bab i pendahuluan -...

20
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambahan penduduk merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari seiring dengan berkembangnya zaman. Hal ini membawa dampak yang besar pula terhadap kegiatan sosial dan ekonomi dalam kehidupan bermasyarakat. Selain dampak tersebut, kebutuhan lahan di area perkotaan dan pedesaan juga menjadi salah satu hal yang tidak dapat terhindar dari peningkatan intensitas. Di sisi lain, gelar yang melekat pada sebuah kota tertentu pastinya akan membawa dampak terhadap keberagaman fungsi kota seperti pemerintahan, perdagangan, jasa, dan industri. Apa yang terjadi pada Kota Yogyakarta menjadi salah satu contoh dari dampak tersebut. Kota Yogyakarta sendiri memiliki predikat yang beragam, mulai dari pusat kebudayaan, pusat pemerintahan, daerah pariwisata, dan kota pelajar. Konsekuensi dari hal tersebut adalah berupa datangnya penduduk dari luar kotayang bukan hanya untuk berkunjung namun bahkan hingga menetap. Hal tersebut secara otomatis memunculkan sebuah persaingan ketat diantara penggunaan tanah yang tidak terhindarkan. Dari beberapa hal diatas yang saling terkait satu sama lain, muncullah sebuah fenomena peralihan fungsi lahan. Peralihan fungsi lahan tersebut merupakan peralihan lahan pertanian menjadi lahan yang dijadikan untuk kepentingan non pertanian. Dalam hal ini diantaranya adalah pertokoan, bengkel, pabrik, dan rumah tinggal. Sutaryono (2003) menjelaskan bahwa perkembangan peradaban dan tuntutan kebutuhan manusia yang semakin meningkat menjadi bagian dalam mempercepat terjadinya proses pengembangan wilayah. Dampak tersebut tidak hanya membawa pengaruh pada kota tersebut namun juga membawa pengaruh terhadap daerah-daerah disekitarnya. Dalam hal ini meliputi Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, dan Kabupaten Kulon Progo. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan Rahmawati (2014) bahwa perkembangan kota akan menimbulkan kecenderungan pergeseran fungsi-fungsi kota ke daerah pinggiran kota (urban fringe) yang disebut dengan proses perembetan penampakan fisik kekotaan ke arah luar (urban sprawl). Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta, tingkat alih fungsi lahan di seluruh

Upload: ngoliem

Post on 13-Apr-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/100286/potongan/S1-2016... · konsekuensi, antara lain berkurangnya lahan terbuka hijau sehingga

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertambahan penduduk merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari seiring

dengan berkembangnya zaman. Hal ini membawa dampak yang besar pula terhadap

kegiatan sosial dan ekonomi dalam kehidupan bermasyarakat. Selain dampak tersebut,

kebutuhan lahan di area perkotaan dan pedesaan juga menjadi salah satu hal yang

tidak dapat terhindar dari peningkatan intensitas. Di sisi lain, gelar yang melekat pada

sebuah kota tertentu pastinya akan membawa dampak terhadap keberagaman fungsi

kota seperti pemerintahan, perdagangan, jasa, dan industri. Apa yang terjadi pada Kota

Yogyakarta menjadi salah satu contoh dari dampak tersebut. Kota Yogyakarta sendiri

memiliki predikat yang beragam, mulai dari pusat kebudayaan, pusat pemerintahan,

daerah pariwisata, dan kota pelajar. Konsekuensi dari hal tersebut adalah berupa

datangnya penduduk dari luar kotayang bukan hanya untuk berkunjung namun bahkan

hingga menetap. Hal tersebut secara otomatis memunculkan sebuah persaingan ketat

diantara penggunaan tanah yang tidak terhindarkan.

Dari beberapa hal diatas yang saling terkait satu sama lain, muncullah sebuah

fenomena peralihan fungsi lahan. Peralihan fungsi lahan tersebut merupakan peralihan

lahan pertanian menjadi lahan yang dijadikan untuk kepentingan non pertanian. Dalam

hal ini diantaranya adalah pertokoan, bengkel, pabrik, dan rumah tinggal. Sutaryono

(2003) menjelaskan bahwa perkembangan peradaban dan tuntutan kebutuhan manusia

yang semakin meningkat menjadi bagian dalam mempercepat terjadinya proses

pengembangan wilayah. Dampak tersebut tidak hanya membawa pengaruh pada kota

tersebut namun juga membawa pengaruh terhadap daerah-daerah disekitarnya. Dalam

hal ini meliputi Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, dan

Kabupaten Kulon Progo. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan Rahmawati

(2014) bahwa perkembangan kota akan menimbulkan kecenderungan pergeseran

fungsi-fungsi kota ke daerah pinggiran kota (urban fringe) yang disebut dengan proses

perembetan penampakan fisik kekotaan ke arah luar (urban sprawl). Berdasarkan data

dari Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta, tingkat alih fungsi lahan di seluruh

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/100286/potongan/S1-2016... · konsekuensi, antara lain berkurangnya lahan terbuka hijau sehingga

2

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai angka rata-rata 0,37 persen. Angka

ini didasari oleh kebutuhan ekonomi masyarakat. Sedangkan luas lahan pertanian yang

ada di Kabupaten Kulon Progo sendiri pada akhir tahun 2013 berada di angka 10.180

hektar. Sumber yang sama juga menyatakan bahwa pembangunan fisik di Kabupaten

Kulon Progo mengalami perkembangan yang cukup pesat di berbagai bidang. Bidang-

bidang tersebut antara lain transportasi berupa pembangunan jalan, pendidikan berupa

pembangunan sarana pendidikan, pelayanan masyarakat berupa pembangunan sarana

kesehatan, perdagangan, perumahan, dan peningkatan fasilitas kota. Hal tersebut

secara jelas merupakan bukti alih fungsi lahan untuk berbagai kepentingan

pembangunan.

Produksi beras yang bergantung pada lahan pertanian menjadi berubah karena

intensitas alih fungsi lahan pertanian ke lahan non pertanian meningkat. Hal ini

memiliki hubungan erat dengan pertumbuhan penduduk yang sangat mempengaruhi

kebutuhan pangan dari suatu daerah. Kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi

setiap orang pada suatu wilayah yang tercermin pada surplus persediaan beras

dibandingkan kebutuhan beras pada wilayah tersebut dikenal dengan istilah ketahanan

pangan sesuai dengan yang disampaikan Sastraatmadja (2006).

Melihat keadaan ini, dapat ditarik sebuah benang merah bahwa ketahanan

pangan akan berubah dan terancam dikarenakan oleh meningkatnya intensitas alih

fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Secara bersamaan, ketahanan pangan juga

dipengaruhi oleh kebutuhan pangan yang berdasar kepada pertumbuhan penduduk.

Oleh karena itu, dilakukanlah penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Alih Fungsi

Lahan Pertanian menjadi Non Pertanian terhadap Ketahanan Pangan di Kabupaten

Kulon Progo” yang mengkaji alih fungsi lahan dalam kurun waktu lima tahun terakhir,

yaitu tahun 2008 hingga tahun 2013.

1.2. Rumusan Masalah

Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian akan menimbulkan

permasalahan terhadap ketahanan pangan. Hal tersebut disebabkan karena ketahanan

pangan suatu daerah akan dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan produksi beras

yang tersedia. Masalah yang kini muncul, hingga saat ini belum diketahui secara jelas

dan pasti mengenai besarnya dan persebaran klasifikasi daerah berdasarkan

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/100286/potongan/S1-2016... · konsekuensi, antara lain berkurangnya lahan terbuka hijau sehingga

3

ketahanan pangan. Penyebabnya adalah kurangnya informasi yang seharusnya

tersedia. Padahal, informasi ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan analisis

pembangunan fisik, perkembangan wilayah dan masyarakat maupun sebagai bahan

acuan Rencana Tata Ruang Wilayah yang perlu diperhatikan.

Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Berapakah laju kecepatan alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian di

seluruh Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo dalam kurun waktu lima tahun

yaitu 2008 sampai dengan 2013 berdasarkan hasil analisis spasial peta

penggunaan lahan pada daerah tersebut?

2. Berpengaruh atau tidakkah kepadatan penduduk agraris dan produktivitas lahan

sawah terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian di seluruh

desa di Kabupaten Kulon Progo?

3. Bagaimanakah kondisi ketahanan pangan seluruh desa di Kabupaten Kulon

Progo?

1.3. Tujuan

Suatu penelitian ilmiah harus memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Hal

tersebut merupakan pedoman dalam mengadakan penelitian. Sehingga hasil penelitian

dapat menunjukkan kualitas dari penelitian yang akan dilakukan. Adapun tujuan yang

hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perhitungan laju kecepatan alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian di

seluruh Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo.

2. Ada atau tidaknya kepadatan penduduk agraris dan produktivitas lahan sawah

terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian di seluruh desa di

Kabupaten Kulon Progo.

3. Kondisi ketahanan pangan di seluruh desa di Kabupaten Kulon Progo.

1.4. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik bagi

kepentingan akademis maupun bagi kepentingan praktisi yaitu instansi pemerintah

terkait selaku pembuat kebijakan yaitu :

1. Kegunaan secara teori, hasil dari penelitian ini diharapkan bisa menjadi

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/100286/potongan/S1-2016... · konsekuensi, antara lain berkurangnya lahan terbuka hijau sehingga

4

informasi dalam melakukan kajian masalah pesatnya laju alih fungsi lahan

pertanian menjadi non pertanian yang berimbas pada menurunnya ketahanan

pangan.

2. Kegunaan secara praktis, hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat

digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan pengambilan keputusan

dalam pengendalian laju alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian.

1.5. Batasan Masalah

Pembatasan masalah dilakukan dengan tujuan agar permasalahan dapat

terjawab. Penelitian diharapkan dapat terfokus dan tidak keluar dari konteks. Adapun

batasan masalah pada penelitian ini antara lain sebagai berikut :

1. Data yang digunakan adalah peta penggunaan lahan kabupaten Kulon Progo

2008 dan 2013 dari Kantor Badan Perencanaan dan pembangunan Daerah

(Bappeda) Kabupaten Kulon Progo. Data statistik hasil produksi padi, data

jumlah penduduk diperoleh dari Kantor Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon

Progo.

2. Wilayah kabupaten Kulon Progo yang akan diteliti adalah tingkat desa pada

seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Kulon Progo.

3. Metode yang digunakan adalah metode analisis statistik menggunakan analisis

regresi linier berganda dan analisis keruangan/spasial.

4. Ketahanan pangan yang dimaksud dalam penelitian ini dibatasi hanya berupa

produksi beras, dalam bentuk jumlah ketersediaan dan kebutuhan konsumsi

dalam hitungan ton per tahun.

1.6. Tinjauan Pustaka

Mahmud (2011) melakukan penelitian tentang pengaruh perubahan

penggunaan lahan pertanian ke non pertanian terhadap ketahanan masyarakat di

Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul. Penelitian yang dilakukan

menggunakan metode eksperensial dengan menggunakan analisis kualitatif.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar pengaruh luas perubahan

penggunaan lahan pertanian ke non pertanian terhadap produksi beras di Kecamatan

Banguntapan Kabupaten Bantul dan untuk mengetahui kebijakan instansi yang

berwenang terhadap peran perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/100286/potongan/S1-2016... · konsekuensi, antara lain berkurangnya lahan terbuka hijau sehingga

5

di Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul. Hasil dari penelitian menunjukkan

besarnya pengaruh perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian

terhadap ketahanan pangan di Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul tahun

2005 sampai dengan tahun 2009 adalah rawan sesuai dengan hasil kalkulasi kondisi

tingkat ketahanan pangan di Kecamatan Banguntapan. Tujuan penelitian yang kedua

didapatkan hasil bahwa kebijakan instansi yang berwenang dalam pemberian ijin

lebih selektif dengan pemberian izin perubahan penggunaan lahan rencana

pembangunan perumahan dan pemukiman dialokasikan pada lahan nonpertanian.

Soedirman (2012) melakukan kajian mengenai kebijakan penyelamatan lahan

pertanian dan ketahanan pangan rumah tangga petani di daerah pinggiran Kota

Yogyakarta. Penelitian dilakukan dengan menggunakan bantuan citra satelit resolusi

tinggi dengan menggunakan metode deskriptif analitis dengan analisis spasial dan

eksplanasi. Pada proses kajian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika alih fungsi

lahan pertanian yang terjadi di pinggiran Kota Yogyakarta antara tahun 1998 dan

2010, dan dampak alih fungsi lahan pertanian terhadap kehilangan pangan, lapangan

kerja, dan nilai ekonomi lahan di pinggiran Kota Yogyakarta. Hasil yang

mengejutkan menunjukkan bahwa pertumbuhan luas konversi lahan pertanian secara

permanen menjadi bangunan dari tahun 1998-2010 per zona di pinggiran Kota

Yogyakarta yang terletak di Kabupaten Bantul secara umum lebih tinggi daripada

yang terletak di Kabupaten Sleman. Selain itu, hasil yang lain menunjukkan bahwa

telah terjadi produksi yang terhenti seperti produksi pangan dari lahan pertanian

sawah (beras), tegalan (palawija), dan pekarangan (buah-buahan). Hal ini disebabkan

hilangnya lahan pertanian tersebut secara permanen karena telah dikonversi menjadi

bangunan. Kehilangan produksi pangan ini dihitung untuk seluruh lahan pertanian

pinggiran Kota Yogyakarta yang meliputi 6 kecamatan atau 29 desa atau 47 bagian

sub-cluster atau sub-zona yang terletak di bagian Wilayah Kabupaten Sleman dan

wilayah KabupatenBantul.

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh dengan penelitian yang terdahulu

yaitu selain adanya perbedaan lokasi penelitian, pada penelitian ini digunakan

analisis stastistik dan analisis keruangan. Dalam penelitian ini pula, dilakukan

prediksi kondisi ketahanan pangan di seluruh desa se-Kabupaten Kulon Progo.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/100286/potongan/S1-2016... · konsekuensi, antara lain berkurangnya lahan terbuka hijau sehingga

6

1.7. Landasan Teori

1.7.1. Lahan Pertanian

Lahan adalah bagian dari permukaan bumi yang dapat mendatangkan

manfaat bagi kehidupan manusia berupa pemenuhan kebutuhan manusia

(Ritohardoyo, 2013). Selain itu, lahan merupakan sumber daya alam yang mendukung

dan memberikan kontribusi bagi pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan

seperti sektor perikanan atau pertambakan, pertanian, kehutanan, perumahan, industri,

pertambangan, dan transportasi juga memerlukan lahan.

Lahan pertanian merujuk pada makna luasan bidang lahan yang

dipergunakan untuk kegiatan pertanian. Sumber daya lahan pertanian memiliki banyak

manfaat bagi manusia. Menurut Sumaryanto (1994) menyebutkan bahwa manfaat

lahan pertanian dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu use values dan non use value.

Pertama, use values atau nilai penggunaan dapat juga disebut sebagai personal use

values. Manfaat ini dihasilkan dari hasil eksploitasi atau kegiatan usaha tani yang

dilakukan pada sumber daya lahan pertanian. Kedua, non use values dapat pula disebut

sebagai intrinsic values atau manfaat bawaan. Berbagai manfaat datang dengan

sendirinya walaupun bukan tujuan dari kegiatan eksploitasi dari pemilik lahan

pertanian termasuk dalam kategori ini.

1.7.2. Alih Fungsi Lahan

Alih fungsi lahan merupakan beralihnya bentuk penggunaan lahan yang satu

menjadi bentuk penggunaan yang lain. Penggunaan yang pada awalnya berupa sawah,

kemudian setelah selang beberapa waktu sawah tersebut berubah menjadi lokasi

permukiman, jasa, atau lain sebagainya. Perubahan penggunaan lahan dapat menjadi

bervariasi, hal ini dikarenakan adanya kegiatan dan usaha dalam hidup manusia juga

bermacam-macam sesuai dengan tujuan untuk kegiatan pemenuhan kebutuhan

hidupnya.

Alih fungsi lahan yang paling banyak ditemukan di lapangan adalah perubahan

penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. Semakin meningkat

pertumbuhan jumlah dan kebutuhan penduduk, semakin meningkat pula kebutuhan

tempat atau lahan untuk tempat tinggal maupun tempat atau lahan untuk tempat

tinggal maupun tempat kegiatan kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya (Ritohardoyo,

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/100286/potongan/S1-2016... · konsekuensi, antara lain berkurangnya lahan terbuka hijau sehingga

7

2013). Peralihan penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian akan berdampak

pada menurunnya produksi pertanian yang pada akhirnya dapat mengurangi produksi

bahan pangan pada suatu wilayah.

1.7.3. Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian menjadi Non Pertanian

Menurut Pusat Pengembangan Ketersediaan Pangan dan Badan Bimbingan

Masyarakat Ketahanan Pangan Departemen Pertanian (2002), alih fungsi lahan

pertanian bukan merupakan hal yang baru terjadi. Seiring dengan meningkatnya taraf

hidup dan terbukanya kesempatan untuk menciptakan peluang kerja, maka semakin

meningkat pula kebutuhan akan lahan. Di sisi yang lain, lahan terbatas jumlahnya,

sehingga menimbulkan penggunaan lahan yang seharusnya untuk pertanian beralih

ke penggunaan non pertanian.

Aktivitas pembangunan di seluruh Kecamatan di Kabupaten Kulon terus

berjalan. Hal ini mengakibatkan alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian

sulit dicegah. Apabila aktivitas ini tidak dikendalikan dan dilakukan penanganan

yang tepat maka dapat mengakibatkan pada berkurangnya produksi pertanian.Alih

fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian ini dapat menjadi sulit dikendalikan

walaupun sudah dibuatkan berbagai peraturan, instruksi dan himbauan serta

penerapan kesesuaian, kemampuan lahan, dan tata ruang.

Kegiatan alih fungsi lahan pertanian sawah menjadi non pertanian juga

berpengaruh terhadap lingkungan. Perubahan tersebut akan mempengaruhi

keseimbangan ekosistem pada lahan sawah yang dapat menimbulkan beberapa

konsekuensi, antara lain berkurangnya lahan terbuka hijau sehingga lingkungan tata

air akan terganggu dan lahan pertanian semakin sempit. Dampak negatif dari alih

fungsi lahan adalah degradasi daya dukung ketahanan pangan nasional, pendapatan

pertanian menurun, dan meningkatnya kemiskinan masyarakat lokal. Selain itu, akan

merusak ekosistem sawah serta adanya perubahanbudaya.

Alih fungsi lahan pertanian sawah menjadi non pertanian memberikan

dampak yang bersifat kumulatif terhadap masalah pangan yang diukur dalam

penurunan kapasitas produksi padi. Alih fungsi yang terjadi pada tahun tertentu tidak

hanya memberikan dampak pada tahun yang bersangkutan tetapi juga pada

tahunselanjutnya yang akan datang.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/100286/potongan/S1-2016... · konsekuensi, antara lain berkurangnya lahan terbuka hijau sehingga

8

Dampak alih fungsi lahan tersebut terhadap pengurangan produksi padi per

satuan lahan yang dialihfungsikan akan semakin besar. Produksi beras pada suatu

wilayah diturunkan dari produksi padi pada wilayah tersebut, karena beras dihasilkan

dari pengolahan padi. Proses pengolahan padi menjadi beras mengakibatkan

penyusutan berat hasil produksipadi. Angka penyusutan beras adalah 62,7 % dari

berat gabah kering yang digiling. Angka tersebut digunakan untuk menghitung luasan

lahan sawah yang dibutuhkan. Perhitungan nilai ketersediaan beras digunakan faktor

penyusutan gabah menjadi beras sebesar 16,6% (Pusat Pengembangan Ketersediaan

Pangan dan Badan Bimbingan Masyarakat Ketahanan Pangan Departemen Pertanian,

2002).

1.7.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian menjadi

Lahan Non Pertanian

Peralihan penggunaan lahan yang dilakukan oleh manusia merupakan suatu

dampak perkembangan sosial yang juga suatu kebutuhan yang bersifat ekonomi.

Kebutuhan manusia yang dinamis akan mempengaruhi perkembangan manusia di

dalam memanfaatkan suatu bidang lahan. Berdasarkan kegiatan-kegiatan yang ada dan

pernah terjadi di lapangan, perubahan tersebut terjadi akibat desakan dalam

pemenuhan kebutuhan sosial ekonomi. Hal tersebut sekaligus merupakan jawaban atas

fenomena yang terjadi, bahwa lahan yang diperuntukkan untuk lahan pertanian

kemudian mengalami peralihan fungsi menjadi lahan non pertanian seperti perumahan,

lahan industri, lahan perusahaan, dan sebagainya.

Menurut Ilham dkk (2005), terdapat sedikitnya tiga faktor yang dapat

mempengaruhi perubahan penggunaan lahan diantaranya yaitu faktor ekonomi, faktor

sosial, dan faktor lain yaitu peraturan pertanahan yang ada.

I.7.4.1. Faktor ekonomi.

Menurut sudut pandang ilmu ekonomi, peralihan penggunaan lahan yang

dilakukan petani baik melalui transaksi penjualan ke pihak lain ataupun

mengganti pada usaha non pertanian merupakan keputusan yang masuk akal.

Dasar pengambilan keputusan dipilih petani dengan harapan pendapatan

totalnya, baik dalam jangka panjang ataupun jangka pendek akan meningkat.

Mengusahakan lahan dalam fungsi pertanian dianggap sudah tidak

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/100286/potongan/S1-2016... · konsekuensi, antara lain berkurangnya lahan terbuka hijau sehingga

9

memberikan pemasukan keuangan yang sebanding bagi petani. Di samping itu,

daya saing produk pertanian, khususnya padi, dan harga lahan yang cenderung

terus mengalami peningkatan mendorong petani untuk menjual lahan

sawahnya untuk beralih ke usaha yang lain.

I.7.4.2. Faktor Sosial.

Menurut Witjaksono dalam Ilham dkk (2005) faktor sosial yang

mempengaruhi peralihan penggunaan lahan dapat dipecah menjadi beberapa

faktor, yaitu: perubahan perilaku, hubungan pemilik dengan lahan, pemecahan

lahan, pengambilan keputusan, dan apresiasi pemerintah terhadap aspirasi

masyarakat.

a. Perubahan perilaku. Prasarana dan sarana transportasi dan komunikasi

yang memadai telah membuka wawasan masyarakat pedesaan terhadap

dunia baru di luar lingkungannya. Masyarakat semakin tidak ingin

menjadi petani karena anggapan bahwa profesi petani tidak

menguntungkan, tidakmenjanjikan, dan tidak menjamin kehidupan di

masa yang akan datang.

b. Hubungan antara pemilik dan lahan. Petani yang hanya menggantungkan

kehidupan dan penghidupannya pada usaha tani akan sulit dipisahkan

dari lahan pertanian yang dikuasainya. Petani tidak berani menanggung

risiko atas ketidakpastian dalam penghasilan dan penghidupannya

sesudah lahan pertaniannya dipindah tangankan pada orang lain.

c. Pemecahan lahan. Lahan pertanian yang sempit dan dengan pengelolaan

yang kurang efisien hanya akan memberikan sedikit kontribusi bagi

pendapatan keluarga petani pemilik lahan tersebut. Pada umumnya petani

tidak lagi mengandalkan penghidupannya dalam bidang pertanian saja,

sehingga mereka beralih mencari sumber pendapatan baru di bidang non

pertanian. Petani membutuhkan modal atau dana yang diperoleh dengan

cara menjual lahan pertaniannya. Peralihan pada proses kepemilikan

dengan melalui proses pewarisan bidang lahan akan mendukung

peningkatan peralihan lahan. Pada hasil akhir proses pewarisan, pihak

yang mendapat warisan akan menggunakan lahan yang didapatnya untuk

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/100286/potongan/S1-2016... · konsekuensi, antara lain berkurangnya lahan terbuka hijau sehingga

10

tempat bermukim sebagai akibat dari pengembangan keluarga melalui

adanya budaya perkawinan.

I.7.4.3. Peraturan pengendalian peralihan penggunaan lahan pertanian.

Dalam rangka mengendalikan peralihan lahan dari lahan pertanian ke lahan

non pertanian, Pemerintah melakukan antisipasi dengan membuat peraturan

pengendalian peralihan penggunaan lahan. Pengaturan ini dilakukan dengan

tujuan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi perkembangan

perekonomian pada umumnya. Hal ini telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah

Istimewa Yogyakarta pada tahun 2011 melalui Peraturan Daerah No. 10.

Peraturan Daerah tersebut berisi mengenai lahan pangan berkelanjutan. Namun

peraturan tersebut belum berjalan efektif karena belum mendapat perhatian

yang eksklusif. Peraturan yang ada, seperti yang tercantum pada Pasal 46 dan

48, belum dilengkapi dengan sistem pemberian sanksi atau hukuman bagi

pelanggar dan sistem penghargaan (rewards) atau berupa insentif bagi mereka

yang taat pada peraturan yang telah dibuat.

1.7.5. Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan adalah suatu kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi

setiap orang pada suatu wilayah yang tercermin pada surplus persediaan beras

dibandingkan kebutuhan beras pada wilayah tersebut (Sastraatmadja, 2006). Di

Indonesia konsep ketahanan pangan dituangkan dalam Undang-Undang No. 7 Tahun

1996 tentang Pangan. Ketahanan pangan yang dimaksud dalam penelitian yang akan

dilakukan ini berupa produksi beras, dalam bentuk jumlah ketersediaan dan

kebutuhan konsumsi untuk masyarakat Kabupaten Kulon Progo dalam hitungan ton

pertahun.

Ketahanan pangan suatu wilayah ditentukan oleh kebutuhan beras semua

orang pada wilayah tersebut (ton/tahun) dan ketersediaan beras(ton/tahun). Menurut

Pusat Pengembangan Ketersediaan Pangan dan Badan Bimbingan Masyarakat

Ketahanan Pangan Departemen Pertanian (2002), nilai ketahanan pangan suatu

wilayah dapat dirumuskan dengan rumusan persamaan I.9.

Ketahanan Pangan Ketersediaan eras - Ke utuhan eras … (I.1.)

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/100286/potongan/S1-2016... · konsekuensi, antara lain berkurangnya lahan terbuka hijau sehingga

11

Lebih lanjut, Pusat Pengembangan Ketersediaan Pangan dan Badan

Bimbingan Masyarakat Ketahanan Pangan Departemen Pertanian menyebutkan

kondisi ketahanan pangan pada suatu wilayah dengan klasifikasi sebagai berikut :

a. Dikatakan Tahan apabila nilai ketersediaan beras > kebutuhan beras. Jika nilai

selisih antara ketersediaan beras dan kebutuhan beras menunjukkan angka

dengan tanda plus (+), maka klasifikasi ketahanan pangan berada pada tingkat

tahan.

b. Dikatakan Cukup apabila nilai ketersediaan beras = kebutuhan beras. Jika

nilai selisih antara ketersediaan beras dan kebutuhan beras menunjukkan

angka nol (0), maka klasifikasi ketahanan pangan berada pada tingkat cukup.

c. Dikatakan Rawan apabila nilai ketersediaan beras < kebutuhan beras. Jika

nilai selisih antara ketersediaan beras dan kebutuhan beras menunjukkan

angka dengan tanda minus (-), maka klasifikasi ketahanan pangan berada

pada tingkat rawan.

I.7.6. Limit Swasembada Beras

Swasembada adalah usaha untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Limit

swasembada beras dapat diartikan suatu batasan (limit) suatu daerah masih dapat

memenuhi kebutuhan beras (pangan) penduduk di wilayahnya sendiri. Limit

swasembada beras di suatu wilayah dapat dicegah terjadinya apabila lahan pertanian

di daerah tersebut mempunyai produktivitas lahan yang baik. Hal tersebut dapat

dilakukan dengan adanya penggunaan dan pengelolaan lahan pertanian yang baik dan

berkelanjutan agar diperoleh hasil produksi pertanian yang optimal. Alih fungsi lahan

pertanian sawah menjadi non pertanian akan berdampak pada terjadinya limit

swasembada beras di suatu wilayah. Menurut Martanto (2012), rumus untuk

menghitung besar luas sawah yang dibutuhkan dapat dihitung dengan persamaan

berikut

…(I.2)

Keterangan : P = jumlah penduduk (jiwa)

L = luas lahan pertanian sawah (ha)

Pr = produktivitas lahan sawah (kg/ha)

P = L x Pr x Pl x R

K

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/100286/potongan/S1-2016... · konsekuensi, antara lain berkurangnya lahan terbuka hijau sehingga

12

Pl = pergiliran tanaman padi dalam setahun (tanam padi/th)

R = rendemen padi atau penyusutan gabah menjadi beras (1/100)

K = rerata konsumsi beras per jiwa dalam setahun (kg/jiwa/th)

Perhitungan dengan persamaan I.2. menggunakan beberapa konstanta yang

telah ditentukan. Pergiliran tanaman padi dilakukan dalam dua kali setahun, sehingga

nilai Pl menggunakan konstanta sebesar dua (Pl = 2). Rendemen padi atau nilai

penyusutan gabah menjadi beras merujuk pada angka tetapan yang dirilis oleh Pusat

Pengembangan Ketersediaan Pangan dan Badan Bimbingan Masyarakat Ketahanan

Pangan Departemen Pertanian sebesar 62,7% (R = 0,627). Nilai rerata konsumsi beras

per jiwa dalam setahun sebesar 113,48 kg/kapita/tahun (K= 113,48). Hasil yang

diperoleh dari persamaan diatas adalah nilai luasan lahan sawah pertanian yang

dibutuhkan. Angka luasan sawah tersebut akan digunakan dalam proses penghitungan

limit swasembada beras.

Menurut Martanto (2012), ketersediaan pangan akibat adanya alih fungsi lahan

pertanian menjadi lahan non pertanian dan laju pertambahan penduduk dapat

digambarkan sebagai hubungan dua arah atau hubungan timbal balik antara laju alih

fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian dengan laju pertambahan

penduduk. Kedua persamaan akan saling mempengaruhi satu sama lain sehingga limit

swasembada beras akan terbentuk. Adapun persamaan linier yang digunakan dalam

penghitungan limit swasembada beras adalah sebagai berikut :

I.7.6.1 Persamaan laju alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian

Apabila diketahui nilai laju alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non

pertanian per tahunnya, maka akan didapat persamaan akibat laju alih fungsi

lahan pertanian menjadi lahan non pertanian dalam fungsi linier sebagai

berikut :

y = m1 x + c … (I.3)

keterangan : y = luas lahan pertanian sawah (ha)

m1 = gradien laju alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan

non pertanian

x = waktu (tahun)

c = konstanta

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/100286/potongan/S1-2016... · konsekuensi, antara lain berkurangnya lahan terbuka hijau sehingga

13

pada persamaan I.3, gradien diisikan dengan nilai laju alih fungsi lahan

pertanian menjadi lahan non pertanian, dengan satuan ha/tahun. Nilai konstanta

diisikan dengan sisa luas lahan pertanian yang masih tersisa pada tahun

penelitian. Nilai gradien akan minus (-) apabila laju alih fungsi yang terjadi

positif, begitu sebaliknya.

I.7.6.2. Persamaan laju pertambahan penduduk terhadap kebutuhan lahan

pertanian

Apabila diketahui nilai laju pertambahan penduduk terhadap kebutuhan lahan

pertanian, maka akan didapat persamaan akibat laju pertambahan penduduk

dalam fungsi linier sebagai berikut :

y = m2 x + c … (I.4)

keterangan : y = luas lahan pertanian sawah (ha)

m2 = gradien laju pertambahan penduduk terhadap

kebutuhan lahan pertanian

x = waktu (tahun)

c = konstanta

pada persamaan I.4, gradien diisikan dengan nilai laju pertambahan penduduk

terhadap kebutuhan lahan pertanian. Nilai konstanta diisikan dengan luas lahan

pertanian yang dibutuhkan pada tahun penelitian. Nilai gradien akan minus (-)

apabila laju kebutuhan lahan yang terjadi positif, begitu sebaliknya.

I.7.6.3. Titik potong persamaan laju alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan

non pertanian dan persamaan laju pertambahan penduduk terhadap kebutuhan

lahan pertanian.

Persamaan I.3 dan I.4 akan membentuk garis yang linier. Kedua garis linier

tersebut akan bertemu pada satu titik potong (x,y). Titik potong tersebut

merupakan limit swasembada beras pada daerah penelitian. Apabila di daerah

penelitian terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian yang

terus menerus dan laju pertambahan penduduk terhadap kebutuhan lahan

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/100286/potongan/S1-2016... · konsekuensi, antara lain berkurangnya lahan terbuka hijau sehingga

14

pertanian yang terus meningkat maka akan terjadi suatu kondisi diana

ketahanan pangan akan habis.

1.7.7. Perangkat Lunak ArcGIS

ArcGIS merupakan perangkat lunak yang dapat digunakan untuk

mengompilasikan, menuliskan, menganalisis, melakukan sharing, memetakan, dan

melakukan publikasi informasi spasial (Eddy Prahasta, 2011). ArcGIS terdiri dari

beberapa aplikasi Sistem Informasi Geografis yang berbeda-beda, diantaranya adalah

ArcMaps, ArcCatalog dan ArcReader.

ArcGIS dikembangkan oleh ESRI (Environmental Systems Research Institute).

ESRI adalah sebuah perusahaan yang memfokuskan diri pada solusi pemetaan digital

terintegrasi. ArcGIS Desktop adalah salah satu dari sekian banyak produk yang saling

terkait di bidang pemetaan digital yang dikembangkan oleh ESRI.

Dalam perangkat lunak ArcGIS, terdapat lima aplikasi dasar (fitur) yang dapat

digunakan, diantaranya adalah.

1. ArcCatalog. Dalam fitur ini, pengguna diberikan kemudahan dalam mengolah

data-data SIG melalui empat cara yaitu browsing (menjelajah), organizing

(mengatur), distribution (membagi), dan documentation (menyimpan).

2. ArcMap. Fitur ini memberikan kemudahan bagi pengguna dalam melakukan

pengolahan data melalui create (membuat), viewing (menampilkan), query

(memilih), editing (menyunting), composing (mengumpulkan) peta.

3. ArcGlobe. Untuk menampilkan peta-peta secara 3D ke dalam bola dunia dan

menghubungkan langsung dengan internet, pengguna dapat menggunakan fitur

ini.

4. ArcScene. Pengguna dapat memanfaatkan fitur ini untuk mengolah dan

menampilkan peta-peta ke dalam bentuk 3D.

5. ArcToolbox. Fitur ini sebenarnya adalah kumpulan dari tools yang tersedia di

dalam setiap komponen ArcGIS untuk melakukan berbagai macam analisis

keruangan.

Dalam penelitian ini, dilakukan analisis spasial menggunakan perangkat lunak

ArcGIS. Berdasarkan Prahasta (2002), Analisis spasial adalah kemampuan yang ada

dalam Sistem Informasi geografis untuk menganalisa sistem seperti tumpang susun

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/100286/potongan/S1-2016... · konsekuensi, antara lain berkurangnya lahan terbuka hijau sehingga

15

(overlay). Tumpang susun atau overlay suatu data grafis adalah pekerjaan

penggabungan antara dua data grafis (coverage) atau lebih menjadi satu data grafis

(coverage) yang baru. Overlay akan didapat satu coverage yang baru. Untuk dapat

melakukan overlay, maka antara dua data grafis (coverage) tersebut harus mempunyai

sistem koordinat, skala dan proyeksi peta yang sama.

Dalam melakukan proses tumpang susun (overlay) pada software yang

berbasis Sistem Informasi Geografis ada tiga cara diantaranya yaitu Identity, Union,

Intersect.

I.7.7.1 Identity

Identity adalah salah satu jenis overlay untuk membuat coverage baru dengan

melakukan overlay dari dua kumpulan feature. Coverage output berisi semua

feature dari coverage input dan hanya bagian dari feature coverage identity

yang bertampalan dengan coverage input. Feature coverage input dapat

berupa poligon, garis, dan titik, sedangkan feature coverage identity harus

berupa poligon. Ilustrasi penggunaan metode Identity dapat dilihat pada

Gambar I.1.

Gambar I.1. Metode Identity

(sumber: ESRI, Inc)

I.7.7.2 Union

Union, adalah perintah overlay untuk mendapatkan coverage baru dari dua

buah coverage yang dilakukan tumpang susun. Coverage output akan berisi

coverage poligon hasil penggabungan dari kedua coverage tersebut. Pada

union ini, hanya coverage poligon yang dapat digabungkan. Ilustrasi

penggunaan metode Union dapat dilihat pada Gambar I.2.

OUTPUT INPUT

IDENTITY

FEATURE

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/100286/potongan/S1-2016... · konsekuensi, antara lain berkurangnya lahan terbuka hijau sehingga

16

Gambar I.2. Metode Union

(sumber: ESRI, Inc)

I.7.7.3 Intersect.

Intersect adalah perintah yang dapat digunakan untuk membuat coverage baru

dengan melakukan overlay dua buah coverage. Coverage output yang

dihasilkan hanya berisi bagian feature yang terdapat pada luasan yang

ditempati oleh kedua coverage input dan output. Coverage input dapat berupa

titik, garis, dan poligon, tetapi coverage intersect harus berupa poligon.

Ilustrasi penggunaan metode Intersect dapat dilihat pada Gambar I.3.

Gambar I.3. Metode Intersect

(sumber: ESRI, Inc)

1.7.8. Perangkat Lunak SPSS

Penelitian dilakukan dengan proses pengolahan data dan analisis hasil

pengolahan data dalam bentuk persamaan regresi linear berganda menggunakan

software SPSS (Statistical Package for Social Science) 16.0 for Windows. Program

SPSS digunakan untuk memecahkan problem riset atau bisnis dalam hal statistik.

SPSS merupakan bagian integral dari tentang proses analisis, menyediakan akses data,

OUTPUT INPUT

UNION

FEATURE

OUTPUT INPUT

INTERSECT

FEATURE

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/100286/potongan/S1-2016... · konsekuensi, antara lain berkurangnya lahan terbuka hijau sehingga

17

persiapan dan manajemen data, analisis data, dan pelaporan. Penggunaan perangkat

lunak SPSS dalam penelitian ini memanfaatkan fungsi SPSS dalam melakukan analisis

regresi.

I.7.8.1. Analisis Regresi.

Analisis regresi merupakan salah satu teknik analisis data dalam statistika yang

seringkali digunakan untuk mengkaji hubungan antara beberapa variabel dan

meramal suatu variabel (Kutner dkk., 2004). Dalam mengkaji hubungan antara

beberapa variabel menggunakan analisis regresi, terlebih dahulu ditentukan

satu variabel yang disebut sebagai variabel tidak bebas dan satu atau lebih

variabel bebas.

Analisis regresi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu analisis regresi linier dan

analisis regresi linier berganda (Omar, 1992). Jika ingin dikaji hubungan atau

pengaruh satu variabel bebas terhadap variabel tidak bebas, maka model

regresi yang digunakan adalah model regresi linier sederhana. Jika ingin dikaji

hubungan atau pengaruh dua atau lebih variabel bebas terhadap variabel tidak

bebas, maka model regresi yang digunakan adalah model regresi linier

berganda (multiple linear regression model). Kemudian untuk mendapatkan

model regresi linier sederhana maupun model regresi linier berganda dapat

diperoleh dengan melakukan estimasi terhadap parameter-parameternya

menggunakan metode tertentu. Adapun metode yang dapat digunakan untuk

mengestimasi parameter model regresi linier sederhana maupun model regresi

linier berganda adalah dengan metode kuadrat terkecil (ordinary least square)

dan metode kemungkinan maksimum (maximum likelihood estimation).

Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengukur pengaruh antara

lebih dari satu variabel prediktor (variabel bebas) terhadap variabel terikat

(Kutner dkk., 2004).

Persamaan analisis regresi linier secara sederhana dapat dituliskan dengan

persamaan I.5. (Isharjudi, Raden, 2003).

a … (I.5.)

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/100286/potongan/S1-2016... · konsekuensi, antara lain berkurangnya lahan terbuka hijau sehingga

18

dalam hal ini :

Y = nilai variabel terikat

a = konstanta

= koefisien regresi

= nilai variabel bebas

1.7.8.2. Analisis regresi linier berganda.

Analisis Regresi Linear Berganda adalah hubungan secara linier antara dua

atau lebih variabel independen (X1, X2,...Xn) dengan variabel dependen (Y)

(Kutner dkk., 2004). Analisis ini digunakan untuk mengetahui arah hubungan

antara variabel independen dengan variabel dependen apakah masing-masing

variabel independen berhubungan positif atau negatif dan untuk memprediksi

nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami

kenaikan atau penurunan.

Analisis ini menunjukkan hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas.

Persamaan analisis regresi linier berganda secara sederhana dapat dituliskan

dengan persamaan I.3. (Isharjudi, Raden, 2003).

a 1 1 2 2 … n n … (I.6.)

dalam hal ini :

Y = nilai variabel terikat

a = konstanta

1, 2, …, n = koefisien regresi ke-1, ke-2, …, ke-n

= residu

1, 2, …, n = nilai variabel bebas ke-1, ke-2, …, ke-n

n = banyaknya variabel

1.7.8.3. Pengujian Model dengan SPSS.

Menurut Kutner dkk., (2004), pengujian model dengan menggunakan SPSS

terdiri dari beberapa tahap, antara lain sebagai berikut :

1. Tahap awal dari pengujian model hasil analisis regresi linear berganda

adalah Uji F. Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/100286/potongan/S1-2016... · konsekuensi, antara lain berkurangnya lahan terbuka hijau sehingga

19

secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel terikat. Nilai yang

signifikan menginterpretasikan hubungan yang terjadi dapat berlaku untuk

populasi.

Persamaan uji koefisien regresi secara serentak (uji F) dituliskan dalam

persamaan I.7. (Isharjudi, Raden, 2003).

… (I.7.)

dalam hal ini :

F = F statistik hasil hitungan

2 = koefisien determinasi

n = banyaknya variabel

k = jumlah variabel bebas

Hipotesis yang digunakan yaitu jika F hitung > F tabel, maka semua

variabel bebas berpengaruh secara signifikan dan jika F hitung < F tabel,

maka variabel bebas tidak signifikan.

2. Tahap selanjutnya adalah Uji t. Uji t digunakan untuk menguji secara

parsial masing-masing variabel. Hasil uji t dapat dilihat pada tabel

coefficients pada kolom sig (significance). Jika probabilitas nilai t atau

signifikansi < 0,05 maka dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh antara

variabel bebas terhadap variabel terikat secara parsial. Namun, jika

probabilitas nilai t atau signifikansi > 0,05, maka dapat dikatakan bahwa

tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara masing-masing variabel

bebas terhadap variabel terikat.

Persamaan uji koefisien regresi secara individu (uji t) dituliskan dalam

persamaan I.8. dan I.9. (Isharjudi, Raden, 2003).

… (I.8.)

… (I.9.)

dalam hal ini :

R2

/ (k-1)

1-R2/(n-k)

F =

(β1 - 0 )

SD =

β1

SD t =

SD ( 1- )

2

n-1

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/100286/potongan/S1-2016... · konsekuensi, antara lain berkurangnya lahan terbuka hijau sehingga

20

t = t statistik hasil hitungan

1 = koefisien variabel bebas ke-1

= standar deviasi

Y1 = nilai variabel terikat ke-1

= nilai rerata variabel terikat

n = banyaknya variabel

3. Tahap akhir dari analisis regresi linear berganda adalah Uji Koefisien

determinasi (Adjusted R Square). Uji ini bertujuan untuk menentukan

proporsi atau persentase total variasi dalam variabel terikat yang

diterangkan oleh variabel bebas. Apabila analisis yang digunakan adalah

regresi sederhana, maka yang digunakan adalah nilai R Square. Namun,

apabila analisis yang digunakan adalah regresi berganda, maka yang

digunakan adalah Adjusted R Square. Hasil perhitungan Adjusted R2

dapat dilihat pada output Model Summary. Pada kolom Adjusted R2 dapat

diketahui berapa persentase yang dapat dijelaskan oleh variabel-variabel

bebas terhadap variabel terikat. Sedangkan sisanya dipengaruhi atau

dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model

penelitian. Pengujian model dilakukan untuk mengetahui kelayakan dalam

melakukan estimasi suatu nilai, model pengujian yang dipakai yaitu uji

statistik. Uji ini dilakukan untuk mengukur derajat hubungan kesesuaian

model.

Persamaan uji koefisien determinasi (R2) dengan rumus matematis

(Isharjudi, Raden, 2003) dinyatakan dalam persamaan I.10.

… (I.10.)

dalam hal ini :

R2 = koefisien determinasi

= jumlah

Y = nilai varibel terikat

= nilai rerata variabel terikat hasil estimasi

= nilai variabel terikat hasil estimasi

𝑅2 = 1 − ( �� − 𝑌 )2

(𝑌 − 𝑌 )2