pajak pert. 5.doc

34
Tata Cara Perhitungan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi 1. Koreksi Fiskal Dalam periode berjalan sebuah badan pasti telah membuat suatu laporan keuangan yang termasuk didalamnya laporan laba rugi yang memuat penghasilan, biaya, dan laba rugi. Seluruh penghasilan dan biaya yang terjadi dalam perusahaan perlu dilaporkan semua sehingga dalam menghitung pajak penghasilannya perlu dilakukan sebuah koreksi atau pos-pos yang tidak dapat dimasukkan dalam perhitungan PPh Badan. Koreksi yang dilakukan tersebut biasanya disebut koreksi fiskal. Penghitungan PPh diakhir tahun bagi Wajib Pajak Badan didasarkan atas laporan keuangan Fiskal (Laba Rugi Fiskal). Laba rugi fiskal disusun berdasarkan Laba Rugi Komersial yang telah disesuaikan dengan peraturan perpajakan (melalui rekonsiliasi). Rekonsiliasi (penyesuaian) tersebut akan berakibat adanya koreksi fiscal. Latar Belakang Koreksi Fiskal : -Sehubungan dengan adanya perbedaan antara laba (rugi) menurut perhitungan akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal ( berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 jo Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ), maka sebelum menghitung Pajak Penghasilan yang terutang, terlebih dahulu laba/rugi komersial tersebut harus dilakukan koreksi-koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. 1

Upload: ngurah-ari-samitha

Post on 24-Oct-2015

55 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

perpajakan

TRANSCRIPT

Page 1: PAJAK PERT. 5.doc

Tata Cara Perhitungan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi

1. Koreksi Fiskal

Dalam periode berjalan sebuah badan pasti telah membuat suatu laporan keuangan

yang termasuk didalamnya laporan laba rugi yang memuat penghasilan, biaya, dan laba rugi.

Seluruh penghasilan dan biaya yang terjadi dalam perusahaan perlu dilaporkan semua

sehingga dalam menghitung pajak penghasilannya perlu dilakukan sebuah koreksi atau pos-

pos yang tidak dapat dimasukkan dalam perhitungan PPh Badan. Koreksi yang dilakukan

tersebut biasanya disebut koreksi fiskal. Penghitungan PPh diakhir tahun bagi Wajib Pajak

Badan didasarkan atas laporan keuangan Fiskal (Laba Rugi Fiskal). Laba rugi fiskal disusun

berdasarkan Laba Rugi Komersial yang telah disesuaikan dengan peraturan perpajakan

(melalui rekonsiliasi). Rekonsiliasi (penyesuaian) tersebut akan berakibat adanya koreksi

fiscal.

Latar Belakang Koreksi Fiskal :

-Sehubungan dengan adanya perbedaan antara laba (rugi) menurut perhitungan akuntansi

komersial dengan akuntansi fiskal ( berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994

jo Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ), maka sebelum menghitung Pajak Penghasilan

yang terutang, terlebih dahulu laba/rugi komersial tersebut harus dilakukan koreksi-koreksi

fiskal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.

-Dengan demikian, untuk keperluan perpajakan wajib pajak tidak perlu membuat

pembukuan ganda, melainkan cukup membuat satu pembukuan berdasarkan Standar

Akuntansi Keuangan (SAK), dan pada waktu mengisi SPT Tahunan PPh terlebih dahulu

harus dilakukan koreksi-koreksi fiskal.

- Koreksi fiskal tersebut dilakukan baik terhadap penghasilan maupun terhadap biaya-biaya

(pengurang penghasilan bruto).

Jenis-Jenis Koreksi Fiskal

1. Beda Tetap (Permanent Difference)

Beda tetap adalah perbedaan terhadap jumlah yang dilaporkan dalam laporan

keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal dapat terjadi akibat

perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan beban.

1

Page 2: PAJAK PERT. 5.doc

Menurut akuntansi merupakan penghasilan sedangkan menurut ketentuan PPh

bukan penghasilan.

Menurut akuntansi merupakan penghasilan, sedangkan menurut ketentuan PPh

telah dikenakan PPh yang bersifat final. Penghasilan ini dikenakan pajak

tersendiri (final) sehingga dipisahkan (tidak perlu digabung) dengan penghasilan

lainnya dalam menghitung PPh yang terutang.

Bagi perusahaan semua pemasukan adalah pendapatan yang akan menambah

laba kena pajak, sedangkan bagi Ditjend Pajak, tidak semua pemasukan adalah

faktor penambah laba kena pajak, ada beberapa jenis pendapatan yang bukan

merupakan faktor penambah laba kena pajak karena pendapatan tersebut sudah

dikenakan pajak bersifat final

- Menurut akuntansi merupakan beban (biaya) sedangkan menurut ketentuan PPh

tidak dapat dibebankan (Pasal 9 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ),

Bagi perusahaan semua pengeluaran adalah beban yang akan mengurangi laba

kena pajak. Sedangkan, bagi Ditjend Pajak tidak semua pengeluaran adalah faktor

pengurang laba kena pajak karena ada beberapa jenis pengeluaran yang

sesungguhnya bukan merupakan bagian dari kegiatan perusahaan.

2. Beda Waktu (Time Difference)

Beda waktu adalah perbedaan terhadap jumlah yang dilaporkan dalam laporan

keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal dapat terjadi akibat

perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan beban.

Atau bisa disebut juga perbedaan yang diakibatkan karena bedanya waktu

pengakuan baik itu terhadap pendapatan maupun beban (pendapatan/beban

tangguhan), juga akibat perbedaan beban penyusutan dimana pihak Ditjend Pajak

menggunakan metode penyusutan GARIS LURUS (Straight Line Method)

sementara perusahaan mungkin menggunakan metode penyusutan yang lain, yang

oleh karenanya mengakibatkan adanya perbedaan alokasi beban penyusutan.

Prakiraan Umur ekonomis atas aktiva tetap juga turut memberi kontribusi atas

perbedaan tersebut.

2

Page 3: PAJAK PERT. 5.doc

Penyesuaian Koreksi Fiskal

Perbedaan-perbedaan yang terdapat di dalam jenis-jenis Koreksi Fiskal tersebut,

memerlukan penyesuaian-penyesuaian agar Jumlah PPh Terutang antara yang

dihitung oleh perusahaan dengan Ditjend Pajak bisa sama.

Ada 2 jenis penyesuaian untuk Koreksi Fiskal , yaitu :

a) Penyesuaian Fiskal Positif adalah penyesuaian yang akan mengakibatkan

meningkatnya laba kena pajak yang pada akhirnya akan membuat PPh

Badan terhutangnya juga akan meningkat, diantaranya :

i. Biaya yang tidak berkaitan langsung dengan kegiatan usaha perusahaan

untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara pendapatan

ii. Biaya yang tidak diperkenankan sebagai pengurang PKP

iii. Biaya yang diakui lebih kecil, seperti penyusutan, amortisasi, dan biaya

yang ditangguhkan menurut WP lebih tinggi

iv. Biaya yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan objek pajak

v. Biaya yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan PPh Final

b) Penyesuaian Fiskal Negatif adalah penyesuaian yang akan

mengakibatkan menurunnya laba kena pajak sehingga membuat PPh

Badannya pun menurun, diantaranya :

i. Biaya yang diakui lebih besar, seperti penyusutan menurut WP lebih

rendah, selisih amortisasi, dan biaya yang ditangguhkan pengakuannya

ii. Penghasilan yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan

objek pajak

iii. Penghasilan yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan PPh

Final

Menyusun Laporan Keuangan Fiskal

Penyusunan laporan keuangan fiskal sebagai solusi antara ketentuan akuntansi

dan ketentuan pajak tadiri atas tiga pendekatan:

1) Ketentuan pajak secara dominan mewarnai praktik akuntansi. Dalam

pendekatan pertama, laporan keuangan, walanpun disusun berdasarkan

prinsip akuntansi, sangat diwarnai oleh ketentuan perpajakan. Wajib 3

Page 4: PAJAK PERT. 5.doc

Pajak harus menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan

perpajakan tanpa kelonggaran terhadap ketidaksamaan prinsip

akuntansi dan ketentuan perpajakan. Pada pendekatan ini terlihat

adanya dua perangkat pembukuan, yaitu untuk kepentingan komersial

clan untuk kepentingan fiskal. Dengan mclihat sisi-sisi

kepentingannya, pembukuan Banda (arti terbatas) bukanlah bentuk

kecurangan, karena keduanya telah disusun berdasarkan standar atau

norma yang berlaku pada masing-masing akuntansi.

2) Pada pendekatan kedua ini, Wajib Pajak bebas menyelenggarakan

pembukuannya dengan dasar prinsip dan metodc akuntansinya.

Laporan kcuangan fiskal disusun terpisah di luar proses pembukuan,

sering disebut sebagai extra comptable. Laporan keuangan fiskal ini

disusun melalui proses rekonsiliasi antara akuntansi komersial dengan

akuntansi fiskal, schingga laporan yang dihasilkan dari extra comptable

terscbut fungsinya hanya sebagai tambahan laporan keuangan

komersial. Pen dekatan kedua ini lebih banyak digunakan sebagai

pilihan, yaitu dengan menyusun laporan keuangan fiskal mclalui

rekonsiliasi. Umumnya praktik pembukuan di Indonesia menyusun

laporan keuangan fiskal yang disertai dengan rekonsiliasi. Namun ada

juga Wajib Pajak yang hanya menyelenggarakan pembukuan

berdasarkan standar akuntansi komersial tanpa menyusun laporan

kcuangan berbasis kctentuan perpajakan. Ada juga yang berbeda sama

sekali karena bergantung pada berbagai kondisi, terutama perusahaan

multinasional (dengan memerhatikan aspek akuntansi internasional).

3) Pendekatan kctiga menyatakan ketentuan perpajakan sebagai sisipan

Standar Akuntansi Keuangan atau pendekatan dengan prinsip Common

basis. Dalam dasar ini laporan keuangan disusun mengikuti Standar

Akuntansi Keuangan, tetapi apabila terdapat aturan lain dalam

akuntansi komersial, maka preferensi diberikan pada ketentuan

perpajakan.

Penyusunan Laporan Fiskal .

Perusahaan menyusun laporan keuangan fiskal melalui rekonsiliasi antara

4

Page 5: PAJAK PERT. 5.doc

standar akuntansi & ketentuan perpajakan.

MENYUSUN LAPORAN KEUANGAN FISKAL

2. Kompensasi Kerugian Fiskal

Suatu perusahaan kadangkala mengalami keuntungan dan juga kadangkala mengalami

kerugian. Dalam konteks Pajak Penghasilan, keuntungan yang diperoleh adalah objek Pajak

Penghasilan, sebaliknya kalau terjadi kerugian, maka Wajib Pajak tidak akan terkena Pajak

Penghasilan. Bahkan kerugian yang didapatkan dalam satu tahun pajak dapat digunakan

untuk menutupi keuntungan pada tahun-tahun berikutnya sehingga pada tahun-tahun tersebut

Pajak Penghasilan nya menjadi lebih kecil atau tidak terhutang sama sekali. Nah, proses

membawa kerugian dalam satu tahun pajak ke tahun-tahun pajak berikutnya ini dinamakan

sebagai Kompensasi Kerugian.

Kompensasi kerugian ini merupakan salah satu insentif fiskal yang ada di negara kita.

5

Dokumen Dasar

Dokumen Dasar

DicocokkanDicocokkan RekonsiliasiRekonsiliasi

Buku Tambahan

Buku Tambahan

Laporan Keuangan

Fiskal

Laporan Keuangan

Fiskal

Laporan Keuangan Komersial

Laporan Keuangan Komersial

Neraca Percobaan

Neraca Percobaan

Buku Besar

Buku BesarJurnalJurnal

Page 6: PAJAK PERT. 5.doc

Insentif ini diberikan sehubungan dengan rasa keadilan dalam membayar pajak serta untuk

memberikan dorongan pada masyarakat untuk terus berusaha mengembangkan potensi

ekonominya.

Sebagai insentif fiskal, keberadaan fasilitas ini pun hanya ada dalam konteks perhitungan

fiskal. Secara komersial kompensasi kerugian tidak dikenal. Jika perusahaan mengalami

kerugian maka secara komersial akan berakibat pada nilai laba ditahan yang menjadi turun,

yang selanjutnya akan menurunkan nilai perusahaan tersebut.

Adapun beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dalam hal kompensasi kerugian

kerugian dalam Pajak Penghasilan yang diatur dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-undang Pajak

Penghasilan tahun 1983, adalah sebagai berikut :

1. Istilah kerugian merujuk kepada kerugian fiskal bukan kerugian komersial. Kerugian atau

keuntungan fiskal adalah selisih antara penghasilan dan biaya-biaya yang telah

memperhitungkan ketentuan Pajak Penghasilan.

2. Kompensasi kerugian hanya diperkenankan selama lima tahun ke depan secara berturut-

turut. Apabila pada akhir tahun kelima ternyata masih ada kerugian yang tersisa maka sisa

kerugian tersebut tidak dapat lagi dikompensasikan.

3. Kompensasi kerugian hanya untuk Wajib Pajak, baik badan maupun orang pribadi, yang

melakukan kegiatan usaha yang penghasilannya tidak dikenakan PPh Final dan perhitungan

Pajak Penghasilannnya tidak menggunakan norma penghitungan.

4. Kerugian usaha di luar negeri tidak bisa dikompensasikan dengan penghasilan dari dalam

negeri\

Contoh :

PT. Tridewo dalam tahun 1995 menderita kerugian fiskal sebesar Rp1.200.000.000. Dalam 5

(lima) tahun berikutnya laba rugi fiskal PT. Tridewo sebagai berikut :

 

6

Page 7: PAJAK PERT. 5.doc

 Tahun laba rugi

1996 Rp200.000.000

1997 (Rp300.000.000)

1998 NIHIL

1999 Rp100.000.000

2000 Rp800.000.000

 

   

  Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut :

   

Rugi fiskal 1995 (Rp1.200.000.000)

Laba fiskal 1996 Rp200.000.000

Sisa rugi fiskal 1995 (Rp1.000.000.000)

Rugi fiskal 1997 (Rp300.000.000)

Sisa rugi fiskal 1995 (Rp1.000.000.000)

Laba fiskal 1998 NIHIL

Sisa rugi fiskal 1995 (Rp1.000.000.000)

Laba fiskal 1999 Rp100.000.000

Sisa rugi fiskal 1995 (Rp900.000.000)

7

Page 8: PAJAK PERT. 5.doc

Laba fiskal 2000 Rp800.000.000

Sisa rugi fiskal 1995 (Rp100.000.000)

 

   

  Rugi fiskal tahun 1995 sebesar Rp100.000.000 yang masih tersisa pada akhir tahun

2000 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 1997 sebesar

Rp300.000.000 hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2001 dan taun

2002, karena jangka waktu lima tahun yang dimulai sejak tahun 1998 berakhir pada

akhir tahun 2002

3. Penghasilan Kena Pajak

Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan BUT, dihitung berdasarkan

penghasilan bruto dikurangi:

biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya

pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,

honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang,

bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi,

biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan.

penyusutan atas harta berwujud dan amortisasi atas hak dan biaya lain yang

mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.

iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam

perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara

penghasilan.

kerugian dari selisih kurs mata uang asing.

biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.

biaya bea siswa, magang, dan pelatihan.

8

Page 9: PAJAK PERT. 5.doc

piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat:

1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial; dan

2. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau

Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) atau adanya

perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/ pembebasan utang antara

kreditur dan debitur yang bersangkutan; dan

3. telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; dan

4. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih

kepada DJP, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan

Direktur Jenderal Pajak.

Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT, biaya administrasi kantor pusat yang

boleh dikurangkan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT,

yang besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri diberikan pengurangan berupa

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Biaya atau pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dapat dibagi dalam

dua golongan, yaitu:

1. biaya atau pengeluaran yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari satu tahun,

yang merupakan beban tahun yang bersangkutan;

2. biaya atau pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, yang

pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi.

Untuk dapat dikurangkan atau dibebankan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak,

biaya atau pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau

kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek

Pajak. Dengan demikian biaya atau pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak, tidak boleh dikurangkan atau

dibebankan. Biaya bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham tidak boleh

dikurangkan atau dibebankan, apabila dividen yang diterimanya bukan merupakan Objek

9

Page 10: PAJAK PERT. 5.doc

Pajak. Akan tetapi dalam hal ini biaya bunga pinjaman tersebut dapat dikapitalisasi sebagai

penambah harga perolehan saham.

Besarnya PTKP:

Rp 13.200.000,00 untuk diri Wajib Pajak ybs.

Rp 1.200.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang berstatus kawin.

Rp 13.200.000,00 tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung

dengan penghasilan suami.

Rp 1.200.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah/ semenda dalam

garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling

banyak tiga orang.

Besarnya PTKP disesuaikan dari waktu ke waktu dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Perlakuan pajak bagi wanita yang berstatus kawin dan anak yang belum dewasa :

Penghasilan wanita yang berstatus kawin digabung dengan penghasilan suaminya,

kecuali penghasilan yang berasal dari satu pemberi kerja yang telah dipotong PPh?

Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan

bebas suaminya.

Penghasilan suami-isteri dikenakan pajak secara terpisah dalam hal:

o suami-isteri telah hidup berpisah;

o dikehendaki oleh suami-isteri yang bersangkutan berdasarkan perjanjian

tertulis.

Penghasilan anak yang belum dewasa digabung dengan penghasilan orang tuanya,

kecuali penghasilan yang berasal dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan

usaha atau pekerjaan bebas orang tuanya.

Dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan

BUT, tidak boleh dikurangkan:

10

Page 11: PAJAK PERT. 5.doc

pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun, seperti : dividen yang

dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa

hasil usaha koperasi.

biaya atau pengeluaran untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau

anggota.

pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali cadangan piutang tak tertagih

untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha

asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan

dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan

asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar

oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak

yang bersangkutan.

penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan

dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi

seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan

di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan

dengan Keputusan Menteri Keuangan.

jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau

kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan

dengan pekerjaan yang dilakukan.

harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan yang bukan merupakan

Objek Pajak, kecuali zakat atas penghasilan yang dibayar oleh Wajib Pajak orang

pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki

oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang

dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.

pajak Penghasilan.

biaya atau pengeluaran pribadi Wajib Pajak yang bersangkutan atau orang yang

menjadi tanggungannya.

11

Page 12: PAJAK PERT. 5.doc

gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer

yang modalnya tidak terbagi atas saham.

sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa

denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang

perpajakan.

dalam menentukan besarnya laba suatu BUT, pembayaran kepada kantor pusat yang

tidak boleh dikurangkan adalah:

o royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta, paten, atau

hak-hak lainnya;

o imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya;

o bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.

Pembayaran serupa yang diterima atau diperoleh dari kantor pusat tidak dianggap sebagai

Objek Pajak BUT, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.

Perlakuan Pajak Terhadap Kerugian Fiskal

Dalam hal penghasilan bruto setelah pengurangan menghasilkan kerugian, maka kerugian

tersebut dikompensasikan dengan Penghasilan Kena Pajak mulai tahun pajak berikutnya

berturut-turut sampai dengan lima tahun.

4. Norma Penghitungan Penghasilan Neto

Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang

peredaran brutonya (omzet) dalam satu tahun pajak kurang dari Rp600.000.000, boleh

menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

Namun demikian, ada syarat yang harus dipenuhi yaitu memberitahukan kepada Direktur

Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dalam tahun pajak yang

bersangkutan. Apabila Wajib Pajak menggunakan norma penghitungan maka Wajib Pajak

tersebut tidak wajib menyelenggarakan pembukuan tetapi harus menyelenggarakan

12

Page 13: PAJAK PERT. 5.doc

pencatatan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan.

Yang dimaksud dengan pencatatan adalah pengumpulan data secara teratur tentang peredaran

atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah

pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai

pajak yang bersifat final. Nampak bahwa kegiatan pencatatan ini jauh lebih sederhana

dibandingkan kalau menyelenggarakan pembukuan.

Peraturan pelaksanaan tentang norma penghitungan ini adalah Keputusan Direktur

Jenderal Pajak Nomor Kep-536/PJ/2000 tanggal 29 Desember 2000 tentang Norma

Penghitungan Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Yang Dapat Menghitung Penghasilan Neto

Dengan Menggunakan Norma Penghitungan. Ketentuan tentang norma penghitungan

berdasarkan aturan ini adalah sebagai berikut :

a.   Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan

peredaran bruto sebesar Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) atau lebih dalam 1

(satu) tahun wajib menyelenggarakan pembukuan.

b.   Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan

peredaran bruto di bawah Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dalam 1 (satu)

tahun wajib menyelenggarakan pencatatan, kecuali Wajib Pajak yang bersangkutan

memilih menyelenggarakan Pembukuan.

c.   Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan

peredaran bruto di bawah Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dalam 1 (satu)

tahun yang tidak memilih untuk menyelenggarakan pembukuan, menghitung penghasilan

neto usaha atau pekerjaan bebasnya dengan menggunakan Norma Penghitungan

Penghasilan Neto.

d.   Wajib Pajak yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto wajib

memberitahukan mengenai penggunaan Norma Penghitungan kepada Direktur Jenderal

Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak awal tahun pajak yang bersangkutan.

13

Page 14: PAJAK PERT. 5.doc

e.   Pemberitahuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto yang disampaikan

dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak awal tahun pajak dianggap disetujui kecuali

berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan untuk

menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Wajib Pajak yang tidak

memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dianggap memilih menyelenggarakan

pembukuan.

f.    Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan, Wajib Pajak yang memilih

menyelenggarakan pembukuan, dan Wajib Pajak yang dianggap memilih

menyelenggarakan pembukuan, yang ternyata tidak atau tidak sepenuhnya

menyeIenggarakan pembukuan, penghasilan netonya dihitung dengan menggunakan

Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

g.   Wajib Pajak tersebut dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima

puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam tahun pajak

yang bersangkutan.

h.   Penghitungan penghasilan neto Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha

atau pekerjaan bebas, dilakukan terhadap masing-masing jenis usaha. Penghasilan neto

Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha adalah penjumlahan penghasilan

neto dari masing-masing jenis usaha atau pekerjaan bebas.

i.    Penghasilan neto bagi tiap jenis usaha dihitung dengan cara mengalikan angka persentase

Norma Penghitungan Penghasilan Neto dengan peredaran bruto atau penghasilan bruto

dari kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dalam 1 (satu) tahun.

j.    Dalam menghitung besarnya Pajak Penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak orang

pribadi, sebelum dilakukan penerapan tarif umum terlebih dahulu dihitung Penghasilan

Kena Pajak dengan mengurangkan Penghasilan Tidak Kena Pajak dari penghasilan neto.

5. Penghasilan Neto Karyawan Yang Tidak Punya Usaha

Menghitung Penghasilan Neto

14

Page 15: PAJAK PERT. 5.doc

1. Penghasilan neto bagi tiap jenis usaha dihitung dengan cara mengalikan angka

persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto dengan peredaran bruto atau

penghasilan bruto dari kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dalam 1 (satu) tahun.

2. Dalam menghitung besarnya Pajak Penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak orang

pribadi, sebelum dilakukan penerapan tarif umum terlebih dahulu dihitung

Penghasilan Kena Pajak dengan mengurangkan Penghasilan Tidak Kena Pajak dari

penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Contoh soal :

Wajib Pajak A kawin dan mempunyai 3 (tiga) orang anak. Ia seorang dokter bertempat

tinggal di Jakarta

Penerimaan bruto sebagai dokter (setahun)

di Jakarta Rp. 72.000.000,00

Penghasilan neto dihitung sebagai berikut :

Sebagai dokter :

45% X Rp. 72.000.000,00 Rp. 32.400.000,00

jumlah penghasilan Neto Rp. 32.400.000,00

Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak

15

Page 16: PAJAK PERT. 5.doc

= Rp. 32.400.000,00 – Rp. 18.000.000,00 = Rp. 14.400.000,00

Pajak penghasilan yang terutang :

5% X Rp. 14.400.000,00 = Rp. 720.000,00

Catatan :

a. Angka 45% sebagai dokter, lihat kode 93213

b. Istri tidak punya penghasilan.

6. Pajak Terutang Kredit Pajak

1. PASAL 21

Pasal 21 menghitung Wajib Pajak Orang Pribadi yang menerima penghasilan

dari dalam negeri.

Berikut skema perhitungan Pajak terhutang Pasal 21 :

Gaji Kotor xxx

Tunjangan xxx

THR xxx

Jaminan Kecelakaan xxx

Jaminan Kematian xxx

Jumlah Penghasilan Bruto xxx

Pengurangan :

Biaya Jabatan xxx

Iuran Pensiun xxx

Iuran Jaminan Hari Tua xxx16

Page 17: PAJAK PERT. 5.doc

Jumlah Pengurangan (xxx)

Penghasilan Netto XXX

PTKP :

Pribadi xxx

Kawin/Tidak Kawin xxx

Istri xxx

Anak 1/2/3 xxx

Jumlah PTKP setahun (xxx)

PKP Setahun XXX

Tarif Pajak (sesuai Pasal 17)

5% x 0 - 50.000.000

15% x 50.000.000 – 250.000.000

25% x 250.000.000 – 500.000.000

30% x >500.000.000

Setelah dihitung Tarif Pajaknya maka didapatlah PPh Terhutang nya.

2. PASAL 22

PPh Pasal 22 menghitung Pajak bagi WP badan tertentu dan bendaharawan

Pemerintah atau importer barang dan pembelian barang oleh instansi

Pemerintah.

Cara menghitung Pajak Penghasilan Pasal 22 :

a. Atas Import:

Dengan Angka Pengenal Impor (API), 2,5% dari nilai import.

Tanpa API, 7,5% dari nilai import.

Yang tidak dikuasai, 7,5% dari harga jual lelang.

Ket: - Nilai Import: nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan BM,

yaitu CIF ditambah BM dan pungutan lainnya sesuai UU Kepabeanan di

bidang import.

- Angka Pengenal Importir (API) merupakan tanda pengenal  yang harus

dimiliki oleh setiap importir atau perusahaan  yang melakukan

perdagangan impor.

17

Page 18: PAJAK PERT. 5.doc

b. Atas Pembelian Barang yang dilakukan oleh DJA, bendaharawan

pemerintah, BUMN/BUMD, sebesar 1,5% dari harga pembelian dan tidak

bersifat final.

c. Atas Penjualan Hasil Produksi:

Semen à 0,25% x DPP PPN.

Rokok à 0,15% x Harga Bandrol.

Kertas à 0,10% x DPP PPN.

Sektor Perhutanan, pertanian, perikanan atas pembelian bahan2 industri à

1,5% x Harga Pembelian.

Baja à 0,30% x DPP PPN.

Otomotif à 0,45% x DPP PPN.

d. Atas Penjualan Pertamina dan BU lain dalam bidang BBM kepada

Penyalur/Agen:

Premium untuk SPBU Swasta à 0,3% dari Penjualan.

Solar untuk SPBU Swasta à 0,3% dari Penjualan, untuk SPBU Pertamina

à 0,25% dari Penjualan.

Premix/Super TT untuk SPBU Swasta à 0,3% dari Penjualan, untuk SPBU

Pertamina à 0,25% dari Penjualan.

Minyak tanah, Gas LPG, Pelumas à 0,3% dari Penjualan.

e.Penjualan barang yang tergolong sangat mewah 5% dari harga jual tidak

termasuk PPN

3. PASAL 23

PPh Pasal 23 menghitung deviden, royalty, imbalan, sewa dan penghasilan

lain sehubungan penggunaan harta ; hadiah ; penghargaan ; bonus ; bunga

termasuk premium ; diskonto dan imbalan.

Cara menghitung PPh Pasal 23 :

Sebesar 20% dari Jumlah Bruto atas :

18

Page 19: PAJAK PERT. 5.doc

- Deviden; royalty, imbalan, sewa dan penghasilan lain sehubungan

penggunaan harta ; hadiah ; penghargaan ; bonus ; bunga termasuk

premium ; diskonto dan imbalan; dan sejenis lainnya yang telah dipotong

pajak penghasilan Pasal 21.

Sebesar 2% dari jumlah Bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, atas

:

- Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta .

kecuali tanah dan/atau bangunan; dan

- Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi,

jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak

Penghasilan Pasal 21.

4. PASAL 24

PPh Pasal 24 hanya menghitung pengkreditan yang boleh diakui dari luar

negeri.

Cara menghitung :

a) Penghasilanya dalam negeri + penghasilan luar negri

b) Hitung PPh yang harus dibayar dengan penghasilan gabungan

c) Gabungkan 3 kondisi :

- pajak yang sudah bayar di luar negri atau jumlah pajak yang terutang.

- (penghasilan Luar Negeri : Seluruh Penghasilan Kena Pajak) x PPh atas

seluruh yang dikenakan tariff pasal 17

- Jumlah Pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam

hal penghasilan kena pajak adalah lebih kecil daripada penhasilan luar

negeri)

d) Ambil nilai terendah

5. PASAL 26

PPh Pasal 26 menghitung pajak bagi wajib pajak orang pribadi maupun badan

selain Bentuk Usaha Tetap yang menerima / memperoleh penghasilan di

luarnegeri.

19

Page 20: PAJAK PERT. 5.doc

Cara menghitung :

1. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yangditerima atau diperoleh

Wajib Pajak Luar Negeri berupa :

a.dividen;

b.bunga, premium, diskonto, premi swap,dan imbalan sehubungan dengan

jaminan pengembalian hutang;

c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan

harta;

d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;

e. hadiah dan penghargaan

f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya.

2. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa :

a. penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;

b. premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun

melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.

3. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari

suatu BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali

di Indonesia.

4. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara

Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan.

7. PPh Yang Masih Harus Dibayar Dan Angsuran

PASAL 28A UU PPh :

Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah

kredit pajak (Pajak yang dilunasi dalam tahun berjalan), maka setelah dilakukan 20

Page 21: PAJAK PERT. 5.doc

pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah diperhitungkan dengan

utang pajak berikut sanksi-sanksinya.

PASAL 29 UU PPh :

Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar dari kredit pajak

(Pajak yang dilunasi dalam tahun berjalan), maka kekurangan pajak yang terutang harus

dilunasi selambat-lambatnya pada tanggal 25 bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir,

sebelum Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan disampaikan. Apabila tahun buku sama

dengan tahun takwim maka kekurangan pajak tersebut wajib dilunasi selambat-lambatnya

pada tanggal 25 Maret setelah tahun pajak berakhir, sedangkan apabila tahun buku tidak

sama dengan tahun takwim, misalnya mulai tanggal 1 Juli sampai dengan 30 Juni, maka

kekurangan pajak wajib dilunasi selambat-lambatnya pada tanggal 25 September.

Untuk lebih memperjelas penghitungan Pajak Penghasilan pada akhir tahun, di bawah ini

diberikan ilustrasi penghitungan.

 

Contoh 1 :

Pajak Penghasilan yang terutang                            Rp 80.000.000,00

Kredit Pajak :

PPh Pasal 21                        Rp 5.000.000,00

PPh Pasal 22                        Rp 10.000.000,00

PPh Pasal 23                        Rp 5.000.000,00

PPh Pasal 24                        Rp 15.000.000,00

PPh Pasal 25                        Rp 10.000.000,00

Jumlah Kredit Pajak                                                  Rp 45.000.000,00

Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar       Rp 35.000.000,00           

 

Contoh 2 :

Pajak Penghasilan yang terutang                            Rp 80.000.000,00

Kredit Pajak :

PPh Pasal 21                        Rp 15.000.000,00

PPh Pasal 22                        Rp 20.000.000,00

PPh Pasal 23                        Rp 25.000.000,00

21

Page 22: PAJAK PERT. 5.doc

PPh Pasal 24                        Rp 15.000.000,00

PPh Pasal 25                        Rp 30.000.000,00

Jumlah Kredit Pajak                                               Rp105.000.000,00

Pajak Penghasilan yang lebih dibayar                  (Rp 25.000.000,00)           

MENGHITUNG ANGSURAN PASAL 25 TAHUN BERJALAN

Pajak penghasilan pasal 25 adalah mekanisme pembayaran pajak dimuka atau

pembayaran cicilan setiap bulan. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 harus dihitung sesuai

dengan ketentuan. Pada umumnya, cara menghitung PPh Pasal 25 didasarkan kepada data

SPT Tahunan tahun sebelumnya. Artinya, kita mengasumsikan bahwa penghasilan tahun

ini sama dengan penghasilan tahun sebelumnya.

Pada umumnya angsuran pajak ini adalah sebesar Pajak Penghasilan terutang menurut

SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun lalu dikurangi dengan kredit pajak Pajak

Penghasilan Pasal 21, 22, 23 dan Pasal 24, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian

tahun pajak.

Contoh soal :

Misal, SPT Tahunan 2007 menunjukkan data sebagai berikut :

Pajak Penghasilan terutang                                50.000.000

Kredit Pajak PPh Pasal 21,22,23 dan 24            35.000.000

Maka, PPh Pasal 25 tahun 2008 yang harus dibayar tiap bulan adalah sebagai berikut :

Pajak Penghasilan terutang                                50.000.000

Kredit Pajak PPh Pasal 21,22,23 dan 24             35.000.000

Selisih                                                             15.000.000

22

Page 23: PAJAK PERT. 5.doc

PPh Pasal 25 = 15.000.000 : 12 =                         1.250.000

 

KOREKSI FISKAL

OLEH :

KELOMPOK 3

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS UDAYANA

2012

23