bab 1. pendahul doc

Upload: dobi

Post on 06-Mar-2016

223 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

merupakan bab pengantar dalam mata kuliah bahan galian industri teknik geologi IST AKPRIND

TRANSCRIPT

6

BAB 1. PENDAHULUANBahan galian yang juga disebut sebagai bahan tambang merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan. Di Indonesia terdapat berbagai macam bahan tambang yang tersebar di berbagai tempat dengan jumlah (kuantitas) dan kualitas yang bervariasi, yang perlu diatur oleh pemerintah. Semula pengusahaan bahan galian yang juga sering disebut sebagai bahan galian industry, diatur dengan Peraturan Pemerintah no. 27 Tahun 1980. Pada PP tersebut bahan galian digolongkan menjadi:

a. Bahan galian strategis, yang disebut pula sebagai bahan galian golongan A,

b. Bahan galian vital, yang disebut pula sebagai bahan galian golongan B,

c. Bahan galian non strategis dan non vital, yang disebut sebagai bahan galian golongan C.

Saat ini Peraturan Pemerinah tersebut sudah tidak berlaku lagi, dan digantikan oleh Undang-Undang Mineral dan Batubara (disingkat UU Minerba) No. 4 Tahun 2009. Dalam Undang-Undang No.4 Tahun 2009 bahan tambang dielompokkan menjadi 2 yaitu: Bahan tambang mineral yang dikelompokkan menjadi:

Bahan tambang radioaktif

Bahan tambang logam

Bahan tambang bukan logam

Bahan tambang batuan

Bahan tambang batubara

Istilah yang dipakai pada Undang-Undang Minerba tersebut juga berbeda dengan hal-hal dan istilah yang dipakai pada Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1980 antara lain:

Peraturan Pemerintah no.27 Tahun 1980Undang-Undang Minerba No. 4 Tahun 2009

Kuasa Pertambangan (KP)Izin Usaha Pertambangan (IUP)

KP untuk Bahan Galian Gol.A dan B diterbitkan oleh Pemerintah Pusat, sedang Gol.C oleh Pemerintah DaerahIUP untuk untuk semua jenis bahan galian diterbitkan oleh Pemerintah Daerah

Daerah Kuasa PertambanganWilayah Usaha Pertambangan (WUP)

Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD)Izin Usaha Pertambangan Rakyat (IUPR)

Perusahaan asing Pemegang IUP tidak perlu ada DivestasiPerusahaan asing Pemegang IUP bila telah beroperasi 5 tahun harus melakukan Divestasi

Amdal dilakukan pada saat melakukan EksploitasiAmdal dilakukan pada saat melakukan Eksplorasi (Pasal 39 huruf (n).- suatu hal yang tidak mungkin sepenuhnya.

Eksploitasi Gal.A-Pemerintah, Gol.B dapat oleh Swasta, Gol C- oleh masyarakatSemua golongan terbuka untuk masyarakat/termasuk asing

1.1. TEKNIK EKSPLORASIInvestor sebelum melakukan kegiatan eksplorasi, wajib memiliki:

IUP sudah diselesaikan

Desk study-berdasarkan data sekunder (dapat berupa pustaka buku maupun peta geologi regional)

Pemetaan geologi lokal

Pengambilan contohPemboran dangkal

Pembuatan test pit

Analisa laboratoriumAAS (Atomic Absorption Spectrophotometer); Analisa kimia; Petrografi; Defraktometer Sinar X (untuk butir yang sangat halus); Sifat fisik (untuk keperluan teknik)

Investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia perlu mengetahui beberapa istilah, agar tidak terkejut apabila nantinya ada sedikit gangguan. Istilah-istilah itu antara lain:

Penambangan legal- pengusaha memiliki IUP yang direbitkan oleh yang berwajib Penambangan illegal (penambangan liar, penambangan tanpa izin (PETI)- kegiatan penambangan tanpa izin)

Penambangan konvensional-cara-cara penambangan dengan alat-alat standart

Penambangan inkonvensional-cara penambangan dengan alat-alat rekayasa sendiri

1.2. TEKNIK EKSPLOITASIPengusaha tambang perlu mengetahui teknik eksploitasi jenis-jenis mineral tertentu. Hal ini dikandung maksud agar pengusaha dapat memilih teknik eksploitasi yang sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan.

Tambang terbuka (open pit, surface mining)

Perencanaan penambangan (Zonasi)-termasuk daerah yang tak boleh ditambang (sempadan sungai, sempadan pantai), hutan lindung, daerah untuk pertahanan keamanan, lingkungan makam, daerah permukiman dll) Landclearing

Blasting (bila perlu)

Mempergunakan alat-alat berat

Reklamasi

Pindah zona penambangan yang lain dalam WIUP

Tambang bawah tanah (underground mining)

Perencanaan penambangan (zonasi)-termasuk daerah yang tak boleh ditambang

Landclearing (terbatas daerah bukaan tambang)

Pembuatan terowongan (tidak boleh ada blasting, mempergunakan jack hammer)

Melibatkan alat-alat berat secara terbatas (jack hammer, kereta, kiu-kiu), lift ),

Gambar 1.1. Tambang terbuka (gbr.kiri), tambang bawah tanah (gbr.kanan).

1.3. PELEDAKANAgar mudah dalam melakukan pembongkaran batuan yang mengandung bahan galian, dapat pula dilakukan dengan bantuan peledakan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses peledakan antara lain: Mempergunakan bahan peledak (jenis low eksplosive)

Berbagai bahan peledak, sudah tersedia di pasaran dengan petunjuk pemakiannya. Segala sesuatu yang berkaitan dengan bahan peledak dan perlu dipatuhi antara lain: Harus memiliki izin

Menjual bahan peledak

Membeli bahan peledak

Membawa/mengangkut bahan peledak

Menyimpan bahan peledak

Sebagai juru ledak

Gambar 1.2. Kegiatan blasting (gbr.kiri), hasil blasting (gbr.kanan)1.4. PENGOLAHANMenjual bahan galian dalam bentuk raw material harganya pasti murah. Agar bahan tambang yang sudah dieksploitasi mempunyai nilai tambah, maka perlu dilakukan pengolahan. Sesuai dengan UU No.4 tahun 2009, Perusahaan wajib mengolah bahan galian di dalam negeri, tidak boleh mengeksport dalam bentuk raw material Pemurnian dengan konsentrasi

Peningkatan kadar unsure (sublimasi)

Peningkatan sifat kimia (pembakaran batugamping, semen)

Peningkatan sifat fisik (blending pada batubara)

Peningkatan bentuk permukaan (gergaji, polishing)

Gambar 1.3. Pengolahan lempung menjadi genteng,pengolahan batuan beku jadi split (gbr.kanan)1.5. PEMASARANAgar usaha tambang segera mendapatkan keuntungan, maka bahan galian yang telah dieksploitasi/diolah harus segera sampai ke tangan konsumen. Beberapa model pemasaran dapat dilakukan: Langsung ke konsumen

Pembentukan agen (konsumen tak dibenarkan berhubungan langsung dengan produsen)

Gambar 1.4. Model pemasaran bahan galian dalam bentuk kerajinan (gbr.kiri), pengangkutan minyak dengan kapal tanker ke daerah konsumen (gbr.kanan).

Pembentukan agen/menunjuk agen biasanya dilakukan bila produknya sudah dalam jumlah yang banyak. Agen wajib menerima produk itu sesuai dengan waktu yang telah disepakati bersama. Demikian juga setoran hasil penjualannya. Untuk menjadi agen wajib menyediakan dan menyerahkan uang jaminan. Satu dan lain hal untuk menjaga kelancaran pemasaran. Hal ini telah dilakukan untuk Bahan Bakar Minyak (BBM).

Bila kita ingin mendapat nilai tambah dari bahan galian yang kita miliki, pengolahan bahan tambang menjadi syarat utama. Untuk meyakinkan pernyataan tersebut, ikuti berita dibawah ini:

Sebagai salah satu Negara yang berada di lingkar cincin api (ring of fire) Pasifik, Indonesia dihantui berbagai macam bencana, seperti gunung api meletus, gempa, tsunami, tanah longsor, kebanjiran dan lain sebagainya. Namun demikian, kawasan cincin aoi juga acapkali dianugerahi sumber daya alam yang melimpah. Anugerah berupa bijih tambang mineral banyak ditemui di kawasan Indonesia Barat maupun di kawasan Indonesia Timur. Belakangan ini, bijih mineral ditambang dan menjadi salah satu anndalan pertumbuhan eokomi di kawasan timur Indonesia (KTI). Masalah yang muncul, bijih tabang masih diekspor dalam bentuk bahan mentah. Tak ada kegiatan penambahan nilai yang sebenarnya berdampak ganda bagi perekonomian setempat. Lapangan kerjapun akan tercipta disana bila dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Hal ini ditekankan oleh Gubernur Bank Indonesia (BNI) Agus Martowardoyo dihadapan kepala daerah dan 15 perwakilan daerah KTI, menekankan betapa perlu didorong nilai tambah dari bijih tambang di sana. Dengan nilai tambah itu, nilai ekspor yang diperoleh juga menjadi lebih besar. BI juga berkepentingan memperoleh pasokan dollar AS yang lumayan untuk menambah cadangan devisa. Perhatikan, betapa beratinya proses nilai tambah bijih mineral/ Data dari Kementerian Perindustrian tahun 2013 menyebutkan, harga satu ton bijih besi 60 dollar AS. Nilai menjadi 350 dollar AS per ton jika telah diolah menjadi bijih spons dan menjadi 700 dollar AS per ton jika diolah menjadi besi slab (lembaran tebal) atau billet. Bauksit berupa bahan baku hanya 17 dollar AS per ton, tetapi menjadi 350 dollar AS per ton jika menjadi aluminium, nilainya 2.500 dollar AS per ton. Nikel berupa bahan mentah hanya 25 dollar AS per ton, akan bernilai 2.574 dollar AS per ton jika jadi baja tahan karat. Jika melihat nilai berlipat ganda dari bijih mineral yang diolah, menjadi sangat relevan jika pemrintah melarang ekspor bijih mineral dan ada keharusan bijh mineral diolah di dalam negeri sebelum diekspor. Jelas harus dibangun smelter atau instalasi pengolahan dan pemurnian di darah tambang. Masalahnya, smelter perlu pasoka listrik. Juga perlu pelabuhan bongkar muat dan perlu sejumlah infrastruktur pendukung. Semua hal itu masih menjadi kedala di KTI. Ini tugas Pemerintah Pusat ataupun daerah agar investor asing mau membuka industry smelter di sana. Jika melihat nilai tambah yang luar biasa itu, pemerintah seharusnya segera bertindak. Kenadala lain soal izin tambang dan ancaman kerusakan lingkungan. Ada daerah yang menolak karunia bijih mineral ditambang. Ini mrupakan pilihan.Namun,prlu optimal karena karunia bijih mineral bagi perekonomian setempat (Anonim, 214. Optimalkan mineral. Kopas 26 Juni 2014).

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENINGKATAN NILAI TAMBAH MINERAL MELALUI KEGIATAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN MINERAL

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada hari Jumat tanggal 4 Mei 2012, mengadakan konfrensi pers mengenai Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Permurnian Mineral.Dalam tiga tahun terakhir setelah UU No. 4 Tahun 2009 diterbitkan, telah terjadi peningkatan ekspor bijih mineral secara besar-besaran, seperti ekspor bijih nikel meningkat sebesar 800%, bijih besi meningkat 700%, dan bijih bauksit meningkat 500%. Oleh karena itu guna menjamin ketersediaan bahan baku untuk pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri dan mencegah dampak negatif terhadap lingkungan, maka mutlak diperlukan adanya pengendalian ekspor bijih mineral.Peraturan Menteri ESDM No 7 Tahun 2012 diterbitkan dalam rangka untuk mengamankan terlaksananya amanat Undang-undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, khususnya terkait dengan kewajiban pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri paling lambat tanggal 12 Januari 2014. Sejak diterbitkannya UU No 4 tahun 2009 tersebut, belum tercermin suatu rencana yang komprehensif dari pemegang IUP Mineral untuk melaksanakan undang-undang dimaksud khususnya dalam pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian, dan/atau bentuk kerja sama pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri.Sosialisasi terhadap Peraturan Menteri ESDM No. 7 tahun 2012 tersebut, telah dilakukan kepada para pemangku kepentingan, antara lain: Pemerintah Daerah Provinsi maupun Kabupaten/Kota, Asosiasi (IMA, APBI, PERHAPI, ANI, APEMINDO), dan Kadin serta pemegang IUP Operasi Produksi dan pemohon IUP Operasi Produksi Khusus untuk Pengolahan dan Pemurnian. Disamping itu dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri ESDM No. 7 tahun 2012 tersebut Kementerian ESDM telah melaksanakan beberapa rapat koordinasi baik dengan instansi pemerintah pusat maupun daerah. Berdasarkan hasil sosialisasi yang telah dilakukan tersebut diatas, pada prinsipnya sebagian besar pemangku kepentingan di atas dapat menerima materi yang diatur dalam Peraturan Menteri dimaksud. Berdasarkan hasil Rapat Koordinasi Bidang Perekonomian tanggal 1 Mei 2012 yang dipimpin oleh Menko Bidang Perekonomian, dan dihadiri oleh Menteri ESDM, Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian dan Menteri BUMN, disepakati perlunya pengendalian ekspor bijih (raw material atau ore) mineral melalui penetapan Tata Niaga Ekspor Mineral dan pengenaan Bea Keluar untuk mendapatkan manfaat yang optimal bagi Negara. Pengaturan tata niaga ekspor mineral akan diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan. Dalam tata niaga ekspor tersebut, ekspor mineral dapat dilaksanakan setelah terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari Kementerian ESDM. Pemberian rekomendasi didasarkan pada evaluasi administratif sejak diterbitkannya Peraturan Menteri ESDM No. 7 Tahun 2012, yaitu :

1. Status IUP Mineral Clear and Clean (C&C);

2. Pelunasan kewajiban pembayaran keuangan kepada negara;

3. Penyampaian rencana kerja dan/atau kerjasama dalam pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri;

4. Penandatanganan Pakta Integritas;

5. Pengenaan Bea Keluar sesuai ketentuan pemerintah;

6. Kuota ekspor mineral dan jangka waktu.

Di samping hal tersebut, pemerintah juga merencanakan akan mengenakan Bea Keluar terhadap ekspor mineral yang akan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.Kementerian ESDM terus secara terus menerus intensif melakukan koordinasi dengan instasni terkait untuk menindaklanjuti pelaksanaan dari Peraturan Menteri ESDM No 7 Tahun 2012

Pemerintah menerbitkan PP No. 1 Tahun 2014 dan Permen ESDM No. 1 Tahun 2014 sebagai tindak lanjut UU No. 4 Tahun 2009 tentangPertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Kedua aturan tersebut merupakan revisi PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan dan Batubara dan revisi Peraturan Menteri ESDM No 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Pengolahan dan Pemurnian. PP No. 1 Tahun 2014 memuat :

1. Pemegang IUP yang sudah melakukan pengolahan dapat menjual hasil pengolahannya.

2. Bagi pemegang KK yang sudah melakukan pemurnian dapat melakukan penjualan ke luar negeri.

3. Semua pelaksanaan pengolahan dan pemurnian, termasuk waktu, teknis dan batasan, serta penjualan diatur dalam Permen ESDM 1/2014.

Dalam Permen ESDM No. 1 Tahun 2014 Pemerintah masih mengizinkan ekspor 6 komoditas mineral yang sudah diolah atau berbentuk konsentrat hingga tahun 2017, meliputi tembaga, pasir besi, bijih besi, seng, timbal dan mangan. Pemerintah mengatur batasan minimal kadar keenam mineral olahan tersebut yang boleh diekspor. Sementara 6 komoditas tambang lainnya hanya boleh diekspor setelah dimurnikan atau berbentuk logam, yaitu emas, perak, bauksit, timah, nikel dan kromium. Pemerintah juga masih mengizinkan ekspor emas dan perak yang terkandung dalam konsentrat tembaga, karena merupakan produk samping (side mineral) dan bukan pokok

Gambar 1.5. Proses smelter (gbr.kiri), bahan tambang setengah jadi (gbr.kanan).Catatan kerja