bab i, ii, iii, kesim, dafpus fixxx

42
1 BAB I PENDAHULUAN Stroke adalah suatu sindroma yang ditandai dengan gangguan fungsi otak, fokal atau global, yang timbul mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian tanpa penyebab yang jelasn selain vaskuler (WHO, 1998). Stroke atau serangan otak (brain attack) sampai saat ini masih merupakan masalah besar, sekaligus tantangan di bidang kesehatan. Data epidemiologik dari berbagai wilayah di seluruh dunia saat ini menunjukkan bahwa stroke menduduki peringkat kedua dalam urutan penyebab kematian. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organization), pada tahun 1999 diperkirakan 5,54 juta orang meninggal akibat stroke. Jumlah ini merupakan 9.5% dari seluruh kematian di dunia (Islam,2004). Hingga sekitar 50% stroke diakibatkan oleh peningkatan tekanan darah dan hipertensi merupakan faktor resiko utama yang dapat dimodifikasi. Resiko terjadinya stroke dapat dilihat dari hubungan antara

Upload: rick-van-dew

Post on 12-Jul-2016

44 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

bnmkj

TRANSCRIPT

Page 1: Bab i, II, III, Kesim, Dafpus Fixxx

1

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke adalah suatu sindroma yang ditandai dengan gangguan fungsi otak,

fokal atau global, yang timbul mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam atau

berakhir dengan kematian tanpa penyebab yang jelasn selain vaskuler (WHO,

1998). Stroke atau serangan otak (brain attack) sampai saat ini masih merupakan

masalah besar, sekaligus tantangan di bidang kesehatan. Data epidemiologik dari

berbagai wilayah di seluruh dunia saat ini menunjukkan bahwa stroke menduduki

peringkat kedua dalam urutan penyebab kematian. Berdasarkan laporan WHO

(World Health Organization), pada tahun 1999 diperkirakan 5,54 juta orang

meninggal akibat stroke. Jumlah ini merupakan 9.5% dari seluruh kematian di

dunia (Islam,2004).

Hingga sekitar 50% stroke diakibatkan oleh peningkatan tekanan darah

dan hipertensi merupakan faktor resiko utama yang dapat dimodifikasi. Resiko

terjadinya stroke dapat dilihat dari hubungan antara kenaikan tekanan darah baik

sistolik maupun diastolik pada pria dan wanita dari semua kalangan usia, dimana

tekanan darah sistolik lebih berpengaruh. Insidensi stroke meningkat sekitar 25%

setiap kenaikan tekanan sistolik 10 mmHg. Baik stroke iskemik maupun

hemoragik memiliki hubungan yang kuat dengan hipertensi. Setiap kenaikan

tekanan sistolik 20 mmHg resiko terjadinya stroke iskemik dan hemoragik

meningkat 2,23-3,18 kali (Abro et al, 2007). Data epidemiologi menunjukkan

bahwa hipertensi merupakan salah satu faktor resiko yang penting pada stroke,

baik tekanan sistolik maupun diastolik mempunyai peranan yang sama terhadap

Page 2: Bab i, II, III, Kesim, Dafpus Fixxx

2

kemungkinan timbulnya stroke, diketahui pula bahwa insiden stroke meningkat

sejalan dengan tingginya tekanan darah, disamping itu tekanan darah yang tetap

tinggi pada penderita stroke berpengaruh buruk terhadap prognosis jangka

panjang, baik terhadap kemungkinan terjadinya stroke ulang atau kematian jangka

panjang pasca strokr (cachofeira, 2009). Pada kebanyakan kasus, hipertensi

terdeteksi saat pemeriksaan fisik karena penyakit tertentu, sehingga sering disebut

silent killer. Tanpa disadari penderita mengalami komplikasi pada organ vital

seperti jantung, otak ataupun ginjal. Gejala-gejala akibat hipertensi seringkali

terjadi pada saat hipertensi sudah lanjut disaat tekanan darah sudah mencapai

angka tertentu yang bermakna (Roger et al, 2011)

Data epidemiologi menunjukkan bahwa hipertensi merupakan salah satu

faktor risikoyang paling panting pada stroke, baik tekanan sistolik maupun

diastolik mempunyai perananyang sama terhadap kemungkinan timbulnya

stroke, diketahui pula bahwa insiden stroke meningkat sejalan dengan

tingginya tekanan darah, di samping itu tekanan darah yang tetaptinggi pada

penderita stroke berpengaruh buruk terhadap prognosa jangka panjang,

baik (terhadap kemungkinan terjadinya stroke ulang atau kematian jangka

panjang pasca stroke) (cachofeira, 2009).

Pada kebanyakan kasus, hipertensi terdeteksi saat permeriksaan fisik

karena alasan penyakit tertentu, sehingga sering disebut sebagai silent killer.

Tanpa disadari penderita mnegalami komplikasi pada organ organ vital seperti

jantung, otak maupun ginjal. Gejala-gejala akibat hipertensi seringkali terjadi pada

saat hipertensi seringkali terjadi pada saat hipertensi sudah lanjut disaat tekanan

darah sudah mencapai angka tertentu yang bermakna (Roger, 2011)

Page 3: Bab i, II, III, Kesim, Dafpus Fixxx

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tekanan Darah

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Tekanan darah

2.1.1.1 Anatomi pembuluh darah

Gambar 2.1 Anatomi pembuluh darah

2.1.1.2 Fisiologi pembuluh darah

Hubungan antara tekanan,aliran dan resistensi. Aliran darah yang

melalui pembuluh darah ditentukan oleh dua faktor : (1) perbedaan tekanan

daradi antara kedua ujung pembuluh, kadang-kadang juga disebut gradien

tekanan di sepanjang pembuluh darah, dan (2) rintangan bagi aliran darah

yang melalui pembuluh, yang disebut resistensi pembuluh darah.

Pada pembuluh darah, P1 mewakili tekanan pada permulaan

pembuluh: pada ujung yang lain tekanannya adalah p2. Resistensi terjadi

karena gesekan antara aliran darah dan endotel di dalam pembuluh darah di

sepanjang bagian dalam pembuluh. Aliran melalui pembuluh dapat dihitung

melalui rumus berikut, yang disebut hukum ohm :

Page 4: Bab i, II, III, Kesim, Dafpus Fixxx

4

F = Δ P/ R

F adalah aliran darah, delta P adalah perbedaan tekanan (p1-p2) antara

kedua ujung pembuluh, dan R adalah resistensi. Sebagai pengaruhnya, rumus

ini menetapkan bahwa aliran darah berbanding lurus dengan perbedaan

tekanan tetapi berbanding terbalik dengan resistensi

Tekanan darah hampir selalu dinyatakan dalam milimeter air raksa

(mmHg) karena manometer air raksa telah dipakai sejak lama sebagai rujukan

baku untuk pengukuran tekanan. Sebenarnya, tekanan darah berarti daya yang

dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh. Bila

dikatakan bahwa tekanan dalam pembuluh adalah 50 mmHg, hal itu berarti

bahwa daya yang dihasilkan cukup untuk mendorong kolom air raksa

melawan gravitasi sampai setinggi 50 mm. Bila tekanan adalah 100 mmHg,

kolom air raksa akan didorong setinggi 100 mm.

Metode pengukuran tekanan darah dengan ketepatan tinggi. Air raksa

dalam manometer air raksa sangat lembab sehingga tidak bisa naik dan turun

secara cepat. Karena alasan inilah, manometer air raksa, meskipun sangat baik

untuk pengukuran tekanan yang stabil, tidak dapat berespon terhadap

perubahan tekanan yang stabil, tidak dapat berespons terhadap perubahan

tekanan yang terjadi lebih cepat dari 1 siklus setiap 2 sampai 3 detik.

Resistensi merupakan hambatan aliran darah dalam pembuluh, tetapi

tidak dapat diukur secara langsung dengan cara apapun. Sebaliknya, resistensi

harus dihitung dari pengukuran aliran darah dan perbedaan tekanan antara dua

titik di dalam pembuluh. Bila perbadaan tekanan antara dua titik adalah 1

Page 5: Bab i, II, III, Kesim, Dafpus Fixxx

5

mmHg dan aliran adalah 1ml/detik, resistensinya dikatakan sebesar 1 satuan

resistensi perifer, biasanya disingkat PRU ( peripheral resistensi unit).

Kecepatan aliran darah yang melalui seluruh sistem sirkulasi sama

dengan kecepatan pompa darah oleh jantung-yakni, sama dengan curah

jantung. Pada orang dewasa, kecepatannya sekitar 100 ml/detik. Perbedaan

tekanan dari arteri sistemik sampai vena sistemik adalah sekitar 100 mmHg.

Oleh karena itu, resistensi di seluruh sirkulasi sistemik, yang disebut resistensi

perifer total, adalah sekitar 100/100, atau 1 PRU.

Pada keadaan ketika semua pembuluh darah di seluruh tubuh

berkontraksi kuat, resistensi perifer total kadang kadang meningkat menjadi 4

PRU. Sebaliknya, bila semua pembuluh berdilatasi kuat, resistensi dapat

menurun hingga sekecil 0,2 PRU.

Perubahan kecil pada diameter pembuluh akan menyebabkan

perubahan yang luar biasa terhadap kemampuan pembuluh untuk

menghantarkan darah bila aliran darah bersifat laminar. Contoh, tiga

pembuluh darah ang terpisah dengan diameter relatif sebesar 1,2, dan 4mm

tetapi dengan perbedaan tekanan yang sama antara kedua ujung pembuluh

darah tersebut, yaitu 100 mmHg. Meskipun diameter pembuluh-pembuluh

darah ini meningkat hanya empat kali lipat, aliran darah di dalam pembuluh

darah masing-masing menjadi 1, 16, dan 256 ml/mm, atau terdapat kenaikan

aliran sebesar 256 kali lipat. Jadi, konduktans pembuluh darah meningkat

sebanding dengan pangkat empat diameternya (Guyton, 2006).

Page 6: Bab i, II, III, Kesim, Dafpus Fixxx

6

Endotel adalah lapisan sel epithelial yang berasal dari mesoderm yang

membatasi dinding pemuluh darah dan dinding pembuluh limfe. Endotel

terletak diantara sirkulasi darah dan pembuluh dara. Fungsi utama endotel

adalah mengatur tonus pembuluh darah, mengatur adhesi leukosit dan

inflamasi, dan mempertahankan keseimbangan antara trombosis dan

fibrinolisis. Fungsi endotel ini dilakukan oleh substansi-substansi khusus yang

dikelompokkan dalam dua golongan besar yaitu Endhotelium Derived

Relaxing Factor (EDRFs) dan Endhotelium Derived Contracting Factor

(EDCFs).

2.2 Stroke

2.2.1 Definisi

Stroke merupakan manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak,

baik fokal maupun global (menyeluruh), yang berlangsung cepat,

berlangsung lebih dari 24 jam atau sampai menyebabkan kematian, tanpa

penyebab lain selain gangguan vaskuler (WHO, 1998).

2.2.2 Klasifikasi Stroke

2.2.2 1 Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:

a. Stroke iskemik

1. Transient Ischemic Attack (TIA)

2. Trombosis serebri

3. Emboli serebri

b. Stroke hemoragik

1. Perdarahan intraserebral

2. Perdarahan subarakhnoid

Page 7: Bab i, II, III, Kesim, Dafpus Fixxx

7

2.2.2.2 Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu:

a. Serangan iskemik sepintas atau TIA

Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul

akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang

dalam waktu 24 jam.

b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)

Gejala neurologik yang timbul akan menghilang

dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari

seminggu.

c. Progressing stroke atau stroke in evolution

Gejala neurologik yang makin lama makin berat.

d. Completed stroke

Gejala klinis yang telah menetap.

2.2.2.3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler

Sistem karotis dan sistem vertebrobasiler.

Stroke juga umumnya diklasifikasikan menurut

patogenesisnya. Dalam hal ini stroke terbagi dalam dua

klasifikasi, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik.

2.2.3. Faktor resiko infark

Faktor resiko untuk terjadinya stroke infark dapat diklasifikasikan

berdasarkan kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak (nonmodifiable,

modifiable, atau potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented

atau less well documented) (Goldstein, 2006).

1. Non modifiable risk factors :

Page 8: Bab i, II, III, Kesim, Dafpus Fixxx

8

a. Usia

b. Jenis kelamin

c. Ras/etnis

d. genetik

2. Modifiable risk factors

a. Well-documented and modifiable risk factors

Hipertensi

Paparan asap rokok

Diabetes

Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu

Dislipidemia

Stenosis arteri karotis

Sickle cell disease

Terapi hormonal pasca menopause

Diet yang buruk

Obesitas

b. Less well-documented and modifiable risk factors

Sindroma metabolik

Penyalahgunaan alkohol

Penggunaan kontrasepsi oral

Sleep-disordered breathing

Nyeri kepala migren

Hiperhomosisteinemia

Peningkatan lipoprotein (a)

Page 9: Bab i, II, III, Kesim, Dafpus Fixxx

9

Peningkatan lipoprotein-associated phospholipase

Hypercoagulability

Inflamasi

Infeksi

2.2.4. Patofisiologi Stroke infark

Pada level makroskopik, stroke infark paling sering disebabkan oleh

emboli dari ekstrakranial atau trombosis di intrakranial, tetapi dapat juga

disebabkan oleh berkurangnya aliran darah otak. Pada level seluler, setiap

proses yang mengganggu aliran darah ke otak dapat mencetuskan suatu

kaskade infark, yang akan mengakibatkan kematian sel-sel otak dan infark

otak (Rohkamm, 2004).

Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian

inti (core) dengan tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini

akan menjadi nekrotik dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di luar

daerah core iskemik terdapat daerah penumbra iskemik. Sel – sel otak dan

jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang fungsi –

fungsinya dan menyebabkan juga defisit neurologis. Tingkat iskemiknya

makin ke perifer makin ringan. Daerah penumbra iskemik, di luarnya dapat

dikelilingi oleh suatu daerah hiperemik akibat adanya aliran darah kolateral

(luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah yang menjadi

sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat direperfusi dan sel-sel otak

berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada faktor waktu dan jika tidak

terjadi reperfusi, daerah penumbra dapat berangsur-angsur mengalami

kematian (Rohkamm, 2004) .

Page 10: Bab i, II, III, Kesim, Dafpus Fixxx

10

Gambar 2.1 Daerah iskemik dan penumbra (Rohkamm, 2004)

Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara

bertahap.

Tahap 1 :

a. Penurunan aliran darah

b. Pengurangan O2

c. Kegagalan energi

d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion

Tahap 2 :

a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion

b. Spreading depression

Tahap 3 :

a. Inflamasi

Tahap 4 : Apoptosis

Page 11: Bab i, II, III, Kesim, Dafpus Fixxx

11

Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan

melibatkan permeabilitas patologis dari sawar darah otak, kegagalan energi,

hilangnya homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium ekstraseluler,

eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantarai oleh radikal bebas. (Sherki

dkk, 2002).

Gambar 2.2 Mekanisme seluler pada iskemik SSP akut

Page 12: Bab i, II, III, Kesim, Dafpus Fixxx

12

2.2.5. Etiologi stroke perdarahan

Tabel 2.1. Etiologi penyebab stroke perdarahan (Islam, 2000)Faktor anatomik

Lipohialinosis dan mikroaneurisma

Arteriovenous malformation (AVM)

Angiopati amiloid

Mikroangioma

Faktor hemodinamik

Hipertensi arterial akut maupun kronik

Migrain

Faktor hemostatik

Antikoagulan

Antiplatelet

Trombolitik

Hemofilia

Leukimia

Trombositopenia

Faktor lain

Tumor intra serebral

Alkohol

Amfetamin

Vaskulitis

Page 13: Bab i, II, III, Kesim, Dafpus Fixxx

13

2.2.6. Patofisiologi Stroke Hemoragik

Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan

perdarahan subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20 %

adalah stroke hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah perdarahan

subarachnoid dan perdarahan intraserebral.

Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya

mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling

sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak. Hipertensi

kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 – 400 mikrometer

mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa

lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard.

Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba

menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah dari

pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh

kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini

mengakibatkan volume perdarahan semakin besar.

Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik

akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di dearah

yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik

timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan

nekrosis.

Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah

disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang

subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya

Page 14: Bab i, II, III, Kesim, Dafpus Fixxx

14

aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).

(Testai, et al. 2008)

2.2.7. Gejala Klinik Stroke

2.2.7.1 Gejala klinik stroke infark

Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan

peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan

pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi,

gejala tersebut pada umumnya terjadi secara mendadak, saat bangun

tidur.

Gambar 2.3 Tempat penyebab stroke iskemik di otak

2.2.7.2 Gejala klinis perdarahan intra serebral :

Page 15: Bab i, II, III, Kesim, Dafpus Fixxx

15

Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan

aktivitas dan dapat didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan

tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual, muntah, gangguan memori,

bingung, perdarhan retina, dan epistaksis.

Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai

hemiplegia/hemiparese dan dapat disertai kejang fokal / umum. Tanda-

tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan

bola mata menghilang dan deserebrasi. Dapat dijumpai tanda-tanda

tekanan tinggi intrakranial, misalnya papiledema dan perdarahan

subhialoid.

2.2.7.3 Gejala klinis perdarahan subarahnoid :

Nyeri kepala hebat yang akut (thunderclap headache) disertai

pusing, nyeri orbita, diplopia, pandangan kabur. kaku kuduk, fotofobia

dengan nyeri pinggang bawah sebagai gejala dari rangsang meningeal, dan

mual, muntah karena peningkatan TIK

a. Tanda defisit neurologi fokal:

hemiparesis dengan atau tanpa afasia

Paresis nervus kranialis

Perdarahan retina berupa perdarahan subhialoid merupakan gejala

karakteristik perdarahan subarakhnoid.

Bisa pula sudah ada gejala klinik pada 10%-15% pasien yang muncul

sejak sebelum terjadi ruptur aneurisma, seperti paresis motorik atau

parestesia, kejang, ptosis, bruit dan disfasia.

Page 16: Bab i, II, III, Kesim, Dafpus Fixxx

16

Pada 60%-70% PSA ditemukan faktor pencetus seperti kerja fisik

berat, ketegangan emosional, mengedan, berhubungan seksual, dan

trauma, sedangkan 30%-40% sisanya terjadi waktu istirahat.

Gambar 2.4 perbedaan gejala klinis stroke

2.2.8. Pemeriksaan penunjang

1. CT scan

Dengan pemeriksaan ini, adanya perdarahan otak dapat segera

diketahui.

2. EKG

Karena pentingnya iskemia dan aritmia jantung, serta penyakit

jantung lainnya sebagai penyebab stroke, maka pemeriksaan EKG harus

dilakukan pada semua pasien stroke akut

3. Kadar gula darah

Pemeriksaan kadar gula darah snagat diperlukan karena pentingnya

diabetes melitus sebagai salah satu faktor resiko utama stroke.

4. Elektrolit serum dan faal ginjal

Page 17: Bab i, II, III, Kesim, Dafpus Fixxx

17

Pemeriksaan ini perlu dilakukan, terutama berkaitan dengan

kemungkinan pemberian obat osmotrapi pada pasien stroke yang disertai

peningkatan tekanan intrakranial, dan keadaan dehidrasi.

5. Darah lengkap

Pemeriksaan ini diperlukan untuk menentukan keadaan

hematologik yang dapat mempengaruhi stroke iskemik, misalnya anemia,

polisitemia vera, dan keganasan.

6. Faal hemostasis

Pemeriksaan jumlah trombosit, PT dan Aptt diperlukan terutama

berkaitan dengan pemakaian obat antikoagulan dan trombolitik

7. X-foto toraks

Pemeriksaan lain yang diperlukan pada keadaan tertentu sesuai

indikasi, seperti: tes faal hati, saturasi oksigen, analisis gas darah. EEG.

2.2.9. Penatalaksanaan umum stroke akut

1. Evaluasi cepat dan diagnosis, meliputi:

Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan,

aktivitas penderita saat serangan, gejala lain seperti sakit

kepala, mual, muntah, rasa berputar kejang, cegukan.

Gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor resiko

stroke.

Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi,

oksimetri, dan suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher,

toraks, abdomen, kulit dan ekstremitas.

Page 18: Bab i, II, III, Kesim, Dafpus Fixxx

18

Pemeriksaan neurologis, terutama meliputi pemeriksaan saraf

kranialis, meningeal sign, refleks, koordinasi dan fungsi kognitif.

2. Terapi umum

a. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan

b. Stabilisasi hemodinamik

c. Pemeriksaan awal fisik umum

d. Pengendalian peninggian tekanan intra kranial :

Tinggikan posisi kepala 20o-30o dengan cara

osmoterapi, atas indikasi: manitol 0.25-0.50

gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4-6 jam

dengan target <310 mOsm/L.

e. Penanganan transformasi hemorhagik

f. Pengendalian kejang

Bila kejang, berikan diasepam bolus lambat intra vena 5-20

mg dan diikuti fenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan

kecepatan maksimum 50 mg/menit.

g. Pengendalian suhu tubuh

Berikan asetaminofen 650 mg bila suhu lebi dari 38,5oc

(AHA/ASA guideline) atau 37,5 oc (ESO guideline). Pada pasien

febris atau beresiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan

hapusan.

h. Pemeriksaan penunjang

EKG

Laboratorium

Page 19: Bab i, II, III, Kesim, Dafpus Fixxx

19

Pemeriksaan radiologi

Pada kecurigaan perdarahan subarahnoid, lakukan punksi

lumbal untuk pemeriksaan cairan serebrospinal.

2.2.9.1 Penatalaksanaan stroke iskemik

a. Letakkan kepala pasien pada posisi 30o, kepala dan dada pada satu

bidang : ubah posisi tidur setiap 2 jam, mobilisasi dimulai bertahap

bila hemodinamik sudah stabil.

b. Bebaskan jalan nafas, beri oksigen 1-2 liter/ menit sampai

didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perllu, ldilakukan intubasi.

c. Demam diatasi dengan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya.

d. Jika kandung kemih penuh, dikosongkan

e. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid

1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan

mengandung glukosa atau sainsotonik. Pemberian nutrisi peroral

hanya jika fungsi menelannya baik: jika didapatkan gangguan

menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melali nasogastrik

f. Kadar gula darah > 150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula

darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu

selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemi (kadar gula darah <60 mg%

atau <80 mg% dengan gejala ) diatasi segera dengan dextrosa 40%

iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.

g. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mmHg, diastolik

≤ 70 mmHg diberi Nacl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan

500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai

Page 20: Bab i, II, III, Kesim, Dafpus Fixxx

20

hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah

sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberikan dopamin 2-20μg/kg/

menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.

h. Jika kejang, diberi dizaepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3

menit, maksimal 100 mg per hari, dilanjutkan pemberian

antikonvulsan per oral (fenitoin, CBZ) Jika kejang muncul setelah 2

minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang

(Cachoifera, 2009).

i. Terapi khusus ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian

antiplatelet seperti aspirin dan antikoagulan, atau yang dianjurkan

dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen

Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin

atau pirasetam (jika didapatkan afasia)

2.2.9.2 Penatalaksanaan stroke hemorragic

a. Bila tekanan darah sistolik > 200 mmHg atau MAP >150 mmHg.

Turunkan TD secara agresif dengan labetolol, nikardipin,

diltiazem.

b. Bila tekanan sistolik > 180 mmHg, atau MAP > 130 mmHg dan

ada bukti peninggia TIK, turunkan TD dengan targetCPP > 60-80

mmHg

c. Bila tekanan sistolik > 180 mmHg, atau MAP >130 mmHg dan

tidak ada bukti peninggian TIK , turunkan TD dengan target TD

160/90 mmHg atau MAP 110 mmHg, monitor TD setiap 15 menit.

Page 21: Bab i, II, III, Kesim, Dafpus Fixxx

21

d. Pada fase akut tekanan darah tidak bole diturunkan > 20%-25%

dari tekanan darah rerata.

e. Bila tekanan sstolik < 180 mmHg dan tekanan diastoik < 105

mmHg, tangguhkan pemberian obat antihipertensi.

f. Pada penderita dengan riwayat hipertensi, penurunan tekanan darah

harus dipertahankan dibawah tekanan arterial rata-rata 130 mmHg.

g. Tekanan darah arterial rata-rata lebih dari 110 mmHg pada waktu

pasca operasi dekompresi harus segera dicegah.

h. Bila tekanan darah arterial sistolik turun < 90 mmHg harus

diberikan obat menaikkan tekanan darah (vasopressor).

2.2.9.3 Penatalaksanaan perdarahan subarachnoid

a. Tata laksana pasien PSA derajat I atau II berdasarkan Hunt & Hess

(H&H) adalah sebagai berikut :

Gambar 2.5 Skala HUNT and HESS (H&H PSA) (Davis, 2005)

Identifikasi dan atasi nyeri kepala sedini mungkin.

Page 22: Bab i, II, III, Kesim, Dafpus Fixxx

22

Tirah baring total dengan posisi kepala ditinggikan 30o

dalam ruangan dan lingkungan yang tenang dan

nyaman, bila perlu O2 2-3 lpm.

Hati-hati dalam pemakaian sedatif (kesulitan dalam

penilaian tingkat kesadaran).

Pasang infus di ruang gawat darurat, usahakan

euvolemia dan monitor ketat sistem kardiopulmoner

dan kelainan neurologi yang timbul.

b. Pasien PSA derajat III, IV, atau H&H, perawatan harus lebih

intensif :

Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protokol

pasien di ruang gawat darurat.

Perawatan sebaiknya dilakukan di ruang intensif.

Untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalan nafas

yang adekuat perlu dipertimbangkan intubasi

endotrakheal dengan hati-hati terutama apabila

didapatkan tanda-tanda TIK meningkat.

Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi

untuk diberikan hiperventilasi. Tiopental dan etomidate

dipakai sebagai obat induksi optimal. Awasi

hiperventilasi sehingga P CO2 pada kisaran 30-35

mmHg untuk menjaga peningkatan TIK. Hiperventilasi

yang berlebihan akan menyebabkan bahaya vasospasme

(PERDOSSI, 2011).

Page 23: Bab i, II, III, Kesim, Dafpus Fixxx

23

Hindari pemakaian obat sedatif yang berlebihan karena

menyulitkan penilaian status neurologi.

c. Bila didapatkan TIK meningkat, lakukan intervensi dengan

cara :

Larutan hiperosmolar seperti maitol 20% yang dapt

menurunkan TIK 50% dalam waktu 30 menit dengan

dosis 0,25-1 mg/kg/BB.

Diuretikseperti furosemid bolus IV 40 mg dapat

menurunkan TIK tanpa menurunkan osmolaritas serum.

Pemakaian steroid IV masih diperdebatkan (Bahrudin,

2013).

2.2.10. Prognosis

Angka kematian stroke berkisar antara 20-30%, dan pada stroke

perdarahan, angka ini dapat mencapai 40%. Penyebab kematian ini terjadi

pada minggu pertama setelah serangana terutama disebabkan oleh herniasi

otak. Herniasi otak sering terjadi pada 24 jam pertama setelah serangan.

Kematian pada minggu berikutnya paling sering disebabkan olej penyakit non

neurologik seperti kelainan jantung, pneumonia, emboli paru, dan sepsis.

Faktor-faktor yang memperngaruhi prognosis stroke antara lain:

a. Usia: mempunyai nilai negatif terhadap prognosis stroke

b. Jenis kelain, pengaruhnya belum jelas

c. Riwayat stroke sebelumnya dan atrial fibrilasi berpengaruh negatif

terhadap prognosis pasien stroke

d. Berat stroke dan lokasi lesi.

Page 24: Bab i, II, III, Kesim, Dafpus Fixxx

24

Para peneliti menyebutkan beberapa faktor lain yang juga

mempengaruhi prognosis diantaranya: penyakir penyerta (komorbiditas)

seperti penyakit DM, hipertensi, sakit jantung, lesi otak bilateral,

demensia, neglect yang menetap, inkontinensia urin dan alvi yang lebih

dari 3-4 minggu, defisit persepsi menyeluruh, paralisis flaksid, disfasia

yang berat, tirah baring yang lama, depresi, waktu mulai pengobatan dan

rehabilitasi.

Ada dua macam penyembuhan pada pasien setelah serangan stroke

yaitu:

Pengurangan ketidakmampuan neurologis yang dapat disebabkan

oleh penyembuhan neurologis spontan, efek pengobatan yang membatasi

perluasan stroke atau dari intervensi lainyang meningkatkan fungsi

neurologis. Contoh: perbaikan kekuatan motorik, kemampuan bahasa, atau

fungsi neurologis lainnya

Kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari0hari dalam

keterbatasan fisik yang dialami pasien, kemampuan ini dapat diperoleh

melalui adaptasi dan latihan (Bahruddin, 2013).

2.3 Hubungan tekanan darah dengan stroke

. Aliran darah otak (ADO) adalah jumlah darah yang menuju ke orak. Otak

orang dewasa menggunakan 20% darah yang di pompa oleh jantung pada saat

keadaan istirahat dan darah dalam keadaan normal mengisi 10% dari ruang

intrakranial. ADO secara ketat meregulasi kebutuhan dari metabolik otak, rata-

Page 25: Bab i, II, III, Kesim, Dafpus Fixxx

25

rata aliran ADO dipertahankan 50 ml/100 gram jaringan otak per menit pada

manusia dewasa (Cachofeira, 2009).

Sangat penting untuk mempertahankan ADO dalam batas yang normal

karena terlalu banyak ADO dapat meningkatkan tekanan intrakranial sehingga

dapat menekan dan merusak  jaringan otak, sedangkan terlalu sedikit ADO akan

menyebabkan suplai darah yang tidak adekuat. Iskemik akan terjadi jika aliran

darah ke otak di bawah 18-20 ml per 100 gram otak  permenit dan kematian

jaringan otak terjadi bila ADO turun di bawah 8-10 ml per 100 gram jaringan otak

per menit. Di dalam jaringan otak terdapat biochemical cascade atau yang disebut

sebagai iskemik.

Cascade yang menyebabkan jaringan otak menjadi iskemik,

yanglebih lanjut menyebabkan kerusakan dan kematian dari sel-sel otak

(Cachofeira, 2009).

ADO ditentukan oleh beberapa faktor seperti viskositas darah,

kemampuan pembuluh darah dalam berdilatasi, tekanan perfusi serebral yang

ditentukan oleh tekanan darah dan tekanan intrakranial. Pembuluh darah serebral

mempunyai kemampuan untuk mengubah aliran darah dengan cara mengubah

diameter lumen pembukuh darah, proses ini disebut autoregulasi. Konstriksi

pembuluh darag akan terjadi bila tekanan darah meningkat dan akan berdilatasi

bila tekanan darah menurun (Savoia et al, 2011).

Hipertensi dapat menimbulkan perubahan patologik yang berbeda pada

pembuluh darah sedang dan pembuluh darah kecil otak. Berdasarkan ini, stroke

yang timbul akibat hipertensi dapat dibedakan menjadi dua golongan yang

gambaran patologi kliniknya berbeda (Setyopranoto, 2011).

Page 26: Bab i, II, III, Kesim, Dafpus Fixxx

26

Pada pembuluh darah sedang, seperti arteri karotis, arteri vertebrobasilaris

atau arteri di basal otak, perubahan patologiknya adalah berupa aterosklerosis, dan

manifestasi kliniknya adalah stroke iskemik. Disini peranan hipertensi hanya

merupakan faktor resiko disamping faktor-faktor lain seperti diabetes melitus,

hiperlipidemi, merokok dan lain-lain. Pembuluh darah kecil otaj, ialah cabang-

cabang penetrans arteri yang menembus ke dalam jaringan otak, berukuran

diameter 50-200 mikron. Dasar kelainan pada pembuluh darah jenis ini adalah

spasme terjadi pada hipertensi akut seperti hipertensi maligna, dan manifestasi

kliniknya adalah infark lakunar.

Lipohialinosis juga terjadi pada hipertensi kronik, pembuluh darah dengan

lipohialinosis ini dapat mengalami mikroaneurisma.

Pada pasien normotensif perdarahan intraserebral terjadi karena adanya

angiopati amiloid yaitu penumpukan protein amiloid pada dinding arteri

leptomening dan kortikal yang berukuran kecil dan sedang yang akan menggeser

kolagen dan elemen kontraktil sehingga dinding arteri menjadi lemah dan rapuh

dan akan dapat terjadi perdarahan spontan (Bahrudin, 2013).

Page 27: Bab i, II, III, Kesim, Dafpus Fixxx

27

BAB III

KESIMPULAN

Stroke merupakan penurunan sistem syaraf secara tiba-tiba selama 24 jam

tanpa adanya penyebab lainnya selainan kelainan vaskuler. Hingga sekitar 50%

stroke diakibatkan oleh peningkatan tekanan darah. Insidensi stroke meningkat

sekitar 25% setiap kenaikan sistolik 10 mmHg, dan tekanan diastolik lebih dari

110 mmHg. Baik stroke iskemik maupun hemorhagik memiliki hubungan yang

kuat dengan tekanan darah. Setiap kenaikan sistolik 20 mmHg resiko terjadinya

stroke iskemik dan Hemorhagik meningkat 2,23 -3,18 kali.

Hubungan tekanan darah dengan stroke sendiri dapat terjadi melalui proses

disfungsi endotel yang menyebabkan aterosklerosis, lipohialinosis dan aneurisma

pembuluh darah yang didukung dengan adanya faktor resiko lain yakni diabetes

mellitus, dislipidemia, dan gaya hidup seperti merokok.

Diagnosis stroke didasarkan pada gejala klinis, pemeriksaan laboratorium

untuk melihat adanyor resiko stroke, dan pemeriksaan penunjang lainnya seperti

CT-Scan, MRI, Angiografi, dan EKG.

Page 28: Bab i, II, III, Kesim, Dafpus Fixxx

28

Penatalaksanaan stroke terdiri dari terapi pada fase akut, dan fase lanjutan

yang bertujuan mengurangi luka sistem syaraf yang sedang berlangsung dan

menurunkan kematian dan cacat jangka panjang, mencegah komplikasi sekunder

untuk imobilitas dan disfungsi sistem syaraf.

Page 29: Bab i, II, III, Kesim, Dafpus Fixxx

29

DAFTAR PUSTAKA

Abro, Alla-ud-din, Muhammad Aslam Abbasi, Hafeezullah, Jawaid Sammo, Muzafar Sheikh. 2007.  Incident of Stroke In Context of Hypertension In Local Population. Pak JPhysiol 2007;3(2).

Bahruddin, Moch, dr. Sp.S. 2013. Neurologi Klinis. UMM Press: Malang

Cachofeira, victoria, Maria Miana. Natalia de las Heras, Beatriz Martin-Fernandez, Sandra Ballesteros, Gloria Balfagon, And Vicente Lahera. 2009. Inflammation: A Link Between Hypertension and Atherosclerosis. Current Hyper tens ion Rev iews , .2009, 5, 40-48.

Goldstein L, Adams R, Alberts M, et al.2006. Primary Prevention of Ischemic Stroke: A Guideline From the American Heart Association/American Stroke Association. 2006; 37:1583-1633.

Guyton AC; Hall JE, 2006, Sirkulasi , In : Guyton AC, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta, pp. 170-174.

Islam, MS. 2004. pedoman praktis penatalaksanaan stroke iskemik akut. Pendidikan kedokteran berkelanjutan.

PERDOSSI. 2011. Guideline Stroke tahun 2011. Jakarta

 Roger, Veronique, et al. 2011. Heart Disease and Stroke Statistic 2011 Update : A Report  From the American Heart Association. http://circ.ahajournals.org/content/123/4/e18.full

Rohkamm,Reinhard. 2004. Stroke in Color Atlas of Neurology. Newyork : Thieme

Savoia, Carmine. Lidya Sada, Luigi Zezza. 2011. Vascular Inflammation and Endothelial  Dysfunction in Experimental Hypertension. International Journal of Hypertension Volume2011 (2011), Article ID 281240

Setyopranoto, Ismail. 2011. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. www.kalbe.co.id/files/cdk/files/05_185Strokegejalapenatalaksanaan.pdf/05_185Strokegejala   penatalaksanaan.pdf. (online) diakses tanggal 1 Maret 2014

Page 30: Bab i, II, III, Kesim, Dafpus Fixxx

30

Sherki,Y.G., Rosenbaum.Z., Melamed,E., Offen,D. 2002. Antioxidant Therapy in Acute Central Nervous System Injury: Current State. Pharmacol Rev. 54:271-284

Silbernagl, S., Florian Lang. 2007. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC:Jakarta

Testai, Fernando D. Venkatesh Aiyagari. 2008. Acute Hemorrhagic Stroke Pathophysiology and Medical Interventions: Blood Pressure Control, Management of Anticoagulat-Associated Brain Hemorrhage and General Management Principle. Neurol clin 26 (2008) 963-985.

Thuillez, V. Richard. 2005. Targeting Endothelial Dysfunction In Hypertensive subjects.  Journal of Human Hypertension. (2005)19

WHO. 1998. recommendation on stroke prevention, diagnosis, and therapy, stroke vol 20, 1407-31