pajak sap 11.doc

28
1.1 Konsep Dasar PPN dan PPnBM Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mulai diperkenalkan di Indonesia sejak 1 April 1985 untuk menggantikan Pajak Penjualan (PPn). Hal ini dituangkan dalam UU No 8 tahun 1983. PPN diatur dalam UU No 8 tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM, selanjutnya diubah dengan UU No.11 tahun 1994, lalu diubah dengan UU No. 18 tahun 2000, terakhir diubah lagi dengan UU No.42 tahun 2009. PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi (Siti Resmi, 2012:1). Dalam Dirjen Pajak, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) didefinisikan sebagai pajak yang dikenakan atas setiap pembelian Barang Kena Pajak dan pemanfaatan Jasa Kena Pajak baik di dalam wilayah Indonesia maupun dari luar daerah Pabean. Pada dasarnya semua barang merupakan Barang Kena Pajak, sehingga dikenakan PPN, kecuali jenis barang yang diatur dalam Undang Undang PPN. Ada juga barang yang merupakan Barang Kena Pajak tetapi PPNnya dibebaskan, misalnya buku pelajaran umum dan buku pelajaran agama dan barang-barang tertentunya. Menurut UU Perpajakan No.18 Tahun 2000, Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang dikenakan atas: 1) Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. 2) Impor Barang Kena Pajak. 1

Upload: aprilia-widiantini

Post on 29-Jan-2016

242 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

PERPAJAKAN 2

TRANSCRIPT

Page 1: PAJAK SAP 11.doc

1.1 Konsep Dasar PPN dan PPnBM

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mulai diperkenalkan di Indonesia sejak 1

April 1985 untuk menggantikan Pajak Penjualan (PPn). Hal ini dituangkan

dalam UU No 8 tahun 1983. PPN diatur dalam UU No 8 tahun 1983 tentang

PPN dan PPnBM, selanjutnya diubah dengan UU No.11 tahun 1994, lalu diubah

dengan UU No. 18 tahun 2000, terakhir diubah lagi dengan UU No.42 tahun

2009.

PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah pajak atas konsumsi barang dan

jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi

dan distribusi (Siti Resmi, 2012:1). Dalam Dirjen Pajak, Pajak Pertambahan

Nilai (PPN) didefinisikan sebagai pajak yang dikenakan atas setiap pembelian

Barang Kena Pajak dan pemanfaatan Jasa Kena Pajak baik di dalam wilayah

Indonesia maupun dari luar daerah Pabean. Pada dasarnya semua barang

merupakan Barang Kena Pajak, sehingga dikenakan PPN, kecuali jenis barang

yang diatur dalam Undang Undang PPN. Ada juga barang yang merupakan

Barang Kena Pajak tetapi PPNnya dibebaskan, misalnya buku pelajaran umum

dan buku pelajaran agama dan barang-barang tertentunya.

Menurut UU Perpajakan No.18 Tahun 2000, Pajak Pertambahan Nilai

merupakan pajak yang dikenakan atas:

1) Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean yang

dilakukan oleh Pengusaha.

2) Impor Barang Kena Pajak.

3) Penyerahan Jasa kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh

Pengusaha.

4) Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud di luar Daerah Pabean di

dalam daerah Pabean.

5) Pemanfaatan Jasa Kena Pajak di luar Daerah Pabean di dalam Pabean.

6) Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Ketentuan tentang subjek PPN tertuang dalam pasal 3A UU No.42

Tahun 2009 berikut ini:

1) Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP di

dalam daerah pabean dan/atau melakukan ekspor BKP berwujud, ekspor

1

Page 2: PAJAK SAP 11.doc

JKP, dan/atau ekspor BKP tidak berwujud wajib melaporkan usahanya 18

untuk dikukuhkan sebagai PKP dan wajib memungut, menyetor, dan

melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang. Kewajiban di atas tidak berlaku

untuk pengusaha kecil yang jumlah penerimaan bruto untuk suatu tahun

pajak tidak melebihi Rp 600.000.000.

2) Pengusaha kecil diperkenankan untuk memilih dikukuhkan menjadi PKP.

Apabila pengusaha kecil memilih menjadi PKP, undang – undang ini berlaku

sepenuhnya bagi pengusaha kecil tersebut.

Objek Pajak Pertambahan Nilai Ketentuan tentang objek PPN diatur

dalam pasal 4 ayat (1), pasal 4A ayat (2), dan pasal 4A ayat (3) UU No. 42

Tahun 2009 berikut ini :

1. Pasal 4 ayat (1) mengatur PPN yang dikenakan atas:

(a) penyerahan BKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh

pengusaha,

(b) impor BKP,

(c) penyerahan JKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha,

(d) pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam

daerah pabean,

(e) pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean,

(f) ekspor BKP berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak,

(g) ekspor BKP tidak berwujud oleh PKP, dan

(h) ekspor JKP oleh PKP.

2. Pasal 4A ayat (2) mengatur tentang jenis barang yang tidak dikenai PPN,

yakni:

(a) barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung

dari sumbernya;

(b) barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;

(c) makanan dan minuman yang disajikan 19 di hotel, restoran, rumah

makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik

yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan

minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering;

(d) uang, emas batangan, dan surat berharga.

2

Page 3: PAJAK SAP 11.doc

3. Pasal 4A ayat (3) mengatur tentang jenis jasa yang tidak dikenai PPN, yakni

jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:

(a) jasa pelayanan kesehatan medis,

(b) jasa pelayanan sosial,

(c) jasa pengiriman surat dengan perangko,

(d) jasa keuangan,

(e) jasa asuransi,

(f) jasa keagamaan,

(g) jasa pendidikan,

(h) jasa kesenian dan hiburan,

(i) jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan,

(j) jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam

negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan

udara luar negeri,

(k) jasa tenaga kerja,

(l) jasa perhotelan,

(m) jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan

pemerintahan secara umum,

(n) jasa penyediaan tempat parker,

(o) jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam,

(p) jasa pengiriman uang dengan wesel pos, dan

(q) jasa boga atau catering.

1.2 Dasar Hukum dan Variabel-Variabel dalam Mekanisme Perhitungan PPN

dan PPn BM

Pengusaha kena pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan

Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak

berdasarkan Undang-Undang PPN 1984.

Bukti pungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak (PKP)

yang melakukan penyerahan barang kena pajak (BKP) atau penyerahan jasa

kena pajak (JKP).

Faktur pajak dibuat pada :

3

Page 4: PAJAK SAP 11.doc

1. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;

2. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi

sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan

Jasa Kena Pajak;

3. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap

pekerjaan;

4. Saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah

sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai;

5. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri

Keuangan.

6. Untuk Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan

penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.

Jenis Faktur Pajak

Tiga jenis faktur pajak yang ditentukan oleh UU PPN 1994 , yaitu :

1. Faktur Pajak Standar

Faktur Pajak Standar adalah faktur pajak yang bentuk dan isinya

telah ditetapkan oleh perundang-undangan. Dalam faktur pajak standar harus

dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa

Kena Pajak meliputi :

nama, alamat, NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP;

nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP;

jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan

potongan harga;

PPN yang dipungut;

PPn BM yang dipungut;

kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan

nama dan tandatangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak

2. Faktur Pajak Sederhana

Faktur pajak sederhana adalah faktur pajak yang dibuat sebagai bukti

pemungutan pajak atas penyerahan Barang kena pajak atau Jasa Kena Pajak

4

Page 5: PAJAK SAP 11.doc

kepada konsumen akhir atau kepada pembeli/penerima jasa yang tidak

menunjukkan identitas dengan lengkap.

Faktur pajak sederhana sekurang-kurangnya harus memuat :

1. Nama, alamat dan NPWP yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan

atau Jasa Kena Pajak

2. Jenis dan kuantitas Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak

3. Jumlah harga jual atau penggantian yang sudah termasuk PPN atau

besarnya PPN dicantumkan secara terpisah

4. Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhana

Pengusaha Kena Pajak dapat membuat Faktur Pajak Sederhana,

dalam hal PKP melakukan :

a. Penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan

langsung kepada konsumen akhir

b. Penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli

dan atau penerima Jasa Kena Pajak yang diketahui identitasnya secara

lengkap

3. Faktur Pajak Gabungan

Faktur Pajak Gabungan adalah Faktur Pajak Standar yang meliputi

semua penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak

yang terjadi selama satu bulan takwim kepada pembeli yang sama atau

penerima Jasa Kena Pajak yang sama.

Faktur Pajak Gabungan yang merupakan Faktur Pajak Standar harus

dibuat selambat-lambatnya pada akhir bulan berikutnya setelah bulan

penyerahan Barang Kena pajak dan atau Jasa Kena Pajak

Dasar Pengenaan Pajak

Menurut Waluyo (2003 :11) Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang

dipakai untuk menghitung pajak yang terutang, antara lain :

1) Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau

seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak

5

Page 6: PAJAK SAP 11.doc

(BKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN 1984 dan

potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

Contoh:

Pengusaha Kena Pajak X menjual tunai Barang Kena Pajak dengan

Harga Jual Rp 35.000.000,00. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang = 10%

x Rp 35.000.000,00 = Rp 3.500.000,00. Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp

3.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh

Pengusaha Kena Pajak X.

2) Penggantian merupakan nilai berupa uang termasuk semua biaya yang

diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP

tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan

potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.

Contoh :

Pengusaha Kena Pajak X melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak

dengan memperoleh Penggantian Rp 30.000.000,00. Pajak Pertambahan Nilai

yang terutang = 10% x Rp30.000.000,00 = Rp 3.000.000,00. Pajak

Pertambahan Nilai sebesar Rp 3.000.000,00 tersebut merupakan Pajak

Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak X.

3) Nilai Ekspor merupakan nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang

diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. Misalnya Harga yang

tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).

4) Nilai Impor merupakan nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea

masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdaasrkan ketentuan

dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor BKP, tidak

termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-undang PPN dan PPnBM.

Contoh :

Pengusaha Kena Pajak X mengimpor Barang Kena Pajak dari luar

Daerah Pabean dengan Nilai Impor Rp 25.000.000,00. Pajak Pertambahan

6

Page 7: PAJAK SAP 11.doc

Nilai yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai = 10% x Rp

25.000.000,00 = Rp 2.500.000,00.

Contoh :

Pengusaha Kena Pajak X melakukan ekspor Barang Kena Pajak dengan

Nilai Ekspor Rp 20.000.000,00. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang = 0%

x Rp 20.000.000,00 = Rp 0,00.

5) Nilai Lain adalah jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak

dengan Keputusan Menteri Keuangan. Nilai Lain yang ditetapkan sebagai

Dasar Pengenaan Pajak adalah sebagai berikut :

1. Untuk penyerahan atau penjualan BKP, yang menjadi DPP adalah jumlah

harga jual

2. Untuk penyerahan JKP, yang menjadi DPP adalah penggantian.

3. Untuk impor, yang menjadi DPP adalah nilai impor.

4. Untuk ekspor, yang menjadi DPP adalah nilai ekspor.

5. Atas kegiatan membangun sendiri bangunan permanen dengan luas 300m2

atau lebih, yang dilakukan orang pribadi atau badan tidak dalam

lingkungan perusahaan atau pekerjaannya, DPP-nya adalah 40% (empat

puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk membangun

(tidak termasuk harga perolehan tanah).

6. Untuk pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau

Penggantian setelah dikurangi laba kotor.

7. Untuk pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau

Penggantian setelah dikurangi laba kotor.

8. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan

Harga Jual rata-rata.

9. Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul

film.

10. Untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran.

7

Page 8: PAJAK SAP 11.doc

11. Untuk BKP berupa persediaan dan atau aktiva yang menurut tujuan semula

tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran

perusahaan adalah harga pasar wajar.

12. Untuk penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan

penyerahan BKP antar cabang adalah harga pokok penjualan atau harga

perolehan.

13. Untuk penyerahan BKP melalui pedagang perantara adalah harga yang

disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli.

14. Untuk penyerahan BKP melalui juru lelang adalah harga lelang.

15. Untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari

jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih.

16. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah

10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya

ditagih.

Tarif Pajak

1. Pajak Pertambahan Nilai

Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen).

Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak adalah 0%

(nol persen), yang meliputi Ekspor BKP Berwujud, Ekspor BKP Tidak

Berwujud, dan Ekspor JKP. Pengenaan tarif 0% tidak berarti pembebasan

dari pengenaan PPN.

Dengan Peraturan Pemerintah, tarif pajak sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dapat diubah menjadi serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan

setinggi-tingginya 15% (lima belas persen) dengan tetap memakai prinsip

tarif tunggal.

2. Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah paling rendah 10%

(sepuluh persen) dan paling tinggi 200% (dua ratus persen). Ketentuan

mengenai tarif kelompok BKP yang tergolong mewah yang dikenai

Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan Peraturan Pemerintah.

8

Page 9: PAJAK SAP 11.doc

Sedangkan ketentuan mengenai jenis Barang yang dikenai Pajak

Penjualan atas Barang Mewah diatur berdasarkan Peraturan Menteri

Keuangan.

Atas ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah dikenakan pajak

dengan tarif 0% (nol persen). PPn BM yang telah dibayar atas perolehan

BKP yang tergolong mewah yang diekspor dapat diminta kembali

(restitusi).

Dasar hukum PPN dan PPn BM

(a) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai

Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana

telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18

Tahun 2000 yang tetap dinamakan Undang-undang Pajak Pertambahan

Nilai 1984.

(b) Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000. Peraturan Pemerintah

Nomor 24 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8

Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah

terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000.

(c) Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan

Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

(d) Peraturan Pemerintah Nomor 145 Tahun 2000 tentang Kelompok Barang

Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang Dikenakan Pajak Penjualan

atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2006.

(e) Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan atau

Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena

Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan

Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003.

(f) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau

Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang

Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah

9

Page 10: PAJAK SAP 11.doc

beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31

Tahun 2007.

Mekanisme Pemungutan dan Perhitungan PPN

1. Mekanisme Pemungutan

Sebelum Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikonsumsi pada

tingkat konsumen, PPN telah dipungut pada setiap mata rantai jalur produksi

maupun jalur distribusi. Pemungutan pada setiap tingkat ini tidak

menimbulkan efek ganda (Casscade effect) karena adanya umur kredit pajak.

Menurut Waluyo (2003 : 3) ada 3 (tiga) metode dalam mekanisme

pemungutan PPN, diantaranya:

1) Addition Method

Pada metode ini bahwa PPN dihitung dari tarif kali seluruh

penjumlahan nilai tambah. Pada metode ini disyaratkan bahwa setiap

Pengusaha Kena Pajak mempunyai pembukuan yang tertib dan rinci atas

biaya yang dikeluarkan.

2) Substraction Method

Pada metode ini, PPN yang terutang dihitung dari tarif kali selisih

antara harga penjualan dengan harga pemebelian.

3) Credit Method

Metode ini hampir sama dengan metode butir 2 di atas. Pada credit

method ini harus mencari selisih antara pajak yang dibayar saat

pembelian dengan pajak yang dipungut saat penjualan. Metode ini

hasilnya lebih akurat karena dimungkinkan komponen harga beli terdapat

komponen yang tidak terutang PPN. Dalam hal metode pengkreditan

menggunakan substrucion method yang mengahsilkan pajak atas nilai

tambah secarat tidak langsung, disebut indirect substruction method.

Demikian pula penyebutan invoice method sebagai akibat dituntut alat

bukti berupa Faktur Pajak (tax invoice).

10

Page 11: PAJAK SAP 11.doc

2. Mekanisme Perhitungan

Cara menghitung PPN yang terutang adalah dengan mengalikan Tarif

Pajak Pertambahan Nilai (10% atau 0% untuk ekspor Barang Kena Pajak)

dengan Dasar Pengenaan Pajak.

PPN Terutang = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak

Pajak Pertambahan Nilai juga menggunakan mekanisme

pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran, di mana menurut

Pasal 1 angka 24 UU PPN:

Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya

sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena

Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak

tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena

Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak. Menurut

Pasal 25 UU PPN “Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang

yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan

penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, atau ekspor

Barang Kena Pajak”.

Adapun pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran adalah:

a) Pajak Masukan dalam suatu Masa Pengkreditan dengan Pajak Keluaran

untuk Masa Pajak yang sama (Pasal 9 ayat 2 UU PPN)

b) Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada

Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai

yang harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak (Pasal 9 ayat 3 UU PPN)

c) Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan

lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan

kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali atau dikompensasikan ke

Masa Pajak berikutnya (Pasal 9 ayat 4 UU PPN).

d) Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan

Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada

Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya

11

Page 12: PAJAK SAP 11.doc

Masa Pajak bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan

belum dilakukan pemeriksaan.

Pengertian PPN keluaran dan PPN masukan

PPN keluaran adalah pajak yang dikenakan ketika Pengusaha Kena Pajak

melakukan penjualan terhadap barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak

(JKP). Sedangkan PPN masukan adalah pajak yang dikenakan ketika Pengusaha

Kena Pajak melakukan pembelian terhadap barang kena pajak (BKP) atau jasa

kena pajak (JKP).

Pengertian WAPU PPN

Istilah yang digunakan oleh praktisi pajak untuk menyebut badan atau

instansi tertentu yang ditunjuk untuk memungut, menyetorkan dan melaporkan

PPN. Pemungut PPN (WAPU PPN) yang dimaksud disini adalah :

1. Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara

(KPKN) berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor

KMK-563/KMK.03/2003. Bendaharawan atau Pejabat yang melakukan

pembayaran yang dananya berasal dari APBN atau APBD, yang terdiri dari

Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten, atau

Kota.

2. Kontraktor Kontrak Kerjasama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi dan

kontraktor/ pemegang kuasa/ pemegang izin pengusahaan sumber daya panas

bumi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor

PMK-73/PMK.03/2010.

3. Badan Usaha MiliK Negara (BUMN) berdasarkan Peraturan Menteri

Keuangan RI Nomor PMK-136/PMK.03/2012. Badan Usaha Milik Negara

adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh

negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara

yang dipisahkan.

1.3 Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan PPN dan PPn BM

12

Page 13: PAJAK SAP 11.doc

Dasar pemungutan PPN dan PPnBM adalah jumlah pembayaran yang

dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah atau jumlah pembayaran yang

dilakukan oleh KPKN sebagaimana tersebut dalam Suart Perintah Membayar

(SPM).

Jumlah atau PPnBM yang dipungut

a. Dalam hal penyerahan BKP hanya terutang PPN, maka jumlah PPN yang

dipungut adalah 10/110 bagian dari jumlah pembayaran.

b. Dalam hal penyerahan BKP yang tergolong mewah dari pengusaha yang

menghasilkan BKP yang tergolong mewah tersebut, disamping terutang

PPN juga terutang PPnBM, maka jumlah PPN dan PPnBM yang dipungut

adalah sebagai berikut:

Dalam hal terutang PPnBM sebesar 20%, maka jumlah PPN yang

dipungut sebesar 10/130 bagian dari jumlah pembayaran sedangkan

jumlah PPnBM yang dipungut sebesar 20/130 bagian dari jumlah

pembayaran.

c. Dalam hal pembayaran berjumlah paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu

juta rupiah) dan tidak merupakan jumlah yang terpecah – pecah, maka

PPN dan PPnBM tidak perlu dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah.

Batas jumlah pembayaran sebesar Rp 1.000.000,00

Yang Wajib Disetor Oleh PKP adalah:

a. PPN yang dihitung sendiri melalui pengkreditan Pajak Masukan dan

Pajak Keluaran. Yang disetor adalah selisih Pajak Masukan dan Pajak

Keluaran, bila Pajak Masukan lebih kecil dari Pajak Keluaran.

b. PPnBM yang dipungut oleh PKP Pabrikan Barang Kena Pajak (BKP)

yang tergolong mewah.

c. PPN/PPnBM yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak

Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Tagihan Pajak (STP).

Tempat Pembayaran/ Penyetoran Pajak

1. Kantor Pos dan Giro

13

Page 14: PAJAK SAP 11.doc

2. Bank Pemerintah, Kecuali BTN

3. Bank Pembangunan Daerah

4. Bank Devisa

5. Bank bank lain penerima setoran pajak

6. Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Khusus untuk impor tanpa

LKP

Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran

1. PKP rekanan Pemerintah membuat Faktur Pajak dan SSP pada saat

menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPPN baik

untuk sebagian maupun seluruh pembayaran.

2. SSP sebagaimana dimaksud pada huruf a diisi dengan membubuhkan

NPWP dan identitas PKP Rekanan Pemerintah yang bersangkutan, tetapi

penandatanganan SSP dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah atau

KPKN sebagai penyetor atas nama PKP Rekanan Pemerintah.

3. Dalam hal penyerahan BKP tersebut terutang PPnBM maka PKP rekanan

Pemerintah mencantumkan jumlah PPnBM yang terutang pada Faktur

Pajak.

4. Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat dalam rangkap 3:

Lembar ke-1 untuk Bendaharawan Pemerintah atau KPPN sebagai

Pemungut PPN.

Lembar ke-2 untuk arsip PKP rekanan Pemerintah.

Lembar ke-3 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui Bendaharawan

Pemerintah atau KPPN.

5. Dalam hal Pemungutan oleh Bendaharawan Pemerintah, SSP sebagaimana

dimaksud pada huruf a dibuat rangkap 5 (lima). Setelah PPN dan atau

PPnBM disetor Bank Persepsi atau Kantor Pos, lembar – lembar SSP

tersebut diperuntukan sebagai berikut:

14

Page 15: PAJAK SAP 11.doc

Lembar ke-1 untuk PKP Rekanan Pemerintah.

Lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui KPPN

Lembar ke-3 untuk PKP Rekanan Pemerintah di lampirkan pada saat

SPT Masa PPN.

Lembar ke-4 untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos.

Lembar ke-5 untuk pertinggala Bendaharawan Pemerintah.

6. Dalam hal pemungutan oleh KPPN, SSP sebagaimana dimaksud pada

huruf a di buat dalam rangkap 4 (empat) yang masing-masing

diperuntukan sebagai berikut:

Lembar ke-1 untuk PKP Rekanan Pemerintah

Lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak KPPN.

Lembar ke-3 untuk PKP rekanan Pemerintah dilampirkan pad SPT

Masa PPN.

Lembar ke-4 untuk pertinggal KPPN.

7. Pada lembar Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d oleh

Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pemungut wajib dibubuhi cap

“Disetor tanggal ………” dan ditandatangani oleh Bendaharawan

Pemerintah.

8. Pada setiap lembar Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d dan

SSP sebagaimana dimaksud pada huruf f oleh KPPN yang melakukan

pemungutan dicantumkan nomor dan tanggal advis SPM.

9. SSP lembar ke-1 dan lembar ke-2 sebagaimana dimaksud pada huruf f

dibubuhi cap “TELAH DIBUKUKAN” oleh KPPN.

10. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN

dan atau PPnBM.

Tata Cara Penyetoran

15

Page 16: PAJAK SAP 11.doc

1. PPn dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP harus disetorkan paling

lambat 15 (lima belas) bulan takwim berikutnya setelah bulan Masa Pajak.

Contoh : Masa Pajak Januari 2002, penyetoran paling lambat tanggal 15

pebruari 2002.

2. PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP harus

dibayar/ disetor sesuai batas waktu yang tercantum dalam SKPKB,

SKPKBT, dan STP tersebut.

3. PPN / PPnBM atas impor, harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran

Bea Masuk, dan apabila pembayaran Bea Masuk ditunda/ dibebaskan, harus

dilunasi pada saat penyelesaian dokumen impor.

4. PPN/PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh:

a. Bendaharawan Pemerintah, harus disetor paling lambat tanggal 7 (tujuh)

bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

b. Pemungut PPN selain Bendaharawan Pemerintah, harus disetor paling

lambat 15 (lima belas) bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak

berakhir.

c. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memungut PPN / PPnBM atas

impor, harus menyetor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan

pajak dilakukan.

5. PPN dari penyerahan tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik (BULOG),

harus dilunasi sendiri oleh PKP sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang

(D.O) ditebus.

Tata Cara Pelaporan

1. PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam

SPT Masa dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat paling

lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

2. PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang

telah dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan.

3. PPN dan PPnBM yang pemungutnya dilakukan oleh:

16

Page 17: PAJAK SAP 11.doc

a. Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan paling lambat 14 (empat

belas) hari setelah Masa Pajak berakhir.

b. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai selain Bendaharawan Pemerintah

harus dilaporkan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak

berakhir.

c. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan secara

mingguan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah batas waktu

penyetoran pajak berakhir.

4. Untuk penyerahan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPnBM

dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan

disampaikan kepada KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah

Masa Pajak berakhir.

Sarana Pembayaran/Penyetoran PPN/PPnBM

1. Untuk membayar/menyetor PPN dan PPnBM digunakan formulir Surat

Setoran Pajak (SSP) yang tersedia di Kantor-kantor Pelayanan Pajak dan

Kantor-kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) di

seluruh Indonesia.

2. Surat Setoran Pajak (SSP) menjadi lengkap dan sah bila jumlah

PPN/PPnBM yang disetorkan telah sesuai dengan yang tercantum di dalam

Daftar Nominatif Wajib Pajak (DNWP) yang dibuat oleh: Bank penerima

pembayaran, Kantor Pos dan Giro, atau Kantor Direktorat Jenderal Bea dan

Cukai penerima setoran.

Saat Pelaporan PPN/PPnBM

1. PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam

SPT Masa dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat paling

lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

2. PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang

telah dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan.

3. PPN dan PPnBM yang pemungutnya dilakukan oleh:

a. Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan paling lambat 14 (empat

belas) hari setelah Masa Pajak berakhir.

17

Page 18: PAJAK SAP 11.doc

b. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai selain Bendaharawan Pemerintah

harus dilaporkan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak

berakhir.

c. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan secara

mingguan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah batas waktu

penyetoran pajak berakhir.

4. Untuk penyerahan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPnBM

dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan

disampaikan kepada KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah

Masa Pajak berakhir.

18

Page 19: PAJAK SAP 11.doc

DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit ANDI

http://e-journal.uajy.ac.id/6164/3/EA217125.pdf

http://www.slideshare.net/ichacmiley/ppn-p-pn-bm-42504156

http://dudiwahyudi.com/pajak/pajak-pertambahan-nilai/tarif-dan-dasar-pengenaan-

ppn.html

https://ninaaka.wordpress.com/2013/03/16/pajak-masukan-pajak-keluaran-dan-faktur-

pajak/

http://datapajak.com/2014/12/15/wajib-pungut-wapu-ppn/23-11-2015

http://www.pajakonline.com/engine/learning/view.php?id=777

http://www.pratama.co/tata-cara-pembayaran-dan-pelaporan-ppn

19