bab 1-bab 5.doc
TRANSCRIPT
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh diatas normal, yaitu diatas
38°C. Pada prinsipnya demam dapat menguntungkan dan dapat pula merugikan.
Pada tingkat tertentu demam merupakan bagian dari pertahanan tubuh yang
bermanfaat karena timbul dan menetap sebagai respon terhadap suatu penyakit.
Namun suhu tubuh yang terlalu tinggi juga akan berbahaya. Saat ini, demam
dianggap sebagai suatu kondisi sakit yang umum. Demam merupakan keadaan
yang sering diderita oleh anak-anak. Hampir setiap anak pasti pernah merasakan
demam (Amarilla Riandita, 2012). Berdasarkan pengkajian pada An. A dengan
kasus Demam di ruang F RSUD Doris Sylvanus Palangka Raya pada tanggal 20
Januari 2013 terdapat keluhan utama klien badan terasa panas, kurang nafsu
makan, dengan keadaan umum wajah terlihat merah, kulit terasa panas, dan anak
terlihat rewel dengan suhu 37,7°C
Persentase pasien febris terbesar adalah kelompok umur 17–60 tahun
(63,28%) dengan diagnosis akhir febris (29,58%) penggunaan antibiotika sebesar
86,00 % (21 jenis) dan terbanyak pefloksasin (17,19%) dan non febris (70,42%)
di antaranya infeksi virus (17,16%), DHF (8,28%), DF (7,10%) dan ISPA
(5,92%). Sebesar 79,62% diterapi dengan antibiotika (29 jenis antibiotika) dan
terbanyak adalah pefloksasin (13,42%) (Aris Widayati, 2008).
Apabila tidak ditangani dengan cepat akan terjadi, seperti: dehidrasi
(kekurangan cairan tubuh), kekurangan oksigen, kerusakan neurologis (saraf), dan
resiko kejang demam (febrile konvulsi). Ketika mengalami demam, terjadi
peningkatan penguapan cairan tubuh sehingga anak bisa kekurangan cairan. Anak
yang demam dengan penyakit paru-paru atau penyakit jantung, dan kelainan
pembuluh darah bisa mengalami kekurangan oksigen sehingga panyakit paru-paru
atau kelainan jantungnya semakin berat. Selain itu demam di atas 42ºC bisa
menyebabkan kerusakan neurologis (saraf), meskipun sangat jarang terjadi. Pada
anak di bawah usia 5 tahun (balita), terutama pada umur di antara 6 bulan sampai
3 tahun, berada dalam resiko kejang demam (febrile convulsion), khususnya pada
temperatur rektal di atas 40ºC. kejang demam biasanya hilang dengan sendirinya,
1
2
dan tidak menyebabkan gangguan neurologis (kerusakan saraf) (Aris Widayati,
2008).
Pada dasarnya, terdapat dua kondisi demam yang memerlukan pengelolaan
yang berbeda. Pertama adalah demam yang tidak boleh terlalu cepat diturunkan
karena merupakan respon terhadap infeksi ringan. Kedua adalah demam yang
membutuhkan pengelolaan segera karena merupakan tanda infeksi serius dan
mengancam jiwa seperti pneumonia, meningitis, dan sepsis. Oleh karena itu,
pemahaman mengenai pengelolaan demam pada anak yang baik menjadi sesuatu
yang penting untuk dipahami. Pengelolaan demam dapat di lakukan secara self
management dan non self management. Self management dapat dilakukan melalui
terapi fisik, terapi obat-obatan maupun kombinasi keduanya. Terapi secara fisik
yang dilakukan antara lain menempatkan anak dalam ruangan bersuhu normal,
memberikan minum yang banyak, dan melakukan kompres. Terapi obat-obatan
yang dilakukan dengan memberi antipiretik. Sedangkan non self management
tindakan yang mengandalkan pengobatan pada tenaga medis (Amarilla Riandita,
2012). Saya tertarik untuk mengambil kasus ini untuk studi kasus agar kebih
mengoptimalkan asuhan keperawatan pada klien dengan masalah demam.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana cara melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan Demam
Di Ruang F RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya ?
1.3 Tujuan Studi Kasus
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu ............... menyajikan dan menerapkan asuhan
keperawatan pada klien dengan Demam Di Ruang F RSUD Dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien
dengan masalah Demam.
1.3.2.2 Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada klien
dengan masalah Demam.
1.3.2.3 Mahasiswa mampu membuat intervensi keperawatan pada klien dengan
masalah Demam.
3
1.3.2.4 Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan yang sudah
direncanakan pada klien dengan masalah Demam.
1.3.2.5 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah
dilakukan.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Teoritis
Studi Kasus ini diharapkan dapat memberi sumbangan ilmu bagi
keperawatan untuk menambah pengetahuan tentang Asuhan Keperawatan pada
klien dengan Demam Ruang F RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya serta
memperkuat teori yang sudah ada.
1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Bagi Penulis
1) Sebagai suatu syarat kelulusan.
2) Sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan tentang Asuhan
Keperawatan pada klien dengan Demam, serta aplikasinya.
3) Memperoleh pengalaman dalam membuat Laporan Studi Kasus di bidang
keperawatan dan memberikan informasi sebagai bahan masukan Laporan
Studi Kasus yang akan datang.
1.4.2.2 Bagi Pihak Rumah Sakit
Manfaat Laporan Studi Kasus ini bagi RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya, khususnya perawat di ruang F adalah sebagai bahan masukan dalam upaya
meningkatkan mutu pelaksaan dan bahan evaluasi dalam perbaikan asuhan
keperawatan.
1.4.2.3 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan laporan ini dapat menjadi sumber informasi, bacaan dan bahan
masukan untuk menambah wawasan bagi mahasiswa khususnya yang terkait
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan demam.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar
2.1.1 Definisi
Menurut Lynda Juall C. (2009), demam adalah keadaan ketika individu
mengalami atau beresiko mengalami peningkatan suhu tubuh yang terus-menerus
lebih tinggi dari 37,8°C secara oral atau 38,8°C secara rektal yang disebabkan
oleh berbagai faktor eksternal.
2.1.2 Tipe Demam
Menurut Suriadi (2001), demam adalah meningkatnya temperatur suhu
tubuh secara abnormal. Tipe demam yang mungkin kita jumpai antara lain:
2.1.2.1 Demam Septik
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari
dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan
menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang
normal dinamakan juga demam hektik.
2.1.2.2 Demam Remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan
normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan
tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septik.
2.1.2.3 Demam Intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu
hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila
terjadi dua hari terbebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.
2.1.2.4 Demam Kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada
tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
2.1.2.5 Demam Siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh
beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh
kenaikan suhu seperti semula.
4
5
2.1.3 Etiologi
Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam
dapat berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit
metabolik maupun penyakit lain. Penyebab demam selain infeksi juga dapat
disebabkan oleh keadaan toksemia, keganasan atau reaksi terhadap pemakaian
obat, juga pada gangguan pusat regulasi suhu sentral (misalnya: perdarahan otak,
koma). Situasi lingkungan juga bdapat menyebabkan demam, seperti: pajanan
terhadap panas/sinar matahari, berpakaian yang tidak tepat dengan kondisi iklim,
tidak mempunyai alat pendingin udara (Julia, 2000).
2.1.4 Manifestasi Klinis
Menurut Julia (2000), tanda dan gejala demam antara lain:
1) Anak terlihat rewel (suhu lebih tinggi dari 37,8° C-40°C).
2) Kulit terlihat kemerahan.
3) Hangat pada sentuhan.
4) Peningkatan frekuensi pernapasan.
5) Menggigil.
6) Dehidrasi.
7) Kehilangan nafsu makan.
2.1.5 Patofisiologi
Demam terjadi sebagai respon tubuh terhadap peningkatan set point, tetapi
ada peningkatan suhu tubuh karena pembentukan panas berlebihan tetapi tidak
disertai peningkatan set point. Demam adalah sebagai mekanisme pertahanan
tubuh (respon imun) anak terhadap infeksi atau zat asing yang masuk ke dalam
tubuhnya. Bila ada infeksi atau zat asing masuk ke tubuh akan merangsang sistem
pertahanan tubuh dengan dilepaskannya pirogen. Pirogen adalah zat penyebab
demam, ada yang berasal dari dalam tubuh (pirogen endogen) dan luar tubuh
(pirogen eksogen) yang bisa berasal dari infeksi oleh mikroorganisme atau
merupakan reaksi imunologik terhadap benda asing (non infeksi) (Julia, 2000).
Pirogen selanjutnya membawa pesan melalui alat penerima (reseptor) yang
terdapat pada tubuh untuk disampaikan ke pusat pengatur panas di hipotalamus.
Reaksi menaikan suhu tubuh dengan cara menyempitkan pembuluh darah tepi dan
menghambat sekresi kelenjar keringat pengeluaran panas menurun, terjadilah
ketidakseimbangan pembentukan dan pengeluaran panas. Inilah yang
6
menimbulkan demam pada anak. Suhu yang tinggi ini akan merangsang aktivitas
tubuh (sel makrofag dan sel limfosit T) untuk memerangi zat asing tersebut
dengan meningkatkan proteolisis yang menghasilkan asam amino yang berperan
dalam pembentukan antibodi atau sistem kekebalan tubuh (Julia, 2000).
Demam
Mekanisme Pertahanan Tubuh
Pirogen dilepaskan (zat penyebab demam)
Reseptor Hipotalamus
Menaikan suhu tubuh dengan
menyempitkan pembuluh darah
Menghambat sekresi kelenjar keringat
Ketidakseimbangan pembentukan dan
pengeluaran panas
Demam
Bagan 2.1 Patofisiologi Demam
7
2.1.6 Komplikasi
2.1.6.1 Kejang
Kejang adalah gangguan sistem saraf pusat lokal atau sistemik sehingga
kejang bukan merupakan suatu penyakit, kejang merupakan tanda paling penting
akan adanya suatu penyakit lain. Kejang juga bisa diartikan sebagai gerakan otot
tubuh secara mendadak yang tidak disadari tanpa disertai hilangnya kesadaran.
2.1.6.2 Resiko persisten bakterimia atau infeksi bakteri.
2.1.6.3 Resiko meningitis
Meningitis adalah radang membran pelindung sistem syaraf pusat. Penyakit
ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme, luka fisik, kanker, atau obat-obatan
tertentu. Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat otak dan tulang
belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran, bahkan
kematian (Julia, 2000).
2.1.7 Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besaran
jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur
dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang, (cm, meter), umur
tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium, nitrogen tubuh).
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat
diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya
proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem
organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masisng-masing dapat
memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan
tingkah laku hasil interaksi dengan lingkuangannya (Soetjiningsih, 1995).
Pertumbuhan dan perkembangan pada tahun kedua pada anak akan
mengalami beberapa perlambatan dalam pertumbuhan fisik, dimana pada tahun
kedua anak akan mengalami kenaikan berat badan sekitar 1,5-2,5 kg dan panjang
badan 6-10 cm, kemudian pertumbuhan otak juga akan mengalami perlambatan
yaitu kenaikan lingkar kepala hanya 2 cm, untuk pertumbuhan gigi terdapat
tambahan 8 buah gigi susu termasuk gigi geraham pertama, dan gigi taring
sehingga seluruhnya 14-16 buah (A. Aziz Alimul Hidayat, 2009).
8
Dalam perkembangan motorik kasar anak sudah mampu melangkah dan
berjalan dengan tegak, pada sekitar umur 18 bulan anak mampus menaiki tangga
dengan cara satu tangan dipegang dan pada akhir tahun kedua sudah mampu
berlari-lari kecil, menendang bola dan mulai mencoba melompat. Perkembangan
motorik halus mampu mencoba menyusun atau membuat menara pada kubus.
Kemampuan bahasa pada anak sudah mulai ditunjukan dengan anak mampu
memiliki sepuluh perbendaharaan kata, kemampuan meniru dan mengenal serta
responsif terhadap orang lain sangat tinggi, mampu menunjukan dua gambar,
mampu mengkombinasikan kata-kata, mulai mampu menunjukan lambaian
anggota badan. Pada perkembangan adaptasi sosial mulai membantu kegiatan di
rumah, menyuapi boneka, mulai menggosok gigi serta mencoba memakai baju (A.
Aziz Alimul Hidayat, 2009).
9
Tabel: 3.1 Pertumbuhan dan perkembangan selama masa bayiUsia
(Bulan) Fisik Motorik Kasar Motorik Halus Sensori Vokalisasi Sosialisasi/kognitif
1) Penambahan berat badan 150 sampai 210 g setiap minggu selama 6 bulan pertama.
Penambahan tinggi badan 2,5 cm setiap bulan selama 6 bulan pertama.
Peningkatan lingkar kepala sebesar 1,5 cm setiap buan selama 6 bulan pertama.
Ada reflek primitif dan kuat.
Reflek mata boneka dan reflex dansa menghilang.
Pernapasan hidung harus terjadi (pada kebanyakan bayi).
Memilih posisi fleksi dengan pelvis tinggi tetapi lutut tidak di bawah abdomen bila telungkup (pada saat lahir, lutut fleksi di bawah abdomen).
Dapat memutar kepala dari satu sisi ke sisi lain bila telungkup; mengangkat kepala sebentar dari tempat tidur.
Mengalami head lag yang nyata, khususnya bilamenarik kepala dari posisi berbaring keposisi duduk.
Menahan kepala sebentar secara paralel dan dalam garis tengah dan tertahan dalam posisi telungkup.
Menunjukkan posisi refleks leher tonik asimetris bila telentang.
Tangan tertutup secara umum.
Reflek menggenggam kuat.
Tangan mengatup pada kontak dengan mainan.
Mampu memfiksasi objek bergerak dalam rentang 45 derajat bila digendong pada jarak 20 sampai 25 cm.
Menangis untuk mengekspresikan ketidaksenangan.
Membuat bunyi kecil dengan suara tenggorok.
Membuat bunyi tenang selama makan.
Ada dalam fase sensori motorik-tahap I penggunaan reflex-refleks, (lahir sampai 1 bulan), dan tahap II, reaksi sirkular utama (1 sampai 4 bulan).
Memandang wajah orangtua secara terus menerus saat mereka bicara pada bayi.
9
10
Bila menahan dalam posisi berdiri, rubuh lemas pada lurut dan panggul.
Pada posisi duduk, punggung memutar bersamaan, tidak ada kontrol kepala
2) Fontanel posterior menutup.
Refleks merangkak hilang.
Menunjukkan posisi yang kurang fleksi bila telungkup)—panggul datar, kaki terekstensi, lengan fleksi, kepala ke satu sisi.
Head lag berkurang bila menariknya ke posisi duduk.
Dapat mempertahankan kepala dalam dalam kesejajaran yang sama dengan posisi rubuh yang Iain ketika ditahan dalam suspensi ventral.
Bila telungkup, dapat mengangkat kepala hampir 45 derajat dari meja.
Tangan sering terbuka.
Refleks menggenggam menghilang.
Mulai memfiksasi binokular dan konvergen pada objek dekat.
Bila telentang, mengikuti mainan yang tergantung dari satu sisi ke titik di garis tengah. Secara visual mencari untuk melokalisasi bunyi.
Memutar kepala ke satu sisi bila bunyi dibuat pada ketinggian telinga.
Bersuara, berbeda dari menangis.
Tangisan menjadi berbeda.
Mendekut.
Bersuara pada wajah yang dikenal.
Menunjukkan senyum sosial sebagai respons terhadap berbagai stimulus.
10
11
Bila digendong dalam posisi duduk, kepala ditahan ke atas tetapi menunduk ke depan.Menunjukkan posisi refleks leher tonik asi-metris secara intermiten.
3) Refleks primitif menghilang.
Mampu menahan kepala lebih tegak bila duduk tetapi masih menunduk ke depan.
Hanya sedikit mengalami head lag yaitu bil amenarik kepala ke posisi duduk.
Mendapatkan posisi tubuh simetrik.
Mampu mengangkat kepala dan bahu dari po-sisi telungkup sampai sudut 45-90 derajat dari meja; menahan beban berat badan pada lengan bawah.
Bila digendong pada posisi berdiri, mampu menahan sedikit fraksi beban badan pada kakinya.
Secara aktif memegang mainan tetapi tidak akan menggapai mainan itu.
Refleks menggenggam tidak ada.
Tangan tetap tertutup rapat.
Menggenggam tangan sendiri, mearik selimut atau pakaian.
Mengikuti objek ke perifer (180 derajat).
Melokalisasi bunyi dengan memalingkan kepala ke samping dan melihat ke arah yang sama.
Mulai mempunyai kemampuan untuk mengkoordinasikan rangsang dari berbagai organ indera.
Menjerit keras untuk menunjukkan kesenangan' Mendekut, menggumam, tertawa.
Bersuara bila tersenyum. "Bicara" banyak hal bila diajak berbicara.
Menangis berkurang selama periode terbangun.
Menunjukkan minat yang dapat diper- timbangkan terhadap sekitarnya.
Berhenti menangis bila orangtua memasuki ruangan.
Dapat mengenali wajah dan objek yang dikenal, seperti botol minum.
Menunjukkan kewaspadaan terhadap situasi asing.
11
12
Memegang tangan sendiri.
4) Mulai merangkak.
Refleks Moro, tonik leher, dan rooting telah menghilang.
Hampir tidak mengalami head lag ketikamenariknya ke posisi duduk.
Keseimbangan kepala pada posisi duduk baik.
Pungung sedikit melengkung, lengkung hanya dalam area lumbal.
Mampu duduk tegak bila disangga. Mampu mengangkat kepala dan dada dari permukaan sampai sudut 90 derajat.
Mengambil posisi simetris utama Berguling dari telungkup ke sisi lain.
Melihat dan memainkan tangan; menarik pakaian atau selimut ke atas wajah untuk bermain.
Mencoba meraih objek de-ngan tangan tetapi me-lampaui.
Menggenggam objek dengan kedua tangan.
Bermain dengan mainan yang ditempatkan di; tangan, mencarinya, tetapi tidak dapat mengambilnya bila dijatuhkan.
Dapat memasukkan objek ke mulut.
Mampu mengakomodasi objek dekat.
Penglihatan binocular cukup baik terbentuk.
Dapat memfokuskan pada blok yang berada pada jarak 1,25 cm.
Dimulainya koordinasi mata-tangan.
Membuat bunyi konsonan n, k, g, p, h.
Tertawa keras.
Suara berubah sesuai alam perasaan.
Ada dalam tahap III, rekasi sirkular sekunder.Menuntut perhatian dengan rewel, menjadi bosan bila ditinggal sendirian.
Menikmati interaksi social dengan orang.
Mengantisipasi pemberian makan bila melihat botol atau ibu bila menyusui dengan asi.
Menunjukkan kesenangan dengan seluruh tubuh, menjerit, bernapas dengan keras.
Menunjukkan minat dalam rangsang kuat.
Mulai menunjukkan
13
memori.5) Memulai tanda-tanda
pertumbuhan gigi.
Berat badan ahir menjadi dua kali lipat.
Tidak ada head lag ketiak menarik kepala untuk posisi duduk.Bila duduk, mampu menahan kepala tegak dan mantap.Mampu duduk untuk periode yang lebih lama bila punggungdisokong dengan baik.
Punggung tegak.
Bila telungkup, menunjukkan posisi simetris dengan lengan ekstensi.
Dapat membalik dari posisi telungkup ke telentang.
Bila telentang, menempatkan kaki ke mulut.
Mampu menggenggam objek secara volunteer.Menggunakan genggamart telapak, pendekatan bidextrou.s
Memainkan jari-jari kaki.
Mengambil objek secara langsung ke mulut.
Memegang satu kotak, sementara memperhatikan kotak yang lain.
Secara visual mengikuti objek yang dijatuhkan.Mampu menunjukkan inspeksi visual terhadap suatu objek.Dapat melokasilisasi bunyi yang dibuat di bawah telinga.
Menjerit.
Membuat bunyi gumanam vokal yang diselingi dengan bunyi konsonan misalnya ah-goo.
Tersenyum pada bayangan dicermin.
Memegang botol atau payudara dengan kedua tangan.
Lebih antusias bermain, tetapi mungkin mengalami perubahan alam perasaan yang cepat.
Mampu membedakan ketidaksenangan bila objek diambil.
Menemukan bagian-bagian tubuh.
1213
14
6) Laju pertumbuhan mulai menurun.
Penambahan berat badan 90 sampai 150 g setiap minggu selama 6 bulan berikutnya.
Penambahan tinggi badan 1,25 cm setiap bulan se-lama 6 bulan berikutnya.
Gigi geligi mulai dengan pertumbuhan dua gigi ins is i sentral bawah.
Mengunyah dan menggigit mulai terjadi.
Bila telungkup, dapat mengangkat dada dan abdomen bagian atas dari atas meja, mem-bebankan berat badan pada tangan.
Bila akan menarik untuk posisi duduk, mengangkat kepala.
Duduk pada kursi tinggi dengan punggung tegak.
Berguling dari telungkup ke telentang.
Bila digendong dalam posisi berdiri, membebankan hampir semua berat badan.
Memegang tangan tidak ada lagi.
Mengamankan objek yang jatuh.
Menjatuhkan satu kotak bila kotak lainnya diberikan.
Menggenggam dan memanipulasi objek kecil.
Memegang botol.
Menggenggam kaki dan menarik ke mulut.
Menyesuaikan postur untuk melihat objek.
Lebih menyukai rangsang visual yang kompleks.
Dapat melokalisasi bunyi yang dibuat di atas telinga.
Akan memalingkan kepala pada sisi, kemudian melihat ke bawah.
Mulai mengikuti bunyi-bunyian.
Mengoceh menyerupai ungkapan satu suku kata-ma, mu, da, di , hi.
Memvokalisasi terhadap mainan, bayangan cermin.
Menikmati mendengarkan suara sendiri (penguatan diri).
Mengenali orang tua, mulai takut pada orang asing.
Memegang tangan untuk mengambil.
Mempunyai kesukaan dan ketidaksukaan pasti.
Mulai meniru (batuk, menjulurkan lidah).
Senang mendengarkan langkah kaki.
Tertawa bila kepala disembunyikan di handuk.
Mencari sejenak objek yag dijtuhkan (mulai menetapkan objek).
Sering berubah alam perasaan-dari menangis menjadi tertawa dengan sedikit atau tanpa
15
provokasi.
7) Pertumbuhan gigi insisi tengah atas.
Bila telentang, secara spontan mengangkat kepala dari meja.
Duduk,menyandar ke depan dengan kedua tangan.
Bila telungkup, membebankan berat badan pada satu tangan.
Duduk tegak sebentar.
Membebankan seluruh berat badan pada kaki.
Bila digendongdalam posisi berdiri, meloncat secara aktif.
Memindahkan objek dari satu tangan ke tangan yang lain.
Mempunyai pendekatan unidextrous dan menggenggam.
Memegang kedua kotak lebih dari sebentar.
Membanting kotak ke meja.
Menggaruk pada objek kecil.
Dapat memfiksasi objek yang sangat kecil.
Berespons terhadap nama sendiri.
Melokalisasi bunyi dengan memalingkan kepala pada lengkungan.
Mulai menyadari kedalaman dan ruang.
Mempunyai kesukaan rasa.
Menghasilkan bunyi vokal dan menggabungkan suku kata-baba, dada, kaka.
Melokalisasi empat bunyi vokal berbeda.
Bicara bila orang lain bicara.
Meningkatkan rasa takut pada orang asing menunjukkan tanda kekuatiran bila orang tua menghilang.
Meniru tindakan dan bunyi sederhana.
Mencoba untuk mencari perhatian dengan batuk atau mendengkur.
Bermain cilukba.
Menunjukkan ketidaksukaan makanan dengan mempertahankannya bibir tetap tertutup.
Menunjukkan keagresifan oral dalam menggigit dan mengunyah.
14
16
Menunjukkan harapan dalam respons terhadap pengulangan rangsang.
8) Mulai menunjukkan pola yang teratur dalam eliminasi kandung kemih dan defekasi.
Refleks parasut muncul.
Duduk dengan mantap tanpa sokongan.
Membebankan berat badan pada aki dengan segera bila disokong, dapat berdiri berpegangan pada perabot.
Menyesuaikan postur untuk meraih objek.
Mulai menggenggam dengan menggunakan jari telunjuk, jari keempat, dan kelima terhadap bagian tungkai bawah.
Melepaskan objek sesuai keinginan.
Membunyikan bel dengan tujuan.
Memegang dua kotak dan menginginkan kotak ketiga.
Mengamankan objek dengan menarik.
Membuat bunyi konsonan t, d, dan w.
Mendengarkan secara selektif kata-kata yang dikenalnya.
Mengungkakan tanda penekanan dan emosi.
Menggabungkan suku kata, seperti dada, tetapi tidak menunjukkan artinya.
Meningkatkan ansietas terhadap kehilangan orangtua, terutama ibu dan rasa takut pada orang asing.
Berespons terhadap kata tidak..
Tidak menyukai pakaian, penggantian popok.
15
17
Meraih secara mantap mainan yang berada di luar jangkauan.
9) Pertumbuhan gigi incisor lateral atas mulai terjadi merangkak pada tangan dan lutut.
Creeps on hands and kness.
Duduk dengan mantap di lantaiuntuk waktu lama (10 menit).
Mengatasi keseimbangan bila bersandar ke depan tetapi tidak dapat melakukannya bila bersandar ke samping.
Menarik badan ke posisi berdiri dan berdiri berpegangan pada perabot.
Menggunakan ibu jari dan jari telunjuk dalam menggenggam kasar.
Menyukai menggunakan tangan yang dominan mulai terlihat.Menggenggam kotak ketiga.
Membandingkan dua kotak membawanya.
Melokalisasi bunyi dengan memalingkan kepala secara diagnonal dan secara langsung terhadapbunyi.
Persepsi dalam meningkat.
Berespons terhadap perintah verbal sederhana.
Memahami”no-no”.
Orangtua (biasanya ibu) makin penting untuk pencariannya.
Menunjukkan peningkatan minat dalam menyenangkan orang tua.
Mulai menunjukkan ras takut terhadap pergi tidur dan menjadi sendiri.
Menempatkan tangan di depan wajah untuk menghindari dicuci wajahnya.
16
18
10) Refleks labyrinth rihgting paling kuat bila bayi pada posisi telungkup atau telentang, mampu mengangkat kepala.
Mengubah telungkup menjadi duduk.
Berdiri sementara memegang perabot, duduk dengan menjatuhkan diri.
Melakukan keseimbangan dengan mudah pada saat duduk.
Saat berdiri, mengangkkat salah satu kaki untuk melangkah.
Pelepasan sederhana terhadap suatu objek mulai.
Menggenggam objek dengan tangan.
Mengatakan “da-da” “ma-ma ” dengan makna.
Memahami “dag-dag”.
Dapat mengatakan satu kata (misal hai, daag, tidak).
Menghambat perilaku untuk perintah verbal dari tidak atau nama sendiri.
Meniru ekspresi wajah, melambaikan untuk ‘daag-daag’.
Menunjukkan mainan pada orang lain tetapi tidak akan memberikannya.
Membangun objek permainan.
Mengulangi tindakan yang menarik perhatian dan menyebabkan tertawa.
Menarik pakaian orang lain untuk menarik perhatian.
Memainkan per mainan menarik seperti tepuk ami-
17
19
ami.
Bereaski terhadap kemarahan orang dewasa seperti menangis bila dimarahi.
Menunjukkan kemandirian dalam berpakaian, makan, keterampilan lokomotif, dan menguji orang tua.
Melihat dan mengikuti gambar dalam buku.
11) Munculnya gigi incisor lateral bawah.
Bila duduk, berputar untuk meraih objek.
Meluncur atau berjalan memegang perabot atay dengan kedua tangan di pegang.
Menjelajahi objek lebih seksama (misal genta di dalam bel).
Memiliki genggaman lebih erat.
Menjatuhkan objek dengan sengaja untuk mengambilnya.Menempatkan suatu objek setelah objek
Meniru bunyi bicara pasti.
Mengalami kesenangan dan kepuasaan bila tugas dikuasai.
Bertindak terhadap pembatasan dengan frustasi.
Menggelindingkan bola pada orang lain sesuai permintaan.
Mengantisipasi gerak tubuh bila
18
20
lain di dalam suatu wadah (permainan sekuensial).
Mampu memanipulasi onjek untuk memindahkannya dari penjepitan paha yang erat.
irama pengasuh dikenal atay cerita diceritakan (misal, menggengam ibu jari dan jari kaki dalam berespons terhadap “babi kecil ini pergi ke supermarket”).
Memainkan permainan ke atas-bawah, besar atau cilukba.
Menggelengkan kepala untuk “tidak”.
12) Tiga kali berat badan lahir.
Panjang lahir meningkat 50%.
Lingkar kepala dan lingkar dada sama (lingkar kepala 46,5 cm).Mempunyai total gigi enam sampai delapan.
Fontanel anterior hampir menutup.
Berjalan dengan satu tangan dipegang.
Meluncur dengan baik.
Dapat berusaha untuk berdiri sendiri sejenak; dapat berusaha melangkah pertama sendiri.
Dapat duduk dari posisi berdiri tanpa bantuan.
Melepaskan kotak ke dalam cangkir.
Berusaha untuk membangun dua blok menara tapi gagal.
Mencoba untuk memasukkan butir-butir ke dalam leher botol yang sempit tetapi gagal.Dapat membalikkan halaman buku,
Mendiskriminasikan bentuk geometrik sederhana (mis., melingkar).
Ambliobia dapat terjadi dengan kurang binokularitas.
Dapat mengikuti objekbergerak dengan cepat.
Mengontrol dan menyesuaikan respon
Mengatakan tiga sampai lima kata di samping “dada,” “mama”.
Memahami makna beberapa kata (pemahaman selalu mendahului verbalisasi).
Mengenali objek berdasarkan nama.Meniru bunyi binatang.
Menunjukkan emosi seperti cemburu, perasaan (dapat memberikan pelukan atau ciuman sesuai permintaan), marah, takut.
Menikmati lingkungan yang di kenal dan menggali dari orang tua.Rasa takut dalam situasi asing;
19
21
Reflex Lantau berkurang.
Reflex Babinski menghilang.
Kurva lumbar terbentun, lordosis terlihat selama berjalan.
banyak dalam sekali waktu.
terhadap bunyi; mendengarkan bunyi berulang.
Memahami perintah verbal sederhana (mis., “berikan padaku”).
memegang erat orang tua.
Dapat mengembangkan kebiasaan “selimut keamanan “ atau mainan favorit.
Memiliki peningkatan penentuan untuk praktik keterampilan lokomotor.
Mencari objek seolah-olah tidak di sembunyikan, tetapi mencari di mana objek terlihat terakhir.
15) Pertumbuhan mantap pada tinggi dan berat badan.
Lingkar kepala 48 cm.Berat badan 11 kg.
Tinggi badan 78,7 cm.
Berjalan tanpa bantuan (biasanya sejak usia 13 bulan).
Memanjat tangga.Berlutut tanpa sokongan.
Tidak dapat berjalan sekitar sudut atau berhenti tiba-tiba tanpa kehilangan
Secara konstan menjatuhkan objek kelantai.
Membangun menara dari dua kotak.
Memegang dua kotak dalam satu tangan.Melepaskan butir-
Mampu mengidentifikasi bentuk geometrik; menempatkan objek bulat ke dalam lubang yang tepat.
Penglihatan binokular berkembang baik.
Menunjukan intens dan
Menggunakan ekspresi jargon.
Mengatakan empat sampai enam kata, termasusk nama-nama.
“Meminta” objek dengan menunjukannya.Memahami perintah
Mentoleransi perpisahan dari orangtua.
Kurang mungkin untuk takut pada orang asing.
Mulai meniru orangtua, seperti membersihkan
20
22
keseimbangan.
Memiliki posisi berdiri tanpa sokongan.
Tidak dapat melempar bola tanpa jatuh.
butir ke dalam leher botol yang sempit.
Mencoret-coret secara spontan.
Menggunakan cangkir dengan baik tetapi memutarkan sendok.
lama minat dalam gambar.
sederhana.
Dapat menggunakan gerakan berjabat tangan untuk mengatakan ”tidak”.
Menggunakan tidak mesksipun menyetujui permintaan.
rumah (menyapu, mengelap), melipat pakaian.
Makan sendiri dengan menggunakan cangkir tertutup dan sedikit tumpah.
Dapat membuang botol.
Mengatur sendok tetapi memutarnya ke dekat mulut.
Mencium dan memeluk orangtua, dapat mencium gambar dalam buku.
Eksperesif emosis, memiliki temper tantrum.
18) Anoreksia fisiologis dari penurunan kebutuhan pertumbuhan.
Fontanel anterior tertututp
Berlari secara kikuk sering jatuh.
Berjalan naik tangga dengan satu tangan
Membangun menara tiga sampai empat kotak.
Pelepasan,
Mengatakan 10 kata atau lebih.
Menunjukan objek umum, seperti sepatu
Peniru yang baik (mimikri domestik).
Mengatur sendok dengan baik.
21
23
Secara fisiologi mampu mengendalikan sfingter.
berpegangan.
Menarik dan mendorong mainan.
Melompat ditempat dengan kedua kaki.
Duduk sendiri di kursi.
Melempar bola dari satu tangan ke tangan lain tanpa jatuh.
prehension dan pencapaian perkembangan dengan baik.
Membalik halaman dalam buku, dua atau tiga lembar sekaligus.
Dalam menggambar, membuat tekanan sesuai tiruan.
Mangatur sendok tanpa memutar.
atau bola dan dua atau tiga bagian tubuh. Melepaskan sarung
tangan, kaus kaki dan sepatu, serta resleting.
Temper tatrum mungkin terlihat.
Mulai sadar kepemilikan (“mainanku”).
Mengembangkan ketergantungan pada objek transisi seperti “selimut keamanan”.
22
24
2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik
2.1.8.1 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat menunjang, seperti: keadaan umum, tanda-
tanda vital, kepala dan wajah, leher dan tenggorokan, dada, punggung, abdomen,
ekstremitas dan genitalia.
2.1.8.2 Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat menunjang hasil diagnostik, seperti:
Leukosit, eritrosit, haemoglobin, trombosit dan pemeriksaan tinja.
2.1.8.3 USG
Untuk mengetahui adanya infeksi atau kelainan pada bagian abdomen.
2.1.8.4 CT scan
Untuk mengetahui adanya gangguan pada bagian kepala (Julia, 2000).
2.1.9 Penatalaksanaan Medis
2.1.9.1 Fisik
1) Mengawasi kondisi klien dengan:
(1) Pengukuran suhu secara berkala setiap 4-6 jam.
(2) Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau.
(3) Perhatikan pula apakah mata anak cenderung melirik ke atas atau
apakah anak mengalami kejang-kejang.
(4) Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan.
(5) Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan.
(6) Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai
oksigen ke otak yang akan berakibat rusaknya sel-sel otak.
(7) Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak-banyaknya.
Minuman yang diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare
menyesuaikan), air buah atau air teh. Tujuannnya adalah agar cairan
tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh memperoleh
gantinya.
(8) Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang.
(9) Kompres dengan air biasa pada dahi, ketiak,lipat paha. Tujuannya
untuk menurunkan suhu tubuh dipermukaan tubuh anak. Turunnya
suhu tubuh dipermukaan tubuh ini dapat terjadi karena panas tubuh
digunakan untuk menguapkan air pada kain kompres. Jangan
25
menggunakan air es karena justru akan membuat pembuluh darah
menyempit dan panas tidak dapat keluar. Menggunakan alkohol
dapat menyebabkan iritasi dan intoksikasi (keracunan).
(10)Saat ini yang lazim digunakan adalah dengan kompres hangat.
Kompres air hangat maka suhu di luar terasa hangat dan tubuh akan
menginterpretasikan bahwa suhu diluar cukup panas. Dengan
demikian tubuh akan menurunkan kontrol pengatur suhu di otak
supaya tidak meningkatkan pengatur suhu tubuh lagi (Julia, 2000).
2.1.9.2 Obat-obatan Antipiretik
Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat pengatur suhu
di hipotalamus. Antipiretik berguna untuk mencegah pembentukan prostaglandin
dengan jalan menghambatenzim cyclooxygenase sehinga set point hipotalamus
direndahkan kembali menjadi normal yang mana diperintah memproduksi panas
diatas normal dan mengurangi pengeluaran panas tidak ada lagi. Petunjuk
pemberian antipiretik:
1) Bayi 6-12 bulan: ½-1 sendok teh sirup parasetamol.
2) Anak 1-6 tahun: ¼-½ parasetamol 500 mg atau 1-1 ½ sendok teh sirup
parasetamol.
3) Anak 6-12 tahun: ½-1 tablet parasetamol 500 mg atau 2 sendok teh sirup
parasetamol.
4) Tablet parasetamol dapat diberikan dengan digerus lalu dilarutkan
dengan air atau teh manis. Obat penurun panas ini diberikan 3x1.
Gunakan sendok takaran obat dengan ukuran 5 ml setiap sendoknya
(Julia, 2000).
2.1 Manajemen Keperawatan
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
2.2.1.1 Melakukan anamnese riwayat penyakit meliputi: sejak kapan timbul
demam, gejala lain yang menyertai demam (misalnya: mual muntah,
nafsu makan, eliminasi, nyeri otot dan sendi dll), apakah anak menggigil,
gelisah, upaya yang harus dilakukan (Julia, 2000).
2.2.1.2 Melakukan pemeriksaan fisik.
2.2.1.3 Observasi manifestasi klinis demam:
1) Peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal.
26
2) Kulit terlihat kemerahan.
3) Kulit terasa hangat/panas.
4) Peningkatan frekuensi pernapasan.
5) Takikardi.
6) Kejang demam.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
2.2.2.1 Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
2.2.2.2 Resiko kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang kurang.
2.2.2.3 Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi.
2.2.3 Intervensi Keperawatan
2.2.3.1 Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan: suhu tubuh dalam keadaan stabil.
Kriteria hasil:
1) Bebas dari demam.
2) Suhu tubuh stabil 36°-37°C.
Intervensi:
(1) Monitor tanda-tanda vital.
Rasional: Mengetahui keadaan umum pasien.
(2) Berikan kompres air biasa atau air hangat.
Rasional: Kompres mengakibatkan konduksi sehingga panas tubuh
dialihkan ke kompres.
(3) Anjurkan banyak minum.
Rasional: Menghindari dehidrasi.
(4) Kolaborasi dalam pemberian terapi antipiretik
Rasional: Menekan hipotalamus untuk memproses regulasi dengan
baik.
2.2.3.2 Resiko kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang kurang.
Tujuan: Intake terpenuhi.
Kriteris hasil:
1) Nafsu makan meningkat, dapat menghabiskan sesuai porsi diet yang
telah diberikan.
2) Kebiasaan makan pagi, siang, dan sore.
27
Intervensi:
(1) Berikan makanan sesuai keinginan pasien.
Rasional: menambah nafsu makan pasien.
(2) Berikan makanan yang bervariasi dan menarik.
Rasional: pasien tidak bosan dengan makanan yang diberikan dan
menambah nafsu makan pasien.
(3) Anjurkan makan sedikit tapi sering.
Rasional: membantu terpenuhinya intake pasien.
(4) Anjurkan untuk makan buah.
Rasional: membantu memenuhi vitamin dan nutrisi pasien serta
menghindari adanya masalah pencernaan.
(5) Observasi nafsu makan pasien.
Rasional: mengetahui adanya peningkatan atau penurunan nafsu
makan.
(6) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam menentukan diet.
Rasional: membantu dalam meningkatkan selera makan pasien.
2.2.3.3 Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan: Keluarga dapat mengidentifikasi hal-hal yang dapat
meningkatkan dan menurunkan suhu tubuh.
Kriteria Hasil:
1) Keluarga mau berpartisipasi dalam setiap tindakan yang dilakukan.
2) Keluarga mengungkapkan rasa cemas berkurang.
Intervensi:
(1) Observasi tentang informasi yang dimiliki keluarga pasien mengenai
hipertermi.
Rasional: Mengetahui tingkat pengetahuan keluarga tentang
hipertermi.
(2) Berikan informasi yang akurat tentang penyebab hipertermi.
Rasional: Dalam keadaan cemas keluarga pasien harus mengetahui
apa yang menjadi penyebab hipertermi tersebut.
(3) Yakinkan keluarga pasien bahwa kecemasan merupakan respon yang
normal.
28
Rasional: Komunikasi dapat membantu berkurangnya kecemasan
keluarga terhadap proses penyakit.
(4) Diskusikan rencana tindakan yang dilakukan berhubungan dengan
hipertermi dan keadaan penyakit.
Rasional: Berdiskusi dapat membantu keluarga dalam mengurangi
kecemasan dan dapat membuka wawasan keluarga tentang penyakit
yang di derita oleh pasien.
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, dimana
tindakan yang digunakan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari
asuhan keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan. Implementasi dilakukan
sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat sebelumnya berdasarkan
masalah keperawatan yang ditemukan dalam kasus, dengan menuliskan waktu
pelaksanaan dan respon klien (Patricia A. Potter, 2005).
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi menentukan respons klien terhadap tindakan keperawatan dan
seberapa jauh tujuan perawatan telah terpenuhi (Patricia A. Potter, 2005). Evaluasi
dari tindakan yang telah diberikan pada An. A berdasarkan dari tujuan (Kriteria
Hasil) yang telah dibuat dalam intervensi dan membuat catatan perkembangannya.
Seperti pada diagnosa yang pertama tujuannya adalah pasien terbebas dari
demam, dan suhu tubuh stabil 36°-37°C. Pada diagnosa yang kedua tujuannya
adalah nafsu makan meningkat, dapat menghabiskan sesuai porsi diet yang telah
diberikan, dan kebiasaan makan pagi, siang, dan sore. Demikian pula pada
diagnosa ketiga yang tujuannya adalah keluarga mau berpartisipasi dalam setiap
tindakan yang dilakukan, dan keluarga mengungkapkan rasa cemas berkurang.
BAB 3
29
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Anamnesa
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada tanggal 20 Januari 2013,
Pukul: 20.00 WIB.
3.1.1 Identitas Pasien
Pasien bernama An. A yang lahir pada tanggal 5 April 2011 berjenis
kelamin perempuan, beragama kristen protestan. Pasien adalah orang dayak yang
berasal dari Sepang Simin kabupaten Gunung Mas. Pasien di rawat dengan
diagnosa medis Demam.
3.1.2 Identitas Penanggung Jawab
Pasien mempunyai orang tua yang bernama Ny. N yang lahir pada tanggal
14 November 1983, beragama kristen protestan. Ny. N adalah orang dayak yang
berasal dari Sepang Simin kabupaten Gunung Mas. Pendidikan terakhir Ny. N
adalah SMA yang sekarang membuka usaha sendiri di tempat asalnya.
3.1.3 Keluhan Utama
Orang tua pasien mengatakan: “Badan anak saya terasa panas”.
3.1.4 Riwayat Kesehatan
3.1.4.1 Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada tanggal 19 Januari 2013 pasien di rawat di RS Gunung Mas, karena
kondisi pasien belum membaik pihak RS melakukan rujukan ke RSUD Doris
Sylvanus.
3.1.4.2 Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pasien pernah dirawat pada usia 8 bulan dan pada tanggal 20 Januari 2013
dirawat di RS Gunung Mas dengan kasus Kejang Demam.
3.1.4.3 Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
1) Riwayat Prenatal: Selama hamil, Ibu pasien memeriksakan
kandungannya ke bidan.
2) Riwayat Prenatal: Normal, persalinan dibantu oleh bidan. Pasien adalah
anak ketiga dari tiga bersaudara.
3) Riwayat Postnatal: Sehat, Berat Badan 2,9 kg.
3.1.4.4 Status Imunisasi: 28
30
BCG pada usia 1 bulan, DPT pada usia 2 bulan, Polio pada usia 3 bulan,
Campak pada usia 6 bulan, dan Hepatitis 8 bulan.
3.1.4.5 Riwayat Kesehatan Keluarga
Orang tua pasien mengatakan, keluarga tidak pernah menderita penyakit
yang sama.
3.1.4.6 Susunan Genogram 3 (tiga) Generasi
Keterangan :
: Laki-laki : Orang terdekat
: Perempuan : Tinggal serumah
: Meninggal
: Pasien
Bagan 3.1 Susunan Genogram 3 (tiga) Generasi
3.2 Pemeriksaan Fisik
3.2.1 Keadaan Umum
Tingkat kesadaran Compos Menthis, terpasang infus KA EN 4B 10 tetes
/menit.
3.2.2 Tanda Vital
Suhu pasien adalah 37,7° C
3.2.3 Kepala dan Wajah
31
3.2.3.1 Ubun-ubun
Ubun-ubun pasien dalam keadaan menutup dan datar.
3.2.3.2 Rambut
Pasien memiliki rambut berwarna hitam, tidak rontok, tidak mudah di cabut
dan tidak kusam.
3.2.3.3 Kepala
Keadaan kulit kepala bersih, tidak ada peradangan atau benjolan.
3.2.3.4 Mata
Bentuk mata simetris, konjungtiva berwarna merah muda, skelera berwarna
putih, reflek pupil positif. Ketajaman penglihatan pasien baik, dapat membedakan
orang tua dan perawat.
3.2.3.5 Telinga
Bentuk telinga simetris, tidak ada serumen atau secret, tidak ada peradangan
dan ketajaman pendengaran pasien baik, pasien menoleh saat namanya di panggil.
3.2.3.6 Hidung
Bentuk hidung simetris, tidak ada serumen atau secret, fungsi penciuman normal.
3.2.3.7 Mulut
Keadaan bibir lembab dan palatum terasa lunak.
3.2.3.8 Gigi
Pasien mempunyai gigi 9 buah dan tidak ada carries gigi.
3.2.3.9 Leher dan Tenggorokan
Bentuk leher simetris, reflek menelan baik, tidak ada pembesaran tonsil,
tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada benjolan dan peradangan.
3.2.3.10 Dada
Bentuk dada simetris, tidak ada retraksi dada, bunyi nafas vesikuler, tipe
pernafasan dada, bunyi jantung normal (lup dup). Tidak ada iktus kordis, bunyi
tambahan dan nyeri dada.
3.2.3.11 Punggung
Bentuk punggung simetris, tidak ada peradangan dan benjolan.
3.2.3.12 Abdomen
Bentuk abdomen simetris, bising usus 7x /menit. Tidak ada asites, massa,
hepatomegali, splenomegali ataupun nyeri.
3.2.3.13 Ekstremitas
32
Pergerakan atau tonus otot bebas. Tidak ada oedem, sianosis, dan clubbing
finger. Keadaan kulit halus, turgor kulit baik di bawah 2 detik dan kulit teraba
panas.
3.2.3.14 Genitalia
Kebersihan baik, keadaan labia lengkap, tidak ada peradangan ataupun
benjolan.
3.3 Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
3.3.1 Gizi: Baik, kebutuhan gizi terpenuhi dengan berat badan 9 kg dan usia 1,9
tahun.
3.3.2 Kemandirian Dalam Bergaul: Baik, pasien dapat memanggil nama
saudaranya.
3.3.3 Motorik Halus: Baik, dapat menyusun atau membuat menara pada kubus.
3.3.4 Motorik Kasar: Baik, mampu melangkah dan berjalan dengan tegak.
3.3.5 Kognitif dan Bahasa: Baik, pasien dapat menyebutkan nama benda.
3.3.6 Psikososial: Baik, pasien dekat dengan orang tua dan keluarga.
3.4 Pola Aktivitas Sehari-hari
3.4.1 Nutrisi
3.4.1.1 Frekuensi: Frekuensi makan pasien pada sebelum sakit normal dan saat
sakit 2x sehari.
3.4.1.2 Porsi: porsi makan pasien pada sebelum sakit 1 porsi dan pada sesudah
sakit hanya ¼ porsi.
3.4.1.3 Nafsu makan/selera: Nafsu makan pasien pada sebelum sakit baik dan
saat sakit berkurang.
3.4.1.4 Jenis makanan: Sebelum sakit jenis makanan pasien terdiri dari nasi,
lauk pauk dan sayur dan saat sakit jenis makanan pasien terdiri dari nasi
dan lauk.
3.4.1.5 Jenis minuman: sebelum sakit jenis minuman pasien adalah air putih,
susu, dan teh. Sedangkan sesudah sakit pasien hanya mau minum air
putih dan susu.
3.4.1.6 Jumlah minuman: jumlah minuman pasien sebelum sakit 800/cc/24 jam
sedangkan pada saat sakit 550/cc/24 jam.
33
3.4.1.7 Kebiasaan makan: sebelum sakit kebiasaan makan pasien pagi, siang
dan malam. Sedangkan pada saat sakit pasien hanya makan pada pagi
dan sore hari.
3.4.2 Eliminasi
3.4.2.1 BAB
Fungsi pencernaan pasien pada sebelum sakit dan saat sakit tetap baik yaitu
1x sehari. Konsistensinya lembek.
3.4.2.2 BAK
Frekuensi BAK pasien 5x sehari.
3.4.3 Istirahat/tidur
Sebelum sakit pada siang hari pasien beristirahat selama 2-3 jam dan pada
malam hari selama 9-10 jam. Sedangkan pada saat setelah sakit, pada siang hari
pasien dapat beristrhat selama 1-2 jam dan pada malam hari selama 9-10 jam.
3.4.4 Personal hygiene
3.4.4.1 Mandi
Sebelum sakit dan saat sakit pasien mandi 2x sehari.
3.4.4.2 Oral hygiene
Sebelum sakit dan saat sakit pasien melakukan oral hygiene 2x sehari.
3.5 Data Penunjang
Tanggal: 20 Januari 2013
Tabel: 3.2 Data Penunjang
No. Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1)
2)
Leukosit (WBC)
Eritrosit (RBC)
Haemoglobin (HGB)
Trombosit (PLT)
Pemeriksaan Makroskopis Tinja
Konsistensi dan Bentuk
Warna
Bau
5.40/UL
3.86/UL
10.3 g/dl
186/UL
Padat
Kecoklatan
Khas tinja
4.00-10.00/UL
3.50-5.20/UL
12.0-16.0 g/dl
100-600/UL
Padat
Kecoklatan
Khas tinja
34
3.6 Penatalaksaan Medis
Tanggal: 20 Januari 2013
Infus: KA EN 4B 10 tetes /menit.
Intravena: Ceftriaxone 2 x 500 mg
Dexamethasone 3 x 1,5 mg
Oral: Puyer Tripanzyme 3 x 1 /bungkus
L-Bio 2 x 1 sachet
Pheno Oral 45 mg 2 x 1 /bungkus
Parasetamol Sirup (Kalau perlu) 4 x 1 cth
3.7 Informasi Lain
Orang tua pasien mengatakan: “Saya merasa cemas dengan keadaan anak
saya, karena demamnya belum juga turun”. Orang tua juga bertanya tentang
penyebab penyakit yang diderita anaknya.
Palangka Raya, 21 Januari 2013
Mahasiswa yang mengkaji
SINTIA MANDARA
35
3.8 ANALISIS DATA
Tabel: 3.3 Analisis Data
Data Subyektif dan Data Obyektif Kemungkinan Penyebab Masalah
Ds: Orang tua pasien mengatakan: “Badan
anak saya terasa panas”.
Do:
1) Wajah terlihat merah
2) Kulit terasa panas
3) Anak terlihat rewel
4) Suhu 37,7°C
Ds: orang tua mengatakan: “Anak saya
kurang nafsu makan”.
Do:
1) Porsi makan pasien hanya ¼ porsi.
2) Nafsu makan pasien pada sebelum sakit
baik dan saat sakit berkurang.
Proses infeksi
Intake yang kurang.
Hipertermi
Resiko kekurangan nutrisi
34
36
Data Subyektif dan Data Obyektif Kemungkinan Penyebab Masalah
3) Jenis makanan pasien terdiri dari nasi
dan lauk dan kebiasaan makan pasien
hanya makan pada pagi dan sore hari.
Ds: Orang tua pasien mengatakan: “Saya
merasa cemas dengan keadaan anak
saya, karena demamnya belum juga
turun”.
Do:
1) Terlihat orang tua dan keluarga yang
selalu menjaga anaknya.
2) Wajah orang tua tampak sedih.
3) Keluarga tampak gelisah.
4) Orang tua bertanya tentang penyebab
penyakit anaknya.
Kurangnya informasi Cemas
35
37
3.9 PRIORITAS MASALAH
Tabel: 3.4 Prioritas Masalah
1) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
2) Resiko kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang kurang.
3) Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi.
36
38
3.10 INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama Pasien: An. A
Ruang Rawat: F (Anak)
Tabel: 3.5 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional
1) Hipertermi
berhubungan dengan
proses infeksi.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 1x7 jam suhu
tubuh dalam keadaan stabil
dengan kriteria hasil:
1) Bebas dari demam.
2) Suhu tubuh stabil 36°-
37°C.
(1) Monitor tanda-tanda vital.
(2) Berikan kompres air biasa/hangat.
(3) Anjurkan untuk banyak minum.
(4) Anjurkan untuk tidak menggunakan
pakaian dan selimut yang tebal.
(5) Kolaborasi dalam pemberian terapi
antipiretik Parasetamol Sirup
(Kalau perlu) 4 x 1 sendok teh .
(1) Mengetahui keadaan umum
klien.
(2) Kompres mengakibatkan
konduksi sehingga panas
tubuh dialihkan ke
kompres.
(3) Menghindari dehidrasi.
(4) Membantu proses konduksi.
(5) Menekan hipotalamus
untuk memproses regulasi
dengan baik.
37
39
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional
2) Resiko kekurangan
nutrisi berhubungan
dengan intake yang
kurang.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 1x7 jam
diharapkan intake terpenuhi
dengan kriteria hasil:
1) Nafsu makan meningkat,
dapat menghabiskan sesuai
porsi diet yang telah
diberikan.
2) Kebiasaan makan pagi,
siang, dan sore.
(1) Berikan makanan sesuai keinginan
pasien.
(2) Berikan makanan yang bervariasi
dan menarik.
(3) Anjurkan makan sedikit tapi sering.
(4) Anjurkan untuk makan buah.
(5) Observasi nafsu makan pasien.
(1) Rasional: menambah nafsu
makan pasien.
(2) Rasional: pasien tidak bosan
dengan makanan yang
diberikan dan menambah
nafsu makan pasien.
(3) Rasional: membantu
terpenuhinya intake pasien.
(4) Rasional: membantu
memenuhi vitamin dan
nutrisi pasien serta
menghindari adanya masalah
pencernaan.
(5) Rasional: mengetahui adanya
peningkatan atau penurunan
nafsu makan.
38
40
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional
(6) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam
menentukan diet.
(6) Rasional: membantu dalam
meningkatkan selera makan
pasien.
39
41
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional
3) Cemas berhubungan
dengan kurangnya
informasi.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 1x7 jam keluarga
dapat mengidentifikasi hal-hal
yang dapat meningkatkan dan
menurunkan suhu tubuh dengan
kriteria hasil:
1) Keluarga mau berpartisipasi
dalam setiap tindakan yang
dilakukan.
2) Keluarga mengungkapkan
rasa cemas berkurang.
(1)Observasi tentang informasi
yang dimiliki keluarga pasien
mengenai hipertermi.
(2)Berikan informasi yang
akurat tentang penyebab
hipertermi.
(3)Yakinkan keluarga pasien
bahwa kecemasan merupakan
respon yang normal.
(4)Diskusikan rencana tindakan
yang dilakukan berhubungan
dengan hipertermi dan
keadaan penyakit.
(1) Mengetahui tingkat pengetahuan
keluarga tentang hipertermi.
(2) Dalam keadaan cemas keluarga
pasien harus mengetahui apa yang
menjadi penyebab hipertermi
tersebut.
(3) Komunikasi dapat membantu
berkurangnya kecemasan keluarga
terhadap proses penyakit.
(4) Berdiskusi dapat membantu keluarga
dalam mengurangi kecemasan dan
dapat membuka wawasan keluarga
tentang penyakit yang di derita oleh
pasien.
40
42
3.10 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Tabel: 3.6 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan
Hari/TanggalJam Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda Tangan dan Nama
PerawatSenin, 21 Januari
2013
1) Memonitor tanda-tanda vital.
2) Memberikan kompres air biasa/hangat.
3) Menganjurkan untuk banyak minum.
4) Menganjurkan untuk tidak menggunakan
pakaian dan selimut yang tebal.
5) Berkolaborasi dalam pemberian terapi
antipiretik Parasetamol Sirup (Kalau
perlu) 4 x 1 sendok teh.
S: Orang tua pasien mengatakan:
“Badan anak saya masih panas”.
O:
1) Kulit terasa panas.
2) Anak terlihat rewel.
3) Suhu 37,7°C.
A: Masalah belum teratasi.
P: Lanjutkan Intervensi. SINTIA MANDARA
41
43
Hari/TanggalJam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Tanda Tangan dan Nama Perawat
Minggu, 20 Januari
2013
1) Memberikan makanan sesuai keinginan
pasien.
2) Memberikan makanan yang bervariasi
dan menarik.
3) Menganjurkan makan sedikit tapi sering.
4) Menganjurkan untuk makan buah.
5) Mengobservasi nafsu makan pasien.
6) Berkolaborasi dengan ahli gizi dalam
menentukan diet.
S: Orang tua mengatakan: “Nafsu
makan anak masih belum
membaik”.
O:
1) Porsi yang diberikan tidak habis
yaitu hanya ¼ porsi.
2) Kebiasaan makan hanya pagi dan
sore.
3) Pasien terlihat rewel.
A: Masalah belum teratasi.
P: Lanjutkan Intervensi. SINTIA MANDARA
42
44
Hari/Tanggal
JamImplementasi Evaluasi (SOAP)
Tanda Tangan dan
Nama Perawat
Senin, 21 Januari
2013
1) Mengobservasi tentang informasi yang
dimiliki keluarga pasien mengenai
hipertermi.
2) Memberikan informasi yang akurat
tentang penyebab hipertermi.
3) Meyakinkan keluarga pasien bahwa
kecemasan merupakan respon yang
normal.
4) Mendiskusikan rencana tindakan yang
dilakukan berhubungan dengan
hipertermi dan keadaan penyakit.
S: Orang tua pasien mengatakan: “Saya
masih merasa cemas dengan
keadaan anak saya”.
O:
1) Terlihat orang tua dan keluarga yang
selalu menjaga anaknya.
2) Wajah orang tua tampak sedih.
3) Keluarga tampak gelisah.
4) Suhu 37,7°C.
A: Masalah belum teratasi.
P: Lanjutkan intervensi. SINTIA MANDARA
43
45
BAB 4
PEMBAHASAN
Berdasarkan teori-teori keperawatan di BAB 2 laporan ini dan dalam
melakukan asuhan keperawatan pada An. A dengan kasus Demam di ruang F
RSUD Doris Sylvanus Palangka Raya yang terdapat pada BAB 3, maka ada
beberapa hal yang menjadi persamaan yaitu:
4.1 Pengkajian
Berdasarkan pengkajian pada An. A dengan kasus Demam di ruang F
RSUD Doris Sylvanus Palangka Raya pada tanggal 20 Januari 2013 terdapat
keluhan utama klien badan terasa panas, kurang nafsu makan, dengan keadaan
umum wajah terlihat merah, kulit terasa panas, dan anak terlihat rewel dengan
suhu 37,7°C dengan adanya masalah tersebut orangtua merasa cemas. Secara
umum tidak jauh berbeda dengan teori (Julia, 2000), karena pada teori ini
dijelaskan tanda dan gejala yang terdapat pada seorang yang menderita demam
antara lain: anak terlihat rewel (suhu lebih tinggi dari 37,8° C-40°C), kulit terlihat
kemerahan, hangat pada sentuhan dan dehidrasi. Pada saat pengkajian tidak
ditemukan tanda dan gejala demam, seperti: peningkatan frekuensi pernapasan,
dehidrasi dan menggigil. Tidak adanya tanda dan gejala tersebut karena suhu
tubuh pasien masih belum termasuk suhu yang tinggi sehingga tidak menye-
babkan masalah tersebut. Dalam faktor penunjang untuk mendapatkan data
keluarga klien cukup kooperatif dalam memberikan informasi maupun data-data
yang diperlukan.
4.2 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan teori diagnosa keperawatan pada kasus Demam, diagnosa yang
mungkin muncul adalah: hipertermi berhubungan dengan proses infeksi, resiko
kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang kurang, dan cemas
berhubungan dengan kurangnya informasi. Diagnosa keperawatan yang muncul
pada kasus An. A tidak jauh berbeda dengan teori, yaitu: hipertermi berhubungan
dengan proses infeksi, resiko kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang
kurang, dan cemas berhubungan dengan kurangnya informasi.
Pada saat pengkajian didapatkan 3 diagnosa berdasarkan teori diatas, karena
An. A sudah mengalami demam sejak tanggal 19 Januari 2013. Munculnya diag-
44
46
nosa hipertermi berhubungan dengan proses infeksi karena peningkatan suhu
tubuh pasien bisa disebabkan karena adanya infeksi. Kemudian pada diagnosa
resiko kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang kurang muncul karena
adanya kurang nafsu makan pada pasien, hal tersebut beresiko menyebabkan
pasien kekurangan nutrisi. Sedangkan pada diagnosa cemas berhubungan dengan
kurangnya informasi muncul karena adanya kecemasan dari orangtua terhadap
anaknya.
4.3 Intervensi Keperawatan
Penentuan prioritas masalah dalam kasus ini disesuaikan menurut Hirarki
Maslow yaitu kebutuhan dasar dan keadaan yang mengancam keselamatan klien.
Jika dilihat dari studi kasus dan teori yang ada, maka diagnosa utama yang
diangkat adalah: hipertermi berhubungan dengan proses infeksi, resiko
kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang kurang, dan cemas
berhubungan dengan kurangnya informasi.
Menurut teori Lynda Juall (2009), intervensi dari diagnosa pertama adalah:
monitor tanda-tanda vital, berikan kompres air biasa/hangat, anjurkan untuk
banyak minum, anjurkan untuk tidak menggunakan pakaian dan selimut yang
tebal, dan kolaborasi dalam pemberian terapi antipiretik Parasetamol Sirup (Kalau
perlu) 4x1 sendok teh. Intervensi dari kasus An. A. tidak jauh berbeda dengan
teori diatas, yaitu: monitor tanda-tanda vital, berikan kompres air biasa/hangat,
anjurkan untuk banyak minum, anjurkan untuk tidak menggunakan pakaian dan
selimut yang tebal, kolaborasi dalam pemberian terapi antipiretik Parasetamol
Sirup (Kalau perlu) 4x1 sendok teh, karena keadaan tersebut mengancam
keselamatan klien. Apabila intervensi ini tidak dilakukan dapat menyebabkan pen-
ingkatan suhu tubuh dan komplikasi lain yang dapat mengancam keselamatan
pasien.
Intervensi pada diagnosa kedua adalah berikan makanan sesuai keinginan
pasien, berikan makanan yang bervariasi dan menarik, anjurkan makan sedikit
tapi sering, anjurkan untuk makan buah, observasi nafsu makan pasien dan
kolaborasi dengan ahli gizi dalam menentukan diet. Intervensi pada kasus An. A.
tidak berbeda dengan teori, direncanakan untuk mencegah adanya resiko
kekurangan nutrisi pada pasien.
47
Pada diagnosa ketiga intervensi yang diberikan adalah observasi tentang
informasi yang dimiliki keluarga pasien mengenai hipertermi, berikan informasi
yang akurat tentang penyebab hipertermi, yakinkan keluarga pasien bahwa
kecemasan merupakan respon yang normal, diskusikan rencana tindakan yang
dilakukan berhubungan dengan hipertermi dan keadaan penyakit. Intervensi ini
direncanakan agar rasa cemas pada keluarga pasien berkurang.
4.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi pada asuhan keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana
intervensi yang telah dibuat sebelumnya. Pada diagnosa pertama: hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi implementasi yang dapat dilakukan adalah
memonitor tanda-tanda vital, memberikan kompres air biasa/hangat,
menganjurkan untuk banyak minum, menganjurkan untuk tidak menggunakan
pakaian dan selimut yang tebal, dan berkolaborasi dalam pemberian terapi
antipiretik Parasetamol Sirup (Kalau perlu) 4x1 sendok teh. Pada kasus An. A.
tidak jauh berbeda dengan implementasi pada teori, yaitu: memonitor tanda-tanda
vital, memberikan kompres air biasa/hangat, menganjurkan untuk banyak minum,
menganjurkan untuk tidak menggunakan pakaian dan selimut yang tebal, dan
berkolaborasi dalam pemberian terapi antipiretik Parasetamol Sirup (Kalau perlu)
4x1 sendok teh. Implementasi yang dilakukan pada diagnosa pertama untuk men-
stabilkan suhu tubuh pasien menjadi 36º-37ºC.
Sedangkan pada diagnosa kedua implementasi yang dapat dilakukan adalah
memberikan makanan sesuai keinginan pasien, memberikan makanan yang
bervariasi dan menarik, menganjurkan makan sedikit tapi sering, menganjurkan
untuk makan buah, mengobservasi nafsu makan pasien dan berkolaborasi dengan
ahli gizi dalam menentukan diet. Pada kasus An. A. tidak jauh berbeda dengan
implementasi pada teori, yaitu: memberikan makanan sesuai keinginan pasien,
memberikan makanan yang bervariasi dan menarik, menganjurkan makan sedikit
tapi sering, menganjurkan untuk makan buah, mengobservasi nafsu makan pasien
dan berkolaborasi dengan ahli gizi dalam menentukan diet. Pada diagnosa kedua
dilakukan untuk meningkatkan nafsu makan pasien.
Pada diagnosa yang ketiga implementasi yang dapat dilakukan adalah
mengobservasi tentang informasi yang dimiliki keluarga pasien mengenai
hipertermi, memberikan informasi yang akurat tentang penyebab hipertermi,
48
meyakinkan keluarga pasien bahwa kecemasan merupakan respon yang normal,
mendiskusikan rencana tindakan yang dilakukan berhubungan dengan hipertermi
dan keadaan penyakit. Pada kasus An. A. tidak jauh berbeda dengan implementasi
pada teori, yaitu: mengobservasi tentang informasi yang dimiliki keluarga pasien
mengenai hipertermi, memberikan informasi yang akurat tentang penyebab
hipertermi, meyakinkan keluarga pasien bahwa kecemasan merupakan respon
yang normal, mendiskusikan rencana tindakan yang dilakukan berhubungan
dengan hipertermi dan keadaan penyakit. Tidak ada kendala yang berarti sehingga
asuhan keperawatan yang diberikan perawat tetap berkesinambungan dan
dilanjutkan oleh perawat ruangan. Pada diagnosa yang ketiga agar rasa cemas
pada keluarga dapat berkurang dan dapat berpartisipasi dalam setiap tindakan
yang diberikan.
4.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi menentukan respons klien terhadap tindakan keperawatan dan
seberapa jauh tujuan perawatan telah terpenuhi. (Patricia A. Potter, 2005).
Evaluasi dari tindakan yang telah diberikan pada An. A berdasarkan dari tujuan
(Kriteria Hasil) yang telah dibuat dalam intervensi dan membuat catatan
perkembangannya.
Seperti pada diagnosa yang pertama tujuannya adalah pasien terbebas dari
demam, dan suhu tubuh stabil 36°-37°C tetapi setelah dilakukan evaluasi masalah
belum teratasi dengan data obyektif, seperti: kulit terasa panas, anak terlihat rewel
dan suhu 37,7°C.
Pada diagnosa yang kedua tujuannya adalah nafsu makan meningkat, dapat
menghabiskan sesuai porsi diet yang telah diberikan, dan kebiasaan makan pagi,
siang, dan sore. Tetapi setelah dilakukan evaluasi masalah tersebut belum teratasi
dengan data obyektif, seperti: porsi yang diberikan tidak habis yaitu hanya ¼
porsi, kebiasaan makan hanya pagi dan sore dan pasien terlihat rewel.
Demikian pula pada diagnosa terakhir yang tujuannya adalah keluarga mau
berpartisipasi dalam setiap tindakan yang dilakukan, dan keluarga
mengungkapkan rasa cemas berkurang. Setelah dilakukan evaluasi masalah
tersebut belum teratasi dengan adanya data obyektif, seperti: terlihat orang tua dan
keluarga yang selalu menjaga anaknya, wajah orang tua tampak sedih, keluarga
tampak gelisah dan suhu 37,7°C. Tidak semua tujuan pada setiap diagnosa dapat
49
dicapai, masalah belum teratasi karena Demam yang dialami klien masih belum
stabil sehingga diperlukan asuhan keperawatan lebih lanjut dan
berkesinambungan.
50
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Pengkajian Keperawatan
Menurut Lynda Juall C. (2009), demam adalah keadaan ketika individu
mengalami atau beresiko mengalami peningkatan suhu tubuh yang terus-menerus
lebih tinggi dari 37,8°C secara oral atau 38,8°C secara rektal yang disebabkan
oleh berbagai faktor eksternal. Pada pengkajian yang dilakukan adalah anamnesa,
pemeriksaan fisik, riwayat pertumbuhan dan perkembangan, dan pola aktivitas
sehari-sehari.
5.1.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada masalah diatas adalah: hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi, resiko kekurangan nutrisi berhubungan
dengan intake yang kurang dan cemas berhubungan dengan kurangnya informasi.
5.1.3 Intervensi Keperawatan
Berdasarkan pada diagnosa di atas, intervensi yang dapat dilakukan adalah
pada diagnosa pertama yaitu monitor tanda-tanda vital, berikan kompres air
biasa/hangat, anjurkan untuk banyak minum, anjurkan untuk tidak menggunakan
pakaian dan selimut yang tebal, dan kolaborasi dalam pemberian terapi antipiretik
Parasetamol Sirup (Kalau perlu) 4x1 sendok teh. Sedangkan pada diagnosa kedua
yaitu berikan makanan sesuai keinginan pasien, berikan makanan yang bervariasi
dan menarik, anjurkan makan sedikit tapi sering, anjurkan untuk makan buah,
observasi nafsu makan pasien dan kolaborasi dengan ahli gizi dalam menentukan
diet. Serta pada diagnosa yang ketiga yaitu observasi tentang informasi yang
dimiliki keluarga pasien mengenai hipertermi, berikan informasi yang akurat
tentang penyebab hipertermi, yakinkan keluarga pasien bahwa kecemasan
merupakan respon yang normal dan diskusikan rencana tindakan yang dilakukan
berhubungan dengan hipertermi dan keadaan penyakit.
5.1.4 Implementasi Keperawatan
Tindakan yang dilakukan berdasarkan diagnosa diatas adalah: diagnosa
pertama yaitu memonitor tanda-tanda vital, memberikan kompres air biasa/hangat,
menganjurkan untuk banyak minum, menganjurkan untuk tidak menggunakan
pakaian dan selimut yang tebal, dan berkolaborasi dalam pemberian terapi
49
51
antipiretik Parasetamol Sirup (Kalau perlu) 4x1 sendok teh. Diagnosa kedua yaitu
memberikan makanan sesuai keinginan pasien, memberikan makanan yang
bervariasi dan menarik, menganjurkan makan sedikit tapi sering, menganjurkan
untuk makan buah, mengobservasi nafsu makan pasien dan berkolaborasi dengan
ahli gizi dalam menentukan diet. Diagnosa ketiga yaitu mengobservasi tentang
informasi yang dimiliki keluarga pasien mengenai hipertermi, memberikan
informasi yang akurat tentang penyebab hipertermi, meyakinkan keluarga pasien
bahwa kecemasan merupakan respon yang normal, mendiskusikan rencana
tindakan yang dilakukan berhubungan dengan hipertermi dan keadaan penyakit.
5.1.5 Evaluasi
Evaluasi menentukan respons klien terhadap tindakan keperawatan dan se-
berapa jauh tujuan perawatan telah terpenuhi. (Patricia A. Potter, 2005). Evaluasi
dari tindakan yang dilakukan pada An. A mengacu pada tujuan yang dibuat dalam
perencanaan dan membuat catatan perkembangan, dari ke tiga diagnosa diatas se-
mua tujuan dari intervensi diatas belum tercapai atau masalah belum teratasi.
5.2 Saran
5.2.1 Penulis
Meningkatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan
Demam serta dapat menambah wawasan tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
terbaru.
5.2.2 Bagi Pihak Rumah Sakit
Laporan Studi Kasus ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam
upaya meningkatkan mutu pelaksaan dan bahan evaluasi dalam perbaikan asuhan
keperawatan bagi RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya, khususnya perawat
di ruang F dan diharapkan untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada pasien.
5.2.3 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan Laporan Study Kasus ini dapat menjadi sumber informasi,
bacaan dan bahan masukan untuk menambah wawasan bagi mahasiswa tentang
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi khususnya yang terkait dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan pada klien dengan demam.