bab i pendahuluan -...

17
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pertumbuhan dunia industri yang semakin pesat menyebabkan peningkatan konsumsi bahan bakar minyak. Bahan bakar minyak saat ini masih bertumpu pada bahan bakar fosil yang ketersediaannya semakin menipis dan dapat memicu krisis energi. Hal tersebut menyebabkan perkembangan penelitian mengenai energi terbarukan semakin marak. Diharapkan bahan bakar terbarukan ini akan dapat menjadi solusi dari ancaman krisis energi yang akan terjadi dimasa depan. Salah satunya adalah perkembangan bahan bakar minyak bersumber dari minyak nabati atau disebut biofuel. Menurut Giampietro dkk., (1997) biofuel dapat didefinisikan sebagai bahan bakar gas maupun cairan yang dapat diproduksi dari pemanfaatan substrat biomassa dan dapat bertindak sebagai pengganti (sebagian) dari bahan bakar fosil. Minyak nabati menjadi salah satu sumber biofuel yang menjadi perhatian banyak peneliti. Minyak nabati adalah minyak yang diperoleh dari minyak tanaman seperti minyak sawit. Perkembangan penelitian terkait biofuel semakin pesat seiring berkurangnya persediaan bahan bakar fosil. Biodiesel dan biogasoline sudah mulai dipelajari produksinya oleh beberapa peneliti. Minyak sawit merupakan salah satu minyak nabati yang dapat digunakan dalam proses pembuatan biofuel. Konversi hasil produksi biofuel dari minyak sawit secara umum adalah biodiesel (Choo dan Ma, 1996) dan biogasoline (Bathia dkk., 2009; Nurjannah dkk., 2010; Twaiq dkk., 1999). Produksi biogasoline maupun biodiesel tersebut menggunakan perengkahan katalitik sebagai proses pemecahan rantai karbon pada minyak sawit. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, namun hanya sebagian kecil dari minyak sawit yang diproduksi dalam negeri. Sebagian besar minyak sawit diekspor keluar negeri (Ermawati, 2013). Hal tersebut sangat disayangkan mengingat minyak sawit adalah salah satu bahan baku utama dalam pembuatan biofuel, baik biodiesel maupun biogasoline.

Upload: hoangbao

Post on 01-Apr-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82736/potongan/S1-2015... · I.1 Latar Belakang Pertumbuhan dunia industri yang semakin pesat menyebabkan

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pertumbuhan dunia industri yang semakin pesat menyebabkan

peningkatan konsumsi bahan bakar minyak. Bahan bakar minyak saat ini masih

bertumpu pada bahan bakar fosil yang ketersediaannya semakin menipis dan

dapat memicu krisis energi. Hal tersebut menyebabkan perkembangan penelitian

mengenai energi terbarukan semakin marak. Diharapkan bahan bakar terbarukan

ini akan dapat menjadi solusi dari ancaman krisis energi yang akan terjadi dimasa

depan. Salah satunya adalah perkembangan bahan bakar minyak bersumber dari

minyak nabati atau disebut biofuel. Menurut Giampietro dkk., (1997) biofuel

dapat didefinisikan sebagai bahan bakar gas maupun cairan yang dapat diproduksi

dari pemanfaatan substrat biomassa dan dapat bertindak sebagai pengganti

(sebagian) dari bahan bakar fosil. Minyak nabati menjadi salah satu sumber

biofuel yang menjadi perhatian banyak peneliti. Minyak nabati adalah minyak

yang diperoleh dari minyak tanaman seperti minyak sawit.

Perkembangan penelitian terkait biofuel semakin pesat seiring

berkurangnya persediaan bahan bakar fosil. Biodiesel dan biogasoline sudah

mulai dipelajari produksinya oleh beberapa peneliti. Minyak sawit merupakan

salah satu minyak nabati yang dapat digunakan dalam proses pembuatan biofuel.

Konversi hasil produksi biofuel dari minyak sawit secara umum adalah biodiesel

(Choo dan Ma, 1996) dan biogasoline (Bathia dkk., 2009; Nurjannah dkk., 2010;

Twaiq dkk., 1999). Produksi biogasoline maupun biodiesel tersebut menggunakan

perengkahan katalitik sebagai proses pemecahan rantai karbon pada minyak sawit.

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia,

namun hanya sebagian kecil dari minyak sawit yang diproduksi dalam negeri.

Sebagian besar minyak sawit diekspor keluar negeri (Ermawati, 2013). Hal

tersebut sangat disayangkan mengingat minyak sawit adalah salah satu bahan

baku utama dalam pembuatan biofuel, baik biodiesel maupun biogasoline.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82736/potongan/S1-2015... · I.1 Latar Belakang Pertumbuhan dunia industri yang semakin pesat menyebabkan

2

Katalis dalam dunia industri telah berkembang pesat. Telah terjadi

peralihan dari katalis homogen ke arah katalis heterogen. Hal ini disebabkan

katalis homogen memiliki kelemahan yaitu tidak dapat digunakan berulang dan

berpotensi menjadi pencemar lingkungan. Katalis heterogen memiliki sifat

sebaliknya, yaitu dapat digunakan berulang dengan proses aktivasi dan tidak

berpotensi mencemari lingkungan. Proses perengkahan minyak sawit

menggunakan katalis asam. Zeolit merupakan salah satu katalis asam yang sering

kali digunakan sebagai katalis dalam proses perengkahan. Namun, zeolit memiliki

kekurangan yaitu pori dari zeolit memiliki ukuran yang kecil, sehingga tidak

efektif untuk perengkahan senyawa dengan ukuran molekul yang besar. Untuk

mengatasi masalah tersebut dikembangkanlah material dengan ukuran pori yang

lebih besar untuk digunakan dalam proses perengkahan, dengan harapan akan

meningkatkan efektifitas perengkahan senyawa dengan molekul yang besar.

Salah satu material berpori yang digunakan adalah MCM-41 (Mobile

Composition Matter number 41). MCM-41 adalah material yang tersusun dari

rankaian SiO2, memiliki pori yang berukuran antara 2 nm – 50 nm (mesopori).

MCM-41 tidak memiliki situs asam sehingga tidak dapat digunakan langsung

sebagai katalis asam pada proses perengkahan. Berbagai metode sintesis material

mesopori MCM-41 telah dilakukan dengan silika bersumber bahan sintetik. TEOS

dan TMOS merupakan dua sumber silika sintetik yang sering digunakan dalam

proses sintesis MCM-41 (Mokhonoana dan Coville, 2010; Kim dkk., 1999; Zhao

dkk., 2000; Qin dkk., 2007). Silika berbahan dasar alam juga telah berhasil

digunakan sebagai sumber silika dalam sintesis material mesopori MCM-41.

Beberapa diantaranya adalah silika bersumber abu layang (fly ash) (Sutarno dkk.,

2003; Hui dan Chao, 2006; Misran dkk., 2007), silika bersumber abu sekam padi

(Siriluk dan Yuttapong, 2005; Suyanta dan Kuncaka, 2011) dan silika bersumber

dari lumpur Sidoarjo (Trisunaryanti dkk., 2012). Metode sintesis MCM-41 dapat

berupa dengan metode hidrotermal (Melendez dkk., 2012; Boukossa dkk., 2013

dan Khoiri, 2014) dan non-hidrotermal (Majid, 2014 dan Mody dkk., 2008).

Dalam penelitian kali ini, silika yang akan digunakan sebagai bahan dasar

dalam sintesis MCM-41 bersumber dari silika lumpur Sidoarjo. Pada tahun 2006,

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82736/potongan/S1-2015... · I.1 Latar Belakang Pertumbuhan dunia industri yang semakin pesat menyebabkan

3

terjadi bencana luapan Lumpur di kabupaten Sidoarjo. Lumpur Sidoarjo memiliki

3 bentuk berdasarkan bentuk butir dan memiliki banyak mineral didalamnya

(Setyowati, 2009; Malik dkk., 2009). Wiryasa dkk., (2008) menunjukkan bahwa

kandungan utama dari lumpur Sidoarjo adalah material silika dalam bentuk SiO2

sebesar 53,08 %, Fe2O3 5,60%, Al2O3 18,27%, kemudian oksida logam lainnya

tidak lebih dari 3%. Khoiri (2014) dan Majid (2014) mengemukakan bahwa

kandungan silika dalam lumpur Sidoarjo dapat dijadikan acuan bahwa lumpur

Sidoarjo sangat berpotensial untuk digunakan sebagai sumber silika dalam sintesis

material meopori.

Twaiq dkk., (2003) melakukan perengkahan minyak sawit dengan katalis

Al/MCM-41 (rasio Si/Al = 50) menghasilkan fraksi bensin sebesar 31,29%.

Bathia dan Tamunaidu (2006) menggunakan REY Zeolite (Rare Earth exchange Y

type-Zeolite) untuk perengkahan minyak sawit dan menghasilkan konversi sebesar

53,5% senyawa organik cair dengan 33,5% diantaranya adalah fraksi bensin.

Struktur Y-Zeolite memiliki ukuran yang lebih kecil dari struktur material

mesopori MCM-41, sehingga tidak efektif untuk perengkahan senyawa yang

berukuran besar. Namun, tingkat keasaman zeolit lebih tinggi daripada material

mesopori MCM-41. Sehingga dirumuskanlah apabila material MCM-41

diembankan logam transisi yang berukuran besar, seperti Co, Mo atau Ni, akan

menghasilkan material mesopori silika yang berukuran besar dan memiliki

keasaman tinggi. Proses penambahan logam dalam struktur MCM-41 merupakan

metode untuk meningkatkan keasamannya. Silika dari Lumpur Sidoarjo akan

menjadi reagen pembentuk katalis mesopori MCM-41 dan penambahan logam

transisi dalam struktur MCM-41 diharapkan dapat meningkatkan keasaman dari

katalis MCM-41.

Berdasarkan pemaparan diatas maka pada penelitian ini dilakukan sintesis

material mesopori dengan menggunakan silika dari lumpur Sidoarjo. Kebaharuan

dari penelitian ini adalah untuk pertama kalinya logam Co diembankan kedalam

material mesopori MCM-41 bersumber silika dari lumpur Sidoarjo. Pengembanan

logam pada umumnya dilakukan pada material mikropori zeolit. Ukuran pori

zeolit (mikropori) hanya dapat digunakan secara maksimal untuk reaksi katalitik

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82736/potongan/S1-2015... · I.1 Latar Belakang Pertumbuhan dunia industri yang semakin pesat menyebabkan

4

dengan umpan berukuran kecil maupun reaksi fasa gas. Pada penelitian ini

dilakukan pengembanan logam pada material mesopori MCM-41 sehingga dapat

digunakan sebagai katalis dalam proses katalitik dengan umpan berukuran besar.

Pengembanan logam Co dalam material mesopori MCM-41 akan digunakan

dalam proses perengkahan minyak sawit untuk mengetahui aktivitas katalitik

katalis berbasis silika lumpur Sidoarjo.

I.2 Tujuan

1. Sintesis material mesopori MCM-41 bersumber bahan alam silika

dari lumpur Sidoarjo dan karakterisasinya.

2. Sintesis dan karakterisasi katalis Co/MCM-41.

3. Uji aktivitas katalis Co/MCM-41 dalam proses hidrorengkah

minyak sawit.

I.3 Manfaat

1. Memberikan informasi mengenai pemanfaatan silika dalam lumpur

Sidoarjo sebagai bahan dasar pembuatan material mesopori silika

MCM-41.

2. Memberikan informasi mengenai metode perengkahan dalam

konversi minyak sawit menjadi produk hidrokarbon dengan

menggunakan katalis Co/MCM-41.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82736/potongan/S1-2015... · I.1 Latar Belakang Pertumbuhan dunia industri yang semakin pesat menyebabkan

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

II.1 Tinjauan Pustaka

II.1.1 Lumpur Sidoarjo

Lumpur Sidoarjo yang telah menyembur sejak Mei 2006 memiliki

kandungan oksida logam yang tinggi. Selain itu, densitas dari lumpur Sidoarjo

yang tinggi menyebabkan kerapatannya sangat tinggi sehingga sulit ditembus oleh

air. Berdasarkan kandungan butir, lumpur Sidoarjo memiliki 3 bentuk ukuran

yaitu lempung (Clay) 71,43% , lanau (Silt) 10,72% dan pasir (Sand) 17,86%

(Noerwasito dalam Setyowati, 2009). Mineral-mineral yang terdapat dalam

lumpur Sidoarjo antara lain yaitu kaolinit, iliit, klorit, kuarsa, kalsedon, opal,

feldspar, mika, besi oksida, glaukonit dan campuran komposit mineral amorf

(Malik dkk., 2009).

Pemanfaatan lumpur Sidoarjo saat ini telah banyak dilakukan dalam

bidang konstruksi material bangunan. Karimah (2012) menyebutkan lumpur

Sidoarjo dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran dalam pembuatan batako

bersama dengan abu layang (fly ash). Wiryasa dkk., (2008) membuat paving

block dengan lumpur Sidoarjo sebagai pengganti semen. Wiyono dkk., (2012)

menggunakan lumpur Sidoarjo sebagai bahan baku pembuatan mortar

geopolimer. Mortar geopolimer membutuhkan bahan baku material yang

mengandung silika dan alumina dalam konsentrasi tinggi. Berbagai penerapan

lumpur Sidoarjo sebagai bahan bangunan tidak lepas dari banyaknya oksida

logam (terutama silikat dan aluminat) yang berfungsi dapat menguatkan material

bahan bangunan.

Kandungan oksida logam yang terdapat dalam lumpur Sidoarjo sebagai

berikut: SiO2 53,8%, Al2O3 18,27%, Fe2O3 5,6%, CaO 2,07%, Na2O 2,97%, K2O

1,44%, TiO2 0,57%, MgO 2,89% dan SO2 2,96% (Balai Besar Keramik Bandung

dalam Ekaputri dan Triwulan, 2006). Komposisi tersebut dapat diketahui bahwa

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82736/potongan/S1-2015... · I.1 Latar Belakang Pertumbuhan dunia industri yang semakin pesat menyebabkan

6

kandungan silika dalam lumpur Sidoarjo sangat tinggi, sehingga dapat

dimanfaatkan sebagai material dasar dalam pembuatan material silika mesopori.

Ekstraksi silika dari lumpur Sidoarjo dapat dilakukan dengan metode

kontinyu, dengan pelarut basa KOH maupun NaOH. Fadli dkk., (2013)

melakukan pemisahan silika dari lumpur Sidoarjo menggunakan metode kontinyu

dengan pelarut KOH. Pemisahan dilakukan pada suhu 90 °C dan laju alir KOH 2 -

6 mL/menit. Hasil yang diperoleh Fadli dkk., lumpur Sidoarjo memiliki

kandungan silika sebesar 98,81% dengan rendemen sebesar 36,10%. „Adziimaa

dkk., (2013) mengekstrak silika dengan basa NaOH. Pemisahan silika dari lumpur

dilakukan dengan cara mereaksikan lumpur Sidoarjo yang sebelumnya telah

dicuci dengan akuades dan HCl dengan NaOH 7 M pada suhu 80 °C selama

1 jam. Kemudian filtrat dititrasi dengan HCl 3 M hingga pH 7 dan terbentuk

endapan putih. Endapan putih tersebut disaring dan dikeringkan. Trisunaryanti

dkk., (2012) juga telah mengekstrak silika dari lumpur Sidoarjo menggunakan

pelarut basa NaOH dengan metode refluks dengan suhu 100 °C, didapatlah

padatan putih dengan kandungan silika sebesar 97,25% dan rendemen sebesar

18,01%. Berdasarkan pemaparan diatas, ekstraksi silika telah dapat dilakukan

dengan baik dan mendapatkan silika dengan kadar diatas 90%.

II.1.2 Material mesopori MCM-41

Material berpori diklasifikasikan berdasarkan ukuran porinya menjadi 3,

yaitu mikropori, mesopori dan makropori. Material mikropori memiliki ukuran

pori kurang dari 2 nm, sedangkan mesopori memiliki ukuran 2 nm hingga 50 nm

dan makropori memiliki ukuran pori lebih besar dari 50 nm. Beck dkk., (1992)

menemukan material mesopori untuk pertama kali dan kemudian Kresge dkk.,

(1992) mengungkapkan salah satu material mesopori yang termasuk dalam

keluarga material M41S adalah MCM-41, dimana material MCM-41 memiliki

keseragaman pori yang tinggi. MCM-41 memiliki bentuk pori heksagonal dengan

keteraturan pori yang tinggi. Apabila dibandingkan dengan zeolit, MCM-41

memiliki ukuran pori yang lebih besar dan keteraturan pori yang lebih baik.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82736/potongan/S1-2015... · I.1 Latar Belakang Pertumbuhan dunia industri yang semakin pesat menyebabkan

7

Berbagai metode sintesis material mesopori MCM-41 telah dilakukan

dengan silika bersumber bahan alam maupun silika murni. Beberapa sumber silika

yang digunakan untuk sintesis MCM-41 adalah TEOS (Tetraetilortosilikat)

(Mokhonoana dan Coville, 2010; Kim dkk.,1999), TMOS (Tetrametilortosilikat)

(Zhao dkk., 2000; Qin dkk., 2007). Penggunaan silika sintetik dalam sintesis dapat

menghasilkan material dengan karakteristik yang baik. Namun penggunaan silika

sintetik membutuhkan biaya produksi yang lebih tinggi, sehingga dirumuskan

menggunakan silika berbahan dasar dari alam atau berbahan dasar silika yang

diekstrak dari limbah industri.

Silika berbahan dasar dari alam yang telah berhasil digunakan sebagai

sumber silika dalam sintesis material mesopori MCM-41 beberapa diantaranya

adalah silika bersumber abu layang (fly ash) (Sutarno dkk., 2003; Hui dan Chao,

2006; Misran dkk., 2007), silika bersumber abu sekam padi (Siriluk dan

Yuttapong, 2005; Suyanta dan Kuncaka, 2011) dan silika bersumber dari lumpur

Sidoarjo (Trisunaryanti dkk., 2012).

Penggunaan bahan alam sebagai sumber silika dapat menjadi salah satu

solusi akan ketersediaan reagen silika dalam sintesis MCM-41, sehingga dapat

digunakan dalam skala industri dan dapat menekan biaya produksi. Dalam lumpur

Sidoarjo sendiri terdapat silika dengan kandungan lebih dari 90% sehingga

lumpur Sidoarjo sangat berpotensial menjadi sumber silika yang berlimpah. Tidak

terdapat perbedaan yang mencolok pada karakteristik MCM-41 yang disintesis

menggunakan silika sintetik dengan silika bersumber bahan alam. Sehingga silika

bersumber bahan alam dapat digunakan untuk menggantikan silika sintetik dalam

sintesis MCM-41 (Suyanta dan Kuncaka, 2011).

Surfaktan CTAB (Cetiltrimetilamonium Bromida) digunakan sebagai

cetakan dalam sintesis MCM-41. Penggunaan surfaktan akan sangat berpengaruh

terhadap kondensasi gugus silanol dalam membentuk MCM-41. Anion dalam

surfaktan kation berpengaruh terhadap ketebalan dinding dan pembentukan pori

(Lin dan Mou, 2002). Bagian kepala surfaktan, yaitu pada gugus NH4+, akan

memiliki sifat hidrofilik, sedangkan pada bagian ekor akan bersifat hidrofobik

pada gugus alkilnya. Surfaktan akan mempengaruhi terbentuknya pori. Pori akan

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82736/potongan/S1-2015... · I.1 Latar Belakang Pertumbuhan dunia industri yang semakin pesat menyebabkan

8

membentuk struktur lamelar, heksagonal maupun kubik dikarenakan pengaruh

konsentrasi surfaktan dan temperatur pelarutan. Dalam Badriyah (2014), Raman

dkk., (1996) menunjukkan hubungan antara konsentrasi dan temperatur pelarutan

dengan fase pembentukan pori ditunjukkan dalam Gambar II.2 dapat diketahui

bahwa pembentukan pori heksagonal dimulai pada konsentrasi surfaktan 35%

hingga 65% dan misel mulai terbentuk pada suhu 40 °C. Kristal heksagonal akan

mulai terbentuk sejak temperatur 45 °C hingga 235 °C.

Pembentukan material mesopori MCM-41 akan terbentuk pada kondisi

konsentrasi surfaktan 35% - 65%, dan bila konsentrasi surfaktan melebihi 65%

maka yang terbentuk bukanlah material berpori heksagonal, namun sudah masuk

kategori material berpori kubik MCM-48. Fase lamelar akan terbentuk jika

konsentrasi surfaktan dalam pelarut air melebihi 67% dan di bawah kondisi

temperatur 50 °C hingga 290 °C. Pori dengan fasa lamelar ini disebut juga dengan

material mesopori MCM-50.

Gambar II.1 Mekanisme pembentukan MCM-41 (Beck dkk., 1992)

Mekanisme pembentukan material mesopori MCM-41 menurut Beck dkk.

(1992) dimulai dari pembentukan misel silindris oleh surfaktan, kemudian

teragregasi membentuk misel heksagonal cair. Saat penambahan silika

berlangsung, silika akan menempel pada gugus hidrofilik surfaktan, sehingga

akan mengisi baik permukaan luar maupun permukaan dalam misel heksagonal.

Mekanisme lainnya silika dapat pula menempel pada misel silindris surfaktan

sebelum teragregasi membentuk heksagonal. Misel silindris yang telah terlapisi

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82736/potongan/S1-2015... · I.1 Latar Belakang Pertumbuhan dunia industri yang semakin pesat menyebabkan

9

oleh silika barulah teragregasi membentuk struktur heksagonal. Sesuai dengan

yang dikemukakan oleh Raman dkk. (1996) dalam Badriyah (2014), kondisi

tersebut dapat diatur dengan memvariasikan konsentrasi surfaktan dalam pelarut

air.

Gambar II.2 Diagram fasa surfaktan dalam pelarut air (Raman dkk., 1996)

Karakterisasi material MCM-41 yang telah berhasil disintesis dapat dilihat

dari beberapa indikator, salah satunya berdasarkan difraktogram sinar X dan citra

penampakan dengan TEM. Material mesopori MCM-41 memiliki keteraturan

yang tinggi dengan struktur pori heksagonalnya, maka akan memberikan puncak

dalam rentang sudut rendah saat dianalisis dengan difraksi sinar X. Menurut Beck

dkk. (1992) dan Kresge dkk. (1992) MCM-41 akan memberikan puncak pada

sudut difraksi kurang dari 10 derajat. MCM-41 akan memberikan puncak difraksi

dengan dhkl (100) pada sudut 2 derajat dan dhkl (110) pada sudut 3,8 derajat.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82736/potongan/S1-2015... · I.1 Latar Belakang Pertumbuhan dunia industri yang semakin pesat menyebabkan

10

Gambar II.3 Difraktogram sinar X MCM-41 (Kresge dkk., 1992)

Sintesis material mesopori MCM-41 dapat dilakukan dengan metode

hidrotermal maupun non-hidrotermal. Metode hidrotermal dilakukan di bawah

temperatur 150 °C selama 10 jam dengan sumber silika TEOS dan CTAB sebagai

cetakan (Boukossa dkk., 2013). Majid (2014) menggunakan material silika

berbahan lumpur Sidoarjo sebagai sumber silika dan CTAB sebagai cetakan

MCM-41 dalam sintesis non-hidrotermal, mendapatkan material mesopori yang

disintesis dengan metode non-hidrotermal memiliki keteraturan dan struktur meso

yang lebih rendah daripada metode hidrotermal. Karakterisasi dengan TEM akan

memberikan citra material mesopori MCM-41 yang memiliki struktur heksagonal

teratur.

Gambar II.4 Citra TEM material mesopori MCM-41 (Han dkk., 2013)

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82736/potongan/S1-2015... · I.1 Latar Belakang Pertumbuhan dunia industri yang semakin pesat menyebabkan

11

II.1.3 Modifikasi MCM-41 dan perengkahan minyak sawit

Proses perengkahan merupakan proses pemecahan rantai hidrokarbon

yang panjang menjadi fragmen-fragmen yang lebih pendek. Pemecahan ini akan

memerlukan temperatur yang tinggi pada proses perengkahan termal. Untuk

menurunkan temperatur pada proses perengkahan dibutuhkan katalis yang

mempunyai situs asam Bronsted dan Lewis. Logam transisi dapat berperan

sebagai penyedia situs asam Bronsted dan Lewis dalam katalis. Sehingga

dirumuskan apabila logam transisi digunakan sebagai logam yang diembankan

dalam material berpori, akan meningkatkan situs asam Bronsted dan Lewis dari

material berpori.

Trisunaryanti dkk., (2005) mengemukakan dalam proses perengkahan

katalitik, diperlukan katalis heterogen (dalam fasa padat), dimana salah satu jenis

katalis heterogen tersebut adalah katalis logam teremban yang terdiri dari logam

teremban dan material pengemban seperti zeolit dan silika-alumina. Logam-logam

transisi seperti Fe, Co, Ni, Rd, Ru, Pd dan Pt dapat digunakan sebagai katalis,

namun bila digunakan sebagai logam murni akan mengalami sintering. Untuk

mengatasinya digunakan sistem pengemban (sistem katalis heterogen) sehingga

stabil secara termal dan tidak terjadi sintering (Agustine,1996). MCM-41

merupakan material berpori yang tidak memiliki situs asam sehingga untuk dapat

digunakan sebagai katalis dalam proses hidrorengkah perlu diembankan logam

transisi ke dalam pori MCM-41.

Terdapat beberapa metode pengembanan logam dalam material mesopori.

Beberapa diantaranya adalah metode langsung (incorporated) dan metode

impregnasi. Metode incorporated berlangsung dengan cara penambahan logam

saat sintesis MCM-41 berlangsung. Pengembanan logam transisi dengan metode

impregnasi adalah metode perendaman material mesopori silika dalam larutan

logam, dalam hal ini logam Co. Metode impregnasi digunakan dalam sintesis

katalis MCM-41 ini, dengan metode impregnasi kita dapat mengontrol berapa

banyak logam yang akan diembankan ke dalam material mesopori.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82736/potongan/S1-2015... · I.1 Latar Belakang Pertumbuhan dunia industri yang semakin pesat menyebabkan

12

Logam kobalt digunakan sebagai logam yang diembankan pada material

mesopori MCM-41 dengan tujuan untuk meningkatkan sifat keasaman material

mesopori. Logam kobalt memiliki elektron pada orbital d yang masih belum

berpasangan, sehingga akan meningkatkan keasaman material berpori. Penjabaran

tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa penambahan logam Co dalam material

mesopori MCM-41 akan meningkatkan keasaman katalis MCM-41 dan

meningkatkan aktivitas hidrorengkah material mesopori MCM-41. Silika hasil

ekstraksi lumpur Sidoarjo akan digunakan sebagai bahan dasar sintesis meterial

mesopori silika MCM-41, kemudian hasil sintesis tersebut akan diembankan

logam Co untuk membentuk katalis Co/MCM-41.

Gambar II.5 Perengkahan minyak sawit dengan katalis NiMo/Zeolite (Nasikin

dkk., 2009)

Perengkahan minyak sawit memerlukan katalis sebagai agen pemercepat

proses pemotongan rantai karbon. Minyak sawit memiliki komponen penyusun

berupa asam lemak. Berdasarkan Kusuma dkk., (2013) dalam Khoiri (2014)

kandungan utama minyak sawit adalah asam lemak linoleat dan olet. Komposisi

kandungan minyak sawit pada umumnya terdiri dari : asam laurat, asam miristat,

asam stearat dan asam linoleat dengan kandungan total sebesar 16,7% dan

kandungan utama minyak sawit adalah asam palmitat (C16:0) sebesar 42,9% dan

asam oleat (C18:1) sebesar 40,4%.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82736/potongan/S1-2015... · I.1 Latar Belakang Pertumbuhan dunia industri yang semakin pesat menyebabkan

13

Logam kobalt merupakan salah satu logam transisi yang dapat digunakan

sebagai katalis asam. Namun, apabila logam kobalt secara langsung digunakan

sebagai katalis, akan terjadi sintering. Sintering akan menyebabkan terjadinya

aglomerasi pada atom-atom logam, yaitu berupa penumpukan atom logam di satu

posisi. Hal ini akan menyebabkan penurunan luas permukaan spesifik katalis dan

menurunkan kebolehjadian kontak antara katalis dengan umpan dalam

perengkahan. Untuk mencegah sintering dan aglomerasi, maka diembankanlah

logam transisi tersebut dalam material berpori.

Kelebihan metode impregnasi basah adalah kita dapat mengkontrol berapa

banyak logam yang akan diembankan. Larutan logam yang akan diembankan

tidak disaring setelah proses perendaman dan refluks, namun langsung

dikeringkan. Kekurangan metode impregnasi basah adalah terdapat logam yang

tidak berikatan kuat dengan permukaan material berpori, hanya terjebak dalam

kanal sehingga mudah terelusi. Sedangkan pada proses pertukaran ion, setelah

proses perendaman, material disaring dari larutan garam prekursor, sehingga

logam yang berikatan akan lebih sedikit namun memiliki ikatan yang kuat dengan

permukaan material (Trisunaryanti, 2015).

Selama ini, pengembanan dilakukan terhadap material mikropori seperti

zeolit, namun kurang optimal untuk reaksi perengkahan senyawa organik

berukuran besar. Dikembangkanlah metode pengembanan logam transisi kedalam

material berukuran mesopori. MCM-41 digunakan sebagai material pengemban

logam kobalt untuk digunakan dalam proses hidrorengkah minyak sawit. Logam

kobalt memiliki elektron pada orbital d yang masih belum berpasangan,sehingga

akan meningkatkan keasaman material mesopori MCM-41.

II.2 Perumusan Hipotesis dan Rancangan Penelitian

II.2.1 Perumusan hipotesis 1

Sintesis material mesopori MCM-41 dapat dilakukan dengan

menggunakan silika bersumber bahan alam. Silika bersumber bahan alam yang

telah berhasil digunakan sebagai sumber silika untuk mensintesis material

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82736/potongan/S1-2015... · I.1 Latar Belakang Pertumbuhan dunia industri yang semakin pesat menyebabkan

14

mesopori MCM-41 diantaranya adalah silika bersumber abu layang (fly ash)

(Sutarno dkk., 2003; Hui dan Chao, 2006; Misran dkk., 2007), silika bersumber

abu sekam padi (Siriluk dan Yuttapong, 2005; Suyanta dan Kuncaka, 2011) dan

silika bersumber dari lumpur Sidoarjo (Trisunaryanti dkk., 2012). Trisunaryanti

dkk., (2012) telah mengekstrak silika dari lumpur Sidoarjo menggunakan pelarut

basa NaOH dengan metode refluks, kandungan silika sebesar 97,25% dan

rendemen sebesar 18,01% digunakan untuk sintesis material mesopori MCM-41.

Hasil ekstraksi silika dari lumpur Sidoarjo tersebut kemudian digunakan

oleh Majid (2014) dan Khoiri (2014) untuk mensintesis MCM-41 dengan metode

hidrotermal. Sintesis dilakukan dengan metode hidrotermal, dimana sumber silika

adalah silika dari lumpur Sidoarjo dan cetakan CTAB dibawah temperatur

hidrotermal 100 °C selama 24 jam. Didapatlah material mesopori MCM-41

dengan indeks hkl (100) pada sudut difraksi antara 1,8 - 2 derajat dan hkl (110)

pada sudut 3,8 derajat.

Hipotesis 1 : Jika dilakukan sintesis MCM-41 dengan metode hidrotermal seperti

yang telah dilakukan oleh Trisunaryanti dkk., (2012), Majid (2014)

dan Khoiri (2014), maka akan diperoleh material mesopori MCM-

41.

II.2.2 Perumusan hipotesis 2

Logam-logam transisi seperti Fe, Co, Ni, Rd, Ru, Pd dan Pt dapat

digunakan sebagai katalis asam, namun bila digunakan sebagai logam murni akan

mengalami sintering. Untuk mengatasinya digunakan sistem pengemban (sistem

katalis heterogen) sehingga stabil secara termal dan tidak terjadi sintering

(Agustine, 1996). Penambahan logam dalam material mesopori silika aluminat

akan meningkatkan situs asam Bronsted dan asam Lewisnya, hal ini dibuktikan

dengan uji adsorpsi Piridin (Chakraborty, 1999). Pengembanan logam transisi

dengan metode impregnasi basah memiliki keuntungan semua logam akan

teremban kedalam material mesopori, sedangkan dengan pertukaran ion akan

menyebabkan logam yang teremban lebih sedikit (Trisunaryanti, 2015).

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82736/potongan/S1-2015... · I.1 Latar Belakang Pertumbuhan dunia industri yang semakin pesat menyebabkan

15

Hipotesis 2 : Jika logam kobalt diembankan kedalam material MCM-41 dengan

metode impregnasi basah, maka akan didapatkan katalis asam

dengan tingkat keasaman katalis yang tinggi. Peningkatan keasaman

tersebut disebabkan oleh keseluruhan logam kobalt telah teremban

ke dalam material mesopori MCM-41.

II.2.3 Perumusan hipotesis 3

Logam transisi yang digunakan sebagai katalis monologam akan

mengalami sintering saat dipanaskan dalam temperatur reaksi yang tinggi. Untuk

menghindari sintering tersebut digunakanlah metode pengembanan logam

kedalam material berpori. Salah satunya dengan mengembankan logam kobalt

kedalam material MCM-41. Material MCM-41 memiliki keteraturan struktur

yang tinggi, hal tersebut ditunjukkan dari difraktogram sinar X material MCM-41

memiliki intensitas puncak dhkl (100) yang tinggi. Metode pengembanan

impregnasi basah dilakukan dengan mengaduk material MCM-41 bersama larutan

garam prekursor di bawah sistem refluks, sehingga logam akan terdistribusi

merata di permukaan MCM-41.

Hipotesis 3 : Jika distribusi logam kobalt merata di permukaan material MCM-

41, maka tidak ada penurunan intensitas dari difraktogram sinar X

MCM-41 pada sudut 1,8-2 derajat hkl (100).

II.2.4 Perumusan hipotesis 4

Pada tahun 2009, Bathia dkk., melakukan proses perengkahan minyak

sawit dengan Al-MCM-41 sebagai katalis. Produk biogasoline yang didapat

hanya mencapai 38%, di bawah konversi perengkahan menggunakan zeolit REY.

Rendahnya konversi tersebut membuat perlunya dilakukan modifikasi jenis logam

dan modifikasi proses pengembanan logam dengan metode impregnasi.

Nurjannah dkk., (2010) melakukan proses hidrorengkah minyak sawit dengan

katalis silika alumina dan HZSM-5 mendapatkan hasil fraksi bensin dengan yield

tertinggi 28,87%, kerosin 16,70%, dan diesel 12,20% pada suhu reaktor 450 °C

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82736/potongan/S1-2015... · I.1 Latar Belakang Pertumbuhan dunia industri yang semakin pesat menyebabkan

16

dan laju gas N2 100 mL/menit. Kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa

penggunaan katalis asam Al-MCM-41 sudah dapat menghasilkan hidrokarbon

dalam proses perengkahan walaupun masih rendah konversinya. Penggunaan

katalis berbasis silika alumina maupun zeolit juga tidak maksimal dalam

perengkahan minyak sawit karena keasaman yang rendah dan ukuran pori zeolit

tergolong dalam mikropori yang tidak sesuai dengan umpan minyak sawit yang

berukuran besar.

Hipotesis 4 : Jika dilakukan proses hidrorengkah minyak sawit menggunakan

katalis asam padat Co/MCM-41, maka akan diperoleh fraksi

hidrokarbon yang merupakan fraksi bahan bakar.

II.2.5 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui reprodusibilitas dari metode

ekstraksi silika lumpur Sidoarjo dan sintesis material mesopori MCM-41

bersumber bahan alam silika lumpur Sidoarjo dengan metode hidrotermal.

Material mesopori MCM-41 tersebut akan digunakan untuk menjadi material

pengemban logam kobalt dalam pembuatan katalis asam Co/MCM-41. Katalis

Co/MCM-41 akan diuji aktivitas katalitiknya dalam reaksi hidrorengkah minyak

sawit.

Ekstraksi silika dari lumpur Sidoarjo dilakukan dengan mencuci lumpur

dengan akuades untuk menghilangkan pengotor fisika seperti batu dan rumput

kering. Tahap selanjutnya adalah ekstraksi dengan refluks HCl 6 M selama 3 jam

dan refluks NaOH 6 M selama 14 jam di bawah suhu 90 °C. Padatan silika yang

diperoleh kemudian dianalisis dengan XRF untuk mengetahui kandungan silika di

dalamnya.

Sintesis MCM-41 dilakukan dengan silika bersumber hasil ekstraksi

lumpur Sidoarjo dan menggunakan CTAB sebagai surfaktan cetakan pori MCM-

41. Sintesis dilakukan dalam metode hidrotermal selama 24 jam pada temperatur

100 °C. MCM-41 yang diperoleh kemudian dikalsinasi pada suhu 540 °C selama

5 jam dengan kenaikan suhu 2 °C/menit. Dilakukan analisis dengan XRD dan

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82736/potongan/S1-2015... · I.1 Latar Belakang Pertumbuhan dunia industri yang semakin pesat menyebabkan

17

FT-IR pada MCM-41 sebelum kalsinasi dan sesudah kalsinasi, analisis GSA dan

TEM hanya untuk MCM-41 setelah kalsinasi.

Katalis Co/MCM-41 disintesis dengan metode impregnasi basah. Logam

kobalt akan diembankan kedalam material mesopori MCM-41 untuk mendapatkan

katalis asam. Logam kobalt seberat 1% (b/b) dan 0,5% (b/b) digunakan untuk

mensintesis katalis asam Co/MCM-41. MCM-41 direndam dalam larutan kobalt

nitrat dan dilakukan pengadukan selama 24 jam sebelum dikeringkan. Setelah

diperoleh padatan kering, dilakukan reduksi dengan suhu 450 °C selama 3 jam

dan diperoleh katalis Co/MCM-41 untuk kemudian dianalisis dengan XRD, uji

keasaman adsorpsi amonia dan uji aktivitas dalam perengkahan minyak sawit.

Uji aktivitas katalitik dilakukan dengan mereaksikan umpan minyak sawit

dengan katalis Co/MCM-41 dengan perbandingan katalis dan umpan 1:100 (b/v),

suhu reaksi 400 °C di bawah aliran gas hidrogen. Produk perengkahan yang

didapatkan kemudian dianalisis dengan GC-MS untuk mengetahui jenis

hidrokarbon hasil perengkahan minyak sawit dengan katalis Co/MCM-41.