bab 1-5 .doc

Upload: noniilovet

Post on 02-Nov-2015

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PAGE 8

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA2.1 Konsep Dasar2.1.1 Pengertian Cedera kepala adalah trauma atau cedera otak, yang merupakan suatu ganguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Arif Muttaqin, 2011: 270-271)

Cedera kepala adalah trauma yang mengenai otak disebabkan oleh kekuatan eksternal yang menimbulkan perubahan tingkat kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik, fungsi tingkah laku dan emosional (Wigagdo, 2008: 103)Cedera kepala (cedera kranioserebral) merupakan salah satu penyebab utama kecatatan dan kematian yang dapat disebabkan karena kecelakaan lalu lintas, terjatuh, kecelakaann industri, kecelakaan olahraga, luka pada persalinan (Tarwoto, 2007 : 125)Jadi cedera kepala ringan adalah cedera kepala tertutup yang ditandai dengan hilangnya kesadaran sementara dan dapat mengakibatkan kerusakan otak akibat perdarahan dan pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan penyebab peningkatan tekanan intra kranial (TIK). Cedera kepala/trauma yang mengenai kulit kepala, tengkorak, dan otak yang disebabkan oleh trauma tumpul dan trauma tembus (Brunner & Suddarth, 2002).2.1.2 Klasifikasi 2.1.2.1 Berdasarkan kerusakan jaringan otak

1) Komosio serebri (gegar otak): gangguan fungsi neurologik ringan tanpa adanya kerusakan struktur otak, terjadi hilangnya kesadaran kurang dari 10 menit atau tanpa disertai amnesia, retrograd, mual, muntah, nyeri kepala.

2) Kontusio serebri (memar): gangguan fungsi neurologik disertai kerusakan jaringan otak tetapi kontinuitas otak masih utuh, hilangnya kesadaran lebih dari 10 menit.

3) Hematoma epidural adalah perdarahan yang menuju ke ruang antara tengkorak dan duramater. Kondisi ini terjadi karena laserasi dari arteri meningea media. Gambaran klinis klasik yang terlihat berupa: hilangnya kesadaran dengan diikuti periode flaccid, tingkat dengan cepat menurun menuju confusion sampai dengan koma. Jika tidak ditangani akan menyebabkan kematian.

2.1.2.2 Berdasarkan berat ringannya cedera kepala

1) Cedera kepala ringan: jika GCS antara 13-15, dapat terjadi kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio atau hematom.

2) Cedera kepala sedang: jika nilai GCS antara 9-12, hilang kesadaran antara 30 menit sampai dengan 24 jam, dapat disertai fraktur tengkorak, disorientasi ringan.

3) Cedera kepala berat: jika GCS antara 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, biasanya disertai kontusio, laserasi atau adanya hematom, edema serebral.

2.1.3 Etiologi2.1.3.1 Trauma Tumpul

Disebabkan oleh benturan-benturan, misalnya kecelakaan lalu lintas, tabrakan, terjatuh, terpukul. Kekuatan benturan akan menyebabkan kerusakan yang menyebar. Berat ringannya cedera tergantung pada proses akselerasi-deselerasi.

2.1.3.2 Trauma Tajam

Disebabkan oleh pisau, peluru, atau fragmen tulang pada fraktur tulang tengkorak. Kerusakan tergantung pada kecepatan gerak benda tajam tersebut. Kerusakan hanya terjadi pada area dimana benda tersebut merobek otak (lokal). Objek dengan velocity tinggi (peluru) menyebabkan kerusakan struktur otak yang luas. Adanya luka terbuka menyebabkan resiko infeksi.

2.1.4 Manifestasi Klinis Tanda dan gejala yang muncul pada pasien cedara kepala (Tucker, 1998) antara lain :

1) Perubahan tingkat kesadaran (letargi sampai koma)2) Perubahan tingkah laku, seperti : cepat marah, gelisah, bingung, kacau mental.3) Sakit kepala.4) Mual dan muntah.Perubahan pola pernafasan : nafas kuat dalam, 5) cheyne stokes, henti nafas.6) Perubahan motorik dan sensorik fokal : kelemahan progresif, parastesia.7) Perubahan pupil : dilatasi.8) Postur abnormal : rigiditas dekortikasi, rigiditas desebrasi.2.1.5 Patofisiologi Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler, Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan otak. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia,iskemia dan perdarahan. Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural hematoma, berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter, subdura hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan subaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral.Kematian pada penderita cedera kepala terjadi karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak (Tarwoto, 2007).PATHWAY CKR (CEDERA KEPALA RINGAN) Gambar 2.1 Pathway pada Cidera Kepala Ringan (CKR) Terjadi kecelakaan

Cedera kepalaperubahan spasme ototnyeri2.1.6 KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada pasien Cedera atau Trauma Kepala antara lain : 1) Kebocoran cairan otak

2) Inpeksi pada luka atau atau sepsis

3) Timbulnya edema serebri

4) Timbulnya edema pulmonal neurogenik, akibat peningkatan tekanan intra cranial

5) Nyeri kepala setelah penderita sadar

6) Amnesia

7) Fraktur tulang tengkorak

8) Deficit neorologi local

8) Kejang

9) Pneumonia

10) Perdarahan gastrointestinal

11) Disritmia jantung

12) Hidrosepalus

13) Kerusakan control respirasi14) Inkontinensia blader dan bowel 2.1.7 Pemeriksaan Penunjang1) Foto tengkorak: mengetahui adanya fraktur tengkorak (simpel, depresi, kommunit), fragmen tulang

2) Foto servikal: mengetahui adanya fraktur servikal

3) CT Scan: kemungkinan adanya subdural hematom, intraserebral hematom, keadaan ventrikel, pergeseran jaringan otak

4) MRI: sama dengan CT Scan

5) Fungsi lumbal: CSS, dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid

6) Sinar X: untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur) pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan) adanya fragmen tulang

7) Serum alkohol: mendeteksi penggunaan alkohol sebelum cedera kepala, dilakukan terutama pada cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas

8) Serum obat: mengetahui penyalahgunaan obat sebelum cedera kepala

9) Pemeriksaan obat dalam urine: mengetahui pemakaian obat sebelum kejadian

10)Serum human chorionic gonadotropin: mendeteksi kehamilan

11)Analisa Gas Darah: untuk mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi perdarahan subarachnoid

12)Kimia elektrolit darah: mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam peningkatan TIK atau perubahan mental.

13)Darah lengkap (HB, leukosit, CT dan BT)2.1.8 Penatalaksanaan Medis 2.1.8.1 penatalaksanaan umum :

1) Monitor respirasi : bebaskan jalan nafas, monitor keadaan ventilasi periksaan AGD, berikan oksigen jika perlu

2) Monitor tekanan intra cranial ( TIK )

3)Atasi syok bila ada

4) Kontrol tanda vital

5)Keseimbangan cairan dan elektrolit 2.1.8.2 pengobatan1)Diuretik : mengurangi edema serebral misalnya manitol 20%, furosemid (lasik). 2) Antikonvulsan : untuk menghentikan kejang misalnya dengan dilantin, tegretol, valium.

3) Kartokosteroid : untuk menghambat pembentukan edema misalnya dengan deksametason.

4) Antagonis histamine : mencegah terjadinya iritasi lambung karena hipersekresi akibat efek trauma kepala misalnya dengan cemetidin, ranitidine.

5) Antibiotic jika terjadi luka yang besar

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan 2.2.1 Pengkajian Pasien2.2.1.1 Aktivitas dan istirahat

Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku

Tanda : Perubahan kesadaran, hemiparose2.2.1.2 Sirkulasi

Gejala : Perubahan tekanan darah/frekuensi jantung2.2.1.3 Integritas Ego

Gejala : Perubahan tingkah laku

Tanda : Cemas, mudah tersinggung2.2.1.4 Eliminasi

Gejala : Inkontinensia kandung kemih, usus mengalami gangguan fungsi2 .2.1.5 Makanan Cairan

Gejala : Mual, muntah & mengalami perubahan selera makan

Tanda : Gangguan menelan, muntah2.2.1.6 Neuro Sensori

Gejala : Kehilangan kesadaran sementara

Tanda : Perubahan kesadaran bias sampai koma, perubahan status mental2.2.1.7 Nyeri/KenyamananGejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berat

Tanda : Wajah meringis, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, Perubahan pola nafas.2.2.1.8 Interaksi

Tanda : Afasia metorik/sensorik, bicara tanpa arti

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan.Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan CKR (Cedera Kepala Ringan) adalah :1) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan asam lambung, mual, muntah. (Carpenito, 2006).2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi dan kerusakan neurovaskuler ditandai dengan kelemahan atau paralisis otot pernafasan. (Doenges, 1999).3) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung).4) Gangguan rasa nyaman : pusing berhubungan dengan trauma pada kepala. (Carpenito, 2006).2.2.3 IntervensiDiagnosa1 : Perubahan nutrisi kebutuhan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan asam lambung, mual, muntah. (Carpenito, 2006).Tujuan : Kebutuhan akan nutrisi tidak terganggu.

Kriteria Hasil : BB meningkat, tidak mengalami tanda-tanda mal nutrisi,nilai laboratorium dalam batas normal.

Intervensi:1) Kaji kemampuan klien untuk mengunyah, menelan, batuk dan mengatasi sekresi.

Rasional : Aktor ini dapat menentukan pemilihan terhadap jenis makanan.2)Auskultasi bising ususRasional : Fungsi saluran pencernaan biasanya baik pada kasus cedera kepala.3)Jaga keamanan saat memberikan makan pada pasien lewat NGTRasional : Menurunkan resiko regurgitasi / terjadi aspirasi.4) Tingkatkan kenyamanan

Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat meningkatkan nafsu makan.5)Kolaborasi pemberian makan lewat NGTRasional : Makan lewat NGT diperlukan pada awal pemberian.Diagnosa 2 : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler, kerusakan persepsi dan obstruksi trakeobronkial ditandai dengan kelemahan atau paralisis otot pernafasan. (Doenges, 1999).Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pola nafas kembali normal.Kriteria Hasil : Mempertahankan pola pernafasan efektif, bebas sanasis, Nafas normal (16-24 x / mnt), irama regular, bunyi nafas normal, GDA normal, PH darah normal (7,35-7,45). PaO2 (80-100 mmHg), PaCO2 (35-40 mmHg), HCO2 (22-26). Saturasi oksigen (95-98%).Intervensi :

1) Pantau frekuensi pernafasan, irama dan kedalaman pernafasan.

Rasional : Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi, pulmonal atau menandakan lokasi / luasnya keterlibatan otak.2) Angkat kepala tempat tidur sesuai aturan, posisi miring sesuai indikasi

Rasional : Untuk memudahkan ekspansi paru dan menurunkan adanya

kemungkinan lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas

3) Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik

Rasional : Untuk membersihkan jalan nafas, penghisapan dibutuhkan jika pasienkoma atau dalam keadaan imobilisasi, dan tidak dapat membersihkan jalan nafassendiri.

4)Auskultasi bunyi nafas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang tidak normal

Rasional: Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasiskongesti atau obstruksi jalan nafas.5)Kolaborasi pemberian oksigen.

Rasional: Menentukan kecukupan pernafasan, memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia

Diagnosa 3: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung).Tujuan : Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik. Kriteria hasil : Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK Intervensi :1)Tentukan faktor-faktor yang menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.Rasional: Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan awal, menunjukkan perlunya pasien dirawat di perawatan intensif. 2)Pantau/catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS.Rasional: Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.

3) Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya.Rasional : Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III) berguna untuk menentukan apakah batang otak masih baik. Ukuran/kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan okulomotor (III). 4) Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.Rasional : Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan/iskhemia cerebral. Demam dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil) yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK. 5) Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.Rasional : Bermanfaat sebagai indikator dari cairan total tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan. Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan diabetes insipidus. Gangguan ini dapat mengarahkan pada masalah hipotermia atau pelebaran pembuluh darah yang akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap tekanan serebral. 6)Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang tenang.Rasional : Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk mempertahankan atau menurunkan TIK. 7) Bantu pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan.Rasional : Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak dan intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.

8) Tinggikan kepala pasien 15-45 derajad sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi.Rasional : Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko terjadinya peningkatan TIK.

9) Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.Rasional : Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan edema serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler TD dan TIK.10)Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.Rasional : Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK. 11)Berikan obat sesuai indikasi, misal: diuretik, steroid, antikonvulsan, analgetik, sedatif, antipiretik.Rasional : Diuretik digunakan pada fase akut untuk menurunkan air dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK. Steroid menurunkan inflamasi, yang selanjutnya menurunkan edema jaringan. Antikonvulsan untuk mengatasi dan mencegah terjadinya aktifitas kejang. Analgesik untuk menghilangkan nyeri. Sedatif digunakan untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi. Antipiretik menurunkan atau mengendalikan demam yang mempunyai pengaruh meningkatkan metabolisme serebral atau peningkatan kebutuhan terhadap oksigen.Diagnosa 4 : Gangguan rasa nyaman : pusing berhubungan dengan trauma pada kepala. (Carpenito, 2006).

Tujuan : Rasa nyaman pasien terpenuhiKriteria Hasil : Pusing hilang atau terkontrol Intervensi :

1) Observasi keadaan umumRasional : Untuk mengetahui perkembangan pasien 2) Kaji penyebab pusing Rasional : Untukm memudahkan dan menentukan intervensi 3) Ukur tanda-tanda vital

Rasional : Untuk memantau keadaan umum pasien4) Anjurkan pasien untuk istirahat yang cukup Rasional : Istirahat yang cukup dapat mengurangi tingkat pusing pasien 5) Anjurkan pasien untuk tehnik relaksasi Rasional : untuk menggurangi rasa pusing pasien6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat.Rasional : pemberian terapi obat membantu proses penyembuhan pasien 2.2.4 Implementasi

Implementasi adalah tindakan yang diberikan oleh perawat kepada klien dengan tujuan mengatasi masalah yang terjadi pada manusia dengan berdasar kepada perencanaan yang telah dibuat pada catatan intervensi.Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan. Untuk memperoleh pelaksanaan yang efektif, dituntut pengetahuan dan keterampilan yang luas dari tenaga perawat untuk memberikan pelayanan perawatan yang baik dan bermutu yang telah ditentukan dan direncanakan. (www.perawatmasadepanku.blogspot. com, 3 januari 2013). 1) Melaksanakan rencana keperawatan Segala informasi yang tercakup dalam rencana keperawatan merupakan dasar atau pedoman dalam intervensi perawatan.2) Mengidentifikasikan reaksi/tanggapan pasien Dalam mengidentifikasi reaksi/tanggapan pasien dituntut upaya yang tidak tergesa-gesa, cermat dan teliti, agar menemukan reaksi pasien sebagai akibat tindakan keperawatan yang diberikan. Dengan melihat akan sangat membantu perawat dalam mengidentifikasikan reaksi pasien yang mungkin menunjukkan adanya penyimpangan-penyimpangan.3) Mengevakuasi tanggapan/reaksi pasien.

Dengan cara membandingkan terhadap syarat-syarat dengan hasil yang diharapkan. Langkah ini merupakan langkah yang pertama yang dipenuhi bila perawat telah mencapai tujuan. Syarat yang kedua adalah intevensi dapat diterima oleh pasien.2.2.5 Evaluasi

Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai keefektifan perawatan dan untuk mengkomunikasikan status pasien dari hasil tindakan keperawatan. Evaluasi membeerikan informasi sehingga memungkinkan revisi perawatan (Hidayat Alimul. A. A, 2002).Disamping evaluasi merupakan proses yang kontinue untuk menjamin kualitas dan ketepatan perawat yang diberikan, dilakukan dengan meninjau respon pasien untuk menentukan keefektifan rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Yang perlu dievaluasi adalah sebagai berikut :1) Apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah tercapai atau belum.2) Apakah masalah yang ada sudah terpecahkan atau belum.3) Apakah perlu pengkajian kembali.4) Hasil yang diharapakan :a. Mencapai atau memperthankan tingkat kesadaran agar membaik serta fungsi sensorik dan motoriknya.b. Mencapai atau mempertahankan latihan jalan nafas yang efektif, ventilasi dan oksigenasi otak agar tercapainya nilai gas darah normal dan bunyi nafas normal saat diauskultasi.c. Agar tercapainya keseimbangan cairan dan elektrolit yang memuaskan Memperlihatkan elektrolit serum dalam nilai normal. Menunjukkan tanda klinis dehidrasi dan kelebihan hidrasi.d. Mencapai status nutrisi yang adekuat Terdapat kurang dari 50 cc isi lambung saat diaspirasi sebelum pemberian makan melalui cairan lambunge. Bebas dari distensi lambung dan muntah.f. Memperlihatkan penurunan berat badan minimal 5) Pasien dan anggota keluarga berpartisipasi dalam proses rehabilitasi.

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN

Hari/tanggal/jam pengkajian: Hari Senin, 21 Januari 2013, pukul 07.45 WIB

Sumber pengkajian

: Pasien, Keluarga, RekamMedik

3.1 Pengkajian3.1.1. Identitas Klien:

Nama

: Tn. A

Umur

: 51 Tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Suku/Bangsa

: Dayak/Indonesia

Agama

: Kristen Protestan

Pekerjaan

: PNS

Pendidikan

: Sarjana

Status Perkawinan

: Kawin

Alamat

: Jl. Sisingamangaraja No.24

Tanggal Masuk Rumah Sakit

: 20 Januari 2013

Diagnosa Medis

: CKR (Cedera Kepala Ringan)

3.1.2.Riwayat Kesehatan/Perawatan:

3.1.2.1. Keluhan Utama:

Pasien mengatakan kepala saya terasa pusing

3.1.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien mengatakan pada tanggal 20 Januari 2013 sekitar pukul 11.20 pasien. Dibawa oleh keluarga ke RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya karena kecelakaan sepeda motor, kemudian dibawa ke IGD karena terdapat luka di kepala dan di daerah tangan dan kaki, dan dipindahkan keruang H untuk mendapat perawatan lebih lanjut.

3.1.2.3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)

Pasien mengatakan sebelumnya, tidak pernah masuk Rumah Sakit dan belum pernah dioperasi

3.1.2.4. Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengatakan, dalam keluarga tidak ada riwayat penyakit keluarga.

3.1.2.5. Genogram Keluarga

Gambar 3.1 Genogram Keluarga

Keterangan:

Laki-lakiPerempuanPasien

Tinggal serumahMeninggal

3.1.3.Pemeriksaan Fisik

3.1.3.1. Keadaan Umum

Keadaan Composmetis pasien tampak lemah, kepala pusing dan tangan sebelah kiri terpasang infus Asering 20 tpm.3.1.3.2. Status Mental

Pasien dalam kondisi sadar, ekspresi wajah pasien sedih, bentuk badan pasien simetris, cara berbaring/bergerak pasien terlentang, komunikasi lancar dan dapat dimengerti, penampilan cukup.3.1.3.3. Tanda-tanda Vital

Dari pemeriksaan tanda-tanda vital pasien ditemui data: pemeriksaan suhu tubuh melalui axila 36C, nadi 80 x/menit, pernapasan 20 x/menit, tekanan darah 110/80 mmHg.

3.1.3.4. Sistem Pernapasan

Pasien tidak mempunyai kebiasaan merokok, bentuk dada simetris, tidak batuk, tidak ditemukan sianosis, tidak ada nyeri dada, tidak ada mengeluh sesak napas, irama pernapasan teratur, suara napas vesikuler, tidak ada suara tambahan seperti wheezing, ronchi3.1.3.5. Sistem Kardiovaskuler

Pasien tidak mengeluh nyeri dada, tidak ada kram/odema ekstremitas atas dan ekstremitas bawah, tidak ada tanda-tanda sianosis, clubing finger, capillary time