. Selain itu, dana desa

diharapkan mampu mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa serta

memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan.

Pemerintah pusat menganggarkan Rp 20,766 triliun untuk dana desa pada

tahun 2015, yang disalurkan dalam tiga tahap penyaluran. Tahap pertama

penyaluran dilakukan pada bulan April sebesar 40%, tahap kedua pada bulan

Agustus sebesar 40% dan tahap ke tiga pada buan November sebesar 20%.

Dalam hal ini, pelaksanaan prioritas penggunaan Dana Desa tahun 2015 diatur

dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan

Transmigrasi No. 5 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana

Desa Tahun 2015. Permen tersebut menjelaskan bahwa prioritas penggunaan

dana desa adalah untuk pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.

Sedangakan untuk tahun 2016, pemerintah pusat menganggarkan sebesar Rp 46,

982 triliun. Penyaluran dilakukan pada bulan April sebesar 40%, bulan Agustus

sebesar 40% dan bulan Oktober sebesar 20% dimana pelaksanaan prioritas

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

penggunaan Dana Desa tahun 2015 diatur dalam Peraturan Menteri Desa,

Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi No. 8 Tahun 2016 tentang

Perubahan atas Permendes PDTT No. 21 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas

Penggunaan Dana Desa Tahun 2016 yang menjelaskan bahwa prioritas

penggunaan dana desa adalah untuk pembangunan desa dan pemberdayaan

masyarakat desa.

Dalam pelaksanaannya, berbagai permasalahan pengelolaan dana desa

terjadi di lapangan. Keterlambatan penyusunan perencanaan baik dalam bentuk

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes), Rencana Kerja

Pembangunan Desa (RKPDes), dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

(APBDes) akan berdampak pada terlambatnya proses pencairan dana. Belum

maksimalnya keterlibatan masyarakat dalam penyusunan anggaran dan

pengawasan membuka celah pada penyalahgunaan dana desa. Oleh sebab itu,

dibutuhkan tata kelola dana desa yang baik. Untuk mewujudkan hal tersebut,

maka prinsip-prinsip good governance harus dapat dilakukan mulai tingkatan

perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban penggunaan

dana desa.

Pemerintah desa harus dapat memastikan kebijakan dana desa berjalan

sebagai mana mestinya. Namun demikian, keberhasilan pelaksanaan kebijakan

dana desa akan sangat dipengaruhi oleh kapasitas pemerintah desa tersebut.

Secara umum, kapasitas dapat dimaknai sebagai kemampuan untuk menjalankan

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

fungsi, menyelesaikan masalah, menetapkan, serta mencapai tujuan.1 Dengan

kata lain pemerintah desa harus memiliki kapasitas yang baik untuk melaksanakan

tugas dan fungsi yang dibebankan kepadanya. Selain itu, pemerintah desa harus

mampu menetapkan dan menjalankan berbagai kebijakan yang ditujukan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta menyelesaikan berbagai masalah

yang terkait dengan tugas pokoknya.

Kapasitas merupakan sebuah esensi dan basis otonomi (kemandirian)

desa.2 Dalam hal ini, kapasitas tidak hanya dipandang sebagai kemampuan

sumber daya manusia semata namun juga merupakan sesuatu yang sistemik dan

manajerial. Kapasitas pemerintah desa juga berkaitan dengan proses interaksi

yang terjadi antara pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD),

lembaga-lembaga masyarakat seperti Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa

(LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan lembaga

lainnya, beserta warga desa tersebut. Dengan demikian, kapasitas pemerintah

desa tidak dapat dilihat hanya dengan mengandalkan sisi pekerjaan rumah

pemerintah desa dalam menjalankan peraturan dan perintah dari supra desa,

namun juga bagaimana kemampuan pemerintah desa untuk menghadirkan ruang

partisipasi. Oleh sebab itu, kapasitas pemerintah desa dapat dibagi menjadi

kapasitas teknokratik dan kapasitas politik.

1 Sakiko Fukuda-Parr, Carlos Lopes, dan K. Malik, Overview: Institutional Innovation for

Capacity Development (New York: Earthscan-UNDP, 2002), dikutip dalam StéphaneWillems dan

Kevin Baumert, Institutional Capacity and Climate Actions (Paris: OECD, 2003), 5.

2 Sutoro Eko, dkk., Prakarsa Desentralisasi dan Otonomi Desa (Yogyakarta: IRE, 2005),

105.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

Kapasitas teknokratik berupa kemampuan pemerintah dalam hal teknis

seperti pengelolaan perencanaan, anggaran, administrasi, dan lain sebagainya.

Sedangkan kapasitas politik berupa kemampuan pemerintah memberikan ruang

politik kepada masyarakat untuk aktif dan berpartisipasi dalam proses kebijakan.

Kapasitas teknokratik yang baik tanpa disertai dengan kapasitas politik nantinya

hanya akan membawa sistem pemerintahan yang otoriter dan tertutup karena tidak

adanya partisipasi dari masyarakat. Sedangkan kapasitas politik yang baik tanpa

disertai dengan kapasitas teknokratis nantinya akan berpengaruh pada tidak

berjalannya pembangunan daerah sesuai dengan aturan yang ada. Oleh karena itu,

baik kapasitas teknokratik maupun kapasitas politik dilihat sebagai sebuah

kesatuan yang mempengaruhi kemampuan pemerintah dalam menjalankan

pemerintahan dan mengembangkan daerah. Dengan demikian, semakin baik

kapasitas teknokratik dan kapasitas politik yang dimiliki pemerintah dalam

melakukan tata kelola desa maka semakin baik pula output yang dihasilkan dari

pelaksanaan kebijakan, begitu pula sebaliknya.

Kapasitas pemerintah khususnya pemerintah desa selama ini lebih

banyak diukur berdasarkan kemampuan menjalankan regulasi yang ada bukan

diukur dengan keberhasilan mewujudkan visi dan misi desa. Kondisi ini

berdampak pada terbatasnya ruang gerak pemerintah desa dalam mewujudkan

inovasi pemerintahan di tingkat lokal. Hal ini merupakan efek sentralisasi yang

cukup lama dianut dalam pelaksanaan pemerintahan daerah di Indonesia.

Perubahan sistem sentralisasi menjadi desentralisasi yang diikuti pelaksanaan

otonomi di tingkat desa tidak serta merta merubah kapasitas dan kualitas

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

pemerintah desa dalam menjalankan pemerintahannya. Nyatanya, hingga

sekarang kondisi tersebut masih terjadi dibanyak desa di seluruh Indonesia

sehingga berpengaruh pada pelaksanaan tata kelola desa tidak terkecuali pada tata

kelola kebijakan dana desa.

Dalam kasus pengelolaan dana desa, dari total penyaluran dana desa

tahun 2015 sebesar Rp 20,766 triliun, Kabupaten Banyumas mendapatkan alokasi

dana sebesar Rp 89,291 miliar yang dibagikan kepada 301 desa yang ada, dimana

Desa Rawalo mendapatkan total dana sebesar Rp 298.160.825,00. Sedangkan

untuk tahun 2016 dana desa yang dianggarkan dari APBN sebesar Rp 46,98

triliun, dimana Kabupaten Banyumas mendapatkan Rp 200,450 miliar yang

kemudian dialokasi untuk Desa Rawalo sebesar Rp 671.057.490,00. Desa Rawalo

adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas,

Jawa Tengah. Wilayah desa yang dilewati oleh jalan raya nasional jalur selatan

Pulau Jawa dan biasa dilalui kendaraan dengan rute Bandung – Yogyakarta

menjadikan Desa Rawalo sebagai salah satu desa yang cukup maju baik dalam

aspek pembangunan maupun perekonomian. Posisinya yang berada di pusat kota

kecamatan menjadi nilai tambah tersendiri akan kemudahan akses informasi. Hal

ini dapat dilihat sebagai keuntungan bagi pemerintah Desa Rawalo untuk

menjalankan tugas dan fungsinya dengan lebih baik.

Jika melihat dari potensi yang dimiliki oleh Pemerintah Desa Rawalo

berupa infomasi maupun infrastruktur yang ada, seharusnya penggunaan dana

desa di Desa Rawalo dapat difungsikan sesuai dengan peraturan yang ada.

Namun pada pelaksanaannya, penggunaan dana desa di Desa Rawalo tidak

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

sepenuhnya sesuai dengan prioritas penggunaan yang telah diatur. Berbagai

permasalahan seperti kurangnya profesionalitas pemerintah dalam penyusunan

berbagai dokumen pemerintahan, rendahnya transparansi penetapan pihak ketiga

dalam pelaksanaan program pembangunan dengan dana desa, kurang

proposionalnya pembagian dana desa, rendahnya kerja sama pemerintah dengan

lembaga desa yang ada, serta kurangnya keterlibatan masyarakat dalam

pengelolaan dana desa mewarnai pengelolaan dana desa di Desa Rawalo. Apa

yang terjadi di Desa Rawalo ini menarik untuk diteliti, ketika berbagai kemudahan

informasi yang dimiliki pemerintah desa nyatanya tidak berkorelasi pada baiknya

proses tata kelola dana desa. Kondisi seperti ini tidak hanya terjadi di Desa

Rawalo saja, banyak desa lain yang juga memiliki persoalan yang sama. Oleh

sebab itu, apa yang terjadi di Desa Rawalo memberikan peluang untuk dilakukan

generalisasi di wilayah lainnya.

Untuk memahami pengelolaan dana desa di Desa Rawalo maka pintu

masuk utama yang harus dituju adalah melihat bagaimana kapasitas pemerintah

desa mengawal perencanaan pengelolaan dana desa yang dilakukan pada

tingkatan Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan Desa (Musrenbang).

Kemudian, bagaimana pelaksanaan kebijakan dana desa dilakukan di Desa

Rawalo, dimana adanya pengawasan dari masyarakat dan pihak-pihak terkait

lainnya menjadi pendorong kesuksesan pelaksanaan dana desa. Selanjutnya,

pertanggung jawaban Pemerintah Desa Rawalo terkait penggunaan dana desa

kepada pemerintah diatasnya menjadi penting untuk dilakukan sebagai gambaran

seberapa baik kebijakan dana desa dilakukan di desa tersebut. Permasalahan

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

pengelolaan dana desa yang terjadi di Desa Rawalo kemungkinan besar erat

kaitannya dengan kurangnya kapasitas pemerintah baik teknokratik maupun

politik dalam menjalankan tata kelola pemerintahan. Dengan demikian

selanjutnya penelitian ini berusaha untuk memahami bagaimana penggunaan dana

desa di Desa Rawalo yang dilihat sebagai dampak dari kapasitas pemerintah

menjalankan tata kelola yang ada.

1.2. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah, peneliti membangun pertanyaan

penelitian sebagai berikut: Mengapa kapasitas pemerintah Desa Rawalo buruk

dalam pengelolaan dana desa?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Memahami dinamika pelaksanaan tata kelola dana desa di Indonesia.

2. Mengetahui bagaimana kapasitas pemerintah desa berpengaruh terhadap

pelaksanaan kebijakan dana desa.

3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas pemerintah desa

dalam tata kelola dana desa.

1.4. Literatur Review

Literatur review ini dimaksudkan untuk memetakan posisi penelitian

yang dilakukan dengan menelusuri hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

sasaran penelitian. Tulisan mengenai kapasitas pemerintah bukanlah sebuah hal

baru. Telah banyak penulis dan peneliti yang menjadikan kapasitas pemerintah

sebagai objek kajiannya. Berikut penelitian terdahulu yang dijadikan literatur

review dalam penelitian ini.

Novita Sari, dkk., menulis jurnal mengenai pengembangan kapasitas

kelembagaan pemerintah daerah pada Kantor Pelayanan dan Perijinan Terpadu

(KPPT) di Kabupaten Kediri.3 Tulisan ini membahas kapasitas kelembagaan di

KPPT dalam tiga level yaitu : 1) dimensi pengembangan kapasitas individu

berupa pemberian bimtek dan diklat, pemberian motivasi saat apel dan rapat, juga

pengadaan komitmen bersama antara kepala daerah, kepala KPPT, dan staf KPPT;

2) dimensi organisasi yang berupa pemberian jabatan dalam struktur organisasi

yang sesuai dengan kemampuan, adanya prosedur kerja yang sesuai dengan SOP,

pemberian sarana dan prasarana yang memadai; 3) dimensi sistem seperti

penyusunan regulasi dan kebijakan di tingkat daerah yang menjadi pedoman kerja

KPPT.

Sejalan dengan Novita Sari, dkk, Hanif Nurcholis membahas upaya

pengembangan kapasitas pemerintah daerah (pemda).4 Dalam tujuannya untuk

menciptakan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kapasitas tidak hanya

dibutuhkan oleh aparatur pemda namun juga oleh anggota DPRD. Hal ini dapat

dilakukan dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu pengembangan sumber daya

3 Novita Sari, Irwan Noor, dan Wima Yudho Prasetyo, “Pengembangan Kapasitas

Kelembagaan Pemerintah Daerah dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Perijinan Terpadu

(Studi pada Kantor Pelayanan dan Perijinan Terpadu Kabupaten Kediri),” Jurnal Administrasi

Publik (JAP), Volume 2, No. 1 (2014).

4 Hanif Nurcholis, “Pengembangan Kapasitas Pemda: Upaya Mewujudkan Pemda yang

Menyejahterakan Masyarakat,” Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 1, No. 1 (2005).

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

manusia, pengembangan kelembagaan, dan pengembangan sistem yang

diwujudkan dengan cara pengembangan keterampilan, pelatihan, dan pendidikan

politik bagi aparatur pemda dan anggota DPRD. Tidak hanya itu, pemda juga

dituntut untuk mengetahui, mencari dan mengembangkan potensi yang ada

sebagai modal utama dalam menyejahterakan masyarakat. Menurut Hanif

Nurcholis, dengan adanya pengembangan kapasitas maka akan tercipta pemda

yang kompetens dan excellent dalam pelayanan publik sehingga berdampak

positif pada kesejahteraan masyarakat.5

Sementara itu, tesis yang ditulis oleh Simon Yopeng pada tahun 2009

berusaha menjawab pertanyaan penelitian mengenai bagaimana kapasitas

pemerintah Distrik Kiwirok dalam melaksanakan fungsi pemberdayaan

masyarakat.6 Sebagai agen intermediari, Pemerintah Distik Kiwirok memiliki

kapasitas potensial untuk melaksanakan fungsi pemberdayaan masyarakat melalui

setting regulasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Namun kapasitas

potensial tersebut belum dapat diaplikasikan secara optimal. Hal ini dipengaruhi

oleh adanya empat masalah kapasitas yaitu masalah kapasitas di level sistemik,

masalah di level institusi, masalah di level individu, dan masalah di level

lingkungan. Meskipun Pemerintah Distrik Kiwirok memiliki kapasitas yang

rendah, namun pelaksanaan fungsi pemberdayaan masyarakat tetap berjalan walau

hasilnya kurang optimal. Dalam pelaksanaannya, terdapat dua strategi

5 Ibid., 57.

6 Simon Yopeng, “Kapasitas Pemerintah Distrik Kiworok dalam Melaksanakan Fungsi

Pemberdayaan Masyarakat (Studi Tentang Kapasitas Pemerintah Distrik Kiworok dalam

Melaksanakan Fungsi Pemberdayaan Masyarakat di Distrik Kiworok Kabupaten Pegunungan

Bintang Provinsi Papua)” (Tesis, FISIP Universitas Gadjah Mada, 2009).

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

pemberdayaan masyarakat yang dilakukan yaitu dengan pelaksanaan tugas

musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) dan pelaksanaan program

rencana strategis pemberdayaan kampung (respek) tahun 2007. Ketiga literatur

diatas membantu penulis untuk lebih memahami mengenai dimensi kapasitas baik

di level individu, organisasi dan sistem. Dari ketiga literatur diatas peneliti

mendapatkan gambaran riil bagaimana penggunaan dan penerapan dimensi

kapasitas pada penelitian yang akan dilakukan. Penelitian yang ditulis Simon

Yopeng bahkan menambahkan lingkungan sebagai dimensi yang penting untuk

diperhatikan. Ini dapat digunakan untuk membantu peneliti dalam memahami

dimensi eksternal yang mempengaruhi kapasitas.

Andi Samsu Alam dan Ashar Prawitno menulis mengenai pengembangan

kapasitas di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bone.7 Tulisan ini

melihat upaya peningkatan kapasitas birokrasi dari tiga indikator yaitu kapasitas

sumber daya fisik, kapasitas proses oprasional, dan kapasitas sumber daya

manusia. Dalam kapasitas sumber daya fisik, ada empat indikator yang menjadi

parameter penilaian yaitu kapasitas struktur, kapasitas keuangan, kapasitas sarana

dan prasarana, kapasitas perangkat hukum (aturan). Peningkatan kapasitas proses

oprasional diukur dengan indikator kapasitas prosedur kerja, kapasitas budaya

kerja, dan kapasitas kepemimpinan. Sedangkan kapasitas sumber daya manusia

diukur dengan indikator kapasitas pengetahuan pegawai, keterampilan pegawai,

perilaku dan etika kerja para aparatur yang ada di lingkungan Dinas Kehutanan

7 Andi Samsu Alam dan Ashar Prawitno, “Pengembangan Kapasitas Organisasi dalam

Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bone,”

Government: Jurnal Ilmu Pemerintahan, Volume 8, No. 2 (2015).

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

dan Perkebunan. Literatur tersebut dapat dijadikan salah satu contoh bagi peneliti

agar lebih mudah mengelompokkan indikator-indikator yang akan digunakan

untuk melihat kapasitas pemerintah desa dalam pengelolaan dana desa.

Disisi lain, terdapat penelitian yang dilakukan oleh Rahmad pada tahun

2006 di Kecamatan Pontianak Selatan mengenai kapasitas pemerintah kecamatan

dalam memberdayakan ekonomi masyarakat lokal.8 Meskipun secara

kelembagaan kecamatan tidak didesain untuk menjalankan tugas-tugas sektoral

seperti yang dilakukan dinas dan lembaga teknis daerah, namun Kecamatan

Pontianak Selatan telah mengoptimalkan kapasitas potensial yang ditujukan untuk

memberdayakan usaha kecil sektor informal. Optimalisasi kapasitas potensial

yang telah dilakukan adalah: 1) Kecamatan melaksanakan tugas fasilitasi yang

bersumber dari tugas pokok dan fungsi seksi ekonomi dan pembangunan; 2)

Melaksanakan mekanisme musrenbang secara bottom up dalam rangka menyusun

rencana pembangunan daerah untuk menggali potensi, kebutuhan dan partisipasi

masyarakat dibidang pembangunan ekonomi; 3) Melaksanakan kebijakan

pemerintah daerah yang berupa Program Pengembangan Kecamatan (PPK) tahun

2002/2003 yang secara khusus menempatkan kecamatan sebagai tim kordinator

dalam upaya peningkatan usaha ekonomi mikro melalui penguatan modal usaha;

4) Melaksanakan kewenangan yang diserahkan oleh kepala daerah dan sesuai

dengan ketentuan Undang-Undang No. 30 tahun 2004 untuk mengelola anggaran

satuan kerja kecamatan. Upaya yang dilakukan Kecamatan Pontianak Selatan

8 Rahmad, “Kapasitas Pemerintah Kecamatan dalam Memberdayakan Ekonomi Masyarakat

Lokal (Studi Tentang Identifikasi Kapasitas Potensial yang Dimiliki Kecamatan dalam rangka

Memberdayakan Usaha Ekonomi Sektoral Informal di Kecamatan Pontianak Selatan Kota

Pontianak)” (Tesis, FISIP Universitas Gadjah Mada, 2006).

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

dalam melaksanakan keempat kapasitas potensial yang ada pada dasarnya sudah

berjalan dengan baik. Namun terdapat beberapa kendala yang dihadapi seperti

masalah kewenangan kecamatan yang masih terbatas untuk melakukan ekspansi

akses pada institusi yang berada di luar struktur kecamatan, kualitas aparatur

kecamatan yang rendah dan dukungan masyarakat yang kurang, serta masih

rendahnya limitasi alokasi APBD kepada anggaran satuan kerja kecamatan.

Sementara itu, tim peneliti dari Pusat Studi Kependudukan dan

Kebijakan UGM telah mengeluarkan laporan mengenai kinerja tata pemerintahan

daerah di Indonesia.9 Penelitian ini dilakukan di sepuluh pemerintah provinsi di

Indonesia. Kinerja tata pemerintahan dalam penelitian tersebut dilihat dalam

enam indikator yaitu kemampuan memenuhi hak-hak politik warga, kemampuan

menyelenggarakan pelayanan publik, kemampuan mengendalikan korupsi,

kemampuan mewujudkan stabilitas politik, kemampuan membuat perda yang

sehat, dan kemampuan menegakkan hukum. Penelitian ini menghasilkan temuan

bahwa upaya memperbaiki kinerja tata pemerintahan di daerah masih menghadapi

banyak tantangan. Secara umum, pemerintah daerah di Indonesia masih belum

berhasil memenuhi harapan dari para pemangku kepentingan dalam mewujudkan

tata pemerintahan yang baik. Profil kinerja secara keseluruhan menunjukkan

kemampuan pemerintah provinsi untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik

masih belum memenuhi harapan publik dan pemangku kepentingan yang ada

didaerah. Kedua tulisan di atas membantu peneliti untuk memahami lebih jauh

9 Agus Dwiyanto, dkk., Kinerja Tata Pemerintahanan Daerah di Indonesia (Yogyakarta:

PSKK UGM, 2007).

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

bagaimana kapasitas teknoktarik dan kapasitas politik dilihat dalam gambaran

kasus nyata yang terjadi di lapangan.

Sutoro Eko dkk, dalam buku Prakarsa Desentralisasi dan Otonomi Desa

juga telah membahas mengenai pentingnya kapasitas dalam proses pembangunan

desa.10

Kapasitas dipandang sebagai komponen sentral kemandirian desa namun

kemampuan yang dimiliki desa sangat terbatas sehingga yang terjadi adalah

ketergantungan desa kepada pemerintah. Oleh sebab itu dibutuhkan adanya

penguatan kapasitas desa. Pendekatan tradisional yang memandang kapasitas

sebagai penopang desentralisasi tidak efektif dilaksanakan, sebaliknya

desentralisasi dan penguatan kapasitas bisa berjalan bersama bahkan mampu

menjadi cara yang baik untuk membangun kapasitas lokal. Selama ini, desa

memiliki kapasitas yang lemah dikarenakan konstruksi sosial masyarakat yang

tidak relefan dengan pengembangan kapasitas desa yang mana desa memang tidak

disiapkan untuk menjadi siap dalam melaksanakan otonominya. Selain itu,

jabatan perangkat desa tidak dipahami sebagai sebuah tantangan untuk

menciptakan inovasi dan perubahan, namun dipandang sebagai kedudukan yang

dekat dengan kekuasaan, kekayaan dan hak istimewa. Sentralisme yang telah

lama dipraktikan juga mempengaruhi rendahnya kapasitas desa. Hal ini

diperparah dengan tidak adanya keseriusan pemerintah supra desa dalam

mengembangkan kapasitas desa melalui kebijakan yang agendatif dan

berkelanjutan. Oleh sebab itu dibutuhkan adanya pengembangan kapasitas desa

baik kapasitas regulasi, kapasitas ekstraksi (mengelola aset-aset desa), kapasitas

10 Sutoro Eko, dkk., Prakarsa Desentralisasi dan Otonomi Desa (Yogyakarta: IRE, 2005).

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

distributif dalam membagi sumberdaya, kapasitas responsif, serta kapasitas

jaringan dan kerjasama. Tulisan Sutoro Eko mengenai lima kapasitas yang harus

ada dalam pengembangan kapasitas desa nantinya dapat digunakan untuk

memperjelas sejauh mana kapasitas teknokratik dan kapasitas politik yang

dimiliki oleh pemerintah desa dalam pengelolaan dana desa.

Dari beberapa tulisan yang telah dipaparkan di atas dapat ditarik

kesimpulan bahwa riset-riset mengenai kapasitas pemerintah daerah bukanlah hal

yang baru. Namun kebanyakan riset-riset tersebut hanya melihat kapasitas

pemerintah daerah dari segi kemampuan teknokratiknya. Meskipun tidak

membagi dan memberi lebel kapasitas pemerintah kecamatan sebagai kapasitas

teknokratik dan kapasitas politik, tulisan Rahmad11

secara tidak langsung

mengkaji mengenai kedua kapasitas tersebut yang dimiliki oleh Pemerintah

Kecamatan Pontianak Selatan. Laporan dari tim peneliti PSKK UGM12

lebih jelas

mengkaji kapasitas teknokratik, kapasitas politik dan juga kapasitas lainnya yang

dimiliki pemerintah daerah di sepuluh propinsi di Indonesia. Sedangkan tulisan

Sutoro Eko dkk. memfokuskan pada mengapa penguatan kapasitas desa

diperlukan dan bagaimana penguatan tersebut dapat dilakukan. Sepengetahuan

penulis, kajian yang membahas mengenai kapasitas teknokratik disertai dengan

kapasitas politik masih jarang ditemui. Selain itu, belum ada tulisan yang

membahas mengenai kapasitas teknokratik dan kapasitas politik yang dimiliki

11 Rahmad, “Kapasitas Pemerintah Kecamatan dalam Memberdayakan Ekonomi

Masyarakat Lokal (Studi Tentang Identifikasi Kapasitas Potensial yang Dimiliki Kecamatan dalam

rangka Memberdayakan Usaha Ekonomi Sektoral Informal di Kecamatan Pontianak Selatan Kota

Pontianak)” (Tesis, FISIP Universitas Gadjah Mada, 2006).

12 Agus Dwiyanto, dkk., Kinerja Tata Pemerintahanan Daerah di Indonesia (Yogyakarta:

PSKK UGM, 2007).

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

pemerintah daerah di tingkat desa. Sehingga kemudian perlu dikaji lebih

mendalam melalui penelitian ini.

1.5. Kerangka Teori: Kapasitas Pemerintah Desa dan Tata Kelola Dana

Desa

Sebagai landasan posisi penelitian, kerangka teori juga menjadi alat

untuk menjelaskan bagaimana kapasitas pemerintah desa dalam pelaksanaan tata

kelola dana desa dapat dipahami. Adapun konsep dan teori yang digunakan akan

dijabarkan dibawah ini.

Untuk memahami apa itu kapasitas pemerintah desa, maka sebelumnya

pengertian mengenai pemerintah desa harus dipahami terlebih dahulu. Menurut

UU No. 6 Tahun 2014, pemerintah desa adalah Kepala Desa atau yang disebut

dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggaraan

pemerintahan desa.13

Dalam hal ini, pemerintah desa memiliki tugas

menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan desa,

pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Selain itu,

UU No. 6 Tahun 2014 juga mengatur mengenai kewenangan dan hak yang

dimiliki oleh pemerintah desa untuk menjalankan tugas-tugasnya. Dengan kata

lain, pemerintah desa adalah Kepala Desa beserta aparat desa yang menjalankan

pemerintahan desa sesuai dengan tugas dan kewenangan yang dimilikinya.

Dalam pelaksanaan pemerintahan desa, kapasitas yang dimiliki

pemerintah desa menjadi penting untuk diperhatikan. Kapasitas dapat diartikan

13 Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, pasal 1 ayat 3.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

sebagai kemampuan aktor-aktor (individu, kelompok, organisasi, negara) untuk

mewujudkan fungsi atau tujuan tertentu secara efektif, efisien dan

berkesinambungan.14

Sejalan dengan hal tersebut, Anneli Milèn mengartikan

kapasitas sebagai ability of individuals, organisations or systems to perform

appropriate functions effectively, efficiently and sustainably (kemampuan

individual, organisasi, dan sistem untuk menjalankan dan mewujudkan fungsi-

fungsinya secara efektif, efisien dan berkelanjutan).15

Beberapa akademisi

berpendapat bahwa pengertian kapasitas dengan kapabilitas adalah sama. Teece,

Pisano dan Shuen memberikan definisi kapabilitas sebagai seperangkat

keterampilan yang berbeda, aset pelengkap, dan rutinitas yang memeberikan dasar

untuk kapasitas kompetitif organisasi dan keuntungan yang berkelanjutan dalam

usaha tertentu.16

Secara sederhana, kapasitas dapat diartikan sebagai kemampuan

berupa keterampilan maupun aset yang dimiliki aktor-aktor untuk mencapai

tujuan tertentu. Dalam hal ini, kapasitaslah yang nantinya mempengaruhi

tindakan yang diambil oleh seseorang atau organisasi.

Kapasitas yang dimiliki negara atau pemerintah dapat dilihat dari

aktifitas yang dilakukan dalam menjalankan pemerintahannya. Bowman dan

Karney17

menyatakan bahwa:

14 Laporan Akhir Penyusunan Pedoman Diklat Teknis Bagi Pegawai Pemda Kabupaten

Sleman, Konkorsiun (Yogyakarta: PT. Widya Graha Asana-PSPPR UGM-CEISS, 2008), 3.

15 Anneli Milèn, What Do We Know About Capacity Building?An Overview of existing

knowledgr and good practice (Geneva: Department of Health Service Provision WHO, 2001), 4.

16 D.J. Teece, G. Pisano dan A. Shuen, Firm Capabilities, Resources and the Concept of

Strategy (California: Center for Research In Management University of California, 1990), 509,

dalam Belaova Kusumasari, Manajement Bencana dan Kapabilitas Pemerintah Lokal

(Yogyakarta: Gava Media, 2014), 44-45.

17 Ann O’M. Bowman dan Richard C. Kearney, “Dimension of State Government

Capability,” The Western Political Quarterly, Vol 41, No. 2 (1988): 343.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

“State government capability has at its core the selection and

development of institutional arrangements to carry out a board range of

activities. Our devinition includes three activities that most salient for

state goverment: (1) to respond effectively to change; (2) to make

decisions efficiently, effectively (i.e., rationally) and responsively; and

(3) to manage conflict. (state government capability memiliki inti

pemilihan dan pengembangan dari penyusunan institusi untuk

mengangkat suatu jangkauan aktivitas-aktivitasnya. Definisi kami

termsuk tiga area yang paling menonjol dalam pemerintah negara yaitu:

1) pemberian respon secara efektif pada perubahan, 2) pembuatan

keputusan secara efisien, efektif (rasional), dan responsif, dan 3)

pengelolaan konflik.)”

Pengertian ini dapat digunakan untuk melihat kapasitas pemerintah desa.

Sebagai pelaksana pemerintahan, pemerintah desa diharapkan mampu

menjalankan fungsinya secara optimal. Hal ini hanya dapat dicapai jika para aktor

didalamnya memiliki kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan, mampu

menghadapi hambatan dan menemukan solusi untuk permasalahan yang

dihadapinya. Pemerintah desa juga diharapkan mampu untuk memanfaatkan

sumber daya yang ada secara optimal sehingga tujuan yang ditetapkan dapat

tercapai. Berkaitan dengan konsep mengenai kapasitas di atas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa kapasitas pemerintah desa adalah kemampuan pemerintah desa

untuk menjalankan fungsi dan tugas-tugasnya, menyelesaikan masalah,

menetapkan kebijakan dengan menggunakan kewenangan dan sumber daya yang

dimiliki secara optimal untuk mencapai tujuan.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

Cara mudah yang dapat digunakan untuk memahami kapasitas

pemerintah desa adalah dengan melihatnya dalam beberapa indikator. Kapasitas

pemerintah desa bekerja pada tiga level yang saling terkait yaitu: 18

1. Level individu, yaitu tingkat keterampilan dan kualifikasi individu berupa

uraian pekerjaan, motivasi dan sikap kerja.

2. Level organisasi, yaitu tingkat kemampuan badan atau lembaga dengan

struktur organisasi tertentu, proses-proses kerja, dan budaya kerja.

3. Level sistem, yaitu tingkat yang menetapkan kondisi-kondisi kerangka yang

memungkinkan (enabling) dan yang membatasi (constraining) bagi

pemerintah, dan dimana berbagai komponen sistem berinteraksi satu sama

lain.

Ketiga indikator kapasitas di atas biasanya digunakan oleh banyak peneliti sebagai

dimensi dan fokus pengembangan kapasitas. Namun dalam penelitian ini, ketiga

indikator tersebut akan digunakan untuk memperjelas dan mempermudah dalam

melihat kapasitas yang dimiliki pemerintah Desa Rawalo dalam pelaksanaan Dana

Desa tahun 2015.

Selama ini, kapasitas pemerintah umumnya lebih banyak dilihat dari sisi

kemampuan teknokratik pemerintah dalam menjalankan pemerintahan. Dalam hal

ini, kapasitas teknokratik dapat diartikan sebagai pengetahuan dan keterampilan

para pelaku desa dalam hal pengelolaan perencanaan, penganggaran keuangan,

18 Sutoro Eko, dkk., Prakarsa Desentralisasi dan Otonomi Desa (Yogyakarta: IRE, 2005),

108.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

administrasi, sistem informasi dan sebagainya.19

Tidak jauh berbeda, Sutoro Eko,

dkk. juga memandang kapasitas adalah konsep yang sangat teknokratik yang

didalamnya mengandung esensi keahlian, keterampilan, profesionalitas,

efektivitas, efisiensi kinerja, dan seterusnya.20

Namun demikian, kinerja

pemerintah tidak hanya dipengaruhi oleh kapasitas teknokratik yang dimilikinya.

Pemerintah desa juga membutuhkan kapasitas politik dalam menjalankan

pemerintahannya.

Kapasitas politik yang dimiliki pemerintah desa pada dasarnya

merupakan sebuah usaha untuk melegitimasi dan memperkuat otonomi lokal.

Oleh sebab itu, kemampuan pemerintah dalam memenuhi hak-hak politik

masyarakat dalam proses kebijakan publik dan mengelola konflik menjadi penting

untuk dilakukan. Governance Assessment Survey (GAS 2006)

menyatakan

bahwa setiap warga negara yang demokratis memiliki hak politik yang dijamin

oleh pemerintahnya.21

Demokrasi merupakan solusi terbaik untuk menata ulang

hubungan antar desa dengan warga atau antara pemimpin desa dengan warga

masyarakat.22

Oleh sebab itu, masyarakat memiliki hak untuk ikut menyampaikan

aspirasi baik dalam proses pengambilan keputusan maupun menyampaikan

keluhan dan kritik dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik.

19 Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian

Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia, Buku Acuan

Kepemimpinan Desa, (Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan

Transmigrasi Republik Indonesia, 2015), 28.

20 Suroto Eko, dkk., Prakarsa Desentralisasi dan Otonomi Desa, (Yogyakarta: IRE Press,

2005), 108.

21 Agus Dwiyanto, dkk, Kinerja Tata Pemerintahan Daerah di Indonesia, (Yogyakarta:

PSKK UGM, 2007), 13.

22 Sutoro Eko, dkk., Desa Membangun Indonesia, (Yogyakarta: FPPD, 2014), 139-140.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

Sutoro Eko, dkk. menyebutkan bahwa untuk mengembangkan kapasitas

desa dengan mengikuti pendekatan yang sistemik dalam proses politik dan

pemerintahan terdapat lima bentuk kemampuan (kapasitas) desa yang dapat

digunakan yaitu kapasitas regulasi, kapasitas ekstraksi, kapasitas distributif,

kapasitas responsif, serta kapasitas jaringan dan kerjasama.23

Lima bentuk

kemampuan tersebut dapat digunakan untuk membahas kapasitas yang dimiliki

pemerintah desa. Dalam hal ini kelima kapasitas di atas akan dibagi dan

dikelompokkan berdasarkan kapasitas teknokratik dan kapasitas politik. Hal ini

berguna untuk mempermudah dan memperjelas cara melihat kapasitas teknokratik

dan kapasitas politik yang dimiliki pemerintah desa dalam tata kelola dana desa.

Dalam kaitannya untuk menerangkan kapasitas teknokratik maka bentuk

kapasitas desa yang dapat digunakan antara lain adalah:

1. Kapasitas regulasi (mengatur), yang berupa kemampuan pemerintah desa

mengatur kehidupan desa beserta isinya (wilayah, kekayaan dan penduduk)

dengan peraturan desa, berdasarkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat

setempat; dan

2. Kapasitas ekstraksi, kemampuan mengumpulkan, mengerahkan dan

mengoptimalkan aset-aset desa untuk menopang kebutuhan (kepentingan)

pemerintah dan warga masyarkaat desa. Dimana setidaknya ada enam aset

yang dimiliki desa yaitu aset fisik (kantor desa, balai desa, balai dusun, jalan

desa, dll), aset alam (tanah, sawah, hutan, perkebunan, dll), aset manusia

(penduduk dan SDM), aset sosial (kerukunan warga, gorong royong, lumbung

23 Suroto Eko, dkk., Prakarsa Desentralisasi dan Otonomi Desa, (Yogyakarta: IRE Press,

2005), 115-116.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

desa, dll), aset keuangan (tanah kas desa, BUMDes, dll), serta aset politik

(lembaga-lembaga desa, kepemimpinan, forum warga, BPD, renstra, perdes,

dll).

3. Kapasitas distributif, yaitu kemampuan pemerintah desa membagi sumber

daya desa secara seimbang dan merata sesuai dengan prioritas kebutuhan

masyarakat desa.

Ketiga kapasitas diatas nantinya akan dielaborasi dengan prinsip tata kelola

berupa:

a. Akuntabilitas, akuntabilitas adalah suatu derajat yang menunjukkan besarnya

tanggung jawab aparat atas kebijakan maupun proses pelayanan publik yang

dilaksanakan oleh birokrasi pemerintah.24

Dalam hal ini pemerintah desa

harus mampu mempertanggungjawabkan tindakan dan keputusan yang

diambil baik kepada pemerintah supra desa, masyarakat maupun stakeholder

lainnya. Akuntabilitas pemerintah desa dalam pengelolaan dana desa dapat

dilihat dari ada tidaknya tujuan dan sasaran yang jelas mulai perencanaan

hingga pelaksanaan kegiatan, ada tidaknya sistem pencatatan yang jelas,

akurat dan sederhana terkait pengelolaan dana desa, serta ada tidaknya

mekanisme pertanggungjawaban baik kepada pemerintah supra desa maupun

kepada masyarakat.

24 Wahyudi Kumorotomo, “Pelayanan yang Akuntabel dan Bebas dari KKN” dalam

Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, editor Agus Dwiyanto (Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press, 2005), 101-102.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

b. Profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan

kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.25

Profesionalitas pemerintah desa dalam pengelolaan dana desa dapat dilihat

dari apakah pemerintah desa mampu menjalankan kebijakan dana desa sesuai

peraturannya.

c. Keadilan, seluruh masyarakat berhak mendapatkan perlakuan yang adil dan

kesempatan yang sama untuk meningkatkan kesejahteraannya.26

Dalam

pengelolaan dana desa maka keadilan dapat dilihat dari apakah pelaksanaan

kebijakan yang tidak berpihak pada daerah atau kelompok tertentu.

Sedangkan untuk menerangkan kapasitas politik, bentuk kapasitas desa

yang dapat digunakan antara lain adalah:

1. Kapasitas responsif, kemampuan untuk peka atau memiliki daya tanggap

terhadap aspirasi atau kebutuhan warga masyarakat untuk dijadikan sebagai

basis dalam perencanaan kebijakan pembangunan desa.

2. Kapasitas jaringan dan kerja sama, kemampuan pemerintah dan warga

masyarakat desa mengembangkan jaringan kerjasama dengan pihak-pihak

luar dalam rangka mendukung kapasitas ekstraktif.

Untuk melihat seperapa baik kapasitas politik yang dimiliki oleh pemerintah desa

maka prinsip-prinsip tata kelola berupa:

25 Lembaga Administrasi Negara, Penerapan Good Governance di Indonesia, (Jakarta:

LAN, 2007), 33.

26 Agus Sutiono dan Ambar Teguh Sulistiyani, “Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur

Pemerintah Dalam Birokrasi Publik di Indonesia” dalam Memahami Good Governance

DalamPrespektif Sumber Daya Manusia, editor Ambar Teguh Sulistiyani (Yogyakarta: Gava

Media, 2004), 23.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

a. Partisipasi, partisipasi dapat dipahami sebagai proses ketika warga, sebagai

individu maupun kelompok sosial dan organisasi mengambil peran serta ikut

mempengaruhi proses perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kebijakan-

kebijakan yang langsung mempengaruhi kehidupan mereka.27

Partisipasi

yang baik adalah ketika masyakat memiliki kesadaran untuk ikut aktif

berpartisipasi dalam proses kebijakan publik. Namun kenyataannya, warga

khususnya di pedesaan memiliki tingkat partisipasi yang rendah dalam proses

kebijakan publik. Partisipasi publik bukan merupakan fenomena yang

muncul dengan sendirinya, melainkan didorong oleh kesadaran dari struktur

maupun kultur yang terdapat atau diciptakan dalam masyarakat itu sendiri.28

Oleh karena itu, dalam pengelolaan dana desa pemerintah memiliki

kewajiban untuk memunculkan partisipasi warga yang dapat diwujudkan

melalui musrenbang desa dan media partisipasi lainnya.

b. Transparansi, berarti terbukanya akses bagi semua pihak yang

berkepentingan terhadap setiap informasi terkait (seperti berbagai peraturan

dan perundang-undangan, serta kebijakan pemerintah) dengan biaya yang

minimal.29

Dengan transparansi dimungkinkan dilakukannya evaluasi oleh

politisi dan masyarakat.30

Dalam hal ini pemerintah dituntut untuk terbuka

27 Hetifah Sj Sumarto, Inovasi, Partisipasi dan Good Governance: 20 Prakarsa Inovatif

dan Partisipatif di Indonesia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), 17.

28 Saiful Arif, “Partisipasi, Demokrasi dan Pembangunan” dalam Partisipasi Warga dalam

Pembangunan dan Demokrasi, editor Happy Budi Febriasih (Malang: Averroespress, 2012), 42

29 Max H. Pohan, Mewujudkan Tata Pemerintahan Lokal yang Baik (Local Good

Governance) dalam Era Otonomi Daerah, dalam bappenas.go.id [online] (22 Februari 2017);

diakses dari <http://bappenas.go.id/files/7813/5022/6072/goodgov-

musibanyuasin__20091008103033__2165__0.pdf>.

30 Samodra Wibawa, Reformasi Administrasi Bunga Rampai Pemikiran Administrasi

Negara/Publik, (Yogyakarta: Gava Media, 2005), 241.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

dan menjamin akses informasi kepada seluruh pihak mengenai pelaksanaan

kebijakan mulai dari perencanaan, pengelolaan anggaran, hingga evaluasi

pelaksanaan kebijakan. Ada tiga faktor utama dalam transparansi31

yaitu: 1)

ketersediaan data/informasi yang akurat, komprehensif, dan terkini; 2)

kemudahan mengakses data/informasi; serta 3) keseragaman data/informasi

yang disampaikan. Dalam pengelolaan dana desa, ketiga hal ini dapat dilihat

dari ketersediaan berbagai media informasi baik berupa pemberitahuan pada

papan pengumuman, media online, maupun pemberian informasi kepada

pihak-pihak yang dapat menyebarkan informasi kepada masyarakat (tetua

desa, lsm, dll).

Baik kapasitas teknokratik maupun kapasitas politik dipengaruhi oleh

kondisi internal dan eksternal yang ada di sekitar pemerintah desa. David J.

Lawless menggolongkan faktor yang mempengaruhi efektivitas organisasi

(pemerintah desa) menjadi faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal

dapat digolongkan kedalam perorangan (individu), kelompok (group), dan faktor-

faktor organisasi (organizational factors). Sedangkan faktor-faktor internal

organisasi lain dan makro sistem yang mempengaruhi organisasi yang

bersangkutan disebut sebagai faktor-faktor eksternal.32

Sutarto menyebutkan

bahwa faktor internal meliputi keseluruhan faktor yang ada dan berkaitan dengan

organisasi itu sendiri, dimana terdapat sekelompok orang yang melakukan

aktivitas kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu dan faktor-faktor itu saling

31 Kelembagaan, dalam bappenas.go.id [online] (22 Februari 2017); diakses dari <

http://www.bappenas.go.id/files/4913/5078/6556/15.pdf>.

32 David J. Lawless, Effective Management: Social Psychological Approach, (New Jersey:

Prentice Hall Inc., 1972), 397.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

mempengaruhi.33

Dengan kata lain faktor internal pemerintah desa adalah segala

hal yang mempengaruhi kapasitas pemerintah dan berasal dari dalam diri

pemerintah desa. Faktor-faktor tersebut seperti pengalaman kerja, pendidikan dan

pelatihan yang dimiliki oleh aparat pemerintah desa, kondisi kerja, dan tujuan

organisasi yang ingin dicapai. Sedangkan kondisi eksternal adalah keadaan atau

situasi yang terjadi di luar diri pemerintah desa. Faktor eksternal mencakup

semua jaringan hubungan-hubungan pertukaran dengan sejumlah organisasi dan

melibatkan diri dalam transaksi-transaksi dengan tujuan untuk memperoleh

dukungan, mengatasi hambatan, melakukan pertukaran-pertukaran sumber daya,

menata lingkungan, organisasi yang kondusif, proses transformasi nilai, inovasi

maupun norma sosial yang ada.34

Dalam hal ini faktor eksternal yang

mempengaruhi kapasitas pemerintah desa dalam pengelolaan dana desa adalah

faktor kemajuan teknologi informasi, political oppurtunity akibat perubahan

peraturan perundangan, dan sebagainya. Oleh sebab itu, melihat kapasitas

pemerintah desa dalam mengelola dana desa maka kondisi internal dan eksternal

yang mempengaruhinya perlu juga untuk diperhatikan.

Dengan demikian, penulis dalam penelitian ini ingin menegaskan bahwa

kapasitas desa tidak hanya dimaknai dengan kapasitas teknokratik yang dimiliki

pemerintah desa namun juga adanya kapasitas politik yang ditujukan untuk

memenuhi hak-hak politik dalam pelaksanaan demokrasi. Dalam konteks

penelitian ini, kerangka teori yang telah diuraikan diatas akan dijadikan sebagai

33 Sutarto, Dasar-Dasar Organisasi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1998),

41.

34 Joseph W. Eaton, Institution Building and Development: From Cocepts to Application,

(California: Sage Publications Inc., 1972), 23.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

alat untuk mendapatkan penjelasan bagaimana kapasitas yang dimiliki pemerintah

mempengaruhi pelaksanaan tata kelola dana desa tahun 2015 di Desa Rawalo.

1.6. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional

1.6.1. Definisi Konseptual

Dalam memberikan arahan pada variabel penelitian ini, maka perlu

dilakukan generalisasi atas fenomena yang abstrak secara empiris yang terdapat

pada variabel tersebut. Oleh karena itu, dikemukakan beberapa definisi konsep

sebagai berikut:

1. Dana desa adalah salah satu sumber pendapatan desa yang dananya langsung

berasal dari APBN.

2. Pemerintah desa adalah Kepala Desa beserta aparat desa yang menjalankan

pemerintahan desa.

3. Kapasitas pemerintah desa adalah kemampuan pemerintah desa menjalankan

tugas dan fungsinya, menyelesaikan masalah, menetapkan kebijakan dengan

menggunakan kewenangan dan sumber daya yang dimiliki secara optimal

untuk mencapai tujuan dalam pelaksanaan pemerintahan di desa.

1.6.2. Definisi Operasional

Definisi konsep yang ada dioperasionalkan kedalam indikator-indikator,

sehingga mampu menggambarkan dan menjelaskan gejala-gejala yang dapat diuji

kebenarannya. Dalam penelitian yang akan dilakukan, definisi operasionalnya

adalah:

Page 29: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

1. Tata kelola desa dalam penggeloaan dana desa dapat dilihat mulai dari tahap

dari pembuatan realisasi pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

(APBDes), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan

Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes); kemudian pelaksanaan dan

pengawasan program; dan pertanggung jabawan pemerintah desa terkait

pengelolaan dana desa.

2. Kapasitas pemerintah desa dapat bekerja pada tiga level kapasitas yang saling

terkait yaitu level individu, level organisasi dan level sistem.

3. Kapasitas pemerintah desa dalam pengelolaan dana desa dapat dibagi menjadi

kapasitas teknokratik dan kapasitas politik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

dalam gambar berikut ini:

Gambar 1: Klasifikasi Kapasitas Pemerintah Desa

4. Faktor-faktor internal yang mempengaruhi kapasitas pemerintah desa dapat

dilihat dari pengalaman kerja, pendidikan dan pelatihan, kondisi kerja, dan

tujuan organisasi yang dimiliki oleh pemerintah desa.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

5. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi kapasitas pemerintah desa dapat

dilihat dari kemajuan teknologi informasi dan political oppurtunity akibat

perubahan peraturan perundangan.

1.7. Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memahami dinamika pelaksanaan tata

kelola dana desa di Indonesia, khususnya di Desa Rawalo, Kecamatan Rawalo,

Kabupaten Banyumas. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui

bagaimana kapasitas pemerintah desa berpengaruh terhadap pengelolaan dana

desa serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas pemerintah

desa dalam tata kelola dana desa. Sesuai dengan tujuannya, maka metode

penelitian yang akan digunakan adalah metode kualitatif agar data-data yang

didapatkan lebih lengkap dan akurat. Dengan demikian, maka pendekatan

penelitian yang akan digunakan adalah pendekatan studi kasus. Dalam hal ini

studi kasus digunakan agar kasus yang ada dapat terjelaskan secara intensif,

mendalam, mendetail, dan komprehensif. Dengan menggunakan pendekatan studi

kasus, diharapkan peneliti akan menemukan alasan yang mempengaruhi kapasitas

pemerintah desa dalam pengelolaan dana desa.

Dalam penelitian kualitatif, terdapat dua maksud dalam penetapan fokus

penelitian yaitu sebuah upaya untuk membatasi studi dan berfungsi untuk

memenuhi kriteria inklusi-ekslusi suatu informasi yang diperoleh di lapangan.

Fokus penelitian yang dilakukan adalah mengenai kapasitas pemerintah desa

dalam tata kelola dana desa. Dimana penelitian ini nantinya akan mengambil

Page 31: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

lokasi di Kabupaten Banyumas dengan situs penelitiannya di Desa Rawalo.

Alasan pengambilan situs penelitian tersebut karena Desa Rawalo merupakan ibu

kota Kecamatan Rawalo dengan pembangunan infrastruktur yang maju karena

dilewati oleh jalan raya propinsi yang ramai. Hal ini seharusnya menjadikan Desa

Rawalo sebagai salah satu desa yang mudah dalam mengakses berbagai informasi,

tidak terkecuali mengenai kebijakan dana desa. Namun pada kenyataannya,

pengelolaan kebijakan dana desa tidak sesuai dengan petunjuk pelaksanaan yang

ada. Hal ini semakin terlihat jelas jika membandingkan penggunaan dana desa di

Desa Rawalo dengan desa-desa lain yang berada di Kecamatan Rawalo.

Sasaran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Kepala Desa

Rawalo dan perangkatnya; 2) Anggota BPD; 3) Anggota lembaga masyarakat; 4)

Pihak swasta yang menjalankan pembangunan fisik; dan 5) Masyarakat di Desa

Rawalo. Informan dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik

purposive sampling yang dilakukan dengan cara memilih informan yang dianggap

mengetahui informasi yang berkaitan dengan penelitian secara mendalam dan

dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang akurat. Dalam hal ini, pemilihan

informan tidak berdasarkan kuantitas tetapi kualitas dari informan yang akan

diteliti.

Terdapat karakteristik yang digunakan dalam pemilihan informan.

Karakteristik informan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu informan

utama dan informan pembanding. Informan utama berfungsi untuk memberikan

informasi-informasi yang ingin diketahui peneliti. Sedangkan informan

pembanding berfungsi untuk validasi data sehingga kebenaran akan informasi

Page 32: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

yang diberikan oleh informan utama dapat dipertanggung jawabkan. Informasi

yang diperoleh dari para informan penelitian selanjutnya dikumpulkan sebagai

sebuah data. Data merupakan hal yang paling dibutuhkan saat melakukan

penelitian. Data-data yang di dapatkan dari lapangan kemudian diolah untuk

dijadikan laporan penelitian. Dalam pengumpulan data terdapat jenis dan sumber

data yang di gunakan. Jenis data dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan

data sekunder. Sedangkan sumber data utama adalah kata-kata dan tindakan dari

para informan penelitian baik informan utama maupun informan pembanding.

Untuk sumber data sekundernya adalah foto-foto dokumentasi serta dokumen-

dokumen lainnya yang terkait dengan kapasitas pemerintah Desa Rawalo dalam

pelaksanaan tata kelola dana desa tahun 2015 dan 2016.

Dalam proses pengumpulan data di lapangan terdapat teknik

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian. Adapun teknik

pengumpulan data tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu :

1) Wawancara mendalam (indepth interview), yang dilakukan untuk mudahkan

peneliti mendapatkan hasil yang diharapkan terkait dengan kapasitas

pemerintah dalam tata kelola dana desa di Desa Rawalo. Untuk mendapatkan

data yang mendalam, teknik wawancara dilakukan pada saat informan

memiliki waktu senggang sehingga keseluruhan data dapat terkumpul;

2) Observasi yang dilakukan saat peneliti mengamati situs penelitian dan calon

informan dalam penelitian. Setelah itu, dilanjutkan dengan mengobservasi

aspek-aspek yang berkenaan dengan fokus penelitian. Observasi ini

Page 33: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

dilakukan untuk memvalidasi informasi yang didapat melalui wawancara

mendalam;

3) Dokumentasi dengan cara mengumpulkan data yang berasal dari buku-buku,

jurnal-jurnal, arsip-arsip, foto-foto, film, ataupun dokumen lain yang dapat

memperkaya data yang berhubungan dengan fenomena yang ada. Dengan

adanya data yang berasal dari dokumen-dokumen maka peneliti lebih mudah

untuk menguji, menafsirkan bahkan meramalkan fenomena yang terjadi.

Penggunaan wawancara, observasi dan dokumentasi ditujukan agar data yang

diperlukan untuk menjelaskan dan mendeskripsikan kapasitas pemerintah dalam

tata kelola dana desa di Desa Rawalo dapat terkumpul dengan lengkap.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

kualitatif deskriptif dengan model analisis interaktif. Model tersebut dapat

digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2: Model Analisis Interaktif35

35 Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber

Tentang Metode-Metode Baru (Jakarta: UI Press, 1992), 20.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

Dari gambar tersebut, dapat diketahui bahwa tahapan dalam analisis interaktif

dapat dijabarkan sebagai berikut:

1) Pengumpulan data, merupakan proses awal dari keseluruhan rangkaian

analisis data. Pada tahapan ini, data yang berupa hasil wawancara, observasi

dan dokumentasi disusun secara teratur dalam bentuk kata-kata yang sangat

banyak sebelum nantinya dianalisa. Kontekstualisasi pengumpulan data

dilakukan peneliti saat mewawancarai informan penelitian di situs penelitian.

Selain itu, pengumpulan data juga dilakukan peneliti saat mengobservasi situs

penelitian dan mengumpulkan dokumentasi penelitian.

2) Agar mempermudah proses menganalisa, maka satu persatu dari data yang

telah dikumpulkan perlu dipilah-pilah kembali untuk memperoleh data mana

yang relevan dan mana yang tidak. Oleh karena itu, diperlukan langkah

berikutnya yaitu reduksi data. Reduksi data merupakan proses pemilihan,

pemusatan dan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan

transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan,

sehingga peneliti memilih dan memfokuskan data yang relevan dengan

pemisahan data. Reduksi data dilakukan saat peneliti membuat coding hasil

penelitian dan coding dokumen;

3) Penyajian data, yaitu suatu kegiatan yang menyediakan perencanaan kolom

data dalam bentuk matriks gambar atau skema dan tabel bagi data kualitatif

dalam bentuk khusus secara sistematis. Kegiatan ini dilakukan untuk

mempermudah peneliti menyajikan data yang didapat di lapangan, karena

jumlahnya dan terlalu banyak. Dengan demikian, peneliti dapat melihat apa

Page 35: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

yang sedang terjadi dan menentukan apakah menarik kesimpulan yang benar

ataukah melangkah melalui analisis. Kontekstualisasi penyajian data

dilakukan saat peneliti menulis laporan penelitian dan membuat berbagai

tabel serta skema yang menggambarkan kapasitas pemerintah dalam tata

kelola dana desa di Desa Rawalo,

4) Penarikan kesimpulan, yaitu kegiatan mencari arti benda-benda, mencatat

keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin,

alur sebab-akibat dan preposisi untuk kemudian mengikat lebih rinci serta

mengakar dengan kuat. Dalam hal ini, penarikan kesimpulan dilakukan saat

peneliti membuat kesimpulan di akhir laporan penelitian dari keseluruhan

proses penelitian yang telah dilaksanakan.

Perincian tersebut menunjukan bahwa tahap pengumpulan data merupakan bagian

integral dari kegiatan analisis data. Hal ini dimaksudkan untuk memahami dan

mendapatkan pengertian yang mendalam, komprehensif, dan rinci sehingga

menghasilkan kesimpulan sebagai hasil pemahaman penelitian.

Untuk menjamin validitas data yang diperoleh, maka digunakan

triangilasi sumber. Triangilasi sumber dilakukan dengan pemeriksaan kebenaran

hasil wawancara dibandingkan dengan isi dokumen atau sebaliknya. Dalam hal

ini peneliti lebih memilih cara membandingkan data hasil pengamatan dengan

data hasil wawancara, membandingkan apa yang dikatakan informan penelitian di

depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi kepada peneliti,

membandingkan keadaan dan perspektif informan utama dengan berbagai

pendapat dan pandangan informan pembanding, serta membandingkan hasil

Page 36: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan dengan kapasitas yang

dimiliki pemerintah desa dalam melakukan tata kelola dana desa di Desa Rawalo

tahun 2015.

1.8. Sistematika Bab

Bab I. Pendahuluan: Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah,

beserta literatur review, kerangka teori, dan metode penelitian. Di dalamnya

bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada pembaca tentang pokok

permasalahan yang disertai dengan bagaimana landasan pemikiran yang

digunakan dan cara bekerjanya teori tersebut.

Bab II. Peta Umum Kebijakan Dana Desa: Bab ini memiliki misi

untuk menjelaskan setting kebijakan dana desa tahun 2015 dan 2016 baik yang

berupa tata cara pengelolaan hingga permasalahan yang terjadi di tingkat nasional

hingga tingkat desa sebagai pelaksana dana desa.

Bab III. Karakteristik Desa, Dimensi dan Fokus Kapasitas

Pemerintah Desa: Bab ini memiliki misi untuk memaparkan profil Desa Rawalo

dan dimensi kapasitas yang dimiliki Pemerintah Desa Rawalo baik di tingkat

individual, tingkat organisasi, maupun tingkat sistem.

Bab IV. Kapasitas Pemerintah Desa Rawalo dalam Tata Kelola

Dana Desa: Bab ini memiliki misi untuk memaparkan bagaimana kapasitas yang

dimiliki pemerintah Desa Rawalo dalam melaksanakan tata kelola dana desa

tahun 2015. Dalam bab ini kapasitas pemerintah akan dibagi menjadi dua macam

yaitu kapasitas teknokratik dan kapasitas politik. Kedua Kapasitas tersebut

Page 37: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/128426/potongan/S2-2017... · (LPMD), karang taruna, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan

nantinya akan dilihat dan dijelaskan dengan menggunakan prinsip-prinsip tata

pemerintahan yang ada. Selain itu, bab ini akan membahas mengenai faktor-

faktor yang mempengaruhi kapasitas pemerintah desa dalam pengelolaan dana

desa.

Bab V. Penutup: Bab ini berisikan catatan penutup berupa kesimpulan

hasil analisis.