bab ii-k3.doc

50
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Manajemen Manajemen adalah pelaksanaan sesuatu dengan menggunakan orang lain (getting things done through people), (Koonte and O’Donnell, 1959). Dalam Encyclopedia of the social science dikatakan bahwa manajemen adalah suatu proses pelaksanaan suatu tujuan tertentu yang diselenggarakan dan diawasi. Manajemen adalah suatu proses pencapaian tujuan dengan cara-cara yang rasional secara efisien dan efektif melalui pengarahan, penggerakan dan pengendalian kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang tergabung dalam suatu bentuk kerjasama untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (bahan kuliah Manajemen K3, 2008) Fungsi Manajemen adalah 8

Upload: pertamatama

Post on 22-Dec-2015

66 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II-K3.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Manajemen

Manajemen adalah pelaksanaan sesuatu dengan menggunakan orang lain

(getting things done through people), (Koonte and O’Donnell, 1959).

Dalam Encyclopedia of the social science dikatakan bahwa manajemen

adalah suatu proses pelaksanaan suatu tujuan tertentu yang diselenggarakan dan

diawasi.

Manajemen adalah suatu proses pencapaian tujuan dengan cara-cara yang

rasional secara efisien dan efektif melalui pengarahan, penggerakan dan

pengendalian kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang

tergabung dalam suatu bentuk kerjasama untuk mencapai tujuan yang ditetapkan

(bahan kuliah Manajemen K3, 2008)

Fungsi Manajemen adalah

1. Planning: merencanakan tujuan yang hendak dicapai dalam masa

yang akan datang dan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan

tersebut

2. Organizing: mengelompokkan dan menentukan berbagai kegiatan

penting dan memberkekuasaan untuk melaksanakan kegiatan tersebut

3. Staffing: menentukan keperluan sumber daya manusia, pengarahan,

penyaringan, latihan dan pengembangan tenaga kerja

8

Page 2: BAB II-K3.doc

9

4. Motivating: mengarahkan dan menyalurkan perilaku manusia

kearah tujuan

5. Controlling: mengukur pelaksanaan dengan tujuan-tujuan,

menentukan sebab penyimpangan dan mengambil tindakan korektif

bila diperlukan

2.1.1. Pengertian K3

Kesehatan Kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran

beserta prakteknya yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh derajat

kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental maupun sosial, dengan

usaha-usaha promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative terhadap penyakit-

penyakit/gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan

lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum (Suma’mur, 1976).

Keselamatan Kerja adalah usaha untuk membuat keadaan bebas aman dari

bahaya dan gangguan terhadap kesehatannya (Suma’mur, 1976).

Defenisi K3 secara filosofi, menurut Depnaker yaitu pemikiran dan upaya

untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan (manusia lahir dalam keadaan

sempurna) dimulai dari tenaga kerja dan manusia pada umumnya, baik jasmani

maupun rohani serta hasil karya dan budaya menuju masyarakat adil, makmur

dan sejahtera. Secara keilmuan, K3 merupakan suatu ilmu pengetahuan dan

penerapannya dalam upaya mencegah kecelakaan, kebakaran, peledakan,

pencemaran, penyakit, dll.

Secara keilmuan adalah sebagai ilmu dan penerapan teknologi pencegahan

kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Page 3: BAB II-K3.doc

10

Berdasarkan defenisi yang dibuat oleh Occupational Safety and Health

(OSHA, 1998) dan Joint Committee ILO/WHO on Occupational Health and

Safety yang mengatakan bahwa keselamatan kerja adalah disiplin ilmu terapan

yang bertujuan menciptakan system kerja yang aman (safety work system) dan

menjamin tercapainya kesejahteraan (well being) pekerja dalam melaksanakan

pekerjaannya seiring dengan usaha perusahaan dalam menikmati produktivitas

kerja (encyclopedia of Occupational Health and Safety, 1998)

Dari pengertian manjemen dan K3 digabung menjadi Pengertian Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem

manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan,

tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur dan sumber daya yang dibutuhkan bagi

pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan

keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan

dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan

produktif.

2.2. Peraturan dan Pelaksanaan

Dalam upaya melindungi tenaga kerja, Pemerintah melalui Departemen

Kesehatan dan Tenaga Kerja membuat peraturan dan perundangan untuk

mengatur dan mengharapkan agar situasi kerja menjadi aman, nyaman dan sehat

sehingga produktivitas kerja perusahaan dapat meningkat.

Peraturan dan Perundangan yang dimaksud antara lain :

Page 4: BAB II-K3.doc

11

1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat 2 :”Setiap warga Negara

berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.

2. Undang-undang No.12 tahun 1948

Undang-undang yang mengatur tenteng pekerja anak-anak, pekerja

wanita, dan waktu kerja serta ketentuan-ketentuan tentang tempat kerja

dan perumahan.

3. Undang-uandang No.14 tahun 1969 pasal 9

Bahwa seiap tenaga kerja mendapat perlindungan atas keselamatan,

kesehatan, pemeliharaan moral serta perlakuan yang sesuai dengan

harkat manusia dan moral agama

4. Undang-undang Pokok K3 No.1 tahun 1970

Undang-undang ini memberikan perlindungan hukum kepada tenaga

kerja yang bekerja agar tempat dan peralatan produksi senantiasa

berada dalam keadaan aman dan menjamin keselamatan mereka.

Pada dasarnya undang-undang ini menghendakai perlindungan hukum

kepada tenaga kerja yang bekerja agar tempat dan peralatan produksi

senantiasa berada dalam keadaan aman dan menjamin keselamatan

bagi mereka

Pada dasarnya undang-undang ini menghendaki sikap kuratif atau

korektif atas kecelakaan kerja yaitu : menentukan bahwa kecelakaan

kerja dicegah dan jangan sampai terjadi serta lingkungan kerja harus

memenuhi syarat-syarat kesehatan. Jadi dapat disimpulkan bahwa

Page 5: BAB II-K3.doc

12

Keselamatandan kesehatan kerja lebih diutamakan dari pada

penanggulangannya.

5. Undang-undang No. 23 tahun 1992, bahwasanya :

a. Kesehatan Kerja diselenggarakan untuk mewujudkan

produktivitas kerja yang optimal

b. Kesehatan Kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan

penyakit akibat kerja dan syarat-syarat kerja

6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja 05/men/96 Menyatakan bahwa:

”Setiap perusahaan yang memperkerjakan tenaga kerja 100 orang atau

lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh

karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan

kecelakaan kerja, seperti peledakan,kebakaran, pencemaran dan

penyakit akibat kerja wajib menerapkan SMK3”

7. Undang-undang no. 13 tahun 2003 pasal 87 ayat 1 : “Setiap

perusahaan wajib menerapkan SMK3 yang terintegrasi dengan sistem

managemen perusahaan”

2.3. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Perlindungan tenaga kerja meliputi aspek yang cukup luas yaitu :

perlindungan keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moral serta perlakuan yang

sesuai dengan martabat manusia dan moral agama.

Perlindungan tersebut bermaksud agar tenaga kerja merasa aman dalam

melakukan pekerjaannya sehari-hari dan dapat meningkatkan produktivitas kerja.

Keselamatan dan kesehatan kerja adalah satu segi yang sangat vital dari

Page 6: BAB II-K3.doc

13

perlindungan tenaga kerja. Dalam hal ini bahaya yang mungkin timbul berasal

dari peralatan kerja, mesin, bahan baku, proses pengolahannya, lingkungan, cara

melakukan pekerjaan, kondisi fisik dan mental dari tenaga kerja dan lain-lain

sejauh mungkin harus dikendalikan dan dihindarkan.

Dengan tingkat keselamatan kerja yang tinggi, kecelakaan-kecelakan yang

menjadi sakit, cacat dan kematian dapat dikurangi atau ditekan. Dengan adanya

partisipasi dari pengusaha dan tenaga kerja akan membawa iklim keamanan dan

ketenangan bekerja. Hal ini sangat membantu keharmonisan hubungan buruh dan

pengusaha yang merupakan landasan kuat terciptanya kelancaran produksi.

Menurut The Joint ILO /WHO committee on Occupational Health pada

tahun 1990 telah menetapkan secara garis besar batasan dan tujuan keselamatan

kerja antara lain :

1. Memberikan pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan ke

tingkat yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental maupun

kesejahteraan sosial tenaga kerja di semua lapangan kerja.

2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan tenaga kerja yang

diakibatkan oleh kegiatan dan kondisi lingkungan kerjanya.

3. Memberikan perlindungan bagi tenaga kerja dalam pekerjaannya dari

faktor-faktor yang membahayakan kesehatannya.

4. Menempatkan dan memelihara tenaga kerja di lingkungan kerja yang

sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis.

Page 7: BAB II-K3.doc

14

2.4. Pengertian Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan yang proses

kejadiannya secara tiba-tiba dan tak terduga yang menyebabkan kerugian

material, kehilangan waktu, kerusakan lingkungan bahkan sampai hilangnya jiwa

manusia. Kecelakaan kerja yang berhubungan dengan pekerjaannya, yang

berarti kecelakaan terjadi sewaktu tenaga kerja tersebut melakukan pekerjaannya

(Suma’mur, 1989).

2.4.1. Penyebab Kecelakaan

Kecelakaan dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain

faktor mesin, metoda, manusia, bahan baku khususnya di bidang industri

(menurut Frank. E. Bird, Jr). Namun menurut H.W. Heinrich, (1931) penyebab

kecelakaan dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu :

a. Kondisi tidak aman (unsafe condition)

Kondisi tidak aman ini adalah faktor penyebab kecelakaan yang harus

menjadi perhatian serius karena sangat berkaitan dengan faktor intern

perusahaan, seperti :

Mesin, karena sifat operasinya menimbulkan bahaya, tidak

dilengkapi pengaman.

Peralatan Kerja yang tidak ergonomis

Tidak tersedianya APD (Alat Pelindung Diri)

Ventilasi tidak ada / kurang memenuhi syarat

Bahan baku yang berbahaya, dll

Page 8: BAB II-K3.doc

15

b. Perilaku tidiak aman

Menurut Frank E. Bird, Jr (1967) perilaku tidak aman (unsafe act) ini

bersumber dari faktor manusianya sendiri. Kecelakaan merupakan

konsepsi klasik dalam usaha keselamatan kerja dan pencegahan

kecelakaan akibat kerja. Pada pelaksanaannya terdapat beberapa faktor

antara lain :

Berkaitan dengan ciri-ciri psikologis, fisik dan kelainan-kelainan

faal seseorang (cacat tubuh, ceroboh, perilaku kasar, dll)

Adanya faktor-faktor rasa atau emosi (sengaja melakukan

pelanggaran atau suka mengabaikan sehingga bersikap dan

bertingkah-laku tidak aman)

Faktor mausiawi yang dikaitkan terhadap situasi pekerjaan atau

penyesuaian sosial di lingkungan kerja, misalnya hubungan dengan

atasan atau dengan rekan sekerja kurang baik, permasalahan

komunikasi, dll.

Tingkat keserasian tenaga kerja terhadap proses pekerjaannya.

Dalam hal ini terhadap hubungan tidak keserasian antara tenaga

kerja dengan keadaan lingkungan kerja, seperti panas, bising, dll

(tidak menggunakan APD karena tidak nyaman).

Dari definisi-detlnisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa

keselamatan kerja adalah suatu kondisi kerja yang terbebas dari ancaman bahaya

yang mengganggu proses aktivitas dan mengakibatkan terjadinya cedera,

penyakit, kerusakan harta benda, serta gangguan lingkungan.

Page 9: BAB II-K3.doc

16

2.4.2. Mekanisme Kecelakaan Kerja

Reason (1997) membagi penyebab kecelakaan kerja menjadi dua, yang

pertama karena tindakan tidak aman yang dilakukan oleh pekerja dan yang kedua

disebabkan oleh kondisi tidak aman (kondisi tempat kerja) (Gambar 2.1). Reason

(1997) menyatakan bahwa penyebab timbulnya tindakan tidak aman dan kondisi

tidak aman adalah faktor organisasi. namun faktor organisasi tidak dapat langsung

diamati di lapangan.

Faktor tempat kerja meliputi hal-hal yang berhubungan dengan proyek

konstruksi secara langsung, seperti ketersediaan alat pelindung diri, rambu K3,

kondisi peralatan kerja, dan lain sebagainya. Faktor tempat kerja dapat mendorong

munculnya kesalahan dan pelanggaran oleh pihak pekerja. Kesalahan dan

pelanggaran tersebut berupa tindakan tidak aman dari pekerja, seperti melanggar

peraturan dan prosedur keselamatan kerja, dan salah satu hasil dari tindakan tidak

aman adalah munculnya kecelakaan kerja pada pihak pekerja.

Gambar 2.1. Mekanisme Kecelakaan Kerja (Reason. 1997)

Oliver, et al (2002) menyatakan bahwa kecelakaan kerja yang disebabkan

Page 10: BAB II-K3.doc

17

oleh tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman dapat terjadi karena adanya

pengaruh dari faktor organisasi, kondisi lokal tempat kerja, serta tindakan tidak

aman yang tidak disadari atau yang disadari oleh pekerja, berupa pelanggaran.

Holt (2005) menyatakan bahwa kecelakaan merupakan hasil langsung dari

tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman, yang keduanya dapat dikontrol oleh

manajemen. Tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman disebut sebagai

penyebab langsung (immediate / primary causes) kecelakaan karena keduanya

adalah penyebab yang jelas / nyata dan secara langsung terlibat pada saat

kecelakaan terjadi. Penyebab tidak langsung (secondary causes) juga memegang

peranan yang penting, walaupun lebih sulit untuk diselidiki dan diidentifikasi.

Secondary causes merupakan kegagalan sistem manajemen untuk mengantisipasi

terjadinya kecelakaan kerja.

2.5. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) mulai menjadi perhatian

pemerintah Indonesia sejak tahun 1970. Undang-undang tahun 1970 tentang

keselamatan kerja yang dikeluarkan sebagai upaya awal pemerintah. Program

Kampanye Nasional K3 menjadi kelanjutan Undang-undang tahun 1970 yang

dimulai tanggal 12 Januari 1984. Bendera K3 mulai berkibar di setiap proyek

industri di tanah air mulai tahun 1987 sebagai tanda kepedulian pihak industri

terhadap program K3. Tanggal 12 Januari berdasarkan Surat Keputusan Menteri

Tenaga Kerja RI No.245/Men/1990 ditetapkan sebagai Hari K3 Indonesia.

Dalam bulan Januari 1992 pada saat pembukaan Konvensi Nasional K3.

Presiden RI menginstruksikan agar kampanye K3 ditingkatkan menjadi Gerakan

Nasional Membudayakan K3. Sejak tahun 1993 bulan kampanye yang dimulai

Page 11: BAB II-K3.doc

18

tanggal 12 Januari ditetapkan menjadi bulan K3 agar program K3 dapat

dilaksanakan terus-menerus. Sejak saat itu sampai hari ini dilaksanakan bulan K3

secara berkelanjutan. Tahun 1996 dikeluarkan peraturan menteri tenaga kerja

tentang Sistem Manajemen K3 yang dikenal dengan PER-05/MEN/1996. Program

K3 terus digalakkan pemerintah untuk menciptakan iklim kerja yang baik di

Indonesia (LIPI. 1995).

2.5.1 Tujuan dan Sasaran Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(K3)

Tujuan program K3 secara umum adalah mempercepat proses gerakan

nasional K3 dalam upaya membudayakan keselamatan dan kesehatan kerja guna

mencapai kecelakaan nihil.

Sasaran dari program K3 antara lain (Keputusan Menteri, 1994):

1. Meningkatkan pengertian, kesadaran, pemahaman dan penghayatan

K3 semua unsur pimpinan. pekerja pada perusahaan.

2. Meningkatkan fungsi manajemen K3 atau Panitia Pembina

Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

1. Mendorong terbentuknya manajemen K3 pada setiap perusahaan.

2. Mendorong pembinaan K3 pada sector informal dan masyarakat

umum.

2.5.2 Kegiatan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Kegiatan umum K3 adalah program yang ditujukan pada masyarakat luas

unluk meningkatkan kepedulian terhadap K3, berbentuk kegiatan yang bersifat

Page 12: BAB II-K3.doc

19

massal dan mempunyai dampak yang luas, seperti perlombaan keterampilan K3,

lomba penulisan artikel K3 di koran dan majalah. Pemasyarakatan K3 melalui

media cetak dan media elektronika.

Program khusus ialah program yang ditujukan khusus kepada perusahaan,

asosiasi K3, perguruan tinggi, dan media massa.

1. Program untuk perusahaan

Membentuk dan meningkatkan manajemen K3, membuat kebijakan

K3, melakukan inspeksi terhadap kondisi K3 di tempat kerja, dan

membuat laporan K3 perusahaan. Program untuk kontraktor kurang

lebih sama, yaitu membentuk sistem manajemen K3 untuk

merencanakan pelaksanaan tindakan proaktif dan reaktif K3.

2. Program untuk asosiasi K3

Menyelenggarakan seminar atau lokakarya. panel diskusi tentang K3,

dan meningkatkan peran asosiasi K3 dalam pelaksanaan K3.

3. Program untuk perguruan tinggi

Mendorong dimasukkannya K3 dalam kurikulum pendidikan formal,

membuka program K3, dan mendorong dilakukannya penelitian

mengenai K3.

4. Program untuk media massa

Penulisan tentang K3 di media massa.

2.6. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Sistem manajemen K.3 yang dibentuk oleh setiap perusahaan adalah salah

satu wujud pelaksanaan program K3. Dengan adanya sistem manajemen K3

Page 13: BAB II-K3.doc

20

setiap perusahaan diharapkan dapat meminimalisasi angka kecelakaan di tempat

kerja dengan usaha pencegahan secara menyeluruh (Suardi, 2005). Di Indonesia

industri konstruksi adalah salah satu sektor yang rawan terjadi kecelakaan di

tempat kerja, karena pelaku konstruksi belum seluruhnya menerapkan sistem

manajemen K3 dengan baik (LIP1, 1995).

Sistem manajemen K3 yang baik terdiri dari proses plan, do, check,

action oleh Health and Safety Executive UK (2001), diterjemahkan dalam lima

unsur penunjang yaitu (1) penetapan kebijakan (policy), (2) koordinasi

(organizing), (3) perencanaan standar dan pelaksanaannya (planning and

implementing)^ (4) pengukuran kinerja sistem (measuring performance), dan (5)

pemeriksaan dan peninjauan kembali (reviewing performance) (Gambar 2.2).

Gambar 2.2. Elemen Kunci Sistem Manajemen K3(Health and Safety Executive UK, 2001)

Page 14: BAB II-K3.doc

21

1. Penetapan kebijakan (policy)

Kebijakan adalah langkah awal perusahaan dalam mendukung pekerja

di semua tingkatan dari top management sampai bottom management

agar dapat merasa aman dan terlindungi saat bekerja. Kebijakan

perusahaan menjadi dasar dari pelaksanaan sistem manajemen K3,

yang umumnya memuat pernyataan umum perusahaan seputar K3,

detail tanggung jawab setiap level manajemen, dan detail proses

manajemen K3 perusahaan (Holt, 2005).

2. Koordinasi (organizing)

Setelah melakukan penetapan kebijakan, diperlukan keterlibatan dan

komitmen pekerja agar kebijakan yang telah ditetapkan dapat berjalan

dengan efektif. Budaya K3 yang positif harus dapat dimengerti dan

dijalankan oleh semua pekerja di setiap level manajemen yang ada.

Setiap pekerja harus memiliki komitmen untuk dapat menciptakan

budaya K3 yang positif (David, 2002). Oleh karena itu perlu adanya

koordinasi dari pihak manajemen untuk mendukung terciptanya budaya

K3 yang positif.

3. Perencanaan standar dan pelaksanaannya (planning and implementing)

Langkah perencanaan meliputi pengaturan sasaran terhadap aktivitas

yang ada, identifikasi bahaya, memperkirakan resiko yang timbul,

realisasi dan implementasi standar K3, dan pengembangan budaya K3

yang positif. Standar yang dihasilkan dari proses perencanaan harus

dapat diukur, dicapai, dan realistis. Proses perencanaan standar dan

Page 15: BAB II-K3.doc

22

pelaksanaan secara garis besar dibagi menjadi dua proses untuk

mengantisipasi tindakan tidak aman (unsafe act) dan kondisi tidak

aman (unsafe condition) pada tempat kerja (Ridley, 1986).

4. Pengukuran kinerja sistem (measuring performance)

Langkah pengukuran kinerja dilakukan dengan dua cara yaitu dengan

pengukuran kinerja proaktif dan pengukuran kinerja reaktif.

Pengukuran kinerja proaktif berfungsi untuk mengukur proses dari

sistem manajemen K3 seperti keberhasilan penyediaan perlengkapan

K3 dan tempat kerja yang aman. Pengukuran kinerja reaktif berfungsi

untuk mengukur hasil (output) dari sistem manajemen K3, seperti

jumlah kecelakaan yang terjadi. jam kerja yang hilang akibat

kecelakaan, dan sebagainya. Dengan kata lain pengukuran ini dilakukan

terhadap kecelakaan yang terjadi (Holt. 2005).

5. Pemeriksaan dan peninjauan kembali (reviewing performance)

Dari informasi hasil pengukuran kinerja, proses pemeriksaan, dan

peninjauan akan mengidentifikasi situasi di lapangan terhadap resiko

kecelakaan dan melakukan tindakan perbaikan serta pencegahan

terhadap situasi tersebut (McKaig, 1958). Pemeriksaan dan peninjauan

keseluruhan juga dilakukan terhadap kebijakan dan sistem K3

perusahaan untuk melakukan peningkatan kinerja di masa mendatang.

2.7. Pengukuran Kinerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Komitmen perusahaan untuk melaksanakan sistem manajemen K3 dengan

baik akan meningkatkan kinerja K3 perusahaan (Hinze, 1997). Perlu ada

Page 16: BAB II-K3.doc

23

pengukuran yang konkret untuk mengetahui hasil sistem manajemen K3, karena

tanpa pengukuran kinerja, kontraktor tidak dapat melaksanakan evaluasi terhadap

sistem manajemen yang dibentuk untuk menunjang program K3 (Duff, 2000).

2.7.1 Fungsi Pengukuran Kinerja K3

Pengukuran kinerja merupakan salah satu langkah untuk mengetahui

pencapaian dalam implementasi sistem manajemen K3 (Duff, 2000). Pengukuran

kinerja berfungsi untuk (a) pengontrolan (control), (b) penilaian (self-assessment),

(c) perbaikan berkelanjutan (continuous improvement), (d) penilaian manajemen

(management assessment):

a. Pengontrolan (Control)

Dalam hal ini pengukuran kinerja K3 berfungsi untuk mengontrol

pencapaian tujuan pelaksanaan program K3. Jika kinerja K3 baik

(jumlah kecelakaan yang terjadi minimum karena usaha pencegahan

yang maksimum) maka tujuan pelaksanaan program K3 tercapai.

Pengontrolan merupakan faktor yang penting dalam proyek

konstruksi. Fungsi pengontrolan ini berlangsung terus-menerus secara

berkelanjutan terhadap semua aktivitas kontraktor sebelum

pelaksanaan, saat pelaksanaan, dan sesudah pelaksanaan proyek.

b. Penilaian (Self-Assessment)

Pengukuran kinerja K3 berfungsi juga untuk penilaian program K3

yang dilakukan kontraktor. Seberapa baik kontraktor dalam

menjalankan program.

Page 17: BAB II-K3.doc

24

K3 dapat diketahui hanya dengan pengukuran kinerja. Informasi

pengukuran kinerja K3 kontraktor dapat digunakan untuk menilai

kemampuan kontraktor dalam melaksanakan program K3 di

proyeknya.

c. Perbaikan Berkelanjutan (Continuous Improvement)

Dalam hal ini pengukuran kinerja digunakan untuk mendukung

perbaikan berkelanjutan yang mendukung pelaksanaan program K3.

Pengukuran kinerja mengidentifikasi tren dari proses dalam

pelaksanaan program K3, memberi gambaran efisiensi dan efektifitas

proses yang dilakukan. untuk perbaikan berkelanjutan.

d. Penilaian Manajemen (Management Assessment)

Selain penilaian keseluruhan terhadap pelaksanaan program K3.

pengukuran kinerja K3 memberikan gambaran terhadap kerja sistem

manajemen yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan program K3

di masing-masing kontraktor.

2.7.2 Jenis Pengukuran Kinerja K3

Secara umum pengukuran kinerja K3 terdiri dari dua jenis pengukuran,

yaitu Pengukuran Kinerja Proaktif (PKP) yang merupakan pengukuran kinerja

pencegahan terjadinya kecelakaan dan Pengukuran Kinerja Reaktif (PKR) yang

merupakan pengukuran setelah terjadi kecelakaan.

PKP meliputi pengukuran input dan pengukuran process. Pengukuran

input dalam hal ini berfungsi untuk mengidentifikasi dan mengawasi tingkat,

kebiasaan, dan penyebaran "bahaya" tidak terkontrol dari aktivitas yang ada.

Page 18: BAB II-K3.doc

25

Pengukuran process berfungsi untuk mengetahui dan mengawasi sistem

manajemen K3 secara keseluruhan (penetapan kebijakan, pembenahan organisasi,

dan perencanaan pencegahan terhadap tindakan tidak aman (unsafe act) maupun

kondisi tidak aman (unsafe condition)) dalam upaya peningkatan budaya K3 yang

positif.

PKR meliputi pengukuran outcomes. Pengukuran outcomes berfungsi

untuk mengetahui hasil sistem manajemen K3 seperti jumlah kecelakaan yang

terjadi, jenis kecelakaan yang terjadi. jam kerja yang hilang, tren kecelakaan dan

sakit, dan sebagainya. Hasil pengukuran input, process, dan outcomes menjadi

informasi yang sangat berharga untuk memperbaiki sistem manajemen K3

berikutnya (Health and Safety Executive UK, 2001).

2.7.3 Waktu Pengukuran Kinerja K3

Proses pengukuran kinerja K.3 merupakan kegiatan yang harus terus-

menerus dilakukan agar informasi yang diperoleh dapat digunakan unluk

memperbaiki sistem manajemen K3 yang menunjang terciptanya budaya K3 yang

positif. Health and Safety Executive (2001) memberikan faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi frekuensi pengukuran antara lain:

1. Pada saat menjelang aktivitas milestone atau aktivitas penting

2. Pada saat aktivitas telah selesai dan dilanjutkan dengan aktivitas yang lain

3. Pada saat terjadi percepatan pelaksanaan pekerjaan

4. Pada saat frekuensi kecelakaan meningkat

1. Pada saat terjadi perbedaan informasi antara pendataan dan kondisi

lapangan sebenarnya

2. Sesuai jadual dan ketentuan yang telah ditetapkan saat perencanaan sistem

Page 19: BAB II-K3.doc

26

Proses pengukuran juga dapat dilakukan terhadap waktu-waktu khusus

yang dianggap sebagai waktu yang sering terjadi kecelakaan dari penelitian-

penelitian sebelumnya. Waktu khusus tersebut misalnya saat jam sepuluh pagi

atau saat hari Senin sering terjadi kecelakaan atau saat bulan Desember sering

terjadi kecelakaan, di saat itulah dilakukan pengukuran kinerja (Hinze, 1997).

2.7.4 Pihak-Pihak yang Terkait Pengukuran Kinerja K3

Proses pengukuran kinerja harus melibatkan semua orang di setiap level

manajemen, mulai dari top management sampai bottom management. Setiap

orang bertanggung jawab untuk menciptakan budaya K3 yang positif selama

bekerja sekaligus melengkapi kekurangan sistem manajemen K3 yang dibentuk.

Komitmen top management untuk melakukan tindak proaktif K3 merupakan salah

satu upaya penciptaan budaya keselamatan dan kesehatan kerja kontraktor

(Aditya, 2005). Manajemen harus mampu memberikan dorongan dan semangat

kepada seluruh pekerja agar mau berpartisipasi / terlibat dalam program K3 yang

direncanakan (Niskanen, 1994, dikutip dari Mohamed. 2002). Proses pengukuran

kinerja K3 untuk setiap level manajemen adalah berbeda-beda disesuaikan dengan

tugas dan tanggung jawab masing-masing orang.

2.7.5. Cara Pengukuran Kinerja K3

Pengukuran memerlukan perencanaan yang baik berdasarkan standar

kinerja yang diharapkan untuk memperoleh sebuah sistem pengukuran yang

efektif. Pengembangan sistem pengukuran yang efektif dapat dilakukan dengan

cara:

Page 20: BAB II-K3.doc

27

1. Mengidentifikasi proses

2. Menetapkan dasar pengukuran untuk setiap proses

3. Menentukan sasaran untuk setiap pengukuran

4. Memberikan tanggung jawab untuk mengumpulkan dan menganalisa data

5. Membandingkan kinerja sebenarnya dengan kinerja yang diharapkan

6. Merencanakan tindakan perbaikan

7. Mengevaluasi proses pengukuran

Pelaksanaan program K3 yang dilakukan manajemen perlu diukur untuk

mengetahui efektifitas program tersebut. Pengukuran tersebut dapat dilakukan

dengan cara melakukan inspeksi langsung ke tempat kerja dan melakukan internal

audit terhadap pelaksanaan sistem manajemen K3 (Ng Tony, 2004).

Inspeksi merupakan cara yang dapat dilakukan manajemen untuk melihat

dan memantau secara langsung penerapan semua program K3 di tempat kerja.

Manajemen perlu menetapkan dan memelihara prosedur inspeksi tersebut agar

hasilnya dapat dimanfaatkan oleh manajemen. Melalui inspeksi, dapat dilihat

secara langsung area atau bagian yang membutuhkan perhatian khusus dari

manajemen untuk kemudian mengambil tindakan perbaikan yang dibutuhkan

kemudian hari. Selain itu, inspeksi juga merupakan salah satu cara untuk

mempengaruhi persepsi pekerja mengenai komitmen manajemen terhadap K3

(Grimaldi dan Simonds, 1975).

Internal audit sistem manajemen K3 harus dilakukan secara berkala untuk

mengetahui keefektifan penerapan sistem manajemen K3 (Peraturan Menteri No.

PER-05/MEN/1996 tentang sistem manajemen K3). Internal audit merupakan

Page 21: BAB II-K3.doc

28

proses pengukuran secara menyeluruh dan sistematis terhadap sistem manajemen

K.3 yang dibuat manajemen untuk mengukur kegiatan-kegiatan yang dilakukan

dan hasil-hasilnya, berdasarkan perencanaan yang dibuat, dan pelaksanaannya,

untuk memenuhi kebijakan dan tujuan dari perusahaan. Hasil audit kemudian

dievaluasi untuk digunakan manajemen untuk melakukan tindakan perbaikan

berkelanjutan dan pencegahan yang dilakukan.

2.8. Indikator Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Alat pengukuran kinerja proaktif K3 untuk tempat kerja adalah alat yang

digunakan untuk memberi gambaran dan mempermudah proses penilaian terhadap

kegiatan proaktif untuk penyediaan tempat kerja yang aman. Tempat kerja adalah

tempat dimana semua aktivitas berlangsung dan tempat dimana kecelakaan

terjadi. Bentuk tempat kerja pada proyek konstruksi selalu berubah tergantung

jenis proyek dan jenis aktivitas yang dikerjakan. Oleh karena itu perhatian khusus

senantiasa diarahkan pada pengadaan kondisi tempat kerja proyek konstruksi yang

aman bagi pekerja. Alat pengukuran kinerja proaktif K3 adalah salah satu

alternatif cara sistematis dan mudah yang dapat memberikan informasi untuk

pekerja dan pihak manajemen dalam mengetahui kinerja proaktif K.3 untuk tempat

kerja.

Alat pengukuran kinerja proaktif K3 pada umumnya berisi indikator-

indikator pengukuran terhadap kegiatan proaktif K3 untuk tempat kerja. Indikator

pengukuran kinerja proaktif K3 adalah indikator yang digunakan sebagai tolak

ukur keberhasilan tindakan proaktif K3 yang telah dilakukan. Umumnya indikator

yang ada adalah indikator keseluruhan terhadap tindakan proaktif K3 untuk

Page 22: BAB II-K3.doc

29

tindakan tidak aman (unsafe act) dan kondisi tidak aman (unsafe condition).

Setiap organisasi K3 di negara yang berbeda memiliki indikator-indikator yang

berbeda, tetapi dengan dasar yang sama yaitu untuk pencegahan tindakan tidak

aman dan kondisi tidak aman.

Indikator pengukuran kinerja proaktif untuk penyediaan tempat kerja yang

aman oleh Health and Safety Executives United Kingdom (HSE UK) dibagi dalam

18 kelompok pengukuran (Tabel 2.1). K.e-18 ketompok pengukuran tersebut

memiliki nilai pengukuran tersendiri. Nilai pengukuran ini yang dijadikan patokan

pengukuran di lapangan untuk kinerja tindakan proaktif penyediaan tempat kerja

yang aman. Indikator pengukuran kinerja proaktif untuk penyediaan tempat kerja

yang aman oleh Occupational Health and Safety Australia (OHS AUS) dibagi

dalam enam indikator utama (Tabel 2.2) dengan masing-masing kelompok

pendukung untuk masing-masing indikator, dan di setiap kelompok pendukung

tersebut terdapat nilai pengukuran yang dijadikan patokan pengukuran di

lapangan untuk kinerja tindakan proaktif penyediaan tempat kerja yang aman.

Indikator pengukuran kinerja proaktif untuk penyediaan tempat kerja yang aman

oleh Occupational Safety and Health Admistration (OSHA USA) dibagi dalam 23

kelompok pengukuran (Tabel 2.3). Dalam setiap kelompok pengukuran OSHA

terdapat poin-poin pengukuran yang dijadikan patokan pengukuran di lapangan

untuk kinerja tindakan proaktif penyediaan tempat kerja yang aman.

Page 23: BAB II-K3.doc

30

Tabel 2.1 Safety Check List (Sumber: HSE UK)

No. Indikator1 Public protection and information2 Fall prevention /protection3 Safe access4 Scaffolds5 Ladders and step ladders6 Powered access equipment, including MEWPs7 Cranes and lifting appliances8 Plant and equipment9 Hoist

10 Site traffic and vehicles11 Excavations12 Fire and other emergencies13 Electricity14 Hazardous substances15 Manual handling16 Welfare17 Noise18 Personal protective equipment

Tabel 2.2 Safety Check List (Sumber: OSHA USA)

No. Indikator1 Manual handling

2 Machinery and equipment

3 Chemicals

4 Electrical

5 Emergency procedures

6 Slips, Trips, and falls

Page 24: BAB II-K3.doc

31

Tabel 2.3 Safety Check List (Sumber: OSHA USA)

No. Indikator1 Signs, notices, and notifications2 Overhead protection3 Hoisting equipment4 Walkways and ramps5 Ladders6 Excavations and trenches7 Fire protections8 Openings - walls, floors, roofs9 Scaffolds

10 Stairs and landings11 Material handling12 Housekeeping13 Lighting and temporary wiring14 Grounding and electrical equipment15 Portable and power saws16 Hand tools17 First aid18 Traffic control19 Personal protective equipment20 Heavy equipment21 Security22 Liability23 Other...

Kegiatan pencegahan lerhadap kecelakaan kerja harus terus dilakukan dengan

berdasar pada identifikasi resiko yang mungkin timbul dari sebuah aktivitas. Proses

identifikasi resiko menghasilkan informasi terhadap tindakan pencegahan yang perlu

dilakukan, dan setelah dilakukan pencegahan perlu terus diawasi resiko yang mungkin

timbul akibat tindakan pencegahan tersebut. Proses pengawasan ini meliputi proses

penilaian dan pengukuran terhadap semua tindakan pencegahan (proaktif) yang

dilakukan. Berikut empat faktor utama dari tindakan pencegahan (proaktif) di tempat

kerja (Health and Safety Executive UK, 2001):

1. Faktor manusia (people)

Page 25: BAB II-K3.doc

32

2. Prosedur (procedures)

3. Peralatan dan perlengkapan (equipment)

4. Tempat (places)

Upaya pencegahan pada kecelakaan kerja secara garis besar dibagi atas

dua jenis, yaitu pencegahan terhadap tindakan tidak aman (unsafe act) dan kondisi

tidak aman (unsafe condition). Pencegahan terhadap tindakan tidak aman (unsafe

act) dibagi menjadi dua, yaitu faktor prosedur dan manusia. Sedangkan upaya

pencegahan terhadap kondisi tidak aman (unsafe condition) juga dibagi menjadi

tiga, yaitu faktor peralatan, perlengkapan dan faktor tempat.

Gambar 2.3. Indikator K3 berdasarkan penyebab kecelakaan kerja.

Holt (2005) mendeskripsikan beberapa tindakan yang termasuk tindakan

tidak aman (unsafe act), antara lain:

1. Bekerja tanpa otoritas

2. Tidak memperingatkan orang lain mengenai bahaya

3. Meninggalkan peralatan pada kondisi berbahaya

4. Menggunakan peralatan dengan kecepatan yang salah

5. Melepas peralatan pengaman

6. Menggunakan peralatan yang rusak

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Tindakan Pekerja

Kondisi Tempat Kerja

Page 26: BAB II-K3.doc

33

1. Menggunakan peralatan dengan cara yang salah atau untuk tugas yang

tidak sesuai

7. Tidak memakai perlengkapan perlindungan diri

9. Meletakkan barang pada alat angkut dengan cara yang salah

10. Mengangkat barang dengan cara yang salah

11. Berada pada tempat yang bukan menjadi tempat kerjanya

12. Tidak memelihara perlengkapan

13. Bermain

14. Merokok di tempat yang tidak diijinkan

15. Minum alkohol atau obat-obatan terlarang

Sedangkan yang termasuk kondisi tidak aman {unsafe condition) antara lain:

1. Ketidakadaan petunjuk untuk menggunakan mesin

2. Ketidakadaan pagar pembatas

3. Perlengkapan yang rusak

4. Kurangnya sistem peringatan kebakaran

5. Bahaya kebakaran

6. Lingkungan kerja yang kotor

7. Kondisi udara yang berbahaya

8. Lingkungan kerja yang bising

9. Kurang cahaya untuk bekerja

2.9. Kondisi Tempat Kerja

Kondisi tempat kerja dibagi menjadi tiga indikator, yaitu peralatan kerja,

perlengkapan K3 dan lingkungan kerja (Gambar 2.4). Pada Tabel 2.4, Tabel 2.5,

Page 27: BAB II-K3.doc

34

dan Tabel 2.6 berikut ditampilkan klasifikasi safety check list HSE (UK), OHS

(AUS), dan OSHA (USA) yang diambil dari penelitian sebelumnya (Cahyano,

2008).

Gambar 2.4. Indikator Kondisi Tempat Kerja

Tabel 2.4. Klasifikasi HSE (UK)

Indikator Kondisi Tempal KerjaPeralalan Perlengkapan Lingkunga

n KerjaPublic protection and b'all prevention /protection Safe access Scaffolds Ladders and step ladders Powered access equipment Cranes and lifting appliancesPlant and equipment Hoist Site traffic and vehicles Excavations Fire and other emergencies Electricity Hazardous substances Manual handling Welfare Noise Personal protective equipment

Peralatan Kerja

Perlengkapan K3

Lingkungan Kerja

Kondisi Tempat Kerja

Page 28: BAB II-K3.doc

35

Tabel 2.5. Klasifikasi QHS (AUS)

IndikatorKondisi Tempat Kerja

Peralalan Perlengkapa

n

Lingkungan

Manual handling Machinery and equipment Chemicals Electrical Emergency procedures Slips, Trips, and falls

Tabel 2.6. Klasifikasi OSHA (USA)

IndikatorKondisi Tempal Kerja

Peralalan Perlengkapan Lingkungan Kerja

Signs, notices, and notifications Overhead protection Hoisting equipment Walkways and ramps Ladders Excavations and trenches tire protections Openings - walls, floors, roof's Scaffolds Stairs and landin y.v Material handling Housekeeping Lighting and temporary wiring Groundin i> and electrical ,Portable and power saws Hand tools First aid Traffic control Personal protective equipment Heavy equipment Security LiabilityOther...

Pada penelitian ini indikator kondisi tempat kerja hanya difokuskan terhadap

perlengkapan K.3 dan lingkungan kerja. Perlengkapan kerja dan lingkungan kerja

Page 29: BAB II-K3.doc

36

masing-masing dibagi menjadi lima sub indikator (Gambar 2.5).

Gambar 2.5. Kelompok Indikator Kondisi Tempat Kerja

2.9.1 Perlengkapan K3

Perlengkapan K3 merupakan elemen yang penting dalam mencegah

terjadinya kecelekaan kerja yang lebih fatal (Hinze, 1997). Hasil penelitian dari

Aksorn dan Hadikusumo menunjukkan bahwa peraturan pemakain perlengkapan

K3 merupakan peraturan yang paling sering dilanggar (Aksorn, 2002). Oleh sebab

itu peraturan pemakaian perlengkapan K3 harus dimonitor secara berkala untuk

meminimalkan pelanggaran di lapangan.

Alat-alat pelindung diri yang harus dipakai pekerja secara umum dan

khusus, yaitu : (A2K4-I, 2006 ; Hinze, 1997)

- Pelindung kepala / helm

Page 30: BAB II-K3.doc

37

- Pelindung kaki / sepatu keselamatan

- Pelindung tangan / sarung tangan

- Pelindung pernafasan / masker

- Pelindung pendengaran

- Pelindung mata / kacamata

- Tali pengaman dan sabuk keselamatan

2.9.2 Lingkungan kerja

Kondisi yang tidak aman merupakan salah satu penyebab terjadinya

kecelakaan kerja (Mohamed, 2002). Diperlukan usaha untuk mengurangi kondisi

yang tidak aman ini dimana semua pekerja dan manajemen lapangan terlibat di

dalamnya sebab kondisi tersebut berada di ruang lingkungan kerja semua orang

(Tony, 2004). Yang diperhatikan dalam lingkungan kerja, yaitu : (A2K4-I, 2006 ;

Hinze. 1997)

- Tidak ada barang atau peralatan yang menghalangi jalan

- Peralatan-peralatan kerja atau bahan material bangunan tersimpan

dengan baik setelah digunakan, tidak ditinggalkan dalam posisi yang

berbahaya yang dapat menyebabkan terjatuh

- Lantai tidak licin, tidak berlubang dan bahan2 cairan terutama bahan

kimia tidak berceceran di lantai

- Lantai di sekitar proyek bersih dari bahan material yang sudah tidak

terpakai lagi, misal: paku-paku, bekas bongkaran beton atau keramik, dan

sebagainya

- Adanya kotak sampah dan digunakan sebagaimana mestinya

Page 31: BAB II-K3.doc

38

- Kawat atau kabel listrik hams rapi dan terlindung

2.10. Penelitian Sebelumnya

Cahyono (2008) telah membuat alat pengukuran kinerja Keselamatan dan

Kesehatan Kerja. Alat pengukuran kinerja K3 dibuat dalam bentuk aplikasi

komputer.. Alat pengukuan kinerja K3 memiliki indikator-indikator pengukuran

dengan pengaruh (bobot) yang berbeda-beda disesuaikan dengan lokasi pekerjaan,

yaitu sub structure atau upper structure. Hal ini dilakukan untuk mempermudah

kerja kontraktor dalam melakukan pengukuran dan pengolahan data hasil

pengukuran.

2.11. Kerangka Pemikiran

Hubungan antara Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam

bentuk bagannya dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.4.

Bagan Pelaksanaan Sistem Manajamen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

VARIABEL BEBAS VARIABEL TERIKAT

Kesehatan KerjaSistem ManajamenKeselamatan Kerja

Page 32: BAB II-K3.doc

39

Page 33: BAB II-K3.doc

40

2.12. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir sebagaimana diuraikan pada halaman-

halaman sebelumnya, maka hipotesis penelitian disusun sebagai berikut:

Pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan Kerja memberikan

kontribusi terhadap Kesehatan Kerja pada Rumah Sakit Persahabatan.