bab 2 landasan teori dan kerangka...

45
BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pemasaran Kotler (2005, p.10) mendefinisikan pemasaran sebagai proses sosial yang dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain. Asosiasi Pemasaran Amerika menawarkan definisi berikut: Pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi, dan penyaluran gagasan, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasarn individu dan organisasi. (Kotler, 2005,p.10) 2.1.2 Pengertian Manajemen Pemasaran Kotler (2005,p.11) mendefinisikan manajemen pemasaran sebagai seni dan ilmu untuk memilih pasar sasaran serta mendapatkan, mempertahankan, dan menambah jumlah pelanggan melalui penciptaan, penyampaian, dan pengkomunikasian nilai pelanggan yang unggul. 2.2. Pengambilan Keputusan Menurut Schermerhorn (2002, p.72), keputusan adalah pilihan diantara alternatif tindakan yang ada. Jadi keputusan adalah memilih satu atau dua alternatif untuk menyeleksi tingkatan yang ada. 7

Upload: dinhcong

Post on 19-Jul-2018

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7

BAB 2

LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Pemasaran

Kotler (2005, p.10) mendefinisikan pemasaran sebagai proses sosial yang dengan

proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan

dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa

yang bernilai dengan pihak lain.

Asosiasi Pemasaran Amerika menawarkan definisi berikut: Pemasaran adalah proses

perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi, dan penyaluran

gagasan, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasarn

individu dan organisasi. (Kotler, 2005,p.10)

2.1.2 Pengertian Manajemen Pemasaran

Kotler (2005,p.11) mendefinisikan manajemen pemasaran sebagai seni dan ilmu

untuk memilih pasar sasaran serta mendapatkan, mempertahankan, dan menambah jumlah

pelanggan melalui penciptaan, penyampaian, dan pengkomunikasian nilai pelanggan yang

unggul.

2.2. Pengambilan Keputusan

Menurut Schermerhorn (2002, p.72), keputusan adalah pilihan diantara alternatif

tindakan yang ada. Jadi keputusan adalah memilih satu atau dua alternatif untuk menyeleksi

tingkatan yang ada.

7

8

Sumarwan (2004, p.289) dalam bukunya menulis, Schiffman dan Kanuk (1994)

mendefinisikan suatu keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan

alternatif. Seorang konsumen yang hendak melakukan pilihan maka ia harus memiliki pilihan

alternatif. Seorang konsumen yang ingin membeli sebuah sedan, ia dihadapkan kepada

beberapa merek kendaraan : Toyota, Suzuki, Hyundai, Honda. Dengan demikian, ia harus

mengambil keputusan merek apa yang akan dibelinya, atau ia harus memilih satu dari

beberapa pilihan merek, jika konsumen tidak memiliki pilihan alternatif, seperti pada

pembelian obat menurut resep dokter. Ini bukanlah suatu situasi konsumen melakukan

keputusan. Suatu keputusan tanpa pilihan disebut sebagai sebuah “Hobson’s choice”.

Menurut Schiffman dan Kanuk (2004, p.6), studi perilaku konsumen terpusat pada

cara individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya mereka yang tersedia

(waktu, uang, usaha) guna membeli barang-barang yang berhubungan dengan konsumsi.

Hal ini mencakup apa yang mereka beli, mengapa mereka membeli, kapan mereka membeli,

dimana mereka membeli, seberapa sering mereka membeli, dan seberapa sering mereka

menggunakannya. Perilaku konsumen adalah proses yang dilalui oleh seseorang dalam

mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan bertindak pasca konsumsi produk,

jasa, maupun ide yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya.

9

2.2.1 Konsep Keputusan

Berdasarkan pendapat Prasetijo dan Ihalauw (2005, p.226), bila ditinjau dari

alternatif yang harus dicari, sebetulnya dalam proses pengambilan keputusan, konsumen

harus melakukan pemecahan masalah. Masalah itu timbul dari kebutuhan yang dirasakan

dan keinginannya untuk memenuhi kebutuhan itu dengan konsumsi produk atau jasa yang

sesuai. Pemecahan masalah ini menurut beberapa penulis memiliki tiga tingkatan.

- Pemecahan masalah yang mensyaratkan respons yang rutin,

keputusan yang diambil tidak disertai dengan usaha yang cukup untuk mencari informasi dan

menentukan alternatif. Banyak sekali keputusan yang dibuat secara rutin, tanpa pikir

panjang, bahwa setiap pagi seseorang makan nasi dan telur mata sapi, bahwa dia

memutuskan untuk menelepon dan bukan mendatangi temannya dan banyak lagi.

Kebiasaan berjalan secara otomatis. Perilaku seseorang merupakan respons terhadap

rutinitas ini, karena berulang-ulang dilakukan, terjadi begitu saja, bahkan seringkali tanpa

disadari. Mahasiswa yang setiap kali makan dan minum di kafe kampus, pada saat dia haus,

tanpa pikir panjang lagi dia akan menuju kafe kampus dan membeli minuman. Bila dia biasa

minum air mineral, maka dia akan langsung mengambil air mineral, menuju kasir dan

membayarnya.

Kenyataan bahwa konsumen mengambil keputusan rutin telah mengundang banyak

kritik terhadap model proses pengambilan keputusan konsumen. Model tradisional proses

pengambilan keputusan konsumen itu melukiskan tentang bagaimana rumitnya pengambilan

keputusan konsumen sebagai akibat dari berbagai pengaruh eksternal yang harus ditangani

konsumen dengan kerangka acuan yang telah ada dalam dirinya sebagai hasil dari sosialisasi

konsumen.

10

- Pemecahan masalah dengan proses yang tidak berbelit-belit (terbatas),

karena sudah ada tahap pemecahan masalah yang telah dikuasai. Keputusan untuk

memecahkan masalah dalam hal ini sangat sederhana. Jalan pintas kognitif yang menjadi ciri

khas pemecahan masalah ini menyebabkan seseorang tidak peduli dengan ada atau tidaknya

informasi.

Dia menggunakan kriteria yang kurang lebih sudah terbentuk, untuk mengevaluasi

kategori produk dan merek-merek dalam kategori tersebut. Bila ada informasi, informasi itu

hanya digunakan untuk membedakan merek yang satu dengan merek yang lain. Bila ingin

membeli buku tulis, misalnya, dia sudah mempunyai kriteria untuk mengevaluasi produk

tersebut. Bila ada informasi, dia hanya menggunakan informasi ini untuk membedakan

antara buku tulis Kiki dan buku tulis Sinar Dunia. Dia telah melakukan terobosan, dengan

tidak lagi mengevaluasi setiap atribut dan fitur produk dan memilih mana yang sesuai

dengan kebutuhannya.

- Pemecahan masalah yang dilakukan dengan upaya yang lebih berhati-hati

dan penuh pertimbangan (pemecahan masalah yang intensif),

dalam tingkatan ini konsumen memerlukan informasi yang relatif lengkap untuk membentuk

kriteria evaluasi, karena dia belum mempunyai kriteria yang baku. Proses pemecahan

masalah menjadi lebih rumit dan panjang, dan biasanya mengikuti proses tradisional, mulai

dari sadar akan kebutuhan, motivasi untuk memebuhi kebutuhan itu, mencari informasi,

mengembangkan alternatif, memilih satu dari alternatif-alternatif tersebut, dan memutuskan

untuk membeli.

11

Hal ini terutama bila menyangkut produk yang gampang dilihat orang lain, dan

sangat mempengaruhi citra diri sosial seseorang. Pembelian perabot rumah tangga, misalnya

memerlukan pertimbangan yang masak, karena perabot rumah tangga mudah dilihat oleh

tamu, tetangga atau teman lain yang sering disebut significant others (orang lain yang

signifikan bagi kehidupan seseorang, terutama citra dirinya).

Gambar berikut ini menguraikan tipe atau tingkatan pemecahan masalah yang

dilakukan oleh konsumen :

Sumber : Prasetijo dan Ihalauw (2005, p.228)

Gambar 2.1 Tingkat-tingkat pemecahan masalah

Produk yang murah Produk yang lebih mahal Pembelian yang sering Pembelian yang jarang Keterlibatan rendah Keterlibatan tinggi Kelas produk dan merek Kelas produk dan merek yang kurang terkenal yang terkenal Pembelian dengan Pembelian dengan pertimbangan dan pertimbangan dan pencarian yang kurang pencarian intensif matang

Perilaku sebagai Respons Rutin

Pemecahan Masalah yang Terbatas

Pemecahan Masalah yang Intensif

12

2.2.2 Analisis Pengambilan Keputusan Konsumen

Prasetijo dan Ihalauw (2005, p.228) mengemukakan bahwa ada empat sudut

pandang dalam menganalisis pengambilan keputusan konsumen. Pertama adalah sudut

pandang ekonomis, dan kedua adalah sudut pandang pasif. Sudut pandang ketiga adalah

sudut pandang kognitif dan yang terakhir adalah sudut pandang emosional.

Sama halnya dengan Schiffman dan Kanuk (1994) mengemukakan empat macam

perspektif dari model manusia (model of man). Model manusia yang dimaksud disini adalah

suatu model tingkah laku keputusan dari seorang individu berdasarkan empat perspektif,

yaitu manusia ekonomi (economin man), manusia pasif (passive man), manusia kognitif

(cognitive man), dan manusia emosional (emotional man). Model manusia ini

menggambarkan bagaimana dan mengapa seorang individu berperilaku seperti apa yang

mereka lakukan.

• Sudut Pandang Ekonomis/Manusia Ekonomi

Konsep manusia ekonomi berasal dari disiplin ekonomi. Manusia dipandang

sebagai seorang individu yang melakukan keputusan secara rasional. Agar

seorang individu dapat berpikir rasional, maka ia harus menyadari berbagai

alternatif produk yang tersedia. Dia juga harus mampu merangking berbagai

alternatif tersebut berdasarkan kebaikan dan keburukan produk alternatif

tersebut, dan mampu memilih yang terbaik dari alternatif yang tersedia. Manusia

ekonomi berusaha mengambil keputusan yang memberikan kepuasan

maksimum. Keputusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ekonomi

seperti harga, jumlah barang, utilitas marjinal, dan kurva indifferen.

13

Namun menurut para ahli ilmu sosial, model economic man ini tidak realistis.

Alasan yang mereka kemukakan adalah :

- Manusia memiliki keterbatasan kemampuan, kebiasaan, dan gerak. Orang

yang tidak terampil berkomunikasi akan malas bertanya. Orang yang tidak

suka pergi jauh, membeli di warung sebelah rumah.

- Manusia dibatasi oleh nilai-nilai dan tujuan. Seseorang yang ingin

menghangatkan badan di malam yang dingin, tidak selalu pergi membeli

ronde ke kota. Alasan pertama karena dia perempuan dan perempuan tidak

pantas pergi malam-malam di negeri ini; karena tujuannya hanya

menghangatkan badan. Jadi, kopi panas buatan sendiri pun bisa memenuhi

tujuan.

- Manusia dibatasi oleh pengetahuan yang mereka miliki. Tidak semua

informasi mengenai produk bisa mereka pahami. Jadi, kriteria evaluasi yang

ingin mereka bentuk pun tidak akan setepat economic man.

Sehubungan dengan itu, konsumen tidak membuat keputusan yang rasional, tetapi

keputusan yang memuaskan adalah keputusan yang cukup baik.

• Sudut Pandang Pasif/Manusia Pasif

Model ini menggambarkan manusia sebagai individu yang mementingkan diri

sendiri dan menerima berbagai macam promosi yang ditawarkan pemasar.

Konsumen digambarkan sebagai pembeli yang irasional dan impulsif, yang siap

menyerah kepada usaha dan tujuan pemasar. Konsumen seringkali dianggap

sebagai objek yang bisa dimanipulasi. Model tersebut bertolak belakang dengan

model manusia ekonomi. Model manusia pasif dianggap tidak realistis. Model

tidak menggambarkan peran konsumen yang sama dalam banyak situasi

14

pembelian. Peran adalah mencari informasi mengenai alternatif produk dan

memilih produk yang bisa memberikan kepuasan yang paling besar. Dalam

situasi yang sebenarnya konsumen jarang menjadi objek manipulasi.

• Sudut Pandang Kognitif/Manusia Kognitif

Sudut pandang ini menganggap konsumen sebagai cognitive man atau sebagai

problem solver. Menurut pandangan ini, konsumen merupakan pengolah

informasi yang senantiasa mencari dan mengevaluasi informasi tentang produk

dan gerai. Pengolahan informasi selalu berujung pada pembentukan pilihan,

selanjutnya terjadi inisiatif untuk membeli atau menolak produk. Jadi, cognitive

man dapat diibaratkan berdiri di antara economic man dan passive man.

Cognitive man juga seringkali mempunyai pola respons tertentu terhadap

informasi yang berlebihan dan seringkali pula mengambil keputusannya

(heuristic) untuk sampai pada keputusan yang memuaskan. Seseorang yang

menginginkan parfum untuk memenuhi kebutuhan sosialisasinya akan mencari

informasi sebanyak mungkin dan menentukan alternatif, tetapi bisa saja dia

menentukan pilihan berdasarkan harga.

• Sudut Pandang Emosional/Manusia Emosional

Pendekatan ini menekankan emosi sebagai pendorong utama sehingga

konsumen membeli suatu produk. Favoritisme merupakan salah satu bukti

bahwa seseorang berusaha mendapatkan produk favoritnya, apa pun yang

terjadi. Benda-benda yang menimbulkkan kenangan juga dibeli berdasarkan

emosi. Orang suka sekali membeli stiker sepak bola, kartu baseball, dan

sebagainya, dengan harga tidak murah, karena didorong oleh emosi belaka.

15

Jadi, perasaan dan suasana hati sangat berperan dalam pembelian yang

emosional. Dekorasi, gerai, cahaya, warna, aroma, musik, dan sebagainya

dipakai pemasar untuk memengaruhi perasaan dan suasana hati. Tetapi jangan

sampai terperangkap pada anggapan bahwa emotional man itu tidak rasional.

Mendapatkan produk yang membuat perasaannya lebih baik merupakan

keputusan yang rasional.

2.2.3 Peran Keputusan

Peran keputusan pembelian merupakan hal yang penting bagi pembeli dan penjual

(perusahaan) itu sendiri. Bagi perusahaan adalah penting untuk mengetahui faktor-faktor

yang mempengaruhi perilaku pembelian, namun terdapat hal lain yang harus juga

diperhatikan perusahaan yaitu pemegang peranan dalam pembelian dan keputusan untuk

membeli.

Terdapat lima peran yang terjadi dalam keputusan pembelian yang dijelaskan oleh

Simamora (2004, p.15), yakni:

1. Pemrakarsa (initiator), orang yang pertama kali menyarankan membeli suatu produk.

2. Memberi pengaruh (influencer), orang yang pandangan atau nasehatnya memberi

bobot dalam pengambilan keputusan terakhir.

3. Mengambil keputusan (decider), orang yang sangat menentukan sebagian atau

keseluruhan keputusan pembelian, apakah membeli, apa yang dibeli, kapan hendak

membeli, dengan bagaimana cara membeli, dan dimana akan membeli.

4. Pembeli (buyer), orang yang melakukan pembelian nyata.

5. Pemakai (user), orang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa.

16

2.2.4 Tahap-tahap Proses Keputusan Pembelian

Berdasarkan pendapat Kotler (2005, p.224) terdapat lima tahap proses keputusan

pembelian, yaitu:

Sumber: Kotler (2005, p.224)

Gambar 2.2 Proses Pembelian Konsumen Model Lima Tahap

• Pengenalan Masalah

Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali masalah atau kebutuhan.

Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal atau eksternal. Dalam kasus

pertama, salah satu kebutuhan umum seseorang---lapar, haus, seks---mencapai ambang

batas tertentu dan mulai menjadi pendorong. Dalam kasus kedua, kebutuhan ditimbulkan

oleh rangsangan eksternal. Seseorang melewati toko kue dan melihat roti yang segar serta

hangat sehingga terangsang rasa laparnya; orang tersebut mengagumi mobil baru

tetangganya; atau ia menonton iklan televisi tentang liburan di Hawaii.

Pengenalan masalah

Pencarian informasi

Evaluasi alternatif

Keputusan pembelian

Perilaku pascapembelian

17

• Pencarian Informasi

Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi

yang lebih banyak. Kita dapat membaginya ke dalam dua level rangsangan. Situasi pencarian

informasi yang lebih ringan dinamakan penguatan perhatian. Pada level itu orang hanya

sekedar lebih peka terhadap informasi produk.

Pada level selanjutnya, orang itu mungkin masuk ke pencarian informasi secara aktif.

Mencari bahan bacaan, menelepon teman, dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk

tertentu. Yang menjadi perhatian utama pemasar adalah sumber-sumber informasi utama

yang menjadi acuan konsumen dan pengaruh relatif tiap sumber tersebut terhadap

keputusan pembelian selanjutnya. Sumber informasi konsumen digolongkan ke dalam empat

kelompok:

Sumber pribadi: Keluarga, teman, tetangga, kenalan

Sumber komersial: Iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, pajangan di

toko

Sumber publik: Media massa, organisasi penentu peringkat konsumen

Sumber pengalaman: Penanganan, pengkajian, dan pemakaian

produk

Melalui pengumpulan informasi, konsumen tersebut mempelajari merek-merek yang

bersaing beserta fitur merek tersebut. Gambar 2.3 menunjukkan seluruh kumpulan merek

yang dihadapi oleh konsumen tertentu. Masing-masing konsumen hanya akan mengetahui

sebagian dari merek-merek itu (kumpulan kesadaran). Beberapa merek akan memenuhi

kriteria pembelian awal (kumpulan pertimbangan). Ketika seseorang mengumpulkan lebih

banyak informasi, hanya sedikit merek yang tersisa sebagai calon untuk dipilih (kumpulan

pilihan). Merek-merek dalam kumpulan pilihan itu semuanya mungkin dapat diterima. Orang

itu membuat keputusan akhirnya berdasarkan kumpulan itu.

18

Kumpulan Kumpulan Kumpulan Kumpulan Keputusan

total kesadaran pertimbangan pilihan

IBM IBM IBM IBM

Apple Apple Apple Apple ?

Dell Dell Dell Dell

HP HP Toshiba

Toshiba Toshiba

Compaq Compaq

NEC

Tandy

.

.

.

Sumber : Kotler (2005, p.225)

Gambar 2.3 Kumpulan Perurutan pada Pengambilan Keputusan Konsumen

Sumarwan (2004, p.296) menjelaskan konsumen akan mencari informasi yang

tersimpan di dalam ingatannya (pencarian internal) dan mencari informasi dari luar

(pencarian eksternal). Konsumen akan mencari informasi berbagai jenis mesin cuci, berapa

merek yang ada, berapa harganya, di mana bisa membeli, dan cara pembayaran yang

sesuai.

19

• Evaluasi Alternatif

Menurut pendapat Kotler (2005, p.226), tidak ada proses evaluasi tunggal sederhana

yang digunakan oleh semua konsumen atau oleh satu konsumen dalam semua situasi

pembelian. Terdapat beberapa proses evaluasi keputusan, dan model-model yang terbaru

memandang proses evaluasi konsumen sebagai proses yang berorientasi kognitif. Yaitu,

model tersebut menganggap konsumen membentuk penilaian atas produk dengan sangat

sadar dan rasional.

Beberapa konsep dasar akan membantu kita memahami proses evaluasi konsumen:

Pertama, konsumen berusaha memenuhi kebutuhan. Kedua, konsumen mencari manfaat

tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen memandang masing-masing produk sebagai

sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat

yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan itu. Atribut yang diminati oleh pembeli

berbeda-beda bergantung jenis produknya:

1. Kamera: Ketajaman gambar, kecepatan kamera, harga

2. Hotel: Lokasi, kebersihan, suasana, harga

3. Obat kumur: Warna, efektivitas, kemampuan membunuh kuman, harga, rasa/aroma

4. Ban: Keselamatan, umur pemakaian, mutu ketika dikendarai, harga

Dalam bukunya, Sumarwan (2004, p.302) menjelaskan bahwa evaluasi alternatif

adalah proses mengevaluasi pilihan produk dan merek, dan memilihnya sesuai dengan yang

diinginkan konsumen, pada proses evaluasi alternatif, konsumen membandingkan berbagai

pilihan yang dapat memecahkan masalah yang dihadapinya.

Menurut Mowen dan Minor (1998), pada tahap ini konsumen membentuk

kepercayaan, sikap, dan intensinya mengenai alternatif produk yang dipertimbangkan

tersebut. Proses evaluasi alternatif dan proses pembentukan kepercayaan dan sikap adalah

proses yang sangat terkait erat. Evaluasi alternatif muncul karena banyaknya alternatif

20

pilihan. Pilihan mengenai merek mesin cuci, jenis mesin cuci, banyaknya alternatif pilihan.

Pilihan mengenai merek mesin cuci, jenis mesin cuci, ukuran mesin cuci, dan harga mesin

cuci. Konsumen akan memiliki seperangkat atribut mesin cuci yang akan digunakan sebagai

dasar dalam mengevaluasi alternatif. Atribut tersebut bisa berupa ukuran, harga,

penggunaan listrik, dan sebagainya. Konsumen akan memilih merek yang akan memberikan

manfaat yang diharapkannya.

Seberapa rumit proses evaluasi alternatif yang dilakukan konsumen sangat

tergantung kepada model pengambilan keputusan yang dijalani konsumen. Jika pengambilan

keputusan adalah kebiasaan (habit), maka konsumen hanya membentuk keinginan untuk

membeli ulang produk yang sama seperti yang telah dibeli sebelumnya. Apabila konsumen

tidak memiliki pengetahuan mengenai produk yang akan dibelinya, mungkin konsumen lebih

mengandalkan rekomendasi dari teman atau kerabatnya mengenai produk yang akan

dibelinya. Konsumen tidak berminat untuk repot-repot melakukan evaluasi alternatif. Dalam

kasus obat-obatan, konsumen percaya saja kepada dokter mengenai jenis dan merek obat

yang harus dibelinya. Apabila produk yang akan dibeli berharga mahal dan berisiko tinggi,

maka konsumen akan mempertimbangkan banyak faktor dan terlibat dalam proses evaluasi

alternatif yang ekstensif.

Menurut Mowen dan Minor (1998), proses evaluasi alternatif akan mengikuti pola

apakah mengikuti model pengambilan keputusan (the decision-making perspective), model

eksperiental (the experiental perspective), atau model perilaku (the behavioral perspective).

Jika konsumen berada dalam kondisi keterlibatan tinggi terhadap produk (high-involvement

decision making), maka proses evaluasi alternatif akan memiliki tahapan berikut:

pembentukan kepercayaan, kemudian pembentukan sikap, dan keinginan berperilaku

(behavioral intentions). Sehingga proses evaluasi alternatif dapat dijelaskan oleh model

multiatribut sikap.

21

Hasil akhir dari proses evaluasi alternatif pada keterlibatan tinggi adalah

pembentukan sikap umum terhadap masing-masing alternatif. Pada situasi keterlibatan

rendah, proses evaluasi alternatif hanya melibatkan pembentukan sedikit kepercayaan

kepada alternatif pilihan. Sedangkan sikap muncul setelah terjadinya perilaku. Jika konsumen

mengambil keputusan mengikuti model eksperiensial, maka proses evaluasi alternatif

berfokus kepada penciptaan sikap bukan kepada pembentukan kepercayaan. Sedangkan

proses evaluasi alternatif pada model perilaku, konsumen tidak membandingkan pilihan

alternatif sebelum melakukan pembelian.

Tabel 2.1 Proses Evaluasi Alternatif Berdasarkan Model Pengambilan

Keputusan

Model Pengambilan Keputusan Proses Evaluasi Alternatif

1. Keterlibatan Tinggi Membandingkan Kepercayaan Terhadap

Atribut

Membandingkan Sikap yang Muncul

2. Keterlibatan Rendah

Membandingkan Sejumlah Kecil Kepercayaan

Atribut

3. Model Eksperiensial Membandingkan Sikap yang Muncul

4. Model Perilaku Proses Perbandingan Tidak Dilakukan

Sebelum Pembelian

Sumber: Mowen dan Minor, 1998, hal 383

22

Pada proses evaluasi alternatif, konsumen membandingkan berbagai pilihan yang

dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Ada tiga atribut penting yang sering

digunakan untuk evaluasi, yaitu harga, merek, dan negara asal atau pembuat produk.

Setelah konsumen menentukan kriteria atau atribut dari produk atau merek yang dievaluasi,

yaitu harga, merek, dan negara asal atau pembuat produk, maka langkah berikutnya

konsumen menentukan alternatif pilihan. Setelah menentukan alternatif yang akan dipilih,

selanjutnya konsumen akan menentukan produk atau merek yang akan dipilihnya (the

consumer choice process). Proses pemilihan alternatif tersebut akan menggunakan beberapa

teknik pemilihan (decision rules). Decision rules adalah teknik yang digunakan konsumen

dalam memilih alternatif produk atau merek.

Teknik pemilihan terbagi ke dalam dua teknik utama, yaitu teknik kompensatori

(compensatory decision rules) dan teknik nonkompensatori (noncompensatory decision

rules). Prinsip dari teknik kompensatori adalah kelebihan suatu atribut dari sebuah merek

dapat menutupi kelemahan atribut lainnya. Teknik nonkompensatori diterapkan oleh

konsumen pada situasi keterlibatan rendah. Teknik ini menyatakan bahwa skor yang tinggi

pada satu atribut tidak bisa menutupi (mengkompensasi) skor yang rendah pada atribut lain.

Teknik nonkompensatori disebut juga sebagai model hirarki pilihan (hierarchical models of

choice atau heuristic models of choice), dimana konsumen membandingkan skor atribut satu

persatu. Beberapa teknik nonkompensatori adalah teknik leksikografik (the lexicographic

rule), teknik pengurangan bertahap (elimination by aspects), teknik konjungtif (conjunctive

rule), teknik disjungtif (disjunctive rule).

23

Teknik leksikografik (the lexicographic rule): Konsumen akan mengevaluasi merek

altenatif berdasarkan atribut yang dianggap paling penting. Konsumen akan memilih merek

yang memiliki performans (skor) atribut yang paling baik. Jika ditemukan beberapa merek

memiliki skor atribut yang sama baiknya, konsumen akan mengevaluasi atribut kedua yang

dianggap penting. Jika masih ditemukan atribut yang sama baiknya pada lebih dari satu

merek, proses evaluasi terus berlanjut kepada atribut lainnya, sampai ditemukan satu merek

yang paling baik.

Teknik pengurangan bertahap (elimination by aspects): Teknik ini sama dengan

leksikografik, yaitu memilih merek berdasarkan performans atributnya yang paling penting.

Bedanya, teknik pengurangan bertahap menetapkan skor minimum atau standar (cutoffs)

untuk atribut yang dianggap paling penting tersebut. Jika memenuhi skor minimum untuk

atribut penting pertama tersebut, maka merek akan terpilih. Jika diperoleh beberapa merek

pada evaluasi pertama, maka akan dilanjutkan dengan evaluasi atribut penting kedua, dan

begitu selanjutnya.

Teknik konjungtif (conjunctive rule): Konsumen akan menetapkan batas minimum

standar atau skor (cutoffs points) untuk setiap atribut yang dievaluasi. Jika suatu merek

memiliki skor semua atribut sama dengan atau lebih besar dari skor minimum yang

ditetapkan, maka merek tersebut akan dipilih. Namun, jika ada satu saja atribut yang tidak

memiliki skor minimum, maka merek tersebut akan ditolak. Teknik ini cocok untuk memilih

alternatif merek yang sangat banyak. Teknik ini menyederhanakan proses evaluasi merek,

sehingga pemilihan merek dapat dilakukan dengan cepat. Teknik konjungtif sering disebut

sebagai proses evaluasi dengan merek (processing by brand), karena konsumen

mengevaluasi suatu merek sepenuhnya sebelum mengevaluasi merek yang lain.

24

Teknik disjungtif (disjuntive rule): Teknik ini sama dengan teknik konjungtif, yaitu

menetapkan batas minimal skor untuk setiap atribut yang dievaluasi. Bedanya, teknik

disjungtif akan memilih merek yang memiliki skor yang tertinggi pada salah satu atribut dari

merek tersebut. Karena itu, teknik disjungtif biasanya menetapkan standar yang lebih tinggi

dari teknik konjungtif. Jika teknik konjungtif diterapkan dalam mengevaluasi tiga buah

merek, maka merek yang terpilih adalah yang harus memenuhi skor minimum pada setiap

atribut dan yang memiliki skor yang paling tinggi pada salah satu atributnya.

• Keputusan Pembelian

Sikap

orang lain

Evaluasi Niat Keputusan

alternatif pembelian pembelian

Faktor situasi

yang tidak

terantisipasi

Sumber: Kotler (2005, p.228)

Gambar 2.4 Tahapan Antara Evaluasi Alternatif dan Keputusan Pembelian

25

Dalam tahap evaluasi, para konsumen membentuk preferensi atas merek-merek

yang ada di dalam kumpulan pilihan. Konsumen tersebut juga dapat membentuk niat untuk

membeli merek yang paling disukai. Namun, dua faktor berikut dapat berada di antara niat

pembelian dan keputusan pembelian.

Faktor pertama adalah sikap orang lain. Sejauh mana sikap orang lain mengurangi

alternatif yang disukai seseorang akan bergantung pada dua hal: (1) intensitas sikap negatif

orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan (2) motivasi konsumen untuk

menuruti keinginan orang lain. Semakin gencar sikap negatif orang lain dan semakin dekat

orang lain tersebut dengan konsumen, konsumen akan semakin mengubah niat

pembeliannya. Keadaan sebaliknya juga berlaku: Preferensi pembeli terhadap merek

terhadap merek tertentu akan meningkat jika orang yang ia sukai juga sangat menyukai

merek yang sama. Pengaruh orang lain menjadi rumit jika beberapa orang yang dekat

dengan pembeli memiliki pendapat yang saling berlawanan dan pembeli tersebut ingin

menyenangkan mereka semua.

Yang terkait dengan sikap orang lain adalah peran yang dimainkan oleh

intermediaries yang mempublikasikan evaluasi mereka. Contoh-contohnya mencakup

Consumer Reports; Zagats (yang mempublikasikan tinjauan pelanggan atas restoran);

pengamat film, buku, dan musik profesional di amazon.com; dan semakin banyaknya ruang

obrolan yang merupakan tempat untuk membahas produk, layanan, dan perusahaan.

Konsumen jelas dipengaruhi oleh evaluasi itu.

Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak terantisipasi yang dapat muncul dan

mengubah niat pembelian. Konsumen yang bernama Jack Hamilton mungkin kehilangan

pekerjaan, beberapa pembelian lain mungkin mendesak, atau pelayan toko mematahkan

semangat pembelian Jack. Preferensi dan bahkan niat pembelian bukan merupakan peramal

perilaku pembelian yang benar-benar andal.

26

Keputusan konsumen untuk memodifikasi, menunda, atau menghindari keputusan

pembelian sangat dipengaruhi oleh risiko yang dipikirkan (perceived risk). Besarnya risiko

yang dipikirkan berbeda-beda menurut besarnya uang yang dipertaruhkan, besarnya

ketidakpastian atribut, dan besarnya kepercayaan diri konsumen. Para konsumen

mengembangkan rutinitas tertentu untuk mengurangi risiko, seperti penghindaran

keputusan, pengumpulan informasi dari teman-teman, dan preferensi atas nama merek

dalam negeri serta garansi. Para pemasar harus memahami faktor-faktor yang menimbulkan

perasaan dalam diri konsumen akan adanya risiko dan memberikan informasi serta dukungan

untuk mengurangi risiko yang dipikirkan itu.

Dalam melaksanakan niat pembelian, konsumen tersebut dapat membuat lima

subkeputusan pembelian: keputusan merek (merek A), keputusan pemasok (dealer 2),

keputusan kuantitas (satu komputer), keputusan waktu (akhir pekan), dan keputusan

metode pembayaran (kartu kredit). Pembelian barang kebutuhan sehari-hari melibatkan lebih

sedikit keputusan dan lebih sedikit pertimbangan. Contohnya, dalam membeli gula,

konsumen hanya sedikit mempertimbangkan pemasok atau metode pembayaran.

• Perilaku pascapembelian

Setelah membeli produk, konsumen akan mengalami level kepuasan atau

ketidakpuasan tertentu. (Kotler, 2005, p.228)

Kepuasan pascapembelian: Kepuasan pembeli merupakan fungsi dari seberapa

dekat harapan pembeli atas produk dengan kinerja yang dipikirkan pembeli atas produk

tersebut. Jika kinerja produk lebih rendah daripada harapan, pelanggan akan kecewa; jika

ternyata sesuai harapan, pelanggan akan puas; jika melebihi harapan, pembeli akan sangat

puas. Perasaan-perasaan itu akan membedakan apakah pembeli akan membeli kembali

27

produk tersebut dan membicarakan hal-hal yang menguntungkan atau tidak menguntungkan

tentang produk tersebt dengan orang lain.

Tindakan pascapembelian: Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap produk akan

mempengaruhi perilaku konsumen selanjutnya. Jika konsumen tersebut puas, ia akan

menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli kembali produk tersebut. Para

pelanggan yang tidak puas mungkin membuang atau mengembalikan produk tersebut.

Mereka mungkin mengambil tindakan publik seperti mengajukan keluhan ke perusahaan

tersebut, pergi ke pengacara, atau mengadu kelompok-kelompok lain (seperti lembaga

bisnis, swasta, atau pemerintah). Tindakan pribadi dapat berupa memutuskan untuk berhenti

membeli produk tersebut (pilihan untuk keluar) atau memperingatkan teman-teman (pilihan

untuk berbicara).

Dalam buku Prasetijo dan Ihalauw (2005, p.231) pengambilan keputusan menurut

Schiffman dan Kanuk (2000) dijelaskan melalui Gambar 2.5, penjelasannya adalah sebagai

berikut:

• Input

Komponen input merupakan pengaruh-pengaruh eksternal sebagai sumber

informasi tentang produk tertentu dan memengaruhi nilai yang berhubungan

dengan produk, sikap, dan perilaku konsumen. Input yang utama adalah kegiatan-

kegiatan bauran pemasaran dan pengaruh-pengaruh sosial-budaya.

o Input Pemasaran:

Aktivitas-aktivitas pemasaran merupakan usaha-usaha langsung untuk

menjangkau, menginformasikan, dan membujuk konsumen agar membeli dan

menggunakan produk tertentu. Usaha-usaha tersebut meliputi empat “P” atau

bauran pemasaran, yaitu: product, price, place, promotion.

28

o Pengaruh Sosial Budaya:

Lingkungan sosial budaya yang dimaksud antara lain : keluarga, sumber

informal, sumber non komersial, kelas sosial, budaya dan subbudaya.

• Proses

Komponen proses memerhatikan bagaimana konsumen membuat keputusan-

keputusan. Untuk dapat mengerti proses, harus dipahami beberapa konsep

psikologi terkait. Area psikologis adalah pengaruh-pengaruh internal yang

memengaruhi proses pengambilan keputusan konsumen. Pengaruh-pengaruh

internal tersebut adalah motivasi, persepsi, pembelajaran, kepribadian, dan

sikap. Proses pengambilan keputusan oleh seorang konsumen terdiri dari tiga

tahapan yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian pra beli, serta evaluasi terhadap

alternatif.

o Sadar akan kebutuhan: konsumen menyadari akan adanya kebutuhannya

ketika menghadapi suatu masalah.

o Pencarian pra beli: pencarian pra beli dimulai ketika konsumen mempersepsi

suatu kebutuhan yang mungkin bisa terpuaskan dengan membeli dan

mengonsumsi suatu produk. Konsumen berada pada tingkatan ini jika ia

merasa memerlukan informasi yang akan digunakan sebagai dasar

menentukan pilihan produk. Ada orang yang menjadikan pengalaman

sebagai sumber informasi. Banyak keputusan konsumen yang didasarkan

pada kombinasi antara pengalaman masa lalu (sumber internal) dengan

informasi pemasaran serta informasi non komersial (sumber eksternal).

o Evaluasi terhadap alternatif: ketika mengevaluasi alternatif-alternatif yang

potensial, konsumen cenderung mempergunakan dua tipe informasi, yaitu:

29

Senarai merek yang mereka rencanakan untuk digunakan dalam memilih

(evoked set).

Kriteria yang akan digunakan untuk mengevaluasi tiap-tiap merek.

• Output

Komponen output menunjuk kepada dua macam kegiatan pasca keputusan yang

saling berhubungan erat, yaitu:

o Perilaku beli: konsumen membuat dua tipe pembelian yaitu pembelian coba

dan pembelian ulang.

o Evaluasi pasca beli: komponen terpenting dari evaluasi pasca beli adalah

pengurangan ketidakpastian atau keragu-raguan yang dirasakan oleh

konsumen terhadap seleksi yang dilakukannya. Analisis pasca beli yang

dilakukan oleh konsumen mungkin tergantung pada kepentingan dari

keputusan tentang produk dan pengalaman yang diperoleh dalam

menggunakan produk yang bersangkutan. Bila produk itu sesuai dengan

harapannya, ada kemungkinan mereka akan membeli lagi. Jika kinerja

produk itu mengecewakan atau tidak bisa memenuhi harapan, konsumen

akan mencari alternatif lain yang lebih sesuai. Tujuan dari kedua kegiatan

tersebut diatas adalah untuk meningkatkan kepuasan kepuasan konsumen

melalui pembelian yang dilakukannya.

30

Pengaruh eksternal

Input

Pengambilan keputusan konsumen

Proses

Perilaku pasca keputusan

Output

Gambar 2.5

Model Pengambilan Keputusan Konsumen

Sumber: Prasetijo dan Ihalauw (2005, p.232)

Usaha-usaha pemasaran perusahaan

4 P

Lingkungan sosial budaya: keluarga, sumber informal, sumber non komersial, kelas sosial, budaya dan subbudaya

Pengalaman

Area psikologis 1. Motivasi 2. Persepsi 3. Pembelajaran 4. Kepribadian 5. Sikap

Sadar akan kebutuhan

Mencari sebelum membeli

Mengevaluasi alternatif

Evaluasi pasca beli

Pembelian 1. Percobaan 2. Pembelian

ulang

31

2.3 Pengetahuan Konsumen

2.3.1 Pengertian pengetahuan

Peter dan Olson (1999, p.312) mengemukakan bahwa pengetahuan adalah

representasi kognitif dari produk, merek, dan aspek-aspek lingkungan lainnya yang disimpan

dalam ingatan. Juga disebut dengan makna atau kepercayaan.

Pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan konsumen, mempengaruhi kognisi yang

ikut digunakan dalam pengambilan keputusan. (Peter dan Olson, 1999, p.51)

2.3.2 Jenis Pengetahuan

Menurut Peter dan Olson (1999, p.52) Sistem kognisi manusia dapat

menginterpretasikan berbagai jenis informasi dan oleh karena itu menghasilkan

pengetahuan, arti, dan kepercayaan. Secara umum seseorang memiliki dua jenis

pengetahuan: (1) pengetahuan umum tentang lingkungan dan perilaku mereka, dan (2)

pengetahuan prosedural tentang bagaimana melakukan sesuatu. Pengetahuan umum

(general knowledge) mengacu pada interpretasi seseorang terhadap informasi relevan di

lingkungannya. Misalnya, konsumen menciptakan pengetahuan umum tentang kategori

produk (compact disk, restoran siap saji hamburger, mutual fund), toko (Sears, Wal-Mart,

dan Kmart), perilaku tertentu (belanja di mal, minum es krim, berbincang dengan salesman),

orang lain (teman baik, pramuniaga yang lucu di toko 7---Eleven pojok jalan, dosen mata

kuliah ini), dan bahkan diri mereka sendiri (saya pemalu, pintar, dan baik).

Pengetahuan umum disimpan dalam ingatan sebagai proposisi yang menghubungkan

dua konsep:

adalah

Kamera Nikon Mahal

32

Sebagian besar proposisi didasarkan pada beberapa hubungan yang relevan secara personal

di antara kedua konsep. Misalnya, pengetahuan tentang adanya program diskon di toko baju

favorit Anda menciptakan suatu proposisi sederhana:

adalah

Hubungan antara proposisi adalah kunci untuk memahami arti. Pengetahuan ada

ketika konsep arti dalam ingatan dihubungkan dengan konsep lain melalui suatu proposisi.

Secara esensi, pengetahuan atau arti didefinisikan oleh hubungan antar konsep.

Pengetahuan umum konsumen bersifat episodik atau semantik. Pengetahuan

episodik berhubungan dengan kejadian khusus yang terjadiu dalam hidup seseorang.

Misalnya, ”Kemarin saya membeli permen cokelat Snickers dari mesin penjual” atau ”Tagihan

terakhir kartu kredit saya masih tetap salah” adalah contoh pengetahuan episodik. Konsumen

juga memiliki pengetahuan semantik tentang objek dan kejadian di lingkungan. Misalnya,

arti dan kepercayaan personal yang Andan miliki tentang permen coklat Snickers---kacang,

karamel, dan kalori yang dikandung; disain bungkus; aroma atau rasanya---adalah bagian

dari pengetahuan semantik Anda. Ketika diaktifkan dari ingatan, komponen episodik dan

semantik dari pengetahuan umum dapat memberi pengaruh yang kuat terhadap

pengambilan keputusan dan perilaku nyata konsumen.

Konsumen juga memiliki pengetahuan prosedural (procedural knowledge)

tentang bagaimana melakukan sesuatu. Pengetahuan prosedural disimpan dalam ingatan

sebagai suatu produksi. Suatu produksi adalah proposisi khusus jenis ”jika..., maka...” yang

menghubungkan suatu konsep atau kejadian dengan perilaku yang tepat.

Toko baju Obral

Jika Anda tidak puas dengan layanan yang diberikan

Jangan berikan tip

33

2.3.3 Struktur Pengetahuan dan Jenis Struktur Pengetahuan

Peter dan Olson (1999, p.53-54) mengemukakan bahwa pengetahuan umum dan

prosedural diorganisasikan untuk membentuk struktur pengetahuan dalam ingatan. Sistem

kognitif manusia menciptakan jaringan asosiatif yang mengorganisasi dan menghubungkan

berbagai jenis pengetahuan secara bersama. Jaringan asosiatif adalah suatu struktur yang

terorganisir rapih dari pengetahuan, makna, dan kepercayaan tentang beberapa konsep

tertentu, seperti sebuah merek misalnya. Setiap konsep makna dikaitkan dengan konsep-

konsep lain untuk membentuk sebuah jaringan asosiatif.

Seseorang memiliki dua jenis struktur pengetahuan, skema (schema) dan tulisan

(script). Skema adalah suatu jaringan asosiatif dari makna-makna yang saling berkaitan yang

mewakili pengetahuan deklaratif seseorang tentang beberapa konsep tertentu. Tulisan

adalah suatu urutan dari produksi atau representasi mental dari suatu tindakan yang tepat

yang diasosiasikan dengan kejadian tertentu. Konsumen sering membentuk tulisan untuk

mengorganisasi pengetahuan mereka tentang perilaku yang harus dilakukan dalam situasi

yang telah dikenal dengan baik. Masing-masing jenis adalah suatu jaringan asosiatif dari arti-

arti yang dihubungkan, tetapi skema sebagian besar berisikan pengetahuan umum semantik

dan episodik, sementara tulisan adalah jaringan pengetahuan produksi yang diorganisasi.

Baik skema maupun tulisan dapat diaktifkan pada situasi pengambilan keputusan, dan kedua

hal tersebut dapat mempengaruhi proses kognitif.

2.3.4 Kognisi

Berdasarkan pendapat Peter dan Olson, (1999, p.306) Kognisi adalah proses mental

dari interpretasi dan integrasi serta pemikiran dan makna yang dihasilkannya. Kegiatan

kognitif I(cognitive activity) adalah pemikiran dan upaya mental yang diperlukan dalam

penerjemahan dan pengintegrasian informasi, seperti halnya dalam suatu keputusan

34

pembelian. Sering dianggap sebagai biaya. Pembelajaran kognitif (cognitive learning)

adalah proses yang melaluinya struktur pengetahuan dibentuk dan diubah sejalan dengan

diterjemahkannya informasi baru dan didapatkannya makna dan kepercayaan baru oleh

konsumen. Pemrosesan kognitif (cognitive processing) adalah kegiatan mental (baik yang

sadar maupun tidak disadari) yang melaluinya informasi eksternal dalam lingkungan

ditransformasi kedalam makna dan dikombinasikan untuk membentuk penilaian terhadap

objek dan pilihan tentang perilaku.

35

Proses

Kognitif

Gambar 2.6

Proses Kognitif Konsumen Yang Terlibat Dalam Interpretasi

Sumber : Peter dan Olson (1999, p.163)

Eksposur Terhadap Informasi Lingkungan

Proses Interpretasi

Perhatian Pemahaman

Pengetahuan, arti, dan kepercayaan

Proses Integrasi

Sikap dan keinginan Pengambilan keputusan

Perilaku

Ingatan

Pengetahuan, arti, dan kepercayaan

36

2.3.5 Informasi

Hawkins (2001, p.528) mengemukakan ada dua sumber informasi yaitu informasi

internal dan informasi eksternal.

”Once a problem is recognized, relevant information from long-term memory is used

to determine if a satisfactory solution is known, what the characteristics of potential solutions

are, what are appropriate ways to compare solutions, and so forth. This is internal search.

If a resolution is not reached through internal search, then the search process is focused on

external information relevant to solving problem. This is external search.”

Ketika masalah dapat diketahui, informasi dari memori jangka panjang digunakan

untuk mengetahui apakah solusi kepuasan diketahui, apa saja karakteristik dari solusi

potensial yang ada, apa cara-cara yang sesuai untuk membandingkan tiap-tiap solusi, dan

seterusnya. Itu disebut dengan pencarian internal. Sedangkan pencarian eksternal adalah

bila resolusi tidak tercapai melalui pencarian internal, maka proses pencarian berfokus pada

informasi eksternal untuk memecahkan masalah.

• ”Types of Information Sought (Hawkins, 2001, p.529)

A consumer decision requires information on the following;

- The appropriate evaluative criteria for the solution of a problem.

- The existence of various alternative solution.

- The performance level or characteristic of each alternative solution on each

alternative criterion.”

Artinya:

Tipe-tipe Informasi Yang Dicari :

Pemecahan masalah membutuhkan informasi-informasi sebagai berikut;

- Evaluasi kriteria yang sesuai dengan solusi untuk sebuah masalah.

37

- Adanya variasi alternatif solusi.

- Karakteristik atau level performa dari tiap-tiap solusi alternatif untuk setiap kriteria

alternatif.

• ”Sources of Information” (Hawkins, 2001, p.534)

- ”Memory of past searches, personal experiences, and low-involvement learning.”

- “Personal sources, such as friends, family, and others.”

- ”Independent sources, such as magazines, consumer groups, and government

agencies.”

- ”Marketing sources, such as sales personnel and advertising.

- ”Exponential sources, such as inspection or product trial.”

Artinya:

Sumber-sumber informasi :

- Memori dari pencarian masa lalu, pengalaman pribadi, dan keterlibatan rendah

dalam pembelajaran.

- Sumber pribadi, seperti keluarga, teman, dan lainnya.

- Sumber bebas, seperti majalah, grup pelanggan, dan instansi pemerintah.

- Sumber pemasaran, seperti personel penjualan dan iklan.

- Sumber eksponensial, seperti inspeksi dan percobaan produk

38

2.3.6 Pengertian pengetahuan konsumen

Sunarto (2006, p.79) mendefinisikan pengetahuan konsumen (consumer knowledge)

sebagai sejumlah pengalaman dengan dan informasi tentang produk atau jasa tertentu yang

dimiliki seseorang.

Sumarwan (2004, p. 119) menulis, Mowen dan Minor (1998, p.106) mendefinisikan

pengetahuan konsumen sebagai ”the amount of experience with and information about

particular products or service a person has”. Engel, Blackwell, dan Miniard (1995, p.337)

mengartikan ”at a general level, knowledge can be defined as the information stored within

memory. The subset of total informaton relevant to consumers functioning in the

marketplace is called consumer knowledge”. Berdasarkan kepada dua definisi tersebut dapat

diartikan bahwa pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki konsumen

mengenai berbagai macam produk dan jasa, serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan

produk dan jasa tersebut dan informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai

konsumen.

2.3.7 Jenis Pengetahuan Konsumen

Berdasarkan pendapat Sunarto (2006, p.79), tiga jenis pengetahuan konsumen telah

diidentifikasi. Pertama adalah tujuan pengetahuan, atau memperbaiki informasi tentang kelas

produk dimana konsumen telah menyimpan dalam memori jangka panjang. Jenis yang kedua

adalah pengetahuan subjektif, atau persepsi konsumen tentang apa atau seberapa banyak

pengetahuannya dengan kelas produk. Disini yang menarik adalah terdapat perbedaan besar

antara beberapa banyak orang yang mereka pikir ketahui dan yang benar-benar mereka

ketahui, sehingga pengetahuan objektif dan subjektif sama sekali tidak berkorelasi. Jenis

pengetahuan yang ketiga adalah informasi tentang pengetahuan lainnya. Dalam kasus Xerox,

manajer produk gagal memperhatikan-yaitu, mereka memiliki sedikit pemahaman tentang

39

fotokopi yang canggih. Akibat kurangnya pengetahuan ini, mereka merancang mesin

fotokopi ini hanya untuk mereka sendiri dan bukan untuk konsumen mereka.

Sedangkan Sumarwan (2004, p. 120) menjelaskan bahwa Engel, Blackwell, dan

Miniard (1995) membagi pengetahuan konsumen ke dalam tiga macam (1) pengetahuan

produk, (2) pengetahuan pembelian, (3) pengetahuan pemakaian.

(1) Pengetahuan produk

Pengetahuan produk adalah kumpulan berbagai macam informasi mengenai produk.

Pengetahuan ini meliputi kategori produk, atribut atau fitur produk, dan harga produk. Peter

dan Olson (1999) menyebutkan bahwa konsumen memiliki tingkat pengetahuan produk yang

berbeda. Pengetahuan ini meliputi kelas produk (product class), bentuk produk (product

form), merek (brand), model/fitur (model/features).

Jenis Pengetahuan Produk

Peter dan Olson (1999) juga membagi tiga jenis pengetahuan produk, yaitu

pengetahuan tentang karakteristik atau atribut produk, pengetahuan tentang

manfaat produk, dan pengetahuan tentang kepuasan yang diberikan produk bagi

konsumen.

- Pengetahuan atribut produk: Seorang konsumen akan melihat suatu produk

berdasarkan kepada karakteristik atau atribut dari produk tersebut. Atribut suatu

poduk dibedakan ke dalam atribut fisik dan atribut abstrak. Atribut fisik

menggambarkan ciri-ciri fisik dari suatu produk, misalnya ukuran dari handphone

NOKIA 3210 (panjang, lebar, dan tebal dalam mm). Atribut abstrak menggambarkan

karakteristik subjektif dari suatu produk berdasarkan persepsi konsumen.

- Pengetahuan manfaat produk: Konsumen mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan

karena mengetahui manfaat produk tersebut setelah mengkonsumsi sayuran dan

40

buah-buahan adalah memperlancar buang air besar. Inilah yang disebut sebagai

pengetahuan tentang manfaat produk.

Konsumen akan merasakan dua jenis manfaat setelah mengkonsumsi suatu produk,

yaitu manfaat fungsional (functional consequencesi) dan manfaat psikososial (psychosocial

consequences). Manfaat fungsional adalah manfaat yang dirasakan konsumen secara

fisiologis. Misalnya, minum teh Sosro akan menghilangkan rasa haus. Menggunakan printer

laser mempercepat percetakan dokumen. Menggunakan telepon seluler memudahkan

konsumen berkomunikasi di mana saja dengan siapa saja. Sedangkan manfaat psikososial

adalah aspek psikologis (perasaan, emosi, dan mood) dan aspek sosial (persepsi konsumen

terhadap bagaimana pandangan orang lain terhadap dirinya) yang dirasakan konsumen

setelah mengkonsumsi suatu produk.

(2) Pengetahuan pembelian

Peter dan Olson (1999) menguraikan pengetahuan pembelian melalui proses

transaction, konsumen akan membayar produk itu dengan tunai, kartu kredit, kartu debet,

atau alat pembayaran lainnya.

(3) Pengetahuan pemakaian

Sumarwan menjelaskan (2004, p.132) suatu produk akan memberikan manfaat

kepada konsumen jika produk tersebut telah digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen.

Agar produk itu bisa memberikan manfaat yang maksimal dan kepuasan yang tinggi kepada

konsumen, maka konsumen harus bisa menggunakan atau mengkonsumsi produk tersebut

dengan benar. Kesalahan yang dilakukan oleh konsumen dalam menggunakan suatu produk

akan menyebabkan produk tidak berfungsi dengan baik, ini akan menyebabkan konsumen

kecewa, padahal kesalahan terletak pada diri konsumen. Produsen tidak menginginkan

konsumen menghadapi hal tersebut, karena itu produsen sangat berkepentingan untuk

memberitahu konsumen bagaimana cara menggunakan produknya dengan benar.

41

2.4 Klasifikasi Situasional

Hawkins (2001, p.481) menjelaskan ”Situational Characteristic as a number of

features or characteristic of situations influence behaviors accross the various types of

situations described. Situational influence is all those factors particular to a time and a place

that do not follow from a knowledge of personal (intraindividual) and stimulus (choice

alternative) attributes and that have a demonstrable and systematic effect on current

behavior.” Artinya, klasifikasi situasional sebagai sejumlah karakteristik atau fitur-fitur dari

situasi yang memengaruhi perilaku dari sejumlah tipe variasi situasi yang tergambarkan.

Pengaruh situasional adalah semua faktor-faktor khususnya dari waktu dan tempat yang

tidak didapat dari pengetahuan mengenai atribut pribadi dan stimulus (alternatif pilihan)

yang memiliki pengaruh sistematis dan demonstratif terhadap perilaku tertentu.

Prasetijo dan Ihalauw (2005, p.236) menjabarkan klasifikasi situasional dalam 6

klasifikasi :

• Lingkungan Fisik

Termasuk dekorasi, suara, aroma, pencahayaan, cuaca dan susunan barang

dagangan (produk) dan benda-benda lain yang mengelilingi obyek stimulus. Ada suatu di

Cihampelas, Bandung, yang menjual jeans, dengan dekorasi mirip dengan saloon dalam

film western, dan musik latarnya selalu country music. Semua ini dirancang untuk

menciptakan suasana atau situasi western cowboys, dimana jeans (dipersepsi)

digunakan sebagai pakaian khasnya. Antrean yang panjang dan gerai yang penuh sesak,

seringkali merupakan situasi yang menarik konsumen di Indonesia; tetapi memberikan

kesan negatif untuk konsumen Eropa. Oleh karena itu, strategi pemasaran yang

digunakan haruslah mendukung arti situasi yang diciptakan oleh lingkungan fisik ini

untuk konsumen.

42

• Lingkungan Sosial

Adalah individu-individu yang juga hadir atau berada di tempat yang sama pada

waktu pembelian atau konsumsi. Walaupun tampaknya orang membeli dan berbelanja

dengan maksud mendapatlan produk tertentu, mereka juga merasa lebih nyaman

apabila di gerai yang dikunjunginya bertemu dengan teman dari kelas sosial serta status

yang sama. Maka gerai pun memiliki sasaran yang jelas untuk kelompok sosial ini. Bila

diamati, situasi di Toserba Matahari berbeda dengan situasi di Toserba Ramayana, tetapi

juga berbeda dengan Toserba Sogo di Plaza Indonesia atau Plaza Senayan di Jakarta.

• Lingkungan Waktu

Waktu yang tersedia untuk berbelanja, sangat mempengaruhi keputusan konsumen

untuk menentukan pilihannya. McDonald telah berhasil dalam memanfaatkan situasi ini.

Mereka yang ingin layanan cepat dapat langsung mendapatkan produk dalam waktu

singkat.

• Tujuan Pembelian dan Konsumsi

Pemasar membagi tujuan itu menjadi pembelian untuk digunakan atau dikonsumsi

sendiri dan pembelian untuk diberikan kepada orang lain sebagai hadiah. Dalam

pembelian untuk digunakan sendiri, konsumen lebih yakin tentang apa yang sudah

diputuskannya. Lain halnya dengan hadiah. Hadiah mengkomunikasikan arti simbolik,

karena hadiah mencerminkan citra dan kesan yang dipersepsi oleh si pemberi terhadap si

penerima. Maka pertimbangan dan proses pengambilan keputusan menjadi rumit dan

memerlukan waktu yang agak lama.

43

• Mood (suasana hati) dan Kondisi Sementara saat Pembelian

Mood yang positif mendorong pembelian impulsif. Dalam industri jasa, mood positif

secara sengaja ditimbulkan dengan penerima tamu yang tersenyum ramah, dengan

udara yang sejuk, dengan lampu yang tidak begitu terang, dan lain-lain. Kondisi

sementara si konsumen, seperti kelelahan, kegembiraan, kekecewaan, dan lain-lain

mempengaruhi keputusan yang dibuat.

• Situasi Ritual

Situasi ritual adalah seperangkat perilaku yang saling berhubungan yang dilakukan

dalam format yang terstruktur, mempunyai arti simbolik dan dilakukan untuk merespons

peristiwa-peristiwa sosial. Contoh yang nyata di Indonesia adalah peristiwa mudik

Lebaran dan atau Natal.

2.5 Kerangka Pemikiran

Aspek internal konsumen seperti kebutuhan, kepribadian, gaya hidup, persepsi,

pembelajaran, dan sikap, dan juga aspek eksternal konsumen yang meliputi keluarga, kelas

sosial, budaya, dan subbudaya, serta kelompok acuan, di samping upaya pemasar

memengaruhi individu dengan berbagai bentuk komunikasi pemasaran berpengaruh dalam

pembuatan keputusan pembelian.

Konsumen harus menerjemahkan atau memberi arti bagi setiap informasi di

lingkungan sekitarnya.

Dalam proses, hal tersebut menciptakan pengetahuan, arti, dan kepercayaan baru tentang

lingkungan, serta posisi ketiga hal tersebut di dalamnya.

Proses integrasi (interpretation processes) mensyaratkan eksposur pada informasi

dan melibatkan dua proses kognitif terkait---perhatian dan pemahaman. Perhatian mengatur

44

bagaimana konsumen memilih informasi mana yang harus diterjemahkan dan informasi

mana yang harus diabaikan. Pemahaman mengacu pada bagaimana konsumen menetapkan

arti subjektif dari informasi dan oleh karena itu menciptakan pengetahuan serta kepercayaan

personal. Kemampuan memahami informasi pemasaran sebagian besar ditentukan oleh

pengetahuan yang ada dalam ingatan konsumen saat ini.

Ada empat sudut pandang dalam analisis pengambilan keputusan, dua diantaranya

yaitu sudut pandang kognitif dan sudut pandang emosional. Dalam sudut pandang kognitif,

konsumen diposisikan sebagai cognitive man atau sebagai problem solver. Menurut

pandangan ini, konsumen merupakan pengolah informasi yang senantiasa mencari dan

mengevaluasi informasi tentang produk dan gerai. Pengolahan informasi selalu berujung

pada pembentukan pilihan, selanjutnya terjadi inisiatif untuk membeli atau menolak produk.

Jadi, cognitive man dapat diibaratkan berdiri diantara economic man dan passive man.

Cognitive man juga seringkali mempunyai pola respons tertentu terhadap informasi yang

berlebihan dan seringkali pula mengambil jalan pintas untuk memfasilitasi pengambilan

keputusannya (heuristic) untuk sampai pada keputusan yang memuaskan. Di lain hal, sudut

pandang emosional menekankan emosi sebagai pendorong utama sehingga konsumen

membeli suatu produk. Favoritisme merupakan salah satu bukti bahwa seseorang berusaha

mendapatkan produk favoritnya, apapun yang terjadi. Benda-benda yang menimbulkan

kenangan juga dibeli berdasarkan emosi. Jadi, perasaan dan suasana hati sangat berperan

dalam pembelian yang emosional. Dekorasi, gerai, cahaya, warna, aroma, musik, dan

sebagainya dipakai pemasar untuk mempengaruhi perasaan dan suasana hati. Pengaruh

situasional memuat faktor-faktor yang penting dalam waktu dan di tempat pengamatan yang

tidak ada hubungannya dengan atribut pribadi ataupun stimulus, mempunyai efek yang

sistematis dan bisa dilihat, terhadap perilaku seseorang. Jadi, situasi merupakan faktor-faktor

diluar dan dipisahkan dari produk dan atau iklan tentang produk yang memengaruhi

45

konsumen. Konsumen tidak merespons situasi pemasaran itu saja, tetapi bersama-sama

dengan situasi.

Secara garis besar, melalui penelitian ini penulis akan:

1. Meneliti apakah pengetahuan konsumen berpengaruh terhadap keputusan

pembelian.

2. Meneliti apakah klasifikasi situasional berpengaruh terhadap keputusan

pembelian.

3. Meneliti adakah pengaruh yang signifikan antara pengetahuan konsumen dan

klasifikasi situasional terhadap keputusan pembelian.

46

Kerangka Pemikiran

Gambar 2.7

Sumber: Hasil Pengolahan Data

Pengaruh Eksternal Budaya Subbudaya Demografi Kelas sosial Grup referensi Keluarga Aktivitas Pemasaran

Pengaruh Internal Persepsi Pembelajaran Memori Motivasi Kepribadian Emosi Sikap

Pengetahuan Konsumen (X1)- Pengetahuan Produk - Pengetahuan Pembelian - Pengetahuan Pemakaian

Klasifikasi Situasional (X2)- Lingkungan Fisik - Lingkungan Sosial - Lingkungan Waktu - Tujuan Pembelian dan

Konsumsi - Mood (suasana hati) dan

Kondisi Sementara Saat Pembelian

- Situasi Ritual

Pengambilan Keputusan oleh Konsumen (Y)

- Pengenalan Masalah

- Pencarian Informasi

- Evaluasi Alternatif

- Keputusan Pembelian

- Perilaku pascapembelian

47

2.6 Analisis Lima Kekuatan Porter

(Kotler, 2005, p.266) Michael Porter telah mengidentifikasi lima kekuatan yang

menentukan daya tarik laba jangka intrinsik pasar atau segmen pasar tertentu. Modelnya

ditunjukkan oleh Gambar 2.9.

Menurut Porter, sifat persaingan dalam suatu industri dapat dilihat sebagai gabungan

dari lima kekuatan berikut ini (David, 2006, p.130-134):

1. Persaingan antar perusahaan sejenis

Persaingan antar perusahaan sejenis biasanya merupakan kekuatan terbesar

dalam lima kekuatan kompetitif. Strategi yang dijalankan oleh suatu perusahaan

dapat berhasil hanya jika mereka memberikan keunggulan kompetitif (competitive

advantage) dibandingkan dengan strategi yang dijalankan oleh perusahaan

pesaing. Perubahan strategi oleh satu perusahaan mungkin akan mendaoat

serangan balasan, seperti menurunkan harga, meningkatkan mutu, menambah

feature, menyediakan jasa, memperpanjang garansi, dan meningkatkan iklan.

Intensitas persaingan di antara perusahaan yang bersaing cenderung

meningkat karena jumlah pesaing semakin bertambah, karena pesaing semakin

seragam dalam hal ukuran dan kemampuan, karena permintaan unttuk produk

industri menurun, dan karena pemotongan harga menjadi semakin umum.

Persaingan juga meningkat ketika pelanggan berpindah merek dengan mudah,

ketika hambatan untuk meninggalkan pasar tinggi, ketika biaya tetap tinggi, ketika

produk mudah rusak, ketika perusahaan pesaing berbeda dalam hal strategi,

tempat mereka berasal dan budaya; serta ketika merger dan akuisisi menjadi

umum dalam suatu industri. Ketika persaingan antar perusahaan sejenis semakin

intensif, laba perusahaan menurun, dalam beberapa kasus bahkan membuat suatu

menjadi sangat tidak menarik.

48

2. Kemungkinan masuknya pesaing baru.

Ketika perusahaan baru dapat dengan mudah masuk ke dalam industri

tertentu, intensitas persaingan antar perusahaan meningkat. Tetapi, hambatan-

untuk masuk, dapat mencakup kebutuhan untuk mencapai skala ekonomi dengan

cepat, pentingnya memperoleh teknologi dan pengetahuan khusus, kurangnya

pengalaman, tingginya kesetiaan pelanggan, kuatnya preferensi merek, besarnya

kebutuhan akan modal, kurangnya jalur distribusi yang memadai, peraturan

pemerintah, tarif, kurangnya akses bahan baku, kepemilikan paten, lokasi yang

kurang menguntungkan. Serangan balasan dari perusahaan yang sudah mapan,

dan potensi kejenuhan pasar.

Di samping berbagai hambatan masuk, perusahaan baru kadang-kadang

masuk ke dalam industri dengan produk yang lebih tinggi mutunya, harga yang

lebih rendah, dan tenaga pemasaran yang banyak. Oleh karena itu, tugas

perencana strategi adalah mengidentifikasi perusahaan baru yang menjadi

pesaing, melakukan ”serangan balasan” jika diperlukan, dan memanfaatkan

kekuatan dan kelemahan yang dimiliki.

3. Potensi pengembangan produk substitusi

Dalam banyak industri, perusahaan bersaing ketat dengan produsen produk

pengganti. Adanya produk pengganti membuat batasan harga maksimal, sebelum

konsumen pindah ke produk pengganti tersebut.

Tekanan persaingan akibat adanya produk pengganti semakin bertambah

ketika harga produk pengganti relatif murah dan biaya konsumen untuk beralih ke

produk pun rendah. Kekuatan kompetitif produk pengganti paling mudah diukur

dari seberapa besar pangsa pasar yang direbutnya dan rencana perusahaan

produk pengganti tersebut untuk meningkatkan kapasitas serta penetrasi pasar.

49

4. Kekuatan tawar-menawar pemasok.

Kekuatan tawar-menawar (bargaining power of supplier) pemasok

mempengaruhi intensitas persaingan dalam suatu industri, terutama ketika jumlah

pemasok banyak,ketika hanya ada sedikit bahan baku pengganti yang baik, atau

ketika biaya mengganti bahan baku amat tinggi. Sering kali demi kepentingan

bersama, pemasok dan produsen saling membantu dengan memberikan harga

yang terjangkau, mutu yang lebih baik, pengembangan pelayanan yang baru,

penyerahan barang tepat waktu, dan mengurangi biaya inventrisasi, sehingga

meningkatkan kemampuan meraih laba jangka panjang bagi semua pihak yang

terkait.

Perusahaan mungkin menjalankan backward integration strategy atau strategi

tarik mundur agar bisa mengendalikan pemasok atau menarik modal yang

diberikan kepada pemasok. Strategi ini sangat efektif ketika pemasok tidak dapat

diandalkan, biayanya terlalu tinggi, atau tidak mampu memenuhi kebutuhan

perusahaan secara konsisten. Perusahaan biasanya dapat melakukan negosiasi

persyaratan yang lebih menguntungkan dengan pemasok jika strategi ini lazim

digunakan di antara perusahaan yang bersaing dalam industri.

5. Kekuatan tawar-menawar pembeli

Ketika pelanggan terkonsentrasi atau jumlahnya besar, atau membeli dalam

jumlah banyak, kekuatan tawarnya merupakan kekuatan utama yang

mempengaruhi intensitas persaingan dalam suatu industri. Perusahaan pesaing

mungkin menawarkan garansi yang lebih panjang atau pelayanan khusus untuk

memperoleh loyalitas pelanggan ketika kekuatan tawar dari konsumen luar biasa.

Kekuatan tawar konsumen juga lebih besar ketika produk yang dibeli bersifat

standar atau tidak berbeda. Ketika demikian halnya, konsumen sering dapat

50

melakukan negosiasi atau menekan harga jual, jaminan, dan paket aksesori

sampai tingkat tertentu.

Gambar 2.8 Model Lima Kekuatan Porter

Sumber: David, 2004, p.131

2.7 Hipotesis

Sugiyono (2007, p.51) menjelaskan hipotesis merupakan jawaban sementara

terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu biasanya rumusan masalah penelitian

disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, kerena jawaban yang

diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta

empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan

sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik.

Hipotesis pada penelitian ini didasarkan pada tujuan penelitian, hipotesisnya adalah sebagai

berikut:

T1 : Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan konsumen terhadap keputusan menonton

film di Blitz.

Potensi pengembangan produk substitusi

Persaingan antar perusahaan sejenis

Kekuatan tawar-menawar

penjual/pemasok

Kekuatan tawar-menawar

pembeli/konsumen

Kemungkinan masuknya pesaing baru

51

H 0 = Tidak ada pengaruh signifikan antara variabel Pengetahuan Konsumen dan Keputusan

Menonton Film di Blitz.

H 1 = Ada pengaruh signifikan antara variabel Pengetahuan Konsumen dan Keputusan

Menonton Film di Blitz.

T2 : Untuk mengetahui pengaruh klasifikasi situasional terhadap keputusan menonton film di

Blitz.

H 0 = Tidak ada pengaruh signifikan antara variabel Klasifikasi Situasional dan Keputusan

Menonton Film di Blitz.

H 1 = Ada pengaruh signifikan antara variabel Klasifikasi Situasional dan Keputusan

Menonton Film di Blitz.

T3 : Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan konsumen dan klasifikasi situasional secara

bersama-sama terhadap keputusan menonton film di Blitz.

H 0 = Tidak ada pengaruh signifikan antara variabel Pengetahuan Konsumen dan Klasifikasi

Situasional terhadap Keputusan Menonton Film di Blitz.

H 1 = Ada pengaruh signifikan antara variabel Pengetahuan Konsumen dan Klasifikasi

Situasional terhadap Keputusan Menonton Film di Blitz.