bab i - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/95386/po...bab i pendahuluan...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat untuk berkomunikasi bagi
manusia. Hal ini memungkinkan manusia untuk menyampaikan gagasan, pikiran,
dan perasaan kepada individu lain (Alwasilah, 1990:12). Dalam proses
berkomunikasi, manusia dituntut untuk menyampaikan gagasan, pikiran, dan
perasaan dengan bahasa yang jelas agar lawan tutur dapat memahami informasi
yang disampaikan. Penutur dan lawan tutur juga harus saling memahami maksud
tuturan dengan baik agar komunikasi dapat berlangsung sesuai yang diharapkan.
Ungkapan pikiran dan gagasan yang disampaikan melalui bahasa tidak
semata-mata menghasilkan tuturan yang mengandung kata-kata dan struktur
gramatikal saja, tetapi juga memperlihatkan tindakan-tindakan melalui tuturan-
tuturan tersebut. Tindakan-tindakan yang diperlihatkan lewat tuturan tersebut,
dalam studi pragmatik biasa disebut sebagai tindak tutur (Yule, 2006:82). Salah
satu tindak tutur dalam studi pragmatik adalah tindak tutur direktif. Searle (dalam
Rohmadi, 2010:34-35) menyatakan bahwa direktif adalah tindak tutur yang
dilakukan oleh penuturnya dengan maksud agar lawan tutur melakukan tindakan
yang disebutkan dalam ujaran itu, misalnya menyuruh, memohon, menuntut,
menyarankan, dan menantang. Dalam hal ini, penutur dianjurkan untuk
menggunakan bahasa yang benar, baik, dan santun dalam menyatakan sebuah
tuturan agar lawan tutur tidak tersinggung dengan tuturan yang disampaikan.
KESANTUNAN DALAM TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA NASKAH DRAMA SYAMSU AN-NAHARKARYA TAUFIQ AL-HAKIM:ANALISIS PRAGMATIKRIADHOTUS SA'ADAH Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
2
Bahasa yang benar dan baik merupakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa
dan konteks saat bahasa tersebut dituturkan. Dengan menggunakan bahasa yang
benar dan baik, komunikasi akan berlangsung dengan lancar sehingga tidak
melanggar norma-norma kesantunan.
Kesantunan adalah suatu sistem hubungan antarmanusia yang diciptakan
untuk mempermudah hubungan dengan meminimalkan potensi konflik dan
perlawanan yang melekat dalam segala kegiatan manuasia (Yule, 2006:183).
Penyampaian gagasan dengan memperhatikan kesantunan berbahasa akan
mempermudah keberlangsungan komunikasi. Seperti halnya komunikasi
antarpenghuni kerajaan, yaitu antara raja dengan pangeran, putri, menteri, atau
pelayan. Perbedaan status sosial antarpenghuni kerajaan akan mempengaruhi
tuturan yang disampaikan. Seorang menteri yang status sosialnya lebih rendah
dari rajanya, harus menggunakan bahasa yang santun agar komunikasi
antarkeduanya berlangsung sesuai yang diharapkan. Hal tersebut berlaku juga
sebaliknya, seorang raja tidak boleh semena-mena terhadap para menterinya dan
pelayannya. Perbedaan status sosial antarpenghuni kerajaan tersebut akan tetap
berjalan sesuai yang diharapkan dengan cara tetap memperhatikan kesantunan
berbahasa.
Dalam studi pragmatik, kesantunan dalam tindak tutur direktif perlu untuk
dikaji terutama dalam bahasa Arab karena bahasa Arab adalah bahasa yang sudah
banyak dipakai oleh orang Indonesia dan dipelajari dalam tingkat menengah
sampai tingkat perguruan tinggi. Oleh karena itu, penelitian ini membahas tentang
kesantunan dalam tindak tutur direktif yang datanya dari naskah drama Syamsu
KESANTUNAN DALAM TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA NASKAH DRAMA SYAMSU AN-NAHARKARYA TAUFIQ AL-HAKIM:ANALISIS PRAGMATIKRIADHOTUS SA'ADAH Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
3
An-Nahār karya Taufīq Al-Ḥakīm, yaitu naskah drama berbahasa Arab yang latar
ceritanya berada dalam sebuah istana. Tokoh-tokoh di dalam naskah drama
tersebut memiliki status sosial yang berbeda sehingga tingkat jarak sosialnya pun
berbeda. Hal ini memungkinkan adanya berbagai macam tuturan dan tindak tutur
di dalam naskah tersebut. Selain itu, bahasa Arab yang digunakan dalam naskah
drama ini adalah bahasa Arab resmi atau fuṣḥah yang telah dijadikan bahasa
standar di berbagai Negara Arab serta di dalamnya juga terdapat banyak tindak
tutur direktif sehingga cocok dijadikan sebagai data penelitian untuk mendapatkan
gambaran mengenai tindak tutur direktif bahasa Arab.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan deskripsi yang telah diuraikan pada bagian latar belakang,
ada beberapa permasalahan yang perlu dirumuskan, yaitu: Apa saja bentuk-bentuk
tindak tutur direktif dan bagaimana kesantunan itu diekspresikan dalam tindak
tutur direktif bahasa Arab pada naskah drama Syamsu An-Nahār karya Taufīq Al-
Ḥakīm.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, penelitian ini
bertujuan untuk menginventarisasi bentuk ungkapan tindak tutur direktif bahasa
Arab, mendeskripsikan dan menjelaskan kategori kesantunan tindak tutur direktif
bahasa Arab pada naskah drama Syamsu An-Nahār karya Taufīq Al-Ḥakīm.
1.4 Tinjauan Pustaka
Sejauh pengamatan penulis, kajian tentang kesantunan tindak tutur direktif
sebelumnya pernah diteliti oleh Novianti (2008) dalam tesisnya yang berjudul
KESANTUNAN DALAM TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA NASKAH DRAMA SYAMSU AN-NAHARKARYA TAUFIQ AL-HAKIM:ANALISIS PRAGMATIKRIADHOTUS SA'ADAH Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
4
“Tindak Tutur Direktif dalam Bahasa Melayu Sambas”. Pada penelitian tersebut
dijelaskan bahwa wujud tuturan direktif dalam bahasa Melayu dialek Sambas
berkonstruksi imperatif, deklaratif dan interogatif. Wujud tuturan tersebut
mengandung 9 makna, yaitu: (1) perintah, (2) suruhan, (3) permohonan atau
harapan, (4) ajakan, (5) larangan, (6) pembiaran, (7) permintaan, (8) anjuran dan
(9) menyule`. Selain itu, wujud kesantunan pemakaian tuturan direktif dalam
bahasa Melayu dialek Sambas terbagi menjadi dua, yaitu (1) wujud kesantunan
berdasarkan ciri linguistik (kesantunan linguistik), (2) wujud kesantunan
berdasarkan ciri nonlinguistik (kesantunan pragmatik).
Puspitasari (2009) juga pernah meneliti tindak tutur direktif dalam
skripsinya yang berjudul “Penggunaan Strategi Kesantunan dalam Tindak Tutur
Direktif pada Novel Memoirs of a Geisha Karya Arthur Golden”. Pada penelitian
tersebut dinyatakan bahwa tuturan direktif dalam bentuk menyuruh (order)
merupakan tuturan yang paling sering digunakan dalam tuturan novel Memoirs of
a Geisha karya Arthur Golden. Penelitian tersebut memiliki kecenderungan
penggunaan strategi kesantunan Brown dan Levinson (1987) yaitu strategi
langsung tanpa basa-basi. Kemudian, penulis menemukan strategi kesantunan
positif yang digunakan oleh penutur untuk mengungkapkan tuturan direktif seperti
order, request, advise, tell, invite, suggest, instruct.
Mahmud (2010) dalam bukunya yang berjudul “Al-afʻa>lu Al-Inja>ziyatu fi>
Al-Arabyyati Al-Muʻa>s}irati” memaparkan bahwa bentuk-bentuk tindak tutur
direktif meliputi: “T}alabiyyah dan nafsiyyah. T}alabiyyah meliputi (1) t}alabu al-
ada>'i awi at-tarki (igra>', amr, isti'z|a>n, istiʻt}a>f, iqtira>h}, iltima>s, tah{z|i>r, tah}rid},
KESANTUNAN DALAM TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA NASKAH DRAMA SYAMSU AN-NAHARKARYA TAUFIQ AL-HAKIM:ANALISIS PRAGMATIKRIADHOTUS SA'ADAH Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
5
tah}d}i>d}, takhyi>r, tasyji>ʻ, tanbi>h, tahdi>d, taubi>kh, tawassul, duʻa>' (duʻa>' ʻalaihi dan
duʻa>' lah), qasam, nus}h}, nahi>, dan wasyyah. (2) Talabu al-iqba>li (istiga>s|ah, nida>',
nudbah, dan ʻard}). (3) T}alabu al-fahmi (istifta>', istifha>m, dan isti>d}a>h}). Nafsyyah
meliputi istibt}a>', tah}addin, tahakkum, taʻjiz, syatm, syakwa> (taz}allum),
t}ama'anah, mawa>sa>h, mah}a>sabah, maz}a>h, dan ʻita>b).”
Kesantunan dalam tindak tutur direktif juga pernah diteliti oleh Santoso,
Mardikantoro, dan Herwanti (2011) dalam penelitian mereka yang berjudul “Kode
dan Kesantunan dalam Tindak Tutur Direktif pada Rapat Dinas: Kajian
Sosiopragmatik Berperseptif Jender dan Jabatan”. Pada penelitian tersebut
dijelaskan bahwa penggunaan kode TTD, berupa kode Indonesia secara dominan,
baik baku maupun tidak baku, dan sebagian kecil berupa campur kode. Realisasi
kesantunan berbahasa, baik pemimpin rapat maupun peserta rapat (laki-laki)
dalam ber-TTD cenderung menggunakan tindak tutur langsung, baik berpenanda
kesantunan (misalnya tolong, harap, mari, silakan, penggunaan partikel –lah)
maupun tidak berpenanda kesantuanan.
Sari (2011) juga pernah meneliti kesantunan tindak tutur direktif dalam
skripsinya yang berjudul “Tindak Tutur Direktif dan Kesantunan Negatif dalam
Reality show Minta Tolong di Rajawali Citra Televisi Indonesia”. Pada penelitian
tersebut dinyatakan bahwa wujud tindak tutur direktif yang terdapat dalam RSMT
sebanyak tujuh jenis, yaitu: tindak tutur meminta, menasihati, menyarankan,
melarang, memperingatkan, mengingatkan dan membujuk. Sedangkan realisasi
strategi kesantunan negatif yang terdapat dalam RSMT ada lima, yaitu
menggunakan ungkapan secara tidak langsung, menggunakan pertanyaan
KESANTUNAN DALAM TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA NASKAH DRAMA SYAMSU AN-NAHARKARYA TAUFIQ AL-HAKIM:ANALISIS PRAGMATIKRIADHOTUS SA'ADAH Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
6
berpagar, meminimalkan paksaan, memberi penghormatan, dan menghindari
penyebutan penutur dan lawan tutur.
Hal yang sama juga pernah diteliti oleh Ardhiarta (2012) dalam skripsinya
yang berjudul “Kesantunan Berbahasa dalam Interaksi Sosial di Pondok Pesantren
Darul Ulum Jombang: Suatu Kajian Pragmatik”. Pada penelitian tersebut
dinyatakan bahwa beberapa faktor yang melatarbelakangi kesantunan berbahasa
yaitu: pertama, jarak sosial antara penutur dan lawan tutur. Kedua, status sosial
antara penutur dan lawan tutur. Ketiga, tindak tutur didasarkan atas kedudukan
relatif tindak tutur yang satu dengan yang lainnya. Keempat, adanya sikap
tawad}u’, hormat dan santun. Kelima, adanya ilmu Ladunni.
Adapun naskah drama Syamsu An-Nahār sebagai objek material, sejauh
pengamatan penulis pernah diteliti oleh Mukaromah (2012) dalam skripsinya
yang berjudul “Nasihat dalam Drama Syamsu An-Nahār Karya Taufīq Al-Ḥakīm
Kajian Semiotik”. Pada penelitian tersebut dinyatakan bahwa nasihat yang
terkandung dalam drama Syamsu An-Nahār berdasarkan kajian semotik Riffaterre
berupa, (1) percaya kepada Allah SWT, (2) menuntut ilmu, (3) teguh pendirian,
(4) bertanggung jawab, (5) percaya diri, (6) sabar, (7) qana’ah, (8) rendah hati, (9)
mandiri, (10) tidak berlebih-lebihan, (11) adil, (12) jujur, (13) tolong menolong,
(14) tidak menyia-nyiakan kesempatan, (15) saling menyanyangi antarsesama
makhluk hidup, (16) menjaga lisan, (17) menghormati orang tua, (18)
mengerjakan sesuatu yang lebih bermanfaat, (19) menahan diri dari sikap amarah,
(20) kerja keras, dan (21) kewaspadaan dalam hidup.
KESANTUNAN DALAM TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA NASKAH DRAMA SYAMSU AN-NAHARKARYA TAUFIQ AL-HAKIM:ANALISIS PRAGMATIKRIADHOTUS SA'ADAH Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
7
Penelitian kesantunan tindak tutur direktif pada tulisan ini, berbeda dengan
penelitian sebelumnya. Perbedaan tersebut terletak pada objek penelitian yang
dikaji. Pada penelitian ini, diambil kesantunan tindak tutur direktif pada sebuah
karya sastra yang berbentuk naskah drama berbahasa Arab, yaitu naskah drama
Syamsu An-Nahār karya Taufīq Al-Ḥakīm yang sebelumnya belum pernah diteliti
dengan pembahasan yang sama. Perbedaan pada objek material itulah yang
nantinya akan memunculkan perbedaan pada hasil penelitian ini dengan
penelitian-penelitian sebelumnya.
1.5 Landasan Teori
Beberapa para ahli mendefinisikan istilah pragmatik sebagai berikut:
menurut Yule (2006:3), pragmatik merupakan studi yang mempelajari tentang
maksud yang disampaikan oleh penutur dan ditafsirkan oleh pendengar. Sebagai
akibatnya studi pragmatik lebih berhubungan dengan maksud tuturan-tuturan yang
disampaikan oleh seseorang daripada makna leksikal dari tuturan-tuturan tersebut.
Sehubungan dengan hal ini, Wijana (2010:4) menyatakan bahwa pragmatik adalah
cabang linguistik atau ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara
eksternal, yaitu bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi.
Konteks merupakan komponen yang sangat penting dalam kajian
pragmatik. Leech (1993:20) menjelaskan bahwa konteks adalah latar belakang
pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan lawan tutur untuk
membantu lawan tutur menafsirkan makna tuturan. Selain konteks, komponen lain
yang penting dalam kajian pragmatik adalah penutur, lawan tutur dan tujuan tutur.
KESANTUNAN DALAM TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA NASKAH DRAMA SYAMSU AN-NAHARKARYA TAUFIQ AL-HAKIM:ANALISIS PRAGMATIKRIADHOTUS SA'ADAH Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
8
Tindak tutur merupakan salah satu pembahasan dalam kajian pragmatik.
Dalam penelitian ini, penulis hanya mengkaji tindak tutur direktif. Searle (dalam
Rohmadi, 2010:34-35) menyatakan bahwa direktif adalah tindak tutur yang
dilakukan oleh penuturnya dengan maksud agar lawan tutur melakukan tindakan
yang disebutkan dalam ujaran itu. Menurut Searle (dalam Leech, 1993:327) yang
termasuk tuturan direktif adalah ask (meminta), beg (meminta dengan sangat), bid
(memohon dengan sangat), command (memberi perintah), demand (menuntut),
forbid (melarang), recommend (menganjurkan), dan request (memohon).
Selain hal itu, menurut Wijana (2010:28-29), bentuk tindak tutur dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak
langsung serta tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal. Tindak tutur
langsung (direct speech act) adalah tindak tutur yang secara langsung
diungkapkan oleh penutur kepada lawan tutur baik berupa kalimat berita, tanya,
maupun perintah. Tindak tutur tidak langsung (indirect speech act) adalah tindak
tutur untuk memerintah seseorang agar melakukan sesuatu secara tidak langsung.
Biasanya menggunakan kalimat berita atau kalimat tanya agar orang yang
diperintah tidak merasa bahwa dirinya diperintah. Sedangkan tindak tutur literal
(literal speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan makna-
makna yang menyusunnya. Tindak tutur tidak literal (nonliteral speech act)
adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama dengan makna kata-kata yang
menyusunnya.
Leech, (1993:206-207) berpendapat bahwa sebuah wacana kontekstual,
yaitu proses percakapan yang terikat konteks, akan berlangsung lancar apabila
KESANTUNAN DALAM TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA NASKAH DRAMA SYAMSU AN-NAHARKARYA TAUFIQ AL-HAKIM:ANALISIS PRAGMATIKRIADHOTUS SA'ADAH Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
9
peserta-peserta tutur memenuhi prinsip kesantunan yang terjabar dalam enam
maksim, yaitu: (1) maksim kebijaksanaan (tact maxim) adalah aturan dalam
pertuturan dengan cara meminimalkan kerugian terhadap lawan tutur dan
memaksimalkan keuntungan bagi lawan tutur. (2) Maksim kedermawanan
(generosty maxim) adalah pertuturan dengan meminimalkan keuntungan bagi diri
sendiri dan memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri. (3) Maksim pujian
(approbation maxim) adalah aturan pertuturan yang meminimalkan
ketidakhormatan terhadap orang lain dan memaksimalkan pujian kepada orang
lain. (4) Maksim kerendahan hari (modezty maxim) adalah aturan dalam
pertuturan dengan memaksimalkan ketidakhormatan terhadap diri sendiri, dan
meminimalkan rasa hormat terhadap diri sendiri. (5) Maksim kesepakatan
(agreement maxim) adalah aturan dalam pertuturan dengan memaksimalkan
kesetujuan terhadap orang lain. (6) Maksim kesimpatian (simpaty maxim) adalah
aturan dalam pertuturan dengan memaksimalkan rasa simpati kepada orang lain,
dan meminimalkan rasa antipati kepada orang lain.
Prinsip kesantunan sangat erat kaitannya dengan parameter pragmatik
yang berupa: (1) tingkat jarak sosial (distance rating) ditentukan berdasarkan
ukuran parameter keakraban dan parameter perbedaan umur, jenis kelamin, dan
latar belakang sosiokultural. Semakin jauh jarak sosial antara penutur dengan
lawan tutur, tuturan yang digunakan akan cenderung semakin santun. Sebaliknya,
semakin dekat jarak status sosial diantara keduanya, akan semakin berkurang
peringkat kesantunan tuturan tersebut. (2) Tingkat status sosial (power rating)
didasarkan atas kedudukan yang asimetrik antara penutur dan lawan tutur di
KESANTUNAN DALAM TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA NASKAH DRAMA SYAMSU AN-NAHARKARYA TAUFIQ AL-HAKIM:ANALISIS PRAGMATIKRIADHOTUS SA'ADAH Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
10
dalam konteks pertuturan. Di ruang praktik seorang dokter memiliki kedudukan
yang lebih tinggi dari seorang polisi. Akan tetapi, di jalan raya polisi dapat
menilangnya bila sang dokter melakukan pelanggaran. Dalam konteks yang
terakhir ini polisi memiliki status sosial yang lebih tinggi. (3) Tingkat peringkat
tindak tutur (rank rating) didasarkan atas kedudukan relatif tindak tutur yang satu
dengan tindak tutur yang lain. Misalnya, di dalam situasi normal meminjam mobil
kepada seseorang mungkin dipandang tidak sopan, atau tidak mengenakan. Akan
tetapi, di dalam situasi yang mendesak (darurat) semisal untuk mengantar orang
sakit keras, tindakan itu wajar-wajar saja, Leech (dalam Rohmadi, 2010:22-23).
Menurut Leech (1993:194-195) ada tiga skala yang dapat menunjukkan
derajad kesantunan yang sesuai dengan situasi percakapan tertentu, yaitu: (1)
skala untung-rugi, pada skala ini menunjuk kepada besar kecilnya kerugian dan
keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan.
Semakin tuturan tersebut merugikan diri penutur, akan dianggap semakin santun.
Demikian sebaliknya, semakin tuturan itu menguntungkan diri penutur akan
semakin dianggap tidak santun. (2) Skala kemanasukaan, skala ini menunjuk
kepada panjang pendek atau banyak sedikitnya pilihan yang disampaikan penutur
kepada lawan tutur. Semakin pertuturan itu memungkinkan lawan tutur
menentukan pilihan yang banyak dan leluasa, akan dianggap semakin santun.
Sebaliknya, apabila pertuturan itu sama sekali tidak memberikan kemungkinan
memilih bagi si lawan tutur, tuturan tersebut akan dianggap tidak santun. Menurut
Rahardi (2009:27), dikatakan demikian karena sebenarnya tuturan yang
memberikan sejumlah pilihan itu memang memiliki kadar ketegasan atau
KESANTUNAN DALAM TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA NASKAH DRAMA SYAMSU AN-NAHARKARYA TAUFIQ AL-HAKIM:ANALISIS PRAGMATIKRIADHOTUS SA'ADAH Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
11
kelangsungan yang rendah. Sebaliknya, ketidakhadiran pilihan dalam sebuah
pertuturan itu mengindikasikan tingkat kelangsungan atau ketegasan yang tinggi.
(3) Skala ketidaklangsungan, skala ini menunjuk kepada peringkat langsung atau
tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu bersifat langsung
akan dianggap semakin tidak santun. Demikian sebaliknya, semakin tidak
langsung maksud sebuah tuturan, akan dianggap semakin santun.
Berdasarkan tinjauan pustaka (1.4), bentuk-bentuk tindak tutur direktif
sangatlah beragam, akan tetapi dalam penelitian ini membahas bentuk tindak tutur
direktif langsung dan tidak langsung yang berupa ask (meminta), beg (meminta
dengan sangat), bid (memohon dengan sangat), command (memberi perintah),
demand (menuntut), forbid (melarang), recommend (menganjurkan), dan request
(memohon) saja, karena dianggap lebih sederhana. Selain itu penelitian ini juga
membahas kesantunan tindak tutur direktif kategori santun dan kategori tidak
santun, dengan berdasar pada parameter pragmatik dan skala yang dapat
menunjukkan derajad kesantunan tersebut di atas.
1.6 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Objek material
dalam penelitian ini adalah naskah drama Syamsu An-Nahār karya Taufīq Al-
Ḥakīm. Objek formal dalam penelitian ini adalah kesantunan dalam tindak tutur
direktif pada naskah drama Syamsu An-Nahār karya Taufīq Al-Ḥakīm. Menurut
Sudaryanto (1993:5), tiga tahap upaya strategis dalam penelitian bahasa secara
berurutan, yaitu: penyediaan data, penganalisisan data, dan penyajian hasil
KESANTUNAN DALAM TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA NASKAH DRAMA SYAMSU AN-NAHARKARYA TAUFIQ AL-HAKIM:ANALISIS PRAGMATIKRIADHOTUS SA'ADAH Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
12
analisis data yang bersangkutan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan tiga
tahapan yang telah disebutkan di atas.
Pada tahap penyediaan data, naskah drama Syamsu An-Nahār karya
Taufīq Al-Ḥakīm sebagai sumber data didapatkan dengan cara mengunduhnya
melalui internet. Kemudian, tuturan-tuturan yang ada dalam naskah drama
tersebut di simak, dibaca, dan diartikan ke dalam bahasa Indonesia. Tahap
selanjutnya adalah pengumpulan data yang berupa tuturan yang mengandung
tindak tutur direktif, dilakukan dengan membaca berulang-ulang tuturan-tuturan
yang terdapat pada naskah drama tersebut. Setelah itu, tuturan-tuturan yang
mengandung tindak tutur direktif diberi penanda, lalu dicatat dalam kertas folio
dengan bulpoin, sesuai klasifikasi bentuk tindak tutur direktif (langsung atau tidak
langsung) baik berupa ask, beg, bid, command, demand, forbid, recommend, dan
request. Setelah data terhimpun dalam kertas folio, data tersebut kemudian
diklasifikasikan sesuai dengan kategorinya, yaitu kategori santun dan kategori
tidak santun. Klasifikasi data dilakukan untuk mendapatkan tipe-tipe data yang
tepat dan cermat, untuk mempermudah analisis pada tahap-tahap selanjutnya.
Setelah data terklasifikasi berdasarkan bentuk tindak tutur dan kategori
kesantunan, data tersebut diketik dalam komputer, lalu ditransliterasikan ke dalam
tulisan latin berdasarkan pedoman transliterasi yang dikeluarkan oleh Menteri
Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Pada tahap analisis data, penulis menggunakan metode analisis
kontekstual. Menurut Rahardi (2005:16), metode analisis kontekstual adalah cara-
cara analisis yang diterapkan pada data dengan mendasarkan, memperhitungkan,
KESANTUNAN DALAM TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA NASKAH DRAMA SYAMSU AN-NAHARKARYA TAUFIQ AL-HAKIM:ANALISIS PRAGMATIKRIADHOTUS SA'ADAH Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
13
dan mengaitkan identitas konteks-konteks yang ada. Dalam hal ini, penafsiran
tuturan selalu diawali dengan penyajian konteks. Konteks itu sendiri merupakan
lingkungan (fisik maupun non-fisik) di mana entitas bahasa itu digunakan,
Rahardi (2009:36). Konteks pada naskah drama Syamsu An-Nahār karya Taufīq
Al-Ḥakīm diperoleh dari semua aspek di luar bahasa yang melatarbelakangi
kesantunan dalam tindak tutur direktif yang dituturkan pada naskah drama
tersebut.
Tahap terakhir adalah tahap penyajian hasil analisis data. Penulis
menggunakan metode informal yaitu penyajian hasil penelitian dipaparkan secara
deskriptif dengan kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993:145). Setelah itu, hasil
analisis data dipaparkan dalam bentuk laporan penulisan.
1.7 Sistematika Penulisan
Hasil penelitian ini disajikan dalam empat bab, yaitu: Bab I berisi
pendahuluan. Pendahuluan terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika
penulisan, dan pedoman transliterasi. Bab II berisi tentang bentuk-bentuk tindak
tutur direktif pada naskah drama Syamsu An-Nahār karya Taufīq Al-Ḥakīm. Bab
III dipaparkan mengenai kategori kesantunan dalam tindak tutur direktif pada
naskah drama Syamsu An-Nahār karya Taufīq Al-Ḥakīm, dan Bab IV berisi
kesimpulan dan saran hasil penelitian.
KESANTUNAN DALAM TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA NASKAH DRAMA SYAMSU AN-NAHARKARYA TAUFIQ AL-HAKIM:ANALISIS PRAGMATIKRIADHOTUS SA'ADAH Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
14
1.8 Pedoman Translitrasi Arab-Latin
Penulisan transliterasi Arab-Latin dalam penelitian ini menggunakan
pedoman transliterasi dari keputusan bersama Mentri Agama RI dan Mentri
Pendidikan dan Kebudayaan RI no. 158 tahun 1987 dan no. 0543 b/U/1987.
1. Konsonan
Konsonan bahasa Arab dilambangkan dengan huruf hijaiyah/disebut huruf
Arab. Daftar huruf Arab dan lambang transliterasi dalam huruf latin akan
disajikan dalam tabel berikut.
Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan
Alif tidak dilambangkan Tidak dilambangkan ا
Ba B Be ب
Ta T Te ت
Śa Ṡ S (dengan titik diatasnya) ث
Jim J Je ج
Ha Ḥ H (dengan titik di bawahnya) ح
Kha Kh Ka dan ha خ
Dal D De د
Żal Ż Z (dengan titik di atasnya) ذ
Ra R Er ر
Za Z Zet ز
Sin S Es س
Syin Sy Es dan ye ش
Sad Ṣ S (dengan titik di bawahnya) ص
Dad Ḍ D (dengan titik di bawahnya) ض
Ta Ṭ T (dengan titik di bawahnya) ط
KESANTUNAN DALAM TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA NASKAH DRAMA SYAMSU AN-NAHARKARYA TAUFIQ AL-HAKIM:ANALISIS PRAGMATIKRIADHOTUS SA'ADAH Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
15
Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan
Za Ẓ Z (dengan titik di bawahnya) ظ
Ain ‘ Koma terbalik (di atas)‘ ع
Gain G Ge غ
Fa F Ef ف
Qaf Q Qi ق
Kaf K Ka ك
Lam L El ل
Mim M Em م
Nun N En ن
Wawu W We و
Ha H Ha ه
ˋ Hamzah ء
Apostrof, tetapi lambang ini
tidak dipergunakan untuk
hamzah diawal kata
Ya Y Ye ي
2. Vokal
Vokal bahasa Arab, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal
rangkap atau diftong, dan vokal panjang.
Vokal tunggal Diftong Vokal Panjang
Tanda Latin Tanda Latin Tanda Latin
_ A ي... Ai ا ...ى... Ā
I و... Au ي... Ī
_ U و... Ū
KESANTUNAN DALAM TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA NASKAH DRAMA SYAMSU AN-NAHARKARYA TAUFIQ AL-HAKIM:ANALISIS PRAGMATIKRIADHOTUS SA'ADAH Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
16
3. Tā Marbūtah
Transliterasi untuk tā Marbūtah ada dua, yaitu: tā Marbūtah hidup atau
mendapat harakat fathah, kasrah, atau dammah, transliterasinya adalah /t/ dan tā
Marbūtah mati atau mendapat sukūn, transliterasinya adalah /h/. Kata terakhir
dengan tā Marbūtah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al serta
kedua kata itu terpisah, maka tā Marbūt}ah itu ditransliterasikan dengan /h/.
Contoh : املنور املدينة al-Madinah al-Munawwarah.
4. Syaddah
Tanda Syaddah dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang
diberi tanda syaddah tersebut.
Contoh : نزل : nazzala
5. Kata Sandang
Transliterasi kata sandang dibedakan atas kata sandang yang diikuti oleh
huruf syamsiyyah dan kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyyah. kata
sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah ditransliterasikan sesuai dengan
bunyinya, yaitu huruf /I/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang
langsung mengikuti kata sandang tersebut.
Contoh : الشمس : asy-syamsu
Kata sandang yang diikuti huruf qamariyah ditransliterasikan sesuai
dengan bunyinya, yaitu /I/ ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Contoh : القمر : al-qamar
KESANTUNAN DALAM TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA NASKAH DRAMA SYAMSU AN-NAHARKARYA TAUFIQ AL-HAKIM:ANALISIS PRAGMATIKRIADHOTUS SA'ADAH Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
17
6. Hamzah
Hamzah ditransliterasikan dengan apostrof jika terletak ditengah dan akhir
kata. Bila terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab
berupa alif.
Contoh : إن : inna, ويأخذ : ya'khużu, قرأ : qara'a
7. Penulisan Kata
Pada dasarnya setiap kata ditulis terpisah, tetapi untuk kata-kata tertentu
yang penulisannya dalam huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain
karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan, maka transliterasinya
dirangkaikan dengan kata lain yang mengikutinya.
Contoh : وإن اهلل هلو خري الرازقني : Wa innallāha lahuwa khair ar-rāziqīn
8. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab tidak dikenal huruf kapital, tetapi
dalam transliterasinya huruf kapital digunakan dengan ketentuan Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD).
Contoh : و ما حممد إال رسول : Wa mā Muhammadun illā rasūl
KESANTUNAN DALAM TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA NASKAH DRAMA SYAMSU AN-NAHARKARYA TAUFIQ AL-HAKIM:ANALISIS PRAGMATIKRIADHOTUS SA'ADAH Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/