makalah otf fixxx

Upload: amalia-fajrina

Post on 06-Mar-2016

252 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

otf

TRANSCRIPT

MAKALAH OBAT TRADISIONAL DAN FITOFARMAKA

Daun Sirih (Piper betle L)

Kelas 6A / Kelompok 10

Hanicha Qotrunnada

Kiki Kinanti Damayanti

Nina Kurniawati

Dosen : Sediarso

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS FARMASI DAN SAINS

UNIVEARSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

JAKARTA

2015

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar belakang Pemakaian bahan alam, terutama yang berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan yang digunakan untuk tujuan pencegahan dan pengobatan penyakit telah dikenal sejak zaman dahulu oleh umat manusia. Bahan-bahan alam ini dikenal sebagai obat tradisional, oleh karena prinsip-prinsip pemakaiannya masih seacra tradisional. Umumnya khasiat obat-obat tradisional sampai saat ini hanya didasarkan pada pengalaman empiris saja. (Mulyono, 2004)Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan, dan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan. Saat ini semakin banyak masyarakat yang menggunakan bahan alam sebagai obat, sehingga diperlukan penelitisn lebih lanjut mengenai uji keamanan obat tradisional tersebut. (Depkes RI, 1980)

Salah satu tumbuhan yang dikenal masyarakat dan digunakan sebagai obat tradisional yaitu daun sirih (Piper betle L.). Sirih biasanya digunakan para nenek moyang atau para orangtua untuk kunyah mengunyah. Sirih memiliki khasiat sebagai karminatif, radang tenggorokan, mengurangi produksi ASI, amimisan, sakit gigi, bau mulut, keputihan, dan untuk menguatkan gigi serta mampu melawan berbagai bakteri gram positif dan gram negative (Mardisiswojo, 1968).Dalam hakekatnya maksud obat tradisional tersebut dikembangkan untuk dimanfaatkan sebagai obat untuk manusia, karenanya uji toksisitas obat tradisional perlu dilakukan untuk menilai keamanan obat tradisional yang di uji. Uji toksisitas terdiri atas 2 jenis yaitu : uji toksisitas umum (akut, subakut/subkronis, kronis) dan uji toksisitas khusus (teratogenik, mutagenic, dan karsinogenik). (Depkes RI, 2000)

Berdasarkan hal diatas, maka diperlukan penelitian uji toksisitas akut dan subakut dari ekstrak daun sirih menggunakan mencit putih jantan galur DDY yang diberikan secara per oral. Setelah pemberian obat tersebut, diperlukan pengamatan lebih lanjut untuk mengetahui perubahan bobot badan dan hispatologis organ mencit putih jantan. Evaluasi yang dilakukan tidak hanya mengenai LD50 tetapi juga terhadap kelainan tingkah laku, stimulasi atau depresi SSP, aktivitas motoric dan pernapasan (Ganiswara, 1995)B. Tujuan MakalahTujuan dibuatnya makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui ekstraksi daun sirih

2. Untuk mengetahui uji toksisitas akut dari daun sirih

3. Untuk mengetahui uji toksisitas subakut dari daun sirih

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Sirih (Piper betle L)

1. Klasifikasi

Tanaman sirih diklasifikasikan sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Divisi

: Magnoliphyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Piperales

Famili

: Piperaceae

Genus

: Piper

Spesies :Piper betle L

2. Kandungan Kimia

Sirih mengandung berbagai zat kimia antara lain 1 4,2% minyak atisiri yang rerdiri dari hidroksi kavikol, kavibetol, estragol, eugenol, metil eugenol, karvakol, terpinen, seskuiterpen, fenilpropan, dan tannin (Depkes RI, 1980)

3. Manfaat Tanaman

Daun sirih memiliki sifat styptic (menahan pendarahan), menyembuhkan luka kulit dan obat saluran pernapasan, bersifat sebagai astringen, diuetik, anti peradangan, membersihkan tenggorokan , dan menguatkan gig. Minyak atsiri dari ekstraknya mampu melawan beberapa bakteri gram posotof dan gram negative. Disamping itu, dapat memperbaiki sirkulasi darah dan membantu mengatasi atau mengontrol pendarahan. Ekstraknya dapat digunakan baik secara internal maupun eksternal untuk varisese serta mencegah radang gusi dan radng tenggorokan. (Mulyono, 2004), Efek zat aktif eugenol untuk mencegah ejakulasi, mematikan cendawan Candida albicans yang merupakan penyebab keputihan. Tannin untuk mengurangi sekresi cairan oada vagina, pelindung hati, anti diare, dan antimutagenik. (WHO, 1993)4. Deskripsi Tanaman

Makroskopik

Daun tunggal, warna coklat kehijauan sampai coklat. Helaian daun berbentuk bundar telur sampai lonjing, ujung runcing, pangkal berbentuk jantung agak bundar berlekuk sedikit, pinggir daun rata agak menggulung kebawah, panjang 5 cm sampai 18,5 cm, lebar 3 cm sampai 12 cm, permukaan atas rata, licin agak mengkilap, tulang daun agak tenggelam, permuakaan bawah agak kasr, kusam, tulang daun menonjol, permukaan atas berwarna lebih tua dari permukaan bawah. Tangkai daun bulat, warna coklat kehijauan, panjang 1,5 cm sampai 8 cm. (Depkes RI, 1980).Mikroskopik

Epidermis atas terdiri atas terdiri dari satu lapis sel, bentuk persegi empat, kutikula tebal licin, pada pengamatan tangensial berbentuk polygonal dengan dinding samping lurus. Epidermis bawah serupa dengan epidermis atas. Pada kedua permukaan daun terdapat rambut penutup dan rambut kelenjar. Rambut kelenjar mempunyai kepala kelenjar bersel satu, bentuk bulat, stomata tipe anomositik. Hipodermis terdapat pada kedua permukaan daun, hipodermis atas umunya terdiri dari dua lapis sel, hypodermis bawah umumnya satu lapis sel hipodermis berbentuk persegi empat, besar, jernih, tersusun rapat. Pada hipodermis terdapat sel minyak berisi minyak atsiri berwarna kekuningan. Simplisia

Istilah simplisia digunakan untuk menyebut bahan-bahan alam yang masih dalam bentuk aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk kecuali dikeringkan. Berdasarkan hal itu, maka sinplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan/mineral.

Pengelolaan simplisia

Untuk menghasil simplisia yang bermutu dan terhindar dari cemaran imdustri tradisional dalam mengelola simplisia sebagai bahan baku pada umumnya melakukan tahapan kegiatan berikut ini.

a. Sortasi basah

b. Pencucian

c. Perajangan

d. Pengeringan

e. Sortasi kering

f. Penyimpanan

Ekstrak

Ekstrak adalah sedian cair yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan masa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair.

Uji toksisitas

Toksisitas dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang memiliki efek berbahaya dari zat kimia atau obat pada organisme target. Dalam hakekatnya maksud obat tradisional ditelitikembangkan adalah untuk dimanfaatkan sebagai obat untuk manusia, karenanya uji toksisitas obat tradisional harus mampu mengungkapkan keamanannya terkait dengan maksud penggunaannya.

Uji toksisitas terdiri dari 2 jenis, yaitu toksisitas umum (akut, subakut/subkronis, dan kronis) dan toksisitas khusus (teratogenik, mutagenik, dan karsinogenik). Dalam uji toksisitas perlu dibedakan obat tradisional yang dipakai secara singkat dan dipakai dalam jangka waktu panjang.Pengujian toksisitas biasanya dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :

1. Uji toksisitas akut

Uji ini dilakukan dengan memberikan zat kimia yang sedang diuji sebanyak satukali, atau beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam.

2. Uji toksisitas jangka pendek (subakut/subkronik)

Uji ini dilakukan dengan memberikan zat kimia yang sedang diuji serulang-ulang, biasanya setiap hari atau lima kali seminggu dalam jangka waktu kurang lebih 10% dari masa hidup hewan, yaitu 3 bulan ntuk tikus dan 1 atau 2 tahun untuk anjing.

3. Uji toksisita jangka panjang (kronik)

Percobaan jenis ini mencakup pemberian obat seara berulang selama 3-6 bulan atau seumur hewan, misal 18 ulan untuk mencit, 24 bulan untuk tikus, dan 7-10 tahun untuk anjing dan monyet.

Berikut ini merupan kategori toksik dalam penentuan uji toksisitas (Loomis, 1978):

Tabel 1. Kategori Toksik menurut T.A Loomis

KategoriLD50

Luar biasa toksik1mg/kg atau kurang

Sangat toksik1 - 50mg/kg

Cukup toksik5- 500mg/kg

Sedikit toksik0,5 5 g/kg

Praktis tidak toksik5 15 g/kg

Relatif kurang berbahaya>15 g/kg

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Farmasi Universitas Muhamadiyah Prof. Dr. Hamka Jakarta. Berlangsung mulai dari bulan Januari 2015 sampai Mei 2015.2. Alat dan bahan

Alat

Alat-alat yan digunakakn dalam penelitian terdiri dari: papan bedah, alat bedah, kandang mencit, masker, sarung tangan, timbangan hewan, timbangan analitik (Wiggen Hauser), blender, hot plate, sonde, jarum suntik, corong pisa, erlenmeyer, gelas beker, gelas ukur, spatula, batang pengaduk, kaca arloji, Rotari Evaporator (EYELA), kapas, kertas saring, thermometer, tabung reaksi, pipet tetes, cawan penguap, desikator, furnance, miskroskop cahaya, freeze dry dan oven.

Bahan Yang Digunakan

a. Simplisia

Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sirih (Piper betle Linn.) yang diperoleh dari Balitro Bogor

b. Bahan

Bahan yang digunakan yaitu; etanol 70%, aquadest, amoniak, kloroform, HCl, NaCl, pereaksi Dragendroof, pereaksi Stiasny (Formaldehid 30% : HCl pekat = 2 :1), pereaksi Liebermann-Burchard (2 tetes asam asetas anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat), pereaksi Mayer, amil alkohol, serbuk Mg, eter, Asam sulfat anhidrat, asam sulfat pekat, FeCl3, NaOh, Na CMC dan formalin 10%.3. Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan adalah mencit putih jantan galur DDY berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-30 gram. Mencit yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 50 ekor yang diperoleh dari de animal house Universitas Negeri Jakarta.Cara kerja

Pengolahan Simplisia Daun Sirih

Daun sirih dipisahkan dari cabang dan rantingnya dan diberikan dengan air mengalir Sortasi basah

Dikeringkan pada uadara terbuka dan terlindung dari sinar matahari langsung

Sortasi kering

Simplisia digiling dengan menggunakan blender sehingga diperoleh simplisia yang halus

Pembuatan ekstrak

Simplisia daun sirih diekstrak dengan cara maserasi menggunakan etanol 70%. Serbuk simplisa ditimbang sebanyak 450gram lalu dimasukan kedalam Erlenmeyer dan ditambahkan dengan pelarut etanol 70% sampai serbuk simplisisa terendam dan terdapat lapisan pekarut setebal 3 cm datas permukaan serbuk simplisia. Erlenmeyer kemudian ditutup sambil sesekali diaduk.

Campuran tersebut kemudian disaring dengan menggunakan kapas diatas corong sehingga didapatkan filtrate, selanjutnya filtrat yang dihasilkan disraing kembali dengan kertas saring. Kemudian ampasnya dimaserasi kembali dengan menggunakan etanol 70% sampai terlihat warna pucat. Filtrat yang diperoleh kemudian diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental. Setelah didapatkan ekstrak kemudian dihitung masing-masing hasil rendemen ekstrak dengan rumus :

% Rendemen = Bobot ekstrak yang didapat x 100%

Bobot simplisia yang di ekstraksi

Uji penapisan fitokimiaa. Identifikasi golongan alkaloid

Sebanyak 2 gram sampel ditambahkan dengan 5 ml ammonia 25%, digerus dalam mortir, kemudian ditambahkan 20ml etil setat, campuran disaring dengan kertas saring. Filtrat dibagi menjadi 2 bagian, bagian 1 di ekstraksi dengan 10 ml larutan HCL 1:10 dengan pengocokan dalam tabung reaksi, lalu diteteskan dengan pereaksi Dragendroff. Jika terbentuk warna merah atau jingga maka hak itu menunjukan adanya senyawa golongan alkaloid dalam sampel. Dan larutan kedua ditambahkan dengan pereaksi mayer, jika ada endapan putih maka ekstrak positif mengandung alkaloidb. Identikasi golongan flavonoid

1 gram sampel ditambahkan 50 ml air panas, didihkan selama 5 menit, saring menggunakan kertas saring hingga diperoleh filtrat. Ambil 5 ml filtrate kedalam tabung reaksi, tambahkan serbuk magnesium secukupnya dan 1 ml HCL pekat, serta 5 ml butanol, kocok kuat alu dibiarkan hingga memisah. Jika terbentuk warna pada lapisan butanol (lapisan atas) maka hal itu menunjukan adanya senyawa golongan flavonoid.c. Identifikasi golongan saponin

Sebanyak 10 ml ekstrak dimasukan kedalam tabung reaksi dan dikocoksecara vertical selama 10 detik, kemudian dibiarkan selama 10 menit. Jika dalam tabung reaksi terbentuk busa yang stabil maka hal itu menunjukan adanya senyawa saponin.

d. Identifikasi golongan steroid dan triterpenoid

1 gram sampel ditambahkan 20 ml eter, dibiarkan selama 2 jam dalam wadah dengan penutup rapat lalu disaring dan diambil filtratnya. 5 ml dari filtrate diuapkan dalam cawan penguap hingga diperoleh residu sisa. Kemuadian residu tersebut ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat (Liberman-Burchard). Jika terbentuk warna hIjau atau merah maka hal itu menunjukan adanya senyawa golongan steroid dan triterpenoid. e. Identikasi golongan tannin

2 gram sampel ditambahkan 100ml air, dididihkan selama 15 menit lalu didinginkan dan disaring dengan kertas saring, filtrate yang diperoleh dibagi menjadi dua bagian. Ke dalam filtrate pertama ditambahkan 10 ml larutan FECl3 %, jika terbentuk warna biru tua atau hijau kehitaman maka hal itu menunjukan adanya senyawa golongan tannin.

Ke dalam filtrate yang kedua ditambahkan 15 ml pereaksi (formaldehid 30% : HCL pekat 2:1), lalu dipanaskan diatas penangas air sambil di goyang-goyangkan. Jika terbentuk endapan warna merah muda menunjukan adanya tannin katekuat. Selanjutnya endapan disaring filtrate dijenuhkan dengan serbuk natrium asetat, ditambahkan beberapa tetes larutan FeCl3 1%, jika terbentuk warna biru tinta maka menunjukan adanya tannin galat.f. Identifikasi golongan kuinon

Diambil 5 ml larutan percobaan dari identifikasi golongan flavonoid, lalu dimasukan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan beberaa tetes larutan NAOH 1 N. jika terbentuk warna merah maka hal ini menunjukan adanya senyawa golongan kuinon.g. Identifikasi golongan minyak atsiri

Sejumlah 2 gram sampel dalam tabung reaksi (volume 20 ml) ditambahkan 10 ml pelarut petroleum eter dan dipasang corong pada mulut tabung, dipanaskan selama 10 menit diatas penangas air dan didinginkan lalu disaring dengan kertas saring. Filtrate yang diperoleh diuapkan dalam cawan penguap hingga memperoleh residu. Residu dilarutkan dengan pelarut alkohol sebanyak 5 ml lalu disaring dengan kertas saring. Filtratnya diuapkan dalam cawan penguap, jika residu berbau aromatic maka hal itu menunjukan adanya senyawa minyak atsiri.h. Identifikasi golongan kumarin

Sejumlah 2 gram sampel dalam tabung reaksi (volume 20 ml) ditambahkan 10 ml pelarut kloroform dan dipasang corong pada mulut tabung, dipanaskan selama 10 menit diatas penangas air dan didinginkan lalu disaring dengan kertas saring. Filtrate yang diperoleh diuapkan dalam cawan penguap hingga memperoleh residu. Residu ditambahkan air panas sebanyak 10 ml lalu didinginkan, larutan tersebut dimasukan kedalam tabung reaksi, ditambahkan 0,5 ml larutan ammonia 10%. Lalu diamati dibawah sinar lampu ultraviolet pada panjang gelombang 365 nm. Jika terjadi fluoresensi warna biru atau hijau maka hal itu menunjukan adanya senyawa golongan kumarin.

Penentuan Dosis

Dosis nahan uji yang digunakan yaitu berdasarkan pada kebiasaan orang menyirih dengan penggunaan rata-rata sebesar 1600 mg daun sirih dan 350 mg gambir. Kemudian dosis tersebut dikalikan dengan hasil rendemen yang diperoleh masing-masing ekstrak. Setelah itu dosis yang diperoleh dikonversikan kedalam rumus berikut :

Human Equivalent Dose (HED)HED (mg/kg) = Animal dose (mg/kg) . Animal Km

Human KmDari perhitungan tersebut didapatkan dosis untuk mencit dan dikonversikan pada dosi untuk percobaan toksisitas akut.

Percobaan Toksisitas Akut

Dosis percobaan

KelompokJumlah MencitDosis (g/kgBB)

155,4

2510,8

3521,6

4543,2

Mencit dibagi menjadi 5 klompok perlakuan. Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit jantan. Mencit sebelumnya diaklimatisasi terlebih dahulu selama 2 minggu. Selama aklimatisasi mencit ditimbang setiap hari untuk mendapatkan bobot yang tetap. Pada pengujian toksisitas akut ini dugunakan4 tingkatan dosis pada 4 kelompok perlakuan, sedangkan 1 kelompok lainnya yaitu sebagai kelompok control normal yang hanya diberi larutan Na CMC 0,5%.

Dosis terkecil didapatkan dari hasil uji pendahuluan, sehingga variasi dosis yang digunakan yaitu 5,4 gr/kgBB, 10,8 gr/kgBB, 21,6 gr/kgBB, dan 43,2 gr/kgBB. Sebelumnya, pada hari ke-0 dilakukan penimbangan mencit dan diamati aktifitasnya, kemudian pada hari ke-1 diberikan larutan uji ekstrak daun sirih. Sebelum penyondean, mencit dipuasakan terlebih dahulu dan masih diberi minum secukupnya. Pemberian dosis disesuaikan dengan dengan hasil uji pendahuluan. Setelah pemberian ekstrak, diamati gejala dan tanda toksisitas yali dan dihitung jumlah mencit yang terjadi selama 3-4 jampertama. Kemudian setelah 24 jam diamati kembali jumlah mencit yang mati dari tiap kelompok. Bila terdapat mencit yang mati maka dulaukan pembedahan dan dilakukan penimbangan terhadap organ hati, ginjal, usus, lambung dan jantung. Pengamatan dilanjutkan hingga 14 hari, sedangkan pada hari ke-15 untuk mencit yang masih bertahan perlu dilakukan pembedahan untuk ditimbang organnya dan dilakukan pemeriksaan hispatologi pada organ jantung, ginjal, lambung, usus, dan hati, kemudian dibandingkan dengan control normal. Setelah itu dihitung nilai LD50 dengan menggunakan metode Weil.

Pemeriksaan hispatologi ini dilakukan untuk melihat pengaruh dari pemberian ekstrak daun sirih terhadap organ mencit. Organ yang telah diambil kemudian dicuci dengan NaCl 0,9% lalu difiksasi dengan larutan formalin 10% dan sisa untuk dibuat preparat. Setelah itu dilakukan pengamatan hispatologi dengan menggunakan cahaya untuk melihat adanya kelainan pada jaringan jaringan tersebut. Cara pengambilan organ mencit :

1. Mencit yang akan dibedah dan dibunuh dengan cara pembunuhan

2. Mencit yang sudah mati kemudian ditelentangkan pada papan bedah

3. Mencit dibedah kemudian organ yang akan di uji di ambil dengan cara di gunting atau di potong menggunakan alat bedah 4. Hal tersebut di lakukan secara hati-hati agar organ tidak rusak kemudian organ tersebut di timbang , lalu di simpan ke dalam tabung yang telah diisi larutan formalin 10 % Pengujian toksisitas subakut

Pada uji toksisitas subakut perhitungan dosis dilakukan sama dengan sebelumnya. Dan dosis yang digunakan ada 3 yaitu dosis yang tidak memiliki efek farmakologis, dosis efek farmakologis, dan dosis toksis tetapi tidak menyebabkan kematian. Pada uji toksisitas subakut ekstrak uji diberikan setiap hari selama 28 hari dan pengamatan dilakukan pada hari ke 29. Pengamatan yang dilakukan juga sama dengan pengamatan sebelum nya yang meliputi organ ginjal, hati, lambung, dan usus. Dari hasil perhitungan didapatkan :

Dosis percobaan

Kelompok Jumlah mencitDosis ( g/kgBB)

110Kontrol

2102,7

3105,4

41010,8

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penapisan fitokima yang dilakukan pada daun sirih (Piper betle L.) maka diperoleh hasil :Golongan

SenyawaDaun Sirih

SerbukEkstrak

Alkaloid++

Flavonoid++

Saponin++

Steroid++

Triterpenoid++

Tannin++

Kuinon--

Kumarin++

Minyak atsiri++

Hasil Uji Toksisitas AkutKelompokJumlah

MencitDosis

(g/kgBB)Hasil%

Kematian

155,400

2510,8360

3521,6360

4543,2480

Hasil Pengamatan Gejala Toksik

DosisTanda Toksik

Dosis IMencit

1-5Setelah pemberian bahan uji, mencit terlihat lemas namun setelah dua jam, mencit kembal beraktifitas seperti biasa dan normal kembali,

Dosis IIMencit 1Gelisah, aktivitas menurun, detak jantung cepat, bingung, bulu berdiri dan gemetar

Mencit 2Sulit bernapas dan terengah-engah, setya badan menjadi gemetar

Mencit 3Tremor, ataxia (melompat-lompar), gelisah dan terjadi penurunan aktivitas

Mencit 4Terjadi penurunan aktivitas, tremor, dan buku menjadi berdiri

Mencit 5Tidak terlihat adanya tanda-tanda toksik, mencit beraktifitas seperti biasa.

Dosis IIIMencit 1Agresif, mengeluarkan bunyi bila perut disentuh, dan kejang-kejang

Mencit 2Tidak terlihat adanya tanda toksik

Mencit 3Badan gemetar, jantung berdetak kencang dan keluar air mata kemudian mata sebelah kiri menjadi buta dan kejang-kejang

Mencit 4Menjadi agresif dan ketakutan

Mencit 5Buang air kecil berdarah, oerut memvesar, bulu berdiri, detak jantung kencang, kaki belakang menjadi lumpuh dan lemas

Dosis IVMencit 1Agresif, ataxia, dan kejang-kejang

Mencit 2Tidak terihat adanya tanda toksik hanya menjadi lebih lincah dan agresif

Mencit 3Jantung berdebar kencang, kejang-kejang dan aktivitas menurun

Mencit 4Penurunan aktivitas, keluar air mata, buang air kecil seperti nanah, mata sayu dan lemas, bulu rontok dan ekor menegang

Mencit 5Lemas dan terjadi penurunan aktivitas

Hasil Pengamatan Hispatologi

DosisOrganPengamatn Organ

Dosis I

HatiDitemukan vakuola lemak

JantungTidak terlihat adanya kelainan

GinjalDitemukan beberapa sel radang namun tidak terlalu luas

LambungSudah terlihat adanya erosi pada jaringan epitel

UsusTerjadinya rupture epitel, struktur sel tidak jelas, terdapat sel radang

Dosis IIHatiTidak terlihat adanya kelainan

JantungTidak terlihat adanya kelainan

GinjalDitemukan beberapa sel yang mengalami degenerasi dan menuju kea rah terjadinya nekrosis

LambungTerdapat kerusakan pada jaringan epitel namun tidak terlalu luas karena masih terlihat jelas lapisan mukosa

UsusTerjadi kerusakan pada lapisan mukosa

Dosis IIIHatiBatasan sel sudah tidak jelas, ditemukannya banyak vakuola lemak, diduga adanya perlemakan hati, adanya degenerasi bengkak keruh

JantungTidak terlihat adanya kelainan

GinjalSystem tubulus dan glomerulus sudah mengalami nekrosis dan struktur glomelurus sudah rusak

LambungSebagian permukaan mukosa sudah terkikis sehingga kerusakan yang terjadi sudah lebih besar yang tersisa hanya sebagian lapisan serosa dan sebagian lapisan muskularis

UsusTerjadinya kerusakan pada lapisan mukosa, terlihat adanya perdarahan di dalam usus dengan ditemukannya eritrosit

Dosis IVHatiDitemukan banyak vakuola lemak

JantungRidak terlihat adanya kelainan

GinjalTerjadi perdarahan dengan ditemukannya eritrosit di daerah tubulus, pada tubulus inti selnya terluhat sedikit, terlihat beberapa sel yang menuju nekrosis

LambungAda beberapa bagian yang mengalami kerusakan pada lapisan mukosa

UsusMengalami kerusakan pada lapisan mukosa dan ditemukan adanya sel nekrosis

Hasil uji toksisitas subakut

KelompokJumlah

MencitDosis

(g/kgBB)Hasil%

Kematian

110kontrol00

2102,700

3105,400

41010,8660

Pembahasan Pada penelitian ini ini bahan uji yang digunakan yaitu campuran ekstrak etanol daun sirih ( Piper betle L ) . Daun sirih yang digunakan diperoleh dari Balai penelitian tanaman obat dan aromatic , Bogor. Daun sirih tersebut kemudia di determinasi di lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI) , dari hasil determinasi diketahui bahwa daun sirih yang digunakan adalah Piper betle Linn dari family Piperaceae. Daun sirih yang telah di determinasi kemudian di sortasi untuk menghilangkan kotoran dan daun-daun yang sudah busuk, setelah di sortasi daun di cuci dengan air menglair kemudian di keringkan untuk menghilangkan kadar air yang masih terdapat dalam simplisia . proses pengeringan dilakukan dalam ruangan agar terhimdar dari sinar matahari langsung yang dapat merusak kandungan di dalam sirih akibat pemanasan berlebih. Daun sirih yang sudah kering dihaluskan hingga di peroleh serbuk yang halus . serbuk yang halus kemudian di ayak agar di peroleh ukuran yang seragam. Tujuan dalam pembuatan serbuk ini yaitu agar permukaan daun sirih menjadi lebih luas sehingga senyawa yang terkandung di dalamnya dapat ter ekstrak seluruhnya .

Setelah itu dilakukan uji penapisan fitokimia untuk mengetahui kandungan apa saja yang terdapat dalam serbuk simplisia daun sirih ( Piper betle L ) . dari hasil yang telah di dapat serbuk simplisia daun sirih mengandung alkaloid, steroid , triterpenoid , flavonoid , saponin, kumarin, tannin dan minyak atsiri

Dari penapisan fitokimia dilakukan uji ekstraksi yang bertujuan untuk menarik kandungan kimia yang terdapat dalam simplisia. Proses ekstraksi meliputi pembuatan serbuk, pembasahan, penyarian , dan pemekatan. Pada proses pembasahan dilakukan dengan cara maserasi.

Maserasi merupakan proses pembuatan ekstrak simplisia yang mengguanakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperature ruangan atau kamar. Proses maserasi pada serbuk daun sirih dilakukan dengan cara merendam simplisia dalam pelarut sealama 24 jam . setelah 24 ja, dilakukan penyaringan untuk memperoleh filtratnya kemudian sisa ampas di rendam kembali dengan menggunakan pelarut yang sama. Hal tersebut dilakukan terus menerus hingga di peroleh filtrate yang warnanya sudah pucat sehingga kandungan kimia di dalamnya data ter ekstrak secara maksimal. Metode maserasi merupakan metode yang sederhana sehingga mudah untuk dilakukan .

Pelarut yang digunakan pada proses maserasi ini adalah etanol n70 %. Etanol 70 % bersifat polar karena terdiri dari campuran etanol dan air . senyawa yang terkandung dalam simplisia dapat tertarik secara maksimal karena sebagian dari senyawa tersebut ada yang dapat tertarik dalam etanol dan ada pula yang tertarik dalam air .

Setelah dilakukan proses maserasi dilanjutkan pada proses pengentalan atau pemekatan dengan menggunakan alat rotary vacuum evaporator. Prinsip kerja alat ini berdasarkan pada penurunan tekanan sehingga pelarut dapat menguap pada suhu dibawah titik didihnya. Tujuan dari penggunaan alat tersebut yaitu untuk menghilangkan pelarut yang terdapat dalam filtrate sehingga di peroleh ekstrak kental dari daun sirih . Setelah di dapatkan ekstrak dilakukan uji penapisan fitokimia kembali untuk melihat perbedaan antara senyawa yang terkandung dalam ekstrak dengan senyawa yang terkandung dalam serbuk simplisia. Proses selanjutnya yaitu pembuatan sediaan dosis dimana ekstrak daun sirih dilarukan kedalam larutan Na CMC dengan konsentrasi 0,5%

Pada penelitian ini hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih jantan , pemilihan mencit jantan dikarenakan pada mencit jantan tidak dipengaruhi siklus estrus yang dapat menimbulkan aktivitas hormone yang tidak stabil sehingga di kwatirkan nantinya akan berpengaruh pada proses pengamatan

Mencit yang digunakan di aklimatisasi terlebih dahulu selama 2 minggu dengan tujuan agar mencit tersebut dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Selama proses aklimatisasi dan pengamatan mencit di timbang setiap hari untuk mengetahui perubahan berat badan yang terjadi. Mencit yang digunakan pada pnelitian ini merupakan mencit dewasa yang memiliki berat badan antara 20-3- gram dengan usia 2-3 bulan. Setelah proses aklimatiasi, mencit dikelompokan menjadi 5 kelompok yang terdiri dari kelompok normal, kelompok dosis 1 kelompok dosis 2 , kelompok dosis 3 dan kelompok dosis 4 Pembagian kelompok berdasarkan berat badannya, kemudia mencit dipuasakn terlebih dahulu agar pada saat diberikan larutan uji keadaan lambung mencit dalam keadaan kosong sehingga tidak mempengaruhi pada proses pengamatan

Sebelum dilakukan uji toksisitas maka diperlukan uji pendahuluan terlebih dahulu untuk meperoleh dosis yang tepat pada saat pengujian toksisitas sehingga diperoleh dosis yang dapat membunuh separuh dari hewan uji. Pada uji pendahuluan mencit dikelompokan menjadi 4 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 4 mencit jantan. Dosis yang digunakan yaitu 0,46 g/kgBB, 10,5 g/kgBB, dan 57,5 g/KgBB. Dari hasil yang diperoleh pada uji pendahuluan yaitu terdapat kematian pada dosis 3 dan 4. Pada dosis 1 terdapat kematian 0 % dosis 2 0% , dosis 3 75 % dan dosis 4 100 % . dari hasil tersebut dosis yang akan digunakan untuk uji toksisitas yaitu berada diantara dosis 2 dan dosis 4. Dari hasil uji pendahuluan rentang dosis yang digunakan untuk uji toksisitas yaitu antara 2,3 g/kgBB sampai 57.5 g/kgBB. Maka di ambil keputusan untuk penggunaan dosis terendah yaitu sebesar 2,7 g/kgBB. Untuk menentukan dosis selanjutnya yaitu dengan menggunakan kelipatan 2 sehingga dosis selanjutnya yaitu sebesar 5,4 g/kgBB, 10,8 g/kgBB dan 21,6 g/kgBB. Dikarenakan pada dosis 2,7 g/kgBB tidak terlihat gejala toksis maka dilakukan peningkatan dosis kembali yaitu dengan menggunakan dosis 5,4 g/kgBB sebagai dosis terendah sedangkan dosis tertinggi menjadi sebesar 43,2 g/kgBB. Setelah penentuan dosis, mencit yang sudah di aklimatisasi diberikan sediaan bahan uji yang suda di sesuaikan terhadap bobot badan masing-masing mencit, pemberian dilakukan secra oral dengan menggunakan sonde . pegamatan dilakukan selama 24 jam untum mengetahui hewan uji yang mati dan melihat gejala toksik yang terjadi. Dalam waktu 24 jam telah terjadi kematian sebanyak 3 ekor yaitu pada dosis 2 mencit 3 , pada dosis 3 mencit 3 dan pada dosis 4 mencit 1 . gejala toksis yang umumnya terjadi yaitu tremor, ataxia, jantung berdetak kencang. Kejang-kejang serta terjadinya penurunan aktifitas . sedangkan untuk sisa mencit lainnya tetap dilakukan engamatan hingga 14 hari, hal tersebut dilakukan untuk mengetahui adanya efek toksik yang tertunda pada mencit. Selama pengamatan mencit ditimbang setiap hari untuk mengetahui perubahan berat badan yang terjadi. Dari hasil tersebut telah terjadi penurunan berat badan pada mencit gejala toksik yang terjadi selama pengamatan bervariasi dimulai adanya penurunan aktifitas mencit menjadilebih diam lalu dilanjutkan dngan terjadinya tremor dan kejang-kejang. Namun. Pada penelitian ini efek toksik terlihat setelah beberapa hari dari pemeberian bahan uji namun ada beberapa hewan uji yang sudah terlihat adanya gejala toksik akan tetapi beberapa hari kemudian menjadi pulih kembali.

Setelah 14 hari pengamatan sisa mencit yang masih membius dengan eter. Hewan uji yang telah mati langsung dilakukan pembedahan untuk mengambil organ jantung, hati, ginjal , lambung dan usus, kenudian dilakukan penimbangan bobot organ mencit . setelah itu dilakukan perhitungan nilai LD50 dengan menggunakan metode weil. Hasil yang di perleh yaitu telah terjadi kematian pada dosis 2 sebanyak 3 ekor , dosis 3 sebanyak 3 ekor da dosis 4 sebanyak 4 ekor dengan persen kematian 0 %,60%,60%, dan 80%. Faktor kematian yang diperoleh adalah 3,99 g/kgBB dan termaasuk dlam kategori praktis tidak toksis karena berada pada rentang 5-15 g/kg.

Organ mencit ditimbang lalu dilakukan pengamatan secara makroskopik dan mikroskopik. Dari hasil pengamatan secara makroskopik terlihat adanya kerusakan pada dosis 2 mencit 1 dan dosis 3 mencit 5 . pada dosis dua mencit satu, hati terlihat berwarna hitam pekat, terdapat cairan yang berlebih di dalam rongga tubuh, lambung terlihat memerah dan usu terlihat menggembung transparan dan berisi cairan serta gelembung. Sedangkan pada dosis tiga mencit lima lambung terlihat besar dan menggembung transparan terjadi pendarahan di usus dan jaringan serta kandung kemih berisi cairan darah

Kemudia setelah dilakukan pengamatan makroskopik dilanjutkan dengan pengamatan mikroskopik dengan membyat preparat organ tahapan dalam pembuatan preparat organ meliputi fiksasi, dehidrasi , pembenihan , pembenaman, pengecoran , pemotongan jaringan , pewranaan, dan perekatan atau penempelan. Pada proses fiksasi larutan yang digunakan adalah formalin 10 %. Tujuan dari fiksasi ini untuk mempertahankan susunan jaringan agar mendekati kondisi seperti waktu hidup serta untuk mengeraskan jaringan agar mudah diris tipis.

Setelah di dapat preparat organ kemudian dilanjutkan pengamatan mikroskopik dengan menggunakan mikroskop cahaya . dilhat beberapa kerusakan yang terjadi lalu dibandingkan dengan control normal. Dari hasil pemgamatan terlihat adanyakelainan pada setiap organ kecuali organ jantung. Kerusakan yang paling jelas terlihat yaitu pada organ lambung. Pada dosis 1 organ lambung sudah mulai terlihat adanya kerusakan semakin tinggi dosis yang diberikan kerusakaan yang terjadi pun semakin meluas. Pada lambung terjadi kerusakan pada bagian lapisan mukosa , ditemukan sel radang dan telah terjadi nekrosis pada sel epitelSedangkan pada organ usus keruskan yang terjadi sama dengan keruskana pada organ lambung yaitu terjadi erosi pada bagian lapisan mukosa usus dan pada dosis 3 mencit 5 telah terjadi pendrahan dengan ditemuannya eritrosis di dalam lumen usus . keruskaan yang terjadi pada lapisan mukosa baik usus maupun lambung diduga karena adanya efek dari kandungan yang terdapat dalam campuran ekstrak etanol daun sirih .

Pada organ ginja; terlihat keruskan yang terjadi dengan ditemukannya kerusakan pada sturktur glomerulus yang tidak normal, inti sel di tubulus yang semakin sedikit terjadinya nekrosis serta telah terjadinya pendarahan dengan ditemukannya eritrosit pada bagian sela tubulus dan di dalam tubulus. Sedangkan pada organ hati ditemukan banyak vakuola lemak yang di duga adanya perlemakan pada hati. Perlemakan hati biasanya terjadi karena adanya gangguan dalam metabolism lemak adanya pengangkutan yang berlebihan serta terjadi sintesis lemak tang betambah pada sel hati. Dari hasil pengamatan organ dapat dilihat adanya kelainan pada setiap organ kecuali jantung. Kerusakan yang paling jelas terlihat pada organ lambung dan usus. Saat pemberian dosis I pun sudah mulai terihat adanya kerusakan, semakin tinggi dosis maka semakin parah juga kerusakan yang terjadi, dapat dilihat pada bagian mukosa terjadi peradangan dan terjadi pula nekrosis pada sel epitel. Pada organ ginjal juga terjadi banyak kerusakan antara lain, necrosis, berkurang nya inti sel di tubulus, dan pendarahan yang ditandai dengan ditemukannya eritrosir di dalam tubulus. Sedangkan, pad organ hati ditemukan banyak vakuola lemak yang diduga adanya perlemakan di hati. Penelitian uji toksisitas akut yang dilakukan pada pengamatan selama 14 hari didapatkan bahwa pemberian bahan uji campuran ekstak etanol daun sirih kering berpengaruh pada organ ginjal, hati, lambung dan usus.BAB V

KESIMPULAN Daun sirih ( Piper betle L) merupakan obat tradisional yang telah di gunakan secara turun temurun yang memiliki manfaat : Menahan pendarahan, menyembuhkan luka kulit , obat saluran pernapasan , bersifat sebagai astringen, diuretik , anti peradangan , membersihkan tenggorokan dan menguatkan gigi, minyak atsiri dari ekstraknya mampu melawan beberapa bakteri gram positif dan gram negative. Uji yang dilakukan yaitu uji toksisitas akut dan sub akut

Uji toksisitas akut ( Uji ini dilakukan dengan memberikan zat kimia yang sedang diuji sebanyak satukali, atau beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam.

Uji toksisitas sub akut ( Uji ini dilakukan dengan memberikan zat kimia yang sedang diuji serulang-ulang, biasanya setiap hari atau lima kali seminggu dalam jangka waktu kurang lebih 10% dari masa hidup hewan, yaitu 3 bulan untuk tikus dan 1 atau 2 tahun untuk anjing Dari hasil pemeriksaan hispatologi menunjukan adanya kerusakan pada lapisan mukosa usus dan lambung , terjadinya pendarahan , nekrosis dan struktur glomerulus yang rusak pada ginjal serta di temukan adanya degenerasi bengkak keruh dan vakuola lemak pada hati

Pemberian bahan uji ektrak etanol daun sirih dapat berpengaruh pada organ ginjal, hati , lambung, dan usus. DAFTAR PUSTAKAA, Sengupta, P., Adhikary, B.K., Basak, and K., Chakrabarti.2000. Pre-clinical toxicity evaluation of leaf-stalk extractive f Piper betle Linn. Im rodents. Indian J Exp Biol Departements of Chemistry and Centre of Advanced Studies on Natural Products, University College of Science and Technology, Calcutta Unviversity . Vol 38(4) : 338-42

Arawbewela, Lakshimi , dkk . 2006. Piper betle : a potential natural antioxidants. International Journal of Food Science and Technology. Vol . 41: 10-14

Balazs, T., 1970. Measurement of Acute Toxicity, In Paget, G.E. (Ed), Methods in Toxicology, Blackwell Scientific Publication, Oxford: 49-55

Hutapea, J.R dkk. 1991 . Inventaris Tanaman Obat Indonesia Jilid 11. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta: 454-455

Manigauha , Ashish. 2009. Study the effect of phytochemical constituents of piper betle leaves extracts on liver Disorders by in vivo model. Journal of Pharmacy Research Vol. 2 Issue 3

Wahjoedi, Bambang , Saroni dan Widowati, Lucie . 2004. Kajian Potensi Tanaman Obat. Pusat Penelitian Pengembangan Farmasi dan Obat Tradisional. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Haryanto, Sugeng. 2009. Ensiklopedi Tanaman Obat Indonesia. Yogyakarta

Departemen Kesehatan RI.1999. Cara pengelolaan Simplisia Yang Baik . Direktorat Jendral pengawasan obat dan makanan, Jakarta