bab i pendahuluan -...

28
 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Benteng Vredeburg adalah salah satu peninggalan bangunan kolonial di Indonesia dan dibangun pada tahun 1760 di kota Yogyakarta. Maksud pemerintah Kolonial Belanda (VOC) membangun benteng ini adalah untuk mengawasi Kesultanan Yogyakarta selepas pemecahan kerajaan Mataram Islam melalui Perjanjian Giyanti. Pada saat diresmikan penggunaannya benteng tersebut diberi nama Benteng Rustenburg (Suhara & Sulistya, 2011: 35-36). Setelah direnovasi pada tahun 1767 dibawah pengawasan Frans Haak, pengembangan Benteng Rustenburg mengalami banyak hambatan sehingga benteng ini baru dapat beroperasi dengan baik sebagai benteng pertahanan di tahun 1788 dibawah pemerintahan residen Yogyakarta, William Arnold Alting. Menyusul bangkrutnya VOC, Benteng Rustenburg berpindah kepemilikan kepada Republik Bataf (Bataavsche Republiek) pada tahun 1799 hingga tahun 1807, sebelum diakuisisi oleh Kerajaan Belanda pada tahun 1811 dibawah pemerintahan Daendels dan berganti nama menjadi Benteng Vredeburg (Suhara & Sulistya, 2011). Pada tahun 1811 hinga 1816, Benteng Vredeburg berada dibawah kekuasaan Inggris setelah kekalahan Kerajaan Belanda. Perubahan fisik Benteng Vredeburg yang cukup siginifikan terjadi pada tahun 1876 pasca gempa bumi Yogyakarta, dengan masuknya elemen hunian yang lebih permanen serta hilangnya sebagian fungsi pertahanan pada tahun 1898. Dengan stabilnya pemerintahan Kolonial pada

Upload: dothuy

Post on 03-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98833/potongan/S2-2016... · Bangunan Cagar Budaya dikukuhkan melalui Ketetapan Menteri Pendidikan

1  

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Benteng Vredeburg adalah salah satu peninggalan bangunan kolonial di

Indonesia dan dibangun pada tahun 1760 di kota Yogyakarta. Maksud pemerintah

Kolonial Belanda (VOC) membangun benteng ini adalah untuk mengawasi

Kesultanan Yogyakarta selepas pemecahan kerajaan Mataram Islam melalui

Perjanjian Giyanti. Pada saat diresmikan penggunaannya benteng tersebut diberi

nama Benteng Rustenburg (Suhara & Sulistya, 2011: 35-36).

Setelah direnovasi pada tahun 1767 dibawah pengawasan Frans Haak,

pengembangan Benteng Rustenburg mengalami banyak hambatan sehingga

benteng ini baru dapat beroperasi dengan baik sebagai benteng pertahanan di tahun

1788 dibawah pemerintahan residen Yogyakarta, William Arnold Alting. Menyusul

bangkrutnya VOC, Benteng Rustenburg berpindah kepemilikan kepada Republik

Bataf (Bataavsche Republiek) pada tahun 1799 hingga tahun 1807, sebelum

diakuisisi oleh Kerajaan Belanda pada tahun 1811 dibawah pemerintahan Daendels

dan berganti nama menjadi Benteng Vredeburg (Suhara & Sulistya, 2011).

Pada tahun 1811 hinga 1816, Benteng Vredeburg berada dibawah kekuasaan

Inggris setelah kekalahan Kerajaan Belanda. Perubahan fisik Benteng Vredeburg

yang cukup siginifikan terjadi pada tahun 1876 pasca gempa bumi Yogyakarta,

dengan masuknya elemen hunian yang lebih permanen serta hilangnya sebagian

fungsi pertahanan pada tahun 1898. Dengan stabilnya pemerintahan Kolonial pada

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98833/potongan/S2-2016... · Bangunan Cagar Budaya dikukuhkan melalui Ketetapan Menteri Pendidikan

2  

akhir abad 19 hingga awal abad 20, tidak banyak perubahan signifikan yang terjadi

pada kurun 1898 – 1942 saat pendudukan Jepang dimulai. Selepas pendudukan

Jepang pada tahun 1945, Benteng Vredeburg sempat mengalami kekosongan

sebelum dipergunakan sebagai asrama sekolah militer pada tahun 1949 – 1950.

Penggunaan Benteng Vredeburg sebagai Asrama Militer tidak berlangsung lama,

Benteng Vredeburg lalu diserah terimakan kepada TNI untuk dipergunakan sebagai

markas militer hingga tahun 1977(Vredeburg, 1978).

Setelah melewati serangkaian pengelola, status Benteng Vredeburg sebagai

Bangunan Cagar Budaya dikukuhkan melalui Ketetapan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan RI nomor 0224/U/1981 tanggal 15 Juli 1981. Proses pemugaran

bangunan Benteng Vredeburg dimulai pada bulan Agustus 1981. Penetapan

Benteng Vredeburg sebagai bangunan cagar budaya sekaligus museum disebabkan

oleh nilai penting historis, ilmu pengetahuan, serta nilai penting yang terkandung

pada bangunan kolonial Benteng Vredeburg hingga keberadaan bangunan kolonial

ini patut dilestarikan (Suhara & Sulistya, 2011: 58). Pada tahun 1987 Museum

Benteng Vredeburg diresmikan penggunaannya sebagai museum, namun proses

pemugaran bangunan Benteng Vredeburg masih terus berlanjut hingga tahun 1994.

Sampai saat ini Benteng Vredeburg merupakan bangunan cagar budaya yang

sekaligus difungsikan sebagai museum perjuangan nasional.

Fenomena pemakaian bangunan cagar budaya sebagai museum tidak hanya

dilakukan oleh Indonesia, namun telah lazim dilakukan di luar negeri. Salah satu

contohnya adalah Fort St. George di Chennai, India. Dibangun pada tahun 1644,

kompleks bangunan ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu gereja St. Mary yang

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98833/potongan/S2-2016... · Bangunan Cagar Budaya dikukuhkan melalui Ketetapan Menteri Pendidikan

3  

selesai dibangun tahun 1680 dan Museum Benteng (fort Museum) yang selesai

dibangun tahun 17951 (Gambar 1.1 A). Fort St. George berbentuk hampir bujur

sangkar dengan bastion di tiap sudutnya. Dibutuhkan setidaknya 14 tahun

pembangunan hingga benteng dapat berfungsi di tahun 16532. Bangunan ini sempat

berfungsi sebagai Madras Bank sebelum akhirnya diresmikan sebagai museum

pada tanggal 31 Janurai 1948. Museum ini memiliki koleksi kolonial peninggalan

British East Indies dan Pemerintah Kolonial Inggris, serta organisasi kolonial

lainnya. Mayoritas koleksi adalah hibah maupun peninggalan dari organisasi yang

sempat beroperasi di benteng St. George Chennai3.

Gambar 1.1 Fort St George Chennai dalam peta kota, abad 18. (Sumber: http://asi.nic.in/asi_museums_chennai.asp dan

http://www.chennai.org.uk/monuments/george-fort.html; diakses 10 September 2015)5

                                                            1 Informasi diambil dari http://asi.nic.in/asi_museums_chennai.asp; diakses 11 September 2015. 2 Informasi diambil dari http://indiahistoryspeaks.blogspot.co.id/2007/12/british-and-tamil-jab-they-meet-fort-st.html; diakses 11 September 2015 3 Ibid.  

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98833/potongan/S2-2016... · Bangunan Cagar Budaya dikukuhkan melalui Ketetapan Menteri Pendidikan

4  

Gambar 1.2 Fort St George Chennai dalam rancangan tapak awal, abad 18. (Sumber: http://asi.nic.in/asi_museums_chennai.asp dan

http://www.chennai.org.uk/monuments/george-fort.html; diakses 10 September 2015)6

Contoh lainnya adalah Military History Museum Dresden (Militärhistorische

Museum der Bundeswehr), di Dresden, Jerman. Dibangun pada tahun 1873 hingga

1876 sebagai gudang senjata (armoury) untuk Kaisar Wilhelm I, bangunan ini

dialihfungsikan menjadi museum sejarah militer pada tahun 1897 dengan koleksi

senjata dari Royal Arsenal Collection. Setelah itu, Museum Dresden berganti nama

menjadi The Royal Saxon Army Museum sebelum akhirnya menjadi Saxon Army

Museum di tahun 1923. Dalam perjalanan waktu, museum ini berubah

menjadi Army Museum of the Wehrmacht pada tahun 1938, serta Army Museum of

The GDR di tahun 1972. Museum ini sempat ditutup pada tahun 1989 menyusul

                                                              

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98833/potongan/S2-2016... · Bangunan Cagar Budaya dikukuhkan melalui Ketetapan Menteri Pendidikan

5  

konsolidasi Jerman Barat – Timur dan runtuhnya Tembok Berlin serta akibat

berubahnya konsep politik Jerman7.

Pada tahun 2001 museum melakukan rencana ekpansi dalam usaha untuk

memperbaharui diri dan menarik minat pengunjung. Hal ini dilakukan dengan

melaksanakan kompetisi desain arsitektur untuk ekspansi dan penambahan museum

yang dimenangkan oleh Daniel Libeskind. Pekerjaan ekspansi dan pembaharuan ini

selesai dalam enam tahun. Pada ekspansi ini, fasad museum yang berlanggam neo-

klasik ‘dipotong’ oleh penambahan ruang baru. Desain Libeskind menyerupai mata

tombak dibuat dari metal dan kaca (Gambar 1.2) untuk merepresentasikan

demokrasi, menciptakan kontras dengan fasad rigid dari beton dan mortar yang

diasosiasikan dengan masa lalu. Kompleks Museum seluas 20.000 m2 dengan

luasan bangunan 14.000m2 merupakan museum terluas di Jerman. Wajah baru

museum ini diharapkan dapat mengubah persepsi masyarakat mengenai perang dan

kekerasan8.

                                                            7 Diambil dari http://militerhistorisches-museum.bundeswehr.de dan http://www.mhmbw.de/facts; diakses 12 September 2015. 8 ibid

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98833/potongan/S2-2016... · Bangunan Cagar Budaya dikukuhkan melalui Ketetapan Menteri Pendidikan

6  

Foto 1.1 Military History Museum Dresden, Jerman. (Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Bundeswehr_Military_History_Museum,

http://www.theguardian.com/artanddesign/gallery/2011/oct/23/dresden-military-history-museum-in-pictures, http://www.mhmbw.de/facts; diakses 12 September 2015)

Renovasi Rijkmuseum Amsterdam yang dimenangkan pada tahun 2000 oleh

biro arsitek Cruz y Ortiz Arcitectos tidak banyak mengubah bangunan asli yang di

rancang oleh Peter Cuypers pada tahun 1895. Dimulai pada tahun 2004, renovasi

yang menutup museum ini baru dibuka untuk umum 10 tahun kemudian setelah

menghabiskan biaya lebih dari USD 500 juta9. Proyek renovasi ini mengubah

Rijkmuseum menjadi bangunan yang lebih terang, menambah pintu masuk baru,

restoran, paviliun Asia, serta ruang untuk pameran luar ruangan. Renovasi ini juga

berfungsi untuk memperbaharui fasilitas-fasilitas utama museum seperti

                                                            9 http://www.slate.com/blogs/the_eye/2013/12/12/remodeling_a_dutch_institution_the_new_rijksmuseum_by_oeke_hoogendijk.html, diakses pada 10 September 2015.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98833/potongan/S2-2016... · Bangunan Cagar Budaya dikukuhkan melalui Ketetapan Menteri Pendidikan

7  

perpustakaan digital, area konservasi dan koleksi yang terpisah serta fasilitas

keamanan dan kontrol iklim baik bagi pengujung maupun bagi koleksi10.

Gambar 1.3 Rijksmuseum Amsterdam, Kerajaan Belanda. Gambar menunjukkan potongan rencana bangunan pasca renovasi 2011

(Sumber: http://www.archdaily.com/357590/rijksmuseum-cruz-y-ortiz-arquitectos, diakses 1 Agustus 2015)11

Pada dasarnya renovasi tersebut selain bertujuan untuk memenuhi kebutuhan

operasional baru, juga dilakukan untuk mengantisipasi munculnya paradigma baru.

Perubahan paradigma baru dalam penyampaian narasi pada ruang-ruang museum

misalnya, memerlukan instalasi multimedia, serta kebutuhan ruang-ruang baru

(Lord, dkk, 2012; Crimm, dkk., 2009: 4). Selain itu, munculnya paradigma baru

pada museum yang menggeser fokus ekshibisi dari objek menuju pengunjung.. Gail

Dexter Lord dalam bukunya berjudul Manual of Museum Planning (Lord, 2012:

39) mengemukakan fungsi-fungsi museum di masa modern dan pasca-modern yaitu

museum memiliki kapasitas sebagai kolektor artefak hasil budaya dan berfungsi

                                                            10 Diambil dari http://www.archdaily.com/357590/rijksmuseum-cruz-y-ortiz-arquitectos, diakses 20 Agustus 2015.  

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98833/potongan/S2-2016... · Bangunan Cagar Budaya dikukuhkan melalui Ketetapan Menteri Pendidikan

8  

sebagai mediator pergerakan budaya dan sains. Sehingga dalam fungsinya sebagai

penyampai content, museum memiliki kemampuan untuk mempercepat dan/atau

katalis perubahan. Dalam fungsinya sebagai katalis pembangunan, museum adalah

patron perkembangan arsitektur, mempromosikan revitalisasi wilayah, serta

sebagai image branding dari kota dan masyarakat.

Gambar 1.4 Rijksmuseum Amsterdam, Kerajaan Belanda. Gambar menunjukkan denah rencana bangunan pasca renovasi 2011

(Sumber: http://www.archdaily.com/357590/rijksmuseum-cruz-y-ortiz-arquitectos, diakses 1 Agustus 2015)12

Selain itu, perubahan selera dan standar setempat secara fundamental mengubah

fasilitas yang harus diakomodasi, menyebabkan ekspansi ataupun renovasi menjadi

                                                             

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98833/potongan/S2-2016... · Bangunan Cagar Budaya dikukuhkan melalui Ketetapan Menteri Pendidikan

9  

keharusan dalam upaya museum mengejar kenyamanan ruang dan fungsionalitas

(Crimm, dkk, 2009: 4). Museum juga memiliki potensi sebagai penggiat wisata dan

pusat hiburan (entertainment venue) serta pusat kegiatan sosial. Pendapat ini juga

dikuatkan oleh Gilmore dan Joseph Pine (van Mensch & van Mensch, 2011: 41)

yang menitik beratkan pada perubahan pendekatan pelayanan menuju pengalaman.

Contoh kasus yang telah dijelaskan sebelumnya menunjukkan bahwa alihfungsi

bangunan cagar budaya dan bersejarah menjadi fungsi museum baru dengan segala

tuntutannya dapat dilakukan. Alih fungsi yang disesuaikan dengan kaidah

pelestarian bangunan memungkinkan bangunan cagar budaya dipergunakan

sebagai museum ini disebut adaptasi alih-fungsi. Proses adaptasi alih-fungsi13

dideskripsikan sebagai cara untuk memperpanjang umur bangunan dengan cara

mengadaptasikan fungsi baru dengan tetap mempertahankan bentukan historisnya

dan mengubah atau menambah fasilitas baru pada bangunan untuk mengakomodasi

fungsi baru (Orbasli, 2008: 46). Proses adaptasi merupakan konsep konservasi pada

bangunan cagar budaya/bangunan bersejarah yang mengadopsi fungsi dan

kebutuhan baru dengan perubahan minimal tanpa mengubah signifikansi

bangunan14.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Sebagai salah satu bangunan cagar budaya dengan bangunan asli benteng yang

difungsikan sebagai museum, melestarikan bentukan dan elemen-elemen

                                                            13 http://www.archinode.com/lcaadapt.html, diunduh 28 Juni 2013 14 Diambil dari Adaptive Re Use, Preserving our past, Building our future, oleh Pemerintah Australia, Department of the Environment and Heritage terbitan 2004.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98833/potongan/S2-2016... · Bangunan Cagar Budaya dikukuhkan melalui Ketetapan Menteri Pendidikan

10  

arsitektural pada Museum Benteng Vredeburg adalah sebuah tanggung jawab yang

diemban oleh pengelola museum. Contoh-contoh yang telah dungkapkan

sebelumnya membuktikan bahwa kedua kebutuhan ini dapat berjalan dengan baik.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka rumusan masalah berupa:

1. Bagaimanakah adaptasi arsitektural yang paling sesuai untuk

diterapkan pada Benteng Vredenburg agar pelestarian dan

pengembangan fungsinya sebagai museum tidak bertentangan dengan

kaidah arsitektural dan arkeologis?

2. Faktor-faktor arsitektural dan arkeologis apa saja yang harus

dipertimbangkan dalam proses adaptasi museum Benteng Vredenburg ?

1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, dapat disimpulkan

bahwa tujuan penelitian ini adalah:

1. Menemukan konsep acuan pemanfaatan museum pada bangunan cagar

budaya, khususnya bangunan dengan fungsi awal benteng (fortress)

kolonial yang dibangun oleh VOC pada abad ke 17-18 Masehi.

2. Memberikan saran pengembangan dan pemanfaatan ruang, terutama

dengan tetap mempertahankan bentukan dan elemen arsitektural

semula.

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98833/potongan/S2-2016... · Bangunan Cagar Budaya dikukuhkan melalui Ketetapan Menteri Pendidikan

11  

1. Secara akademik dapat dipakai sebagai acuan atau referensi dalam

penelitian yang berhubungan dengan rancang bangun pada museum

yang memakai bangunan kolonial.

2. Dapat dipergunakan sebagai acuan untuk pelaksanaan renovasi maupun

ekspansi fisik pada museum berbasis bangunan kolonial.

1.4 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka ruang lingkup

penelitian ini adalah Museum Benteng Vredeburg; sebagai contoh bangunan

bersejarah yang mengalami perubahan fungsi dan proses adaptasi menjadi museum.

Bangunan Benteng Vredeburg pada masa sebelum dan awal operasional Museum

Benteng Vredeburg serta data fisik pada tahun 2011, bertepatan dengan

dilaksanakannya Revitalisasi Museum.

1.5 TINJAUAN PUSTAKA DAN KEASLIAN PENELITIAN

Penelitian mengenai proses adaptasi alih-fungsi pada bangunan bersejarah

maupun bangunan cagar budaya telah banyak dilakukan. Museum yang

mengadaptasi bangunan bersejarah dan bangunan cagar budaya merupakan hal

yang umum terjadi, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Bahkan dapat

diasumsikan bahwa mayoritas bangunan museum milik pemerintah di Indonesia

mempergunakan bangunan cagar budaya yang dipertahankan kelestariannya.

Dalam usaha untuk mengikuti perubahan fungsi, tuntutan standar kelayakan

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98833/potongan/S2-2016... · Bangunan Cagar Budaya dikukuhkan melalui Ketetapan Menteri Pendidikan

12  

bangunan dan trend museum yang terus berkembang; bangunan-bangunan museum

ini akan terus mengalami perubahan.

Lori J Ryder (1995) dalam tesisnya yang berjudul Butler Center: A Case for the

Adaptive Re-use of Industrial Building, mengemukakan tentang prinsip-prinsip

adaptive reuse dengan studi perbandingan antara proses rehabilitasi di kota industri

Lowell, Massachusets dan bangunan bekas American Hard Rubber Company di

kota Butler, New Jersey. Proses adaptive reuse pada kedua kota ini ditilik dari

keberhasilan ekonomi dan kemampuan rehabilitas untuk menghidupkan wilayah

tersebut. Tesis ini berfokus pada proses adaptive reuse pada perencanaan sebuah

wilayah komersil dan fasilitas sipil yang ada dalam kota tersebut. Masterplan yang

diajukan oleh penulis berupa fasilitas-fasilitas kota yang menggunakan bangunan

bekas American Hard Rubber Company, yaitu berupa perpustakaan dan museum,

kantor sipil, kantor polisi, fasilitas kesehatan, ruang komersil dan bisnis, ruang

untuk seni dan kebudayaan. Walaupun tesis ini menyebutkan museum sebagai salh

satu fasilitas pelengkap kota, museum bukan merupakan fokus dari kajian. Hal ini

menyebabkan pembahasan adaptive reuse pada tesis ini tidak berfokus pada

bangunan individu namun lebih pada perencanaan kota dan wilayah cagar budaya.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Viscensius Agus Sulistya (2013) dalam tesis

yang berjudul Strategi Pengembangan Program Publik Museum Benteng

Vredeburg Yogyakarta mengemukakan mengenai pengaruh model museum

partisipatif pada program-program publik di Museum Benteng Vredeburg. Penulis

mempergunakan metode SWOT (strengths, weakness, opportunities, threats) untuk

menilai keberhasilan program-program tersebut. Salah satu faktor yang dianalisis

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98833/potongan/S2-2016... · Bangunan Cagar Budaya dikukuhkan melalui Ketetapan Menteri Pendidikan

13  

adalah faktor spasial dari Museum Benteng Vredeburg dan bagaimana hal itu

mempengaruhi tingkat keberhasilan program-program publik Museum. Namun,

Sulistya (2013) tidak menyoal proses adaptasi alih-fungsi bangunan cagar budaya

yang terjadi pada Museum Benteng Vredeburg. Tata lanskap dan spasial yang

diutarakan hanya menitikberatkan pada berhasil tidaknya unsur ini menyokong

program pasritipatif di Museum Benteng Vredeburg.

Dari segi revitalisasi museum, Novi Ari Susanti (2011) telah melakukan

penelitian yang tertuang dalam skripsi berjudul Revitalisasi Museum Benteng

Vredeburg Yogyakarta. Skripsi ini berfokus pada usaha-usaha revitalisasi pada

Museum Benteng Vredebug pada tahun 2011 sebagai awal Gerakan Nasional Cinta

Museum. Revitalisasi ini di lakukan untuk menyegarkan kembali museum agar

dapat sejalan mengikuti perkembangan masyarakat dan lingkungannya. Revitalisasi

juga dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan kesadaran dan apresiasi

masyarakat terhadap nilai penting budaya dan peningkatan kualitas museum, salah

satuya Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta.

Novi Ari Susanti(2011) menelaah efektifitas dan keberhasilan revitalisasi

museum dalam dengan melakukan penelitian kualitatif yuridis empiris yang

berfokus pada wawancara pengunjung dan staff museum. Aspek-aspek yang diteiti

antara lain adalah kualitas SDM, pengelolaan managemen keuangan kebijakan

museum, pengelolaan koleksi, kepuasaan pengunjung dan aspek spasial lanskap.

Penelitian ini dapat membuktikan bahwa Benteng Vredeburg cukup poptimal

dalam mencapai tujuan revitalisasi museum, termasuk diantaranya menambah

jumlah kunjungan kembali Museum Benteng Vredeburg. Namun sayangnya,

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98833/potongan/S2-2016... · Bangunan Cagar Budaya dikukuhkan melalui Ketetapan Menteri Pendidikan

14  

walaupun penelitian ini banyak mendalami aspek-aspek revitaliasi, termasuk

diantaranya aspek fisik dan tata ruang, penelitian ini lebih berfokus pada aspek

managerial pengelolaan museum serta tingkat kepuasan pengunjung atas museum.

Hampir tidak ditemukan adanya pembahasan mengenai aspek revitalisasi fisik

museum, walaupun penulis sempat menyoal mengenai perubahan paradigma

museum yang bersifat partisipatif.

Penelitian lain dilakukan oleh Agung Ashshiddiqi (2016) dalam skripsinya

yang berjudul Implementasi Undang-undang no. 11 tahun 2010 tentang Cagar

Budaya pada Pemanfaatan Bangunan Cagar Budaya sebagai kafe (Studi Kasus

Bangunan D Benteng Vredeburg) yang dilakukan pada tahun 2016. Penelitian ini

melakukan evaluasi pemanfaatan bangunan cagar budaya yang dilakukan dengan

membandingkan proses adaptasi alih-fungsi pada Bangunan D yang beralih-fungsi

menjadi Indische Café di tahun 2012. Ashshiddiqi (2016) menyimpulkan bahwa

proses adaptasi bangunan D secara umum sesuai dengan kaidah-kaidah pelestarian

yang dikemukakan dalam Undang-undang no. 11 tahun 2010. Bangunan D masih

memiliki keaslian fasad di keempat sisi, serta tetap mempertahankan keseragaman

dengan bentukan fasad dengan lingkungan sekitar. Penambahan beberapa fasilitas

seperti toilet dalam bangunan D dianggap telah merusak susunan ruang interior

namun merupakan perubahan minimal yang diperlukan demi fungsi baru.

Penelitian ini menyoal secara lengkap proses adaptasi alih-fungsi pada bangunan

cagar budaya menjadi bangunan publik komersil dan kesesuaian prosedur adaptasi

yang dilakukan dilapangan dengan standar yang berlaku.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98833/potongan/S2-2016... · Bangunan Cagar Budaya dikukuhkan melalui Ketetapan Menteri Pendidikan

15  

Beberapa contoh diatas hanya sedikit dari penelitian yang memiliki kaitan

dengan tema dan kata kunci ‘proses adaptasi alih-fungsi museum partisipatif pada

bangunan cagar budaya’. Dari contoh-contoh diatas didapatkan poin-poin yang

menarik mengenai museum partisipatif dan proses adaptasi alih-fungsi pada

bangunan cagar budaya. Berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya, penulis akan membahas proses adaptasi alih-fungsi pada bangunan

kolonial berupa benteng menjadi museum di Indonesia. Penekanan lokasi menjadi

penting karena Republik Indonesia telah menerbitkan Undang-undang no 11 tahun

2010 yang mengatur tata cara pelestarian, konservasi dan reservasi benda cagar

budaya, termasuk diantara Benteng Vredeburg. Signifikansi dari undang-undang

ini adalah rambu-rambu adapatsi dan rehabilitasi dari bangunan cagar budaya yang

ketat dan tidak memungkinkan adanya perubahan yang signifikan pada bangunan.

Sementara itu, ada perbedaan fungsi dan bentukan arsitektural yang mendasar

antara benteng dan museum. Perubahan pada fungsi militer/keamanan/pertahanan

menjadi edukasi/publik merupakan perubahan yang akan berpengaruh pada fasilitas

penunjang museum, selain pada konfigurasi ruangan museum.

1.6 LANDASAN TEORI

Dalam banyak literatur (Feilden, 2003; Orbasli, 2008), bangunan bersejarah

merupakan bangunan yang memiliki nilai sejarah (historic value) selain sebagai

habitat aktivitas manusia. Orbasli (2008; 5) menyatakan bahwa warisan budaya

(heritage) mencakup reruntuhan, situs, monumen, istana dan kastil, bangunan

vernakular dan gugusan bangunan pada wilayah urban. Tidak hanya nilai sejarah,

habitat tersebut pun memiliki nilai budaya dan asosiasi. Alasan tersebut tersebut

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98833/potongan/S2-2016... · Bangunan Cagar Budaya dikukuhkan melalui Ketetapan Menteri Pendidikan

16  

menyebabkan konservasi dan adaptive reuse pada bangunan bersejarah menjadi

penting (Orbasli, 2008: 3-5). Sebagian besar bangunan cagar budaya yang

mengalami proses ini dengan mempertahankan hampir keseluruhan elemen

struktural hingga elemen fasad berupa kulit luar dan partisi ruang dalam15. Proses

perubahan dalam adaptive re-use amat bergantung pada aturan hukum yang berlaku

di lokasi dimana bangunan tersebut didirikan serta pada keadaan social serta

perubahan prioritas (MacLeod, 2005: 17).

Falk (1998) dalam Chen (2007: 178) menyatakan bahwa ingatan dapat

dibangkitkan dengan bantuan lingkungan dan bangunan museum. Hal yang serupa

dikemukakan oleh Halbwachs (1980:140) yang menyatakan bahwa ingatan kolektif

terkait dengan lokasi dan tempat, serta mengemukakan signifikansi dari lingkungan

fisik sebagai penyimpan ingatan. Urry (1999) dalam Chen (2007) menyatakan

karakter dan kontinuitas bangunan bersejarah memberikan solidity yang

menghubungkan masa kini dan masa lalu.Sehingga mengunjungi museum yang

menggunakan bangunan bersejarah dapat memberikan inspirasi untuk

membayangkan sejarah masa lalu dan membuat pengalaman tersebut sebagai

bagian dari pengalaman pengunjung, memberikan pengertian dan pengalaman

lintas generasi (Chen, 2007: 181).

Bangunan bersejarah juga memiliki keuntungan lain dengan adanya rasa

memiliki dari komunitas di lingkungan bangunan tersebut dibangun. Dari sisi

                                                            15 Salah satu contoh adaptive re-use adalah proses pemakaian kembali MIT (Massachusets Institue of Technology)

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98833/potongan/S2-2016... · Bangunan Cagar Budaya dikukuhkan melalui Ketetapan Menteri Pendidikan

17  

ekonomi, rehabilitasi dan renovasi pada bangunan cagar budaya relatif lebih murah

daripada pembangunan bangunan baru (Ryder, 1995:2).

Pemakaian kembali bangunan bersejarah dengan fungsi baru merupakan salah

satu cara mempertahankan integritas16 struktural bangunan tersebut (Feilden,

2003). Integritas struktural disini merujuk pada kemampuan bangunan untuk

menyokong beban dalam kaitannya dengan kegiatan bangunan tanpa mengalami

kerusakan, baik fraktur, perubahan bentuk maupun kerusakan total (Samuel &

Weir, 1993: 3-5), serta pemenuhan persyaratan lain seperti proteksi terhadap petir

dan proteksi terhadap kebakaran dan keadaan darurat lainnya17 . Intergritas

struktural yang solid menyebabkan memberikan nilai lebih bagi bangunan

bersejarah untuk dipertahankan. Feilden (2009) mempertahankan bahwa satu-

satunya cara untuk mencegah kerusakan berlanjut dan permanen pada Bangunan

Cagar Budaya adalah dengan pemanfaatan berupa rehabilitasi untuk pemakaian

berlanjut.

Walaupun demikian, proses adaptasi pada Benteng Vredeburg sebagai museum

tidak pelak lagi mengharuskan adanya perubahan-perubahan untuk

mengakomodasi kebutuhan museum kontemporer (Feilden, 2003:10; Indonesia,

2005, pp. pasal 22-23, 87-89). Proses ini disebut adaptasi/Adaptive re-use dan

merupakan konsep konservasi pada bangunan cagar budaya/bangunan bersejarah

                                                            16 Beban-beban tersebut ialah beban banguna sendiri serta beban eksternal dan internal lainnya. Kemampuan bangunan menyokong beban sangat ditentukan oleh material yang dipergunakan. (Diambil dari Introduction to Engineering Design: Modelling, Synthesis and Problem Solving Strategies By Andrew E. Samuel, John Weir -- Elsevier 1999: 3—5) 17 17 UU no. 28 tahun 2002, Pasal 17. Proteksi terhadap kebakaran, proteksi terhadap petir dan kemampuan tampung beban muatan dapat dilakukan dalam bentuk pasif maupun aktif.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98833/potongan/S2-2016... · Bangunan Cagar Budaya dikukuhkan melalui Ketetapan Menteri Pendidikan

18  

yang mengadopsi fungsi dan kebutuhan baru dengan perubahan minimal tanpa

mengubah signifikansi bangunan18. Adaptive re-use, merupakan pendekatan

konservasi arsitektural yang memperkenalkan fungsi baru pada bangunan

bersejarah dengan tujuan agar bangunan tersebut dapat diperpanjang masa

hidupnya (Feilden, 2003). Adaptive Re-use19 dideskripsikan sebagai cara untuk

memperpanjang umur bangunan dengan cara mengaptasikan fungsi baru dengan

tetap mempertahankan bentukan historisnya. Adaptive Re-use20 atau proses

adaptasi ini juga dideskripsikan sebagai cara untuk memperpanjang umur bangunan

dengan cara mengaptasikan fungsi baru dengan tetap mempertahankan bentukan

historisnya, mengubah atau menambah fasilitas baru pada bangunan untuk

mengakomodasi fungsi baru (Orbasli, 2008: 46), maupun sebagai upaya

pengembangan cagar budaya untuk kegiatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan

masa kini dengan melakukan perubahan terbatas yang tidak menyebabkan

kemerosotan nilai historis atau kerusakan permanen pada bagian yang memiliki

nilai penting21. Besarnya perubahan dalam proses ini amat bergantung pada hukum

yang berlaku di area dimana bangunan tersebut berdiri serta pada keadaan social

serta perubahan prioritas (MacLeod, 2005: 17). Dalam beberapa kasus, proses

adaptasi ini mempertahankan hampir keseluruhan elemen struktural hingga elemen

fasad berupa kulit luar dan partisi ruang dalam22.

                                                            18 Diambil dari Adaptive Re Use, Preserving our past, Building our future, oleh Pemerintah Australia, Department of the Environment and Heritage terbitan 2004. 19 http://www.archinode.com/lcaadapt.html, diunduh 28 Juni 2013 20 http://www.archinode.com/lcaadapt.html, diunduh 28 Juni 2013 21 (UU no. 11 tahun 2010 pasal. 1) 22 Salah satu contoh adaptive re-use adalah proses pemakaian kembali MIT (Massachusets Institue of Technology)

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98833/potongan/S2-2016... · Bangunan Cagar Budaya dikukuhkan melalui Ketetapan Menteri Pendidikan

19  

Pendekatan ini sesuai dengan pendekatan yang dianut dalam Undang-undang

Cagar Budaya Indonesia23 yang menyatakan bahwa dalam proses adaptasi dan

pengembangan Bangunan Cagar Budaya, harus dilakukan tanpa mengubah bentuk

keseluruhan, gaya arsitektur asli dan keharmonisan dengan lingkungan dimana

bangunan tersebut berdiri. Adaptasi dalam hal ini didefinisikan sebagai proses

pengembangan cagar budaya untuk mengakomodasi kegiatan yang lebih sesuai

dengan kebutuhan masa kini dengan melakukan perubahan terbatas tanpa

mengubah nilai penting yang terkandung di dalamnya24. Kebutuhan manusia yang

dinamis diakomodasi dengan adanya penambahan fasilitas yang diperlukan sesuai

dengan fungsi bangunan serta pengubahan tatanan ruang dalam, walaupun hanya

dapat dilakukan dalam batas tertentu.

Di lain pihak, pengukuhan Benteng Vredeburg sebagai bangunan cagar

budaya25 tidak memberi ruang yang leluasa untuk perubahan permanen (Indonesia,

2010, p. pasal 113; Jokilehto, 2002: xii) maupun perubahan yang signifikan

(Orbasli, 2008:6). Sementara itu kebutuhan museum modern mengalami

perkembangan signifikan. Saat ini, fungsi yang harus dilakukan museum meliputi

penyimpanan, perawatan, pengamanan dan pemanfaatan benda material hasil

budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya pelestraian

dan perlindungan kekayaan budaya26.

                                                            23 Undang-Undang no. 10 tahun 2011, pasal 24 Undang-undang no. 10 tahun 2011, pasal 1 ayat 33. 25 Bangunan Cagar Budaya di deskripsikan sebagai bangunan yang memberikan rasa takjub dan memancing rasa ingin tahu mengenai konteks manusia dan budaya yang terkait (Feilden, 2003: 1). Bangunan Cagar budaya memiliki nilai arsitektural, estetis, sejarah, ekonomi, sosial, bahkan politik 26 PP no. 19 tahun 1995

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98833/potongan/S2-2016... · Bangunan Cagar Budaya dikukuhkan melalui Ketetapan Menteri Pendidikan

20  

Perubahan paradigma tentang museum tersebut berkembang pada awal abad 20

hingga kini. Pada masa ini terjadi perubahan pola pikir mengenai bagaimana fungsi

museum terkait dengan kondisi sosial dan kultural masyarakat (Anderson, 200).

Pada awalnya, museum dibangun sebagai wadah untuk memamerkan koleksi/objek

museum dan sebagai wadah fungsi sekunder seperti penyimpanan, konservasi,

administrasi dan pendataan, serta edukasi. Saat ini museum mengetengahkan

edukasi populer (popular education) sebagai alternatif sebagai sisi pandang baru

dari pendidikan formal yang diajarkan disekolah formal, sekaligus menjalankan

fungsi utama museum yaitu akuisisi objek, konservasi dan preservasi, dan riset.

Theodore Low (1942) dalam Museums in Motion karya Edward Alexander

menyatakan bahwa sudah saatnya museum membuka diri. Hal ini dikukuhkan

dengan definisi museum menurut ICOM yang diantara lain menyatakan bahwa

museum adalah ruang publik yang terbuka untuk umum tanpa kecuali.

Perubahan paradigma ini semakin kuat sebagaimana yang tersirat dalam

definisi museum yang menekankan pada ‘mengembalikannya kepada masyarakat

dalam bentuk ekshibisi untuk tujuan pendidikan dan hiburan’27. Definisi museum

yang baru ini menjadi landasan museum untuk melakukan peneglolaan yang lebih

fleksibel, serta menitikberatkan pada pengunjung dan konteks lingkungan museum.

Hal ini mengubah museum menjadi pusat eksihibisi/pameran, edukasi dan ruang

public dalam komunitas (Alexander, dkk: 284). Museum-museum memanfaatkan

identitas budaya mereka dan membuka fungsi public yang tidak hanya

mengakomodasi kebutuan pengunjung museum namun juga pengunjung non-

                                                            27 www.icom.org/

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98833/potongan/S2-2016... · Bangunan Cagar Budaya dikukuhkan melalui Ketetapan Menteri Pendidikan

21  

museum. Lord (2012: 39) mengemukakan bahwa walaupun museum nampak

berfokus pada objek, sesungguhnya museum lebih menitikberatkan pada manusia.

Pergeseran ini mulai digerakan oleh organisasi MINOM yang mengemukakan

gagasan mengenai paradigma museum baru sebagai lembaga yang demokratis serta

memberikan penekanan pada pelayanan publik pada masyarakat dengan tujuan

perkembangan sosial, serta menempatkan museum sebagai ágent of social

change.28Ide yang serupa diajukan oeh Van Mensch (van Mensch & van Mensch,

2011: 13) yang menyatakan bahwa pengelolaan heritage dan informasi objek

museum merupakan tanggung jawab dari masyarakat dan pengelola museum.

Sehingga museum sebagai simpul sosial memiliki fokus baru pada peran publik dan

masyarakat. Keadaan semacam ini mengakibatkan museum tidak hanya menjadi

tempat penyimpanan dan konservasi koleksi melainkan juga menjadi pusat kegiatan

masyarakat dan komunitas yang bersangkutan.

Paradigma museum baru mengutamakan adanya social inclusion yang

mengajak pada partisipasi masyarakat dalam pengelolaan museum (van Mensch &

van Mensch, 2011: 49-50) dalam menciptakan, berbagi dan terhubung melalui

content yang ada pada museum, baik objek artefak maupun program (Simon, 2010:

iii). Model ini memberikan museum dan ruang-ruang sosial didalamnya sebagai

venue multi-fungsi yang dapat mewadahi kegiatan sosial budaya dalam program

museum segenap lapisan masyarakat (Simon, 2010: 36)

                                                            28 Diambil dari www.minom-icom.net, diakses 5 Mei 2016.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98833/potongan/S2-2016... · Bangunan Cagar Budaya dikukuhkan melalui Ketetapan Menteri Pendidikan

22  

Pengaruh perubahan paradigma museum diatas akan mengubah bagaimana

museum mepresentasikan objek-objek koleksinya. Cepat atau lambat, perubahan

tersebut akan berpengaruh pada narasi dan penyampaian objek museum, serta

program-program edukatif yang dijalankan oleh museum. Konsekuensi jangka

pendek dari perubahan-perubahan ini adalah adanya kebutuhan-kebutuhan baru

yang harus dipenuhi oleh bangunan museum. Ruang-ruang sosial yang menunjang

interaksi dan pertukaran informasi secara mandiri pada museum (Simon, 2010, p.

29) Sebagaimana dijelaskan oleh Macleod (2005) bahwa renovasi dan ekspansi

menandai perubahan yang akan dianut oleh museum dalam penyampaian content

objek/artefak museum; museum sebagai intitusi budaya menuju cultural consumer

experience.

1.7 METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian analisis deskriptif komparatif yaitu

penelitian yang kualitatif yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran, secara

verbal maupun visual, dilakukan untuk mengmpulkan informasi mengenai suatu

aspek atau satu gejala yang ada, secara apa adanya (Arikunto, 1989, p. 291), dengan

tujuan untuk memberikan gambaran mengenai proses perubahan fungsi

pemanfaatan ruang spasial Benteng Vredeburg mulai dari tahun 1760 hingga 2011.

Selanjutnya deskripsi pemanfaatan ruang akan dibandingkan untuk mengetahui

proses perubahan arsitektural spasial sebagai akibat dari perubahan konsep

penggunaan Benteng Vredeburg, dari fungsi pertahanan/militear menuju fungsi

museum/edukasi. Hasil perbandingan yang diperoleh akan dipergunakan sebagai

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98833/potongan/S2-2016... · Bangunan Cagar Budaya dikukuhkan melalui Ketetapan Menteri Pendidikan

23  

variabel untuk merancang konsep bangunan Benteng Vredeburg sebagai museum

modern yang mengacu pada paradigma museum baru yang berbasis pada partisipasi

masyarakat.

Penelitian ini merupakan studi kasus pada Museum Benteng Vredeburg yang

bertujuan untuk melakukan telaah mendalam yang komprehensif atas proses

adaptasi alih-fungsi yang dilakukan untuk mengubah Benteng Vredeburg menjadi

fungsi Museum.

1.7.1 METODEPENGUMPULANDATA

Tahap pengumpulan data dilakukan sebagai berikut:

A. Data primer diperoleh dengan metode observasi langsung pada

bangunan eksternal Museum Benteng Vredeburg baik berupa

konfigurasi bangunan fisik maupun tata lanskap, perubahan-perubahan

fisik yang dapat ditelaah dengan mata telanjang serta bagaimana

perilaku dan reaksi pengunjung museum terhadap tata ruang yang

dipergunakan saat ini.

B. Data sekunder diambil observasi tidak langsung dilakukan pada data-

data dan arsip arsip berupa gambar kerja, dokumen kerja Museum

Benteng Vredeburg, laporan-laporan pasca-tender, serta laporan-

laporan program rehabilitasi bangunan museum serta dokumen lainnya

yang berkaitan.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98833/potongan/S2-2016... · Bangunan Cagar Budaya dikukuhkan melalui Ketetapan Menteri Pendidikan

24  

1.7.2 METODEANALISISDATA

Fokus penelitian akan bertumpu pada deskripsi aspek-aspek fisik dan teknis

pada bangunan cagar budaya dari museum diatas. Penulis akan memusatkan

analisis pada aspek ruang, baik dari segi pengelolaan dan penguasaan lokasi dan

materi yang disajikan. Fasilitas-fasilitas lainnya terutama fasilitas pendukung

konservasi objek dan fasilitas yang menjadi standar bangunan publik. Hal lainnya

adalah penerapan konsep konservasi dan preservasi bangunan

Untuk mencapai maksud tersebut, maka metode yang akan dipergunakan yaitu

metode analisis deskriptif komparatif. Dari data kualitatif yang terkumpul ini lalu

dilakukan klasifikasi dan identifikasi temuan berupa data-data pemugaran, renovasi

dan revitalisasi yang terjadi pada pada Benteng Vredeburg. Data kualitatif berupa

hasil observasi yang diperoleh dan data-data arsitektural pra-pemugaran pada tahun

1978 – 1981, data-data arsitektural pada rangkaian pemugaran periode 1981-1994

serta data arsitektural pasca revitalisasi 2011 akan dijabarkan dan dideskripsikan.

Data-data tersebut direduksi untuk kemudian interpretasi sesuai yang dibutuhkan.

Data deskriptif yang diperoleh akan memperlihatkan perubahan fisik bangunan dan

tata bangunan pada Benteng Vredeburg.

Tahapan berikutnya adalah tahapan pemaparan dan perbandingan data yang

telah di kategorikan sebelumnya dalam. Data-data berupa bentukan ruang dan

gubahan massa pada bangunan Museum Benteng Vredeburg dilakukan dengan

mendeskripsikan perubahan-perubahan yang dilakukan pada masa transisi tersebut

dan signifikansinya pada fungsi museum maupun pada integritas struktural dan

nilai sejarah bangunan. Data disajikan dalam bentuk komparasi gambar berupa

Page 25: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98833/potongan/S2-2016... · Bangunan Cagar Budaya dikukuhkan melalui Ketetapan Menteri Pendidikan

25  

denah, tampak dan potongan serta detail-detail yang relevan berdasarkan variabel

kondisi eksisting dan fungsi bangunan dan ruang.

Kemudian data yang diperoleh akan akan analisis untuk mengkaji kondisi

bangunan Museum Benteng Vredeburg dengan intrepretasi perubahan-perubahan

yang terjadi dalam proses adaptasi Benteng Vredeburg menjadi museum

kontemporer. Variabel-variabel berupa perubahan bentuk, perubahan fungsi ruang,

perubahan ruang interior serta variabel relevan lainnya yang muncul. Teknik gap

analisys sederhana akan dipergunakan untuk menyimpulkan dan menformulasikan

rambu-rambu pengembangan fisik pada museum modern dengan model pendekatan

museum partisipatif.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98833/potongan/S2-2016... · Bangunan Cagar Budaya dikukuhkan melalui Ketetapan Menteri Pendidikan

26  

Alur penelitian tesis ini dapat dirangkum sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bagan 1.1 Diagram Alur Penelitian Tesis. (Sumber: Sara Kusumawardhani, 2016)

Pengumpulan Data: 

Observasi langsung 

Studi Pustaka 

(laporan, arsip pengadaan dan 

tender, foto) 

Analisis Deskripsi:  

Data Arsitektural  

1760 ‐ 1945 

1945 ‐ 1978 

1978 – 1994 

1994 ‐2011 

Kategori Komparasi: 

Fungsi bangunan 

Penggunaan ruang 

Konfigurasi tapak 

 

Kesimpulan 

Proses adaptasi alih‐

fungsi yang dilakukan 

oleh Museum Benteng 

Vredeburg 

Kesimpulan 

Konsep Rancangan 

Adaptasi Alih‐Fungsi 

Museum BV 

Paradigma Museum 

Baru 

Museum Partisipatif 

 

 

Page 27: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98833/potongan/S2-2016... · Bangunan Cagar Budaya dikukuhkan melalui Ketetapan Menteri Pendidikan

27  

1.8 SISTEMATIKA PEMBAHASAN

 

Tulisan ini terdiri atas empat bab. Bab pertama berisi tentang latar belakang

permasalahan yang hendak dikaji. Selain latar belakang, bab pertama juga

menelaah rumusan masalah, serta tujuan dan manfaat penelitian. Bab ini juga

melakukan kajian terhadap ruang lingkup penelitian yang mencakup objek

penelitian. Kajian berupa tinjauan pustaka dan keaslian penelitian menelusuri

penelitian sebelumnya. Landasan teori dan metode penelitian yang mengupas

mengenai tahapan pengumpulan data dan metode analisis data yang menggunakan

proses analisi deskriptif komparatif.

Data yang terkumpul akan diulas pada bab kedua yang berjudul Proses

Pemanfaatn Ruang pada Pada Benteng Vredeburg yang terdiri dari dua sub-bab

yaitu sejarah dan latar belakang Benteng Vredeburg serta konservasi dan adaptasi

pada benteng Vredeburg. Pada sub-bab pertama akan dibahas mengenai latar

belakang munculnya Benteng Vredeburg sebagai bangunan, termasuk diantaranya

adalah sejarah Benteng Vredeburg dan nilai-nilai penting yang dianut oleh

bangunan tersebut. Pada sub-bab kedua akan dibahas mengenai kondisi eksisting

dan perubahan yang terjadi akibat proses adaptasi alih-fungsi pada Kompleks

Benteng Vredeburg dalam beberapa periode perubahan, yaitu keadaan pra 1978

sebelum Benteng Vredeburg mengalami proses adaptasi alihfungsi, periode

pemugaran tahun 1981-1994 yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan museum

serta revitaliasi di tahun 2010-2011 yang menandai mumculnya pengaruh

paradigma baru museum di Museum Benteng Vredeburg.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/98833/potongan/S2-2016... · Bangunan Cagar Budaya dikukuhkan melalui Ketetapan Menteri Pendidikan

28  

Bab ketiga akan melakukan perancangan ulang atas tatanan spasial pada

kompleks Museum Benteng Vredeburg sesuai dengan model museum partisipatif

sebagai salah satu model tren museum baru. Setelah itu akan dilanjutkan dengan

kesimpulan dan rekomendasi pada bab keempat.