bab 1 & 2 & 3

16

Click here to load reader

Upload: teuku-mustaqim-wahas

Post on 21-Dec-2015

6 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

bjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjj

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 1 & 2 & 3

1

Perencanaan Konstruksi Geoteknik I

BAB I

P E N D A H U L U A N

Bagian paling bawah dari suatu konstruksi dinamakan pondasi. Fungsinya

untuk meneruskan beban konstruksi atas ke lapisan tanah yang berada di bawahnya.

Suatu perencanaan pondasi dikatakan benar apabila beban yang diteruskan oleh

pondasi ke tanah tidak melampaui kekuatan atau daya dukung tanah yang

bersangkutan. Apabila kekuatan tanah dilampaui, maka akan terjadi keruntuhan pada

tanah atau penurunan yang berlebihan pada konstruksi. Oleh karena itu dalam

perencanaan struktur bawah seperti pondasi, perlu diperhatikan sifat-sifat tanah bila

tanah itu dilakukan pembebanan.

Bentuk pondasi ada bermacam-macam dan digunakan sesuai dengan

bangunan serta tanah tempat konstruksi tersebut akan dibangun. Pondasi telapak

(spread footing) mempunyai bentuk seperti kolom dari suatu bangunan, tetapi

ukurannya dibuat lebih besar dari kolom sehingga beban yang diteruskan oleh beban

bangunan atas ke pondasi dapat disebarkan ke luasan tanah yang lebih besar. Pondasi

telapak pada umumnya dinamakan pondasi dangkal. Secara umum, yang dinamakan

pondasi dangkal adalah pondasi dengan perbandingan antara kedalaman (D) dengan

lebar pondasi (B) lebih kecil atau sama dengan satu setengah (D/B ≤ 1,0).

Masalah yang akan terjadi adalah penurunan (settlement) pada konstruksi yang

didirikan pada tanah tersebut dan terjadi retakan jika lapisan tanah mengalami

pembebanan. Konstruksi yang didirikan pada tanah tersebut biasanya akan mengalami

penurunan dan retakan yang berbeda, disebabkan karena massa tanah dan beban yang

diterima berbeda-beda.

Oleh karena itu, elemen-elemen pondasi harus direncanakan dengan baik, pada

tingkat kapasitas daya dukung yang aman dan batas penurunan sampai batas yang

dapat diterima. Walaupun demikian, akibat perancangan yang buruk, baik karena

kecerobohan dan kurangnya kemampuan merekayasa, dapat juga menimbulkan

masalah pada konstruksi tersebut.

Kelompok I

Page 2: BAB 1 & 2 & 3

2

Perencanaan Konstruksi Geoteknik I

1.1 Klasifikasi Pondasi

Pondasi menurut Bowles (1983) dapat diklasifikasikan menjadi dua macam,

yaitu :

1. Pondasi dangkal, dinamakan sebagai alas, tapak, tapak tersebar atau pondasi

rakit (mats). Kedalaman umumnya D/B ≤ 1, namun bisa saja lebih.

2. Pondasi dalam, tiang pancang, tembok/tiang yang dibor, atau kaison yang dibor.

D/B ≥ 4 dengan suatu tiang pancang.

Berdasarkan pemakaiannya, pondasi dibedakan atas beberapa jenis seperti berikut :

a. Pondasi untuk gedung (baik yang dangkal maupun yang dalam).

b. Pondasi untuk cerobong udara, menara radio dan menara televisi, pilar

jembatan, peralatan industri dan sebaginya (baik yang dangkal maupun yang

dalam).

c. Pondasi untuk pelabuhan atau bangunan laut.

d. Pondasi untuk mesin yang berputar.

e. Elemen-elemen pondasi untuk mendukung galian atau massa tanah seperti

untuk kepala (abutment) dan pilar jembatan, penahan butiran bijih logam,

batubara dan lain sebagainya.

2.1 Persyaratan Umum Pondasi

Sebuah pondasi harus mampu memenuhi beberapa persyaratan stabilitas dan

deformasi. Adapun persyaratan stabilitas dan deformasi antara lain :

1. Kedalaman harus memadai untuk menghindarkan pergerakan tanah lateral

dari bawah pondasi, khususnya untuk pondasi telapak dan pondasi rakit.

2. Kedalaman harus berada di bawah daerah perubahan volume musiman

yang disebabkan oleh pembekuan, pencairan dan pertumbuhan tanaman.

3. Sistem harus tahan terhadap penggulingan, rotasi, penggelinciran atau

pergeseran tanah.

4. Sistem harus aman terhadap korosi atau kerusakan yang disebabkan oleh

bahan yang berbahaya yang terdapat di dalam tanah.

Kelompok I

Page 3: BAB 1 & 2 & 3

3

Perencanaan Konstruksi Geoteknik I

5. Sistem harus cukup mampu beradaptasi terhadap beberapa perubahan

geometri konstruksi atau lapangan selama proses pelaksanaan dan mudah

dimodifikasi seandainya perubahan perlu dilakukan.

6. Metode pemasangan pondasi harus seekonomis mungkin.

7. Penurunan harus dapat ditolerir oleh elemen pondasi dan elemen bangunan

atas.

8. Pondasi dan konstruksinya harus memenuhi syarat standar untuk

perlindungan lingkungan.

Selain itu, persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi dalam perancangan

pondasi adalah :

1. Faktor aman terhadap keruntuhan akibat terlampauinya daya dukung harus

dipenuhi. Dalam hitungan daya dukung, umumnya digunakan faktor aman

(safety factor/SF) 3.

Penurunan pondasi harus masih dalam batas-batas nilai yang ditoleransikan.

Khususnya penurunan yang tidak seragam (differential settlement) harus tidak

mengakibatkan kerusakan pada struktur.

3.1 Pemilihan Jenis Pondasi Dangkal (D/B ≤ 1,5)

Jenis pondasi dangkal dapat dibedakan dalam beberapa model, yaitu :

Pondasi sebar, tapak dinding

Pemakaiannya : pada kolom-kolom individual; dinding.

Kondisi tanah terapan : setiap kondisi dimana kapasitas dukung memadai

untuk beban yang diterapkan. Dapat dipakai pada lapisan tunggal; lapisan

keras (firm) di atas lapisan lunak atau lapisan lunak di atas lapisan kaku.

Pondasi tapak kombinasi

Pemakaiannya : dua sampai empat kolom pada tapak dan atau ruang

terbatas.

Kondisi tanah terapan : sama seperti untuk tapak sebar tersebut di atas.

Pondasi rakit

Pemakaiannya : beberapa deret kolom sejajar; beban kolom yang berat;

Kelompok I

Page 4: BAB 1 & 2 & 3

4

Perencanaan Konstruksi Geoteknik I

dipakai untuk mengurangi penurunan diferensial.

Kondisi tanah terapan : kapasitas daya dukung tanah pada umumnya kurang

daripada untuk tapak sebar, dan lebih dari luas denah akan tertutup oleh

tapak sebar.

Kelompok I

Page 5: BAB 1 & 2 & 3

5

Perencanaan Konstruksi Geoteknik I

BAB II

DATA PERENCANAAN

2.1 Data Gedung

Pada perencanaan ini, konstruksi yang menjadi tinjauan adalah Gedung

Perguruan Tinggi Islam Aceh. Gedung ini memiliki tiga lantai dengan atap perisai dan

konstruksi kuda-kuda yang menggunakan material kayu. Bangunan berbentuk simetris

dengan panjang bangunan 45 m dan lebar 10 m. Konstruksi bagian bawah tanah (sub

struktur) yang direncanakan adalah pondasi dangkal (pondasi tapak) yang berbentuk

bujur sangkar. Desain pondasi meliputi kedalaman perletakan tapak pondasi (Df) dan

lebar tapak (B), yang disesuaikan dengan beban yang bekerja di atas pondasi tersebut.

2.2 Data Tanah

Data tanah yang dipergunakan dalam perencanaan pondasi ini adalah data

Sondir atau CPT (Cone Penetration test). Data Sondir yang dipergunakan adalah

Laporan Pekerjaan Sondir Pembangunan Gedung Bappeda Kabupaten Bireun yang

memiliki kedalaman tanah keras 5,8 m dengan asumsi tinggi setiap lapisan adalah:

Lapisan Permukaan = 0,4 m

Lapisan Tanah 1 = 1,0 m

Lapisan Tanah 2 = 2,0 m

Lapisan Tanah 3 = 1,6 m

2.3 Data Asumsi

Data Asumsi yang digunakan pada Bab VI mengenai stabilitas terhadap

penurunan diantaranya adalah :

P0 = P0’ = 47,198 t/m2

Kelompok I

Page 6: BAB 1 & 2 & 3

6

Perencanaan Konstruksi Geoteknik I

BAB III

METODE PERENCANAAN

3.1 Beban Rencana

Beban rencana dibutuhkan dalam menentukan jenis dan bentuk pondasi yang

direncanakan pada suatu konstruksi. Beban rencana yang ditinjau terdiri dari beban

mati dan beban hidup. Perhitungan beban rencana dilakukan dengan memperhatikan

beban mati dan beban hidup yang bekerja pada setiap bagian dari konstruksi bangunan

tersebut, dengan berpedoman pada Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung

(PPIUG) 1983.

3.1.1 Beban Mati

Beban mati merupakan berat sendiri dari kontruksi, baik bagian atas (upper

structure) maupun bagian bawah (sub structure). Berat konstruksi bagian atas meliputi

berat konstruksi kuda-kuda, berat penutup atap, berat palfon, berat listplank, berat

ring balok, berat balok, berat dinding, berat lantai, berat balok lantai, berat sloof, dan

berat perlengkapan lainnya yang bersifat tetap. Sedangkan berat konstruksi bagian

bawah adalah berat sendiri dari pondasi yang direncanakan.

Untuk perhitungan dari berat sendiri bahan – bahan bangunan dan dari

beberapa komponen gedung yang harus ditinjau menurut PPIUG-1983 (terlampir pada

halaman 93-95), Bahan bangunan yang dipergunakan adalah sebagai berikut :

Bj beton = 2400 kg/m3

Bj dinding bata = 1700 kg/m3

Bj pasir = 1600 kg/m3

Bj tegel + spesi = 2200 kg/m3

Berat plafon + penggantung = 18 kg/m2

Bj kayu seumantok = 980 kg/m3

Bj kaca dengan tebal 3-4 mm = 10 kg/m2

Bj Atap = 5 kg/m2

Kelompok I

Page 7: BAB 1 & 2 & 3

7

Perencanaan Konstruksi Geoteknik I

3.1.2 Beban Hidup

Menurut Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983 (PPIUG

1983) (terlampir pada halaman 95-97), beban hidup adalah semua beban yang

terjadi akibat penggunaan gedung, termasuk di dalamnya beban-beban pada lantai,

yang berasal dari barang-barang yang berpindah, mesin-mesin, serta peralatan-

peralatan lainnya yang mendukung selama penggunaan konstruksi gedung

tersebut. Dalam PPIUG-1983 dapat dilihat:

Beban hidup pada lantai gedung (kantor) = 250 kg/m2

Beban hidup pada lantai sekolah = 250 kg/m2

Beban hidup pada tangga / Plat bordes = 300 kg/m2

Koefisien reduksi beban hidup :

- Kantor = 0,90

- Tangga (untuk penggunan gedung Pendidikan) = 0,75

3.1.3 Beban Gempa

Menurut PPIUG 1983 (terlampir pada halaman 97), beban gempa adalah

semua beban statik ekivalen yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang

menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu. Setelah gempa dan

tsunami yang menimpa Indonesia, khususnya Aceh pada tahun 2004, terjadi

perubahan pembagian zona gempa. Jika sebelumnya Aceh berada pada zona

gempa 2 dari 3 zona gempa, maka sekarang Aceh berada pada zona gempa 5 dari 6

zona gempa di Indonesia. Koefisien gempa untuk masing-masing zona berbeda.

Koefisien gempa untuk zona 5 ditetapkan sebesar 0,75.

3.3 Kemampuan Dukung Pondasi Dangkal (Pondasi Tapak)

Besarnya kapasitas dukung izin (qa) dari suatu desain pondasi tergantung dari

sifat-sifat teknis tanah, kedalaman, dimensi pondasi, dan besarnya penurunan yang

ditoleransi (Hardiyatmo, 2002). Perhitungan kapasitas dukung dapat dilakukan

berdasarkan data dari uji tanah di laboratorium, uji di lapangan, dan/atau dengan cara

empiris didasarkan pada alat uji tertentu, seperti uji SPT, uji kerucut statis (sondir) dan

Kelompok I

Page 8: BAB 1 & 2 & 3

8

Perencanaan Konstruksi Geoteknik I

lain-lain.

Faktor - faktor daya dukung untuk dipakai dalam persamaan daya dukung

Terzaghi dapat diperkirakan sebagai :

0,8 N = 0,8 N = q

Dimana q dirata – ratakan sepanjang selang kedalaman mulai dari sekitar B/2

di atas sampai 1,1 B di bawah alas telapak. Taksiran ini harus dapat diterapkan untuk

D/B ≤ 1,5.

Pondasi bujur sangkar untuk tanah berkohesi ;

q = 48 – 0,009(300 - q ) (kg/cm2) ............ (2.1)

Pondasi bujur sangkar untuk lempung;

q = 5 + 0,34 q (kg/cm2) ............ (2.2)

Persamaan diatas didasarkan atas bagan – bagan yang diberikan oleh

Schmertmann (1978)(Bowles,1998).

2.4 Penurunan (Settlement)

Bilamana suatu lapisan tanah lempung jenuh air yang mampu mampat

(compressible) diberi penambahan beban, maka penurunan (settlement) akan terjadi

dengan segera. Koefisien rembesan lempung adalah sangat kecil dibandingkan dengan

koefisien rembesan pasir sehingga penambahan tekanan pori yang disebabkan oleh

pembebanan akan berkurang secara lambat laun dalam waktu yang sangat lama. Jadi

untuk tanah lempung-jenuh, perubahan volume yang disebabkan oleh keluarnya air

dari dalam pori (yaitu konsolidasi) akan terjadi setelah penurunan segera. Penurunan

konsolidasi tersebut biasanya jauh lebih lama dibandingkan dengan penurunan segera.

Penurunan segera (immediate settlement) atau penurunan elastis dari suatu

pondasi terjadi dengan segera setelah pemberian beban tanpa mengakibatkan

terjadinya perubahan kadar air. Besarnya penurunan ini akan tergantung pada

ketentuan dari pondasi dan tipe dari material dimana pondasi tersebut berada.

Kelompok I

Page 9: BAB 1 & 2 & 3

9

Perencanaan Konstruksi Geoteknik I

Penurunan konsolidasi (consolidation settlement) terjadi pada tanah berbutir

halus yang terletak di bawah muka air tanah. Penurunan yang terjadi memerlukan

waktu, yang lamanya tergantung pada kondisi lapisan tanah. Bila tanah mengalami

pembebanan dan kemudian berkonsolidasi, maka penurunan tersebut berlangsung

dalam tiga fase, yaitu: Fase awal, yaitu fase di mana penurunan terjadi dengan segera

setelah beban bekerja; fase konsolidasi primer atau konsolidasi hidrodinamis, yaitu

penurunan yang dipengaruhi oleh kecepatan aliran air yang meninggalkan rongga pori

tanah akibat adanya tambahan tekanan; fase konsolidasi sekunder, merupakan proses

lanjutan dari konsolidasi primer, di mana prosesnya berjalan sangat lambat

(Hardiyatmo,2002).

Ada beberapa sebab terjadinya penurunan akibat pembebanan, yaitu :

1. Kegagalan atau keruntuhan geser akibat terlampauinya daya dukung tanah.

2. Kerusakan atau terjadi defleksi yang besar pada pondasinya.

3. Distorsi geser (shear distortion) dari tanah pendukungnya.

4. Turunnya tanah akibat perubahan angka pori.

Berdasarkan rumus untuk menghitung kapasitas daya dukung izin sebagaimana

dikutip dari Bowles (1988), Meyerhoff (1956) menyatakan bahwa toleransi penurunan

yang diizinkan adalah sebesar 1” (2,54 cm). Perhitungan kestabilan terhadap

penurunan dilakukan untuk setiap lapisan tanah di bawah pondasi, dimana tinjauan

perhitungan penurunannya dilakukan di tengah-tengah tiap lapisan tanah tersebut.

Penurunan yang terjadi dihitung dari hasil uji penetrasi kerucut statis (static

cone penetration test) dengan metode De Beer dan Marten (1957). De Beer dan

Marten mengusulkan persamaan angka kompresi (C) yang dikaitkan dengan persamaan

Buismann, sebagai berikut:

........... (2.3)

dimana :

C = angka pemampatan ( angka kompresibilitas)

qc = tahanan kerucut statis (sondir)

Kelompok I

Page 10: BAB 1 & 2 & 3

10

Perencanaan Konstruksi Geoteknik I

p0’ = tekanan overburden efektif

Satuan qc dan p0’ harus sama. Nilai C ini kemudian disubstitusikan ke

persamaan Terzaghi untuk penurunan pada lapisan tanah ditinjau, yaitu:

............ (2.4)

dengan:

Si = penurunan akhir (m) dari lapisan setebal H (m)

p0’ = tekanan overburden efektif awal, yaitu tegangan efektif sebelum beban

bekerja

p = tambahan tegangan vertikal di tengah-tengah lapisan oleh tegangan

akibat beban pondasi neto

(Hardiyatmo; 2002)

Dalam menentukan konstanta kompresibilitas (C) diperlukan nilai qc rata-rata.

Penurunan di setiap lapisan yang tertekan oleh beban pondasi dihitung terpisah, dan

hasilnya ditambahkan bersama-sama,dan merupakan penurunan total dari seluruh

lapisannya.

Dan untuk menghitung penurunan akibat konsolidasi, dapat dihitung dengan

persamaan :

dimana

Sc = Penurunan konsolidasi (m)

Δe = Perubahan angka pori akibat pembebanan

e0 = Angka pori awal

e1 = Angka pori saat berakhirnya konsolidasi

H = Tebal lapisan tanah yang ditinjau (m)

Cc = Indeks pemampatan

Kelompok I