bab i pendahuluan -...

35
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, perkembangan teknologi komunikasi disertai dengan keberadaan media baru telah mengantarkan manusia pada era komunikasi yang dinamis dan interaktif. Dengan interaktifitas dan fleksibilitas yang dimilikinya, internet mampu memberikan banyak pilihan bagi individu dalam menikmati konten hiburan, edukasi, media sosial, hingga dalam urusan bertukar pesan kepada orang lain. Salah satu platform komunikasi yang marak digunakan untuk mengirim dan menerima pesan saat ini adalah mobile instant messaging. Mobile instant messaging menjadi salah satu platform komunikasi yang digemari banyak orang, termasuk di Indonesia. Di tahun 2013, beberapa aplikasi mobile instant messaging mulai gencar berupaya untuk merebut perhatian pasar Indonesia. Layar televisi Indonesia mulai dihiasi dengan iklan televisi beberapa aplikasi mobile instant messaging seperti KakaoTalk, LINE, WeChat, hingga MyPeople. Ini merupakan salah satu tanda bahwa persaingan mobile instant messaging di pasar Indonesia semakin tajam. Beberapa perusahaan mobile instant messaging optimis menyasar pasar Indonesia dan tidak takut mengeluarkan biaya besar untuk membangun brand mereka melalui periklanan. Hal ini dikarenakan jumlah pengguna smartphone di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil studi Getting Mobile Right‖ oleh Yahoo dan Mindshare, hingga tahun 2013 terdapat 41,3 juta pengguna smartphone dan 6 juta pengguna tablet di Indonesia (the- marketeers.com: 2013). Beberapa data telah menunjukkan peningkatan jumlah pemakaian mobile instant messaging di Indonesia. Hasil survei global Nielsen pada bulan Juli 2013 menunjukkan bahwa dari sepuluh aplikasi mobile multiplatform teratas di Asia Tenggara, beberapa aplikasi mobile instant messaging di Indonesia seperti BlackBerry Messenger, WhatsApp, LINE, dan WeChat menempati urutan kedua hingga kelima pada tahun 2013 (dailysocial.net: 2013). Riset Indonesia

Upload: buidan

Post on 02-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, perkembangan teknologi komunikasi disertai dengan

keberadaan media baru telah mengantarkan manusia pada era komunikasi yang

dinamis dan interaktif. Dengan interaktifitas dan fleksibilitas yang dimilikinya,

internet mampu memberikan banyak pilihan bagi individu dalam menikmati

konten hiburan, edukasi, media sosial, hingga dalam urusan bertukar pesan

kepada orang lain. Salah satu platform komunikasi yang marak digunakan untuk

mengirim dan menerima pesan saat ini adalah mobile instant messaging. Mobile

instant messaging menjadi salah satu platform komunikasi yang digemari banyak

orang, termasuk di Indonesia.

Di tahun 2013, beberapa aplikasi mobile instant messaging mulai gencar

berupaya untuk merebut perhatian pasar Indonesia. Layar televisi Indonesia mulai

dihiasi dengan iklan televisi beberapa aplikasi mobile instant messaging seperti

KakaoTalk, LINE, WeChat, hingga MyPeople. Ini merupakan salah satu tanda

bahwa persaingan mobile instant messaging di pasar Indonesia semakin tajam.

Beberapa perusahaan mobile instant messaging optimis menyasar pasar Indonesia

dan tidak takut mengeluarkan biaya besar untuk membangun brand mereka

melalui periklanan. Hal ini dikarenakan jumlah pengguna smartphone di

Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil studi

―Getting Mobile Right‖ oleh Yahoo dan Mindshare, hingga tahun 2013 terdapat

41,3 juta pengguna smartphone dan 6 juta pengguna tablet di Indonesia (the-

marketeers.com: 2013).

Beberapa data telah menunjukkan peningkatan jumlah pemakaian mobile

instant messaging di Indonesia. Hasil survei global Nielsen pada bulan Juli 2013

menunjukkan bahwa dari sepuluh aplikasi mobile multiplatform teratas di Asia

Tenggara, beberapa aplikasi mobile instant messaging di Indonesia seperti

BlackBerry Messenger, WhatsApp, LINE, dan WeChat menempati urutan kedua

hingga kelima pada tahun 2013 (dailysocial.net: 2013). Riset Indonesia

2

Consumer Insight bulan Mei 2013 juga menunjukkan bahwa aktivitas tertinggi

pengguna smartphone di Indonesia adalah chatting, dengan persentase 90%

(koran-sindo.com: 2013). WhatsApp berhasil menempati posisi pertama dengan

persentase 58% dan diikuti oleh BlackBerry Messenger sebanyak 41%. Posisi

selanjutnya diisi oleh LINE (35%), KakaoTalk (30%) dan WeChat (27%). Semua

fakta ini menunjukkan bahwa minat masyarakat Indonesia terhadap mobile instant

messaging semakin meningkat.

Di tengah maraknya penggunaan mobile instant messaging di kalangan

Indonesia, terdapat sebuah fenomena menarik, yaitu suksesnya BlackBerry

Messenger dan WhatsApp menempati posisi teratas untuk kategori aplikasi

mobile instant messaging yang paling banyak digunakan masyarakat Indonesia.

Padahal kedua aplikasi ini tidak pernah berupaya melakukan upaya pemasaran

melalui periklanan seperti yang dilakukan oleh beberapa aplikasi mobile instant

messaging lainnya seperti KakaoTalk, LINE, dan WeChat. Kesuksesan keduanya

lebih cenderung dikarenakan oleh word of mouth (WOM).WhatsApp merupakan

salah satu aplikasi chatting yang pertama memasuki pasar dan terkenal dengan

hanya menggunakan satu taktik pemasaran, yakni word of mouth (WOM)

(id.techinasia.com: 2013). Popularitas BlackBerry Messenger di Indonesia sejak

tahun 2008 juga bisa dikatakan disebabkan oleh WOM (Boellstorff, 2013:31).

Tidak seperti di negara Barat yang terkenal dengan individualismenya, negara

Indonesia terkenal dengan masyarakatnya yang memiliki kebutuhan besar untuk

terhubung degan orang lain dan aplikasi BlackBerry Messenger dirasa mampu

memfasilitasi interaksi sosial tersebut dengan mudah. Hal inilah yang

menyebabkan mengapa BlackBerry lebih laris di Indonesia daripada di negara

Barat. Hanya dengan bertukar PIN, penggunanya dapat terhubung otomatis

dengan pengguna BlackBerry lainnya dan dapat melakukan chatting, mengirim

gambar maupun files, dan membuat group. Namun, interaksi semacam ini tidak

akan terpenuhi jika pengguna BlackBerry sedikit, sehingga para pengguna

berusaha merekomendasikan BlackBerry Messenger ke orang-orang di sekitar

mereka untuk menggunakannya dan proses ini terus berlanjut.

3

Di tengah kesuksesan aplikasi mobile instant messaging di Indonesia,

kawula muda menjadi pasar yang harus diperhatikan saat ini. Seperti dijelaskan

sebelumnya, penggunaan mobile instant messaging merupakan aktifitas tertinggi

pengguna mobile device di Indonesia dan tingginya akses mobile internet

mempermudah penggunaan mobile instant messaging tersebut. Berdasarkan hasil

penelitian eMarketer, ditemukan bahwa ―mobile phones became the preferred

means of accessing the internet, with 62% of those in urban Indonesia going

online via feature phones or smartphones‖ (emarketer.com: 2013). Survey yang

dilakukan oleh Yahoo & Taylor Nelson Sofres Indonesia menunjukkan bahwa

kawula muda usia 15-24 tahun menjadi pengakses mobile internet tertinggi di

Indonesia, dengan persentasi sebanyak 64%. Di tengah tingginya penetrasi

tersebut, Survey Nielsen juga menunjukkan bahwa ―Instant messaging or chatting

is the top use of the phones for today‟s youth in Indonesia, who prefer this use of

the devices over voice calls or texting‖ (nielsen.com: 2011). Berdasarkan data-

data ini, dapat disimpulkan bahwa kawula muda merupakan kalangan berperan

penting dalam kesuksesan mobile instant messaging di Indonesia karena mereka

merupakan pengakses tertinggi mobile internet di Indonesia, dan keadaan ini

memungkinkan mereka untuk kerap menggunakan instant messaging di mobile

device mereka.

Maraknya penggunaan mobile instant messaging di kalangan kawula muda

di Indonesia juga terlihat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan The

Profile of Indonesia‟s Internet Users 2012, Yogyakarta menjadi provinsi dengan

tingkat penetrasi pengguna internet tertinggi di Indonesia, dengan persentasi

sebesar 38,5% (apjii.or.id: 2012). Studi yang dilakukan oleh Indonesian

Communication and Information Ministry and UNICEF juga menunjukkan bahwa

―Youth Indonesians in Yogyakarta have 100 percent access to the internet while

youth in Jakarta and Banten have 97.18 percent and 94.12 percent internet

coverage, respectively, the Jakarta Post reports‖ (thejakartapost.com: 2014).

Dalam studi tersebut juga dijelaskan bahwa kawula muda di Yogyakarta menjadi

golongan pemakai terbanyak aplikasi mobile instant messaging jika dibandingkan

kawula muda di daerah lain di Indonesia. Dengan demikian, kalangan kawula

4

muda pengguna mobile instant messaging terbanyak berada di D.I. Yogyakarta

berperan besar dalam kesuksesan mobile instant messaging di Indonesia.

Kalangan kawula muda juga merupakan salah satu kalangan yang lekat

dengan fenomena komunikasi WOM. Hal ini dikarenakan mereka memiliki

lingkungan pergaulan yang beragam dan memiliki kegiatan sosial yang lebih

tinggi dibandingkan kelompok umur yang lain (the-marketeers.com: 2012).

Mereka seringkali menjadi trendsetter dan influencer yang cukup berpengaruh.

Hal tersebut terlihat ketika BBM sedang laris di Indonesia, dimana BBM

memberikan komunitas tersendiri di kalangan kawula muda dan mereka berusaha

mendekatkan diri dengan lingkungan pergaulan, dengan cara bertanya PIN BB ke

teman-teman mereka.

Berdasarkan latar belakang di atas, selanjutnya timbul pertanyaan apakah

maraknya penggunaan aplikasi mobile instant messaging di kalangan kawula

muda dipengaruhi oleh WOM seputar mobile instant messaging yang mereka

dengar dari orang-orang yang mereka kenal (personal source), serta sejauh mana

pengaruh tersebut. Hal ini dikarenakan aplikasi messaging sendiri merupakan

community driven, yang artinya penggunaan aplikasi messaging individu

dipengaruhi oleh lingkungan pergaulan di mana ia berkomunikasi paling intensif.

Fenomena ini dapat kita lihat ketika BBM sedang laris di Indonesia, dimana BBM

memberikan komunitas tersendiri di kalangan kawula muda dan mereka berusaha

mendekatkan diri dengan lingkungan pergaulan, dengan cara bertanya PIN BB ke

teman-teman mereka. Mengingat kawula muda di Daerah Istimewa Yogyakarta

menjadi pengguna tertinggi mobile instant messaging, maka peneliti tertarik untuk

meneliti pengaruh word of mouth seputar mobile instant messaging terhadap

preferensi kawula muda di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam memilih mobile

instant messaging.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah: ―Bagaimana pengaruh word of mouth seputar mobile instant

5

messaging terhadap preferensi kawula muda di Daerah Istimewa Yogyakarta

dalam memilih mobile instant messaging?‖

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh word of mouth seputar

mobile instant messaging terhadap preferensi kawula muda di Daerah

Istimewa Yogyakarta dalam memilih mobile instant messaging.

2. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh word of mouth seputar mobile

instant messaging terhadap preferensi kawula muda di Daerah Istimewa

Yogyakarta dalam memilih mobile instant messaging.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

Penulis memiliki kesempatan untuk mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah

diperoleh selama di bangku perkuliahan untuk melihat fenomena

komunikasi yang sedang terjadi di tengah masyarakat , khususnya masalah

perilaku konsumen (consumer behavior) yang berkaitan dengan pengaruh

word of mouth (WOM) terhadap preferensi individu dalam memilih

sebuah produk.

2. Bagi Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan wawasan dan

pengetahuan terkait perilaku konsumen (consumer behavior) sehingga

diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber referensi

bagi mereka yang memerlukan informasi seputar word of mouth.

3. Bagi Praktisi

Penelitian ini diharapkan dapat menyumbang insight baru bagi praktisi

pemasaran jika kedepannya ingin menggunakan word of mouth sebagai

bagian dari strategi komunikasi pemasaran untuk memasarkan produk

mereka.

6

E. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah pengaruh word of mouth seputar mobile instant

messaging terhadap preferensi kawula muda di Daerah Istimewa Yogyakarta

dalam memilih mobile instant messaging. Merujuk pada latar belakang, penelitian

ini berfokus pada word of mouth yang berasal dari personal source, yakni teman,

keluarga, dan kenalan individu dan mengabaikan impersonal source. Peneliti

mengacu pada fenomena penyebaran BlackBerry di Indonesia, dimana

kebanyakan orang menggunakan fasilitas BlackBerry Messenger karena

dipengaruhi oleh kenalan (personal source) mereka yang juga menggunakan

BlackBerry. Melalui kerangka model S-O-R, penelitian ini akan melihat

bagaimana hubungan dan kekuatan word of mouth seputar mobile instant

messaging mampu mempengaruhi pilihan mobile instant messaging kawula muda

di Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini akan melihat preferensi kawula

muda dalam memilih mobile instant messaging dari 3 aspek pengaruh sosial,

yakni preferensi yang dipengaruhi value-expressive influence, utilitarian

influence, dan informational influence.

F. Kerangka Teori

1. Interaktifitas berkomunikasi di kalangan kawula muda

Dewasa ini, teknologi komunikasi telah berkembang dengan sangat

cepat dan kompleks. Keberadaan media baru, disertai berkembangnya alat-

alat komunikasi (mobile device), telah mendorong komunikasi media baru

mengambil posisi penting sebagai salah satu kebutuhan pokok kawula

muda karena ―the internet is seen as having given young people powerful

new tools for enquiry, analysis, self-expression, influence, and play‖

(United Nations, 2005:86). Dari pengertian ini, dapat dikatakan bahwa

internet telah menjadi extensions of themselves bagi kawula muda, yakni

alat untuk menunjukkan kepada semua orang siapa diri mereka dan

keinginan-keinginan yang mereka miliki. Dengan semua fungsi dan

7

kemudahan yang ditawarkan, internet tidak dapat lepas dari kehidupan

kawula muda.

Keberadaan media baru di kehidupan masyarakat telah

mengantarkan masyarakat, termasuk kawula muda, pada bentuk baru dari

pola-pola komunikasi dan interaksi sosial. Adanya beragam pilihan

communication platform dalam jumlah yang banyak memungkinkan

mereka untuk memiliki banyak ruang untuk membangun relasi.

Banyaknya pilihan ini membuat setiap individu memiliki jaringan-jaringan

personal masing-masing yang terhubung melalui berbagai aplikasi (Mesch

& Talmud, 2010:3). Semakin aktif kawula muda menggunakan internet

untuk berkomunikasi, mereka merasa semakin akrab dan semakin mudah

membuka diri dengan teman-teman di kehidupan mereka. Media baru

menjadi ruang untuk memperkuat hubungan pertemanan yang sudah

dimiliki dan memungkinkan kawula muda untuk berinteraksi dengan

teman yang sama dan membicarakan topik yang sama seperti di dunia

offline. Dari sudut pandang ini, media baru dapat dipandang sebuah

lingkungan sosial baru, namun lingkungan ini tidak dipandang sebagai

lingkungan eksternal pergaulan kawula muda.

Keunikan dari lingkungan sosial yang dibentuk oleh internet adalah

kemampuan untuk membentuk jaringan sosial dalam ukuran kecil hingga

mengglobal (Greenfield & Yan, 2006:392). Internet mampu membentuk

jaringan komunikasi besar, bahkan hingga skala nasional dan

internasional, seperti chat room dan bulletin board yang digunakan dalam

organisasi internasional. Internet juga mampu membentuk lingkungan

sosial yang kecil dengan tingkat keakraban tinggi, misalnya instant

messaging.

Lahirnya pola-pola komunikasi baru ini tentunya diikuti oleh

beberapa implikasi. Implikasi pertama adalah komunikasi semakin mudah

dilakukan dengan cara mobile. Hulme menjelaskan hal ini sebagai berikut:

―The emphasis upon living in a virtual community and the

importance of digital communications places youth under

particular pressures to place personal information in online areas

8

to ensure they are both accessible and, in turn, able to access

others‖ (2009:24).

Dari pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa konsep mobile disini

tidak hanya terbatas pada kemampuan untuk berpindah tempat (movable),

atau mampu berkomunikasi dengan orang yang berada di tempat lain,

tetapi juga berkaitan dengan kebutuhan untuk merasa terhubung dan

kesiapan dihubungi atau menerima pesan dari siapapun dan kapanpun.

Kebutuhan kawula muda untuk membangun hubungan (networked society)

dan bertukar informasi dengan orang lain membuat mereka memiliki

pandangan akan pentingnya keberadaan akses untuk menghubungi

maupun dihubungi orang lain. Pertukaran informasi merupakan hal

terpenting dalam membangun identitas mereka, karena membantu kawula

muda dalam mempelajari kode-kode kultural, sosial, dan individu dalam

lingkungan pergaulan mereka.

Implikasi kedua yaitu hyperconnectivity, dimana kawula muda

mencapai sense of connectivity lewat ponsel, instant messaging, laptop,

text messaging, dan dunia (Hartman et al, 2007:3). Mereka menjadi lebih

cenderung untuk semakin multitasking karena, seperti dijelaskan

sebelumnya, mereka selalu memastikan agar diri mereka selalu terhubung

dengan dunia luar. Oleh karena itu, tidak heran jika mereka menggunakan

lebih dari satu device dalam waktu yang bersamaan untuk memenuhi

kebutuhan komunikasi mereka. Mereka juga menginginkan saluran

komunikasi yang memungkinkan mereka bertukar pesan dalam waktu

yang singkat. Dengan adanya mobile device yang semakin canggih di

dalam kehidupan mereka, kecenderungan untuk multitasking semakin kuat

di kalangan kawula muda karena mobile device memungkinkan kawula

muda berkomunikasi secara dinamis dan interaktif.

Dari pemaparan ini dapat disimpulkan bahwa hadirnya media baru

disertai kecanggihan alat teknologi komunikasi dalam kehidupan kawula

muda telah membentuk suatu pola komunikasi yang dinamis, cepat, dan

fleksibel dalam kegiatan bersosialisasi. Internet telah mengantarkan

9

mereka kepada pola komunikasi baru dan dengan semua kemudahan yang

ditawarkan oleh media baru ini membuat kawula muda tidak dapat

melepaskan hidupnya dari media baru.

2. Word of mouth (WOM) communication

Di dalam kehidupan sehari-hari kerap kali ditemukan beragam

cerita seputar pengalaman baik atau buruk individu ketika menggunakan

produk tertentu, serta rekomendasi untuk menggunakan sebuah produk

yang berpeluang mempengaruhi pilihan atau preferensi individu lain dalam

memilih sebuah produk. Semua ini merupakan gambaran singkat tentang

WOM communication. WOM communication diartikan sebagai ―personal,

informal exchanges of communication that costumers share with one

another about products, brands, and companies‖ (Pride & Ferrel,

2011:522). Dari pengertian ini, komunikasi WOM kerap diasosiasikan

dengan rekomendasi pribadi, hubungan interpersonal, komunikasi

interpersonal, komunikasi informal, pengaruh personal dan interpersonal,

dan bahkan diasosiasikan dengan bentuk informal dalam periklanan

(Iuliana-Raluca, 2012:132).

Selama beberapa dekade, riset tentang komunikasi WOM kerap

dilakukan di dunia pemasaran dan komunikasi karena WOM memiliki

peran krusial dalam kesuksesan sebuah produk. Terdapat beberapa alasan

mengapa komunikasi WOM memiliki pengaruh yang begitu kuat (Soutar

et al, 2009:2). Pertama, komunikasi WOM efektif mempengaruhi individu

karena WOM mempersuasif individu secara personal dan menimbulkan

ketertarikan emosional sehingga memperbesar kemungkinan individu

terpengaruh oleh komunikasi WOM. Kedua, WOM merupakan cara

termudah mempelajari produk atau jasa tertentu ketika individu merasa

kurang mengenal (unfimiliar) dengan sebuah produk atau jasa. Ketiga,

informasi WOM diperoleh dari orang yang dikenal, sehingga individu

merasa rekomendasi tersebut dianggap lebih terpercaya dan objektif

dibandingkan dengan informasi yang diperoleh dari saluran saluran

10

pemasaran formal seperti iklan di televisi yang bias akan nilai-nilai

perusahaan. Selain ketiga faktor di atas, keberadaan WOM sendiri

didukung dengan adanya tekanan sosial yang, secara langsung atau tidak

langsung, mendorong orang untuk menyesuaikan diri dengan

rekomendasi-rekomendasi tersebut (Solomon, 2011:394).

Dengan kekuatan yang dimilikinya, WOM dapat merubah sikap

dan perilaku konsumen karena WOM memiliki efek yang bertahan lama

dibandingkan efek yang ditimbulkan oleh iklan (Armelini & Villanueva,

2010:7-8). Namun ada saat dimana individu telah memiliki kesan dan

keyakinan yang kuat terhadap sebuah produk, sehingga komunikasi WOM

tidak merubah sikap atau pilihannya terhadap sebuah produk. Jadi dapat

dikatakan bahwa komunikasi WOM memiliki efek persuasi pada situasi

atau keadaan tertentu.

a. sumber WOM

Pada dasarnya, WOM sendiri dapat berasal dari beberapa

sumber. Iuliana-Raluca memaparkan bahwa sumber WOM

diklasifikasikan menjadi 2, yaitu personal source dan impersonal

source. Perbedaan keduanya dijelaskan sebagai berikut:

―WOM communication usually takes the shape of face-to-face

or by phone methods of communications and respectively, is

classified depending on the means the consumers are using,

into impersonal and personal sources. Friends, family,

acquaintances, colleagues are considered to be personal

sources of recommendations while, columns, articles and

commentary made by journalists, columnists, consumers,

expert found in newspapers, magazines, on-topic publications,

online discussion forums and expert systems are recognized as

being impersonal sources of recommendations‖ (2012:133).

Penjelasan di atas menegaskan bahwa WOM yang berasal dari orang-

orang yang dikenal individu, seperti teman, keluarga, dan kenalan

individu dikategorikan sebagai personal source, dan WOM yang

berasal dari sumber-sumber resmi seperti media maupun tenaga ahli

dikategorikan sebagai impersonal source.

11

Pada dasarnya, kedua sumber WOM tersebut memiliki

kelebihan masing-masing. Impersonal source efektif dalam

menciptakan awareness dan interest, serta memberikan informasi bagi

individu. Namun, sifatnya yang satu arah yang tidak selalu ideal untuk

meyakinkan setiap individu dikarenakan sumber ini digunakan utuk

menginformasi orang dalam jumlah yang besar (Weimann, 1994:

112). Di sisi lain, personal source dirasa lebih efektif karena bersifat

dua arah, menjadikannya sebagai sumber yang paling terpercaya

dalam semua produk kategori. Sifat tersebut menjadikan personal

source memiliki kekuatan dalam mempengaruhi pilihan produk

individu.

b. perolehan WOM

Untuk melihat pengaruh WOM, peneliti perlu mengkaji

bagaimana responden memperoleh WOM seputar produk dari orang-

orang yang dikenal dan hal ini dilihat dari 3 aspek. Aspek pertama

adalah WOM volume, salah satu indikator yang penting untuk diukur

di sini, mengingat ―WOM volume is an extrensic, high-scope cue that

can increase the potency of other WOM-relevant characteristics when

it is at a high level‖ (Khare et al, 2011:112-113). WOM yang

disebarkan dalam frekuensi atau volume yang tinggi oleh banyak

individu semakin memperkuat efek persuasif WOM itu sendiri dan

sulit untuk ditolak.

Selain WOM volume, aspek lainnya adalah keaktifan individu

mengumpulkan informasi melalui WOM, yang diartikan sebagai ―the

process of vigorously seeking and ultimately attaining a WOM

message‖ (Bansal & Voyer, 2005:167). Dimensi ini dianggap penting

oleh peneliti karena dalam komunikasi WOM, terdapat kemungkinan:

a) individu berada pada low end of the continuum, dimana ia terlibat

dalam komunikasi WOM tanpa terencana atau tidak disengaja, atau b)

individu berada pada high end of continuum, dimana individu sangat

12

aktif untuk mencari informasi dan berusaha mencari beberapa orang

yang dirasa mampu memberikan informasi untuk membantunya

membuat keputusan yang tepat.

Valensi WOM turut menjadi aspek lain yang diperhitungkan

dalam upaya menganalisa efek WOM. Pesan WOM sendiri dapat

dibingkai menjadi positive WOM maupun negative WOM. Semakin

positif informasi terkait sebuah produk maupun jasa yang diperoleh

individu, maka semakin tinggi kecenderungan mereka untuk mencoba

produk tersebut, begitu juga sebaliknya.

c. evaluasi (persepsi) internal individu terhadap WOM

WOM memiliki potensi untuk mempengaruhi pilihan individu.

Besarnya pengaruh tersebut tergantung pada kualitas informasi dari

WOM itu sendiri dan sejauh mana WOM tersebut dapat menstimulasi

sisi emosional dan menarik di mata individu. Dengan demikian,

peneliti akan melihat evaluasi internal individu terhadap WOM dari

dua sisi, yakni evaluasi kognitif dan afektif.

Evaluasi kognitif melihat dari segi konten, dalam hal ini

kualitas argumen atau informasi dari WOM itu sendiri. Kualitas

argumen memiliki 4 aspek, yakni:

―a) Relevance refers to the extent to which the messages are

applicable and useful for decision making, b) Timeliness

concerns whether the messages are current, timely, and up-to-

date, c) Accuracy concerns reliability of the

messages/arguments. It also represents user‟s perception that

the information is correct, d) Comprehensiveness of messages

refers to their completeness‖ (Cheung & Thadani, 2010:335).

Keempat aspek tersebut diyakini peneliti mampu menjelaskan kualitas

pesan yang terkandung dalam WOM dari segi kognitif, yaitu seberapa

jauh WOM dianggap mampu menyediakan informasi yang menambah

pengetahuan individu tentang suatu produk.

Evaluasi afektif akan dinilai dengan melihat WOM vividness

dan kekuatan persuasif WOM. WOM vividness berkaitan dengan ―the

13

manner in which the message was conveyed, rather than the content,

and reflected the strength of intention of recommendation‖ (Yu &

Tang, 2010:183). Cara penyempaian pesan akan dilihat dari tingkat

kejelasan, keringkasan, dan keantusiasan penyampaian pesan.

Kekuatan persuasif WOM juga menjadi indikator yang perlu

diperhitungkan dalam evaluasi afektif individu. Hal ini dikarenakan

peneliti juga perlu melihat seberapa kuat cara penyampaian WOM

mempengaruhi (mempersuasif) individu secara emosional dan sejauh

mana perubahan emosional itu nantinya berpengaruh pada perilaku

individu selanjutnya (dalam hal ini perilaku memilih mobile instant

messaging). Dengan memperhitungkan indikator ini, peneliti berharap

dapat melihat sejauh mana WOM mampu meyakinkan dan membuat

individu terstimulasi dari segi emosional. WOM tentunya diharapkan

mampu mempengaruhi sisi afektif individu, dengan menarik perhatian

individu terhadap sebuah informasi dan mempertahankan perhatian

tersebut.

d. reference group dan pengaruh sosial dalam pemilihan produk

Komunikasi WOM di lingkungan pergaulan individu tidak

dapat dilepaskan dari keberadaan reference group. Reference group

adalah ―an individual or a group of individuals to whom a person

refers for information or the transmission of social norms and values‖

(Grimm et al, 1999:97). Dari pengertian ini dapat dikatakan bahwa

reference group merupakan orang-orang (teman, keluarga, rekan

kerja, dan masih banyak lagi) yang berpeluang memberikan pengaruh

lingkungan sosial dan pengaruh interpersonal terhadap pilihan akhir

individu dalam memilih dan menggunakan suatu produk di antara

serangkaian pilihan produk yang ditawarkan (He & Yang, 2006:1334).

Pengaruh reference group sendiri terdiri dari tiga tipe

pengaruh. Pertama, informational influence yang mendorong individu

untuk menerima informasi yang diperoleh dari orang lain sebagai

14

bukti dari sebuah realitas (Deutsch & Gerard, 1955:629).

Informational influence ini berdasarkan pada keinginan individu untuk

membuat informed decisions dan memaksimalkan pilihannya.

Individu cenderung menerima pengaruh, dalam hal ini informasi, yang

mampu memenuhi kebutuhan kognisi dan membantunya membuat

pilihan yang tepat.

Kedua, utilitarian influence yang mendorong individu untuk

menyamakan diri dengan kelompoknya dan berperilaku sesuai

preferensi atau ekspektasi individu lain dalam sebuah kelompok

(Kelman, 1961 dalam He & Yang , 2006:1335). Hal ini dikarenakan:

―1) He perceives that they mediate significant rewards or

punishments, 2) He believes that his behavior will be visible or

known to these others, and 3) He is motivated to realize the

reward or to avoid the punishment‖ (Park & Lessig,

1977:103).

Dari pemaparan di atas, dapat tekanan atau tuntutan yang ada di

lingkungan sosialnya mendorong individu melakukan konformitas

diluar kemauannya.

Ketiga, value-expressive influence berkaitan dengan motif dan

harapan indivdu untuk menaikkan self-concept-nya di mata orang lain

(Bearden et al, 1992:107). Value-expressive influence memiliki

kekuatan ketika individu terdorong untuk mengekspresikan dirinya

dengan baik kepada lingkungan sosialnya dengan membuat dirinya

serupa dengan kelompok yang diminatinya. Individu mengabaikan

praises atau punishment dan memutuskan untuk menerima dan

menginternalisasikan nilai-nilai yang terdapat di dalam reference

group ke dalam dirinya. Jadi, dapat dikatakan bahwa individu

melakukan konformitas dengan reference group secara sukarela.

Peneliti merasa perlu membuat pembahasan terkait pengaruh

sosial karena, seperti dijelaskan di latar belakang, mobile instant

messaging adalah community driven, dan lingkaran komunitas

individu, terutama di mana mereka berkomunikasi paling intensif,

15

akan mempengaruhi pemilihan aplikasi mobile instant messaging

kawula muda. Selain itu, WOM membawa ketiga pengaruh sosial

tersebut yang nantinya terlihat di dalam pilihan produk individu,

termasuk preferensi kawula muda dalam memilih mobile instant

messaging.

Dari pemaparan di atas, komunikasi WOM merupakan alur

komunikasi yang kompleks, sehingga peneliti melakukan pembagian

pembahasan menjadi tiga sub bagian, yaitu perolehan WOM, evaluasi

internal individu terhadap WOM, dan pengaruh reference group yang

nantinya akan terlihat dalam pemilihan produk. Hal ini dilakukan peneliti

untuk melakukan penyesuaian konsep dari Teori S-O-R. Dengan upaya ini,

peneliti berharap dapat memaparkan pengaruh WOM seputar mobile

instant messaging terhadap preferensi kawula muda dalam memilih mobile

instant messaging dengan baik dan mampu memberikan hasil penelitian

yang akurat.

3. Mobile instant messaging

Aplikasi mobile instant messaging merupakan layanan pesan

mobile phone yang memungkinkan penggunanya untuk menggunakan

versi spesial dari instant messaging clients lewat mobile device. Pada

awalnya, aplikasi instant messaging hanya dapat diakses lewat komputer

(PC). Namun, seiring dengan perkembangan mobile device (mobile

handset), misalnya smartphone dan tablet PC, aplikasi ini dapat digunakan

lewat mobile device mereka. Ini menjadi salah satu kelebihan aplikasi ini,

dimana penggunanya dapat mengirim dan menerima pesan secara real-

time via mobile handset on-the-go melalui jaringan internet berbasis web.

Syarat untuk menggunakan aplikasi ini adalah memiliki akses internet,

baik itu GPRS ataupun 3G.

Instant messaging merupakan bentuk komunikasi pesan singkat

antara dua orang atau lebih menggunakan teks yang diketik, kemudian teks

16

tersebut dikirim melalui komputer yang terhubung melalui sebuah jaringan

LAN atau internet. Teknnologi ini diciptakan untuk menutupi kelemahan

e-mail yang dinilai kurang efesien dan tidak real time. Sebagian program

instant messaging dapat dioperasikan melalui web browser, namun

sebagian besar membutuhkan instalasi software client di PC.

Munculnya instant messaging dimulai pada tahun 1970-an, dimana

instant messaging bentuk pertama merupakan bagian dari operating

systems seperti PLATO system, semacam messaging systems yang dibawa

oleh private network. Instant messaging juga mulai populer dalam „talk‟

messaging system dari UNIX, sistem operasi multi-user yang awalnya

untuk memudahkan komunikasi antar pengguna mesin yang sama. Sistem

ini juga digunakan oleh para peneliti kampus dan teknisi untuk mengirim

pesan-pesan. Beberapa dari mereka menggunakan peer-to peer protocol di

saat yang lain memerlukan peer sebagai penghubung ke suatu server.

Sistem ini kemudian berkembang dalam local networks hingga internet.

Di tahun 1980-an, Bulletin Boards Systems (BBS) meraih

popularitasnya sebagai sebuah form of messaging, dan BBS sendiri

memiliki beberapa feature khusus seperti memungkinkan penggunanya

untuk mengunggah dan mengunduh data sambil bertukar pesan dengan

pengguna BBS lainnya. Di akhir tahun 1980an, layanan online The

Quantum Link untuk Commodore 64 computers menawarkan penggunanya

kesempatan untuk saling mengirim pesan dengan pengguna lainnya (user-

to-user) ketika mereka terhubung dengan koneksi. Inilah yang mereka

sebut ‗On-Line Messages‘ atau OLMs, dan ini merupakan bentuk paling

awal dari instant messaging saat ini. Layanan ini merupakan layanan

berbayar dan biayanya dihitung berdasarkan berapa menit penggunanya

menggunakan layanan ini. Quantum Link menggabungkan Commodore 64

dengan Commodore‟s PETSCII text-graphics. Bentuk ini dapat dikatakan

semacam dengan GUI, walaupun layanan ini lebih primitif dibandingkan

UNIX berikutnya, Windows, dan Macintosh yang berdasar pada program

instant messenger GUI. Modern GUI-based Messaging mulai berakhir

17

pada 1990-an dan digantikan dengan ICQ dan AOL Instant Messenger

(AIM).

Perkembangan instant messaging semakin menunjukkan

kemajuannya di tahun 1990an. Di era ini, ICQ (dibaca ‗I seek you‘)

diluncurkan pada November 1996 oleh perusahaan Mirabilis dan ICQ

menjadi bentuk pertama dari instant messaging yang modern. Langkah ini

kemudian diikuti oleh AOL Instant Messenger di tahun 1997. AOL

kemudian mengakuisisi Mirabilis dan beberapa tahun kemudian, ICQ

(yang telah dimiliki AOL) memperoleh hak paten untuk instant messaging

dari U.S Patent Office. Di sisi lain, beberapa perusahaan seperti Yahoo,

MSN, Excite, Ubique, dan IBM mengembangkan hak milik protokol dan

client, dimana users harus menjalankan beberapa client application jika

mereka ingin menggunakan beberapa network ini.

Pada tahun 2000, sebuah aplikasi open-source dan protocol open

standards-based yang disebut Jabbber diluncurkan dan aplikasi ini

berperan sebagai gateway untuk protokol instant messaging lainnya

sehingga mengurangi kebutuhan untuk berbagai client. Beberapa modern

multi-protocol clients seperti Pidgin, Trilian, Adium, dan Miranda dapat

menggunakan beberapa dari protokol IM tanpa memerlukan server

gateway.

Seiring berjalannya waktu, aplikasi instant messaging dapat

diakses secara mobile. Layanan aplikasi ini tersedia dari beberapa

operators atau perusahaan mobile phone. Beberapa third-party IM

providers populer seperti ICQ, Skype, Google Talk, MSN, AOL, dan

Yahoo mengembangkan moble application mereka sendiri yang yang

memungkinkan mobile phone terhubung dengan instant messaging secara

independen.

Mobile instant messaging memungkinkan penggunanya untuk

mengirim dan menerima pesan dengan orang lain yang telah masuk dalam

contact list, lengkap dengan pembaharuan online status pengguna lainnya

secara konstan. Beberapa aplikasi mobile instant messaging juga

18

memungkinkan penggunanya untuk tahu apakah orang yang akan mereka

kontak available (tersedia) untuk chat. Pengguna layanan mobile instant

messaging tertentu dapat menggunakan aplikasi ini jika mereka bertukar

pesan dengan sesama pengguna mobile instant messaging tersebut dan

tidak dapat menggunakan aplikasi ini dengan pemakai lain yang

menggunakan mobile instant messaging yang berbeda.

Saat ini, aplikasi mobile instant messaging adalah sektor yang

paling kompetitif karena memiliki peran penting dalam platform mobile

sebagai layanan komunikasi. Minat masyarakat terhadap aplikasi ini

semakin meningkat karena aplikasi ini menawarkan beberapa kelebihan.

Mobile instant messaging memungkinkan penggunanya mengirim pesan

teks, gambar, dan video dengan mudah. Pesan-pesan teks yang hendak

dikirim dapat dikemas dengan cara yang beragam dan variatif, sehingga

pengguna dapat mengekspresikan diri mereka dengan menggunakan

emoticons, sticker, emoji, warna, huruf, dan beberapa aspek lainnya. Selain

itu, aplikasi ini juga memungkinkan penggunanya untuk melakukan

percakapan suara dan group chat secara gratis.

Beberapa mobile instant messaging bahkan memungkinkan

penggunanya menikmati beberapa feature lainnya, seperti social platform

yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dan meningkatkan

engangement dengan sesama pengguna aplikasi mobile instant messaging

tersebut, misalnya game. Beberapa aplikasi mobile instant messaging

memiliki fitur khusus berupa official account dari sebuah produk atau

artis. Pengguna dapat berlangganan pada official account tersebut. Setelah

berlangganan account ini, pengguna dapat memperoleh informasi terbaru

seputar artis atau produk tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa mobile

instant messaging menawarkan beragam fitur yang lebih variatif.

Mobile instant messaging dapat diakses semua orang dengan harga

yang murah, bahkan hampir gratis. Peneliti tidak menyebutkan bahwa

akses terhadap mobile instant messaging gratis sama sekali, karena

penggunanya harus berlangganan paket data operator terlebih dahulu jika

19

mengakses melalui smartphone. Selama paket data aktif, aplikasi mobile

instant messaging aktif dengan sendirinya dan memungkinkan

penggunanya untuk menerima dan mengirim pesan. Konsumsi data mobile

instant messaging tergolong rendah. Mobile instant messaging juga mudah

digunakan oleh siapapun. Orang hanya cukup mengunduh aplikasi,

memasukkan nomor ponsel, dan membalas SMS verifikasi yang terkirim.

Selanjutnya, pengguna tinggal mengundang teman yang menggunakan

aplikasi mobile instant messaging yang sama untuk melakukan chat.

4. Teori stimulus organisme respon (S-O-R)

Mengingat penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu pengaruh

WOM seputar mobile instant messaging terhadap preferensi kawula muda

di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam memilih mobile instant messaging,

maka peneliti memilih Teori S-O-R karena teori ini dirasa mampu

menjelaskan pengaruh yang berada di lingkungan terhadap perilaku

individu dalam membuat pilihan atau keputusan. Teori yang diciptakan

oleh Mehrabian dan Russell berangkat dari pemikiran bahwa stimuli (S),

yang berupa lingkungan fisik dan sosial, mempengaruhi evaluasi internal

organisme (O) atau individual‟s internal state, dan selanjutnya pengaruh

internal individu tersebut mempengaruhi atau menghasilkan perilaku

positif atau negatif terhadap lingkungan (R) (Lee, 2009:13).

Stimulus (S) merupakan elemen-elemen yang terdapat di dalam

lingkungan dan rangsangan-rangsangan yang mendorong timbulnya

evaluasi internal organisme (O) (Ainsworth, 2011:55). Rangkaian stimuli

ini menggambarkan isi dari lingkungan. Individu mempelajari lingkungan

tersebut melalui environmental stimulus cues. Menurut Schellinck (1982),

seperti dikutip Singh (2006:6), cues merupakan ―a characteristic, event,

quality, or object, external to a person that can be encoded and used to

categorize a stimulus object‖. Dari pengertian, dapat dikatakan bahwa

cues membantu individu untuk memahami stimulus yang berada di

lingkungannya.

20

Behavioural response (R) adalah ―the behaviour toward the

stimulus engendered by the intervening organism response‖ (Ainsworth,

2011:61). Jadi, dapat dikatakan bahwa respon perilaku merupakan final

action atau ekspresi individu terhadapa stimulus. Mehrabian dan Russel

memaparkan bahwa reaksi akhir individu terhadap lingkungannya

dikategorikan menjadi dua, yakni approach behavior dan avoidance

behavior:

―Approach behaviours reflect all the positive behaviours directed

toward a particular stimuli. Such behaviours show partiality

toward the stimuli, such as a desire to stay in the presence of,

explore, and affiliate with, the stimulus object... Avoidance

behaviours display a consumer„s lack of interest or desire for the

stimulus. Interpretations of avoidance behaviours, such as these,

can be considered passive or preventative avoidance responses as

the behaviour prevents interaction with the stimulus‖ (Ainsworth,

2011:63).

Dari pengertian di atas, peneliti merasa kedua kategori ini sangat penting

dalam membantu peneliti menjelaskan hasil akhir dari pengaruh WOM

seputar mobile instant messaging terhadap preferensi kawula muda di

Daerah Istimewa Yogyakarta dalam memilih mobile instant messaging.

Peneliti ingin melihat apakah WOM seputar mobile instant messaging

mendorong kawula muda untuk menggunakan atau tidak menggunakan

mobile instant messaging karena alasan tertentu.

Satu hal yang membedakan teori ini dengan teori S-R yang

diciptakan sebelumnya adalah adanya penjelasan terkait evaluasi internal

organisme (O). Evaluasi internal organisme merupakan segala respon

internal individu terhadap stimuli dan berperan penting dalam menentukan

respon (R) perilaku individu untuk mendekati atau menghindari suatu

objek. Evaluasi internal ini menjadi faktor penengah yang menentukan

perubahan hubungan antara stimulus dan respon (Ainsworth, 2011:56).

Evaluasi internal organisme terdiri dari dua, yakni evaluasi kognitif

dan evaluasi afektif. Evaluasi kognitif diasosiasikan dengan evaluasi

konsumen sesuai kebutuhan kognitif individu (Singh, 2006:8). Ketika

21

individu menghadapi stimuli yang berada di lingkungannya, terdapat

kemungkinan individu tersebut tidak memahami stimuli tersebut, sehingga

rational needs mendorong individu untuk mengeksplorasi dan memahami

lingkungannya. Individu kemudian merespon stimuli tersebut berdasarkan

evaluasi rasional terhadap informational cues yang berada di

lingkungannya untuk mengatasi ketidakpahaman tersebut (Ainsworth,

2011:57).

Evaluasi afektif menggambarkan emosi individu dan terkait sejauh

mana sebuah objek menarik, bernilai, menyenangkan, atau lebih baik.

Menurut Mehrabian dan Russel, evaluasi afektif memiliki 3 dimensi, yakni

pleasure, arousal, dan dominance, dengan penjelasan sebagai berikut:

―Pleasure-displeasure referes to the degree to which an individual

feels, happy, joyful, contented, or satisfied. Arousal-nonarousal

refers to one‟s level of activity, excitement, stimulation, or

alertness. Dominance-submissiveness refers to the extent to which

one feels unrestricted and in control of the situation‖ (dalam

Billings, 1990:9).

Mehrabian dan Russel menjelaskan bahwa ketiga dimensi emosional ini

membantu memahami respon individu terhadap lingkungan, dan aspek

emosional turut menengahi respon individu terhadap stimulus.

Adanya penjelasan terkait evaluasi kognitif dan evaluasi afektif

dalam teori ini membuat peneliti merasa tepat untuk menggunakan teori

ini. Hal ini dikarenakan kedua jenis evaluasi ini diasumsikan turut

menentukan seberapa besar kekuatan WOM membentuk perilaku dan

pilihan individu. Penjelasan terkait evaluasi kognitif diperlukan untuk

melihat seberapa besar WOM dapat menyediakan informasi yang mampu

memenuhi kebutuhan kognisi penerima WOM untuk memahami produk

mobile instant messaging. Penelitian ini juga ingin melihat sejauh mana

sisi afektif penerima pesan WOM terpengaruh dan sejauh mana pesan

WOM tersebut berkenan bagi mereka. Selanjutnya, penelitian ini akan

melihat sejauh mana pengaruh kedua evaluasi ini terhadap preferensi

kawula muda dalam memilih mobile instant messaging.

22

Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, peneliti merasa

bahwa Teori S-O-R cocok untuk membantu peneliti menjabarkan

pengaruh WOM seputar mobile instant messaging terhadap preferensi

kawula muda di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam memilih mobile

instant messaging. Hal ini dikarenakan Teori S-O-R mampu menjelaskan

pengaruh stimulus terhadap perilaku dalam alur yang berurutan. Dengan

demikian, Teori S-O-R diharapkan mampu membantu penelitian ini

memberikan pemaparan yang baik terkait hubungan kedua variabel

tersebut, beserta evaluasi internal individu sebagai variabel penengah yang

turut menentukan preferensi individu dalam memilih sebuah produk.

G. Kerangka Konsep

Penelitian ini bermaksud untuk menjelaskan pengaruh WOM seputar

mobile instant messaging terhadap preferensi kawula muda di Daerah Istimewa

Yogyakarta dalam memilih mobile instant messaging. Sumber WOM yang dikaji

dalam penelitian ini dibatasi hanya pada personal source dan mengabaikan

impersonal source. Hal ini dikarenakan peneliti mengacu pada fenomena

penyebaran BlackBerry di Indonesia, dimana sebagian besar kawula muda

menggunakan fasilitas BlackBerry Messenger karena dipengaruhi oleh kenalan

mereka yang juga menggunakan BlackBerry.

Berdasarkan Teori S-O-R, keberadaan stimulus di lingkungan mendorong

timbulnya reaksi internal individu atau organisme, dan kemudian reaksi internal

tersebut mendorong timbulnya respon berupa perilaku tertentu. WOM seputar

mobile instant messaging menjadi stimulus dalam penelitian ini. Organisme dalam

penelitian ini adalah kawula muda laki-laki dan perempuan usia 15-24 tahun.

Konsep organisme dalam penelitian ini adalah evaluasi internal kawula muda

terhadap WOM seputar mobile instant messaging yang berperan sebagai penentu

hubungan antara stimulus dan respon. Evaluasi internal ini terdiri dari dua, yakni

evaluasi kognitif yang menggambarkan evaluasi responden terhadap kualitas

informasi yang terdapat di dalam WOM, serta evaluasi afektif yang

menggambarkan evaluasi responden terhadap WOM berdasarkan faktor emosi.

23

Adapun respon dalam penelitian ini adalah preferensi kawula muda di Daerah

Istimewa Yogyakarta dalam memilih mobile instant messaging. Preferensi dalam

penelitian ini dikaji dengan menggunakan konsep pengaruh sosial reference group

dibawa oleh WOM dan akan terlihat dalam pemilihan produk individu. Preferensi

ini terdiri dari 3 aspek, yakni preferensi yang dipengaruhi oleh informational

influence, preferensi yang dipengaruhi oleh value-expressive influence, dan

preferensi yang dipengaruhi oleh utilitarian influence.

Gambar 1.1 Kerangka Konsep

Bagan di atas menunjukkan bahwa dalam penelitian ini terdapat tiga jenis

variabel. Variabel pertama adalah WOM seputar mobile instant messaging yang

berperan sebagai variabel bebas (independen) dan variabel ini diukur dengan

perolehan WOM. Variabel kedua adalah evaluasi internal kawula muda terhadap

WOM seputar mobile instant messaging yang berperan sebagai variabel antara

(anteseden). Variabel ketiga adalah preferensi kawula muda dalam memilih

mobile instant messaging yang berperan sebagai variabel dependen. Berikut ini

adalah tabel operasionalisasi konsep untuk memahami ketiga variabel di atas.

WOM

seputar

Mobile

Instant

Messaging

(Stimulus):

Perolehan

WOM

Evaluasi Internal

Kawula Muda

terhadap WOM

seputar Mobile

Instant

Messaging

(Organisme):

Evaluasi

Kognitif

Evaluasi

Afektif

Preferensi Kawula Muda

dalam Memilih Mobile

Instant Messaging (Respon):

Preferensi yang

dipengaruhi Value-

Expressive Influence

Preferensi yang

dipengaruhi Utilitarian

Influence

Preferensi yang

dipengaruhi

Informational Influence

24

Tabel 1.1 Operasionalisasi Konsep

No Konsep Variabel Dimensi Indikator Skala

1 Stimulus

WOM Seputar

Mobile Instant

Messaging

Perolehan WOM

a. WOM Volume

b. Keaktifan individu mengumpulkan informasi

c. WOM Valence

Ordinal

2 Organisme

Evaluasi Internal

Kawula Muda

terhadap WOM

seputar Mobile

Instant Messaging

Evaluasi Kognitif

a. Akurasi informasi

b. Kelengkapan informasi

c. Kebaruan informasi

d. Relevansi informasi

Ordinal

Evaluasi Afektif a. WOM Vividness

b. Kekuatan persuasif WOM Ordinal

3 Respon

Preferensi Kawula

Muda dalam

Memilih Mobile

Instant Messaging

Preferensi yang

dipengaruhi Value-

expressive influence

Kesesuain pilihan mobile instant messaging dengan self-

concept yang diinginkan:

a. Image diri di mata orang lain

b. Karakter diri

c. Sense of belonging

Ordinal

Preferensi yang

dipengaruhi

Utilitarian influence

Kesesuain pilihan mobile instant messaging dengan

preferensi orang-orang yang mereka kenal dan rekomendasi

yang diperoleh dari personal source tersebut

Ordinal

Preferensi yang

dipengaruhi

Informational

influence

Kesesuaian pilihan mobile instant messaging dengan

kebutuhan kawula muda sendiri untuk membuat informed

decision

Ordinal

25

H. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan pemberian arti dari konsep-konsep yang

dipakai dengan memberikan peluang untuk pengukuran dan kategorisasi agar

dapat dibandingkan. Definisi operasional variabel berfungsi untuk membantu

peneliti dalam memperjelas data yang dicari dan membantu orang lain mengerti

maksud konsep yang akan peneliti pakai dalam penelitian. Dalam penelitian ini

terdapat 3 variabel yang masing-masing berperan sebagai variabel bebas

(independen), variabel antara (anteseden), dan variabel terikat (dependen).

1. Variabel WOM seputar mobile instant messaging

WOM seputar mobile instant messaging yang dimaksud di sini adalah

semua informasi maupun rekomendasi seputar mobile instant messaging

yang diperoleh responden dari orang-orang yang mereka kenal (personal

source). Variabel ini adalah berperan sebagai variabel independen (X2),

yaitu variabel yang mempengaruhi perubahan pada variabel dependen.

Variabel ini diturunkan ke dalam dimensi perolehan WOM.

a. Dimensi Perolehan WOM (X2)

Dimensi ini menggambarkan bagaimana responden memperoleh

WOM seputar mobile instant messaging dari personal source mereka.

Dimensi ini diukur dengan 3 indikator, yaitu:

- WOM Volume

- Keaktifan individu mengumpulkan informasi

- WOM Valence

2. Variabel evaluasi internal kawula muda terhadap WOM seputar

mobile instant messaging

Evaluasi internal di sini berkaitan dengan penilain responden terhadap

WOM yang mereka peroleh. Variabel evaluasi internal kawula muda

terhadap WOM seputar mobile instant messaging berperan sebagai

variabel anteseden (X1), dimana variabel ini yang mendahului terjadinya

hubungan antara variabel independen (X) dan variabel dependen (Y).

26

Variabel ini diturunkan ke dalam dimensi evaluasi kognitif dan dimensi

evaluasi afektif.

a. Dimensi Evaluasi Kognitif (X1.1)

Dimensi ini menggambarkan penilaian responden terkait kualitas

informasi seputar mobile instant messaging di dalam WOM yang

mereka peroleh dan seberapa jauh WOM tersebut memenuhi

kebutuhan kognisi responden dan mengatasi ketidakpahamannya akan

mobile instant messaging. Indikator dari dimensi ini adalah:

- Akurasi pesan

- Kelengkapan informasi

- Kebaruan informasi

- Relevansi informasi

b. Dimensi Evaluasi Afektif (X1.2)

Dimensi ini menggambarkan penilaian responden tentang seberapa

jauh WOM mampu mempengaruhi emosi responden dan sejauh mana

responden merasa WOM terkait mobile instant messaging dirasa

berkenan dan menarik perhatian bagi mereka. Indikator dari dimensi

ini adalah:

- WOM vividness

- Kekuatan persuasif WOM

3. Variabel preferensi kawula muda dalam memilih mobile instant

messaging

Preferensi kawula muda dalam memilih mobile instant messaging berperan

sebagai variabel dependen (Y), yaitu variabel yang dipengaruhi oleh

variabel independen. Untuk menjelaskan variabel ini, peneliti

menggunakan pengaruh sosial reference group terhadap pemilihan produk

yang dikembangkan oleh Park & Lessig (1997), yang terdiri dari value-

expressive influence, utilitarian influence, dan informational influence.

Ketiga pengaruh ini digunakan peneliti untuk menjelaskan preferensi

kawula muda dalam memilih mobile instant messaging.

27

a. Dimensi Preferensi yang Dipengaruhi Value-Exspressive Influence

(Y1)

Dimensi ini menggambarkan preferensi kawula muda dalam memilih

mobile instant messaging yang dipengaruhi oleh value-expressive

influence kawula muda tersebut. WOM seputar mobile instant

messaging diasumsikan membuat responden tahu mobile instant

messaging apa yang harus dipilih agar dapat mengekspresikan dirinya

dengan baik di lingkungan pergaulan mereka. Indikator dari dimensi

ini adalah kesesuain pilihan mobile instant messaging dengan self

concept yang diinginkan: image diri di mata orang lain, karakter diri,

dan sense of belonging.

b. Dimensi Preferensi yang Dipengaruhi Utilitarian Influence (Y2)

Dimensi ini menggambarkan preferensi kawula muda dalam memilih

mobile instant messaging yang dipengaruhi oleh utilitarian influence

di lingkungan interaksi kawula muda. WOM seputar mobile instant

messaging diasumsikan membuat responden tahu mobile instant

messaging apa yang harus dipilih sesuai dengan preferensi dari orang-

orang yang mereka kenal (personal source) di sekitar mereka.

Indikator dari dimensi ini adalah kesesuaian pilihan mobile instant

messaging dengan preferensi orang-orang yang mereka kenal serta

rekomendasi yang diperoleh dari personal source tersebut.

c. Dimensi Preferensi yang Dipengaruhi Informational Influence (Y3)

Dimensi ini menggambarkan preferensi kawula muda dalam memilih

mobile instant messaging yang dipengaruhi oleh informational

influence di lingkungan pergaulan kawula muda. WOM diasumsikan

membantu responden untuk membuat informed decision, artinya

memilih mobile instant messaging berdasarkan kualitas mobile instant

messaging itu sendiri. Indikator dari dimensi ini adalah kesesuaian

pilihan mobile instant messaging dengan kebutuhan responden untuk

membuat informed decision.

28

I. Metodologi Penelitian

1. Jenis penelitian

Untuk mengetahui pengaruh WOM seputar mobile instant

messaging terhadap preferensi kawula muda di Daerah Istimewa

Yogyakarta dalam memilih mobile instant messaging, penelitian ini akan

menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian explanatory

(penjelasan). Menurut Silalahi (2009:30-31), penelitian eksplanatori

bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara dua atau lebih gejala atau

variabel, serta bagaimana kekuatan hubungan antar variabel-variabel

tersebut.

Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

metode penelitian survey, yakni penelitian yang mengambil sampel dari

suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data

yang pokok. Metode survey dipilih oleh peneliti karena dirasa mampu

menggambarkan karakteristik (sikap, tingkah laku, maupun aspek sosial)

tertentu dari suatu populasi, dan preferensi individu dalam memilih mobile

instant messaging merupakan salah satu contoh dari karakteristik tersebut.

Penggunaan mobile instant messaging telah menyebar dengan sangat cepat

di Indonesia, sehingga survey sangat berguna bagi peneliti untuk

mengumpulkan data dari populasi yang besar. Peneliti tidak mungkin

mengamati populasi yang besar tersebut secara langsung, sehingga dengan

menggunakan metode ini, peneliti cukup menentukan dan melakukan

penelitian terhadap sampel yang dirasa mampu mewakili populasi secara

keseluruhan (West & Turner, 2008:80).

Penelitian ini menggunakan explanatory survey karena penelitian

ini ingin menjelaskan pengaruh WOM seputar mobile instant messaging

terhadap preferensi kawula muda di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam

memilih mobile instant messaging. Di sini, WOM seputar mobile instant

messaging berperan sebagai variabel independen, sedangkan preferensi

kawula muda di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam memilih mobile

29

instant messaging berperan sebagai varibel dependen, dengan evaluasi

internal responden terhadap WOM seputar mobile instant messaging

sebagai variabel antara (anteseden).

2. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H0: WOM seputar mobile instant messaging tidak memiliki pengaruh

terhadap preferensi kawula muda di Daerah Istimewa Yogyakarta

dalam memilih mobile instant messaging.

Ha: WOM seputar mobile instant messaging memiliki pengaruh

terhadap preferensi kawula muda di Daerah Istimewa Yogyakarta

dalam memilih mobile instant messaging.

3. Lokasi penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di D.I. Yogyakarta. Seperti

dijelaskan pada latar belakang, studi yang dilakukan oleh Indonesian

Communication and Information Ministry and UNICEF menunjukkan

bahwa ―Youth Indonesians in Yogyakarta have 100 percent access to the

internet while youth in Jakarta and Banten have 97.18 percent and 94.12

percent internet coverage, respectively, the Jakarta Post reports‖

(thejakartapost.com: 2014). Dalam studi tersebut juga dijelaskan bahwa

kawula muda di Yogyakarta menjadi golongan pemakai terbanyak aplikasi

mobile instant messaging jika dibandingkan kawula muda di daerah lain di

Indonesia. Dengan demikian, kalangan kawula muda pengguna mobile

instant messaging terbanyak berada di D.I. Yogyakarta berperan besar

dalam kesuksesan mobile instant messaging di Indonesia.

Selain itu, D.I. Yogyakarta menjadi ―one of the most

heterogeneous cities in terms of ethnicity in Indonesia‖ (ASEM Culture

Minister, 2012:4). Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat

memperoleh responden kawula muda dari berbagai etnis, sehingga

penelitian ini diharapkan mampu menggambarkan fenomena pengaruh

30

WOM terhadap preferensi kawula muda dalam memilih mobile instant

messaging secara general.

4. Populasi dan sampel

Populasi adalah jumlah total dari seluruh unit atau elemen di mana

penyelidik tertarik dan yang darinya sampel dipilih (Silalahi, 2009:253).

Peneliti memilih kawula muda usia 15-24 tahun yang berdomisili di D.I.

Yogyakarta sebagai populasi. Terkait pemilihan rentang usia, penelitian ini

menggunakan definisi kawula muda (youth) yang ditetapkan oleh

UNESCO, yaitu ―those persons between the ages of 15 and 24 years old‖

(unesco.org).

Selain karena rentang usia yang ditetapkan UNESCO tersebut,

pemilihan usia 15-24 tahun, seperti dijelaskan di latar belakang,

dikarenakan 62% masyaarakat Indonesia mengakses internet secara mobile

dan kawula muda usia 15-24 tahun merupakan pengakses mobile internet

tertinggi di Indonesia, dengan persentasi sebesar 64% dan menurut Survey

Nielsen, instant messaging merupakan kegiatan tertinggi di mobile device

kawula muda saat ini.

Berikut ini adalah tabel jumlah penduduk laki-laki dan perempuan

usia 15-24 tahun di wilayah D.I. Yogyakarta.

Tabel 1.2

Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Provinsi D.I.

Yogyakarta berdasarkan Sensus Penduduk 2010

Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah

15 – 19 144.199 141.564 285.763

20 – 24 151.706 144.840 296.546

Sumber: http://sp2010.bps.go.id/

Penelitian ini akan menggunakan populasi berjenis kelamin laki-

laki dan perempuan dikarenakan penggunaan mobile instant messaging

31

saat ini tidak mengenal perbedaan jenis kelamin. Dengan demikian, jumlah

populasi dalam penelitian ini adalah 582.309 orang.

Selanjutnya, peneliti menarik sampel, yaitu bagian tertentu yang

dipilih dari populasi; satu subset atau tiap bagian dari populasi berdasarkan

apakah itu representatif atau tidak (Silalahi, 2009:254). Sampel yang

dipilih mewakili populasi dari penelitian. Penentuan jumlah sampel pada

penelitian ini berdasarkan rumus Slovin sebagai berikut:

N

n =

1 + N (e)2

582.309

n =

1 + 582.309 (0,05)2

582.309

n =

1.456,7725

n = 399,7254 ≈ 400

Keterangan:

n = Ukuran Sampel

N = Ukuran Populasi

e = Presentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan (batas

kesalahan) pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau

diinginkan. Dalam penelitian ini batas kesalahan adalah 5%.

Berdasarkan perhitungan di atas didapatkan sampel sebanyak

399,7254 yang dibulatkan menjadi 400 orang untuk memperoleh angka

genap. Dengan demikian, sampel dari penelitian ini adalah 400 responden.

5. Metode dan teknik pengambilan sampel

Metode pengambilan sampel yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah non probability sampling dan elemen dalam populasi

tidak memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi subjek dalam

32

sampel (Silalahi, 2009:271). Metode ini dipilih karena sampel dalam

penelitian ini harus memiliki 3 syarat, yaitu menggunakan mobile instant

messaging, berusia 15-24 tahun, dan sedang menetap di D.I. Yogyakarta.

Dengan demikian, sampel tidak dapat dipilih secara acak.

Teknik pengambilan sampel yang akan digunakan adalah snowball

sampling. Teknik ini dipilih peneliti karena peneliti tidak memperoleh data

statistik terkait perbandingan pengguna laki-laki dan perempuan aplikasi

mobile instant messaging. Pada tahap awal, peneliti memberikan kuesioner

kepada seorang responden yang memenuhi ketiga syarat tersebut,

kemudian peneliti meminta tolong kepada responden tersebut untuk

menunjuk kenalan mereka yang sekiranya juga memenuhi ketiga syarat

tersebut untuk menjadi responden dan dijadikan sampel berikutnya. Tidak

ada perbedaan antara responden yang pertama dipilih dan responden

selanjutnya. Teknik ini terus dilakukan sampai peneliti memperoleh

jumlah sampel yang diinginkan, yaitu 400 sampel.

6. Teknik pengumpulan data

Untuk memperoleh data yang diperlukan, peneliti menggunakan

dua sumber data, yakni sumber data primer dan sumber data sekunder.

Sumber data primer adalah suatu objek atau dokumen original—material

mentah dari pelaku yang disebut ―first-hand information‖. Peneliti

mengumpulkan data primer dengan cara menyebarkan kuesioner kepada

responden yang menjadi sampel dari penelitian ini. Kuesioner berisi

serangkain pertanyaan yang terformat dan berhubungan dengan penelitian

yang diadakan. Penelitian ini juga menggunakan sumber data sekunder

yang dapat menunjang penelitian dan diperoleh dari berbagai literatur,

seperti buku, jurnal, artikel, tesis, dan sebagainya untuk mendukung serta

melengkapi data yang berkaitan dengan topik penelitian ini.

33

7. Uji validitas

Pada penelitian ini, metode uji validitas dilakukan terhadap 30

kuesioner awal yang terkumpul dengan menggunakan Pilot Test, yaitu

membandingkan nilai angka rhitung dengan nilai korelasi tabel (rtabel),

dimana derajat kebebasan = n - 2. Dengan sampel 30 responden, maka

didapatkan nilai derajat kebebasan (dk) = 28. Selang kepercayaan (α)

ditentukan sebesar 5% maka didapatkan nilai dari rtabel adalah 0.239.

Apabila angka rhitung > 0.239, maka item kuesioner valid. Namun, bila

angka rhitung ≤ 0.239, maka item kuesioner dinyatakan tidak valid. Hasil uji

validitas akan ditampilkan pada Bab IV.

8. Uji reliabilitas

Reliabilitas adalah kemampuan suatu instrumen untuk

menunjukkan stabilitas, konsistensi, prediktabilitas, dan akurasi hasil

pengukuran konsep. Uji reliabilitas juga dilakukan terhadap 30 kuesioner

awal yang terkumpul. Pengujian ini didasarkan pada nilai Cronbach

Alpha, dimana item kuesioner dinyatakan reliabel jika nilai Cronbach

Alpha > 0.6. Hasil uji reliabilitas akan ditampilkan pada Bab IV.

9. Teknik analisis data

Untuk keperluan analisis data, peneliti akan menggunakan teknik

analisis korelasional dan teknik analisis deskriptif.

Analisis Deskriptif

Statistika deskriptif merupakan metode yang berkaitan dengan

pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan

informasi yang berguna. Statistika deskriptif hanya memberikan

informasi mengenai data yang dipunyai dan sama sekali tidak menarik

kesimpulan apapun tentang gugus induknya yang lebih besar. Pada

analisis deskriptif akan dilakukan analisis mean dan cross tabulation.

Analisis Regresi

34

Analisis data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan

menggunakan analisis regresi. Analisis regresi digunakan untuk

mengetahui hubungan linier antara variabel independen (X2), variabel

anteseden (X1) dan variabel dependen (Y). Formula persamaan linier

adalah sebagai berikut:

Y = a0 + b1.X1 + b2.X2 + e

Keterangan:

Y = Variabel dependen

X1 = Variabel anteseden

X2 = Variabel independen

a = Konstanta (nilai Y apabila X=0)

b1 = Koefisien regresi untuk X1

b2 = Koefisien regresi untuk X2

e = Variabel error

Analisis Korelasional

Teknik analisis korelasional digunakan untuk mengukur derajat

kekuatan hubungan (strength of association) antara dua variabel atau

lebih, baik hubungan positif ataupun hubungan negatif (Silalahi,

2009:374). Kemudian, satu ukuran tentang kekuatan hubungan antara

dua variabel disebut koefisien korelasi. Jika dua atau lebih variabel

berhubungan, hasilnya ditentukan oleh apa yang disebut koefisien

korelasi. Satu koefisien korelasi adalah urutan nilai berupa angka

desimal berkisar antara +1.00 hingga -1.00. Jika koefisien korelasi

sama dengan atau mendekati +1.00, ini mengindikasikan korelasi

positif atau searah sempurna yang di dalamnya perubahan skor tinggi

dalam satu variabel disertai perubahan ekuivalen dalam arah yang

sama dalam variabel lain, tanpa kecuali. Jika koefisien korelasi sama

dengan atau mendekati -1.00, ini mengindikasikan satu variabel

berhubungan negatif sempurna yang di dalamnya perubahan dalam

satu variabel disertai oleh perubahan ekuivalen dalam arah berbeda

atau terbalik atau negatif sempurna dalam variabel lain, tanpa kecuali.

35

Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan

hubungan antara dua variabel, penulis memberikan kriteria sebagai

berikut:

― 0 : Tidak ada korelasi antara dua variabel

― >0 – 0,25: Korelasi sangat lemah

― >0,25 – 0,5: Korelasi cukup

― >0,5 – 0,75: Korelasi kuat

― >0,75 – 0,99: Korelasi sangat kuat

― 1.00: Korelasi sempurna